24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan perikanan Indonesia dalam jangka waktu 50 tahun terakhir (1951-2001) cukup dinamis, namun demikian hasil selama ini masih belum menggembirakan. Indonesia termasuk tiga besar dalam memproduksi ikan setelah China dan Peru, walau perbedaan angkanya masih sangat jauh. China memproduksi sekitar 14,8 juta ton sementara Indonesia hanya 5 juta ton. Namun demikian sekalipun merupakan tiga besar dalam produksi ikan, Indonesia tidak termasuk dalam lima besar pengekspor ikan, bahkan kalah dibanding dengan Vietnam dan Thailand. Nilai ekspor ikan Indonesia “hanya” sekitar US $ 2,9 juta (Protes Publik.com, 2012). Richo (2009) yang menyatakan Indonesia memiliki luas laut kedaulatan 3,1 juta km 2 dan Luas laut ZEE 2.7 jt km 2 . Sementara Harianto (2012) menyebutkan hampir 75% wilayah Indonesia merupakan perairan baik perairan pedalaman maupun lautan, sehingga Indonesia berpotensi menghasilkan sumberdaya laut yang besar. Merupakan suatu polemik tersendiri bagi Indonesia melihat potensinya yang besar dalam menghasilkan sumberdaya laut tetapi tidak termasuk ke dalam lima besar negara pengekspor ikan.

Dam Mangrove

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Karya tulis pertama saya

Citation preview

Page 1: Dam Mangrove

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan perikanan Indonesia dalam jangka waktu 50 tahun terakhir

(1951-2001) cukup dinamis, namun demikian hasil selama ini masih belum

menggembirakan. Indonesia termasuk tiga besar dalam memproduksi ikan  setelah

China dan Peru,  walau perbedaan angkanya masih sangat jauh. China

memproduksi sekitar 14,8 juta ton sementara Indonesia hanya 5 juta ton. Namun

demikian sekalipun merupakan tiga besar dalam produksi ikan, Indonesia tidak

termasuk  dalam lima besar pengekspor ikan, bahkan kalah dibanding dengan

Vietnam dan Thailand. Nilai ekspor ikan Indonesia “hanya” sekitar  US $ 2,9 juta

(Protes Publik.com, 2012).

Richo (2009) yang menyatakan Indonesia memiliki luas laut kedaulatan

3,1 juta km2 dan Luas laut ZEE 2.7 jt km2. Sementara Harianto (2012)

menyebutkan hampir 75% wilayah Indonesia merupakan perairan baik perairan

pedalaman maupun lautan, sehingga Indonesia berpotensi menghasilkan

sumberdaya laut yang besar. Merupakan suatu polemik tersendiri bagi Indonesia

melihat potensinya yang besar dalam menghasilkan sumberdaya laut tetapi tidak

termasuk ke dalam lima besar negara pengekspor ikan.

Kurnia (2006) menyebutkan lebih kurang seperempat bagian dari ikan

yang dikonsumsi oleh penduduk dunia adalah berasal produk budidaya dan

persentase ini akan terus meningkat, sementara produk hasil tangkapan dari laut

dan danau akan terus menurun disebabkan overfishing dan kerusakan lingkungan.

Fakta demikian seharusnya menjadi peluang bagi negara-negara maritim,

termasuk Indonesia, untuk meningkatkan budidaya ikan guna meningkatkan

devisa negara.

Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia (81.000

km) setelah Kanada dan kekayaan alam laut yang besar dan beranekaragam telah

menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang berpotensi besar dalam

bidang perikanan (Kurnia, 2006). Kondisi demikian seharusnya mendukung

budidaya ikan tepi pantai di Indonesia. Tetapi daerah tepi pantai Indonesia tidak

11

Page 2: Dam Mangrove

2

dimanfaatkan secara optimal. Adapun salah satu daerah pesisir pantai yang sangat

potensial untuk dijadikan budidaya ikan adalah hutan mangrove.

