6
PELATIHAN PENILAIAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN DAMPAK SATWA LIAR (FAUNA DARAT) OLEH Drs. Effendi P. Sagala, M.Si. BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA SELATAN Maret, 2009

Dampak Fauna Darat, Pelt

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ok

Citation preview

  • PELATIHAN PENILAIAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

    DAMPAK SATWA LIAR (FAUNA DARAT)OLEHDrs. Effendi P. Sagala, M.Si.

    BADAN LINGKUNGAN HIDUPPROVINSI SUMATERA SELATAN

    Maret, 2009

  • Ekologi satwa Liar dan KonservasinyaIndonesia tergolong suatu negara yang memiliki keanekaragaman satwa liar yang sangat tinggi (Mega Diversity). Keadaan ini didukung oleh letaknya di daerah tropis dengan kondisi iklim yang cukup hangat sepanjang tahun, sehingga mendukung pertumbuhan yang optimal, keanekaragaman tapak (diverse of site) yang tinggi serta cukup lama tidak terganggu (long time undisturb). Selain itu, letak Indonesia diantara dua pusat penyebaran besar (secara zoogeografi), yaitu Oriental Region dan Australian Region.Hidupan liar atau Wlid Life (hidupan liar) meliputi flora dan fauna. Namun demikian perkataan hidupan liar lebih sering dikaitkan dengan satwa liar, sehingga pengertiannya menjadi lebih sempit yaitu fauna saja yaitu satwa liar. Satwa atau fauna (binatang) merupakan sumberdaya alam hayati yang tersusun atas berbagai kelas atau kelompok takson yang bertulang belakang (Vertebrata) dan yang tidak bertulang belakang (Avertebrata), sehingga cakupan fauna adalah sangat besar. Avertebrata meliputi Arthropoda (termasuk Insecta, Crustacea, Arachnida, Chilopoda dan Diplopoda), Mollusca, Annelida, Echinodermata, dll. Sedangkan Vertebrata (hewan besar) meliputi Superkelas Pisces (ikan), kelas Amphibia, Reptilia, Aves (unggas) dan Mammalia. Menurut UU RI No. 5 tahun 1990, yang dimaksud dengan satwa liar adalah semua binatang baik yang hidup di darat, di air maupun di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar baik sebagai hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Jadi berdasarkan UU tersebut, maka bahwa satwa liar adalah fauna (binatang) liar. Akan tetapi apabila ditinjau dari fokus bahasan yang berkembang di lapangan serta keterbatasan yang waktu dan efisiensi kerja, maka satwa liar yang diperhatikan betul adalah satwa/fauna yang bertulang belakang, yaitu kelas Amphibia, Reptilia, Aves dan mammalia. Oleh sebab itu dalam studi AMDAL, subkomponen satwa liar yang lebih ditekankan meliputi: Kelas Reptilia, Kelas Aves dan kelas Mammalia yang bersifat liar.Pengertian liar dalam UU RI No. 5 tahun 1990 tersebut dijelaskan secara rinci.

  • Dampak Kegiatan Terhadap satwa LiarDampak berbagai kegiatan pembangunan terhadap satwa liar akan memberikan pengaruh atau respon terhadap satwaliar yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor: 1) jenis kegiatan yang memberikan dampak, 2) besar atau kapasitas kegiatan, 3) frekuensi kegiatan, 4) sebaran kegiatan, 5) lama kegiatan, 6) jenis satwa liar dan 7) habitat satwa liar. Dampak kegiatan ini dapat berdiri sendiri ataupun saling terkait satu dan lainnya, sehingga menjadi lebih komplek. Dampak pada satwa liar akan mempengaruhi populasi atau habitatnya.Identifikasi adanya dampak kegiatan terhadap satwa liar merupakan tahap awal dari studi AMDAL bidang biologi (fauna). Terjadinya dampak terhadap satwa liar tercermin dari adanya perubahan pada populasi maupun habitat satwa liar tertentu. Perubahan tersebut dapat meningkat atau merosot (turun). Perubahan atau dampak yang terjadi dapat dikenali secara cepat ataupun dalam waktu lama. Dampak tersebut dapat bersifat positif maupun dampak negatif bagi satwa liar. Jenis kegiatan dapat berdampak langsung yang mempengaruhi populasi satwa liar ataupun tidak langsung yaitu dengan mengenali habitat (tempat hidup) satwa liar tersebut. Kegiatan perburuan, penangkapan, pembantaian, peracunan dan lain sebagainya akan menimbulkan dampak langsung yang mengena pada populasi satwa liar dan secara cepat akan dapat diketahui melalui pengamatan. Sedangkan perubahan habitat, penyempitan, pengurangan, peracunan, pengisolasian dari berbagai kegiatan manusia akan menyebabkan kualitas maupun kuantitas habitat menurun. Dampak dampak tersebut tidak secara cepat diketahui pengaruhnya. Dampak pembakaran hutan dan dampak penebangan hutan sistem tebang pilih serta dampak pembangunan kebun kelapa sawit akan berbeda-beda pengaruhnya terhadap satwa liar. Dengan demikian, jenis kegiatan harus dikenali secara baik dalam studi AMDAL, karena hal ini merupakan kunci yang berkaitan dengan adanya dampak. Jenis kegiatan dapat dikenali dari tahap awal perencanaan suatu kegiatan yang akan dikembangkan.

