Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
DAMPAK LAMA APLIKASI MULSA TKKS
TERHADAP SIFAT TANAH DAN PERAKARAN KELAPA SAWIT
DI KEBUN PT. SARI ADITYA LOKA 1, KECAMATAN AIR HITAM,
KABUPATEN SAROLANGUN
Austin Ullyta1, Itang Ahmad Mahbub2, Hasriati Nasution2
Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Mendalo Darat, Jambi
e-mail: [email protected]
1) Mahasiswa Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Jambi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak lamanya aplikasi tandan kosong
kelapa sawit (TKKS) terhadap beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa sawit
serta untuk mengetahui waktu yang efektif dari aplikasi tandan kosong kelapa
sawit (TKKS) terhadap perubahan beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa
sawit. Penelitian dilaksanakan di areal perkebunan kelapa sawit PT. Sari Aditya
Loka 1 yang berada di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi. Penelitian dilakukan dengan Metode Survei
Eksploratif-Deskriptif) dan pengambilan sampel tanah secara purposive sampling
pada areal tanpa aplikasi TKKS serta areal yang telah diaplikasi TKKS selama 1
bulan, 2 bulan, 4 bulan, 8 bulan, 12 bulan dan 18 bulan dengan kemiringan 0-3 %
dan umur tanaman kelapa sawit 10 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
lamanya aplikasi TKKS sebagai mulsa berpengaruh sangat nyata terhadap kadar
air tanah, suhu tanah siang (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm), suhu tanah
sore kedalaman 0-5 cm, BV, TRP dan ketahanan penetrasi (kedalaman 0-5 cm, 5-
10 cm, 10-15 cm); berpengaruh nyata terhadap suhu tanah sore kedalaman 5-10
cm; berpengaruh tidak nyata terhadap pH H2O, C-organik, suhu tanah pagi
(kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm), suhu tanah sore kedalaman 10-15 cm,
bobot dan volume akar kelapa sawit. Lamanya aplikasi mulsa TKKS berdampak
pada peningkatan kadar air tanah, TRP, pH H2O, C-organik, bobot akar dan
volume akar serta berdampak pada penurunan BV, ketahanan penetrasi, dan suhu
tanah.Waktu aplikasi mulsa TKKS yang paling efektif terhadap perubahan
beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa sawit adalah 8 – 18 bulan setelah
aplikasi.
Kata kunci:Mulsa, TKKS, Sifat Tanah, Kelapa Sawit
PENDAHULUAN
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis
golongan palma yang termasuk tanaman tahunan. Industri minyak sawit
berkontribusi besar di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cerah.
Selain itu, industri ini juga berkontribusi dalam pembangunan daerah yaitu
2
sebagai sumber daya penting untuk pengentasan kemiskinan melalui budidaya
pertanian dan pemrosesan selanjutnya (Yohansyah dan Lubis, 2014).
Perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia mengalami kemajuan yang
pesat, terutama peningkatan luas areal kelapa sawit. Perkembangan luas areal
kelapa sawit di Indonesia pada kurun waktu 2006-2016 cenderung meningkat.
Jika pada tahun 2006 luas areal kelapa sawit Indonesia sebesar 6,59 juta hektar,
maka pada tahun 2016 luas areal kelapa sawit sementara telah mencapai 11,91
ribu hektar. Sementara angka estimasi luas areal kelapa sawit untuk tahun 2017
adalah 12,3 ribu hektar. Selanjutnya khusus untuk Provinsi Jambi pada tahun
2016 luas perkebunan kelapa sawit adalah 0,75 juta ha atau sebesar 6,09% dari
total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia (Ditjen Perkebunan, 2016).
Perluasan lahan kelapa sawit tersebut tidak saja pada lahan pertanian yang
produktif tetapi juga pada lahan marjinal. Tanah-tanah yang berpotensi dalam
pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yaitu tanah mineral masam.
Akan tetapi jenis tanah ini bila di gunakan untuk budidaya tanaman perkebunan
terutama tanaman kelapa sawit dihadapkan pada kendala baik secara fisik, kimia,
maupun biologi (Antari et al., 2014).
Kendala fisik pada tanah mineral masam yaitu stabilitas agregat rendah,
daya simpan air rendah, dan mudah mengalami erosi karena stabilitas rendah.
Kendala kimia yaitu volume akar rendah, kadar Al, Fe, dan Mn tinggi, KB rendah,
kadar bahan organik rendah, dan ketersediaan P dan Mo rendah. Kendala biologi
yaitu aktifitas mikroorganisme menjadi kurang dan tidak semua mikroorganisme
hidup pada tanah masam karena memiliki kemasaman yang tinggi. Selain itu
dengan kondisi tanah dan curah hujan yang tinggi, aktifitas pemeliharaan yang
tinggi mengakibatkan pemadatan tanah yang menyebabkan dampak buruk
terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Oleh karena itu, diperlukan solusi
untuk mengatasi dampak buruk pemadatan tanah terhadap sifat fisik, kimia dan
biologi tanah. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan cara
pemberian bahan organik (Khoiri et al., 2013).
