10
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Metode merupakan cara, teknik, jalan, atau prosedur yang digunakan sebagai alat perantara untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam kalimat sederhana, metode adalah “bagaimana” mengajarkan sesuatu kepada orang/komunitas tertentu. Dalam hal ini, yang diajarkan adalah pokok ajaran tertentu yang ingin diinformasikan. Pengajaran/pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction”, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Kegiatan ini berarti menempatkan anak-anak sebagai pusat kegiatan pembelajaran. 1 Dengan demikian, metode pengajaran merupakan salah satu acuan atau rencana yang digunakan dalam proses belajar mengajar yang melibatkan anak secara aktif. Melihat fungsi metode tersebut, maka sebelum menentukan metode, tujuan dari materi pembelajaran yang ingin hendak dicapai seharusnya sudah ditentukan terlebih dahulu. Metode dan tujuan merupakan dua variabel yang berkaitan, atau dengan kata lain tanpa adanya rumusan tujuan, metode sulit untuk dirancang. Begitu juga sebaliknya, tanpa adanya metode, tujuan tidak bisa dicapai. Sara Little mengatakan bahwa mengajar bagi seorang pengajar adalah juga berarti merancang sebuah rencana mengajar yang memungkinkan peserta didik secara bertahap tertarik pada pokok bahasan lalu mendorong dirinya untuk memahami dan merelasikan arti yang ia temukan ke dalam hidupnya sendiri. 2 Untuk melakukan hal tersebut, pengajar memilih model/metode yang tepat dengan keberadaan peserta didik. Metode tersebut diyakini akan melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses menemukan makna yang dicari. Berbicara mengenai metode pengajaran, berarti berbicara tidak hanya metode pengajaran dalam ranah pendidikan formal, namun juga dalam pendidikan non formal, (misalnya, Sekolah Minggu). Di sana diperlukan metode yang tepat dan relevan supaya tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu bisa tercapai. Sekolah Minggu merupakan salah satu bagian kategorial/komisi dalam bidang pelayanan di gereja yang diperuntukkan bagi anak-anak. Sekolah Minggu merupakan suatu wadah yang tepat untuk disediakan bagi anak-anak agar mereka dapat memahami dan mengenal siapa Tuhan yang disembahnya dan bagaimana cara membangun hubungan dengan Tuhan dan sesama. 1 H. Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 27 2 Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), h. 91 ©UKDW

Dalam kalimat sederhana, metode adalah “bagaimana ...sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092250/7cbcad... · hubungan dengan Tuhan dan sesama. 1 H. Wina Sanjaya,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Dalam kalimat sederhana, metode adalah “bagaimana ...sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092250/7cbcad... · hubungan dengan Tuhan dan sesama. 1 H. Wina Sanjaya,

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Metode merupakan cara, teknik, jalan, atau prosedur yang digunakan sebagai alat perantara

untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam kalimat sederhana, metode adalah “bagaimana”

mengajarkan sesuatu kepada orang/komunitas tertentu. Dalam hal ini, yang diajarkan adalah

pokok ajaran tertentu yang ingin diinformasikan. Pengajaran/pembelajaran merupakan

terjemahan dari kata “instruction”, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika

Serikat. Kegiatan ini berarti menempatkan anak-anak sebagai pusat kegiatan pembelajaran.1

Dengan demikian, metode pengajaran merupakan salah satu acuan atau rencana yang digunakan

dalam proses belajar mengajar yang melibatkan anak secara aktif. Melihat fungsi metode

tersebut, maka sebelum menentukan metode, tujuan dari materi pembelajaran yang ingin hendak

dicapai seharusnya sudah ditentukan terlebih dahulu. Metode dan tujuan merupakan dua variabel

yang berkaitan, atau dengan kata lain tanpa adanya rumusan tujuan, metode sulit untuk

dirancang. Begitu juga sebaliknya, tanpa adanya metode, tujuan tidak bisa dicapai. Sara Little

mengatakan bahwa mengajar bagi seorang pengajar adalah juga berarti merancang sebuah

rencana mengajar yang memungkinkan peserta didik secara bertahap tertarik pada pokok

bahasan lalu mendorong dirinya untuk memahami dan merelasikan arti yang ia temukan ke

dalam hidupnya sendiri.2 Untuk melakukan hal tersebut, pengajar memilih model/metode yang

tepat dengan keberadaan peserta didik. Metode tersebut diyakini akan melibatkan peserta didik

secara aktif dalam proses menemukan makna yang dicari.

