38
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis- Pascakrisis Moneter) 1997” BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pemerintah Indonesia sesuai dengan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. 1 Salah satu tujuan tersebut, yaitu memajukan kesejahteraan umum tercapai apabila pertumbuhan ekonomi positif. Karena itu, pertumbuhan ekonomi positif merupakan target pemerintah. Jika pertumbuhan ekonomi positif atau tinggi maka akan berdampak pada kesejahteraan rakyat. Indikator pertumbuhan ekonomi positif dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan nasional (GNP) perkapita, dalam arti tingkat pertumbuhan pendapatan nasional harus lebih tinggi dibanding tingkat pertumbuhan penduduk. Sebaliknya Indikator Pertumbuhan ekonomi negatif dapat dilihat dari menurunnya pendapatan nasional (GNP) perkapita, dalam arti tingkat pertumbuhan pendapatan nasional lebih rendah dibanding tingkat pertumbuhan penduduk. 2 Untuk itu kerjasama pun dilakukan, baik secara bilateral maupun multilateral. Kerjasama secara bilateral banyak dilakukan saat ini. Kerjasama dilakukan dalam 1 Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat 2 http://maximusblue.blogspot.com/2009/11/review-dampak-bantuan-imf- terhadap_30.htm 1

Dampak Bantuan IMF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pada masa krisis moneter IMF memberikan bantuan keuangan kepada Indonesia. Dampak dari pemberian bantuan ini hingga saat ini begitu berpengaruh dan memiliki efek positif dan negatif

Citation preview

Page 1: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan pemerintah Indonesia sesuai dengan UUD 1945 adalah melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia.1 Salah satu tujuan tersebut, yaitu memajukan kesejahteraan umum

tercapai apabila pertumbuhan ekonomi positif. Karena itu, pertumbuhan ekonomi

positif merupakan target pemerintah. Jika pertumbuhan ekonomi positif atau tinggi

maka akan berdampak pada kesejahteraan rakyat. Indikator pertumbuhan ekonomi

positif dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan nasional (GNP) perkapita, dalam

arti tingkat pertumbuhan pendapatan nasional harus lebih tinggi dibanding tingkat

pertumbuhan penduduk. Sebaliknya Indikator Pertumbuhan ekonomi negatif dapat

dilihat dari menurunnya pendapatan nasional (GNP) perkapita, dalam arti tingkat

pertumbuhan pendapatan nasional lebih rendah dibanding tingkat pertumbuhan

penduduk.2

Untuk itu kerjasama pun dilakukan, baik secara bilateral maupun multilateral.

Kerjasama secara bilateral banyak dilakukan saat ini. Kerjasama dilakukan dalam

berbagai bidang. Pada bidang ekonomi Indonesia melakukan kerjasama dalam rangka

meminta bantuan pinjaman modal. Secara bilateral, kerjasama semacam ini banyak

dilakukan dengan Jepang dan negara-negara Eropa. Kerjasama pun dilakukan dengan

lembaga-lembaga bantuan keuangan atau moneter Internasional. Lembaga-lembaga

itu antara lain IMF dan IDB. Tetapi kerjasama ini lebih banyak dilakukan dengan

IMF, terutama pada saat dimulainya krisis 1997.

IMF mulai memberikan bantuan secara aktif pada Indonesia tahun 1997. Pada

saat itu nilai rupiah benar-benar jatuh kemudian IMF datang dengan paket bantuan 23

milyar dolar. Banyaknya bantuan diberikan tentu mempunyai dampak positif maupun

negatif. Dampak positifnya adalah menyelamatkan Indonesia dari kebangkrutan.

Sedangkan dampak negatifnya adalah dengan bantuan yang begitu besar membuat

rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan

1 Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat2 http://maximusblue.blogspot.com/2009/11/review-dampak-bantuan-imf-terhadap_30.htm

1

Page 2: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik

terendah pada bulan September 1997

Banyak pihak yang menuding bahwa bantuan IMF tidak memberikan efek

positif, malah memperdalam krisis yang terjadi di Indonesia. Tetapi disisi lain

bantuan itu juga mampu menyelamatkan Negara dari kebangkrutan. Untuk itu perlu

diberikan sedikit ulasan mengenai bagaimana dampak bantuan IMF terhadap

Indonesia?

1.2 Batasan Masalah

Untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam penulisan makalah ini, maka

penulis akan membatasi masalahnya sebagai berikut:

1. Krisis Moneter dan kebijakan Pemerintah RI

2. Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, masalah yang akan dibahas dalam makalah

ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi Indonesia ketika terjadinya krisis moneter? Apa tindakan

Pemerintah pada saat itu?

2. Apa dampak adanya campur tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter

1997)?

1.4 Tujuan Penulisan

Adapun Tujuan Penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

a. Mengamalkan hokum Ekonomi Internasional

b. Membuat pembaca memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan

dampak adanya campur tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis

Moneter 1997)

2. Tujuan Khusus

2

Page 3: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

a. Menyelesaikan Tugas Hukum Ekonomi Internasional

b. Menambah pengetahuan tentang dampak adanya campur tangan IMF

di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter 1997)

1.5 Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan studi kepustakaan.

Penulis membaca buku-buku ataupun kumpulan mata pelajaran yang berkaitan

dengan materi makalah ini, Selain media cetak yang merupakan salah satu media

yang dipakai oleh penlis untuk mendapatkan data, penulis juga menggunakan media

internet yang merupakan jendela dunia bagi seluruh umat manusia di dunia.

BAB II

3

Page 4: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian IMF

Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund

(IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem

finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk

membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara.

Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan

ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan

kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara3

2.2 Latar Belakang dan Perkembangan IMF

IMF dilahirkan di bulan Juli tahun 1944 pada konferensi Perserikatan Bangsa-

Bangsa yang diselenggarakan di Bretton Woods, New Hampshire, A.S., ketika

perwakilan dari 45 pemerintah menyetujui suatu kerangka kerjasama ekonomi yang

dirancang untuk menghindari terulangnya kebijakan ekonomi buruk yang turut

mengakibatkan Depresi Besar (Great Depression) di tahun 1930an.

Selama dekade tersebut, pada saat kegiatan ekonomi di sejumlah negara industri

utama melemah, negara-negara berusaha untuk mempertahankan ekonomi mereka

masingmasing dengan cara meningkatkan hambatan untuk import; tetapi ini hanya

makin mempercepat jatuhnya perdagangan dunia, tingkat output, dan kesempatan

kerja. Untuk mengatasi berkurangnya cadangan emas dan valuta asing, sejumlah

negara membatasi kebebasan warga negaranya untuk membeli dari luar negeri,

sejumlah negara lain mendevaluasi mata uang mereka, dan sejumlah negara lain

memperkenalkan pembatasan yang rumit terhadap kebebasan warga negaranya untuk

memiliki valuta asing. Namun langkah-langkah tersebut justru makin memperlemah

kondisi masing-masing negara, dan tak satu negarapun mampu mempertahankan

keunggulan kompetitifnya dalam jangka waktu yang lama. Kebijakan “yang tidak

menghiraukan dampak pada negara-negara lain” tersebut mencelakai perekonomian

internasional; perdagangan dunia merosost dengan cepat, juga tingkat kesempatan

kerja dan standard hidup di beberapa negara.

