82
LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN (GP-PTT) TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI Oleh: Tri Bastuti Purwantini Saptana Amar Kadar Zakaria Sunarsih Endro Gunawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2016

DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN

DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN (GP-PTT) TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN

PETANI

Oleh:

Tri Bastuti Purwantini Saptana

Amar Kadar Zakaria Sunarsih

Endro Gunawan

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PERTANIAN

2016

Page 2: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

i

KATA PENGANTAR

Peningkatan produksi padi nasional dihadapkan tantangan yang makin berat,

yaitu konversi lahan, perubahan iklim global yang berdampak terhadap cekaman

biotik dan abiotik, dan fluktuasi harga pangan global. Terkait dengan kondisi

tersebut diperlukan berbagai terobosan inovasi teknologi untuk peningkatan

produksi padi dan kesejahteraan petani. Salah satu program terobosan dalam

peningkatan produksi padi nasional adalah melalui inovasi teknologi dalam bentuk

Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) padi sebagai

transformasi dan penyempurnaan dari program SL-PTT.

Dengan diterapkannya program GP-PTT ini diharapkan usaha tani padi akan

lebih efisien dan produksi dapat meningkat. Dengan indikasi peningkatan produksi

dan usaha tani yang lebih efisiien, diharapkan tingkat kesejahteraan petani juga

akan meningkat dengan catatan adanya dukungan kebijakan pemerintah dalam hal

harga dan penyediaan sarana produksi. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu

dilakukan pengkajian dampak inovasi teknologi dalam program GP-PTT terhadap

pendapatan dan kesejahteraan petani, selain itu melihat kecenderungan dan

peluang keberlanjutan penerapan teknologi tersebut pascaprogram.

Laporan ini menyajikan analisis kebijakan tentang prospek GP-PTT, dengan

memahami permasalahan dan kendala tersebut di atas. baik peran terhadap adopsi

teknologi PTT, peningkatan produksi dan pendapatan petani peserta. Dalam

analisis, data dan informasi yang digunakan berasal dari data sekunder dari instansi

terkait, wawancara kelompok dengan kelompok tani di lapangan dan dari hasil-hasil

penelitian sebelumnya.

Tim menyadari laporan ini belum sempurna, dan karena itu itu masukan dan

saran konstruktif dari semua pihak dalam upaya mempertajam laporan ini sangat

diharapkan. Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada berbagai

pihak yang telah memberikan kontribusi dan dukungan/bantuan sehingga laporan

akhir Anjak ini dapat diselesaikan. Semoga hasil kajian yang disampaikan dalam

laporan akhir ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Bogor, September 2016

Kepala Pusat

Dr. Ir Abdul Basit, MS

Page 3: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

ii

DAFTAR ISI

Hal KATA PENGANTAR ........................................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................. iv

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... vi I. PENDAHULUAN .................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................. 1

1.2. Tujuan ............................................................................ 3 1.3. Keluaran .......................... ............................................... 4

1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak ......................................... 4 II. METODOLOGI ....................................................................... 4

2.1. Lokasi Penelitian .............................................................. 4 2.2. Sumber dan Jenis Data..................................................... 4 2.3. Metode Analisis................................................................ 5

III.

KONSEP SL-PTT DAN GP-PTT .............................................. 5

3.1. Tinjauan Program Peningkatan Produksi Padi................... 5 3.2. Tinjauan Konseptual SL-PTT dan GP-PTT........................... 11

3.3. Hasil Kajian Empiris SL-PTT dan GP-PTT............................. 14 IV. KINERJA PELAKSANAAN PROGRAM GP-PTT........................ 29 4.1. Kinerja Pelaksanaan Program GP-PTT................................. 29

4.1.1. Nasional................................................................. 29 4.1.2. Jawa Barat............................................................. 31

4.1.3. Jawa Tengah......................................................... 32 4.2. Kendala-Kendala dan Alternatif Pemecahan....................... 33

4.3. Prospek dan Keberlanjutan Program GP-PTT....................... 36 V. DAMPAK PROGRAM GP-PTT...................................... .......... 38 5.1. Dampak Program GP-PTT terhadap Adopsi Teknologi dan

Kelembagaan..................................................................

