Upload
isverindonesia
View
53
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Karya tulis pertama saya
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan perikanan Indonesia dalam jangka waktu 50 tahun terakhir
(1951-2001) cukup dinamis, namun demikian hasil selama ini masih belum
menggembirakan. Indonesia termasuk tiga besar dalam memproduksi ikan setelah
China dan Peru, walau perbedaan angkanya masih sangat jauh. China
memproduksi sekitar 14,8 juta ton sementara Indonesia hanya 5 juta ton. Namun
demikian sekalipun merupakan tiga besar dalam produksi ikan, Indonesia tidak
termasuk dalam lima besar pengekspor ikan, bahkan kalah dibanding dengan
Vietnam dan Thailand. Nilai ekspor ikan Indonesia “hanya” sekitar US $ 2,9 juta
(Protes Publik.com, 2012).
Richo (2009) yang menyatakan Indonesia memiliki luas laut kedaulatan
3,1 juta km2 dan Luas laut ZEE 2.7 jt km2. Sementara Harianto (2012)
menyebutkan hampir 75% wilayah Indonesia merupakan perairan baik perairan
pedalaman maupun lautan, sehingga Indonesia berpotensi menghasilkan
sumberdaya laut yang besar. Merupakan suatu polemik tersendiri bagi Indonesia
melihat potensinya yang besar dalam menghasilkan sumberdaya laut tetapi tidak
termasuk ke dalam lima besar negara pengekspor ikan.
Kurnia (2006) menyebutkan lebih kurang seperempat bagian dari ikan
yang dikonsumsi oleh penduduk dunia adalah berasal produk budidaya dan
persentase ini akan terus meningkat, sementara produk hasil tangkapan dari laut
dan danau akan terus menurun disebabkan overfishing dan kerusakan lingkungan.
Fakta demikian seharusnya menjadi peluang bagi negara-negara maritim,
termasuk Indonesia, untuk meningkatkan budidaya ikan guna meningkatkan
devisa negara.
Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia (81.000
km) setelah Kanada dan kekayaan alam laut yang besar dan beranekaragam telah
menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang berpotensi besar dalam
bidang perikanan (Kurnia, 2006). Kondisi demikian seharusnya mendukung
budidaya ikan tepi pantai di Indonesia. Tetapi daerah tepi pantai Indonesia tidak
11
2
dimanfaatkan secara optimal. Adapun salah satu daerah pesisir pantai yang sangat
potensial untuk dijadikan budidaya ikan adalah hutan mangrove.
Irwanto (2008) menyebutkan beberapa karakteristik yang mendukung
budidaya ikan di hutan mangrove adalah fungsi biologis hutan mangrove yakni
menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi
plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan. Selain itu
hutan mangrove dapat dijadikan tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-
ikan, kerang, kepiting dan udang.
Pemanfaatan hutan mangrove selama ini untuk budidaya ikan ditangkap
salah oleh masyarakat. Kawasan hutan mangrove dirambah dan disulap menjadi
tambak-tambak lepas, tanpa memperdulikan keseimbangan alam padahal
manakala hutan mangrove mulai dijamah atau dirusak sumber kehidupan petani
nelayanlah yang sebenarnya terancam. Lebih jauh lagi perlahan tapi pasti akan
berakibat fatal bagi keseluruhan ekosistem pantai. Akibatnya kawasan pantai
menjadi kawasan kritis, mandul, dan tidak mampu lagi memberikan produksi
perikanan sebagai sumber kehidupan petani-nelayan (Husodo, 2011).
Kendala yang dihadapi dalam pembuatan tambak hutan mangrove tanpa
membuka areal hutan mangrove adalah menjaga ketersediaan debit air. Hutan
mangrove terletak pada zona litoral atau zona pasang surut, yakni wilayah yang
tergenang pada saat pasang naik sedangkan pada saat surut wilayah ini tidak
tergenang air laut (Ramdani, 2006). Dengan demikian, daerah hutan mangrove
tidak memiliki ketersediaan debit air yang tetap dan tidak memungkinkan untuk
dijadikan tambak.
Ketersediaan debit air di hutan mangrove dapat disiasati dengan
membangun dam di sekitar hutan mangrove yang berbatasan dengan laut lepas.
