Upload
tranmien
View
245
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
DAMPAK PERCERAIAN ORANG TUA
TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ANAK
STUDI KASUS PADA TIGA KELUARGA
DI KELURAHAN LODOYONG
KECAMATAN AMBARAWA
KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
LU’LUUL KHASANAH
NIM. 111-12-191
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
ii
iii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemp
iv
v
vi
MOTTO
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
“Sebaik-Baiknya Perhiasan Adalah Istri Sholihah
Sebaik-Baiknya Harta Adalah Anak Yang Sholih-Sholihah
Pula.”
vii
PERSEMBAHAN
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah Bacalah, dan Tuhanmulah yang
maha mulia, Yang mengajar manusia dengan pena,
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (QS: Al-’Alaq 1-5)
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ? (QS: Ar-Rahman 13)
Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat
(QS : Al-Mujadilah 11)
Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Muhammad Shohibul Hadi dan ibu
Qo’idah yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa,
dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak
tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada
didepanku.
2. Almukaram Abah K.H. Hasyim Hadi dan Ummah Nyai.Hj. Umi Hasyim
beserta Almukaram Abah K.H. Abdul Qadir al Hafidz yang selalu
memberikan dorongan spiritual, nasehat dan motivasi selama menimba
ilmu di pesantren.
3. Kedua kakakku Syaiful Bahri Zen,S.Pd.I. dan Muhammad Ulil Absor
yang selalu membimbing, memberikan dorongan dan inspirasi dalam hal
kuliah dan selalu ada saat aku butuhkan.
4. Kedua adikku tercinta Muhammad Abdul Aziz dan Muhammad Idris Lutfi
yang selalu menjadi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, dan
semoga mereka bisa mengikuti langkah kakaknya.
5. Teman-teman mengajarku guru SDN Lodoyong 02 yang menjadi
penyemangat dan selalu memberikan waktu dan ijin untuk penyelesaian
skripsiku.
6. Keluarga besarku yang selalu mendoakan keberhasilanku.
viii
7. Keluarga besar Pon.Pes Al Mujahidin Ambarawa yang selalu ada waktu
untuk keluhkesahku selama ini.
8. Teman sejawat saudara seperjuangan PAI angkatan 2012. "Tak ada tempat
terbaik untuk berkeluh kesah selain bersamasahabat-sahabatterbaik”.
9. Sahabat-sahabatku tercinta (Ara, Ida, Fifi, Silvi, Mbak Uun, Putik, Olip,
Asnan, Ika dan Risma) yang setia menemaniku dalam penyelesaian skripsi
ini.
10. Keluarga besar Asrama Al Muflihun Kota Salatiga yang sudah berkenan
menerima saya untuk menginap dalam penyelesaian skripsi khusus buat
Ustadzah Arfi dan Ustadzah Ida yang welcom dalam menerima saya.
11. Seseorang yang tidak perlu disebutkan namanya. Dia yang selalu memberi
motivasi dan dukungan sampai terselesainya skripsi ini.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Allah SWT, atas
segala limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam semoha
tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para
pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di institut Agama
islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
4. Ibu Dra. Nur Hasanah, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
dengan ikhlas mencurahkan pikiran, tenaga serta pengorbanan waktunya
dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
x
5. Para dosen pengajar di lingkungan IAIN Salatiga, yang telah membekali
pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Keluarga besar penulis, atas segala motivasi, dukungan dan doa restu kepada
penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Berbagai pihak yang secara langsung dan tidak langsung yang telah
membantu baik moral maupu materiil dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang
setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya
dan para pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salatiga, Maret 2017
Penulis
xi
ABSTRAK
Lu’luul, Khasanah. 2017.Dampak perceraian orang tua terhadap pendidikan
agama anak studi kasus dalam tiga keluarga di kelurahan Lodoyong
kecamatan Ambarawa kabupaten Semarang tahun 2017. Jurusan
Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan ilmu
keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Pembimbing: Dra. Nur Hasanah, M.Pd.
Kata Kunci:Pendidikan agama anak, Perceraian Orang Tua
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui Dampak perceraian
terhadap pendidikan agama anak dalam keluarga. Pertanyaan yang ingin dijawab
melalui penelitian ini adalah (1) Apa penyebab terjadinya perceraian orang tua di
kelurahan Lodoyong kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang, (2)
Bagaiamana pendidikan agama anak dalam keluarga sebelum terjadinya
perceraian orang tua? (3) Bagaimana dampak negatif perceraian terhadap
pendidikan agaman anak dalam keluarga? Dengan demikian, tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya
perceraian orang tua di kelurahan Lodoyong kecamatan Ambarawa Kabupaten
Semarang, mengetahui pendidikan agama anak dalam keluarga sebelum terjadinya
perceraian orang tua dan mengetahui dampak negatif perceraian terhadap
pendidikan agaman anak dalam keluarga.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan
bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber
primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi
sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab terjadinya perceraian di
Kelurahan Lodoyong Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang adalah
kekerasan atau penganiayaan berat, hukuman penjara, selingkuh, berganti
pasangan dan zina. Perceraian yang dilakukan dengan cara cerai gugat. Sebelum
terjadinya perceraian anak dididik dengan keteladan, kebiasaan dan nasehat. Dan
dampak perceraian terhadap pendidikan agama anak adalahanak malas mengaji,
malas melakukan sholat, kesopanan kepada orang lain berkurang dengan orang
tua berani membantah dan malas dalam melakukan ibadah-ibadah wajib lainnya.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN BERLOGO ........................................................................................ ii
NOTA DINAS PEMBIMBING ............................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................................................. v
MOTTO ................................................................................................................. vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian................................................................................... 6
D. KegunaanPenelitian ............................................................................... 6
E. Penegasan Istilah ................................................................................... 7
F. Metode Penelitian .................................................................................. 8
G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 15
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A. Perceraian
1. Pengertian Perceraian Orang Tua................................................16
2. Penyebab Perceraian ...................................................................17
3. Dampak Perceraian ....................................................................20
xiii
B. Pendidikan Agama Anak dalam Keluarga ......................................... 22
1. Pengertian pendidikan agama anak dalam keluarga....................22
2. Hak dan kewajiban Ayah, ibu dan anak .....................................25
3. Metode mendidik anak ...............................................................29
C. Dampak perceraian orang tua terhadap pendidikan agama anak dalam
keluarga .............................................................................................36
D. Penelitian yang relevan .....................................................................40
BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data ..................................................................................... 43
1. Letak Geografis Kelurahan Lodoyong Kecamatan Ambarawa .. 43
2. Keadaan Demografi ...................................................................44
3. Keadaan Sarana Prasarana .........................................................45
4. Struktur Organisasi ....................................................................47
B. Temuan Penelitian ...........................................................................47
1. Penyebab Terjadinya Perceraian Orang Tua di Kelurahan
Lodoyong Kecamatan Ambarawa .................................................47
2. Pendidikan Agama Anak dalam Keluarga Sebelum Terjadinya
Perceraian Orang Tua ..................................................................... 50
3. Dampak Perceraian Orang Tua terhadap Pendidikan Agama Anak
dalam Keluarga .............................................................................54
BAB IV : PEMBAHASAN
A. Penyebab Terjadinya Perceraian Orang Tua di Kelurahan Lodoyong
Kecamatan Ambarawa ....................................................................59
B. Pendidikan Agama Anak dalam Keluarga Sebelum Terjadinya
Perceraian Orang Tua ....................................................................... 61
C. Dampak Perceraian Orang Tua terhadap Pendidikan Agama Anak
dalam Keluarga ................................................................................65
xiv
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 69
B. Saran-saran ...................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................71
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................
xv
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Agama ........................................... 44
2. Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Usia ............................................... 44
3. Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ......................... 45
4. Tabel 3.4 Sarana Pendidikan.....................................................................45
5. Tabel 3.5 Sarana Ibadah......................................... ................................... 46
6. Tabel 3.6 Olah Raga/ Kesenian dan Sosial ...............................................46
7. Tabel 3.7 Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Lodoyong ......... 47
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Akta Cerai dan KK
2. Daftar Nilai SKK
3. Riwayat Hidup Penulis
4. Nota Pembimbing Skripsi
5. Surat Keterangan Ijin Meneliti
6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
7. Lembar Konsultasi
8. Pedoman Wawancara
9. Foto-foto
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidup berkeluarga dijalani hampir seluruh umat manusia. Bahkan
orang yang hidup sebatang kara pun pernah mengalami suasana hidup dalam
keluarga. Maka sudah selayaknya jika hidup dalam sebuah keluarga
memberikan warna atau kontribusi tersendiri dalam pembentukan perilaku
seseorang. Hidup dalam keluarga tidak hanya dilihat sebagai urusan pribadi
maupun urusan kemasyarakatan. Akan tetapi hidup berkeluarga sebagai cara
hidup yang sesuai dengan rencana dan kehendak Allah.
Kenyataan yang semacam ini akan mempunyai arti positif pada
kehidupan berkeluarga. Seluruh anggota keluarga tidak hanya sebagai
partner hidup. Namun mereka adalah amanat dari Allah yang harus dijaga.
Dalam penjagaannya tentu harus sesuai dengan kaidah yang telah diberikan
dari Sang pemberi amanat tersebut.
Keyakinan semacam ini akan mendorong seseorang untuk lebih
berhati-hati dan tidak sembarangan dalam menjaga amanat tersebut. Karena
kelak amanat itu pasti dimintai pertanggung jawaban. Sebagaimana firman
Allah dalam Q.S. At-tahrim ayat 6.
2
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Dari ayat tersebut telah jelas bahwa Allah SWT memerintahkan
manusia untuk menjaga diri dan keluarganya dari hal-hal buruk yang akan
merugikan mereka sendiri. Perintah ini dapat dilakukan dengan cara
memperdulikan keluarganya baik dari segi pendidikan maupun perilaku.
Dengan demikian penting sekali peran keluarga bagi anak, karena
keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan,
mendewasakan dan didalamnya anak mendapat pendidikan yang pertama
kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi
merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak, oleh karena
itu keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan
anak, keluarga yang baik akan berpengaruh positif terhadap anak sedangkan
keluarga yang buruk akan berpengaruh negatif (Ahid, 2010: 99).
Keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan
yang pertama dan pendidiknya adalah orang tua. Mereka pendidik bagi
anak-anaknya karena secara kodrat ibu dan bapak diberikan anugrah oleh
Allah berupa naluri orang tua. Dengan naluri ini timbul rasa kasih sayang
kepada anak. Kasih sayang orang tua bersifat menghangatkan, memberi rasa
aman, mampu mengembangkan kepribadian, menanamkan disiplin,
memberikan arahan dan dorongan serta bimbingan agar anak berani dan
mampu dalam menghadapi kehidupan.
3
Namanya orangtua pasti ingin menjadikan anak itu lebih baik
dibandingkan diri mereka, dengan demikian pasti orang tua memberikan
bekal hidup untuk anak-anak mereka agar hidupnya lebih baik dari pada
orangtuanya. Salah satu bekal yang diberikan orang tua kepada anak-
anaknya adalah pendidikan agama.
Agama sebagai pondasi yang dapat membentengi anak agar ketika ia
remaja maupun dewasa nantinya dapat mengfilter segala yang buruk. Di
dalam mendidik anak, orang tua harus betul-betul mampu memiih suatu
metode yang tepat serta dapat berpengaruh positif terhadap tingkat
perkembangan anak. Karena memang orang tua mempunyai pengaruh yang
sangat penting terhadap masa depan anak dalam berbagai tingakatan umur
mereka, dari masa kanak-kanak hingga remaja, sampai beranjak dewasa
baik dalam mewujudkan masa depan yang bahagia dan gemilang maupun
masa depan yang sengsara dan menderita.
Namun disisi lain, keluarga khususnya orang tua sering kali menjadi
sumber konflik bagi sejumlah orang. Secara tidak sadar keluarga yang tidak
harmonis kebanyakan mengarah pada terjadinya perceraian. Permasalahan
yang seperti itu salah satu hal yang ditakutkan oleh seorang anak. Ketika
perceraian terjadi anak akan menjadi korban utama, anakmerasa tidak aman,
tidak diinginkan atau ditolak oleh orangtuanya, sedih dan kesepian, marah,
kehilangan, merasa bersalah, menyalahkan diri sendiri dan semangat
menurun. Perasaan-perasaan itu oleh anak dapat termanifestasi dalam
bentuk perilaku suka mengamuk, menjadi kasar, dan tindakan agresif
4
lainnya, menjadi pendiam, tidak lagi ceria, tidak suka bergaul, sulit
berkonsentrasi, dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi di
sekolah cenderung menurun, suka melamun, terutama mengkhayalkan
orangtuanya akan bersatu lagi.
PerceraianmenurutUU No.1 Tahun 1974tentangperkawinanpasal 39
ayat 1 Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak(Nasution, 2002: 221).Banyaknya perceraian yang terjadi
diantara pasangan suami istri disebabkan karena mereka sudah tidak dapat
membina hubungan perkawinan dan rumah tangga lagi. Berita tentang
perceraian suami istri banyak menghiasi tayangan media elektronik seperti
televisi dan media cetak.
Perceraiantidakhanyaterjadidikalanganparaartissajanamundikalangan
masyarakatbiasapunbanyak yang terjadi.Sepertihalnya di daerahkabupaten
Semarang, pada tahun 2015 tercatat bahwa tingkatperceraian suami istri
mencapai 2.214 perkara yang diputusi dari 8.000 angkapernikahan yang
terjadi.
Dari 2.214 perkara perceraian ini masing- masing meliputi 1.319 perkara
perceraian yang diputus di Pengadilan AgamaAmbarawa. Dari pernyataan
tersebut berarti tingkat perceraian di kecamatan ambarawa termasuk
kategori tinggi dengan berbagai alasan yang melatar belakangi. Dalam hal
ini kasus yang diangkat oleh penulis adalah kasus perceraian
hidup/perceraian yang terjadi karena kedua belah pihak baik suami atau istri
5
sudah tidak ada keharmonisan dan banyak konflik yang menjadi faktor
penyebab.
Cerai merupakan peristiwa traumatis yang sangat berdampak besar
terhadap anak-anak. Anak akan merasa sangat kehilangan orang tua dari
kehidupan yang dijalaninya. Hal itu akan sangat berpengaruh besar terhadap
perkembangan pribadi anak atau perkembangan psikologis anak. Selain itu
anak akan merasa tidak nyaman di rumah dan sebagai kompensasi, anak
akan mencari tempat yang nyaman yang sekiranya dapat menerimanya dan
membuat nyaman. Tidak seperti orang dewasa yang dapat berpaling pada
teman, atau pun kerabatnya untuk mendapatkan dukungan moril dan saran,
sedangkan anak korban perceraian mereka tidak dapat dukungan dari
siapapun. Konflik yang terjadi pada kedua orangtua sudah pasti akan
berimbas pada anak-anak mereka. Hidup di lingkungan keluarga yang sering
bertengkar, akan menyulitkan bagi anak untuk mengembangkan kepribadian
yang sehat. Hal ini membuka peluang bagi perkembangan rasa kurang
percaya diri yang intens, yang membuat mereka sering mengalami
kegagalan dalam meraih prestasi yang optimal (Sadarjoen, 2005: 93).