Berbicara mengenai metode pengajaran, berarti berbicara tidak hanya metode pengajaran dalam

ranah pendidikan formal, namun juga dalam pendidikan non formal, (misalnya, Sekolah

Minggu). Di sana diperlukan metode yang tepat dan relevan supaya tujuan yang telah

dirumuskan terlebih dahulu bisa tercapai. Sekolah Minggu merupakan salah satu bagian

kategorial/komisi dalam bidang pelayanan di gereja yang diperuntukkan bagi anak-anak. Sekolah

Minggu merupakan suatu wadah yang tepat untuk disediakan bagi anak-anak agar mereka dapat

memahami dan mengenal siapa Tuhan yang disembahnya dan bagaimana cara membangun

hubungan dengan Tuhan dan sesama.

1 H. Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 27

2 Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), h. 91

©UKDW

Page 2: Dalam kalimat sederhana, metode adalah “bagaimana ...sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092250/7cbcad... · hubungan dengan Tuhan dan sesama. 1 H. Wina Sanjaya,

2

Sekolah Minggu (Sunday School) hadir sebagai wadah untuk memperoleh pendidikan kristiani

bagi anak. Peserta didik yang ada di dalamnya terdiri dari berbagai macam klasifikasi usia anak-

anak (0-12 tahun). “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang

kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga (Mat.

19:14).” Ayat ini sering kali dipakai sebagai dasar Alkitabiah dalam pelaksanaan pendidikan

anak. Dalam ayat ini tersirat bahwa sebagaimana Yesus menerima dan menghargai anak-anak,

maka demikian pulalah Gereja harus dapat menerima dan menghargai mereka melalui

pendidikan anak.

Mengingat pendidikan sebagai suatu tugas transmisi atau pewarisan, maka gereja selayaknya

lebih memperhatikan kualitas pendidikannya. Sama halnya dengan masa depan bangsa yang

terletak dalam tangan generasi muda. Begitu pula masa depan gereja terletak pada pendidikan di

Sekolah Minggu, karena Sekolah Minggu merupakan fondasi awal bagi pertumbuhan dan

perkembangan Gereja. Agar Sekolah Minggu dapat menjalankan fungsinya sebagai fondasi

Gereja maka Sekolah Minggu membutuhkan metode pengajaran yang sesuai dengan

perkembangan dan kebutuhan anak yang dilayani.

Seiring dengan kemajuan bidang pendidikan, maka secara perlahan-lahan telah terjadi perubahan

paradigma pendidikan, seperti perubahan paradigma dari teacher centered ke student centered.

Perubahan paradigma tidak hanya berlaku pada pendidikan formal saja, tetapi Sekolah Minggu

juga perlu mengalami perubahan paradigma agar terjadi suatu pertumbuhan baik secara kualitas

maupun kuantitas. Melihat realita sekarang ini di mana dalam proses pembelajaran khususnya di

Sekolah Minggu, pengajar masih menggunakan paradigma pembelajaran lama. Komunikasi

dalam pembelajaran cenderung berlangsung satu arah yaitu proses penyampaian informasi atau

pengetahuan dari pengajar kepada anak. Pengajar memposisikan diri sebagai satu-satunya

sumber belajar yang bertugas untuk menyampaikan informasi sehingga pengajar lebih

mendominasi pembelajaran, sedangkan anak pasif sebagai penerima informasi, meskipun

paradigma baru sudah mengarah kepada student centered. Tidak heran jika proses pembelajaran

cenderung monoton yang mengakibatkan peserta didik merasa jenuh atau bosan.