Bahan organik yang didapat di perkebunan kelapa sawit selama ini masih
sering dianggap limbah, namun sebenarnya merupakan sumber hara yang
potensial bagi tanaman kelapa sawit dan sebagai pembenah tanah. Salah satu
bahan organik yang banyak dihasilkan di perkebunan kelapa sawit yaitu tandan
kosong kelapa sawit (Khoiri et al., 2013). TKKS merupakan limbah padat dengan
volume terbesar dalam pengolahan tandan buah segar (TBS) selain cangkang dan
fibre. TKKS dihasilkan dari proses perontokan buah (threshing) setelah proses
perebusan buah (sterilizing) (Sarwono, 2008). Setiap pengolahan 1 ton TBS akan
dihasilkan sebanyak 23% atau 230 kg TKKS. Dengan kapasitas pabrik 100 ton/jam
dapat menghasilkan 23 ton TKKS/jam, bila pabrik beroperasi 20 jam/hari akan
dihasilkan 460 ton TKKS/hari. Ketersediaan yang melimpah ini jika tidak dikelola
dengan baik akan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.
Pemanfaatan TKKS yang diaplikasikan sebagai mulsa dengan menebar
langsung ditempatkan pada gawangan maupun piringan kelapa sawit (Amin et al.,
2015). Mulsa diartikan sebagai bahan atau material yang sengaja dihamparkan di
permukaan tanah atau lahan pertanian (Umboh, 2002). TKKS sebagai mulsa
organik dapat meningkatkan produksi tanaman dengan melepas unsur hara secara
lambat ke tanah melalui mikroorganisme sehingga efektif dalam mendaur ulang
unsur hara (Pratiwi, 2010). Penggunaan mulsa organik akan membantu
3
mengurangi erosi, mempertahankan kelembaban tanah, mengendalikan volume
akar, memperbaiki drainase, mengurangi pemadatan tanah, meningkatkan
kapasitas pertukaran ion, dan meningkatkan aktivitas biologi tanah (Subowo et
al., 1990 dalam Antari et al., 2014).
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di areal perkebunan kelapa sawit PT. Sari Aditya
Loka 1 yang berada di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Penelitian berlangsung ±
3 bulan dari bulan Maret 2017 sampai dengan Juni 2017.
Penelitian ini menggunakan metode survei (eksploratif – deskriptif) dan
pengambilan sampel tanah secara purposive sampling pada areal tanpa aplikasi
TKKS (sebagai kontrol) serta areal yang telah diaplikasi TKKS selama 1 bulan, 2
bulan, 4 bulan, 8 bulan, 12 bulan dan 18 bulan dengan kemiringan 0-3 % dan
umur tanaman kelapa sawit 10 tahun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4
ulangan pada masing-masing perlakuan yang dipilih secara acak sehingga didapat
28 jumlah sampel.
Tandan kosong kelapa sawit berasal dari pabrik kelapa sawit milik PT. Sari
Aditya Loka 1. Aplikasi tandan kosong kelapa sawit dilaksanakan oleh pihak
perusahaan yang diberikan dengan dosis 150 kg TKKS/tanaman dan
penempatannya dilakukan dengan cara ditebar di luar piringan/plong dalam
barisan tanam dengan ukuran 3 x 2 meter.
Pengambilan sampel tanah di tengah-tengah aplikasi TKKS. Sampel tanah
utuh diambil pada kedalaman 0-20 cm yang digunakan untuk memperoleh data
kadar air (KA), bobot volume (BV) dan total ruang pori (TRP) sementara sampel
tanah terganggu diambil pada kedalaman 0-20 cm yang digunakan untuk analisis
pH H2O dan dan C-organik. Sedangkan untuk mengetahui bobot akar dan volume
akar dilakukan pengambilan sampel dengan menggunakan ring akar dengan
ukuran diameter 15 cm dan tinggi 15 cm.
Data hasil pengamatan beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa sawit
ditabulasi. Untuk melihat perbedaan antar perlakuan lamanya waktu aplikasi
TKKS sebagai mulsa dilakukan olah data menggunakan analisis ragam (ANOVA)
dan uji lanjut menggunakan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) (α
= 5%) sedangkan untuk melihat hubungan antara lamanya aplikasi TKKS sebagai
mulsa terhadap beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa sawit data diolah
menggunakan Regresi Kuadratik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dampak Lama Aplikasi Mulsa TKKS
Suhu Tanah dan Kadar Air
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lamanya aplikasi TKKS sebagai
mulsa berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air tanah, terhadap suhu tanah
siang (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm) dan suhu tanah sore kedalaman 0-5
cm; berpengaruh nyata terhadap suhu tanah sore kedalaman 5-10 cm dan
berpengaruh tidak nyata terhadap suhu tanah pagi (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm,
10-15 cm) dan suhu tanah sore kedalaman 10-15 cm; dan berpengaruh sangat
4
nyata Rata-rata kadar air dan suhu tanah pagi pada berbagai perlakuan lamanya
aplikasi TKKS sebagai mulsa (Tabel 1).