Irwanto (2008) menyebutkan beberapa karakteristik yang mendukung

budidaya ikan di hutan mangrove adalah fungsi biologis hutan mangrove yakni

menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi

plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan. Selain itu

hutan mangrove dapat dijadikan tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-

ikan, kerang, kepiting dan udang.

Pemanfaatan hutan mangrove selama ini untuk budidaya ikan ditangkap

salah oleh masyarakat. Kawasan hutan mangrove dirambah dan disulap menjadi

tambak-tambak lepas, tanpa memperdulikan keseimbangan alam padahal

manakala hutan mangrove mulai dijamah atau dirusak sumber kehidupan petani

nelayanlah yang sebenarnya terancam. Lebih jauh lagi perlahan tapi pasti akan

berakibat fatal bagi keseluruhan ekosistem pantai. Akibatnya kawasan pantai

menjadi kawasan kritis, mandul, dan tidak mampu lagi memberikan produksi

perikanan sebagai sumber kehidupan petani-nelayan (Husodo, 2011).

Kendala yang dihadapi dalam pembuatan tambak hutan mangrove tanpa

membuka areal hutan mangrove adalah menjaga ketersediaan debit air. Hutan

mangrove terletak pada zona litoral atau zona pasang surut, yakni wilayah yang

tergenang pada saat pasang naik sedangkan pada saat surut wilayah ini tidak

tergenang air laut (Ramdani, 2006). Dengan demikian, daerah hutan mangrove

tidak memiliki ketersediaan debit air yang tetap dan tidak memungkinkan untuk

dijadikan tambak.

Ketersediaan debit air di hutan mangrove dapat disiasati dengan

membangun dam di sekitar hutan mangrove yang berbatasan dengan laut lepas.

Pembangunan dam ini berguna untuk menahan air laut ketika surut terjadi,

sehingga ketersediaan debit air di hutan mangrove dapat terjaga baik pada saat air

laut pasang ataupun surut. Jika pembangunan dam mangrove ini terealisasi, maka

selain meningkatkan budidaya ikan, Indonesia juga akan menjadi pelopor negara

yang menjaga ekosistem dalam peningkatan sumberdaya kelautan perikanan.

Berdasarkan paparan yang telah diuraikan, penulis membuat karya ilmiah

yang berjudul Pembangunan Dam Mangrove guna Memfasilitasi Pemanfaatan

Hutan Mangrove sebagai Tambak Berbasis Ekositem dalam Meningkatkan

Produksi Kelautan Perikanan Indonesia.

Page 3: Dam Mangrove

3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penulisan

karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme kerja dari pembangunan dam mangrove dalam

memfasilitasi pemanfaatan hutan mangrove sebagai tambak berbasis

ekosistem guna meningkatkan produksi kelautan perikanan Indonesia?

2. Bagaimana potensi dari pembangunan dam mangrove guna memfasilitasi

pemanfaatan hutan mangrove sebagai tambak berbasis ekosistem dalam

meningkatkan produksi kelautan perikanan di Indonesia?

C. Tujuan

Mengacu pada rumusan masalah, adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui mekanisme kerja dari pembangunan dam mangrove dalam

memfasilitasi pemanfaatan hutan mangrove sebagai tambak berbasis

ekosistem guna meningkatkan produksi kelautan perikanan.

2. Untuk mengetahui potensi dari pembangunan dam mangrove guna

memfasilitasi pemanfaatan hutan mangrove sebagai tambak berbasis

ekosistem dalam meningkatkan produksi kelautan perikanan di Indonesia.

D. Manfaat

1. Bagi Penulis

Penulis dapat lebih mengetahui tentang optimalisasi pemanfaatan hutan

mangrove menjadi tambak hutan mangrove berbasis ramah lingkungan. Serta

penulis dapat belajar lebih dalam tentang kehidupan dan ekositem mangrove.

2. Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat memanfaatkan pembuatan dam mangrove untuk

memaksimalkan fungsi hutan mangrove dan mendapat hasil dari potensi

sumberdaya kelautan.

3. Bagi Pemerintah

Pemerintah dapat memanfaatkan pembuatan dam mangrove untuk pelestarian

plasma nutfah dan pengembangan perikanan berskala luas.

4. Bagi Ilmuan

Para ilmuwan dapat memanfaatkan pembuatan dam mangrove sebagai bahan

dan objek konservasi dan observasi.

Page 4: Dam Mangrove

4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Dam

1. Pengertian

Dam/Bendungan adalah tembok yang dibangun melintasi sebuah sungai

(Sanusi, 2006). Adapun Dam mangrove di dalam penelitian ini adalah tembok

yang dibangun melintasi areal hutan mangrove yang berbatasan dengan laut lepas.

Bendungan dapat dibuat dari tanah, bat, atau beton. Stuktur ini menghambat aliran

sungai, sehingga menciptakan danau buatan yang disebut waduk. Air yang

ditampung dapat digunakan sebagai birigasi dan diminum dan untuk pergerakan

perahu, pengendali banjir dan untuk rekreasi. Beberapa bendungan dibangun

dengan lebih dari satu tujuan.

2. Jenis Jenis bendungan

Afandi (2007) menyebutkan tipe bendungan dapat dibagi menjadi

beberapa kategori sebagai berikut:

a. Tipe bendungan berdasarkan ukurannya, ada 2 tipe yaitu :

1) Bendungan besar (Large Dams), memiliki karakteristik: panjang puncak

bendungan tidak kurang dari 500 meter, kapasitas waduk yang terbentuk

tidak kurang dari 1 juta meter kubik, dan debit banjir maksimum yang

diperhitungkan tidak tidak kurang dari 2000 m3/detik.

2) Bendungan kecil (Small Dam), yakni semua bendungan yang tidak

termasuk sebagai bendungan besar.

b. Tipe bendungan berdasar penggunaannya.

1) Bendungan untuk membentuk waduk (storage dam) adalah bendungan

yang dibangun untuk membentuk waduk guna menyimpan air waktu

kelebihan agar dapat dipakai pada waktudiperlukan.

2) Bendungan penangkap/pembelok air (diversion dam) bendungan yang

dibangun agar permukaan airnya lebih tinggi sehingga dapat mengalir

masuk kedalam saluran air atau terowongan air.

3) Bendungan untuk rnernperlarnbat jalannya air (detention dam) adalah

bendungan yang dibangun untuk rnernperlambat jalannyaair, sehingga

dapat rnencegah banjir besar.

4

Page 5: Dam Mangrove

5

c. Tipe bendungan berdasarkan jalannya air

Ada 2 (dua) tipe yaitu :

1) Bendungan untuk dilewati air (overflow dams) adalah bendungan yang

dibangun untuk dilewati air misalnya pada bangunan pelirnpah.

2) Bendungan untuk rnenahan air (non overflow dam) adalah bendungan

yang sarna sekali tidak boleh dilewati air.

d. Tipe bendungan berdasarkan konstruksinya

Ada dua tipe yaitu :

1) Bendungan urugan (fill type dam) adalah benduangan yang dibangun dari

hasil penggalian bahan tanpa bahan tambahan lain yang bersifat campuran

secara kimia, jadi betul-betul bahanpembentuk bendungan asli.

2) Bendungan beton (concrete dam) adalah bendungan yang dibuat dengan

konstruksi beton dengan tulang maupun tidak.

B. Hutan Mangrove

1. Pengertian

Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah

pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang

tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang

komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusuma et al, 2003). Hutan

mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang

berbahasa melayu sering disebut dengan hutan bakau. Rochana (2006)

menyampaikan penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat,

karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di

mangrove.