3 Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas

4

Page 5: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

Ketika Perang Dunia II berakhir, negara-negara sekutu utama

mempertimbangkan berbagai rencana untuk membangun kembali ketertiban dalam

hubungan moneter internasional, dan pada konferensi Bretton Woods terbentuklah

IMF. Beberapa perwakilan negara merancang suatu piagam (atau Pasal-pasal

Perjanjian) dari suatu lembaga internasional untuk mengawasi sistem moneter

internasional dan mempromosikan penghapusan pembatasan pertukaran valuta asing

yang berkaitan dengan perdagangan barang dan jasa, dan stabilitas nilai tukar. IMF

terbentuk di bulan Desember 1945, ketika 29 negara pertama menandatangani Pasal-

pasal Perjanjian itu. Tujuan yang diemban IMF saat ini adalah sama dengan yang

tercantum di dalam Akta Pendirian yang dirumuskan pada tahun 1944, yaitu untuk

mencegah terulangnya krisis moneter pada tahun 1930an. Untuk mencapai tujuan

tersebut, IMF melaksanakan fungsi-fungsi kegiatan berikut: menetapkan suatu

kerangka bagi suatu sistem pembayaran multilateral dan suatu mekanisme untuk

mencegah fluktuasi nilai tukar mata uang, memberikan pinjaman-pinjaman jangka

pendek dan menengah kepada negara yang membutuhkan, membangun dan

mengembangkan aturan-aturan bagi negara-negara mengenai moneter internasional

dan berfungsi sebagai forum diskusi serta menyelesaikan persoalan-persoalan moneter

dan keuangan internasional.4 Sejak saat itu, dunia telah mengalami pertumbuhan yang

belum pernah terjadi sebelumnya di dalam pendapatan riil. Dan walaupun manfaat

pertumbuhan belum dirasakan secara merata oleh semua orang baik di dalam maupun

di antara negara-negara kebanyakan negara telah melihat pertambahan dalam tingkat

kemakmuran yang sangat berbeda dengan standar yang terjadi pada jaman di antara

perang dunia pertama dan kedua, khususnya.

Sebagian penjelasan dari pencapaian tersebut adalah pada mengingkatnya

pelaksanaan kebijakan ekonomi, termasuk kebijakan yang telah mendorong

pertumbuhan perdagangan internasional dan kebijakan untuk membantu meredam

siklus ekonomi yang terdiri dari pertumbuhan cepat (boom) dan keruntuhan (bust).

IMF bangga telah berpartisipasi dalam perkembangan tersebut. Dalam dekade sejak

Perang Dunia II, selain proses peningkatan kemakmuran, perekonomian dunia dan

sistem moneter telah mengalami perubahan besar lain perubahan tersebut makin

meningkatkan pentingnya dan relevansi tujuan yang merupakan mandat dari IMF,

tetapi yang juga telah menuntut adaptasi maupun reformasi dari IMF.5

4 Louis Henkin, et.al., Internasional Law, St. Paul: West Publishing Co., 3rd.ed., 1993, hlm. 1420.5 http://www.indonesia-ottawa.org/information/details.php?type=news_copy&id=4471

5

Page 6: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

Kemajuan cepat dalam teknologi dan komunikasi telah ikut mengakibatkan

peningkatan penyatuan (integrasi) pasar internasional dan mendorong hubungan yang

lebih erat di antara perekonomian nasional. Sebagai akibatnya, ketika krisis keuangan

timbul di suatu negara maka akan cenderung untuk menular dengan lebih cepat di

antara negara-negara. Dalam dunia yang semakin terintegrasi dan saling

beketergantungan, kemakmuran setiap negara akan semakin sangat ditentukan oleh

kinerja ekonomi negara lain maupun keberadaan lingkungan ekonomi global yang

stabil dan terbuka. Demikian juga, kebijakan keuangan dan ekonomi yang diikuti

masing-masing negara akan mempengaruhi baik atau buruknya pelaksanaan sistem

perdagangan dan pembayaran dunia. Dengan demikian, globalisasi menuntut

kerjasama internasional yang lebih erat, yang pada gilirannya telah meningkatkan

tanggung jawab lembaga internasional yang mengorganisasi kerjasama semacam itu

termasuk IMF.

Tujuan IMF juga telah menjadi semakin penting dikarenakan meluasnya

keanggotaan. Jumlah negara anggota IMF sudah bertambah empat kali lipat

dibandingkan dengan 45 negara yang terlibat dalam awal pendiriannya, bahkan

hingga tahun 2000, negara anggota IMF mencapai 182 negara6. Ini mencerminkan

pencapaian kemandirian (kemerdekaan) politik oleh sejumlah negara berkembang dan

dari negara-negara bekas blok Soviet. Meluasnya keanggotaan IMF dan perubahan di

dalam perekonomian dunia, telah membuat IMF beradaptasi dengan berbagai cara

untuk terus mampu melaksanakan tujuannya secara efektif. Negara-negara yang

bergabung dengan IMF antara tahun 1945 dan 1971 setuju untuk menjaga nilai tukar

mereka (pada dasarnya nilai tukar mata uang mereka dalam nilai dolar A.S., dan,

dalam hal ini Amerika Serikat, nilai dolar A.S. dalam nilai emas) ditetapkan pada

tingkat yang dapat disesuaikan, tetapi penyesuaian hanya untuk mengoreksi

“ketidakseimbangan fundamental” dalam neraca pembayaran dan dengan persetujuan

IMF. Ini kemudian disebut sistem nilai tukar Bretton Woods yang berlaku sampai

tahun 1971 ketika pemerintah A.S. menangguhkan konvertibilitas dolar A.S. (dan

cadangan dolar yang dipegang oleh pemerintah lain) menjadi emas.

Sejak itu, anggota IMF sudah bebas memilih setiap bentuk pengaturan nilai tukar

yang mereka inginkan (kecuali meman cangkan nilai mata uang mereka pada emas):

sejumlah negara sekarang mengizinkan mata uang mereka mengambang dengan

6 Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cetakan Ketiga,

2005, hlm. 102

6

Page 7: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

bebas, sejumlah negara memancangkan mata uang mereka terhadap mata uang lain

atau sekelompok mata uang, sejumlah negara lainnya mengadopsi mata uang negara

lain sebagai mata uang mereka sendiri, dan sejumlah negara berpartisipasi dalam blok

mata uang.

Pada waktu yang sama ketika IMF diciptakan, Bank Internasional untuk

Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and

Development atau IBRD), lebih umum dikenal sebagai Bank Dunia, didirikan untuk

mempromosikan pembangunan ekonomi jangka panjang, termasuk melalui

pembiayaan proyek infrastruktur, seperti pembangunan jalan dan meningkatkan suplai

air.