Tabel 1. Kadar air dan suhu tanah pada berbagai perlakuan lamanya aplikasi
TKKS sebagai mulsa
Lama
Aplikasi
TKKS
(bulan)
0 1 2 4 8 12 18
Kadar
Air (%) 36,91 a 47,48 bc 41,97 ab 47,88 bc 48,78 bc 55,92 c 51,60 bc
Suhu Tanah (oC)
Kedalaman 0 – 5 cm
Pagi 26.84 a 26.73bc 26.58 abc 26.64 abc 26.21 a 26.30 a 26.60 a
Siang 26.84 c 26.96 ab 26.81 ab 26.89 a 26.66 a 26.65 a 26.99 bc
Sore 27.15 b 27.13 ab 27.14 a 27.24 ab 27.18 ab 27.05 ab 27.55 c
Kedalaman 5-10 cm
Pagi 31.54 a 29.46 a 29.35 a 28.59 a 29.19 a 29.20 a 30.74 a
Siang 30.15 b 28.74 a 28.08 a 27.89 a 28.51 a 27.91 a 29.81 b
Pagi 29.15 b 28.09 ab 27.45 ab 27.50 ab 27.75 b 27.20 a 28.59 b
Kedalaman 10-15 cm
Pagi 29.75 ab 29.01 ab 28.86 ab 29.48 ab 29.31 ab 29.08 a 30.68 b
Siang 29.61 d 29.33bc 29.29 ab 29.31 ab 29.58 ab 28.48 c 30.33 d
Pagi 29.10 b 29.05 b 29.09 b 28.81 ab 29.26 b 27.95 a 29.44 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji
Duncan α =5%
Fluktuasi suhu tanah pada kedalaman 0-5 cm lebih stabil pada 4 bulan
setelah aplikasi mulsa TKKS, sedangkan pada kedalaman 5-10 cm dan kedalaman
10-15 lebih stabil pada 12 bulan setelah aplikasi mulsa TKKS. Hal ini
dikarenakan pemberian mulsa TKKS dapat mencegah terjadinya fluktuasi suhu
tanah, sehingga kondisi suhu lingkungan rhyzosfer tetap terjaga dan
mikroorganisme dapat berkembang dengan baik sehingga proses penguraian
bahan organik tanah berlangsung dengan maksimal. Dengan kondisi suhu tanah
yang tetap terjaga maka air yang ada di dalam tanah akan tetap tersedia bagi
tanaman. Meningkatnya kadar air di dalam tanah akan mengakibatkan proses
absorbs dan transportasi unsur hara maupun air dalam tanah akan lebih baik
sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih bagi. Hal ini sesuai Sarief (1989) yang
mengatakan bahwa tanah dengan bahan organik tinggi akan mengabsorbsi kira-
kira 80% radiasi yang masuk ke tanah. Pengaruh utama bahan organik sebagai
mulsa adalah mereduksi suhu tanah. Mulsa ini digunakan untuk mengabsorbsi
sebagian besar radiasi matahari, mereduksi kehilangan panas dari tanah oleh
radiasi, mereduksi evaporasi air dari permukaan tanah dan menjaga kelembaban
tanah.
C-organik dan pH H2O
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lamanya aplikasi TKKS sebagai
mulsa berpengaruh tidak nyata terhadap C-organik dan pH H2O tanah. Rata-rata
C-organik dan pH H2O tanah pada berbagai perlakuan lamanya aplikasi TKKS
sebagai mulsa (Tabel 2).
5
Tabel 2. C-organik dan pH H2O tanah pada berbagai perlakuan lamanya aplikasi
TKKS sebagai mulsa
Lamanya Aplikasi TKKS
(bulan) C-organik (%) pH H2O
Tanpa Aplikasi TKKS 3,52 a 4,16 a
1 3,08 a 4,48 ab
2 4,19 a 4,68 ab
4 4,15 a 4,94 b
8 3,84 a 5,01 b
12 3,92 a 4,65 ab
18 3,09 a 4,36 ab Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji
Duncan α =5%
Tabel 2 menunjukkan bahwa lamanya aplikasi TKKS berpengaruh tidak
nyata terhadap C-organik. Hal ini diduga karena mulsa TKKS ini mengandung
rasio C/N dan lignin yang tinggi, sehingga TKKS belum terdekomposisi dengan
baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusmaningwati (2015) menyatakan baha
rasio C/N TKKS awal termasuk tinggi berkisar 50-60. Bahan organik yang
mempunyai C/N tinggi di atas 12 masih belum terdekomposisi dengan baik di
tanah. Menurut Toibi et al, (2015) kandungan liginin pada TKKS yaitu sebesar
22,8 % sehingga sukar terdekomposisi. Atmojo (2003) menambahkan bahwa
bahan organik yang mengandung lignin tinggi maka kecepatan mineralisasi N
akan terhambat. Perombakan lignin akan berpengaruh pada kualitas tanah dalam
kaitannya dengan susunan humus tanah.