Berdasarkan pengalaman penulis dalam mengamati sekaligus menjadi salah satu pengajar di

Sekolah Minggu, penulis melihat bahwa proses pembelajaran di Sekolah Minggu umumnya

mengembangkan model pembelajaran yang berpusat pada pengajar/guru. Artinya pembinaan

untuk anak-anak (peserta didik: anak Sekolah Minggu), kegiatan, dan acara Sekolah Minggu

©UKDW

Page 3: Dalam kalimat sederhana, metode adalah “bagaimana ...sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092250/7cbcad... · hubungan dengan Tuhan dan sesama. 1 H. Wina Sanjaya,

3

dimulai dari “pemikiran menurut pengajar.”3 Bahkan dalam penyampaian materi didominasi oleh

metode ceramah yang berorientasi pada materi yang tercantum dalam kurikulum dan buku

pedoman mengajar, serta jarang mengkaitkan yang dibahas dengan masalah-masalah nyata yang

ada dalam kehidupan Kristen dan pergumulan hidup sehari-hari. Proses pembelajaran lebih

cenderung kearah pembahasan tematik teoritik sehingga terkesan bahwa pengajaran Pendidikan

Kristiani terdiri dari materi hafalan belaka. Implikasi dari hasil pembelajaran ini berisikan

ajaran/doktrin Kristen, norma dan didikan yang bertujuan memampukan peserta didik

memahami kasih dan karya Allah serta membantu peserta didik mentransformasikan nilai-nilai

Kristiani ke dalam kehidupan sehari-hari.

Kehadiran Sekolah Minggu di sebuah Gereja merupakan pelayanan yang sangat penting, karena

proses pembentukan awal dari identitas diri terjadi pada anak-anak. Pendidikan iman yang

didapatkan oleh anak-anak akan menjadi dasar pertumbuhan dan perkembangan iman anak untuk

mengenal Tuhan Allah lewat Firman-Nya dalam Alkitab, memuji serta mengasihi pekerjaan-

Nya. Pada dasarnya, anak-anak jemaat adalah generasi jemaat masa depan Gereja. Dengan

demikian, Sekolah Minggu hadir untuk mengembangkan iman anak-anak sehingga hal ini bukan

hanya menjadi tanggung jawab pengajar/pendidik, tetapi juga menjadi tanggung jawab Gereja

secara umum.

Dengan melihat kenyataan seperti ini, maka sudah saatnya para pengajar untuk mencoba

mengembangkan metode-metode pengajaran yang benar-benar mampu mengaktifkan dan

menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dua

ahli pendidikan yang berasal dari Amerika yang meneliti metode pengajaran yaitu Joyce dan

Weil menyatakan bahwa salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun metode

pembelajaran harus memberi tekanan yang seimbang dari sisi pengajar dan peserta didik.4

Tekanan yang seimbang dalam hal ini mengarah kepada keaktifan baik kepada pengajar maupun

anak-anak di dalam kelas. Dengan demikian, anak-anak akan merasakan makna belajar bagi

hidupnya dan pada akhirnya mencapai tujuan yang diharapkan.

Ketika guru/pendidik Sekolah Minggu diperhadapkan pada memilih metode mengajar, ada

banyak sekali metode yang menarik. Misalnya, metode kuliah (bercerita), peragaan peran,

diskusi kelompok, bacaan terarah, studi kasus, dan lain-lain. Namun, metode yang hendak

digunakan bukan hanya dilihat dari menarik atau tidak menarik suatu metode jika diterapkan

3 Paulus Lie, Mereformasi Sekolah Minggu, (Yogyakarta: ANDI, 2003), h. 2-7

4 Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, (Yogyakarta: ANDI, 2006), h. 60-62

©UKDW

Page 4: Dalam kalimat sederhana, metode adalah “bagaimana ...sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092250/7cbcad... · hubungan dengan Tuhan dan sesama. 1 H. Wina Sanjaya,