38

5.1.1. Dampak Program GP-PTT Terhadap Adopsi

Teknologi................................................................

39 5.1.2. Dampak Program GP-PTT terhadap Kelembagaan.. 46 5.2. Dampak Program GP-PTT terhadap Produksi Padi............. 51

5.2.1. Dampak Program GP-PTT Terhadap Produksi Padi Nasional................................................................

51

5.2.2. Dampak Program GP-PTT Terhadap Produksi Padi di Subang , Jawa Barat............................................

53

5.2.3. Dampak Program GP-PTT Terhadap Produksi Padi di Klaten, Jawa Tengah..........................................

54

5.3. Dampak Program GP-PTT Terhadap Pendapatan Petani.... 56

5.3.1. Dampak Program GP-PTT Terhadap Pendapatan Petani di Kabupaten Subang, Jawa Barat................

56

5.3.2. Dampak Program GP-PTT Terhadap Pendapatan Petani di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah...............

60

Page 4: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

iii

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN........................ 64

6.1. Kesimpulan ..................................................................... 64 6.2. Implikasi Kebijakan .......................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 67 LAMPIRAN .................................................................................... 70

Page 5: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

iv

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 3.1. Jenis komoditas yang dikembangkan dalam program SL-PTT

di Indonesia selama 2008-2014..........................................

15

Tabel 3.2. Komponen PTT Padi 2008-2014.......................................... 16

Tabel 3.3. Plafon stimulan/bantuan sapprodi GP-PTT Padi Tahun 2015.................................................................................

22

Tabel 3.4. Produktivitas padi di lokasi LL, SLPTT, dan Non-SLPTT di 5

Agroekosistem, 2012........................................................

27

Tabel 3.5.. Produktivitas padi di lokasi LL, SLPTT, dan Non-SLPTT di 5

Agroekosistem, 2012........................................................

28

Tabel 4.1. Sasaran dan realisasi areal GP-PTT Nasional, 2015............... 30

Tabel 4.2. Sasaran dan realisasi luas areal GP-PTT menurut lokasi (kecamatan sasaran) di Kabupaten Subang, 2015................

31

Tabel 4.3.. Sasaran dan realisasi luas areal GP-PTT menurut lokasi

(kecamatan sasaran) di Kabupaten Klaten, 2015.................

32

Tabel 4.4. Kendala-Kendala Teknis dan Alternatif Pemecahan

Pelaksanaan Program GP-PTT ............................................

33

Tabel 4.5. Kendala-Kendala Ekonomi dan Alternatif Pemecahan

Pelaksanaan Program GP-PTT............................................

,

35

Tabel 4.6. Kendala-Kendala Kelembagaan dan Alternatif Pemecahan Pelaksanaan Program GP-PTT.............................................

36

Tabel 5.1. Adopsi Komponen PTT Padi Dasar pada padi sawah irigasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat, 2016.................................

39

Tabel 5.2. Adopsi Komponen PTT Padi Pilihan pada padi sawah irigasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat, 2016.............................

41

Tabel 5.3. Adopsi Komponen PTT Padi Dasar pada padi sawah irigasi di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, 2016................................

43

Tabel 5.4. Adopsi Komponen PTT Padi Pilihan pada padi sawah irigasi

di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, 2016 ..........................

45

Tabel 5.5. Peran kelompok tani dalam kegiatan pertanian di Kabupaten

Subang, Jawa Barat, 2016..................................................

48

Tabel 5.6. Peran kelompok tani dalam kegiatan pertanian di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, 2016................................................