IMF dan Kelompok Bank Dunia yang termasuk Korporasi Pembiayaan

Internasional (International Finance Corporation IFC) dan Asosiasi Pembangunan

Internasional (International Development Association IDA) saling melengkapi

pekerjaan masing-masing. Sementara perhatian IMF terutama pada kinerja ekonomi

makro, dan pada kebijakan makro ekonomi dan sekor keuangan, Bank Dunia terutama

menangani pembangunan jangka panjang dan isu-isu pengurangan kemiskinan.

Kegiatannya termasuk memberikan pinjaman kepada negara-negara berkembang dan

negara-negara yang berada dalam transisi, pembiayaan proyek infrastruktur, reformasi

sektor ekonomi khusus, dan reformasi struktural yang lebih luas. IMF, sebaliknya,

tidak menyediakan pembiayaan untuk sektor atau proyek khusus tetapi sebagai

dukungan umum terhadap neraca pembayaran maupun cadangan devisa suatu negara

sementara negara tersebut sedang mengambil langkah kebijakan untuk mengatasi

kesulitannya.

Ketika IMF dan Bank Dunia didirikan, suatu organisasi untuk mempromosikan

liberalisasi perdagangan dunia juga dipikirkan, tetapi baru tahun 1995 Organisasai

Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO) dibentuk. Diselang tahun-

tahun tersebut, isu-isu perdagangan diselesaikan melalui Perjanjian Umum Tarif dan

Perdagangan (General Agreement on Tariffs and Trade GATT)7.

7 Pada mulanya GATT merupakan suatu persetujuan multilateral yang mensyaratkan pengurangan

secara timbale balik tariff yang berada di bawah naungan ITO. Namun ketika ITO gagal berdiri, GATT

kemudian dijadikan sebagai organisasi internasional yang diberlakukan dengan protocol of provisional

application yang ditandatangani pada tahun 1947 dan dibuat untuk menerapkan GATT sebagai

perjanjian internasional yang mengikat.

7

Page 8: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

2.3 Kegiatan IMF

Sudah banyak yang dilakukan IMF dalam mengembangkan tingkat

pertumbuhan perekonomian dunia. Selama tahun1990an IMF telah memprioritaskan

usahanya kepada tiga kegiatan utama:

IMF membantu negara-negara yang perekonomiannya rusak karena terjadi

invansi terhadap kuwait dan pengaruh perang teluk pada 1980-an

Memberikan bantuan keuangan dan teknik kepada negara-negara Eropa Timur

yang sedang berupaya beralih dari sisitem ekonomi terpusat kepada sisitem

ekonomi yang didasarkan pada pasar

Melanjutkan pemberian bantuan kepada negara-negara terbelakang guna

meningkatkan pertumbuhan perekonomiannya8

2.4 Krisis Moneter

Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang krisis

ekonomi yaitu9: pendekatan Generasi Pertama, pendekatan Generasi Kedua, dan

pendekatan Generasi Ketiga. Pendekatan Generasi Pertama dikembangkan oleh

Krugman (1979) dan Flood & Garber (1984), yang mendasarkan analisis pada kondisi

ketidakseimbangan fiskal yang cenderung tidak stabil, sehingga menjadi pemicu

serangan terhadap mata uang. Pendekatan ini mengasumsikan Bank Sentral cenderung

melakukan monetisasi defisit fiskal melalui pemberian kredit dalam negeri, sementara

pada saat yang sama berupaya mempertahankan nilai tukat tetap. Dengan kondisi ini

cadangan devisa yang terbatas, ekspetasi akan terjadinya devaluasi telah mendorong

tindakan para spekulan untuk menyerang mata uang dan menguras cadangan devisa di

Bank Sentral.

Pendekatan Generasi Kedua, dikembangkan oleh Diamond & Dybvig (1983)

yang mendasarkan analisisnya pada kondisi trade-off yang dihadapi pemerintah, yakni

antara mempertahankan nilai tukar tetap (fixed exchange rate system) dan menetapkan

kebijakan moneter ekspansif untuk mempertahankan nilai tukat tetap, para spekulan

akan cenderung menyerang apabila ada indikasi kurangnya komitmen pemerintah

untuk mempertahankan nilai tukar tersebut. Dalam kasus ini, krisis dipicu oleh 8 Louis Henkin, op.cit., hlm 14209 Deliarnov, Ekonomi Politik, Jakarta: Erlangga, 2006, Hlm 178-179

8

Page 9: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

memburuknya kondisi fundamental perekonomian, seperti pertumbuhan yang

multiple equlibirium. Negara yang mempunyai fundamental ekonomi lemah

cenderung mengalami krisis, sebaliknya yang memiliki fundamental ekonomi kuat

cenderung terhindar dari krisis, sedangkan yang berada di antaranya dapat mengalami

self-fulfilling speculative expectation.

Pendekatan Generasi Ketiga, dikembangkan oleh Krugman (1998) dan

Corsetti, dkk, (1998), yang memasukkan peran moral hazard induced investment

dalam menganalisis faktor-faktor penyebab krisis. Moral hazard terjadi karena adanya

persepsi bahwa pemerintah selalu siap menjamin atau menalangi perusahaan swasta

yang menghadapi masalah. Oleh karena itu, terjadi excessive investment/lending dan

excessive borrowing. Akibatnya, terjadi akumulasi utang sektor swasta dalam jumlah

cukup besar. Dalam kondisi perekonomian yang buruk, pemerintah tidak bisa

tergantung pada penerimaan pajak untuk membiayai krisis, dan cenderung menutupi

defisit dari seignorage revenues. Hal ini akan membentuk expectations of future

inflanationary yang pada gilirannya memicu serangan yang spekulatif terhadap mata

uang.

Menurut Miranda S. Goeltom, seperti yang dikutip oleh Deliarnov10, krisis

yang terjadi di Indonesia dan negara-negara Asia Timur lainnya lebih bisa dijelaskan

oleh teori pendekatan generasi ketiga yang dikembangkan oleh Krugman dan Corsetti,

di samping memang ada unsur kesengajaan oleh pihak-pihak yang melakukan

kejahatan di pasar modal, pada nilai tukar mata uang asing (valas), dan pada

instrumen keuangan. Daya rusak yang dapat ditimbulkan oleh para spekulan sangatlah

dahsyat. Dana yane mereka miliki daoat mencapai ratusan milliar Dolar AS dengan

kemungkinan leverage atau dapat meminjam sepuluh kali lipat untuk dipertaruhkan di

pasar uang yang bekerja 24 jam sehari. Spekulan yang paling ditakuti di dunia adalah

George Soros dengan Quantum Fund-nya. Mereka inilah yang menyebabkan

merosotnya poundsterling Inggris tahun 1992, peso Meksiko tahun 1995, baht

Thailand, rupiah Indonesia, won Korea tahun 1997/1009, rubel Rusia tahun 1998, dan

peso Argentina tahun 2002.