4

dalam mengajar anak-anak di Sekolah Minggu. Ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan/dipertimbangkan jika guru/pendidik hendak menggunakan suatu metode tertentu

dalam mengajar. Mengapa demikian? Karena dalam setiap metode mempunyai karakteristiknya

masing-masing. Oleh karena itu, suatu metode belum tentu relevan/cocok dengan usia dan latar

belakang anak-anak (peserta didik). Bisa jadi dalam suatu metode membutuhkan waktu yang

singkat dalam pelaksanaannya, sementara yang lain membutuhkan waktu yang cukup lama.

Estimasi waktu yang digunakan dalam mengajar dengan menggunakan metode tertentu juga

harus diperhatikan. Satu hal yang perlu untuk diketahui adalah tidak ada metode yang paling

baik dalam dirinya. Metode yang baik adalah metode yang membantu anak-anak untuk mencapai

tujuan yang sudah dirumuskan pada pelajaran tertentu.5 Jangan sampai metodenya bagus, tetapi

pesan (dalam hal ini firman) tidak bisa diserap dan diterapkan oleh anak-anak Sekolah Minggu.

Dengan melihat betapa pentingnya metode dalam pengajaran di Sekolah Minggu, penulis ingin

membahas serta mengkajinya dalam penulisan skripsi ini. Sejauh mana peran metode ketika

mengajar di Sekolah Minggu? Dengan menggunakan metode dalam pengajaran Sekolah Minggu

sedemikian rupa di setiap minggunya, apakah tujuan dari pelajaran tersebut sudah bisa dicapai?

Dengan menggunakan metode dalam pengajaran tersebut, apakah didalamnya sudah terdapat

unsur kerygma dan didache? Bagaimana peran-serta dan implikasi/dampak dari penggunaan

metode dalam rangka kerygma dan didache terhadap peserta didik (anak-anak) di Sekolah

Minggu? Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membahas metode dalam pengajaran Sekolah

Minggu dengan menggunakan tiga pemikiran yang ahli di bidang metode pengajaran. Ketiga ahli

tersebut adalah, Mangunhardjana, Sara Little, dan Bruce Joyce. Penulis ingin menjabarkan hasil

pemikiran ketiga pakar tersebut kemudian meninjau dari segi kerygma dan didache yang

cocok/relevan untuk peserta didik di Sekolah Minggu. Setelah itu, penulis akan meninjau ketiga

pemikiran beliau sehingga menemukan metode yang baru serta kemudian mengkorelasikannya

dengan metode dalam pengajaran di Sekolah Minggu. Penulis mencoba untuk menawarkan hasil

dari pengklasifikasian tersebut untuk digunakan di Sekolah Minggu.

Metode pengajaran dalam rangka kerygma dan didache di Sekolah Minggu merupakan suatu

bentuk metode pengajaran yang tidak hanya sekedar untuk menarik perhatian peserta didik

(anak), tetapi juga mempunyai nilai teologis didalamnya. Ditinjau dari segi etimologinya,

5 Harianto GP, Pendidikan agama Kristen dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa Kini, (Yogyakarta: Yayasan

ANDI, 2012), h. 18.

©UKDW

Page 5: Dalam kalimat sederhana, metode adalah “bagaimana ...sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092250/7cbcad... · hubungan dengan Tuhan dan sesama. 1 H. Wina Sanjaya,

5

kerygma-didache merupakan bentuk pemberitaan dan pengajaran.6 Konsep pemberitaan dan

pengajaran bisa dilihat dalam Perjanjian Baru yaitu bentuk pengajaran zaman Yesus dan Para