50

Tabel 5.7. Realisasi Produksi dan Produktivitas Padi Program GP-PTT Nasional menurut Provinsi, 2015........................................

52

Page 6: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

v

Hal

Tabel 5.8. Realisasi panen dan produktivitas padi sebelum dan hasil

GP-PTT di Kabupaten Subang.............................................

54

Tabel 5.9. Realisasi panen dan produktivitas padi sebelum dan hasil GP-PTT di Kabupaten Klaten..............................................

55

Tabel 5.10. Struktur biaya usahatani padi sawah (per ha) di tingkat kelompok tani hasil GP-PTT dan sebelum GP-PTT di

Kabupaten Subang...........................................................

57

Tabel 5.11. Tingkat profitabilitas usahatani padi sawah per hektar di kelompok tani antara GP-PTT dan sebelum GP-PTT di

Kabupaten Subang, MT. 2015 dan MT. 2014........................

59

Tabel 5.12. Tingkat BEP produktivitasdan harga jual usahatani padi

antara GP-PTT dan sebelum GP-PTT di Kabupaten Subang.............................................................................

60

Tabel 5.13. Struktur biaya usahatani padi sawah (per ha) di tingkat kelompok tani hasil GP-PTT dan sebelum GP-PTT di Kabupaten Klaten..............................................................

61

Tabel 5.14 Tingkat profitabilitas usahatani padi sawah per hektar antara GP-PTT dan sebelum GP-PTT di Kabupaten Klaten, MT. 2015

dan MT. 2014....................................................................

62

Page 7: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

vi

DAFTAR GAMBAR

Hal

Tabel 1. Perbandingan SL-PTT (2014) Dengan GP-PTT (2015)..... 20

Page 8: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Analisis Usahatani Padi Sawah sebelum dan saat Program GP- PTT di wilayah Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang 3014/2015.................................

70

Lampiran 2. Analisis Usahatani Padi Sawah sebelum dan saat Program GP- PTT di wilayah Kecamatan Cipunagara,

Kabupaten Subang 3014/2015.................................

71

Lampiran 3. Analisis Usahatani Padi Sawah sebelum dan saat Program GP-PTT di wilayah Kecamatan Karangdowo,

Kabupaten Subang 3014/2015.................................

72

Lampiran 4. Analisis Usahatani Padi Sawah sebelum dan saat

Program GP- PTT di wilayah Kecamatan Prambanan, Kabupaten Subang 3014/2015.................................

73

Lampiran 5. Analisis Usahatani Padi Sawah sebelum dan saat Program GP- PTT di wilayah Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang 3014/2015.................................

74

Page 9: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan peran strategis

pertanian dalam perekonomian nasional yaitu kontribusinya dalam penyediaan

bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi, pembentukan kapital,

penyerapan tenaga kerja, sumber devisa, sumber pendapatan dan pelestari

lingkungan melalui praktek pertanian yang ramah lingkungan (Biro Perencanaan

Pertanian dan PSEKP 2013). Komoditas padi merupakan komoditas strategis

karena merupakan makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk Indonesia.

Usaha tani merupakan sumber mata pencaharian bagi sebagian besar penduduk

Indonesia, karena sebagian besar petani mengusahakan padi sebagai komoditas

utama dalam struktur usaha taninya.

Selama kurun waktu lima tahun mendatang, kebutuhan beras akan terus

meningkat seiring dengan proyeksi laju pertambahan penduduk. Jumlah

penduduk Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan telah mencapai 259 juta (BPS

2015). Berbagai permasalahan dan tantangan akan menyulitkan upaya

peningkatan produksi padi nasional. Berbagai permasalahan yang dihadapi

mencakup masalah teknis, ekonomi, dan sosial-kelembagaan. Beberapa

permasalahan teknis antara lain adalah masalahan sempitnya luas penguasaan

lahan garapan petani, degradasi sumber daya lahan sawah, dan lambannya proses

difusi dan adopsi teknologi. Sedangkan beberapa permasalahan ekonomi adalah

masalah keterbatasan modal petani, meningkatnya harga-harga input produksi,

dan fluktuasi harga output hasil pertanian. Sementara itu, masalah sosial-

kelembagaan adalah masalah rendahnya konsolidasi kelembagaan petani, kurang

efektifnya penyuluhan pertanian di perdesaan, dan kurangnya gerakan bersama

dalam berbagai kegiatan usaha tani.