Sedangkan lamanya aplikasi TTKS sebagai mulsa berpengaruh nyata
terhadap pH H2O, dimana nilai pH H2O tertinggi yaitu pada 8 bulan setelah
aplikasi TKKS dengan rata-rata 5,01 yang berbeda tidak nyata dengan 1 bulan, 2
bulan, 4 bulan, 12 bulan dan 18 bulan setelah aplikasi TKKS tetapi berbeda nyata
dengan tanpa aplikasi TKKS, sedangkan pH H2O paling rendah terdapat pada
tanpa aplikasi TKKS memiliki rata-rata 4,16. Semakin lama aplikasi TKKS
cenderung meningkatkan pH tanah, hal ini diduga karena adanya proses
perombakan mulsa TKKS menjadi bahan organik. Hasil perombakan tersebut
akan menghasilkan kation-kation basa dari bahan organik yang mampu
meningkatkan pH. Hal ini sejalan dengan pendapat Hasibuan (2015)
mengemukakan bahwa proses pelapukan akan membebaskan basa yang
menyebabkan pH tanah meningkat.
Bobot Volume (BV), Total Ruang Pori (TRP) dan Ketahanan Penetrasi
Tanah
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lamanya aplikasi TKKS sebagai
mulsa berpengaruh sangat nyata terhadap BV, TRP dan ketahanan penetrasi tanah
(kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm, 15-20 cm) . Rata-rata BV, TRP dan
ketahanan penetrasi tanah pada berbagai perlakuan lamanya aplikasi TKKS
sebagai mulsa (Tabel 3).
6
Tabel 3. BV, TRP dan ketahanan penetrasi tanah pada berbagai perlakuan
lamanya aplikasi TKKS sebagai mulsa
Lamanya Aplikasi
TKKS (bulan)
BV
(g/cm3)
TRP
(%)
Ketahanan Penetrasi (kg F/cm2)
0-5 cm 5-10 cm 10-15
cm
15-20
cm
Tanpa aplikasi
TKKS 1, 14 c 54,86 a 2, 88 d 3, 53 d 4, 41 d 5, 29 d
1 1, 08bc 57,55 ab 2, 23 c 2, 82 c 3, 64 c 4, 76 cd
2 1, 01 b 59,93 cd 2, 35 c 3, 11 cd 3, 82 c 4, 41 c
4 1, 00 ab 60,34 cd 1, 82 b 2, 35 b 2, 88 ab 3, 23 a
8 1, 02 b 59,59 bcd 2, 23 c 2, 76 c 3, 35 bc 3, 82 b
12 0, 91 a 61,33 d 1, 35 a 1, 82 a 2, 47 a 3, 17 a
18 0, 99 ab 73, 50 abc 1, 35 a 2, 00 ab 2, 41 a 2, 94 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji
Duncan α =5%
Semakin lama aplikasi TKKS ini cenderung menurunkan nilai BV dan
ketahan penetrasi (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm) tanah dan
meningkatkan TRP dibandingkan dengan tanpa aplikasi TKKS. Hal ini diduga
karena perombakan mulsa TKKS menjadi bahan organik. Bahan organik ini dapat
merangsang agregat tanah sehingga tanah menjadi gembur yang mempengaruhi
nilai BV, ketahanan penetrasi dan TRP. Bahan organik ini berperan sebagai agen
pengikat partikel tanah, sehingga agregasi tanah lebih baik yang mengakibatkan
tanah mempunyai kemampuan memegang air yang lebih baik. Mulsa ini
memungkinkan kegiatan jasad hidup tanah lebih besar. Peningkatan aktivitas
organisme akan memungkinkan organisme akan memungkinkan terbentuknya
ruang pori yang lebih banyak juga. Hal ini sejalan dengan pendapat Goeswono
(1983) dalam Refliaty et al., (2011) bahwa pemberian bahan organik ke dalam
tanah akan meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah sebagai mengurai bahan
organik yang akan membentuk struktur yang remah dan membuat pori-pori di
dalam tanah lebih banyak dan gembur sehingga bobot isi menjadi rendah,
sebagaimana diketahui bahwa total ruang pori (TRP) tanah berbanding terbalik
dengan bobot isi. Semakin tinggi total ruang pori (TRP) maka bobot isi semakin
rendah. Menurut Braver (1956) dalam Aleksandro et al., (2016) bahan organik
yang diberikan berupa mulsa sisa tanaman mengandung berbagai macam senyawa
yang akan diuraikan oleh mikroorganisme dan membantu melekatkan partikel-
partikel tanah membentuk agregat sehingga tanah menjadi sarang dan porous.