Rasul kepada kemaat mula-mula. Metode kerygma dan didache digunakan oleh Yesus ketika

mengajar dan memberitakan firman Allah. Adakalanya Tuhan Yesus bercerita dengan

perumpamaan. Dia juga sering mengemukakan pertanyaan yang kemudian menjadi bahan

pengajaran-Nya. Yesus mengajar bukan hanya dengan perkataan, tetapi juga mempraktikkan

makna dari pengajaran-Nya. Tujuan pengajaran Tuhan Yesus bukan hanya membahas berbagai

topik tentang keagamaan dan kesusilaan secara ilmiah atau teori, melainkan juga melayani setiap

orang yang datang kepada-Nya.7 Masih banyak bentuk metode lain yang Yesus praktikkan dalam

pelayanan-Nya. Dengan membaca kembali riwayat hidup dan pekerjaan Tuhan Yesus dalam

Perjanjian Baru (terutama metode), penulis dapat melihat bagaimana cara Yesus mengajar orang-

orang dalam rangka Pendidikan agama Kristen. Dapat disimpulkan bahwa seluruh kehidupan

Yesus merupakan bentuk pemberitaan dan pengajaran, bahkan sampai Ia mati di Kayu Salib.

Selain bentuk dari kerygma dan didache pada jaman Yesus, penulis juga memakai bentuk

pemberitaan dan pengajaran pada jaman para Rasul dan jemaat mula-mula. Dalam penulisan

skripsi ini, penulis mencoba mendalami mengenai kerygma dan didache tersebut dalam Kisah

Para Rasul 2:22-47. Penulis akan membagi perikop ini ke dalam dua bagian, yaitu kerygma (Kis.

2:22-36) dan didache (Kis. 2:37-47). Dalam perikop tersebut penulis melihat bagaimana metode

pengajaran Petrus kepada jemaat mula-mula tentang pemahaman hari Pentakosta. Melalui pesan

kerygma yang disampaikan dan bentuk didache yang diajarkan kemudian membentuk jemaat

perdana untuk mendapatkan gambaran yang bernilai dan berpengaruh pada tradisi iman

selanjutnya. Pada perikop ini penulis melihat seperti apa ciri orang Yahudi yang menampilkan

warna perayaan Pentakosta dan sekaligus juga mengembangkan ‘berita/pesan’ akan karya

keselamatan Allah bagi umat manusia. Kerygma yang disampaikan Petrus melalui khotbahnya

(Kis 2:22-36), kemudian menghasilkan pengajaran/didache (Kis. 2: 36-47) dalam kehidupan

jemaat perdana. Dua akibat secara dasar ditegaskan dalam perikop ini. Akibat pertama yaitu

menyangkut setiap dasar hidup Kristen (pertobatan), sedangkan yang kedua adalah bentuk

kehidupan, atau kehidupan gaya baru jemaat perdana yang sesuai dengan bimbingan Roh

Kudus.8

6 Maria Harris, Fashion Me A People-Curriculum in the Church, (Louisville London-Leiden: Westminster John Knox

Press, 1989), h. 113 & 128 7 Ch. Abineno, Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), h. 89

8 I. Howard Marshall, The Acts of the Apostles – (The Tyndale New Testament Commentaruies), (Surabaya:

Momentum, 2007), h. 56

©UKDW

Page 6: Dalam kalimat sederhana, metode adalah “bagaimana ...sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092250/7cbcad... · hubungan dengan Tuhan dan sesama. 1 H. Wina Sanjaya,

6

Dengan melihat metode pengajaran dalam Perjanjian Baru, maka hal tersebut juga dapat

dikaitkan dengan metode pengajaran di Sekolah Minggu. Menggunakan metode pengajaran di

Sekolah Minggu merupakan suatu tindakan memberitakan dan mengajarkan pesan/firman Tuhan

kepada peserta didik (anak-anak). Dengan demikian, Sekolah Minggu mampu untuk meneruskan

kerygma dan didache mengenai Kabar Baik (Injil), yaitu tentang kerajaan Allah yang sudah,

sedang, dan yang akan datang. Dengan menggunakan metode sedemikian rupa hendaknya

peserta didik bisa mengerti ‘pesan’ yang disampaikan dan membawa mereka ke jalan yang benar

sehingga tercipta iman dan keyakinan yang teguh kepada Yesus Kristus. Sesuai dengan arti

kerygma dan didache, peserta didik juga hendaknya bisa membagikan/memberitakan serta

mengajarkan Kabar Baik tersebut kepada sesama.