2. Karakteristik Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri

khusus, diantaranya adalah:

a) Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya

tergenang pada saat pasang pertama

b) Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat

c) Daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;

airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 – 22%) hingga asin.

Page 6: Dam Mangrove

6

3. Manfaat Hutan Mangrove

Hutan Mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai organisme

baik hewan darat maupun hewan air untuk bermukim dan berkembang biak.

Hutan Mangorove dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi,

reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain

menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem Mangorove juga

sebagai plasma nutfah (geneticpool) dan menunjang keseluruhan sistem

kehidupan di sekitarnya. Habitat Mangorove merupakan tempat mencari makan

(feeding ground) bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan

membesarkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground)

dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai ikan-ikan kecil serta kerang

(shellfish) dari predator (Irwanto, 2008).

C. Sumberdaya Kelautan Perikanan

Sumberdaya kelautan perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen

dari ekosistem perikanan yang berperan sebagai faktor produksi yang diperlukan

untuk menghasilkan suatu output yang bernilai ekonomi masa kini maupun masa

mendatang (Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Palalawan, 2009). Perikanan

merupakan salah satu subsektor pertanian yang menopang perekonomian

Indonesia (DKP Provinsi Jawa tengah, 2005). Perikanan sendiri adalah semua

kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai

dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. (UU

Perikanan no. 31 th. 2004)

Mallawa (2010) menyebutkan potensi sumberdaya ikan meliputi: SDI

pelagis besar, SDI pelagis kecil, sumberdaya udang peneid dan Crustaceae lainya,

SDI demersal, sumberdaya Mollusca dan teripang, sumberdaya cumi-cumi,

sumberdaya benih alam komersial, sumberdaya karang, sumberdaya ikan

konsumsi perairan karang, sumberdaya ikan hias, sumberdaya penyu laut,

sumberdaya Mammalia laut, dan sumberdaya rumput laut.

Page 7: Dam Mangrove

7

BAB III

METODE PENULISAN

A. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan sebagai bahan analisis

didapatkan dari:

1. Studi Pustaka

Studi pustaka digunakan sebagai landasan teori dan pijakan penulis dalam

menganalisis masalah yang dikaji. Studi pustaka didapatkan dari teori dan

pendapat para ahli baik dari buku, jurnal, skripsi maupun hasil penelitian.

2. Pengamatan fenomena

Hasil pengamatan terhadap fenomena yang terjadi digunakan sebagai titik

tolak terhadap pembahasan suatu masalah, dan mencari masalah mana yang

paling urgen sehingga layak untuk diangkat. Pengamatan ditujukan pada

fenomena belum optimalnya budidaya sumberdaya kelautan perikanan di

Indonesia. Selain itu ditemukan juga kurang optimalnya pemanfaatan hutan

mangrove di Indonesia yang ditandai dengan banyaknya hutan mangrove yang

tidak terpelihara ataupun mengalami kerusakan karena kurangnya kepedulian

masyarakat dalam permasalahan tersebut. Selain itu, beberapa hutan mangrove

ditebang secara liar oleh masyarakat dengan berbagai alasan tanpa

memperdulikan dampak jangka panjang pada ekosistem hutan mangrove

tersebut.

3. Observasi

Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap hutan mangrove

di pantai yang berada di kawasan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo.

B. Pengolahan Data

Langkah selanjutnya dalam penulisan karya tulis ini adalah dengan

mengolah dan menulis semua data yang diperoleh secara runtut dan sistematis.

Agar menjadi sebuah karya tulis yang bermutu, maka dilakukan beberapa kegiatan

yang bisa membantu tulisan semakin berkualitas, antara lain: diskusi dengan

beberapa narasumber, konsultasi dengan guru pembimbing, dan merevisi karya

tulis berdasarkan saran dan kritik dari guru pembimbing.