Bobot dan Volume Akar Kelapa Sawit
Hasil analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa lamanya aplikasi
TKKS sebagai mulsa berpengaruh tidak nyata terhadap bobot dan volume akar
kelapa sawit. Rata-rata bobot dan volume akar kelapa sawit pada berbagai
perlakuan lamanya aplikasi TKKS sebagai mulsa (Tabel 4).
Tabel 4 menunjukkan bahwa lamanya aplikasi TKKS berpengaruh tidak
nyata terhadap bobot akar dan volume akar. Hal ini diduga karena rendahnya
kandungan unsur hara P pada mulsa TKKS yaitu sebesar 0,5% (Sarwono, 2008).
7
Bagi tanaman fosfor berguna untuk membentuk akar, fosfor mempunyai pengaruh
yang positif terhadap pertumbuhan akar (Antari et al., 2014).
Tabel 4 . Bobot dan volume akar kelapa sawit pada berbagai perlakuan lamanya
aplikasi TKKS sebagai mulsa
Lamanya Aplikasi TKKS
(bulan) Bobot Akar (gram) Volume Akar (mL)
Tanpa aplikasi TKKS 49, 40 a 55, 25 a
1 56, 00 a 75, 50 a
2 94, 43 a 87, 75 a
4 92, 78 a 99, 25 a
8 64, 35 a 74, 25 a
12 60, 15 a 57, 75 a
18 61, 00 a 68, 75 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji
Duncan α =5%
Hubungan Lamanya Aplikasi TKKS dengan C-organik, Sifat Tanah dan
Perakaran Kelapa Sawit
Pemberian TKKS sebagai mulsa berdampak pada peningkatan kadar air
tanah sampai titik maksimum 13 bulan setelah aplikasi mulsa TKKS , sehingga
diperoleh waktu terbaik untuk perubahan kadar air tanah dari aplikasi mulsa
TKKS berdasarkan perlakuan yang diamati adalah 12 bulan setelah aplikasi mulsa
TKKS. Kemudian terjadi penurunan kadar air pada 18 bulan setelah aplikasi
mulsa TKKS. Hal ini diduga karena mulsa dapat mencegah evaporasi, air yang
menguap dari permukaan tanah akan ditahan oleh mulsa dan jatuh kembali ke
tanah. Mulsa TKKS yang menutupi permukaan tanah dapat menekan penguapan
sehingga air yang masuk kedalam tanah tetap tersimpan sebagai lengas tanah
dalam jumlah yang cukup dan relatif stabil.
Menurut Aleksandro et al, (2016) penutupan tanah dengan mulsa dapat
mempertahankan kelembaban tanah dari pengaruh langsung sinar matahari,
sehingga kehilangan air tanah yang disebabkan oleh evaporasi (penguapan air
tanah yang terutama disebabkan oleh sinar matahari) menjadi berkurang. Hal ini
sejalan dengan pendapat Umboh (1999) dalam Antari et al., (2014) yang
menyatakan bahwa pemberian mulsa di atas permukaan tanah dapat menahan
hantaman butiran air hujan sehingga agregat tanah tetap stabil dan terhindar dari
proses penghancuran sehingga pemulsaan dapat mencegah evaporasi dan air jatuh
kembali ke tanah.
Pemberian TKKS sebagai mulsa berdampak pada penurunan nilai suhu
tanah pada pagi, siang, dan sore (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm ) hal ini
disebabkan karena pemberian mulsa TKKS di atas permukaan tanah dapat
mengurangi penyerapan energi panas matahari oleh tanah. Menurut Antari et al
(2014) terjadinya penurunan suhu tanah dikarenakan suhu tanah bergantung pada
proses pertukaran panas antara tanah dan lingkungannya, proses ini terjadi akibat
adanya radiasi matahari dan pengaliran panas ke dalam tanah melalui proses
konduksi. Kemudian penurunan suhu tanah terjadi akibat adanya perubahan
radian energi yang mencapai tanah dan menyebabkan panas yang mengalir
8
kedalam tanah lebih sedikit dibandingkan tanpa mulsa. Hal ini sejalan dengan
pendapat Mahmood el al (2002), bahwa penurunan suhu tanah oleh mulsa
disebabkan penggunaan mulsa dapat mengurangi radiasi yang diterima dan
diserap oleh tanah sehingga dapat menurunkan suhu tanah.