Terutama dalam pendidikan didalam keluarga. Karena ayah dan ibu anak
sudah bercerai, pasti perhatian, mengawasi, mendidik, dan kepedulian
terhadap anak berkurang apalagi dalam hal pendidikan agama. Biasanya
sebelum orang tua bercerai anak diperhatikan, setiap waktu sholat
diingatkan untuk melakukan sholat dan diajak sholat berjamaah, kemudian
anak dimasukkan ke Taman Pendidikan Al-qur’an dan dimasukkan ke
6
sekolah-sekolah yang bernafaskan Islam. Namun setelah orangtua bercerai
kehidupan anak menjadi terbalik, sekarang banyak orangtua yang
menitipkan anaknya kepada kakek ataupun neneknya kemudian hanya
dikasih uang, tidak pernah memperhatikan bagaimana perkembangan
anaknya, dari prestasi si anak di sekolahan, sholatnya, puasanya, sopan
santunnya dan mengajinya. Seperti halnya yang dirasakan anak-anak
Kelurahan Lodoyong Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang yang
banyak menjadi korban perceraian orang tua mereka. Diantara mereka
sering melakukan perbuatan yang sesuka hati yang menurut mereka itu
paling benar, ketika diantar mengaji malah bolos, disuruh sholat malah
membangkan, kepada orangtua berani, dll.
Bertolak dari latar belakang diatas maka penulis mengangkat judul
sebagai berikut:
“DAMPAK PERCERAIAN ORANG TUA TERHADAP
PENDIDIKAN AGAMA ANAK STUDI KASUS PADA TIGA
KELUARGA DI KELURAHAN LODOYONG AMBARAWA
KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2017”.
B. RumusanMasalah
Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi
permasalahan danakan dikaji melalui penelitian ini. Adapun beberapa
permasalahan itu dapat penulis rumuskan sebagi berikut:
7
1. Apa penyebab terjadinya perceraian orang tua di kelurahan Lodoyong
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang 2017?
2. Bagaimana pendidikan agama anak dalam keluarga sebelum terjadinya
perceraian orang tua di kelurahan Lodoyong Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang 2017?
3. Bagaimana dampak negatif perceraian orang tua terhadap pendidikan
agama anak dalam keluarga di kelurahan Lodoyong Kecamatan
Ambarawa Kabupaten Semarang 2017?
C. Tujuan
1. Mengetahui penyebab terjadinya perceraian orang tua di kelurahan
Lodoyong Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang 2017.
2. Mengetahui pendidikan agama anak dalam keluarga sebelum terjadinya
perceraian orang tua di kelurahan Lodoyong Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang 2017.
3. Mengetahui dampak negatif perceraian orang tua terhadap pendidikan
agama anak dalam keluarga di kelurahan Lodoyong Kecamatan
Ambarawa Kabupaten Semarang 2017.
D. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan tersebut diatas maka manfaat yang diharapkan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut
8
1. Dapat memberikan sumbangan dan informasi yang berarti bagi
pengembangan keilmuan di bidang pendidikan dan psikologis anak.
2. Sumbangsih pemikiran tentang dampak perceraian orang tua terhadap
psikologis anak di Kelurahan Lodoyong Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang.
3. Sebagai tambahan referensi dan bahan acuan untuk peneliti selanjutnya
bagi yang berminat dibidang pembahasan yang sama.
9
E. Penegasan Istilah
1. Perceraian orang tua
Cerai diartikan pisah/ putus hubungan sebagai suami istri atau
dalam Islam adalah talak (Pusat Bahasa, 2008: 290 ).
Orang tua adalah pembimbing dan pendidik dalam keluarga
yang pertama dan utama bagi anak-anaknyayaitu bapak dan ibu.
Perceraian orang tua adalah terputusnya keluarga atau
perpisahan yang terjadi antara suami dan istri karena salah satu
meninggal ataupun keduanya tidak bisa didamaikan dihadapan hakim
karena alasan tertentu dan tidak bisa menjalankan kewajibannya dalam
hal urusan suami istri.
2. Pendidikan AgamaAnak dalam Keluarga
Pendidikan dalam kamus besar bahasa indonesia pusat bahasa
(2008: 326) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang alam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Agama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
(2008: 15) adalah ajara, sistem yang mengatur tata keimanan (
kepercayaan ) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta
lingkungannya ( Islam, Kristen, Buda ).
Anak dalam kamus besar bahasa indonesia adalah manusia yang
masih kecil.
10
Keluarga adalah ibu dan ayah beserta ank-anaknya seisi rumah.
Pendidikan agama anak dalam keluarga adalah proses
pengubahan sikap dan perilaku anak sesuai pedoman atau ajaran yang
dianut didalam rumah dan pendidiknya adalah ayah dan ibu.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research).
Penelitian lapangan adalah suatu tindakan penelitian yang dilakukan di
tempat penelitian yang dipilih untuk menyelidiki gejala objektif yang
terjadi di lokasi penelitian (Fathoni, 2006: 96). Penulis mengumpulkan
data dari lapangan dengan mengadakan penyelidikan secara langsung di
lapangan untuk mencari berbagai masalah yang ada relevansinya
dengan penelitian ini (Muhadjir, 2002: 38).
Untuk melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan
penelitian kualitatif. Moloeng menjelaskan penelitian kualitatif adalah
prosedur data penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
(Moloeng, 2011: 4).
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti sebagai pengamat, dalam hal ini tidak
sepenuhnya berperan dalam proses pembelajaran tetapi masih
melakukan fungsi pengamatan (Moleong, 2007: 77). Penelitian ini
11
dilakukan oleh peneliti dengan mengunjungi Dusun Pandean Kelurahan
Lodoyong Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang dan terlibat
secara langsung dalam usahanya untuk memperoleh data dan berbagai
informasi. Penelitian ini dilaksanakan oleh penulis pada bulan Januari
2017 sampai selesai.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Pandean Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang yang difokuskan pada 3 orang anak. Peneliti
memilih lokasi ini karena sebelumnya belum pernah ada yang
melakukan penelitian tentang dampak perceraian orang tua terhadap
perkembangan psikologi pendidikan agama anak di Dusun Pandean
Kelurahan Lodoyong Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang.
4. Sumber Data
Untuk pengambilan data dalam penelitian ini, penulis
mengambil dan mengumpulkan data dari sumber data primer (utama)
dan sumber data sekunder (pendukung).
a. Sumber Primer
Sugiyono (2010: 308-309) mengatakan bahwa sumber data
primer adalah sumber data yang langsung memberikan data. Dalam
penelitian ini, data primernya adalah orang tua yang mengasuh anak
yang menjadi korban perceraian orang tua.
12
b. Sumber Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Data sekundernya seperti
kroscek dari anak yang menjadi korban perceraian dan tokoh
masyarakat atau guru ngaji dan dokumen-dokumen seperti Studi
Pustaka digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang
berhubungan menunjang dengan permasalahan penelitian. Data dan
informasi diperoleh melalui studi daftar pustaka melalui buku,
lapangan penelitian, karya ilmiah, dokumenp-dokumen, arsip pihak
terkait, catatan-catatan, artikel dan koran.
5. Metode Pengumpulan Data
Menurut Maslikhah (2013: 321), prosedur pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observasi,
wawancara mendalam, dan dokumentasi.
a. Wawancara
Menurut Maslikhah (2013:321) Wawancara adalah suatu
bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang lainnya
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan
tertentu.
Penulis melakukan wawancara dengan para subyek primer
(orang tua yang bercerai yang mengasuh anak saat ini ) untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan tentang bagaimana penyebab
perceraian mereka, bagaimana psikologi pendidikan anak sebelum
13
terjadinya perceraian, dan dampak perceraian mereka terhadap diri
anak.
b. Observasi
Observasi dapat diinterpretasi secara komprehensif sebagai
suatu pengamatan mendalam, teliti mengenai fenomena yang ada di
sekitar kita dan kemudian didokumentasikan dalam rangka untuk
mengungkapkan keterkaitan antarfenomena. Dengan demikian
kegiatan observasi tidak lepas dari kegiatan untuk membuat
dokumen (pendokumentasian) mengenai gejala itu sendiri (Yunus,
2010: 376). Metode ini penulis gunakan untuk mengamati,
mendengarkan, mencatat secara langsung tentang keadaan atau
kondisi pendidikan agama anak dalam keluarga cerai di kelurahan
Lodoyong Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2017.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu metode untuk mencari
data yang terkait dengan hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya (Arikunto,
2006: 231). Metode ini digunakan penulis untuk mencari data
tentang mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan-
kebijakan publik khususnya pelayanan sosial kemasyarakatan.
14
6. Analisis Data
Dalam analisis data ada yang mengemukakan proses dan ada
pula yang menjelaskan tentang komponen-komponen yang perlu
ada ( Moleong, 2009: 248 ).
Analisis data yang digunakan adalah analisi data secara induktif.
Berarti bahwa upaya pencarian data bukan dimaksudkan untuk
membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelum penelitian
diadakan, akan tetapi lebihmerupakan pembentukan abstraksi
berdasarkan bagian-bagian yang telah dikumpulkan kemudian
dikelompok- kelompokkan ( Moleong, 2009: 10-11 ).
Menurut Salim dalam tulisan Maslikhah (2013: 323), proses
analisis data sebagaimana penelitian kualitatif, digunakan teknik
analisis data sebagai berikut:
a. Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan pada
penyederhanaan, abstraksi dan transformasi data kasar yang
diperoleh di lapangan.
b. Penyajian data yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang
memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
c. Verifikasi dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif
mencari makna dari gejala yang diperoleh di lapangan, mencatat
15
keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin
ada, alur akusalitas, dan proposisi.
7. Pengecekan Keabsahan Temuan
Sebagai upaya untuk membuktikan bahwa data yang diperoleh
itu benar-benar valid, maka peneliti menggunakan teknik triangulasi.
Menurut Moleong (2011: 330-332) data yang telah terkumpul diuji
keabsahannya dengan teknik triangulasi data. Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dan
untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Teknik
triangulasi yang paling banyak digunakan ialah melalui sumber lainnya.
Ada tiga macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan, yaitu sumber,
metode, dan teori.
a. Triangulasi sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif, menurut Patton
hal itu dapat dicapai dengan jalan:
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil data
wawancara;
2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan apa yang dikatakannya secara pribadi;
3) Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang-orang
tentang situasi dengan apa yang dikatakannya sepanjang
waktu;
16
4) Membandingkan keadaan dan persepektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang; dan
5) Membandingan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan.
b. Triangulasi metode,menurut Patton terdapat dua strategi, yaitu
pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian
beberapa teknik pengempulan data dan pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
c. Triangulasi teori, menurut Lincoln dan Guba menganggap bahwa
fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau
lebih teori. Sedangkan Patton berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu
dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan banding
(Moleong, 2011: 330-332).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik
triangulasi sumber yaitu dilakukan dengan cara membandingkan hasil
wawancara dengan hasil observasi atau sebaliknya, dan
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
Dengan teknik triangulasi sumber, penulis membandingkan hasil
wawancara orang tua yang bercerai dengan hasil observasi penulis
tentang kegiatan keagamaannya, membandingkan apa yang dikatakan
orang tua yang single parentdengan apa yang dikatakan oleh anaknya.
17
8. Tahap-Tahap Penelitian
Menurut Moleong (2009: 127), dalam tahap penelitian ini terdiri
dari tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis
data.
a. Tahap Pra-Lapangan
Pada tahapan ini, peneliti harus menyusun rancangan
penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan,
menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan
informan, menyiapkan perlengkapan penelitian. Untuk penelitian
di Kelurahan Lodoyong Kabupaten Semarang, maka peneliti
menyusun rancangan penelitian berupa rumusan penelitian, surat
izin penelitian, persiapan untuk penelitian, beberapa rangkaian
kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penelitian, memilih dan
menentukan informan, serta meyiapkan hal-hal lain yang
dibutuhkan dalam penelitian.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini dibagi atas tiga bagian, yaitu memahami latar
penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperan
serta sambil mengumpulkan data. Dengan demikian, peneliti
mempersiapkan diri baik secara fisik maupun mental serta
peneliti juga harus mengingat persoalan etika dan menempatkan
diri ketika berada di Kelurahan Lodoyong Kabupaten Semarang
ini, di antaranya adalah terlebih dahulu sowan untuk menemui
18
Ketua KESBANGPOL Kab.Semarang, Camat Ambarawa, Lurah
Lodoyong, , dan Ketua RT setempat, selanjutnya melakukan
observasi pada anak yang menjadi korban perceraian orang tua
dan kemudian mencari/meminta dokumen-dokumen yang ada di
Dusun Pandean Kelurahan Lodoyong Kabupaten Semarang
untuk dijadikan data penelitian.
c. Tahap Analisis Data
Menganalisa hasil temuan data dari penelitian baik secara
lisan ataupun tulisan. Semua data yang diperoleh di Dusun
Pandean Kelurahan Lodoyong Kabupaten Semarang akan
dianalisis dan dipilah oleh peneliti.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan
untuk mempermudah jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan isi
skripsi. Oleh karena itu, skripsi ini akan penulis susun dengan sistematika
sebagai berikut.
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan penelitian,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
19
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang berbagai teori yang menjadi landasan
teoritik penelitian, meliputi pengertian pengertian pendidikan agama anak,
perceraian, faktor yang mempengaruhi perceraian orang tua, dampak
perceraian terhadap pendidikan agama anak dalam keluarga.
BAB III: PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum Kelurahan Lodoyong
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang dan data dari hasil penelitian.
BAB IV: PEMBAHASAN
Bab ini membahas satu persatu tentang analisis data dari hasil
penelitian.
BAB V: PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Perceraian OrangTua
1. Perceraian OrangTua
Cerai atau talak adalah melepaskan ikatan perkawinan atau
putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu
tertentu atau selamanya. Perceraian berawal dari kata dasar cerai dan
mendapati awalan “per” dan akhiran “an” yang mempunyai fungsi sebagai
pembentuk kata menjadi perceraian yang berarti perbuatan cerai.
Menurut bahasa, talak berarti menceraikan atau melepaskan.
Sedangkan menurut syara’ yang dimaksud talak adalah memutuskannya
perkawinan yang sah, baik seketika atau dimasa mendatang oleh pihak
suami dengan mengucapkan kata-kata tertentu atau cara yang lain yang
menggantikan kedudukan hal tersebut.