Pembangunan dam ini berguna untuk menahan air laut ketika surut terjadi,
sehingga ketersediaan debit air di hutan mangrove dapat terjaga baik pada saat air
laut pasang ataupun surut. Jika pembangunan dam mangrove ini terealisasi, maka
selain meningkatkan budidaya ikan, Indonesia juga akan menjadi pelopor negara
yang menjaga ekosistem dalam peningkatan sumberdaya kelautan perikanan.
Berdasarkan paparan yang telah diuraikan, penulis membuat karya ilmiah
yang berjudul Pembangunan Dam Mangrove guna Memfasilitasi Pemanfaatan
Hutan Mangrove sebagai Tambak Berbasis Ekositem dalam Meningkatkan
Produksi Kelautan Perikanan Indonesia.
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penulisan
karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme kerja dari pembangunan dam mangrove dalam
memfasilitasi pemanfaatan hutan mangrove sebagai tambak berbasis
ekosistem guna meningkatkan produksi kelautan perikanan Indonesia?
2. Bagaimana potensi dari pembangunan dam mangrove guna memfasilitasi
pemanfaatan hutan mangrove sebagai tambak berbasis ekosistem dalam
meningkatkan produksi kelautan perikanan di Indonesia?
C. Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah, adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui mekanisme kerja dari pembangunan dam mangrove dalam
memfasilitasi pemanfaatan hutan mangrove sebagai tambak berbasis
ekosistem guna meningkatkan produksi kelautan perikanan.
2. Untuk mengetahui potensi dari pembangunan dam mangrove guna
memfasilitasi pemanfaatan hutan mangrove sebagai tambak berbasis
ekosistem dalam meningkatkan produksi kelautan perikanan di Indonesia.
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Penulis dapat lebih mengetahui tentang optimalisasi pemanfaatan hutan
mangrove menjadi tambak hutan mangrove berbasis ramah lingkungan. Serta
penulis dapat belajar lebih dalam tentang kehidupan dan ekositem mangrove.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat memanfaatkan pembuatan dam mangrove untuk
memaksimalkan fungsi hutan mangrove dan mendapat hasil dari potensi
sumberdaya kelautan.
3. Bagi Pemerintah
Pemerintah dapat memanfaatkan pembuatan dam mangrove untuk pelestarian
plasma nutfah dan pengembangan perikanan berskala luas.
4. Bagi Ilmuan
Para ilmuwan dapat memanfaatkan pembuatan dam mangrove sebagai bahan
dan objek konservasi dan observasi.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Dam
1. Pengertian
Dam/Bendungan adalah tembok yang dibangun melintasi sebuah sungai
(Sanusi, 2006). Adapun Dam mangrove di dalam penelitian ini adalah tembok
yang dibangun melintasi areal hutan mangrove yang berbatasan dengan laut lepas.
Bendungan dapat dibuat dari tanah, bat, atau beton. Stuktur ini menghambat aliran
sungai, sehingga menciptakan danau buatan yang disebut waduk. Air yang
ditampung dapat digunakan sebagai birigasi dan diminum dan untuk pergerakan
perahu, pengendali banjir dan untuk rekreasi. Beberapa bendungan dibangun
dengan lebih dari satu tujuan.
2. Jenis Jenis bendungan
Afandi (2007) menyebutkan tipe bendungan dapat dibagi menjadi
beberapa kategori sebagai berikut:
a. Tipe bendungan berdasarkan ukurannya, ada 2 tipe yaitu :
1) Bendungan besar (Large Dams), memiliki karakteristik: panjang puncak
bendungan tidak kurang dari 500 meter, kapasitas waduk yang terbentuk
tidak kurang dari 1 juta meter kubik, dan debit banjir maksimum yang
diperhitungkan tidak tidak kurang dari 2000 m3/detik.
2) Bendungan kecil (Small Dam), yakni semua bendungan yang tidak
termasuk sebagai bendungan besar.
b. Tipe bendungan berdasar penggunaannya.