Peningkatan produksi padi nasional dihadapkan tantangan yang makin

berat, yaitu penurunan luas lahan baku akibat konversi lahan, perubahan iklim

global yang berdampak terhadap cekaman biotik dan abiotik, dan fluktuasi harga

pangan global. Terkait dengan kondisi tersebut diperlukan berbagai terobosan

inovasi teknologi untuk peningkatan produksi padi dan kesejahteraan petani.

Page 10: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

2

Salah satu program terobosan dalam peningkatan produksi padi nasional adalah

melalui inovasi teknologi dalam bentuk Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman

Terpadu (GP-PTT) padi sebagai transformasi dan penyempurnaan dari program

SL-PTT. Kegiatan SL-PTT menerapkan berbagai teknologi usaha tani melalui

penggunaan input produksi yang efisien menurut spesifik lokasi, sehingga mampu

menghasilkan produktivitas yang tinggi untuk menunjang peningkatan produksi

yang bekelanjutan (Ditjentan 2008).

Program GP-PTT mulai dilaksanakan pada tahun 2015 dengan pendekatan

kawasan tanaman pangan terpadu. GP-PTT adalah program nasional untuk

meningkatkan produksi padi melalui pendekatan gerakan massal kepada

petani/kelompok tani untuk melaksanakan teknologi Pengelolaan Tanaman

Terpadu (PTT) dalam mengelola usaha tani padi dengan tujuan peningkatan

produktivitas, pendapatan petani dan kelestarian lingkungan (Ditjentan 2015).

Pada program GP-PTT ini petani/kelompok tani difasilitasi bantuan sarana

produksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada

seluruh areal program GP-PTT sebagai instrumen stimulan disertai dengan

dukungan pembinaan, pengawalan teknologi dan pemantauan dari berbagi pihak

yang terkait.

Melalui GP-PTT petani dapat langsung menerapkan teknologi budi daya

spesifik lokasi yang merupakan hasil rekomendasi Balai Pengkajian Teknologi

(BPTP) setempat. Petani diharapkan mampu mengelola potensi sumber daya

yang tersedia secara terpadu untuk budi daya padi dalam suatu kawasan tertentu.

Dengan berbagai stimulan yang diberikan pemerintah, diharapkan pelaksanaan

GP-PTT dapat meningkatkan produksi dan pendapatan.

Penelitian Supriyadi et al. (2010) menyebutkan kelemahan program SL-PTT

adalah tidak adanya sinkronisasi antara ujung tombak pelaksana di lapangan yaitu

penyuluh pertanian dan mantri tani akibat perbedaan instansi. Kondisi ini

menyebabkan pelaksanaan program menjadi kurang berhasil secara optimal.

Pengembangan SL-PTT harus mengikuti proses pembelajaran secara

kesinambungan dan bukan pendekatan keproyekan (Nurasa dan Supriyadi, 2012).

Page 11: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

3

Penelitian Ariani et al. (2014) menyatakan bahwa pertumbuhan rencana

luas areal SL-PTT yang sangat cepat dibandingkan pertumbuhan luas panen padi

nasional menggambarkan bahwa perencanaan luas areal SL-PTT tidak didasarkan

kepada evaluasi keberhasilan. Keberhasilan program SLPTT dicerminkan dari

adanya peningkatan tambahan produktivitas antara 0,5 ton–0,75 ton per hektar.