I.2. Kajian Teori

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, maka untuk mendalami mengenai metode pengajaran

dalam rangka kerygma dan didache di Sekolah Minggu, penulis menggunakan tiga teori yang

membahas mengenai metode pengajaran yaitu, Mangunhardjana, Sara Little, dan Bruce Joyce,

dkk. Ketiga teori ini membahas mengenai metode pengajaran yang berbeda-beda sesuai dengan

konteks dan klasifikasi metodenya masing-masing.

Penulis melihat bahwa pemaparan mengenai metode yang dibahas oleh Mangunhardjana dalam

bukunya “Pembinaan – Arti dan Metodenya” lebih cocok digunakan untuk kalangan orang

dewasa khususnya dalam metode pembinaan orang yang bekerja di sektor formal. Beliau

memaparkan ragam metode ke dalam empat klasifikasi yaitu:9

1. Metode Informatif: artinya penyajian pokok bahasan yang dilaksanakan lebih bersifat

informatoris.

2. Metode Partisipatif: artinya penyajian pokok bahasan dalam metode ini sudah

melibatkan/mengikutsertakan peserta didik.

3. Metode Partisipatif-Eksperensial: metode ini melengkapi dari metode sebelumnya

(partisipatif), di mana peserta didik dilibatkan secara aktif dan mengikutsertakan

pengalaman mereka.

4. Metode Eksperensial: metode ini memberikan kemungkinan kepada peserta didik untuk

“belajar” melalui pengalaman langsung dan nyata.

9 Rangkuman dari buku: A. Mangunhardjana, Pembinaan: Arti dan Metodenya, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), h. 51-

117

©UKDW

Page 7: Dalam kalimat sederhana, metode adalah “bagaimana ...sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092250/7cbcad... · hubungan dengan Tuhan dan sesama. 1 H. Wina Sanjaya,

7

Teori yang kedua yaitu metode pengajaran yang dipaparkan oleh Sara Little dalam bukunya “To

Set One’s Heart – Belief and Teaching in the Church” yang membahas mengenai ragam metode

pengajaran untuk kalangan orang Kristen yaitu bagaimana metode pengajaran di gereja untuk

membantu pribadi-pribadi menumbuh-kembangkan dirinya secara utuh. Beliau memaparkan

ragam metode ke dalam lima klasifikasi yaitu:10

1. Metode Pemrosesan Informasi: metode yang digunakan dalam mengolah fakta-fakta agar

dapat menentukan kerangka pemahaman, menafsirkan pengalaman, dan membangun

suatu cara-pandang terhadap kenyataan hidup.

2. Metode Interaksi Kelompok: metode yang digunakan supaya dapat saling belajar dan

bersama-sama membangun suatu pemahaman melalui proses interaksi (saling

mempengaruhi). Artinya, kelompok juga ikut serta untuk mempengaruhi pembentukan

“keyakinan” dan “pribadi” peserta didik.

3. Metode Komunikasi Tidak Langsung: bagian ini karya seni mempunyai kemampuan

untuk menjembatani keterbatasan komunikasi verbal, mampu melibatkan seseorang

dengan seutuhnya dalam berbagai tahap pemahaman diri dan tahap konfrontasi.

4. Metode Pengembangan Pribadi: yaitu metode yang digunakan dalam rangka

menyadarkan dan mengembangkan pribadi supaya memiliki rasa sadar diri dan sadar

lingkungan dengan baik. Dengan demikian pribadi tersebut merasa diterima dan dapat

berperan sebagai pribadi yang mampu menyumbangkan sesuatu. Melalui proses ini

seseorang dapat mengenal kemampuan-kemampuan yang tersimpan dalam dirinya.