1) Bendungan untuk membentuk waduk (storage dam) adalah bendungan
yang dibangun untuk membentuk waduk guna menyimpan air waktu
kelebihan agar dapat dipakai pada waktudiperlukan.
2) Bendungan penangkap/pembelok air (diversion dam) bendungan yang
dibangun agar permukaan airnya lebih tinggi sehingga dapat mengalir
masuk kedalam saluran air atau terowongan air.
3) Bendungan untuk rnernperlarnbat jalannya air (detention dam) adalah
bendungan yang dibangun untuk rnernperlambat jalannyaair, sehingga
dapat rnencegah banjir besar.
4
5
c. Tipe bendungan berdasarkan jalannya air
Ada 2 (dua) tipe yaitu :
1) Bendungan untuk dilewati air (overflow dams) adalah bendungan yang
dibangun untuk dilewati air misalnya pada bangunan pelirnpah.
2) Bendungan untuk rnenahan air (non overflow dam) adalah bendungan
yang sarna sekali tidak boleh dilewati air.
d. Tipe bendungan berdasarkan konstruksinya
Ada dua tipe yaitu :
1) Bendungan urugan (fill type dam) adalah benduangan yang dibangun dari
hasil penggalian bahan tanpa bahan tambahan lain yang bersifat campuran
secara kimia, jadi betul-betul bahanpembentuk bendungan asli.
2) Bendungan beton (concrete dam) adalah bendungan yang dibuat dengan
konstruksi beton dengan tulang maupun tidak.
B. Hutan Mangrove
1. Pengertian
Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang
tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang
komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusuma et al, 2003). Hutan
mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang
berbahasa melayu sering disebut dengan hutan bakau. Rochana (2006)
menyampaikan penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat,
karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di
mangrove.
2. Karakteristik Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri
khusus, diantaranya adalah:
a) Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya
tergenang pada saat pasang pertama
b) Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat
c) Daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 – 22%) hingga asin.
6
3. Manfaat Hutan Mangrove
Hutan Mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai organisme
baik hewan darat maupun hewan air untuk bermukim dan berkembang biak.
Hutan Mangorove dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi,
reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain
menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem Mangorove juga
sebagai plasma nutfah (geneticpool) dan menunjang keseluruhan sistem
kehidupan di sekitarnya. Habitat Mangorove merupakan tempat mencari makan
(feeding ground) bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan
membesarkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground)
dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai ikan-ikan kecil serta kerang
(shellfish) dari predator (Irwanto, 2008).
C. Sumberdaya Kelautan Perikanan
Sumberdaya kelautan perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen
dari ekosistem perikanan yang berperan sebagai faktor produksi yang diperlukan
untuk menghasilkan suatu output yang bernilai ekonomi masa kini maupun masa
mendatang (Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Palalawan, 2009). Perikanan
merupakan salah satu subsektor pertanian yang menopang perekonomian
Indonesia (DKP Provinsi Jawa tengah, 2005). Perikanan sendiri adalah semua
kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. (UU
Perikanan no. 31 th. 2004)
Mallawa (2010) menyebutkan potensi sumberdaya ikan meliputi: SDI
pelagis besar, SDI pelagis kecil, sumberdaya udang peneid dan Crustaceae lainya,
SDI demersal, sumberdaya Mollusca dan teripang, sumberdaya cumi-cumi,
sumberdaya benih alam komersial, sumberdaya karang, sumberdaya ikan
konsumsi perairan karang, sumberdaya ikan hias, sumberdaya penyu laut,
sumberdaya Mammalia laut, dan sumberdaya rumput laut.
7
BAB III
METODE PENULISAN
A. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan sebagai bahan analisis
didapatkan dari:
1. Studi Pustaka
Studi pustaka digunakan sebagai landasan teori dan pijakan penulis dalam
menganalisis masalah yang dikaji. Studi pustaka didapatkan dari teori dan
pendapat para ahli baik dari buku, jurnal, skripsi maupun hasil penelitian.