PerceraianmenurutUU No.1 Tahun 1974tentangperkawinanpasal 39
ayat 1 Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan
setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak (Nasution, 2002: 221).
Menurut Anik Farida dkk (2007: 17) dalam buku yang berjudul
Perempuan dalam sistem perkawinan dan perceraian diberbagai komunitas
dan adat mengatakan bahwa perceraian adalah terputusnya keluarga yang
disebabkan karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk
21
saling meninggalkan dan dengan demikian berhenti melaksanakan
kewajibannya didalam keluarga.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, perkawinan dapat putus karena: kematian, perceraian,
dan atas keputusan pengadilan. Sedangkan perceraian hanya dapat
dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak bisa mendamaikan kedua belah pihak
(Anik dkk, 2007: 79-80).
Orang tua adalah pembimbing dan pendidik dalam keluarga yang
pertama dan utama bagi anak-anaknya yaitu bapak dan ibu, yang keduanya
sangat mendukung terhadap masa depan anaknya.
Perceraian orang tua adalah terputusnya keluarga atau perpisahan
yang terjadi antara ayah dan ibu (suami/istri) yang keduanya tidak bisa
didamaikan dihadapan hakim karena alasan tertentu dan tidak bisa
menjalankan kewajibannya dalam hal urusan suami istri.
2. Penyebab Perceraian
Adapun alasan-alasan putusnya perkawinan, baik dengan cerai
talak atau cerai gugat, dalam perundang-undangan Indonesia adalah
(Afandi, 2004: 126).
a. Apabila salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi dan lain-lainnya yang sukar disembuhkan.
22
b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 tahun berturut-turut
tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal
lain di luar kemampuannya..
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan terhadap pihak yang lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang
mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/istri.
f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.
g. Suami melanggar taklik-talak.
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak
rukunan dalam rumah tangga.
Diatas itu merupakan alasan-alasan yang bisa diterima oleh
hakimuntuk mengabulkan permohonan dalam kasus perceraian. Namun
kebanyakan keluarga atau suami/istri yang bercerai karena masalah
konflik-konflik yang tidak bisa diselesaikan.
Perceraian dalam keluarga itu biasanya berawal dari suatu konflik
antara anggota keluarga, baik itu dari ayah, ibu, dan anak. Konflik atau
pertikaian yang sering terjadi didalam keluarga banyak faktor yang
menjadi penyebab terjadinya konflik tersebut. Diantaranya, persoalan
23
ekonomi, perbedaan usia yang besar, keinginan memperoleh anak putra
(putri), dan persoalan prinsip hidup yang berbeda. Faktor lainnya berupa
perbedaan penekanan dan cara mendidik anak, juga pengaruh dukungan
sosial dari pihak luar, tetangga, sanak saudara, sahabat dan situasi
masyarakat yang terkondisi, dan lain-lain. Semua faktor ini menimbulkan
suasana keruh dan meruntuhkan kehidupan rumah tangga.
Faktor yang medorong terjadinya konflik rumah tangga (Dagun,
2013:114):
a. Ekonomi
Untuk urusan ekonomi segala hal bisa berubah, banyak orang
yang (terpaksa) menggadaikan kesetiaannya hanya demi barang mewah
ataupun sebungkus nasi. Karena memang syarat utama untuk menjalin
pernikahan adalah mempunyai pekerjaan yang layak dan ekonomi yang
cukup untuk kebutuhan keluarga baru setelah menikah. Jika keadaan
ekonomi dalam rumah tangga semakin menipis tentu menyebabkan
banyak masalah baru sehingga menimbulkan cekcok antara suami-istri.
b. Usia
Usia saat menikah, pasanganyang menikah pada usia 20 tahun
atau diusia yang lebih muda memiliki kemungkinan perceraian lebih
tinggi terutama selama 5 tahun pertama usia pernikahan.
c. Persoalan prinsip
Masalah prinsip ini biasanya berkaitan dengan agama, karir,
anak, dan lain-lain.
24
d. Dukungan dari pihak luar
Biasa kasus ini berasal dari dalam keluarga sendiri, bisa dari
orang tua, sanak saudara, tetangga ataupun dari sahabat sendiri.
3. Dampak Perceraian
Percerain mempunyai dampak yang besar untuk keluarga baik
ayah, ibu maupun anaknya. Perceraian tidak selamanya menyisakan
dampak negatif saja, namun perceraian mempunyai dampak positif dan
negatif (Farida, 2007: 59-61).
a. Dampak positif
1) Bagi mantan suami/ istri merasa bebas dari tekanan, kesengsaran
dan kekerasan.
2) Mantan suami/istri bisa bekerja dan hasilnya untuk dirinya sendiri
dan anak
3) Anak menjadi lebih mandiri
4) Anak mempunyai kemampuan untuk bertahan
5) Beberapa anak menjadi lebih kuat dan bangkit
b. Dampak negatif
Dampak yang terjadi pada umumnya untuk anak dan orangtua
adalah mantan suami/ istri bertindak sebagai orangtua tunggal (single
parent) bagi anak-anaknya, melahirkan rasa traumatis pada anak,
perubahan hidup pada anak, kualitas hidup anak. Untuk dampak yang
khusus untuk anak adalah:
1) Kesehatan fisik
25
Anak dari keluarga bercerai memiliki fungsi fisik yang lebih
lemah, hal ini dapat disebabkan oleh sumber keuangan yang
diterima anak menjadi lebih sedikit sehingga dapat berpengaruh
terhadap ketersediaan dana kesehatan untuk anak.
2) Emosi
Ketidakstabilan suasana hati dan emosi merupakan salah
satu dampak jangka pendek yang ditimbulkan akibat dari
perceraian orang tua. Anak akan mengalami berbagai emosi
sebelum proses perceraian, selama proses perceraian dan setelah
proses perceraian.
Tentu berdampak pada mental anak yang tertekan, merasa
sedih, down, gelisah, stres, atau bahkan sampai depresi berat,
minder, perilaku kasar, kemudian anak jarang pulang ke rumah,
kehidupan anak mulai kacau bahkan sampai bertindak yang sudah
kelewat batas.
3) Hubungan dengan orang tua
Karena anak lebih tergantung pada orang tua, anak yang
mengalami kekurangan hubungan dengan orangtua akan
mengalami trauma emosional yang hebat. Karena ketika orangtua
yang masih utuh kasih sayang dan perhatian yang diberikan pasti
jauh lebih besar dibandingkan dengan hanya diasuh oleh satu
orangtua saja. Dan anak merasa kurang jika perhatian atau kasih
sayang itu hanya diberikan dari orang tua yang single parent.
26
Dagun (2013: 115) mengatakan bahwa setiap tingkat usia anak
dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru ini memperlihatkan cara dan
penyelesaiannya berbeda. Kelompok anak yang belum berusia sekolah
pada saat kasus ini terjadi, ada kecenderungan untuk mempersalahkan diri
bila ia menghadapi masalah dalam hidupnya.
Kelompok anak yang sudah menginjak usia besar pada saat terjadi
kasus perceraian memberi reaksi lain. Kelompok anak ini tidak lagi
menyalahkan diri sendiri, tetapi memiliki sedikit perasaan takut karena
perubahan situasi keluarga dari merasa cemas karena ditinggalkan salah
satu dari kedua orangtuanya.
Kelompok anak yang sudah menginjak usia remaja, anak sudah
mulai memahami seluk beluk arti perceraian.
B. Pendidikan Agama Anak dalam Keluarga
1. Pengertian Pendidikan Agama dalam Keluarga
Pendidikan dalam kamus besar bahasa indonesia pusat bahasa ( 2008:
326 ) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Menurut Hamdani dalam Ahid (2010: 3) Pendidikan didalamnya
adalah mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua ke generasi
muda dalam usaha mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan
keterampilan.
27
Agama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa ( 2008:
15 ) adalah ajara, sistem yang mengatur tata keimanan ( kepercayaan ) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya ( Islam,
Kristen, Buda ).
Berarti pendidikan agama adalah proses pengubahan sikap dan tata
laku sesorang atau kelompok untuk memperbaiki diri/ mendewasakan diri
sesuai dengan ajaran atau kepercayaan masing-masing. Ajaran yang
dimaksudkan oleh penulis di sini adalah ajaran agama islam. Karena islam
merupakan ajaran yang menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, alam
sekitar dan dengan Allah SWT sebagai penciptanya.
Secara etimologis keluarga dalam istilah Jawa terdiri dari dua kata
yaitu kawula dan warga. kawula berarti abdi dan warga adalah anggota.
Artinya keluarga adalah kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian
tanpa pamrih demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di
dalamnya.
Menurut Aziz (2015: 16 ) keluarga adalah sekelompok orang yang
terdiri dari kepala keluarga dan anggotanya dalam ikatan nikah ataupun
nasab yang hidup dalam satu tempat tinggal, memiliki aturan yang ditaati
secara bersama dan mampu mempengaruhi antar anggotanya serta memiliki
tujuan dan progam yang jelas. Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu, anak,
saudara dan kerabat lainnya.
28
Menurut Abdurrahman an Nahlawi dalam Ahid (2010: 61) Keluarga
merupakan lembaga pertama dan utama yang dikenal oleh anak. Hal ini
disebabkan, karena kedua orangtuanyalah orang yang pertama dikenal dan
diterimanya pendidikan. Bimbingan, perhatian, dan kasih sayang yang
terjalin antara kedua orang tua dengan anak-anaknya merupakan senjata
yang ampuh bagi pertumbuhan dan perkembangan psikis serta nilai-nilai
sosial dan religius pada diri anak.
Pendidikan keluarga adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan pada anak di dalam kelompok kecil
yang pendidiknya adalah ayah dan ibu.
Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa
Pendidikan Agama dalam Keluarga adalah proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan untuk mengembangkan
fitrah keberagamaan seseorang agar lebih mampu memahami, menghayati
dan mengamalkan ajaran-ajaran agama.
Menurut penulis pendidikan agama di sini adalah pendidikan agama
Islam karena ini dalam keluarga yang beragama Islam juga.
Pendidikan agama Islam adalah suatu proses penggalian,
pembentukan, pendayagunaan dan pengembangan fitrah dan kreasi serta
potensi manusia melalui pengajaran, bimbingan latihan dan pengabdian
yang dilandasi dan dinapasi oleh ajaran agama islam, sehingga terbentuk
29
pribadi muslim sejati, mampu mengontrol, mengatur dan merekayasa
kehidupan dengan penuh tanggung jawab berdasarkan nilai-nilai ajaran
Islam ( Ahid, 2010: 19 ).
2. Hak dan Kewajiban Ayah, Ibu dan Anak
Didalam anggota keluarga mereka mempunyai hak dan kewajiban
masing-masing (Aziz, 2015: 31-42):
a. Ayah
Kewajiban dan tanggung jawab ayah sebagai kepala keluarga
dalam pendidikan pada hakikatnya mencakup pendidikan tauhid dan
akhlak. Pendidikan tauhid adalah tanggungjawab seorang ayah guna
meluruskan serta memurnikan aqidah setiap anggota keluarga.
Pendidikan tauhid ini tidak semata mengantarkan anggota keluarga
memasuki jenjang akidah atau keyakinan yang benar semata namun juga
dalam penguatan aqidah.
Sedangkan pendidikan akhlak dapat di klasifikasikan menjadi
empat poin yaitu: penanaman dan pengembangan akhlak terhadap Tuhan,
akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap orang lain atau masyarakat
dan akhlak terhadap lingkungan.
Penanaman dan pengembangan akhlak terhadap Tuhan dapat
diimplementasikan dalam bentuk mensyukuri nikmat Tuhan dengan cara
beribadah sesuai dengan petunjukNya. Sedangkan bentuk pendidikan
akhlak terhadap diri sendiri menurut Baharits dalam Safrudin ( 2015: 32
), dapat dikembangkan oleh orang tua melalui beberapa hal diantaranya:
30
1) Pemberian tanggung jawab
2) Menghindarkan anak dari kebakhilan
3) Kecintaan untuk memiliki
4) Menerapkan rasa malu pada anak
5) Mendidik anak untuk menahan amarah
6) Menjauhkan anak dari sifat dusta
7) Menghindarkan anak dari kebiasaan mencuri
8) Menjauhkan anak dari sikap sombong
Ayah adalah seseorang yang sangat berpengaruh pada diri anak.
Karena memang tugas ayah adalah menanamkan akidah mulai dari kecil.
Sesuai dengan pendapat Spock (1991: 91-92 ) bahwa dasar rasa cinta
anak kepada Tuhan serupa dengan dasar rasa cintanya terhadap ayah.
Namun jika anak sudah meninggalkan usia 6 tahun, seorang anak akan
melepaskan diri dari usahanya untuk menjiplak orang tua dan lebih suka
meniru-niru teman sebayanya. Anak yang berusia 6-10 tahun akan
terikat kepada teman-temannya. Mereka ingin mengerjakan segala
sesuatu yang dikerjakan teman-teman. Misalnya temant-teman
melakukan shalat, mengaji dan memakai pakaian muslim, pasti si anak
akan meniru apa yang dilakukan teman-temannya. Tugas orang tua
adalah mendukung walaupun mereka tidak melakukannya.
b. Ibu
Kewajiban dan hak seorang ibu (istri) adalah memperokeh cinta
dan kasih sayang dari sang suami, mendapatkan nafkah yang halal dan
31
yang baik, mendapatkan, bimbingan dan pendidikan khususnya
pendidikan agama dan keluarga, di cukupi segala kebutuhannya baik
ketika masih berusia muda maupun ketika sudah berusia lanjut serta
memperoleh kecukupan lahir maupun batin.
c. Anak
Hak anak dalam keluarga pada hakikatnya mencakup aspek
spiritual, sosial maupun emosional. Adapun rincian dari ketiga aspek
diatas pada substansinya mencakup:
1. Hak nasab dan penyusuan
Artinya seorang anak yang dilahirkan ke dunia berhak memperoleh
hak nasab atau hak menjadi keturunan dari sepasang suami istri (
orang tuanya ) dan sebagai alat untuk menguatkan ikatan perkawinan
keduanya sekaligus menjadi bukti bahwa mereka benar-benar orang
tua anak yang telah dlahirkan.
2. Seorang anak berhak memperoleh pengasuhan dari orang tuanya.
Pengasuhan ini dapat berupa pemeliharaan dalam bentuk pemberian
makan, minum, pakaian dan kesehatan serta pendidikan yang terbaik
sesuai dengan kemampuan anak.
3. Anak berhak memperoleh nama yang baik
Nama adalah sebuah harapan orang tuanyakelak akan berhasil dan
sukses sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Istilah Jawa menyebut
asma kinarya japa ( nama adalah do’a atau pengharapan dari kedua
orang tua).