5. Metode Aksi-Refleksi: dalam metode ini terdapat aspek “teori” dan “praktek”, di mana

keduanya akan disatukan. Sambil mempraktekkan suatu gagasan, orang mengingat dan

menguji praktek tersebut dengan gagasan yang dianutnya. Atau praktek tersebut juga

dapat merevisi gagasan yang dianut.

Sementara itu teori yang ketiga yaitu ragam metode pengajaran yang dipaparkan oleh Bruce

Joyce, dkk dalam bukunya “Models of Teaching”. Teori mengenai ragam mengajar yang

dibahas oleh beliau-beliau timbul dari penelitian mereka terhadap setiap aktivitas pengajaran di

sekolah. Dengan demikian, model-model pengajaran yang dipaparkannya lebih mengarah kepada

10

Rangkuman dari buku: Sara Little, To Set One’s Heart: Belief and Teaching in the Church, (Altlanta: John Knox, 1983), h. 42-85

©UKDW

Page 8: Dalam kalimat sederhana, metode adalah “bagaimana ...sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092250/7cbcad... · hubungan dengan Tuhan dan sesama. 1 H. Wina Sanjaya,

8

pendidikan formal untuk mempresentasikan suatu landasan bagi teknik-teknik pengajaran yang

profesional. Mereka memaparkan ragam metode ke dalam empat klasifikasi yaitu:11

1. Kelompok Model Pengajaran Memproses Informasi (the information-processing family:

menekankan cara-cara dalam meningkatkan dorongan alamiah seseorang untuk

membentuk makna tentang dunia (sense of the world) yaitu dengan memperoleh dan

mengolah data, merasakan masalah-masalah dan menghasilkan solusi-solusi yang tepat,

serta mengembangkan konsep dan bahasa untuk mentransfer solusi/data tersebut.

2. Kelompok Model Pengajaran Sosial (Membangun Komunitas Pembelajaran):

menekankan sinergi kerjasama dengan cara membuat komunitas pembelajaran (learning

community).

3. Kelompok Model Pengajaran Personal: menekankan pada individu untuk memahami diri

mereka sendiri dengan lebih baik, bertanggung jawab pada pendidikannya dan belajar

untuk menjangkau atau bahkan melampaui perkembangannya saat ini agar lebih kuat,

sensitif dan kreatif dalam mencari kehidupan yang lebih sejahtera.

4. Kelompok Sistem Perilaku: menekankan kepada sistem-sistem komunikasi perbaikan diri

yang dapat mengubah perilakunya saat merespon informasi tentang seberapa sukses

tugas-tugas yang mereka lakukan.

Melihat dari paparan teori mengenai ragam metode diatas, maka dapat disimpulkan bahwa di

sana terdapat persamaan dan perbedaan dari ketiganya. Walaupun demikian, hal tersebut tidak

menutup kemungkinan bahwa ragam metode yang telah mereka klasifikasikan tersebut bisa

digunakan dalam metode pengajaran di Sekolah Minggu. Maka dari itu, setelah memaparkan

ketiga teori metode ini penulis akan membuat klasifikasi ragam metode yang relevan dengan

metode pengajaran dalam rangka kerygma dan didache di Sekolah Minggu. Dari hasil klasifikasi

tersebut akan melahirkan contoh-contoh metode pengajaran yang bisa digunakan dalam Sekolah

Minggu saat ini.

I.3. Permasalahan

Dengan mengacu pada latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis mengajukan

pertanyaan besar pada skripsi ini. “Bagaimana peran metode pengajaran di Sekolah Minggu

dalam rangka kerygma dan didache?” Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis

menjabarkannya dalam 3 rumusan masalah:

11

Rangkuman dari buku: Bruce Joyce, dkk, Models of Teaching: Model-model pengajaran, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), h. 31-45

©UKDW

Page 9: Dalam kalimat sederhana, metode adalah “bagaimana ...sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092250/7cbcad... · hubungan dengan Tuhan dan sesama. 1 H. Wina Sanjaya,

9

1.3.1 Mengapa metode dalam pengajaran di Sekolah Minggu penting dan hal apa saja

yang harus dipertimbangkan ketika memilih suatu metode?