2. Pengamatan fenomena
Hasil pengamatan terhadap fenomena yang terjadi digunakan sebagai titik
tolak terhadap pembahasan suatu masalah, dan mencari masalah mana yang
paling urgen sehingga layak untuk diangkat. Pengamatan ditujukan pada
fenomena belum optimalnya budidaya sumberdaya kelautan perikanan di
Indonesia. Selain itu ditemukan juga kurang optimalnya pemanfaatan hutan
mangrove di Indonesia yang ditandai dengan banyaknya hutan mangrove yang
tidak terpelihara ataupun mengalami kerusakan karena kurangnya kepedulian
masyarakat dalam permasalahan tersebut. Selain itu, beberapa hutan mangrove
ditebang secara liar oleh masyarakat dengan berbagai alasan tanpa
memperdulikan dampak jangka panjang pada ekosistem hutan mangrove
tersebut.
3. Observasi
Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap hutan mangrove
di pantai yang berada di kawasan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo.
B. Pengolahan Data
Langkah selanjutnya dalam penulisan karya tulis ini adalah dengan
mengolah dan menulis semua data yang diperoleh secara runtut dan sistematis.
Agar menjadi sebuah karya tulis yang bermutu, maka dilakukan beberapa kegiatan
yang bisa membantu tulisan semakin berkualitas, antara lain: diskusi dengan
beberapa narasumber, konsultasi dengan guru pembimbing, dan merevisi karya
tulis berdasarkan saran dan kritik dari guru pembimbing.
7
8
C . Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam karya tulis ini adalah deskriptif
analitik, yaitu menganalisis permasalahan yang ada dari hasil pengamatan atau
identifikasi dan studi kepustakaan tentang permasalahan serta hubungan antara
masalah tersebut yang didasarkan pada suatu teori atau konsep keilmuan yang
relevan. Penulis mencoba menganalisis masalah yang terjadi yaitu belum
optimalnya budidaya sumberdaya kelautan perikanan serta belum adanya
pemanfaatan secara nyata tentang hutan mangrove yang ada di Indonesia. Di
samping itu, pengambilan kayu di hutan mangrove dan pembabatan hutan
mangrove untuk dijadikan areal tambak mengakibatkan ketidakseimbangan
ekosistem di daerah hutan mangrove. Berdasarkan kedua fenomena tersebut,
diperlukan solusi untuk mengatasinya, yakni dengan membangun dam mangrove
yang dapat memfasilitasi pemanfatan hutan mangrove menjadi tambak yang
berbasis ekosistem.
D . Penarikan Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, Penulis menarik kesimpulan
yang konsisten dengan analisis permasalahan. Kesimpulan yang diperoleh
disesuaikan dengan pembahasan dalam karya tulis. Adapun kesimpulan yang
diperoleh adalah pembangunan dam mangrove merupakan upaya pengembangan
sumberdaya perikanan kelautan dan penyeimbang ekosistem mangrove.
Pembangunan dam hutan mangrove untuk mefasilitasi pemanfaatan hutan
mangrove sebagai tambak berbasis ekosistem guna meningkatkan sumberdaya
kelautan perikanan sangat potensial diterapkan di Indonesia mengingat Indonesia
memiliki hutan mangrove terluas di dunia.
E. Perumusan Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka Penulis menyampaikan
saran berupa kemungkinan atau prediksi transfer gagasan. Penulis menyarankan
atau merekomendasikan kepada seluruh komponen masyarakat agar segera
memanfaatkan metode pembangunan dam mangrove untuk mengoptimalkan
pemanfaatan hutan mangrove dalam meningkatnya produksi sumberdaya kelautan
perikanan.
9
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Mekanisme Kerja Pembangunan Dam Mangrove dalam Memfasilitasi Pemanfaatan Hutan Mangrove sebagai Tambak Berbasis Ekosistem Guna Meningkatkan Produksi Kelautan Perikanan
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang ideal bagi perkembangbiakan
biota laut, seperti ikan, udang, kepiting, serta berbagai biota mikro. Irwanto
(2008) menyebutkan hutan mangrove dapat mendukung perkembangbiakan biota
laut adalah berkaitan dengan fungsi biologis hutan mangrove yakni menghasilkan
bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi plankton, sehingga
penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan. Selain itu hutan mangrove dapat
dijadikan tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting
dan udang. Dengan demikian hutan mangrove sangat potensial untuk dijadikan
areal pembudidayaan ikan yang ekonomis, karena ketersediaan makanan alami
bagi ikan yang melimpah.