10 Ibid

9

Page 10: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Krisis Moneter 1997 dan kebijakan Pemerintah RI

Krisis multidimensi yang terjadi di Asia pada tahun 1997 merupakan kejadian

yang sangat nahas bagi negara-negara di kawasan tersebut. Nilai mata uang negara-

negara di kawasan Asia ini turun dengan cepat dan drastis. Sebut saja Thailand (baht),

Malaysia (ringgit), Singapura (dolar Singapura), Indonesia (rupiah), dan Korea

Selatan (won). Indonesia merupakan negara yang terkena dampak paling parah, nilai

10

Page 11: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

rupiah yang biasanya ada di kisaran Rp 2.600,00 pada waktu itu bisa mencapai Rp

17.000,00. Bila dilihat dalam hitungan persen Korea Selatan mengalami penurunan -

39,0% untuk (won), Thailand -37,5% untuk (baht), dan Indonesia -73,9% untuk

(rupiah).11 Penurunan nilai rupiah ini berakibat pada penggelembungan hutang luar

negeri yang berdampak pada kebangkrutan perusahaan-perusahaan yang tidak

sanggup membayar hutang dalam bentuk mata uang asing karena jumlahnya yang

meningkat menjadi 4 – 7 kali lipat12. 

Awal Krisis Rupiah mulai menjadi sasaran spekulan setelah Thailand mulai

mengambangkan maata uangnya yaitu Bath Thailand, yitu tepatnya tanggal 2 Juli

1997. Sedangkan reaksi pemerintah Republik Indonesia (RI) pada waktu itu adalah :

Melonggarkan batas intervensi Bank Sentral (BI) dalam mengendalikan nilai

tukar rupiah. (menambah jumlah dollar kepasar untuk menolong rupiah),

ternyata hanya sedikit pengaruhnya, sehingga timbul algi spekulan baru.

Karena cara BI dengan menambah jumlah dollar kepasar tidak berhasil maka

pemerintah memutuskan untuk mengambangkan nilai tukar rupaih agar

cadangan devisa pemerintah tidak habis terkuras seperti yang dialami Thailand.

Langkah ini ternyata menimbulkan depresiasi yang hebat sehingga timbullah

kepanikan dalam perekonomian pada saat itu.

Panik melihat depresiasi pemerintah yang begitu cepat, pemerintah mengambil

langkah lain yaitu memperketat likuidasi dengan menaikkan tingkat suku bunga

guna menarik kemabli modal kedalam negeri. Cara ini hanya memperlambat

jatuhnya rupiah tetapi tidak dapat mengembalikan nilai rupiah keposisi

sebelumnya.

Pemerintah lalu memutuskan untuk mengencangkan lagi ikat pinggang yaitu

dengan memotong pengeluaran pemerintah. Beberapa proyek infrastruktur

ditunda dan ada pula yang ditinjau ulang. Pengetatan likuidasi dan pemotongan

pengeluaran pemerintah serta penundaan pembangunan infrastruktur tersebut

menyebabkan timbulnya pengangguran besar-besaran, khususnya disektor

property dan konstruksi. Dipihak lain bank-bank tidak dapat diberi kredit baru

11 Bob Sugeng Hadiwinata, Politik Bisnis Internasional, Yogyakarta: Kanisius, 2002, hal. 183.

12 Ibid

11

Page 12: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

karena politik uang ketat dan bunga yang tinggi. Keadaan makin tidak menentu

dan implikasi-implikasi politik mulai terlihat.

karena merasa serba salah atas apa langkah-langkah yang telat ditempuhnya,

maka pemerintah mengumumkan untuk meminta bantuan IMF. Pengumuman ini

bertujuan untuk menggertak para spekulan seakan-akan pemerintah memiliki

persediaan dalam US dollar yang cukup besar untuk mengamankan nilai rupiah.

Keadaan mereda untuk sementara, tetapi awal desember 1997 kepanikan muncul lagi

karena isu mundurnya kesehatan Presiden Soeharto pada saat itu. Ini akibat

dibatalkannya 2 rencana kunjungan keluar negeri yang sudah direncanakan. Nilai

rupiah yang tadinya sudah goyah maka turun lagii secara tajam menjadi Rp.6000/ US

dollar.

Penurunan rupiah ini mempunyai beberapa dampak positif dan negatif13.

Dampak positifnya paling dirasakan oleh para eksportir. Hal ini karena ketika nilai

rupiah turun, barang dagangan mereka laku keras. Maksudnya dengan menurunnya

nilai rupiah berarti barang-barang Indonesia menjadi murah di mata orang asing dan

permintaan akan barabg-barang Indonesia menjadi meningkat di dunia. Meskipun

mempunyai dampak positif, dampak negatifnya jauh lebih banyak. Pendapatan per

kapita dalam hitungan dolar AS turun sekejap dari $ 1.115 menjadi $ 300 – 400 pada

puncak krisis, dan utang luar negeri (pemerintah dan swasta) naik beberapa kali lipat.

Pada akhir Desember 1997, utang luar negeri pemerintah Indonesia mencapai $

137,42 milliar dan utang swasta $ 73,96 milliar. Akibat dari krisis ini, Indonesia yang

harus berusaha mengeluarkan diri dari krisis akhirnya bergantung pada bantuan IMF

dan lembaga keuangan dunia lainnya untuk memulihkan keadaan ekonomi mereka..14

3.1.1 Bantuan IMF Tahap I

Melihat keadaan yang serba tidak menentu, maka akhirnya Indonesia meminta

bantuan IMF untuk mencoba mengatasinya. Nilai bantuan tahap I ini tidak pernah

jelas jumlah nominalnya. Mulanya diperkirakan antara 18-41 milliar US dollar. IMF,

World Bank (WB), dan Asian Development Bank (ADB) menjanjikan bantuan senilai

13 Deliarnov, Op.cit hlm. 178.

14 Harinowo, Cyrillus, IMF: Penanganan Krisis dan Indonesia Pasca IMF. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2004. hal 93

12

Page 13: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

US $ 18 milliar, ditambah bantuan secara bilateral dari beberapa Negara,sperti

Singapura yang menyanggupi bantuan dana seniali US $ 10 milliar. Akhirnya

terungkap bahwa paket bantuan tahap I sebesar US $ 23 milliar termasuk dana seniali

US $ 5 milliar berasal dari pemerintah Indonesia sendiri. Sebagai imbalannya

pemerintah berjanji akan merubah berbagai kebijakan mikro dan menjalankan

kebijakan secara makro ekonomi yang menjamin surplus anggaran +/- 1 % dari GDP

setiap tahun plus berbagai kebijakan moneter lainnya. Garis besarnya yaitu IMF

menuntut reformasi besar-besaran dalam sector mikro ekonomi meliputi beberapa hal

berikut :

a. liberalisasi perdagangan

b. penghapusan monopoli diberbagai bidangpenyehatan system perbankan

c. pengahpusan proyek-proyek ambisius yang dimotori oleh Menristek B.J

Habibie pada saat itu.

3.1.2. Paket Bantuan Tahap II

Kegagalan program IMF menimbulkan ketegangan antara pemerintah dan IMF.