1.3.2 Bagaimana hasil klasifikasi metode pengajaran berdasarkan tinjauan dari ke tiga

teori (Mangunhardjana, Sara Little, dan Bruce Joyce, dkk).

1.3.3 Bagaimana implikasi/dampak dari penggunan/penerapan suatu metode dalam

rangka kerygma dan didache terhadap peserta didik (anak-anak) di Sekolah

Minggu?

I.4. Judul Tulisan

“Metode Pengajaran Dalam Rangka Kerygma dan Didache di Sekolah Minggu.”

I.5. Tujuan dan Alasan Penulisan

Tujuan: - Menjelaskan bahwa metode dalam pengajaran di Sekolah Minggu adalah penting

dalam rangka kerygma dan didache.

- Menemukan serta mengklasifikasikan metode pengajaran yang relevan terhadap

Sekolah Minggu berdasarkan tinjauan dari ketiga teori metode pengajaran, yaitu

Mangunhardjana, Sara Little, dan Bruce Joyce, dkk.

- Menjelaskan dampak/implikasi dari penggunaan suatu metode terhadap peserta didik

yang diterapkan ketika mengajar di Sekolah Minggu.

Alasan: Dewasa ini, masih banyak Sekolah Minggu yang kurang menyadari bagaimana peran

serta pentingnya metode pengajaran bagi peserta didik (anak-anak). Berangkat dari

permasalahan tersebut, maka penulis mencoba untuk mengangkat dan kemudian

membahas ke dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap, penemuan hasil metode

pengajaran yang telah diklasifikasikan oleh penulis nantinya bisa gunakan untuk peserta

didik (anak-anak) Sekolah Minggu yang masih membutuhkan.

I.6. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan. Penulis mencari

dan menggunakan berbagai macam sumber pustaka yang mempunyai kaitan dengan pembahasan

dalam skripsi ini. Melalui pustaka yang sudah (akan) dibaca oleh penulis kemudian ‘dituangkan’

ke dalam beberapa bab penulisan dengan sistematika tertentu. Proses penulisan skripsi ini

akhirnya nanti bisa menjawab permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya.

©UKDW

Page 10: Dalam kalimat sederhana, metode adalah “bagaimana ...sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092250/7cbcad... · hubungan dengan Tuhan dan sesama. 1 H. Wina Sanjaya,

10

I.7. Sistematika Tulisan

Bab I. PENDAHULUAN

Berisi latar belakang penulisan, rumusan masalah, judul, tujuan penulisan, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

Bab II. METODE DALAM PENGAJARAN DI SEKOLAH MINGGU

Pada bab ini penulis memaparkan tiga teori mengenai metode yaitu Mangunhardjana dalam

bukunya Metode dan Arti Pembinaannya, Sara Little dalam bukunya To Set One’s Heart, dan

Bruce Joyce, dkk dalam bukunya Model’s of Teaching. Metode-metode yang dibahas dalam

ketiga teori ini masih belum relevan jika digunakan dalam pengajaran di Sekolah Minggu. Oleh

karena itu, penulis meninjaunya sehingga menemukan metode yang relevan untuk digunakan

dalam pengajaran di Sekolah Minggu.

Bab III. TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP METODE DALAM PENGAJARAN DI

SEKOLAH MINGGU DARI SUDUT DIDACHE DAN KERYGMA

Pada bab ini penulis meninjau segi teologis dari hasil metode yang telah dibuat dan

diklasifikasikan oleh penulis yang relevan terhadap metode dalam pengajaran di Sekolah

Minggu. Tinjauan teologis terhadap metode dalam pengajaran di Sekolah Minggu ini dipandang

dari sudut kerygma dan didache (pemberitaan dan pengajaran) pada Perjanjian Baru.

Bab IV. PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan serta saran yang semoga akan berguna bagi perkembangan metode

dalam pengajaran di Sekolah Minggu.

©UKDW