7

Page 8: Dam Mangrove

8

C . Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam karya tulis ini adalah deskriptif

analitik, yaitu menganalisis permasalahan yang ada dari hasil pengamatan atau

identifikasi dan studi kepustakaan tentang permasalahan serta hubungan antara

masalah tersebut yang didasarkan pada suatu teori atau konsep keilmuan yang

relevan. Penulis mencoba menganalisis masalah yang terjadi yaitu belum

optimalnya budidaya sumberdaya kelautan perikanan serta belum adanya

pemanfaatan secara nyata tentang hutan mangrove yang ada di Indonesia. Di

samping itu, pengambilan kayu di hutan mangrove dan pembabatan hutan

mangrove untuk dijadikan areal tambak mengakibatkan ketidakseimbangan

ekosistem di daerah hutan mangrove. Berdasarkan kedua fenomena tersebut,

diperlukan solusi untuk mengatasinya, yakni dengan membangun dam mangrove

yang dapat memfasilitasi pemanfatan hutan mangrove menjadi tambak yang

berbasis ekosistem.

D . Penarikan Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, Penulis menarik kesimpulan

yang konsisten dengan analisis permasalahan. Kesimpulan yang diperoleh

disesuaikan dengan pembahasan dalam karya tulis. Adapun kesimpulan yang

diperoleh adalah pembangunan dam mangrove merupakan upaya pengembangan

sumberdaya perikanan kelautan dan penyeimbang ekosistem mangrove.

Pembangunan dam hutan mangrove untuk mefasilitasi pemanfaatan hutan

mangrove sebagai tambak berbasis ekosistem guna meningkatkan sumberdaya

kelautan perikanan sangat potensial diterapkan di Indonesia mengingat Indonesia

memiliki hutan mangrove terluas di dunia.

E. Perumusan Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka Penulis menyampaikan

saran berupa kemungkinan atau prediksi transfer gagasan. Penulis menyarankan

atau merekomendasikan kepada seluruh komponen masyarakat agar segera

memanfaatkan metode pembangunan dam mangrove untuk mengoptimalkan

pemanfaatan hutan mangrove dalam meningkatnya produksi sumberdaya kelautan

perikanan.

Page 9: Dam Mangrove

9

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Mekanisme Kerja Pembangunan Dam Mangrove dalam Memfasilitasi Pemanfaatan Hutan Mangrove sebagai Tambak Berbasis Ekosistem Guna Meningkatkan Produksi Kelautan Perikanan

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang ideal bagi perkembangbiakan

biota laut, seperti ikan, udang, kepiting, serta berbagai biota mikro. Irwanto

(2008) menyebutkan hutan mangrove dapat mendukung perkembangbiakan biota

laut adalah berkaitan dengan fungsi biologis hutan mangrove yakni menghasilkan

bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi plankton, sehingga

penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan. Selain itu hutan mangrove dapat

dijadikan tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting

dan udang. Dengan demikian hutan mangrove sangat potensial untuk dijadikan

areal pembudidayaan ikan yang ekonomis, karena ketersediaan makanan alami

bagi ikan yang melimpah.

Hutan mangrove terletak pada zona litoral atau zona pasang surut, yakni

wilayah yang tergenang pada saat pasang naik sedangkan pada saat surut wilayah

ini tidak tergenang air laut (Ramdani, 2006). Dengan demikian, daerah hutan

mangrove tidak memiliki ketersediaan debit air yang tetap. Pembangunan dam

mangrove diperuntukkan untuk menanggulangi keadaan ini, yakni menahan air

laut ketika surut terjadi. Dengan demikian ketersediaan debit air di hutan

mangrove dapat terjaga baik pada saat air laut pasang maupun surut. Mekanisme

pembangunan dam mangrove dalam menjaga debit air hutan mangrove dapat

diilustrasikan pada gambar berikut.