Tambahan produktivitas ini tergantung pada keberhasilan petani/kelompok tani

menerapkan teknologi PTT secara sinergis. Penyuluhan pertanian dan

pendampingan penerapan teknologi menjadi hal yang esensial.

Dengan diterapkannya program GP-PTT ini diharapkan usaha tani padi akan

lebih efisien dan produksi dapat meningkat. Dengan peningkatan produksi dan

usaha tani yang lebih efisien, diharapkan tingkat kesejahteraan petani juga akan

meningkat dengan catatan adanya dukungan kebijakan pemerintah dalam hal

harga dan penyediaan sarana produksi. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu

dilakukan pengkajian dampak inovasi teknologi dalam program GP-PTT terhadap

pendapatan dan kesejahteraan petani, selain itu melihat kecenderungan

keberlanjutan penerapan teknologi tersebut pascaprogram.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak penerapan program

GP-PTTterhadap kesejahteraan petani. Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kinerja pelaksanaan program GP-PTT.

2. Menganalisis dampak Program GP-PTT terhadap adopsi teknologi dan

Kelembagaan, peningkatan produksi pendapatan petani padi.

3. Menyusun rekomendasi kebijakan guna mendukung keberhasilan

pelaksanaan Program GP-PTT.

1.3. Keluaran

Secara umum keluaran penelitian ini adalah laporan analisis dampak Program

GP-PTT terhadap kesejahteraan petani padi. Keluaran khusus penelitian adalah :

1. Informasi kinerja program GP-PTT

2. Hasil analisis dampak Program GP-PTT terhadap adopsi teknologi dan

kelembagaan, peningkatan produksi dan pendapatan petani padi

Page 12: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

4

3. Rekomendasi kebijakan yang mampu mendukung keberhasilan

pelaksanaan GP-PTT.

1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan

memperkaya pelaksanaan program GP-PTT sehingga ke depan menjadi lebih

efektif dalam pencapaian tujuan program. Selain itu hasil kajian ini akan

merupakan pembelajaran bagi semua pihak terkait dengan pelaksanaan Program

GP-PTT. Dampak yang diharapkan adalah adanya perbaikan dari saran-saran

dalam aspek teknis, ekonomi, dan sosial-kelembagaan, sehingga kegiatan

Program GP-PTT mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani padi.

II. METODOLOGI

2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di lokasi yang sudah melaksanakan program GP-PTT,

yaitu di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Klaten, Jawa

Tengah. Kunjungan ke beberapa instansi terkait dilakukan baik di instansi pusat

maupun daerah. Kunjungan di instansi pusat dilakukan di Ditjen Prasarana dan

Sarana Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian,

Biro Perencanaan Kemtan, dan Badan Pusat Statistik. Sementara itu, di institusi

daerah dilakukan kunjungan ke Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Badan

Pelaksana Penyuluhan Pertanian atau Kelompok Jabatan Fungsional Penyuluh

Pertanian sebagai pelaksana dan pendampingan Program GP-PTT.

2.2. Sumber dan Jenis Data

Sumber data sekunder diperoleh dari berbagai instansi pusat yaitu Ditjen

Prasarana dan Sarana Pertanian, Ditjen Tanaman Pangan, Badan Litbang

Pertanian, dan Pusdatin. Data sekunder juga diperoleh melalui penelusuran

dokumen berupa laporan penelitian, laporan program dan publikasi ilmiah. Data

primer diperoleh melalui wawancara dengan aparat pertanian tingkat

provinsi/kabupaten, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), kelompok petani

penerima program GP-PTT. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi

keragaan program (luas areal, produksi dan produktivitas hasil GP-PTT, kinerja

Page 13: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

5

usaha tani dan mekanisme pelaksanaan program, serta dampak program),

kendala-kendala pokok dan alternatif pemecahannya dalam pelaksanaan Program

GP-PTT, dan analisis kinerja usaha tani padi pada lokasi Program GP-PTT.