Malahan pada akhirnya mereka saling menyalahkan. IMF dan Bank Dunia

mengumumkan bahwa kegagalan disebabkan pemerintah Indonesia tidak mematuhi

program-program yang diberikan IMF, khususnya tidak mematuhi anjuran untuk

menciptakan surplus anggaran 1% dari GDP. Pengumuman tersebut menyebabkan

nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp.7000 menjadi Rp.10.000 per US $. IMF dan

Bank Dunia menekan pemerintah Indonesia untuk lebih gencar lagi dalam

menjalankan dan mematuhi program liberalisasi perdagangan dan penanaman modal

asing. Kendati semua upaya tersebut sudah diumumkan, pasar tidak terpengaruh dan

nilai tukar rupaih malah terus melemah menjadi Rp.13.000/ US $., karena :

a. Investor dan pemberi pinjaman luar negri ragu akan kemampuan Indonesia

membayar pinjaman tepat pada waktunya dan program IMF pun tidak memberi

jaminan tersebut.

b. Presiden sendiri memberi kesan tidak seluruhnya sepakat dengan program IMF.

Malah menyatakan ingin agar B.J Habibie menjadi wakil presiden sedangkan

program IMF justru hendak membatalkan semua proyek-proyek Menristek yang

dianggap terlalu ambisius.

13

Page 14: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

c. Penyataan Presiden yang menginginkan B.J Hbibie sebagai wakil presiden serta

merta menyulut reaksi pasar secara negative. Nilai tukar rupiah dari Rp. 13.000

menjadi Rp. 16.500 per US $. Rupiah baru sedikit menguat setelah BI campur

tangan dan pemerintah umumkan akan menjamin liabilities bank-bank swasta

nasional. Saat bersamaa juga dicapai kesepakatan bahwa semua hutang luar

negeri pihak swasta akan ditunda pembayarannya. Ini ikut untuk menunda

pemburuan dollar sehingga rupiah jadi sedikit lebih stabil.

3.2 Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter

1997)

Setelah krisis ekonomi 1997 peran IMF dalam menentukan kebijakan ekonomi

di Indonesia sangat kuat. Kekuatan pengaruh kebijakan IMF tersebut berhasil

menjatuhkan rezim Suharto, Habibie dan Abdurrahman Wahid. Bahkan pemerintahan

Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, nyaris menyerahkan bulat-bulat

kedaulatan kebijakan ekonomi pemerintah kepada IMF. Namun tidak banyak yang

mengetahui bahwa IMF dan Bank Dunia sebagai lembaga-lembaga keuangan

internasional (berbasis di Washington dan didominasi oleh AS dan negara-negara

barat lainnya) telah melakukan kontrol yang ketat terhadap kebijakan ekonomi negara

Indonesia sejak 1966.

Ketika perekonomian Indonesia menghadapi krisis sepanjang dekade 50-an dan

tahun-tahun pertama 60-an, AS dan Bank Dunia melobi pemerintahan Soekarno untuk

menerima tawaran pinjaman besar kepada Indonesia. Syarat pinjaman tersebut adalah

pemerintah Indonesia menjalankan langkah-langkah penghematan sangat ketat dan

men-denasionalisasi-kan sektor ekonomi yang semula dimiliki pihak asing. Tawaran

Bank Dunia itu ditolak oleh Presiden Soekarno dalam sebuah rapat akbar di Jakarta

dengan seruan: "Go to hell with your aid!".

Tidak lama kemudian kedudukan Soekarno sebagai presiden digantikan oleh

Soeharto. Bersamaan dengan itu pula (Oktober 1966), pemerintahan Soeharto

menjalankan program stabilisasi yang dirumuskan dengan bantuan IMF dan

menghapus semua langkah-langkah nasionalisasi15 pemerintahan Soekarno. Program

tersebut adalah menghapuskan semua diskriminasi terhadap investasi asing dan semua

15 Menurut wikipedia, nasionanlisasi adalah proses dimana Negara mengambil alih kepemilikan suatu

perusahaan milik swasta atau asing.

14

Page 15: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

perlakuan istimewa pada sektor publik. Termasuk menghapuskan sistem kontrol mata

uang asing yang diberlakukan oleh rezim Sukarno. Kemudian IMF juga membatasi

belanja pemerintah agar tidak melebihi 10% dari pendapatan nasional. Lalu diikuti

dengan lahirnya Undang-undang Investasi Asing pada 1967. Undang-undang ini

memberikan masa bebas pajak lima-tahun bagi para investor asing dan keringanan

pajak selama lima tahun berikutnya. Kebijakan pemerintah ini menimbulkan adanya

intervensi terhadap kontrol kebijakan politik Indonesia yang tentunya

menumbuhsuburkan neoliberalisme.16

Kontrol terhadap kebijakan ekonomi rezim Soeharto dijalankan oleh IMF dan

Bank Dunia melalui Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI) yang kemudian

berganti nama menjadi CGI (Kelompok Negara dan Lembaga Kreditor untuk

Indonesia). Badan ini lahir sebagai hasil diskusi diantara para kreditor Indonesia pada

1966. Pada 1967, badan tersebut beranggotakan Amerika Serikat Serikat, Jepang,

Jerman Barat, Inggris, Belanda, Italia, Perancis, Kanada, dan Australia, serta IMF dan

Bank Dunia.

16  ”Neoliberalism describes a market-driven approach to economic and social policy based

on neoclassical theories of economics that stresses the efficiency of private enterprise, liberalized

trade and relatively open markets, and therefore seeks to maximize the role of the corporate sector in

determining the political and economic priorities of the state

“  http://en.wikipedia.org/wiki/Neoliberalism

Jika mengacu kepada definisi di atas maka paham neoliberalisme menekankan pentingnya pengurangan

peran negara dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat, dengan mendorong perdagangan bebas  serta

lebih mengedepankan peranan korporasi dalam menentukan prioritas politik dan ekonomi dari negara.

Karena keyakinan seperti ini, para ekonom penganut paham neoliberal menganggap campur tangan

negara dalam melakukan kontrol ekonomi dapat menyebabkan distorsi dan inefisiensi dalam

perekonomian. Salah satu langkah nyata di antaranya adalah pelepasan kontrol negara terhadap saham-

saham BUMN, hingga pengurangan subsidi baik itu BBM,  pendidikan , dan sektor lainnya.

Di Indonesia, paham ekonomi liberal menjadi mainstream utama  sejak Presiden Soeharto banyak

memakai lulusan-lulusan Universitas Berkeley sebagai konseptor pembangunan nasional. Tim yang dikomandani

Widjojo Nitisastro ini kemudian banyak mengambil peran dalam penentuan lanskap pembangunan nasional

sehingga belakangan muncul sebutan mafia Berkeley buat mereka. Para ekonom yang kebetulan juga menjadi

pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini, akhirnya mewarnai seluruh pikiran-pikiran besar

perekonomian sampai rejim Soeharto mengalami kejatuhan di tahun

1998. http://id.wikipedia.org/wiki/Mafia_Berkeley

15

Page 16: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

Tiap tahun Bank Dunia menyiapkan sebuah laporan tentang kinerja mutakhir

Indonesia yang didiskusikan dalam rapat IGGI, yang juga dihadiri oleh perwakilan

pemerintah Indonesia. Beberapa bulan setelah pembahasan tersebut, IGGI

mengadakan rapat kedua untuk memperkirakan seberapa besar bantuan (pinjaman)

yang akan diberikan kepada Indonesia. Antara 1967 dan 1997, IMF dan Bank Dunia

telah membuat perekonomian Indonesia sedemikian terbuka untuk didikte oleh

pemodal Barat (khususnya dari Amerika Serikat Serikat) melalui dorongan untuk

menjalankan deregulasi dan swastanisasi.