Keterangan:a : ketinggian air pada perairan hutan mangroveb : ketinggian air pada perairan laut lepas

Gambar 4.1 Kondisi Debit Air Hutan Mangrove pada Saat Air Laut Pasang (tampak samping)

a b

Petak tambak

Dam mangrove

9

Page 10: Dam Mangrove

10

Keterangan:a : ketinggian air pada perairan hutan mangroveb : ketinggian air pada perairan laut lepas

Gambar 4.2 Kondisi Debit Air Hutan Mangrove pada Saat Air Laut Surut (tampak samping)

Dam mangrove yang dibuat bertipe overflow dams, yakni bendungan yang

dibangun untuk dilewati air. Tinggi dam mangrove dibuat tidak melebihi tinggi air

pada perairan laut lepas ketika terjadi pasang air laut. Dengan demikian, pada saat

terjadi pasang air laut, air dari perairan laut lepas dapat masuk ke zona perairan

hutan mangrove. Sementara ketika air laut mulai surut, air laut tertahan dam

mangrove dan tetap menggenangi perairan hutan mangrove. Hal ini bertujuan

untuk mensirkulasi air yang terdapat pada perairan hutan mangrove sehingga

ketersediaan pakan alami ikan tetap terjaga. Selain itu, dengan pembangunan

overflow dams, dapat menjaga debit air perairan hutan mangrove yang mengalami

reduksi volume akibat penguapan.

Konstruksi dam hutan mangrove berbentuk trapesium memanjang. Bentuk

demikan bertujuan untuk menjaga kekuatan dam dari terjangan ombak dengan

memperkokoh bagian dasar dari dam. Rohayahati (2011) menyebutkan konstruksi

bendungan dibuat pada bagian bawah lebih tebal dibandingkan dengan bagian atas

bendungan karena bagian bawah bendungan menerima tekanan lebih besar dari

bagian atas, baik tekanan arus air maupun tekanan dari bagian atas bendungan.

Secara skematis konstruksi dam mangrove dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut.

Gambar 4.3 Konstruksi Dam Mangrove

a

bPetak tambak

Dam mangrove

Page 11: Dam Mangrove

11

Pembangunan dam mangrove dilakukan dengan cara membangun dam

disekeliling hutan mangrove yang berhadapan langsung dengan laut lepas.

Pembangunan dam mangrove disesuaikan dengan kontur bibir pantai. Untuk bibir

pantai yang berbentuk cekung, dam mangrove dapat dibuat lurus memanjang dari

dari pangkal cekungan satu ke pangkal cekungan yang lain. Sementara untuk bibir

pantai yang berbentuk cembung, dam mangrove dibuat membentuk sudut

menyesuaikan dengan tingkat kecembungan bibir pantai. Secara skematis,

pembangunan dam mangrove di sekitar hutan mangrove dapat dilihat pada

gambar 4.4 dan 4.5 berikut.

Dam mangrove dapat dibangun mulai dari tepi pantai (zona litoral), yakni

tempat bakau tumbuh hingga 30-40 meter kearah laut bebas atau laut dangkal

(zona neritik) dengan kedalaman kurang lebih 100 meter (Ramdani, 2006).

Adapun jarak pembangunan dam mangrove dengan bibir pantai menyesuaikan

dengan topografi dasar pantai yang berpengaruh terhadap ketinggian dam

mangrove. Ilustrasi penempatan jarak dam mangrove dengan bibir pantai dapat

dilihat pada gambar 4.6 dan 4.7 berikut

Gambar 4.6 Pembangunan Dam Mangrove pada kondisi dasar pantai yang curam (Tampak Samping)

Gambar 4.4 Kontur dam mangrove pada bibir pantai yang berbentuk cekung (tampak atas)

Gambar 4.5 kontur dam mangrove pada bibir pantai yang berbentuk cembung (tampak atas)

Page 12: Dam Mangrove

12

Gambar 4.7 Pembangunan Dam Mangrove pada kondisi dasar pantai yang landai (Tampak Samping)

Tekanan air laut tidak sama besarnya pada kedalaman yang berbeda,

makin dalam tingkat kedalaman laut maka makin besar tekanannya. Tekanan

udara tiap m² permukaan air laut sebesar 10.000 kilogram harus diperhitungkan

sebagai faktor penghitung dalam mengukur tekanan air laut. Berat untuk 1 meter³

air laut lebih kurang 1150 kilogram. Jadi tekanan air laut pada kedalaman 100

meter adalah: 100 x 1150 kg + 10.000 kg = 125.000 kg/m² (Rahmad, 2006).