Terjadinya peningkatan pH H2O dan C-organik ini disebabkan karena
adanya proses perombakan mulsa TKKS menjadi bahan organik sehingga
mengasilkan senyawa-senyawa organik. Bahan organik dapat meningkatkan pH
H2O tanah meskipun peningkatannya masih dalam kategori masam. Hasil
perombakan tersebut akan menghasilkan kation-kation basa yang mampu
meningkatkan pH H2O. Tingkat kemasaman tanah bergantung pada tingkat
kematangan dari bahan organik dan jenis tanahnya.
Penambahan bahan organik yang masih belum matang akan menyebabkan
lambatnya proses peningkatan pH tanah dikarenakan bahan organik masih belum
terdekomposisi dengan baik dan masih melepas asam-asam organik. Hal ini
sejalan dengan pendapat Winarso (2005) bahan organik secara terus menerus
terdekomposisi oleh mikroorganisme ke dalam bentuk asam-asam organik, karbon
dioksida (CO2) dan air, senyawa asam karbonat. Selanjutnya, asam karbonat
bereaksi dengan Cad an Mg karbonat di dalam tanah untuk membentuk bikarbonat
yang lebih larut, yang tercuci ke luar, yang akhirnya menginggalkan tanah yang
masam. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan kandungan C-organik
tanah dan juga peningkatan C-organik tanah ini juga dapat mempengaruhi sifat
tanah menjadi lebih baik secara fisik, kimia dan biologi. Menurut Suwardjo
(1981) dalam Antari et al (2014) sisa tanaman yang diberikan ke tanah lambat
laun akan terdekomposisi (terjadi mineralisasi) yaitu perubahan bentuk organik
menjadi anorganik sehingga unsur hara yang dilepaskan akan menjadi tersedia
untuk tanaman.
Pemberian TKKS sebagai mulsa berdampak pada penurunan BV sampai
titik minimum 12 bulan setelah aplikasi mulsa TKKS, sehingga diperoleh waktu
terbaik untuk perubahan BV dari aplikasi mulsa TKKS berdasarkan perlakuan
yang diamati adalah 12 bulan setelah aplikasi mulsa TKKS, kemudian terjadi
peningkatan BV pada 18 bulan setelah aplikasi mulsa TKKS. Pemberian TKKS
sebagai mulsa berdampak pada peningkatan TRP sampai titik minimum10 bulan
setelah aplikasi mulsa TKKS, sehingga diperoleh waktu terbaik untuk perubahan
TRP dari aplikasi mulsa TKKS berdasarkan perlakuan yang diamati adalah 12
bulan setelah aplikasi mulsa TKKS, kemudian terjadi penurunan TRP pada 18
bulan setelah aplikasi mulsa TKKS.
Hal ini diduga sebagai akibat terjadinya proses dekomposisi mulsa TKKS
menjadi bahan organik sehingga mampu menurunkan BV tanah . Peningkatan
TRP ini terjadi karena pemberian mulsa TKKS yang disebar diatas permukaan
tanah akan terjadi proses dekomposisi menjadi bahan organik. Bahan organik ini
berperan dalam mempertahankan serta meningkatkan pori-pori dalam tanah.
Penambahan bahan organik dari mulsa TKKS ini akan meyebabkan kondisi tanah
menjadi sarang, karena bahan organik yang diberikan akan menempati ruang di
antara partikel tanah sehingga tanah menjadi porous. Hal ini sejalan dengan
pendapat Khoiri et al (2013) Bahan organik ini dari aplikasi TKKS di atas
permukaan tanah dapat meningkatkan populasi organisme dalam tanah, seperti
cacing tanah. Pergerakan cacing di dalam tanah dapat membantu tebentuknya
pori-pori di dalam tanah, sehingga total ruang pori meningkat.
9
Menurut Wiskandar (2002) penambahan bahan organik akan meningkatkan
pori total tanah dan akan menurunkan bulk density. Bahan organik tanah berperan
sebagai perekat (pengikat) partikel tanah sehingga agregasi tanah menjadi baik,
ruang pori tanah meningkat dan bulk density menurun. Sedangkan menurut Junedi
(2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi bahan organik tanah akan semakin
rendah bobot volume tanah dan semakin tinggi total ruang pori tanah. Hal ini
sejalan dengan pendapat Foth (1991) dalam Intara et al., (2011), menyatakan
bahwa tanah yang mengandung bahan organik tinggi menyebabkan tanah menjadi
gembur sehingga tanah longgar dan membentuk gumpalan-gumpalan tanah yang
menyebabkan berat volume tanah menjadi rendah.
Pemberian TKKS sebagai mulsa berdampak pada penurunan ketahanan
penetrasi kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm, dan 15-20. Hal ini disebabkan
karena terjadinya proses penguraian mulsa TKKS mengasilkan bahan organik
yang terbawa oleh air kemudian merembes kedalam tanah yang menyebabkan
tanah lapisan tanah atas lebih gembur . Bahan organik ini berperan sebagai agen
pengikat partikel tanah, sehingga agregasi tanah lebih baik yang mengakibatkan
tanah mempunyai kemampuan memegang air yang lebih baik. Menurut Endriani
(2010) semakin tinggi bahan organik tanah menyebabkan BV semakin rendah
sehingga ketahanan penetrasi pun semakin berkurang.