Sebelum membantu negara-negara yang terkena krisis, sesuai dengan isi dari

Konsensus Washington, IMF menyarankan negara-negara tersebut

mengimplementasikan 10 elemen sebagai berikut:17 (1) disiplin fiskal; (2) prioritas

pengeluaran publik; (3) reformasi pemungutan pajak; (4) liberalisasi finansial; (5)

kebijakan luar negeri yang mendorong persaingan; (6) liberalisasi perdagangan; (7)

mendorong kompetisi antara perusahaan asing dan domestik untuk menciptakan

efisiensi; (8) mendorong privatisasi; (9) mendorong iklim deregulasi; (10) pemerintah

melindungi hak kekayaan intelektual. Jika dipersingkat dari 10 elemen di atas adalah,

liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Dan ketiga syarat tersebut harus dilakukkan

bagi negara yang ingin dibantu oleh IMF. Nama programnya adalah Structural

Adjustment Program (SAP)

Namun apa yang resep yang sebutkan di atas menurut Joseph Stiglitz, hanya

akan berhasil atas sejumlah persyaratan. Kalau tidak hanya akan menambah beban

negara. Contohnya, liberalisasi pasar hanya akan memarginalklan kelompok-

kelompok petani di negara miskin yang tidak mampu bersaing secara sehat dengan

negara-negara maju. Stiglitz menambahkan bahwa IMF tidak merencanakan program

bantuannya dengan tidak lebih dulu meneliti secara spesifik negara yang akan

dibantu. Hal ini diperkuat oleh Jeffrey Sachs yang mengatakan kalau IMF tidak

meramu strategi yang pas untuk masing-masing negara karena memukul rata model

krisis dari negara-negara tersebut.18 Mantan PM Malaysia Anwar Ibrahim

menambahkan kalau IMF hanya memberi khutbah dan menekan negara yang

menerima bantuannya.19

17 Deliarnov, Op.cit hlm 19118 Ibid 191-192

16

Page 17: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

Pada pertengahan 1997 Indonesia mengalami krisis yang parah dan puluhan juta

orang terdepak ke bawah garis kemiskinan. Namun IMF dan Bank Dunia tetap

memaksa pemerintah Indonesia untuk memangkas pengeluaran pemerintah untuk

sektor sosial (subsidi), melakukan deregulasi ekonomi dan menjalankan privatisasi20

perusahaan milik negara. Di samping itu pemerintah didesak pula untuk melegitimasi

upah rendah. Seluruh tekanan itu justru meluaskan kemiskinan. Seorang birokrat

senior IMF mengaku bahwa seluruh kebijakan tersebut dilakukan untuk melayani

kepentingan investor asing, yang tidak lain adalah perusahaan-perusahaan besar di

negara pemegang saham utama lembaga ini.

Pelayanan ini diberikan dengan cara membukakan peluang bagi investor asing

untuk memasuki semua sektor dan pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan dasar

seperti pendidikan, kesehatan, pangan dan perumahan. Termasuk menghilangkan

subsidi pada listrik, tarif telepon dan bahan bakar minyak. Padahal menurut Bank

Dunia, setengah dari seluruh rakyat Indonesia berpeluang 50:50 untuk jatuh miskin

tahun itu. Sepertiga dari seluruh rakyat Indonesia tidak mempunyai akses untuk

19Didik J. Rachbini, Analisis Kritis: Ekonomi Politik Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2003,

hlm.16320 Menurut Cowan (1990: 6) privatization may be defined as the transfer of a fuction, activity, or

organization from the public to the private sector. Sem entara menurut Savas (1987:3) privatisasi

adalah tindakan/ aksi mengurangi peranan pemerintah, atau meningkatkan peranan sector swasta

dalam aktivitas atau dalam kepemilikan asset. Jadi kesimpulan yang dapat diambil mengenai privatisasi

adalah proses pengalihan kepemilikan dari milik umum menjadi milik pribadi (istilah lain:

denasionalisasi, lawan: nasionalisasi)

Privatisasi yang dilakukan pemerintah akan menimbulkan beberap dampak negatif sebagai berikut.

1.      Aset-aset penting suatu negara akan terkonsentrasi pada segelintir individu atau perusahaan

yang memilki modal besar serta kecanggihan manajemen, teknologi, dan strategi.

2.      Pemerintah menjadi lemah. Sebaliknya posisi swasta menjadi kuat. Hal ini memungkinkan

puhak swasta mampu memengaruhi kebujakan pemerintah.

3.      Negara-negara berkembang akan menjadi terbuka bagi masuknya investor asing, baik

perorangan maupun perusahaan. Kondisi ini pada gilirannya akan mengakibatkan

kebergantungan pada puhak asing.

4.      Pengalihan kepemilikan khususnya di sektor pertanian dan industri. Investor dalam sistem

kapitasli cenderung beranggapan bahwa efesiensi akan mudah dicapai dengan teknologi padat

modal an bukan teknologi padat karya.

5.      Negara tidak sanggup lagi melaksanakan banyak tanggungjawab yang dipikulnya karena negara

telah kehilangan sumber-sumber pendapatanya.

17

Page 18: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

memperoleh air bersih atau layanan kesehatan atau tidak menamatkan sekolah dasar.

Namun lembaga pemberi utang ini tetap saja memperburuk situasi ini dengan

mengharuskaan pemerintah memotong belanja publik dan mengurangi tingkat

pertumbuhan lapangan kerja dengan alasan untuk menjadikan perekonomian lebih

efisien. Kegagalan sistem deregulasi dan privatisasi yang diterapkan di Indonesia atas

dorongan IMF dalam membantu negara-negara yang terkena krisis sebenarnya sudah

dapat dianalisis oleh Paul Krugman sejak tahun 1994. Krugman sudah

memperingatkan bahwa ada dua keterbatasan IMF untuk dimintai pertolongan, yaitu

keterbatasan modal dana dan keterbatasan modal politik. Keterbatasan dana terbukti

pada tahun 1998, di mana untuk membanyu Brazil, Argentina, dan Rusia, IMF hanya

mampu membantu antara $350 hingga $400 tiao 3-4 bulan.21 Selama kontrak 5 tahun

untuk membanytu krisis Indonesia, IMF hanya membantu sekitar $5 miliar, sangat

jauh dari kebutuhan.22 Sedangkan keterbatasan politik juga dapat dilihat dari tingkah

IMF untuk menekan Indonesia. LOI (letters of Intent) merupakan salah satu produk

politik IMF dalam menekan Indonesia.23 Hal ini karena IMF jauh lebih

mengutamakan kepentingan negara kreditor, daripada “kesehatan” negara-negara

yang sedang diobati/mengalami krisis.24 Sejak ditandatanganinya Letter of Inten (LOI)

pada tahuyn 1997 antara pemerintah Indonesia dengan IMF maka praktis  Indoneisa

mulai saat itulah hutang luar negeri merupakan andalan utama pemerintah Indonesia

untuk mengatasi krisis ekonomi yang tengah melanda negeri ini.