Hutan mangrove terletak pada zona litoral atau zona pasang surut, yakni
wilayah yang tergenang pada saat pasang naik sedangkan pada saat surut wilayah
ini tidak tergenang air laut (Ramdani, 2006). Dengan demikian, daerah hutan
mangrove tidak memiliki ketersediaan debit air yang tetap. Pembangunan dam
mangrove diperuntukkan untuk menanggulangi keadaan ini, yakni menahan air
laut ketika surut terjadi. Dengan demikian ketersediaan debit air di hutan
mangrove dapat terjaga baik pada saat air laut pasang maupun surut. Mekanisme
pembangunan dam mangrove dalam menjaga debit air hutan mangrove dapat
diilustrasikan pada gambar berikut.
Keterangan:a : ketinggian air pada perairan hutan mangroveb : ketinggian air pada perairan laut lepas
Gambar 4.1 Kondisi Debit Air Hutan Mangrove pada Saat Air Laut Pasang (tampak samping)
a b
Petak tambak
Dam mangrove
9
10
Keterangan:a : ketinggian air pada perairan hutan mangroveb : ketinggian air pada perairan laut lepas
Gambar 4.2 Kondisi Debit Air Hutan Mangrove pada Saat Air Laut Surut (tampak samping)
Dam mangrove yang dibuat bertipe overflow dams, yakni bendungan yang
dibangun untuk dilewati air. Tinggi dam mangrove dibuat tidak melebihi tinggi air
pada perairan laut lepas ketika terjadi pasang air laut. Dengan demikian, pada saat
terjadi pasang air laut, air dari perairan laut lepas dapat masuk ke zona perairan
hutan mangrove. Sementara ketika air laut mulai surut, air laut tertahan dam
mangrove dan tetap menggenangi perairan hutan mangrove. Hal ini bertujuan
untuk mensirkulasi air yang terdapat pada perairan hutan mangrove sehingga
ketersediaan pakan alami ikan tetap terjaga. Selain itu, dengan pembangunan
overflow dams, dapat menjaga debit air perairan hutan mangrove yang mengalami
reduksi volume akibat penguapan.
Konstruksi dam hutan mangrove berbentuk trapesium memanjang. Bentuk
demikan bertujuan untuk menjaga kekuatan dam dari terjangan ombak dengan
memperkokoh bagian dasar dari dam. Rohayahati (2011) menyebutkan konstruksi
bendungan dibuat pada bagian bawah lebih tebal dibandingkan dengan bagian atas
bendungan karena bagian bawah bendungan menerima tekanan lebih besar dari
bagian atas, baik tekanan arus air maupun tekanan dari bagian atas bendungan.
Secara skematis konstruksi dam mangrove dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut.
Gambar 4.3 Konstruksi Dam Mangrove
a
bPetak tambak
Dam mangrove
11
Pembangunan dam mangrove dilakukan dengan cara membangun dam
disekeliling hutan mangrove yang berhadapan langsung dengan laut lepas.
Pembangunan dam mangrove disesuaikan dengan kontur bibir pantai. Untuk bibir
pantai yang berbentuk cekung, dam mangrove dapat dibuat lurus memanjang dari
dari pangkal cekungan satu ke pangkal cekungan yang lain. Sementara untuk bibir
pantai yang berbentuk cembung, dam mangrove dibuat membentuk sudut
menyesuaikan dengan tingkat kecembungan bibir pantai. Secara skematis,
pembangunan dam mangrove di sekitar hutan mangrove dapat dilihat pada
gambar 4.4 dan 4.5 berikut.
Dam mangrove dapat dibangun mulai dari tepi pantai (zona litoral), yakni
tempat bakau tumbuh hingga 30-40 meter kearah laut bebas atau laut dangkal
(zona neritik) dengan kedalaman kurang lebih 100 meter (Ramdani, 2006).