32
4. Anak berhak mendapatkan bimbingan dan nasihat dari kedua orang
tuanya termasuk pertimbangan dalam memperoleh jodoh atau
pasangan hidup.
Proses pendidikan keluarga secara alami memiliki problematika atau
kendala-kendala baik yang terlihat secara langsung ataupun tidak langsung.
Kendala ini tentunya beriringan erat dengan berbagai macam perangkat-
perangkat pendidikan, baik mencakup unsur fisik, psikis, ataupun kendala
yang muncul dari lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Adapun beberapa kendala pelaksanaan pendidikan dalam keluarga
dapat diklasifikasikan menjadi dua unsur, yaitu intern dan ekstern.
1. Beberapa kendala secara intern diantaranya sebagai berikut:
a) Pemahaman dan perhatian orang tua terhadap pentingnya pendidikan
b) Kemiskinan ekonomi keluarga
c) Lemahnya keimanan orang tua
d) Unsur psikologi
e) Tidak adanya pendidik ( orang tua ) dalam keluarga
f) Sakit atau cacat fisik dan psikologi
g) Komunikasi orang tua
2. Beberapa kendala eksternal adalah:
a. Tontonan
b. Kepedulian masyarakat dalam menumbuhkan nilai-nilai pendidikan
c. Aspek budaya
d. Aspek kenyamanan (Aziz, 2015: 24)
33
Sesuai dengan teori Tabularasa yang dikemukakan oleh John Locke
bahwa perkembangan anak itu sepenuhnya tergantung pada faktor
lingkungan, sebab lingkungan itu dapat mendidik anak menjadi apa saja
(bisa ke arah baik maupun buruk ) sesuai dengan kehendak lingkungan
tersebut ( termasuk juga pendidikannya ) (Baharuddin, 2007: 60-61 ).
3. Metode Mendidik Anak
Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam
pembentukan keberagamaan dan akhlak anak. Sejak kecil anak sudah
mendapat pendidikan dari orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan.
Namun metode yang bisa digunakan untuk mendidik anak tidak hanya itu
saja. Menurut Hadari Nawawi (1993: 213-238) mendidik anak yang baik
dengan cara: keteladanan, kebiasaan, nasihat dan cerita, disiplin, partisipasi
dan pemeliharaan.
a. Mendidik melalui keteladanan
Keberagamaan anak pada usia sekolah dasar (6-12 tahun ) dikenal
dengan istilah imitasi yaitu anak ingin selalu meniru kebiasaan yang
orang lain tampilkan dalam bersikap dan berperilaku, khususnya
kebiasaan orang tua. Sesuai dengan ungkapan Dorothy Law Nolte
dalam Djamarah ( 2004: 25 ) mengatakan bahwa jika anak dibesarkan
dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan
permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan
cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan
penghinaan, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan
34
toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan
dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian,
ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya
perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa
dukungan, ia belajar menyenangi dirinya. Jika anak dibesarkan dengan
kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam
kehidupan.
Dalam kehidupan sehari-hari orang tua tidak hanya secara sadar,
tetapi juga terkadang secara tidak sadar memberikan contoh yang tidak
baik kepada anak. Misalnya, meminta tolong kepada anak dengan nada
mengancam, tidak mau mendengarkan cerita anak tentang sesuatu hal,
memberi nasihat tidak pada tempatnya dan tidak pada waktu yang tepat,
berbicara kasar kepada anak, shalat wajibnya bolong-bolong atau
bahkan tidak pernah melaksanakannya, ayah tidak melaksanakan shalat
jum’at, kemudian orang tua di rumah tidak pernah mengaji terlalu
mementingkan diri sendiri, tidak mau mengakui kesalahan padahal apa
yang telah dilakukan adalah salah.
Dari beberapa contoh sikap dan perilaku dari orang tua di atas
berimplikasi negatif terhadap pendidikan agama anak khususnya dalam
hal keberagamaan (ibadah sehari-hari) dan akhlak anak. Anak telah
belajar banyak hal dari orang tuanya. Anak belum memiliki
kemampuan untuk menilai, apakah perilaku oleh orang tua itu termasuk
baik atau tidak.yang penting bagi anak adalah mereka telah belajar
35
banyak hal dari sikap dan perilaku yang dicontohkan oleh orang tuanya.
Efek negatif dari sikap dan perilaku yang demikian terhadap anak
misalnya, anak tidak mau melaksanakan shalat 5 waktu, tidak mau
shalat jum’at, mempunyai sikap pemalas, pendusta, keras kepala, keras
hati, manja dan lain-lain.
Dengan keteladanan itu diharapkan anak akan mencontoh atau
meniru segala sesuatau yang baik didalam perkataan yang baik didalam
perkataan dan peruatan pendidiknya (orang tua). Sungguh sangat
mustahil bagi orang tua melarang anak-anaknya berkata kotor dan keji,
minum minuman keras, berjudi, begadang dimalam hari dan lain-lain
walaupun orang tua tersebut senang atau selalu melakukannya.
Demikian pula sungguh sangat sulit menjadikan anak bertaqwa dengan
menyuruhnya menunaikan shalat, berpuasa, dll. Jika orang tua sendiri
tidak melakukannya, berarti pada diri orang tua tersebut terdapat
keteladanan yang tidak baik untuk anak-anaknya. Sebaliknya jika orang
tua yang dalam kehidupan sehari-harinya selalu menampilkan perilaku
sabar, ramah, menjauhi semua larangan Allah dan perbuatan amal
kebaikan lainnya, sebagai pendidik di dalam dirinya terdapat teladan
yang baik untuk anak-anaknya.
b. Mendidik melalui kebiasaan
Dalam kehidupan manusia sehari-hari sangat banyak kebiasaan
yang berlangsung otomatis dalam bertutur kata dan bertingkah laku.
Berbagai kebiasaan harus dibentuk pada anak oleh orang tuanya. Mulai
36
dari menggosok gigi, berwudhu dan berdoa sebelum tidur, mencuci
tangan dan berdoa sebelum makan, berdoa sebelum dan sesudah
belajar, wudu sebelum shalat, menghormati keduaorang tua, guru dan
orang yang lebih tua, menyayangi sesama dan orang yang lebih muda,
sapa dan salam ketika bertemu sesama saudara, dll.
Demikian pula masih banyak kebiasaan dalam kehidupan
beragama yang perlu dibentuk agar menjadi tingkah laku yang
dilakukan secara otomatis, misalnya:kebiasaan mengucapkan salam
pada waktu masuk atau meninggalkan rumah bila ada orang lain.
Demikian pula kebiasaan bangun pagi dan segera meninggalkan tempat
tidur, berwudhu dan menunaikan shalat subuh. Kebiasaan melafalkan
“Basmalah” setiap melakukan pekerjaan dan mengucapkan
“Alhamdulillah” setelah menyelesaikan suatu pekerjaan atau setiap kali
mendapat nikmat Allah.
Dari penjelasan di atas jelas bahwa ada dua jenis kebiasaan, yaitu:
1. Kebiasaan yang bersifat otomatis: yaitu kebiasaan yang dilakukan
meskipun anak-anak yang melakukannya tidak mengerti makna
atau tujuannya. Misalnya: membaca basmalah sebelum
mengerjakan suatu apapun.
2. Kebiasaan yang dilakukan atas dasar pengertian dan kesadaran atas
manfaat atau tujuan. Misalnya menunaikan shalat lima waktu yang
dipahami betapa meruginya orang yang meninggalkan shalat lima
waktu.
37
c. Mendidik melalui nasihat dan cerita
Nasihat dan cerita merupakan cara mendidik menggunakan
bahasa, baik lisan maupun tulisan dalam mewujudkan interaksi antara
pendidik dengan anak. Cerita atau nasihat yang bisa dipergunakan
dalam membantu dan mengarahkan anak agar menjadi orang dewasa
yang beriman dan mampu memanfaatkan waktu dalam mengerjakan
sesuatau yang diridhai Allah, untuk mengerjakan keselamatan,
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Sangat
banyak cerita yang dapat disampaikan pada anak, terutama di dalam al-
Qur’an. Karena al-Qur’an adalah penerangan yang isinya dapat bersifat
nasihat tanpa cerita dan dapat pula berupa cerita yang berisi nasihat,
yang disebut petunjuk dan pelajaran bahkan juga peringatan-peringatan.
Sehubungan dengan itu suatu contoh yang menarik adalah tentang
cerita Luqman dalam menasehati anaknya, cerita Qobil dan Habi,
perjuangan para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW
seperti kapal Nabi Nuh, Mukjizat Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, riwayat
nabi Yusuf yang menarik. Demikian juga mengenai tokoh-tokoh yang
dzalim seperti Fir’aun, saudara Nabi Yusuf yang iri dan dengki,
d. Mendidik melalui disiplin
Disiplin adalah tindak lanjut atau pelaksanaan dari kebiasaan-
kebiasaan dan pengulangan kegiatan secara rutin dari hari ke hari yang
berlangsung tertib. Setiap anak harus dibantu hidup secara berdisiplin,
38
dalam arti mau dan mampu ematuhi dan menaati ketentuan-ketentuan
yang erlaku di dalam keluarga.
Ketaatan dan kepatuhan dalam menjalankan tata tertib kehidupan
dirasa tidak akan memberatkan bila dilaksanakan dengan kesadaran
akan penting dan manfaatnya. Kemauan dan dan kesediaan mematuhi
disiplin itu datang dari dalam diri orang yang esangkutan. Akan tetapi
dalam keadaan seseorang belum memiliki kesadaran untuk mematuhi
tata tertib, yang sering dirasakannya memberatkan atau tidak
mengetahui manfaat dan kegunaannya, maka diperlukan tindakan
memaksakan dari luar atau dari orang yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan atau mewujudkan disiplin. Kondisi anak-anaklah yang
sering seperti ini, maka mereka membutuhkan pengawasan dari orang
tuanya, agar anak bisa disiplin dengan tata tertib kehidupannya. Ini
juga mengharuskan orang tua memberikan sanksi atau hukuman bagi
anak yang melanggar, dan bisa memberikan hadiah/penghargaan bagi
anak-anak yang disiplin. Contoh yang sederhana antara lain: anak harus
mematuhi waktu yang tepat untuk belajar membaca ayat suci al-Qur’an
(mengaji), menunaikan shalat lima waktudan berpuasa di bulan
Ramadhan. Apabila disiplin itu telah terbentuk maka akan terwujudlah
disiplin pribadi yang kuat, yang setelah dewasa akan diwujudkan pula
dalam setiap aspek kehidupan.
39
e. Mendidik memalui partisipasi
Manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa manusia lain.
Manusia saling membutuhkan satu dengan yang lain, sehingga perlu
bekerjasama, agar terwujud kehidupan yang harmonis yang didasari
oleh saling percaya mempercayai dan saling hormat menghomati.
Dalam hal pendidikan di dalam keluarga juga seperti itu, orang
tua melibatkan anak dalam sebagian kegiatannya. Kira-kira disesuaikan
dengan perkembangan anak. Jika anak masih SD orang tua harus tahu
kira-kira kegiatan apa saja yang bisa diikuti anak seusia itu. Misalnya,
shalat berjamaah di rumah, kunjungan ke tempat anak yatim,
bersedekah, pengajian majelis taklim dan lain-lain.
Selanjutnya dalam pengikut sertakan anak, janganlah menuntut
proses dan hasilnya sebaik yang dapat dicapai orang dewasa. Namun
dengan demikian diharapkan anak akan terlatih dan mempunai
pengalaman yang nyata.
f. Mendidik melalui pemeliharaan
Berdasarkan kenyataan terlihat pula bahwa masyarakat dan
kebudayaan yang berbeda-beda, menuntut isi kedewasaan yang berbeda
pula antara kedewasaan yang harus dicapai oleh anak yang satu dengan
anak yang lain. Dalam keadaan yang seperti itu, maka setiap anak
memerlukan perlindungan dan pemeliharaan. Khususnya anak usia
Sekolah Dasar, pemeliharaan dan perlindungan semakin rumit. Karena
tidak sekedar fisik dan material, tetapi juga mengenai psikis, khusunya
40
yang berkenaan aqidah, akhlak dan syariah. Dalam hal ini anak-anak
memerlukan perlindungan agar tidak mendapat pengaruh buruk dari
kawan-kawannya atau masyarakat disekitarnya. Diantaranya anak harus
dilindungi dari pengaruh kenakalan remaja, perjudian, minum minuman
keras dan lain-lain.
C. Dampak Perceraian Orangtua Terhadap Pendidikan Agama Anak
dalam Keluarga
Perceraian yang terjadi karena berbagai penyebab yang melatar
belakangi mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif sering
kali terjadi kepada mantan suami ataupun mantan istri. Seperti yang
dinyatakan Margaret Mead yang dikutip Dagun (2013: 136) Setiap saat
kita mendambakan kebahagiaan, rukun dengan anak-anak tetapi kita
mempunyai hak untuk mengakhiri suatu perkawinan bila mendatangkan
bencana dan ketidaktentraman. Namun untuk anak-anak pasti mengalami
dampak yang negatif, bisa kita lihat dari segi perkembangan anak. Baik
dalam hal perkembangan fisik, emosional, dan kognitif.
Perceraian melahirkan rasa traumatis bagi anak, apalagi anak itu
menyaksikan langsung konflik yang terjadi antara orangtuanya. Secara
emosional anak akan menjadi kehilangan rasa aman, mereka merasa
tertekan bahkan stres, menimbulkan perubahan fisik, dan mental. Apalagi
jika kasus terjadi pada anak yang berusia sekitar 8-12 tahun, pasti sampai
kapanpun mereka akan ingat dengan kejadian yang saat itu terjadi.
41
Perceraian orang tua terhadap anak tidak selalu berdampak negatif, namun
juga berdampak positif juga, diantaranya:
1. Dampak Positif
a. Anak menjadi lebih mandiri
Anak yang sudah tidak bersama orangtua utuh pasti
kemandiriannya beda dengan anak yang masih diperhatikan kedua
orangtuanya. Karena mereka beranggapan, jika menunggu sampai
kedua orang tua mereka yang sudah bercerai atau salah satu dari
mereka memperhatikan itu membutuhkan waktu yang lama/
kelamaan. Maka dari itu mereka lebih baik melakukan apapun
sendiri, dan melakukan pekerjaan atau apapun yang sudah menjadi
kebiasaannya tidak usah menunggu perintah ari orang lain.
Misalnya: mengikuti TPA walau tidak diantar orang tua,
melaksanakan shalat 5 waktu, sopan santun kepada orang lain, dll.
b. Anak mempunyai kemampuan untuk bertahan
Karena anak yang sudah tidak mempunyai kedua orangtua lengkap
pasti beranggapan aku harus hidup walaupun sendiri. Mereka
bekerja keras agar bisa membiayai diri mereka sendiri, dengan cara
apapun pasti dia lakukan agar bisa bertahan hidup. Kadang dengan
kasus yang terjadi dalam keluarga anak menjadi menghalalkan
sesuatu, yang penting dia bisa bertahan hidup tidak peduli
bagaimana caranya. Namun jika dari awal aqidahnya sudah kuat
pasti dia akan bertahan dengan bernafaskan agama islam.