Kegagalan IMF dalam membantu Indonesia adalah akibat dari ketidakmatangan

IMF dalam mengatur program-program yang cocok untuk Indonesia. Mereka hanya

mementingkan liberalisasi pasar, deregulasi, dan privatisasi di Indonesia untuk

kepentingan perekonomian internasional. Padahal secara pendekatan ekonomi politik

tidak akan mungkin dapat merubah sistem perekonomia suatu negara menjadi negara

berbasis pasar dalam waktu “sekejap malam”. Hal ini ditambah buruk dengan tidak

ada transparasi dari pemerintah Indonesia . ketidakjelasan langkah-langkah IMF

menmbuat para pengusaha berspekulasi untuk menarik kesimpulan sendiri-sendiri

yang mengakibatkan hancurnya nilai mata uang rupiah. Di lain pihak pemerintah

Indonesia juga tidak serius dalam penanganan krisis ini karena tidak menjalankan

21 Deliarnov, op. cit., hal. 18522 Ibid 23 Didik J. Rachbini, opcit hlm. 17024 Deliarnov, op. cit

18

Page 19: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

agenda-agenda perubahan yang sudah disepakati oleh RI. Jadi selain karena IMF,

krisis multidimensi berkepanjangan juga disebabkan oleh orang-orang dalam di

Indonesia

Yang tak kalah menarik yang perlu dikritik dari peran IMF adalah ketika

lembaga ini bahkan ingin ikut campur sampai masalah-masalah detail praktek

kebijakan ekonomi bahkan merambah pada kebijakan politik dari negara-negara yang

dibantunya. Untuk kasus negara kita, mulai dari cengkeh dan tarif nol persen untuk

beras, sampai skandal Bank Bali, audit Pertamina, mengurus RUU anti korupsi,

konflik pasca penentuan pendapat di Timtim, kasus Atambua, mengejar 20 debitor

terbesar, revisi APBN, mempersoalkan pergantian menko dan kepala BPPN, pasal-

pasal amandemen UU BI dan yang lainnya25, semuanya IMF ingin campur tangan.

Selanjutnya apa yang kita peroleh dengan menerapkan resep-resep ekonomi IMF

tersebut?

Pertama, penerapan rezim kurs mengambang bebas. Pengalaman Indonesia

menunjukkan bahwa penguatan kurs selama era penerapan rezim kurs mengambang

bebas yang terjadi selama era 1997-sekarang adalah karena faktor-faktor politik yang

tak bisa diprediksi dan non manageable. Sangat riskan mewujudkan pemulihan

ekonomi kalau faktor penting seperti kurs rupiah yang stabil dan kuat terwujud oleh

faktor-faktor yang non manageable dan unpredictable tersebut. Ini akan menyulitkan

para pembuat kebijakan dalam memprediksi dampak kebijakan-kebijakan fiskal dan

moneternya terhadap kurs rupiah dan selanjutnya pada variabel-variabel ekonomi

lainnya seperti inflasi26, pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, ekspor-import

dan lain-lain.

Di sisi lain regime exchange rate yang kita anut tersebut memang sangat

kondusif untuk berkembangnya spekulasi perusak stabilitas dan munculnya bermacam

gangguan terhadap pasar uang (Salvatore, 1996). Salvatore mengatakan, regime nilai

tukar yang cenderung mengambang bebas ini membuat perilaku para pedagang valas

terpacu untuk berspekulasi untuk mendapatkan keuntungan. Jika mereka tahu bahwa

suatu mata uang akan mengalami depresiasi, maka mereka segera menjual mata uang 25 http://adwirman.blogstudent.mb. ipb.ac.id/2010/12/03/ krisis-ekonomi- peran-imf-dan-ketegasan-

pemerintah/26 Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus

menerus (kontiniu) berkaitan dengan mekanisme pasaryangdapat disebabkan oleh berbagai factor,

antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditasdi pasaryang memicu

konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibatadanya ketidaklancaran distribusi barang.

19

Page 20: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

tersebut karena mengharapkan depresiasi itu berlangsung terus, tanpa menghiraukan

dampak jangka panjangnya. Bila penjualan secara besar-besaran ini terus terjadi,

maka depresiasi yang masih dalam tahap rencana itu pun memang benar-benar akan

berlangsung terus. Dampak buruknya bagi negara yang mata uangnya terdepresiasi

dengan cara demikian, akan merangsang timbulnya keyakinan akan terjadinya inflasi

dan akan mendorong kenaikan tingkat harga serta upah, sehingga pada akhirnya juga

memacu depresiasi lebih lanjut. Negara yang bersangkutan akan terjebak dalam

”lingkaran setan” depresiasi dan inflasi.

Kedua, kebijakan moneter ketat, kebijakan ini telah banyak dikritik pedas para

pengamat dan pelaku bisnis. Yang jelas kebijakan ini telah mematikan sektor riil

karena sulitnya tersedia dana investasi dengan suku bunga rendah yang berdampak

lanjut meningkatkan jumlah pengangguran. Disamping kebijakan tersebut juga

membebani APBN. Sedangkan misi kebijakan moneter ketat untuk menekan inflasi

dan capital outflow masih harus diklarifikasikan kontribusinya untuk Indonesia

karena; pertama, inflasi di negara kita bukan hanya masalah moneter, tetapi juga bisa

karena faktor distorsi di sektor riil, misalnya karena praktek-praktek monopoli atau

oligopoli, ganjalan distribusi, KKN (transaction cost) yang tinggi yang dikenal

dengan istilah supply side inflation atau inflasi yang terjadi karena rupiah yang tetap

terpuruk dibandingkan dolar sehingga input produksi industri Indonesia yang pada

umumnya dari luar negeri dan harus dibeli dengan dolar, menjadi naik nilainya ketika

dirupiahkan, akibatnya barang-jasa yang input produksinya impor tersebut juga akan

naik (import inflation).

Kedua kebijakan suku bunga tinggi untuk menekan capital outflow juga masih

dipertanyakan. Karena informasi yang dapat kita tangkap dari kalangan dunia usaha,

masuknya modal asing ke dalam negeri lebih besar karena masalah country risk

khususnya stabilitas sosial politik dan keamanan dan law enforcement.