2.3. Metode Analisis

Analisis data dan informasi dilakukan dengan pendekatan deskriptif

kualitatif dengan mengungkapkan keragaan pelaksanaan program, kinerja usaha

tani, kendala-kendala pokok yang dihadapi, serta prospek keberlanjutan Program

GP-PTT ke depan. Kajian deskriptif juga diharapkan dapat menggambarkan kinerja

mengenai implementasi kebijakaan saat ini, kendala-kendala pokok yang dihadapi,

dan dampak program GP-PTT. Dari keseluruhan analisis diharapkan dapat

dirumuskan kebijakan penyempurnaaan pelaksanaan Program GP-PTT kedepan.

III. KONSEP SL-PTT DAN GP-PTT

3.1. Tinjauan Program Peningkatan Produksi Padi

Dengan mencermati berbagai pelaksanaan program pembangunan

pertanian khususnya program peningkatan produksi padi dari aspek

kelembagaannya, diperoleh kecenderungan penggunaan strategi pengembangan

kelembagaan sebagai berikut (Saptana et al. 2003): pertama, tujuan

pembentukan kelembagaan kelompok tani dan Gabungan Kelompok Tani

(Gapoktan) masih terbatas pada peningkatan produksi jangka pendek dengan

penerapan teknologi produksi, khususnya penggunaan benih/bibit unggul, pupuk,

dan obat-obatan dan belum berorientasi pada peningkatan pendapatan petani

melalui peningkatan nilai tambah secara berkelanjutan.

Kedua, pembentukan kelembagaan lebih untuk memperkuat ikatan-ikatan

horizontal, namun lemah dalam ikatan vertikal. Kelompok tani misalnya adalah

kelompok orang yang setingkat, yaitu pada kegiatan budi daya komoditas padi.

Kelembagaan tersekat-sekat, tanpa ada struktur yang komprehensif, khususnya

untuk jaringan sistem dan usaha agribisnis secara utuh. Kelembagaan kelompok

tani dibentuk lebih untuk tujuan distribusi bantuan dan memudahkan tugas

kontrol dari pelaksana program, bukan untuk meningkatkan posisi tawar petani.

Page 14: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

6

Bentuk kelembagaan yang dikembangkan cenderung seragam berbasis usaha tani

padi sawah, khususnya komoditas padi sawah pada irigasi teknis.

Ketiga, pada awalnya (1970-1998) pembinaan untuk kelembagaan

kelompok tani yang telah terbentuk cenderung individual, misalnya dengan

memfokuskan pembinaan kepada kontak-kontak tani. Ini sesuai dengan prinsip

trickle down effect dalam penyebaran informasi yang dianut dalam penyuluhan.

Namun program-program peningkatan produksi padi dewasa ini (2000-2015)

dilakukan melalui pendekatan kelompok dan partisipatif.

Keempat, pengembangan kelembagaan (kelompok tani dan P3A)

cenderung menggunakan jalur struktural. Struktur dibangun lebih dahulu, untuk

kemudian berharap agar perilaku orang-orang di dalamnya bisa mengikuti.

Introduksi lebih melalui budaya material dibanding nonmaterial, atau merupakan

perubahan yang materialistik. Hal ini misalnya terlihat dalam pengembangan

kelembagaan irigasi pada komoditas padi.

Kelima, introduksi kelembagaan baru telah merusak kelembagaan lokal

yang ada sebelumnya, dan merusakkan hubungan-hubungan horizontal. Hal itu

karena proyek yang bersifat sektoral, jangka pendek dan tidak berkelanjutan,

padahal pengembangan kelembagaan membutuhkan waktu yang lama.

Keenam, pengembangan kelembagaan kurang memanfaatkan kelembagaan

yang telah ada di lapangan. Dengan membentuk kelembagaan baru seolah-olah

pelaksana program telah menggunakan pendekatan kelembagaan, padahal yang

diutamakan adalah teknologi serta bantuan sarana produksi dan alsintannya.