  • Dampak Kegiatan Terhadap satwa LiarBesarnya dampak kegiatan berpengaruh terhadap jenis satwa liar maupun habitat satwa liar. Perubahan terhadap kondisi habitat misalnya hutan akan diubah menjadi lahan pertanian, perkebunan, bangunan pabrik, perkantoran, pemukiman dan lain sebagainya akan mengakibatkan hilangnya jenis-jenis satwa liar tertentu, atau perubahan komposisi jenis di lokasi yang terkena dampak. Tingkat atau besarnya dampak yang terjadi pada suatu kegiatan yang menimbulkan dampak juga menunjukkan tingkat besarnya kekerasan gangguan terhadap satwa liar yang semula berada di wilayah itu. Besarnya dampak yang terjadi juga terkait dengan jenis satwa liar yang terkena dampak suatu luasan dan persebaran dampak.Frekuensi kegiatan akan berpengaruh terhadap satwa liar. Frekuensi ini mengindikasikan tingkat seringnya dampak berlangsung. Hal ini juga dapat dipakai sebagai petunjuk untuk mendeteksi cepat tidaknya dampak untuk diketahui.Lamanya kegiatan berlangsung akan mengakibatkan pada lamanya dampak mengena pada satwa liar.Sebaran dampak dapat dijadikan sebagai gambar sebaran dampak. Sebaran dampak pada satwa liar akan mengindikasikan lokasi dimana dampak tersebut berlangsung. Sebaran dampak juga menunjukkan luasan yang terkena dampak.

    *

  • Pendugaan Populasi Satwa LiarPendugaan populasi beruk dan rusa dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: N = n x s Dimana N = populasi dugaan n = jumlah titik sumber suara, jejak atau terdapatnya kotoran pada lokasi pengamatan dengan luas tertentu. s = jumlah individu pada setiap titik.Dengan rumus itu, pendugaan populasi pada kawasan Hutan dapat dikonversikan menurut luas HPH.Pendugaan populasi rangkong dapat menggunakan rumus: D = 10 4 n2 2 L diDimana: D = Kerapatan populasi (jumlah individu per hektar). n = Jumlah individu hewan yang terlihat. L = Panjang jalur pengamatan (dalam meter). di = Jarak dari pengamat terhadap hewan yang ke I, terlihat, diukur (dalam meter) terhadap titik dimana hewan ditemukan pada waktu pengamatan. 104 = faktor konversi meter ke dalam hektar.Dengan metoda sensus jalur ini, panjang jalur minimal 500 1.000 meter. Pendugaan populasi gajah didapat dengan pengamatan langsung melalui jejak, perjumpaan dengan jarak tertentu, jalur gajah, dan juga melalui wawancara dengan masyarakat yang berada di sekitar maupun para pekerja dalam lokasi kegiatan Hutan.Pendugaan populasi untuk mammalia kecil dapat digunakan rumus, N = A X B CDimana: A = Jumlah traps. B = Jumlah individu. C = Luas areal seluruh traps. N = Populasi dugaan per hektar.

    *

  • Lanjutan Pendugaan PopulasiPopulasi burung dapat diduga melalui frekuensi satwa dan perjumpaan pada habitat yang dijelajah untuk spesies tertentu. kelimpahan relatif spesies burung diduga melalui analisis perjumpaan. Untuk kekayaan jenis dilakukan dengan analisis regresi linier terhadap data yang diperoleh melalui metoda the list of species.Keanekaragam jenis unggas dapat diketahui melalui penggunaan besarnya indeks keanekaragaman Shannon Wiener (Krebs, 1989), yaitu:H = pi ln piDimana: H = Indeks keanekaragaman spesies. Pi = populasi spesies ke i terhadap titik cuplikan atau atau nilai penting tiap-tiap spesies yang dijumpai. ln = logaritma alam (natural logarithmic).Dari data yang diperoleh dalam pengamatan mammalia dan reptilia dengan menggunakan metoda survai akan disusun daftar jenis (species list) dan kelimpahan jenisnya. Sedang dari hasil pengamatan burung dihitung populasi tiap jenis melalui frekuensi perjumpaan, frekuensi perjumpaan relatif dan keanekaragamannya.Frekuensi perjumpaan (N) = Plot ditemukannya suatu jenis Seluruh PlotFrekuensi Perjumpaan Relatif = Frekuensi Perjumpaan Suatu Jenis Frekuensi Seluruh Jenis SatwaD = - pi ln pipi = m / nDimana D = Indeks keanekaragaman. m = Frekuensi perjumpaan suatu jenis. n = Frekuensi perjumpaan seluruh jenis.*