Ketiga, kebijakan penerapan fiskal ketat dan liberalisasi perdagangan dan sistem

finansial yang termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan seperti pencabutan

subsidi, penggenjotan pajak, privatisasi dan penjualan aset-aset perusahaan domestik

secara murah dan jor - joran. Yang didapat dari kebijakan seperti ini adalah rakyat

semakin sengsara karena subsidi mereka dihapuskan dan daya beli turun, tetapi

penghematan uang negara tetap tidak terwujud karena korupsi tetap merajalela. Di sisi

lain dengan penjualan aset domestik yang jor - joran ke pihak asing hanya berdampak

pihak asing akan semakin menentukan formulasi kebijaksanaan ekonomi dan sosial

20

Page 21: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

Indonesia dan penguasaan devisa pun akan berada di tangan mereka dengan intensitas

yang lebih besar.

Dan mungkin yang terakhir adalah membuat Indonesia berhutang sampai jumlah

yang fantansis, yaitu Rp. 1.800 Trilyun. Hal ini membuat rakyat bahkan yang masih

balita, menanggung sekitar Rp. 90 juta per orang. Paket – paket kebijakan yang

disarankan IMF yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah krisis yang terjadi

1997 tidak tercapai. Malah hanya membuat pemerintah pusing untuk membayar

tagihan hutang setiap periode jatuh temponya.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

IMF atau Dana Moneter Internasional adalah lembaga keuangan internasional

yang didirikan untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan internasional. IMF

didirikan pada tanggal 27 Desember 1945. Stelah sebelumnya diadakan konferensi

oleh PBB di Bretton Woods, New Hampshire, AS. Markas besar IMF berada di

Washington DC, AS. IMF didirikan dengan beberapa tujuan berikut ini.

o Meningkatkan kerja sama keuangan atau moneter internasional dan

memperlancar pertumbuhan perdagangan internasional yang berimbang.

o Meningkatkan stabilitas nilai tukar uang dan membantu terciptanya lalu lintas

pembayaran antarnegara.

o Menyediakan dana bantuan bagi negara anggota yang mengalami defisit yang

bersifat sementara dalam neraca pembayaran.

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai IMF, maka kegiatan-kegiatan utama IMF

terdiri atas hal-hal berikut ini.

o Memonitor kebijakan nilai tukar uang negara anggota.

o Membantu negara anggota mengatasi masalah yang berkaitan dengan neraca

pembayaran.

o Memberikan bantuan teknis dan pelatihan dalam rangka meningkatkan

kapasitas institusi serta sumber daya manusianya.

21

Page 22: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

Bantuan juga diberikan untuk mendesain dan mengimplementasikan kebijakan

makroekonomi serta perubahan struktural yang relatif.

Pada peranan IMF terhadap Indonesia dapat dilihat bahwa bantuan yang diberikan

oleh IMF memberikan dampak positif dan negatif. Tetapi dalam hal ini, dampak

negatif dirasakan lebih banyak. IMF semakin tidak disenangi karena keinginannya

untuk ikut campur tidak hanya pada bidang ekonomi tetapi merambah sampai

pada bidang politik. Bantuan yang diberikan juga tidak membuat Indonesia keluar

dari krisis tapi hanya membuat Indonesia makin terpuruk dengan jumlah hutang

yang besar.

Garis besar dampak negatifnya antara lain :

o Membukakan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor dan

pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pendidikan,

kesehatan, pangan dan perumahandan menghilangkan subsidi pada listrik, tarif

telepon dan bahan bakar minyak sangat menyengsarakan rakyat. Karena

membuat sepertiga dari seluruh rakyat Indonesia tidak mempunyai akses

untuk memperoleh air bersih atau layanan kesehatan atau tidak menamatkan

sekolah dasar.

o Penerapan rezim kurs mengambang bebas menyulitkan para pembuat

kebijakan dalam memprediksi dampak kebijakan-kebijakan fiskal dan

moneternya terhadap kurs rupiah dan selanjutnya pada variabel-variabel

ekonomi lainnya seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran,

ekspor-import dan lain-lain.

o Penerapan kebijakan moneter ketat yang mematikan sektor riil karena sulitnya

tersedia dana investasi dengan suku bunga rendah yang berdampak lanjut

meningkatkan jumlah pengangguran.

o Kebijakan penerapan fiskal ketat dan liberalisasi perdagangan dan sistem

finansial yang termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan seperti

pencabutan subsidi, penggenjotan pajak, privatisasi dan penjualan aset-aset

perusahaan domestik secara murah membuat pihak asing semakin menentukan

formulasi kebijaksanaan ekonomi dan sosial Indonesia dan penguasaan devisa

pun akan berada di tangan mereka dengan intensitas yang lebih besar.

22

Page 23: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

a. Sumber Primer

Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945

b. Sumber Sekunder

Buku

Adolf, Huala. 2005. Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Cyrillus, Harinowo. 2004. IMF: Penanganan Krisis dan Indonesia Pasca IMF.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga

Hadiwinata, Bob Sugeng. 2002. Politik Bisnis Internasional. Yogyakarta:

Kanisius

Henkin, Louis. 1993. Internasional Law. St. Paul: West Publishing Co.

Rachbini, Didik J. 2003. Analisis Kritis: Ekonomi Politik Indonesia.

Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Artikel dan jurnal

Adwirman. 2010. “Krisis Ekonomi, Peran IMF dan Ketegasan Pemerintah”.

http://adwirman.blogstudent.mb. ipb.ac.id/2010/12/03/ krisis-ekonomi- peran-imf-

dan-ketegasan-pemerintah/. Diakses tanggal 19 Oktober 2012.

23

Page 24: Dampak Bantuan IMF

Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”

____. 2009. “Dampak Bantuan IMF Terhadap Ekonomi Indonesia”.

http://maximusblue.blogspot.com/2009/11/review-dampak-bantuan-imf-terhadap_30.

html. Diakses tanggal 19 Oktober 2012.

____. ____. “IMF dan Bank Dunia Alat Neoliberalisme Untuk Melestarikan

Penderitaan Rakyat”. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=10&jd=IMF

+dan+Bank+Dunia

%3A+alat+neoliberal+untuk+melestarikan+penderitaan+rakyat&dn=2006112712471

4

Irawan, Andi. 2008. “Mengevaluasi Peran IMF”. http://andiirawan.com

/2008/03/19/mengevaluasi-peran-imf-evaluate-imf%E2%80%99s-role-in-indonesia/.

Diakses tanggal 19 Oktober 2012.

Komahiumy. 2009. “Mempertanyakan Peran IMF Bagi Indonesia”.

http://komahiumy.wordpress.com/2009/06/08/mempertanyakan-peran-imf-bagi-indo

nesia/. Diakses tanggal 24 Oktober 2012

Nugroho, Galih. 2011. “Peran IMF dalam Penanganan Krisis ekonomi di

Indonesia 1997-1998”. http://politik.kompasiana.com/2011/04/05/peran-imf-dalam-

penanganan-krisis-ekonomi-di-indonesia-19971998/. Diakses tanggal 19 Oktober

2012

Sumantri, suwarno. 2011. “Membedah Neoliberalisme”. http://politik.kompa

siana.com/2011/01/03/membedah-neoliberalisme/

c. Sumber Tersier

Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas.

24