Adapun jarak pembangunan dam mangrove dengan bibir pantai menyesuaikan
dengan topografi dasar pantai yang berpengaruh terhadap ketinggian dam
mangrove. Ilustrasi penempatan jarak dam mangrove dengan bibir pantai dapat
dilihat pada gambar 4.6 dan 4.7 berikut
Gambar 4.6 Pembangunan Dam Mangrove pada kondisi dasar pantai yang curam (Tampak Samping)
Gambar 4.4 Kontur dam mangrove pada bibir pantai yang berbentuk cekung (tampak atas)
Gambar 4.5 kontur dam mangrove pada bibir pantai yang berbentuk cembung (tampak atas)
12
Gambar 4.7 Pembangunan Dam Mangrove pada kondisi dasar pantai yang landai (Tampak Samping)
Tekanan air laut tidak sama besarnya pada kedalaman yang berbeda,
makin dalam tingkat kedalaman laut maka makin besar tekanannya. Tekanan
udara tiap m² permukaan air laut sebesar 10.000 kilogram harus diperhitungkan
sebagai faktor penghitung dalam mengukur tekanan air laut. Berat untuk 1 meter³
air laut lebih kurang 1150 kilogram. Jadi tekanan air laut pada kedalaman 100
meter adalah: 100 x 1150 kg + 10.000 kg = 125.000 kg/m² (Rahmad, 2006).
Sehingga diperlukan konstruksi beton bendungan yang kuat untuk menahan
tekanan air laut pada kedalaman sampai 100 meter. Berdasarkan formula tersebut,
maka ukuran dan berat dam mangrove dapat disesuaikan dengan tingkat kedalam
laut tepi pantai dimana dam tersebut akan dibangun.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah disampaikan, maka dapat
dibuat langkah-langkah pembuatan dam mangrove guna mengoptimalkan
pemanfaatan hutan mangrove sebagai tambak berbasis ekosistem guna
meningkatkan sumberdaya kelautan perikanan adalah sebagai berikut:
a) Meninjau lokasi pembangunan dam mangrove
Peninjauan meliputi:
1) Kontur bibir pantai hutan mangrove
2) Ketinggian peraian hutan mangrove pada saat air laut pasang maupun surut
3) Jarak minimal pembangunan dam dari bibir pantai yang memungkinkan
terjaganya debit air ketika surut terjadi.
4) Tropografi dasar pantai tempat dam akan dibangun
5) Ketinggian perairan tempat dam akan dibangun
b) Melakukan pembangunan konstruksi dam beton berbentuk limas trapesium
dengan lebar beton bawah disesuaikan dengan kedalaman agar dapat menahan
13
tekanan air laut (10 meter = 12.500 kg/m²). Sementara tinggi dam dibuat tidak
lebih dari kedalaman laut ktika terjadi pasang air laut, yakni ± 0,5 m di bawah
ketinggian air laut ketika terjadi pasang. Dalam pembangunan beton
dibutuhkan pompa hidrolik untuk mengeluarkan air dari dalam dam ke laut
lepas dengan harga sewa 3,7-4,2 juta rupiah.
c) Membuat petak-petak tambak pada hutan mangrove sebagai tempat ikan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Membentuk petak-petak dengan kayu atau bambu berbentuk persegi
panjang seluas 10x15m pada areal perairan hutan mangrove. Untuk
perairan bakau dengan tingkat kepadatan tanaman yang tinggi, petak dapat
dibuat dengan menggunakan jaring dengan memanfaatkan pohon bakau
sebagai tiang untuk mengaitkan jaring. Adapun tinggi petak dibuat lebih
tinggi dari ketinggian perairan hutan mangrove ketika pasang.
2) Melakukan tahap uji coba untuk untuk memastikan setiap bagian petak
telah terangkai dengan benar dan berfungsi sesuai rencana. Untuk
mencegah lolosnya bibit ikan yang mungkin saja dapat menerobos keluar
melewati petak jaring.
3) Kepadatan populasi ikan pada satu petak dipertahankan pada kisaran 60-
100 ekor/m3 agar dicapai tingkat pertumbuhan yang optimal.
Adapun ilustrasi tambak hutan mangrove berbasis ekosistem dengan
pembangunan dam hutan mangrove dapat dilihat pada gambar 4.8 berikut
d) Sisa wilayah di depan hutan mangrove dapat digunkan untuk budidaya ikan
dengan metode jaring apung.