42
c. Beberapa anak menjadi lebih kuat dan bangkit (Meliy, 2013)
Dalam kasus ini anak yang usia 6-12 tahun karena mereka sudah
mengerti arti kehidupan, saat mereka tahu bahwa orang tua mereka
bercerai pasti awalnya sedih namun kelamaan dia akan menerima
dan bangkit dengan dan akan lebih kuat.
2. Dampak negatif
Dampak yang terjadi pada umumnya bagi anak melahirkan rasa
traumatis pada anak, perubahan hidup pada anak, kualitas hidup anak.
Untuk yang lebih spesifik, antara lan:
a. Emosi
Ketidakstabilan suasana hati dan emosi merupakan salah
satu dampa jangka pendek yang ditimbulkan akibat dari perceraian
orang tua. Anak akan mengalami berbagai emosi sebelum proses
perceraian, selama proses perceraian dan setelah proses perceraian.
Tentu berdampak pada mental anak yang tertekan, merasa
sedih, down, gelisah, stres, atau bahkan sampai depresi berat,
minder, perilaku kasar, kemudian anak jarang pulang ke rumah,
kehidupan anak mulai kacau bahkan sampai bertindak yang sudah
kelewat batas.
b. Hubungan dengan orang tua
Karena anak lebih tergantung pada orang tua, anak yang
mengalami kekurangan hubungan dengan orangtua akan
mengalami trauma emosional yang hebat. Karena ketika orangtua
43
yang masih utuh kasih sayang, perhatian yang diberikan pasti jauh
lebih besar dibandingkan dengan hanya diasuh oleh satu orangtua
saja. Dan anak merasa kurang jika perhatian atau kasih sayang itu
hanya diberikan dari orang tua yang single parent.
Save (2013: 115) mengatakan bahwa setiap tingkat usia anak dalam
menyesuaikan diri dengan situasi baru ini memperlihatkan cara dan
penyelesaiannya berbeda. Kelompok anak yang belum berusia sekolah
pada saat kasus ini terjadi, ada kecenderungan untuk mempersalahkan diri
bila ia menghadapi masalah dalam hidupnya.
Kelompok anak yang sudah menginjak usia besar pada saat terjadi
kasus perceraian memberi reaksi lain. Kelompok anak ini tidak lagi
menyalahkan diri sendiri, tetapi memiliki sedikit perasaan takut karena
perubahan situasi keluarga dari merasa cemas karena ditinggalkan salah
satu dari kedua orangtuanya.
Menurut Djamarah (2004: 30) dalam keluarga Broken Home sering
ditemukan seorang anak yang kehilangan keteladanan. Orang tua yang
diharapkan oleh anaknya sebagai teladan, ternyata belum mampu
memperlihatkan sikap dan perilaku yang baik. Akhirnya anak kecewa
terhadap orang tuanya. Anak merasa resah dan gelisah. Mereka idak betah
tinggal di rumah. Keteduhan dan ketenangan merupakan hal yang langka
bagi anak.
Hilangnya keteladanan dari orang tua yang dirasakan anak
memberikan peluang bagi anak untuk mencari figur yang lain sebagai
44
tumpuan harapan untuk berbagi perasaan dalam duka dan lara. Di luar
ruamah, anak mencari teman yang dianggapnya dapat memahami dirinya;
perasaannya dan keinginannya. Keguncangan jiwa anak ini tidak jarang
dimanfaatkan oleh anak-anak nakal untuk menyeretnya kedalam sikap dan
perilaku tidak baik. Misalnya: mencuri, minum minuman keras, terlibat
pergaulan bebas dan lain-lain. Orang tua manapun pasti tidak suka jika
anaknya terlibat dalam hal yang seperti itu, karena bisa menjerumuskan
anak ke jurang kenistaan. Karenanya orang tua pasti mencari upaya untuk
menghentikannnya dengan cara menasihati anaknya untuk tidak bergaul
dengan anak yang memiliki akhlaq yang tidak terpuji itu.
D. Penelitian yang Releven
1. Skripsi Aminah (STAIN Salatiga, 2010) yang berjudul “Pengaruh
Keharmonisan Keluarga Terhadap Motivasi Belajar Siswa (Studi Kasus
Pada Siswa SDN Kauman Kidul Kecamatan Sidorejo Salatiga)”. Jenis
penelitian skripsi ini adalah penelitian kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa keharmonisan dalam keluarga siswa SDN Kauman
Kidul yang kondisinya sedang malah motivasi belajar anak tinggi dan
untuk kondisi keharmonisan keluarga yang rendah dan tinggi malah
motivasi anak sedang.
2. Skripsi Widi Tri Estuti (UNNES, 2013) yang berjudul “Dampak
Perceraian Orangtua Terhadap Kematangan Emosi Anak Kasus Pada 3
Siswa Kelas VIII SMP 2 Pekunceng Banyumas 2012/ 2013”. Jenis
45
penelitian skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terjadinya perceraian dapatmengakibatkan dampak
negatif dan positif bagi kematangan emosi remaja.Berdampak negatif
karena subyek mengalami kekacauan emosi, ditampakkan olehekspresi
emosi yang berlebihan, tidak terkontrol dan lebih agresif, serta tidak
mampu bersikap rasional, obyektif dan realistik dalam menghadapi
kenyataan,serta tidak memiliki semangat belajar sehingga menyebabkan
prestasi di sekolahmenurun hal ini terjadi karena rasa frustasi dalam
menghadapi masa depan.Sedangkan dapat berdampak positif karena
menunjukkan perilaku yangdicerminkan oleh kemampuan subyek yang
tidak menunjukkan rasa frustasi,memiliki rasa tanggung jawab, dan
mandiri sehingga dalam tindakannya subyeklebih menunjukkan
kedewasaan diri.
3. Skripsi Nur Azizah (IAIN Walisongo Semarang, 2009) yang berjudul
“Perilaku Anak Akibat Perceraian (Studi Analisis Psikologis di Desa
Nalumsari Kabupaten Jepara)”. Jenis penelitian skripsi ini adalah
penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku anak
akibat perceraian di desa Nalumsari Jepara dapat dijelaskan sebagai berikut:
dendam pada ayah,mabuk, keras kepala, mudah tersinggung, mencuri,
membohong, memutarbalikkankenyataan dengan tujuan menipu orang atau
menutup kesalahan.Perilaku lainnya seperti, membolos, kabur, meninggalkan
rumah, keluyuran, pergisendiri maupun berkelompok tanpa tujuan, membawa
benda yang membahayakanorang lain, bergaul dengan teman yang memberi
pengaruh buruk, sehingga mudahterjerat dalam perkara yang benar-benar
46
kriminil. Berpesta pora, membaca buku-bukucabul dan kebiasaan
mempergunakan bahasa yang tidak sopan, tidaksenonoh seolah-olah
menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan, secaraberkelompok makan
di rumah makan, tanpa membayar atau naik bis tanpamembeli karcis.
47
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data
1. Letak Geografis Kelurahan Lodoyong
Lodoyong adalah sebuah kelurahan di kecamatan Ambarawa,
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Lodoyong terletak ditengah kota
Ambarawa terdiri dari beberapa kampung (RW), yaitu Pandean,
Sanggrahan, Lodoyong, Losari, Warung Lanang dan Bugisan.
Secara geografis Kelurahan Lodoyong dibatasi oleh :
a. Sebelah Utara : Kelurahan Kranggan
b. Sebelah Selatan : Kelurahan Pojoksari
c. Sebelah Timur : Kelurahan Panjang
d. Sebelah Barat : Kelurahan Kupang
Luas wilayah kelurahan Lodoyong 113,21 Ha dan keadaan jarak dari
pusat pemerintahan kecamatan 0.5 Km, jarak dari Ibukota Kabupaten Dati II
19 Km, jarak dari Ibukoa Propinsi Dati I 45 Km dan jarak dari Ibukota
Negara 586 Km.
Kondisi geografis Kelurahan Lodoyong terletak pada dataran tinggi,
dengan ketinggian tanah 474 M dari permukaan laut. Di lodoyong suhu rata-
rata 27-300C dengan banyak curahhujannya 1.300 Mm/ Thn.
48
2. Keadaan Demografi
Menurut data statistik, jumlah Kelurahan Lodoyong pada tahun 2016
berjumlah 3183 orang laki-laki dan 3323 orang perempuan dari 2667 kepala
keluarga dan semua berkewargaan Negara Indonesia.
a. Keadaan Penduduk Menurut Agama
Tabel 3.1 Jumlah penduduk menurut agama :
No. Agama Jumlah Penduduk
1 Islam 4763 orang
2 Kristen 712 orang
3 Katholik 1013 orang
4 Hindu 5 orang
5 Budha/ penganut YME 10 orang
JUMLAH 6503 orang
Sumber: dokumentasi di Kelurahan Lodoyong Ke. Ambarawa
b. Jumlah Penduduk menurut Usia
Tabel 3.2 Jumlah penduduk menurut usia
No. Tingkat Usia Jumlah Penduduk
1 04-06 tahun 644 orang
2 07-12 tahun 613 orang
3 13-15 tahun 317 orang
4 20-26 tahun 776 orang
5 27- 40 tahun 1800 orang
JUMLAH 4151 orang
49
Sumber : dokumentasi di Kelurahan Lodoyong Ke. Ambarawa
c. Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian
Tabel 3.3Jumlah penduduk menurut mata pencaharian
No. Mata Pencaharian Jumlah Penduduk
1 Karyawan/ ABRI 1.788 orang
2 Wiraswasta/ Swasta 842 orang
3 Tani 11 orang
4 Pertukangan 4 orang
5 Buruh Tani 609 orang
6 Pensiunan 192 orang
7 Nelayan 1 orang
8 Pemulung -
9 Jasa 42 orang
JUMLAH 3.489 orang
Sumber : dokumentasi di Kelurahan Lodoyong Ke. Ambarawa
3. Keadaan Sarana dan Prasarana di Kelurahan Lodoyong kec.
Ambarawa
a. Sarana Pendidikan Umum
Tabel 3.4 Sarana Pendidikan
No. Jenis Pendidikan Gedung
1 PAUD/KB 1
2 TK 3
3 SD 4
50
4 SMP 1
5 SMU -
Sumber : dokumentasi di Kelurahan Lodoyong Ke. Ambarawa
b. Sarana Ibadah
Tabel 3.5 sarana Ibadah
No. Sarana Ibadah Gedung
1 Masjid 6
2 Musholla 9
3 Gereja 6
4 Wihara -
5 Pura -
Sumber : dokumentasi di Kelurahan Lodoyong Ke. Ambarawa
c. Saran Olah Raga/ Kesenian dan Sosial
Tabel 3.6Olah Raga/ Kesenian dan Sosial
No. Nama Sarana Jenis
1 Sarana Olah Raga 4
2 Sarana Kesenian -
3 Sarana Sosial 1
Sumber : dokumentasi di Kelurahan Lodoyong Ke. Ambarawa
51
4. Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Lodoyong Kecamatan
Ambarawa Kabupaten Semarang
Tabel 3.7 Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Lodoyong
No. Jabatan Nama
1. Lurah Widarpo, S.H
2. Sekretaris Kelurahan Sukarmin, S.E
3. Staf Sekretaris Kelurahan Shoderi
4. Seksi Pemerintahan Nur sukma ernawati, S.E
5. Staf Seksi Pemerintahan Mubin
6. Seksi Pembangunan Istanto, S.E
Sumber : dokumentasi di Kelurahan Lodoyong Ke. Ambarawa
B. Temuan Penelitian
1. Penyebab terjadinya Perceraian Orang Tua di Kelurahan
Lodoyong Kecamatan Ambarawa
Berdasarkan hasil wawancara lapangan yang berkaitan dengan
penyebab terjadinya perceraian antara tiga keluarga tersebut sebagai
berikut.
Penyebab perceraian orang tua dari DD yaitu Ibu LL yang dapat
penulis peroleh data pada tanggal 1 Maret 2017 di Lodoyong dan
hasilnya sebagai berikut.
Kekerasan di dalam rumah tanggalah yang menjadi penyebab
retaknya dan bercerainyai Ibu LL dengan mantan suaminya.
Kekerasan ini berupa pukulan yang dilakukan sang suami kepada Ibu
52
LL. Dan ini dilakukan tidak hanya sekali, namun sudah berkali-kali
dan kejadian yang seperti itu disaksikan secara langsung oleh anak
mereka sendiri, yang saat itu si anak baru berusia 2,5 tahun.
Sebagaimana yang dituturkan oleh ibu LL adalah sebagai
berikut:
“Begitu kulo diajar kulo terus minggat to bu, wong kulo kesah
wong kulo pun wegah. Soale mpun moro tangan, la moro tangane
niku mpun ping bola bali mboten ping pisan mawon la sing terakhir
niku begitu kulo diajar kula langsung kesah mawon trus DD kulo
titipke ten mbah e.” (begitu saya dipukul/ dianiaya kemudian saya
pergi dari rumah bu, karena saya sudah tidak mau lagi. Dia (mantan
suami ibu LL) melakukan kekerasan itu tidak sekali, namun sudah
berkali- kali. Puncaknya itu, saat saya dipukul yang ke sekian kali
saya langsung pergi dari rumah. Dan anak saya DD saya titipkan ke
kakek/ neneknya). (1-3-2017).
Penyebab perceraian responden ke-2 yaitu ibu dari CT (Ibu HS)
yang dapat penulis peroleh data pada tanggal 1 Maret 2017 di
Lodoyong dan hasilnya sebagai berikut.
Penyebab perceraian Ibu HS dengan suaminya karena suami di
penjaraakibat kasusnarkoba. Saat itu ibu HS penulis wawancarai
mengenai penyebab perceraian dia tidak mau menjawab. Sebagaimana
yang dituturkan oleh ibu HS adalah sebagai berikut:
“Mangkeh ten surat cerai enten, mangkeh yen kulo cerita ndak
nyesek. Tapi niki geh mpun kulo pertahanke. Kabeh niku lak yen
mpun enten anak niku lak demi anak to bu. Kulo geh mpun ngeboti
anak, tapi geh bakti untuk suami yen mpun sakit hati geh mboten
saget to bu.” (Nanti disurat cerai ada, nanti kalau saya cerita saya
jadi nyesek. Tapi untuk perceraian ini awalnya saya sudah
pertahankan. Semua itu kalau sudah ada anak itu kan memang untuk
anak to bu. Saya sudah melaksanakan ini demi anak, tapi untuk
berbakti kepada suami itu sudah tidak bisa lagi ). (1-3-2017).