Sehingga diperlukan konstruksi beton bendungan yang kuat untuk menahan

tekanan air laut pada kedalaman sampai 100 meter. Berdasarkan formula tersebut,

maka ukuran dan berat dam mangrove dapat disesuaikan dengan tingkat kedalam

laut tepi pantai dimana dam tersebut akan dibangun.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah disampaikan, maka dapat

dibuat langkah-langkah pembuatan dam mangrove guna mengoptimalkan

pemanfaatan hutan mangrove sebagai tambak berbasis ekosistem guna

meningkatkan sumberdaya kelautan perikanan adalah sebagai berikut:

a) Meninjau lokasi pembangunan dam mangrove

Peninjauan meliputi:

1) Kontur bibir pantai hutan mangrove

2) Ketinggian peraian hutan mangrove pada saat air laut pasang maupun surut

3) Jarak minimal pembangunan dam dari bibir pantai yang memungkinkan

terjaganya debit air ketika surut terjadi.

4) Tropografi dasar pantai tempat dam akan dibangun

5) Ketinggian perairan tempat dam akan dibangun

b) Melakukan pembangunan konstruksi dam beton berbentuk limas trapesium

dengan lebar beton bawah disesuaikan dengan kedalaman agar dapat menahan

Page 13: Dam Mangrove

13

tekanan air laut (10 meter = 12.500 kg/m²). Sementara tinggi dam dibuat tidak

lebih dari kedalaman laut ktika terjadi pasang air laut, yakni ± 0,5 m di bawah

ketinggian air laut ketika terjadi pasang. Dalam pembangunan beton

dibutuhkan pompa hidrolik untuk mengeluarkan air dari dalam dam ke laut

lepas dengan harga sewa 3,7-4,2 juta rupiah.

c) Membuat petak-petak tambak pada hutan mangrove sebagai tempat ikan

dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Membentuk petak-petak dengan kayu atau bambu berbentuk persegi

panjang seluas 10x15m pada areal perairan hutan mangrove. Untuk

perairan bakau dengan tingkat kepadatan tanaman yang tinggi, petak dapat

dibuat dengan menggunakan jaring dengan memanfaatkan pohon bakau

sebagai tiang untuk mengaitkan jaring. Adapun tinggi petak dibuat lebih

tinggi dari ketinggian perairan hutan mangrove ketika pasang.

2) Melakukan tahap uji coba untuk untuk memastikan setiap bagian petak

telah terangkai dengan benar dan berfungsi sesuai rencana. Untuk

mencegah lolosnya bibit ikan yang mungkin saja dapat menerobos keluar

melewati petak jaring.

3) Kepadatan populasi ikan pada satu petak dipertahankan pada kisaran 60-

100 ekor/m3 agar dicapai tingkat pertumbuhan yang optimal.

Adapun ilustrasi tambak hutan mangrove berbasis ekosistem dengan

pembangunan dam hutan mangrove dapat dilihat pada gambar 4.8 berikut

d) Sisa wilayah di depan hutan mangrove dapat digunkan untuk budidaya ikan

dengan metode jaring apung.