Gambar 4.8 Sketsa Gambar Tambak Hutan Mangrove Berbasis Ekosistem dengan Pembangunan Dam Mangrove
14
B. Potensi Dam Mangrove Guna Memfasilitasi Pemanfaatan Hutan Mangrove sebagai Tambak Berbasis Ekosistem dalam Meningkatkan Produksi Kelautan Perikanan di Indonesia
Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia (81.000 km)
setelah Kanada (Kurnia, 2006). Dengan demikian, Indonesia memiliki daerah
pesisir yang luas dan secara teratur tergenang air laut menjadikan Indonesia
sebagai habitat hutan magrove yang baik. Dari keseluruhan mangrove dunia,
Indonesia memiliki area mangrove terluas (4,255 juta ha), disusul Brazil (1,340
juta ha), Australia (1,150 juta ha), dan Nigeria (1,0515 juta ha). Luas mangrove di
Indonesia sekitar 23% dari total mangrove dunia (Spalding dkk., 1997).
Berdasarkan keterangan tersebut, Indonesia sangat berpotensi menerapkan
pembangunan dam mangrove untuk meningkatkan produksi sumberdaya kelautan
perikanan dengan memanfaatkan ketersediaan hutan mangrove yang luas menjadi
tambak.
Kelebihan dari pembuatan tambak hutan mangrove adalah ketersediaan
pakan alami ikan yang melimpah di perairan hutan mangrove. Selain itu, sirkulasi
air dapat terjadi secara teratur setiap hari sesuai jadwal pasang surut air laut.
Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk perawatan ikan menjadi lebih dapat
diminimalisir. Petani tambak dam mangrove hanya perlu melakukan perawatan
tambak maupun dam, serta pemberian obat atau suplemen ikan bila diperlukan
saja. Keadaan demikian diharapkan dapat meningkatkan animo masyarakat pesisir
dalam pembudidayaan sumberdaya kelautan perikanan yang pada akhirnya dapat
meningkatkan produksi sumberdaya kelautan secara nasional.
Pembangunan dam mangrove diharapkan dapat menjadikan
pengembangan budidaya perikanan dapat menjadi lebih baik di masa yang akan
datang. Pembangunan dam mangrove ini akan memberikan keuntungan
berkelanjutan bagi para petani tambak dam mangrove. Meskipun biaya yang
dikeluarkan dalam pembangunan dam mangrove sedikit lebih besar dari pada
menggunakan tambak dengan membuka lahan hutan mangrove, tetapi
pembangunan tambak hutan mangrove dengan memanfaatkan dam mangrove
dapat menjaga kestabilan ekosistem hutan mangrove. Dengan demikian,
penerapan pembangunan dam hutan mangrove untuk membuat tambak hutan
mangrove dapat meningkatkan pendapatan petani tambak jangka panjang.
15
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Mekanisme Pembangunan dam hutan mangrove dalam pemanfaatan hutan
mangrove menjadi tambak berbasis ekosistem guna meningkatkan
sumberdaya kelautan perikanan Indonesia adalah dengan cara menjaga
ketersediaan debit air ketika air laut surut pada perairan hutan mangrove.
2. Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menerapkan pembangunan dam
mangrove guna meningkatkan produksi sumberdaya kelautan perikanan
dengan memanfaatkan ketersediaan hutan mangrove yang luas menjadi
tambak.
B. Saran
Upaya penerapan pembangunan dam mangrove ini perlu mendapatkan
dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, Penulis menyarankan:
1. Bagi Pembaca
Pembaca diharapkan dapat mempublikasikan kepada masyarakat tentang dam
mangrove ini sebagai alternatif dalam pengembangan perikanan di Indonesia.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat sebaiknya segera mengaplikasikan pembangunan dam mangrove
ini mengingat pemberdayaan hutan mangrove saat ini yang masih kurang
optimal.
3. Bagi Pemerintah
Pemerintah seharusnya memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan
areal hutan mangrove menjadi tambak hutan mangrove dengan pembangunan
dam mangrove untuk mengoptialkan pengembangan budidaya kelautan
perikanan di Indonesia.
15