53
Penyebab perceraian responden ke-3 yaitu ibu dari LS (Ibu DY)
yang dapat penulis peroleh data pada tanggal 6 Maret 2017 di
Lodoyong dan hasilnya sebagai berikut.
Menurut Ibu DY penyebab perceraiannya karena suami sudah
menghamili perempuan lain, berganti perempuan dan dipenjara.
Berganti pasangan tidak hanya sekali dua kali, namun beberapa kali.
Dan itu pun dibawa masuk ke dalam rumah mereka. Ibu DY yang ada
di rumah hanya bisa menyaksikan suaminya berhubungan dengan
perempuan lain. Sebagaimana yang dituturkan oleh DY adalah
sebagai berikut:
“Penyebabe kulo cerai niku ki bapak e menghamili tiyang niku
lo bu, trus senengane niku gontas-gantos tiyang estri. Kulo jane
pengen cerai sak cepete bu, mosok kulo ken sak omah terus. Lak
kulo geh mboten kiyat geh. Ning malah bapak e niku mlebet
penjaralan kulo niku malah hamil LS, akhire kulo geh ngentosi LS
lahir. Geh kinten-kinten selapan lah bu. (penyebab saya cerai
adalah bapaknya ketauhan menghamili orang, gonta-ganti pasangan
kencan. Saya ingin secepatnya bercerai bu, masak saya satu rumah
terus dengan suami, saya tidak kuat. Namun malah bapaknya itu
masuk penjara dan saya dalam kondisi hamil LS, akhirnya saya
menunggu LS lahir. Itu sekitar 35 hari lah bu ).” (6-3-2017).
Penyebab perceraian Ibu HS yang penulis dapatkan dari hasil
wawancara dengan guru les putrinya yang bernama AM adalahsuami
Ibu HS tersandung kasus narkoba dan suami Ibu HS harus
dipenjara.Namun yang sebenarnya terjadi adalah Ibu HS masih
sayang dan cinta kepada suaminya, namun orang tua dari Ibu HS
memintanya untuk balik ke Jawa dan membawa hubungangan
54
mereka ke meja hijau.Sebagaimana yang dituturkan oleh AN adalah
sebagai berikut:
Ibu HS memang pernah cerita dengan saya bahwa penyebab
perceraian dari Ibu HS dengan suaminya karena suami tertangkap
polisi karena mengkonsumsi narkoba dan dipenjara. Menurut
penuturan Ibu HS, sebenarnya masih sayang dan cinta. Namun
orang tua dari Ibu HS menginginkan Ibu HS untuk kembali ke
Ambarawa dan bercerai saja gitu. Kemudian Ibu HS ngikut aja
sama orang tuanya. (2-3-2017).
Dari ke tigaresponden penulis bisa menarik kesimpulan bahwa
ke tigakeluarga yang bercerai di atas pada umumnya mengalami
perceraian dengan cerai gugat. Namun penyebab perceraiannya
berbeda beda. Ada yang karena kekerasan dalam rumah tangga,
dipenjara, dan ada pula yang karena kasus perselingkuhanatau
berganti pasangan dan zina.
Mereka yang mengalami perceraian diatas sudah benar-benar
mempertahankan keutuhan keluarganya, agar tidak sampai terjerumus
pada hal yang paling dibenci Allah.Namun menurut hasil penilitian
penulis dari ketiga keluarga itusudah sama-sama mempertahankan
keutuhan keluarga karena mereka semua sudah mempunyai anak.
Namun pribadi masing-masing tidak bisa menerimanya dan akhirnya
memilih jalan untuk bercerai dengan cerai gugat.
2. Pendidikan Agama Anak dalam Keluarga Sebelum Terjadi
Perceraian Orang Tua
Dari observasi yang dilakukan penulis terhadap ketiga keluarga
yang bercerai atau sudah pernah bercerai di Kelurahan Lodoyong
55
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa
pendidikan agama anak dalam keluarga sebelum terjadinya pereraian
orang tua sebagai berikut.
Pendidikan agama anak sebelum terjadinya perceraian orang tua,
menurut ungkapan orang tua yang mengasuh anak sekarang yaitu
responden 1, dia adalah Ibu LL yang dapat penulis peroleh data pada
tanggal 1 Maret 2017 di Lodoyong dan hasilnya sebagai berikut.
Bapak dan ibunya carai DD masih usia 2,5 tahun jadi ibadahnya
belum kelihatan cuma untuk membedakan itu baik atau buruk itu dia
sudah tahu. Karena dia menyaksikan sendiri saat itu Ibunya dipukul
bapaknyayang kesekian kali, dan dia bisa menyimpulkan bahwa yang
jahat itu ibunya bukan ayahnya. Karena anak se usia DD saat itu dia
belum bisa memahami keadaan yang sebenarnya. Seperti yang
dituturkan oleh lbu LL adalah sebagai berikut:
“Kulo cerai DD niku tasih alit bu, sekitar 2,5 tahun. Ngertose
biyambakke pas cerios kalih mbahe niku kulo sing nakal, soale DD
crios ngeten. Mbah, ibu ki nakal. Wong dianu bapak kok bales.
Ngoten niku bu, pas DD cerios kalih ibu e kulo.(Saya bercerai DD itu
masih kecil usia 2,5 tahun. DD tahunya saya yang itu jahat, karena
DD waktu cerita dengan ibu saya dia bilang gini. Nek, ibu itu jahat.
Ketika di pukul bapak ibu itu membalas. Seperti itu bu, saat DD cerita
sama ibu saya).” (2-3-2017).
Pendidikan agama anak sebelum terjadinya perceraian orang tua,
menurut ungkapan orang tua yang mengasuh anak sekarang yaitu
56
responden 2, dia adalah Ibu HS yang dapat penulis peroleh data pada
tanggal 1 Maret 2017 di Lodoyong dan hasilnya sebagai berikut.
Ibu HS dan suami bekerja sama dalam mendidik anak-anaknya.
Anak-anak lebih aktif dalam hal yang positif. Misalnya dalam hal
beribadah, karena sebelum perceraian terjadi mereka tinggal di Aceh
jadi kehidupan keluarganya sangat agamis dan orang tua selalu
memberikan contoh, membiasakan, selalu menasehati anak-anaknya
ketika anak merasa ketidak adilan ataupun hal apa saja. Misalnya,
orang tua selalu membiasakan anak sebelum sholat dan mengaji
berwudhu dulu, sebelum makan berdoa terlebih dahulu., orang tua
mencontohkan perilaku-prilaku terpuji kepada anak ketika di rumah.
Diantaranya, orang tua mencontohkan ketika keluar dari rumah harus
berjilbab, berbicara dengan orang yang lebih tua harus sopan. Pasti
anak juga akan mencontoh apa yang diberikan orang tuanya walaupun
orang tua itu tidak memerintahkannya. Seperti yang telah dituturkan
oleh Ibu HS.
“Sak derenge kulo cerai kan ten Aceh bu, anak-anak niku kan
memang aktif mengaji. Soale yen mboten ngaji geh isin kalih tanggi,
jadi anak geh mpun biasa bu. Trus kalih bapak e geh sok ngajari
keranten bapakke niku geh ngaose sahe. Dek CT niku geh dari kecil
mpun pakai krudung bu, walaupun ten ndalem niku geh pakai baju
pendek. Kulo geh sagete namung ngajarine kalau mpun keluar rumah
niku geh brukut, namun misal ten ndalem geh biasa bu. (Sebelum saya
cerai kami tinggal di Aceh bu, anak-anak itu memang aktif mengaji.
Karena kalau tidak mengaji malu dengan tetangga, jadi anak lama-
kelamaan itu terbiasa bu, tapi bapaknya juga melatih dan
membimbing ngaji karena menang bapaknya dalam hal mengaji
memang bagus bu. Dek CT dari kecil itu sudah pakai kerudung bu,
walaupun di rumah pakai baju pendek. Karena saya juga baru bisa
memberikan contoh seperti itu).”(1-3-2017).
57
Pendidikan agama anak sebelum terjadinya perceraian orang tua,
menurut ungkapan orang tua yang mengasuh anak sekarang yaitu
responden 3, dia adalah Ibu DY yang dapat penulis peroleh data pada
tanggal 6 Maret 2017 di Lodoyong dan hasilnya sebagai berikut.
Ketika Ibu DY dan suaminya cerai LS ( si anak ) baru berusia 35
hari (selapan). Jadi mungkin pendidikan sebelum perceraian belum
bisa diketahui. Namun ketika si anak masih di kandungan hati Ibu DY
sangat terguncang berat dengan apa yang diperbuat suaminya. Seperti
yang telah dituturkan oleh Ibu DY.
“Ceraine kulo akhire kulo geh ngentosi LS lahir. Geh kinten-
kinten selapan lah bu. (saya cerai akhirnya menunggu LS lahir. Ya
kira-kira 35 hari).”(6-3-2017).
Dari penjelasan orang tua mereka masing-masing anak-anak
yang penulis teliti semua sikap dan perilaku sebelum terjadinya
perceraian berbeda-beda karena faktor usia mereka saat terjadinya
perceraian orang tua. Menurut orang tuanya dalam bertutur kata
mereka tidak pernah berkata kotor, dengan sesama teman baik tidak
pilih kasih, sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk, berangkat sekolah salim dengan orang tua atau kakek nenek
dan mengucapkan salam, aktif dalam mengaji, dan sopan dalam
perilaku.
Pernyataan di atas dapat penulis kroscek dari anak-anaknya
sendiri.
58
Banyak anak yang lupa mengenai kejadian perceraian orang tua
karena saat terjadinya perceraian orang tua mereka masih kecil.
Seperti yang telah dituturkan oleh DD.
“Lupa kok bu, kan aku masih kecil. Yang saya ingat itu ibu
dipukuli bapak bu. Mungkin ibu salah, terus dipukuli bapak ya bu.
Kalau cerita dengan mbah saya lupa bu.”(2-3-2017).
Namun yang responden ke 2 Ibu HS cerai anak, berusia 9 tahun
jadi dia sudah banyak mendapatkan pendidikan langsung dari orang
tuanya. Seperti yang telah dituturkan oleh CT.
“Iya bu, aku disana itu setiap hari harus sholat lima waktu.
Kalau tidak nanti kalau aku mau minta sesuatu tidak dikasih sama
papa. Terus disana itu bu setiap sore TPA kalau malam pas papa
tidak tugas pasti papa ngajari aku sama abang ngaji bu, dan sebelum
ngaji sama papa harus wudhu dulu. Kalau abang waktu itu sudah
sampai al Qur’an tapi kalau aku masih sampai iqro’.” (2-3-2017).
Sesuai dengan pernyataan ketiga responden dan kroscek dari
anak-anak mereka sebelum perceraian terjadi di kelurahan lodoyong
kabupaten semarang anak didik orang tuanya dengan kebiasaan
sehari-hari, keteladanan atau contoh dari orang tuanya langsung dan
dengan nasihat-nasihat yang bijak.
3. Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan Agama
Anak Di Kelurahan Lodoyong Kecamatan Ambarawa
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan yang berkaitan
dengan dampak perceraian orang tua terhadap pendidikan anak di
Kelurahan Lodoyong Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang
sebagai berikut.
59
Ketika setelah terjadinya perceraian, orang tua yang mengasuh
saat ini misalnya Ibu HS, dia merasa kurang memperhatikan anak-
anaknya. Karena dari pagi harus berjualan soto sampai sore hari.
Terutama dalam hal sholat 5 waktunya. Seperti yang dituturkan oleh
Ibu HS sebagai berikut:
“Sholat dan ngajinya itu lo bu, nyuwun tulung disanjangi geh
bu. Kalau sholat subuh itu pasti bu. Soale geh dek CT itu yang bantu-
bantu kulo. Kalau sholat dhuhurnya memang sampun ten sekolahan,
tapi bu kalau sholat asyarnya itu lo bu. Kadang kan kulo tasih ten
warung, la dek CT kan tidur siang tidak ada yang membangunkan
terus bablas sampai sore. Jadi tidak sholat asyar, niku geh kadang-
kadang. Kalau sholat magrib itu geh pasti tapi yen sholat isya’ niku
geh jarang bu. Kadang dek CT udah tidur, kulo geh ajeng nangekke
niku geh pripun ngoten. (Sholat dan mengaji itu lo bu, minta tolong di
nasehati bu. Kalau sholat subuh itu pasti bu. Karena dek CT itu yang
membantu saya. Kalau sholat dhuhurnya memang sudah di sekolahan,
tapi kalau sholat asyarnya itu bu. Kadang kan saya masih di warun,
dek CT kan tidur siang tidak ada yang membangunkan. Jadi tidak
sholat asyar , namun itu juga kadang-kadang. Kalau sholat magrib itu
pasti. Namun sholat isya’nya itu juga kadang sudah terlanjur tidur.
Saya yang tidak tega untuk membangunkannya).” (2-3-2017).
Untuk keluarga dari ibu HS memang dampaknya itu tidak terlalu
buruk, karena memang pendidikan dasarnya didalam keluarga
memang matang karena ketika kecil hidup di daerah yang agamis.
Dan orang tua selalu mencontohkan, menasehati, membiasakan hal-
hal yang positif didalam keluarga.
Namun dikeluarga lain karena memang dalam keluarga orang
tua tidak mencontohkan maka sikap dan perilaku anak itu juga
mencontoh orang tuanya. Misal ibu tidak melaksanakan sholat
kemudian anaknya juga tidak melaksanakannya.
60
Setelah terjadinya perceraian itu anak menjadi lebih manja
karena memang dia diasuh oleh seorang ibu saja, yang manja
misalnya, tidak mau TPA kalau tidak di tunggu olehibunya. Kalau di
rumah sama neneknya pasti dia tidak TPA, dia dari rumah berangkat
namun tidak sampai tempat.
Memang anak itu tergantung kebiasaannya soalnya seperti ibu
DY yang ternyata dia tidak pernah melaksanakan sholat, akhirnya
anak pun sama ketika disuruh untuk sholat dia hanya diam dan tidak
melaksanakan..
“Enggih bu, LS dari awal niku ken sholat niku angile pol. Geh
kulo geh tak akoni pancen kulo ki dereng nglampahi, tapi geh mulai
niki kulo ajeng milai nglampahi. ( Iya bu, LS dari awal disuruh unuk
melaksanakan sholat itu sangat susah bu. Iya memang saya akui
kalau saya juga tidak pernah sholat, namun mulai sekarang saya akan
mulai sholat).” (7-3-2017).
Pernyataan di atas dapat penulis kroscek dari anak-anaknya
sendiri.
Seperti dengan CT, memang sekarang dia jarang untuk mengaji.