Gambar 4.8 Sketsa Gambar Tambak Hutan Mangrove Berbasis Ekosistem dengan Pembangunan Dam Mangrove

Page 14: Dam Mangrove

14

B. Potensi Dam Mangrove Guna Memfasilitasi Pemanfaatan Hutan Mangrove sebagai Tambak Berbasis Ekosistem dalam Meningkatkan Produksi Kelautan Perikanan di Indonesia

Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia (81.000 km)

setelah Kanada (Kurnia, 2006). Dengan demikian, Indonesia memiliki daerah

pesisir yang luas dan secara teratur tergenang air laut menjadikan Indonesia

sebagai habitat hutan magrove yang baik. Dari keseluruhan mangrove dunia,

Indonesia memiliki area mangrove terluas (4,255 juta ha), disusul Brazil (1,340

juta ha), Australia (1,150 juta ha), dan Nigeria (1,0515 juta ha). Luas mangrove di

Indonesia sekitar 23% dari total mangrove dunia (Spalding dkk., 1997).

Berdasarkan keterangan tersebut, Indonesia sangat berpotensi menerapkan

pembangunan dam mangrove untuk meningkatkan produksi sumberdaya kelautan

perikanan dengan memanfaatkan ketersediaan hutan mangrove yang luas menjadi

tambak.

Kelebihan dari pembuatan tambak hutan mangrove adalah ketersediaan

pakan alami ikan yang melimpah di perairan hutan mangrove. Selain itu, sirkulasi

air dapat terjadi secara teratur setiap hari sesuai jadwal pasang surut air laut.

Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk perawatan ikan menjadi lebih dapat

diminimalisir. Petani tambak dam mangrove hanya perlu melakukan perawatan

tambak maupun dam, serta pemberian obat atau suplemen ikan bila diperlukan

saja. Keadaan demikian diharapkan dapat meningkatkan animo masyarakat pesisir

dalam pembudidayaan sumberdaya kelautan perikanan yang pada akhirnya dapat

meningkatkan produksi sumberdaya kelautan secara nasional.

Pembangunan dam mangrove diharapkan dapat menjadikan

pengembangan budidaya perikanan dapat menjadi lebih baik di masa yang akan

datang. Pembangunan dam mangrove ini akan memberikan keuntungan

berkelanjutan bagi para petani tambak dam mangrove. Meskipun biaya yang

dikeluarkan dalam pembangunan dam mangrove sedikit lebih besar dari pada

menggunakan tambak dengan membuka lahan hutan mangrove, tetapi

pembangunan tambak hutan mangrove dengan memanfaatkan dam mangrove

dapat menjaga kestabilan ekosistem hutan mangrove. Dengan demikian,

penerapan pembangunan dam hutan mangrove untuk membuat tambak hutan

mangrove dapat meningkatkan pendapatan petani tambak jangka panjang.

Page 15: Dam Mangrove

15

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Mekanisme Pembangunan dam hutan mangrove dalam pemanfaatan hutan

mangrove menjadi tambak berbasis ekosistem guna meningkatkan

sumberdaya kelautan perikanan Indonesia adalah dengan cara menjaga

ketersediaan debit air ketika air laut surut pada perairan hutan mangrove.

2. Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menerapkan pembangunan dam

mangrove guna meningkatkan produksi sumberdaya kelautan perikanan

dengan memanfaatkan ketersediaan hutan mangrove yang luas menjadi

tambak.

B. Saran

Upaya penerapan pembangunan dam mangrove ini perlu mendapatkan

dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, Penulis menyarankan:

1. Bagi Pembaca

Pembaca diharapkan dapat mempublikasikan kepada masyarakat tentang dam

mangrove ini sebagai alternatif dalam pengembangan perikanan di Indonesia.

2. Bagi Masyarakat

Masyarakat sebaiknya segera mengaplikasikan pembangunan dam mangrove

ini mengingat pemberdayaan hutan mangrove saat ini yang masih kurang

optimal.

3. Bagi Pemerintah

Pemerintah seharusnya memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan

areal hutan mangrove menjadi tambak hutan mangrove dengan pembangunan

dam mangrove untuk mengoptialkan pengembangan budidaya kelautan

perikanan di Indonesia.

15