Pemberian mulsa TKKS ini disamping berpengaruh terhadap sifat-sifat
tanah juga berpengaruh terhadap perkembangan akar-akar tanaman kelapa sawit
baik itu berat akar maupun volume akar kelapa sawit. Hal tersebut dikarenakan
mulsa TKKS lambat laun akan terdekomposisi (terjadi mineralisasi) akan
menyumbang unsur hara untuk tanaman (Antari et al., 2014).
KESIMPULAN
1. Lamanya aplikasi TKKS sebagai mulsa berpengaruh sangat nyata terhadap
kadar air tanah, suhu tanah siang (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm),
suhu tanah sore kedalaman 0-5 cm, BV, TRP dan ketahanan penetrasi
(kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm); berpengaruh nyata terhadap suhu
tanah sore kedalaman 5-10 cm; berpengaruh tidak nyata terhadap pH H2O, C-
organik, suhu tanah pagi (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm), suhu tanah
sore kedalaman 10-15 cm, bobot dan volume akar kelapa sawit.
2. Lamanya aplikasi TKKS sebagai mulsa berdampak pada peningkatan kadar
air tanah, total ruang pori (TRP), pH H2O, C-organik, bobot akar dan volume
akar. Sebaliknya waktu aplikasi TKKS sebagai mulsa berdampak pada
penurunan bobot volume BV, ketahanan penetrasi, dan suhu tanah.
3. Waktu aplikasi TKKS sebagai mulsa yang paling efektif terhadap perubahan
beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa sawit adalah 8 – 18 bulan setelah
aplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman A, S Sutomo dan N Sutrisno. 2005. Teknologi pengendalian erosi
lahan berlereng dalam teknologi pengelolaan lahan kering menuju pertanian
produktif dan ramah lingkungan. Puslitbangtanak.
10
Aleksandro P, Wawan, Wardati. 2016 Sifat fisik tanah dystrudepts di bawah
tegakan kelapa sawit (Elais guineensis Jacq.) Fakultas Pertanian Universitas
Riau yang diaplikasi mulsa organic Mucana bracteata. J. Online Mahasiswa
3(1) 1-9.
Amin M, C Hanum dan Charloq. 2015. Kandungan hara tanah dan tanaman
kelapa sawit menghasilkan terhadap pemberian tandan kosong kelapa sawit
(TKKS) dan kedalaman biopori. J. Online Agroekoteknologi 3(2) 558-563.
Antari R, Wawan dan GME Manurung. 2014. Pengaruh pemberian mulsa
terhadap terhadap sifat fisik dan kimia tanah serta pertumbuhan akar kelapa
sawit. J. Online Mahasiswa 1(1) 1-13.
Asmar dan Ardinal. 2006. Peranan tiga sumber mulsa terhadap beberapa sifat
fisika ultisol dan hasil jagung semi (Zea mays L). J. Solum 3(2) 65-74.
Atmojo SW. 2003. Peran bahan organic terhadap kesuburan tanah dan upaya
pengelolaannya. Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Darmosarkoro W dan S Rahutomo. 2007. Tandan kosong kelapa sawit sebagai
bahan pembenah tanah. Jurnal Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit Edisi1.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit, C3:167-180.
Darnoko D dan T Sembiring. 2005. Sinergi antara perkebunan kelapa sawit dan
pertanian tanaman pangan melalui aplikasi kompos TKS untuk tanaman
padi. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2005: Peningkatan Produktivitas
Kelapa Sawit Melalui Pemupukan dan Pemanfaatan Limbah PKS. Medan
19-20 April.
[Ditjen Perkebunan]. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2017. Jakarta.
[Ditjen PPHP]. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Jakarta
Endriani. 2010. Sifat fisika dan kadar air tanah akibat penerapan olah tanah
konservasi. J. Hidrolitan 1(1): 26-34.
Fauzi Y, YE Widyastuti, I Satyawibawa dan R Hartono. 2002. Kelapa Sawit.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Harsono P. 2012. Mulsa organik: pengaruhnya terhadap lingkungan mikro, sifat
kimia tanah dan keragaan cabai merah di tanah vertisol Sukoharjo pada
musim kemarau. J. Hort. Indonesia 3(1): 35-41.
Hasibuan ASZ. 2015. Pemanfaatan bahan organik dalam memperbaiki beberapa
sifat tanah pasir pantai selatan Kulon Progo. J. Planta Tropica of Agro
Science 3(1) 32-40.
Haryanti A, Norsamsi, PCF Sholiha dan NP Putri. 2014. Studi pemanfaatan
limbah padat kelapa sawit. J. Konversi 3(2): 20-29.