Karena rumah temannya jauh, sampai-sampai ibunya menghadirkan
guru les ngaji sendiri agar dia bisa melanjutkan mengaji.
Setelah terjadinya perceraian bunda dan papanya dia kembali ke
rumah kakek neneknya yang di Jawa. Dan lingkungan yang ada di
Aceh dan di Ambarawa berbeda sekali. Di Aceh tidak mengaji sekali
malu dengan tetangganya, jika di Ambarawa tidak mengaji beberapa
kali itu hal yang biasa. Seperti yang dituturkan CT sebagai berikut.
61
“Iya bu, dek CT ngajinya masih Iqro’ bu. La temene aja jauh-
jauh tempat ngajinya juga jauh, jadi sering malas bu. Terus biasanya
aku sering ketiduran bu. Misal habis sekolah kan sudah jam dua terus
tidur siang, bunda diwarung jadi tidak ada yang membangunkan.
Mbah kakung dan abang di bengkel, jadi dek CT dirumah sendiri.
Kadang-kadang dek CT juga tidak sholat asyar kok bu , sama sholat
isyak kadang sering ketiduran juga.” (2-3-2017).
CT ini ketika ditanya penulis mengenai puasa senin kamisnya
malah dia hanya jawab dengan senyuman. Memang sesuai yang
dituturkan ibunya dia sering puasa sunah senin dan kamis.
Beda cerita dengan DD, dia terkenal galak sering tidak di rumah
namun mengajinya bagus sudah sesuai dengan maharijul huruf.
Sholatnya masih belum penuh 5 waktu. Seperti yang dituturkan oleh
DD sebagai berikut.
“Aku sering ke tempat tetanggaku bu, cerita-cerita sama temen
tapi kadang ya sama ibunya temenku itu, katane temen-temenku to bu
aku ki galak kok bu. Kalau sholat 5 waktu itu yang susah sholat subuh
bu, pasti kesiangan.” (2-3-2017).
Untuk si LS ini memang orangnya beda dari DD dan CT dia itu
pendiam. Tidak banyak berbicara, ketika ditanya juga menjawabnya
hanya singkat. Dia sekarang masalah sholat dari yang dituturkan
ibunya dia tidak pernah sholat jika di rumah dan disuruh mengaji pasti
tidak sampai tempat TPA. Seperti yang dituturkan LS sebagai berikut.
“La ibu dirumah saja tidak pernah sholat kok bu, terus ngaji
kalau tidak diantar ibu aku tidak mau mau ngaji bu. Misal ibu tidak di
rumah ya udah aku berangkat tapi ke rumahe temen.” (7-3-2017).
Dari pernyataan orang tua dan kroscek dari anak-anak diketahui
bahwa perceraian orang tua sangat berpengaruh terhadap pendidikan
62
anak terutama dalam hal agama. Mulai dari ibadah yang setiap hari
mereka wajib laksanakan yaitu sholat, ada yang tidak melaksanakan
karena orang tua tidak melaksanakan (pendidikan agama dengan cara
membiasakan hal yang buruk), ada yang sholat baru 3 waktu yang 2
waktu jarang karena alasanan di rumah sendiri, dan yang baru 4 waktu
karena memang dia sulit bangun pagi.
63
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Penyebab Terjadinya Perceraian Orang Tua di Kelurahan Lodoyong
Kecamatan Ambarawa
Pada bagian ini penulis akan memberikan analisis tentang data yang
sudah disampaikan pada bab-bab sebelumnya. Untuk memudahkan analisis,
maka akan disusun sesuai dengan pokok masalah. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara di Kelurahan Lodoyong Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang ditemukan berbagai penyebab terjadinya perceraian
orang tua, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Suami melakukan kekerasan atau penganiayaan berat yang
membahayakan terhadap istri.
Kekerasan dalam rumah tangga adalah tindakan yang dilakukan di
dalam rumah tangga baik oleh suami, istri maupun anak yang berdampak
buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan. Kemudian yang
sering terjadi adalah suami melakukan kekerasan terhadap istri atau
anaknya. Namun adapula anak yang sudah besar menganiaya atau
berbuat kekerasan terhadap kedua orang tuanya. Hal ini penulis temukan
dalam wawancara dengan ibuLL pada 1-3-2017 bahwa suami sering kali
memukulinya di depan putrinya yang masih kecil. Dalam kasus tersebut
berarti termasuk penganiayaan terhadap seorang istri.
64
Berkaitan dengan penganiayaan dan kekerasan suami terhadap istri,
Afandi (2004: 126) mengatakan bahwa salah satu alasan putusnya
perkawinan, baik dengan cerai talak atau cerai gugat, dalam perundang-
undangan Indonesia adalahSalah satu pihak melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain.
2. Suami mendapat hukuman penjara.
Dalam hal ini bila terjadi hal yang mengakibatkan adanya
penghukuman penjara yang harus dijalankan oleh salah satu pihak selama
5 tahun atau lebih, pihak yang lain dapat mengajukan tuntutan untuk
memutuskan perkawinan mereka, sebab tujuan perkawinan tidak lagi
dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh masing-masing pihak
yang harus hidup terpisah satu sama lain. Di sini bukan berarti adanya
hukuman penjara tersebut menjadi alasan semata-mata untuk menuntut
perceraian, tetapi hukuman itu akan memberi akibat yang mengganggu
ketentuan dan kebahagiaan di dalam rumah tangga. Namun adanya kasus
salah satu yang di penjara, mungkin itu bisa menjadikan suport atau
motivasi bagi pasangannya. Dengan adanya kasus itu mungkin bisa
menjadikan kedua pasangan sebagai cobaan untuk kesetiaan mereka
berdua. Dengan itu mereka kira-kira tambah mencintai atau malah minta
untuk memutuskan. Hal ini penulis temukan dalam wawancara dengan
AM pada 2-3-2017 bahwa penyebab terjadinya percerainya ibu HS
karena suami terlibat kasus narkoba dan harus masuk penjara.
65
Berkaitan dengan suami mendapat hukuman penjara, Afandi (2004:
126) mengatakan bahwa salah satu alasan putusnya perkawinan, baik
dengan cerai talak atau cerai gugat, dalam perundang-undangan
Indonesia adalahSalah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun
atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
3. Selingkuh, berganti pasangan dan zina.
Selingkuh adalah istilah yang umum digunakan terkait perbuatan
atau aktivitas yang tidak jujur dan menyeleweng terhadap pasangannya,
baik pacar atau suami istri. Istilah ini umumnya digunakan sebagai
sesuatu yang melanggar kesepakatan atas kesetiaan hubungan seseorang.
Dari perselingkuhan ini lama kelamaan bagi seseorang yang sudah
menikah akhirnya menjadi perbuatan zina.
Zina berarti terjadinya hubungan seksual yang dilakukan oleh
seorang yang telah menikah dengan orang lain yang bukan istri atau
suaminya. Jadi ini ternasuk dalam hubungan yang didasarkan suka sama
suka dan dalam keadaan sadar. Sebagaimana yang dituturkan ibu DY
pada 6-3-2017 bahwa suaminya sering membawa perempuan lain masuk
ke dalam rumah mereka.
Berkaitan dengan selingkuh dan bergonta-ganti pasangan, Afandi
(2004: 126) mengatakan bahwa salah satu alasan putusnya perkawinan,
baik dengan cerai talak atau cerai gugat, dalam perundang-undangan
Indonesia adalahApabila salah satu pihak berbuat zina atau menjadi
pemabuk, pemadat, penjudi dan lain-lainnya yang sukar disembuhkan.
66
B. Pendidikan Agama Anak dalam Keluarga Sebelum Terjadi Perceraian
Orang Tua
Pada bagian ini penulis akan memberikan analisis tentang data yang
sudah disampaikan pada bab-bab sebelumnya. Berdasarkan hasil observasi
dan wawancara di Kelurahan Lodoyong Kecamatan Ambarawa Kabupaten
Semarang ditemukan berbagai pendidikan anak di dalam keluarga dancara
orang tua mendidik anak, di antaranya adalah sebagai berikut:
Sebelum terjadinya perceraian, orang tua di dalam keluarga pasti
menginginkan anaknya tumbuh menjadi pribadi yang mempunyai sikap dan
perilaku yang baik sesuai dengan ajaran Agama Islam dan tumbuh menjadi
anak yang sholih sholihah dan mampu menjadi insan kamil. Kunci pokoknya
terletak pada ibadah anak dan perilaku anak. Nilai-nilai ibadah adalah
pemberian pemahaman terhadap anak tentang ruang lingkup ibadah secara
menyeluruh beserta tujuannya.
Dalam hal ini orang tua mempunyai cara untuk mendidik anaknya
agar nilai-nilai ibadah dan nilai akhlak bisa terealisasi dengan baik. Dengan
cara sebagai berikut:
1. Anak dididik melalui keteladanan
Orang tua memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya.
Dengan maksud agar anak kelak mempunyai akhlak yang karimah.
Sesuai dengan yang di contohkan oleh Rasulullah SAW. Baik
mencontohkan dalam hal perkataan, perbuatan atau tingkah laku, seperti:
67
a) Berperilaku sabar
b) Berperilaku ramah
c) Menjauhi larangan Allah dan taat kepada Allah (melaksanakan
shalat)
d) Menutup aurat
Sebagaimana yang dituturkan ibu HS pada2-3-2017 bahwa
putrinya ketika diluar rumah sopan dalam hal busana perkataan,
melaksanakan sholat wajib dengan tidak disuruh orang tua.
Sesuai dengan Hadari Nawawi (1993: 215) Dengan keteladanan
itu diharapkan anak akan mencontoh atau meniru segala sesuatu yang
baik di dalam perkataan dan perbuatan pendidiknya (orang tua).
2. Anak dididik melalui kebiasaan
Kebiasaan adalah yang sering dilakukan hampir setiap hari oleh
seseorang baik dengan sengaja maupun tidak sengaja.
a) Kebiasaan tidak sengaja
Pendidikan orang tua yang tidak sengaja sering disebut dengan
kebiasaan yang otomatis, yaitu apa yang sering dilakukan orang tua
di rumah dengan tidak disadari anak itu menirukan atau mencontoh
perbuatan itu. Seperti yang dituturkan oleh ibu HS sebagai berikut.
“Dek CT mesti nyuwun kulo ken ndamelke air do’a satu
gelas ba’da sholat subuh. Nganti menawi kulo supe kulo
namung maringke toyo ten mejo, mesti piyambak e sanjang
niku air do’a. Dek CT pasti meminta saya membuatkan air doa
satu gelas setelah sholat subuh. Sampai-sampai kalau pagi
68
hari saya lupa saya Cuma menaruh air putih satu gelas di atas
meja, pasti dia bilang kalau itu air doa.”(1-3-2017).
b) Kebiasaan yang disengaja
Kebiasaan yang disengaja adalah perbuatan yang sering dilakukan
karena orang yang melakukan mengetahui tujuan dan manfaatnya.
Seperti yang dituturkan oleh CT sebagai berikut.
“Iya bu, aku disana itu setiap hari harus sholat lima
waktu. Kalau tidak nanti kalau aku mau minta sesuatu tidak
dikasih sama papa. Terus disana itu bu setiap sore TPA kalau
malam pas papa tidak tugas pasti papa ngajari aku sama
abang ngaji bu, dan sebelum ngaji sama papa harus wudhu
dulu. Kalau abang waktu itu sudah sampai al Qur’an tapi
kalau aku masih sampai iqro’.”
Sesuai dengan yang dikemukakan Djamarah (2004: 25) bahwa
kebiasaan yang orang tua tampilkan dalam bersikap dan berperilaku
tidak lepas dari perhatiannya.
3. Anak dididik melalui nasehat
Nasihat merupakan cara mendidik dengan bahasa yang sangat
lembut namun caranya lebih mengena di dalam hati si anak. Misalnya
ibu menasehati anaknya jadilah anak yang sholih-sholihah.
Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibu HS pada 1-3-2017 bahwa si anak
sering di nasehati tentang kehidupan di dunia itu hanya sementara, dan
kita harus memperbanyak melakukan kebaikankepada siapapun.
69
Sesuai dengan Q.S Luqman: 17
Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).
Nasihat atau cerita sangat tinggi nilainya dalam proses mendidik
anak (Nawawi, 1993: 221).
C. Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan Agama Anak
Setelah orang tua bercerai pasti perhatian orang tua berubah, yang
awalnya mereka bekerja sama membangun rumah tangga mulai dari merawat
anak mencari nafkah mereka bagi berdua. Sekarang setelah terjadinya
perceraian jadi berubah derastis. Mereka menjadi orang tua single parent(orang
tua tunggal). Dengan keadaan orang tua seperti itu, maka berdampak kepada
anak-anknya. Diantaranya:
1. Anak menjadi tidak menurut dengan orang tuanya
Orang tua adalah figur yang pertama bagi anak-anaknya. Namun
ketika anak sudah pernah melihat pertengkaran orang tua pasti anak akan
berfikir bahwa orang tua tidak berhasil menjadi panutan/ teladan bagi anak-
anaknya. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibu DY sebagai berikut.
70
“Enggih bu, LS dari awal niku ken sholat niku angile pol. Geh
kulo geh tak akoni pancen kulo ki dereng nglampahi, tapi geh mulai
niki kulo ajeng milai nglampahi. ( Iya bu, LS dari awal disuruh unuk
melaksanakan sholat itu sangat susah bu. Iya memang saya akui
kalau saya juga tidak pernah sholat, namun mulai sekarang saya akan
mulai sholat).”(DY, 6-3-2017).
Sesuai dengan pendapat Arifin dalam Ahid (2010: 123) mengatakan
bahwa perbuatan anak merupakan cerminan dari orang tuanya atau
berpangkal dari perbuatan orang tuanya sendiri.
2. Sering berkata keras atau kasar
Semua anak pasti menginginkan orang tuanya utuh dan kehidupan
keluarganya harmonis dan bahagia. Namun anak hanya bisa meminta dan
berdo’a karena yang menentukan keutuhan adalah yang mempunyai konflik
yaitu orang uanya. Setelah terjadinya perceraian anak merasa tidak senang,
marah, bahkan dia merasa sakit hati karena apa yang dia inginkan tidak
terjadi. Lagi pula dia merasa iri dengan teman-temannya yang mempunyai
keluarga utuh. Maka dari itu anak sering sensitiv (ora kenanan). Seperti
yang dituturkan Ibu LS sebagai berikut.
“DD niku bu, galak e pol niku. Kalih adik e mawon geh galak.
Omongane niku banter bu. (DD itu galak nya bukan main. Sama
adiknya saja galak juga. Berbicaranya juga keras).”(LL, 1-3-2017).