11
Intara YI, A Sapei, Erizal, N Sembiring dan MHB Djoefrie. 2011. Pengaruh
pemberian bahan organik pada tanah liat dan lempung berliat terhadap
kemampuan mengikat air. J. Ilmu Pertanian Indonesia 16(2): 130-135.
Junedi H. 2010. Perubahan sifat fisika ultisol akibat konversi hutan menjadi lahan
pertanian. J. Hidrolitan 1(2): 10-14.
Kadarso. 2008. Kajian penggunaan jenis mulsa terhadap hasil tanaman cabai
merah varietas Red Charm. J. Agros 10:134-139.
Kartasapoetra AG. 2004. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan
Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta.
Khoiri A, E Annom dan Wawan. 2013. Perubahan sifat fisik berbagai jenis tanah
di bawah tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang diaplikasi
tandan kosong kelapa sawit (TKKS) di PT. Salim Ivomas Pratama. J. Online
Mahasiswa
Kurniawan E, Ardian dan Wawan. 2014. Sifat kimia tanah dan perkembangan
akar kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada berbagai dimensi rorak
dengan pemberian tandan kosong kelapa sawit. J. Online Faperta 1(2).
Kesumaningwati R. 2015. Penggunaan MOL bonggol pisang (Musa paradisiaca)
sebagai decomposer untuk pengomposan tandan kosong kelapa sawit. J.
Zira’ah 40(1): 40-45
Mahmood M, K Farroq, A Hussain, R Sher. 2002. Effect of mulching on growth
and yield of potato crop. Asian J. of Plant Sci. 1(2):122-133.
Marliah A, Nurhayati dan D Susilawati. 2011. Pengaruh pemberian pupuk organik
dan jenis mulsa organik terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai (Glycine
max (L.) Merrill). J. Floratek 6: 192-201.
Pahan. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis Dari Hulu
Hingga Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pahan I. 2015. Panduan Teknis Budidaya Kelapa Sawit. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Pratiwi P. 2010. Perubahan beberapa sifat kimia tanah dan pertumbuhan tanaman
jagung (Zea mays L.) pada ultisol akibat pemberian limbah PKS dan cacing
tanah. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara, Medan.
Ramli, AK Paloloang , UA Rajamuddin. 2016. Perubahan sifat fisik tanah akibat
pemberian pupuk kandang dan mulsa pada pertanaman terung ungu
(Solanum melongena L.), Entisol, Tondo palu. J. Agrotekbis 4(2):160 – 167.
Refliaty, G Tampubolon, Hendriansyah. 2011. Pengaruh pemberian kompos sisa
biogas kotoran sapi terhadap perbaikan beberapa sifat fisik ultisol dan hasil
kedelai (Glycine max (L.) Merril). J. Hidrolitan 2(3): 103-114.
Sarief S. 1988. Fisika – Kimia Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.
12
Sarwono E. 2008. Pemanfaatan janjang kosong kelapa sawit sebagai substitusi
pupuk tanaman kelapa sawit. J. APLIKA 8(1): 19-23.
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian IPB. Bogor. 519 hal.
Sudiyani Y, KC Sembiring, H Hendarsyah dan S Alawiyah. 2010. Alkaline
pretreatment and enzymatic saccharification of oil palm empty fruit bunch
fiber for ethanol production. J. Menara Perkebunan 78(2) 70-74.
Suwanto dan Y Oktavianty. 2012. Budidaya 12 Tanaman Perkebunan Utama.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Toiby AR. E Rahmadani dan Oksana. 2015. Perubahan sifat kimia tandan kosong
kelapa sawit yang difermanentasi dengan EM4 pada dosis dan lama
pemeraman yang berbeda. J Agroekoteknologi 6(1): 1-8.
Umboh AH. 2002. Perunjuk Penggunaan Mulsa. Penebar Swadaya, Jakarta.
Widiastuti H dan T Panji. 2007. Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sisa
jamur merang (Volvariella volvacea) (TKSJ) sebagai pupuk organik pada
pembibitan sawit. J. menara Perkebunan 75(2): 70-79.
Winarso S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gaya
Media, Yogyakarta.
Wiskandar. 2002. Pemanfaatan pupuk kandang untuk memperbaiki sifat fisik
tanah di lahan kritis yang telah diteras. Konggres Nasional VII.
Yohansyah WM dan I Lubis. 2014. Analisis produktivitas kelapa sawit (Elaeis
quineensis Jacq.) di PT. Perdana Inti Sawit Perkasa I, Riau. Bul. Agrohorti
2(1):125-131.
Yunindanova MB, H Agusta dan D Asmono. 2013. Pengaruh tingkat kematangan
kompos tandan kosong sawit dan mulsa limbah padat kelapa sawit terhadap
produksi tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) pada tanah ultisol.
J. Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 10(2):91-1.