3. Anak merasa tidak nyaman di rumah
Setelah orang tua bercerai orang tua yang mengasuh menjadi orang
tua tunggal. Misal ketika Bapak/ Ibu yang masih bekerja anak di rumah
sendiri pasti tidak nyaman. Karena tidak ada teman. Ada pula yang misal
tinggal dengan kakek neneknya juga sama dia merasa keluarga itu tidak ada
71
rasa kenyamanan. Pokoknya enak di luar, mencari teman yang bisa diajak
curhat dan itu seumuran. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibu LS.
“Mboten nate crios kalih mbahe nopo kalih kulo bu, malah
piyambakke remen curhat kalih tonggone. (tidak pernah cerita sama
nenek kakeknya atau pun saya bu, malah sukanya curhat dengan
tetangganya).”(LS, 1-3-2017)
Sesuai pendapat Dagun (2013: 115) menyatakan bahwa kelompok
anak yang pada saat orang tuanya bercerai itu belum memasuki usia sekolah
umumnya anak menjadi tidak akrab dengan orang tuanya, anak sering
dibayangi rasa cemas, selalu ingin mencari ketenangan.
4. Anak tidak mau lagi melaksanakan kebiasaan yang dilakukan sebelum
perceraian
Biasanya semangat anak tumbuh ketika melakukan apapun ada
reward kalau tidak pasti ada yang memotivasi, memperhatikan, mengawasi
membimbing. Namun ketika orang tua sudah bercerai pasti pengawasan
berkurang, motivasi berkurang, perhatian pun berkurang. Maka dari itu yang
awalnya anak aktif dalam mengaji di TPA menjadi jarang untuk mengaji
atau bahkan sampai berhenti dan tidak mengaji lagi. Awalnya aktif sholat
lima waktu menjadi bolong-bolong atau bahkan tidak melaksanakan sholat
dan lain-lain.
“Iya bu, aku disana itu setiap hari harus sholat lima waktu.
Kalau tidak nanti kalau aku mau minta sesuatu tidak dikasih sama
papa. Terus disana itu bu setiap sore TPA kalau malam pas papa
tidak tugas pasti papa ngajari aku sama abang ngaji bu, dan sebelum
ngaji sama papa harus wudhu dulu. Kalau abang waktu itu sudah
sampai al Qur’an tapi kalau aku masih sampai iqro’.”(CT, 2-3-2017).
72
Sesuai dengan yang dikemukakan Djamarah (2004: 25) bahwa
kebiasaan yang orang tua tampilkan dalam bersikap dan berperilaku tidak
lepas dari perhatiannya.
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Kelurahan Lodoyong Kecamatan
Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2017 maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut.
1. Penyebab terjadinya perceraian ketiga keluarga di Kelurahan
Lodoyong Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang pada tahun
2017 yaitu suami melakukan kekerasan atau penganiayaan berat yang
membahayakan terhadap istri,suami mendapat hukuman penjara,
selingkuh, berganti pasangan dan zina.
2. Pendidikan Agama Anak dalam Keluarga Sebelum Terjadinya
Perceraian orang tua, anak dididik dengan keteladanan, anak dididik
dengan kebiasaan dan anak dididik dengan nasehat-nasehat agar anak
giat untuk melaksanakan sholat, mau mengaji, sopan dengan orang
lain, melakukan ibadah-ibadah sunnah dan sabar dalam ujian.
3. Dampak Perceraian orang tua terhadap pendidikan agama anak dalam
ketiga keluarga di Kelurahan Lodoyong Kabupaten Semarang adalah
anak malas mengaji, malas melakukan sholat, kesopanan kepada orang
lain berkurang dengan orang tua berani membantah dan malas dalam
melakukan ibadah-ibadah wajib lainnya.
74
B. Saran
1. Bagi orang tua: Sebisa mungkin menjaga hubungan suami istri agar
tetap harmonis dan jauh dari konflik agar sehingga tidak terjadi
perceraian. Karena kasus perceraian orang tua sangat berdampak
terhadap fisik, psikis dan perilaku anak.
2. Bagi tokoh masyarakat: Harus memperhatikan kondisi dan keadaan
masyarakat agar dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang
ada di masyarakat.
75
DAFTAR PUSTAKA
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Arikunto, Suharsimi. 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Aziz, Safrudin. 2015. Pendidikan Keluarga Konsep dan Strategi. Yogyakarta:
Gava Media.
Dagun, Save M.2012.Psikologi Keluarga.Jakarta:RinekaCipta.
Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Djamarah, Syaiful Bahri, M.Ag. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak
Dalam Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam). Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.
Farida, Anik, dkk. 2007. Perempuan dalam sistem perkawinan dan perceraian
di berbagaikomunitas dan adat. Jakarta: Balai penelitian dan Pengembangan
agama.
Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan
Skripsi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Kartini Kartono. 1995.Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung :
CV. Mandar Maju.
Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah bagi Mahasiswa.
Yogyakarta: Trustmedia.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Moleong, Lexi J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muhadjir, Noeng. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasian.
Nawawi, Hadari. 1991. Pendidikan Dalam Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
76
Nasution, Khoiruddin. 2002. Status Wanita Asia Tenggara Studi Terhadap
Perundangan Indonesia-Malaysia. Jakarta: Inis
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Summa, Muhammad Amin. 2005. Hukum Keluarga Islam di dunia Islam. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Spock, Benyamin. 1991. Orang Tua Permasalahan dan Upaya Mengatasinya.
Jakarta: Effhar dan Dahara Prize.
Tafsir, Ahmad. 2002. Pendidikan Agama DalamKeluarga. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
77
78
79
80
81
82
DAFTAR NILAI SURAT KETERANGAN KEGIATAN
Nama : Lu’luul Khasanah
NIM : 111-12-191
Jurusan : PAI
Dosen Pembimbing Akademik :
No. Nama Kegiatan Pelaksanaan Sebagai Nilai
1.
SK Pengangkatan Guru Tidak Tetap SD
Negeri Lodoyong 02 Tahun Pelajaran
2012/2013
2 januari
2012 GTT
7
2.
OPAK STAIN SALATIGA 2012
“Progresifitas Kaum Muda, Kunci
Perubahan Indonesia”.
5-7
September
2012
Peserta
3
3. Surat Tugas Mengajar di SD Negeri
Lodoyong 02 Tahun pelajaran 2012/ 2013
1 Oktober
2012 Guru TPA
7
4. Pendidikan dan Latihan Calon Pramuka
Pandega Ke-22 (PLCPP XXII) Dengan
Tema “Pendidikan Pramuka Sebagai
Pembentuk Karakter Pandega yang
Berdisiplin dan Berkredibilitas Tinggi untuk
Membangun Indonesia”. RACANA
KUSUMA DILAGA-WORO SRIKANDHI
PANGKALAN STAIN SALATIGA.
12-15 oktober
2012 Peserta
2
5. SK Pengangkatan Guru Tidak Tetap SD
Negeri Lodoyong 02 Tahun Pelajaran 2013/
2014
2 januari
2013 GTT
7
83
6. Surat Tugas Mengajar di SD Negeri
Lodoyong 02 Tahun pelajaran 2013/ 2014 1 Juli 2013 Guru TPA
7
7. Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ)
Mahasiswa V “MTQ Wahana Apresiasi
untuk Mencetak Insan Qur’ani” JQH
STAIN Salatiga
23 Oktober
2013 Peserta
2
8. SK Pengangkatan Guru Tidak Tetap SD
Negeri Lodoyong 02 Tahun Pelajaran 2014/
2015
2 januari
2014 GTT
7
9. Surat Tugas Mengajar di SD Negeri
Lodoyong 02 Tahun pelajaran 2014/ 2015 14 Juli 2014 Guru TPA
7
10. Workshop Entrepreneurship “Menanamkan
Nilai-Nilai Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa
yang Kreatif dan Inovatif”
22 Agustus
2016 Peserta
2
11. Gebyar Seni Qur’ani (GSQ) Umum ke-VI
Se-Jawa Tengah “Aktualisasi Makna dan
Syi’ar Al-Qur’an Sebagai Sumber Inspirasi”
JQH AL-FURQON STAIN Salatiga
5 November
2014 Peserta
4
12. Sekolah Kader Kopri (SKK) PMII Kota
Salatiga dengan Tema “Perempuan Sebagai
Ujung Tombak Perubahan Sosial di Era
Global”.
21-23
November
2014
peserta
2
13. Seminar Regional Yang Bertema
“Membangun Karakter Kepemimpinan
KSEI Dalam Akselerasi Pembumian Ajaran
Islam Dibidang Ekonomi” KASEI STAIN
SALATIGA.
13 Desember
2014 Peserta
4
84
14. SK Pengangkatan Guru Tidak Tetap SD
Negeri Lodoyong 02 Tahun Pelajaran 2015/
2016
2 januari
2015 GTT
7
15. Surat Tugas Mengajar di SD Negeri
Lodoyong 02 Tahun pelajaran 2015/ 2016 13 Juli 2015 Guru TPA
7
16. Seminar Nasional Kewirausahaan Dinas
Perindustrian, Perdagangan Dan Koperasi
(Disperendagkop) Salatiga Dengan Tema
“Jiwa Muda, Berani Berwirausaha”.
MAHASISWA KEWIRAUSAHAAN IAIN
SALATIGA.
30 Oktober
2015 Peserta
8
17. Gebyar Seni Qur’ani ke-VII Tingkat Jawa
Tengah “Menyiarkan Islam Melalui
Apresiasi Maha Karya Seni Qur’aniyy”
6-8
November
2015
Peserta
4
18. Seminar Nasional dengan Tema
“Nasionalisme sebagai Benteng
dalamMenghadapi Proxy War di Indonesia”
yang dilaksanakan oleh MENWA Yon 953-
KIAIN Salatiga.
18 Mei 2016 Peserta
8
19. SK Pengangkatan Guru Tidak Tetap SD
Negeri Lodoyong 02 Tahun Pelajaran 2016/
2017
1 Juni 2016 GTT
7
21. Surat Tugas Mengajar di SD Negeri
Lodoyong 02 Tahun pelajaran 2016/ 2017 18 Juli 2016 Guru TPA
7
22.. Semiloka Strategi Pengembangan Karakter
Keagamaan Bagi Peserta Didik Menuju
Pribadi Yang Berkualitas Dan Berakhlak
4 Agustus
2016
Peserta
2
85
Mulia” (Kajian Teori Dangteknik
Pengembangan Karakter Keagamaan Dalam
Bingkai Regulasi) Forum Komunikasi Guru
Pendidikan Agama Islam Kabupaten
Semarang.
JUMLAH 111
Salatiga, 14 Maret 2017
86
RIWAYAT HIDUP PENULIS
A. Data Pribadi
Nama : LU’LUUL KHASANAH
Tempat/Tanggal Lahir : Jepara, 12 Juni 1994
NIM : 111-12-191
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Alamat Sekarang : Patoman Rt: 02 Rw: 05 Kelurahan
Kranggan Kec. Ambarawa Kab. Semarang
Alamat Asal : Jl. Krajan III Desa Kuanyar Rt: 05 Rw: 02
Kec. Mayong Kab. Jepara
B. Orang Tua
Ayah : M. Shohibul Hadi
Ibu : Koidah
Pekerjaan : Tani
C. Motto : Kuncine Sukses Kuwi Kudu Sabar
D. Riwayat Pendidikan
No. Instansi Pendidikan Masuk (Tahun) Lulus (Tahun)
1. TK Pertiwi Kuanyar 1999 2000
2. SD Negeri Kuanyar 02 2000 2006
3. SMP Negeri 1 Mayong 2006 2009
4. SMA Negeri 1 Ambarawa 2009 2012
5. S1 IAIN Salatiga 2012 2017
87
88
89
90
91
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Orang Tua yang mengasuh saat ini
Judul Penelitian :Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan
Agama Anak Dalam keluarga di Kelurahan Lodoyong,
Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang
1. Bapak/Ibu apa yang mendorong atau menjadi penyebab terjadinya peristiwa
perceraian itu?
2. Apakah peristiwa itu memang menjadi solusi dari permasalahan Bapak/Ibu?
3. Mengapa perceraian itu menjadi jalan keluar dari permasalahan Bapak/Ibu?
4. Bapak/Ibu ketika memutuskan untuk bercerai, apakah sudah
mempertimbangkan bagaimana kehidupan kedepan dan bagaimana dampak
terhadap anak-anak?
5. Bagaimana cara Bapak/Ibu mendidik anak-anak agar mau melaksanakan
ibadah dan berlaku sopan dengan siapapun? (sebelum cerai dan setelah terjadi
perceraian)
6. Bapak/Ibu bagaimana sekarang shalat 5 waktu anak-anak ketika di rumah?
Apakah masih seperti dulu, lebih rajin atau malah tidak mau melaksanakan
shalat?
7. Bagaimana mengaji/TPA-nya anak-anak saat ini? Apakah masih seperti dulu,
bertambah rajin ataukah tidak mau mengaji?
8. Bapak/Ibu bagaimana puasa anak-anak ketika Ramadhan kemarin, ataukah
puasa-puasa sunah yang pernah dilaksanakan anak anda?
9. Bagaimana sikap anak-anak kepada anda ataupun orang lain? (sebelum cerai
dan setelah terjadi perceraian)
10. Saat ini Bapak/Ibu sudah sah bercerai, bagaimana cara Bapak/Ibu dan mantan
suami/mantan istri dalam mendidik anak-anak?
11. Siapa diantara Bapak/Ibu atau mantan suami/mantan istri yang lebih perhatian
dalam pendidikan anak-anak?
12. Sampai saat ini apakah anak-anak pernah berkata kasar atau membentak
kepada Bapak/Ibu?
92
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Guru Ngaji atau Tokoh Masyarakat
Judul Penelitian : Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan
Agama Anak Dalam keluarga di Kelurahan Lodoyong,
Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang
1. Bagaimana sikap dan perilaku anak yang orang tuanya bercerai ketika di
sekolah ataupun masyarakat?
2. Bagaimana menurut anda dampak dari perceraian orang tua terhadap anak-
anaknya?
3. Setujukah anda jika ada orang tua yang bercerai ketika anaknya masih usia
SD?
93
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Anak dari Orang Tua yang bercerai
Judul Penelitian : Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan
Agama Anak Dalam keluarga di Kelurahan Lodoyong,
Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang
1. Bagaimana sekarang shalat 5 waktu kamu ketika di rumah? Apakah masih
seperti dulu, lebih rajin atau malah tidak mau shalat?
2. Bagaimana mengaji/TPA kamu saat ini? Apakah masih seperti dulu,
bertambah rajin ataukah tidak mau mengaji?
3. Bagaimana puasa kamu ketika Ramadhan kemarin, ataukah puasa-puasa
sunah yang pernah kamu laksanakan?
94
FOTO-FOTO
1. Wawancara dengan ibu LL dan DD
2. Wawancara dengan Ibu HS dan CT
95
3. Wawancara dengan Ibu DY dan LS
4. Foto dengan Lurah dan Staf Lodoyong