Teknologilah entry point-nya, bukan kelembagaan. Penyebabnya adalah

membangun suatu kelembagaan jelas jauh lebih sulit dan lama daripada hanya

mengintroduksikan suatu paket teknologi tertentu. Kelembagaan pendukung tidak

dikembangkan dengan baik, karena pembangunan yang bersifat sektoral atau

subsektoral, kurang terintegrasi secara vertikal.

Sebelum tahun 1998, kebijakan peningkatan produksi padi di Indonesia

cukup protektif dan propetani (Suryana dan Kariyasa 2008). Selanjutnya

diungkapkan bahwa pada saat itu, instrumen kebijakan perberasan nasional dapat

digolongkan ke dalam dua tingkatan, yaitu tingkat usaha tani dan tingkat

Page 15: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

7

pasar/konsumen. Untuk tingkat usaha tani, kebijakan yang terpenting adalah

berupa subsidi harga ouput (harga dasar), subsidi harga input (pupuk, benih dan

pestisida) dan subsidi bunga kredit usaha tani (KUT). Sementara itu di tingkat

pasar, kebijakan yang dilaksanakan berupa manajemen stok dan monopoli impor

beras oleh BULOG, penyediaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk

operasional pengadaan beras oleh Bulog, Kredit Pengadaan Pangan bagi

Koperasi/KUD, dan operasi pasar oleh BULOG pada saat harga beras tinggi. Sejak

tahun 1998, kebijakan padi atau perberasan Indonesia mengalami perubahan

drastis, dimana seluruh instrumen pendukung kecuali harga dasar telah dihapus

oleh pemerintah. Penghapusan instrumen pendukung kebijakan perberasan

nasional menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang paling liberal

dalam perdagangan berasnya.

Pemerintah Indonesia melalui Inpres No.9 tahun 2001 tentang penetapan

kebijakan perberasan telah menetapkan hal-hal sebagai berikut (Suryana dan

Kariyasa, 2008): (a) memberikan dukungan bagi peningkatan produktivitas petani

padi dan produksi padi atau beras nasional, (b) memberikan dukungan

diversifikasi bagi kegiatan ekonomi padi dalam rangka meningkatkan pendapatan

petani, (c) melaksanakan kebijakan harga dasar pembelian pemerintah (HDP) oleh

BULOG, yang sekarang menjadi Harga Pembelian Pemerintah (HPP), (d)

menetapkan kebijakan impor beras dalam rangka memberikan perlindungan

kepada petani dan konsumen melalui evaluasi besaran tarif impor yang ditetapkan

secara berkala, dan (e) memberikan jaminan bagi penyediaan dan penyaluran

beras bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan.

Hasil kajian Supriadi dan Purwantini (2015) mengemukakan bahwa

permasalahan utama dalam peningkatan produksi padi di Indonesia untuk dapat

mencapai swasembada pangan secara absolut ada empat, yaitu: a) kurang

luasnya lahan yang ditanami padi, b) adopsi teknologi tepat guna masih kurang,

c) efektivitas pendampingan oleh penyuluh/dinas terkait masih kurang, dan d)

program-program peningkatan produksi padi selama ini dinilai masih kurang

efektif. Salah satu strategi yang dilakukan dalam upaya memacu peningkatan

produksi dan produktivitas usaha tani padi adalah dengan mengintegrasikan

Page 16: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

8

dukungan kegiatan antar sektor dan antarwilayah dalam pengembangan usaha

pertanian yang berkelanjutan.

Pada aspek produksi peningkatan produksi padi dilakukan melalui

pendekatan Pengelolaan Tanaman Sumber daya Terpadu (PTT). Pendekatan ini

adalah salah satu alternatif pengelolaan padi secara intensif dan holistik pada

lahan sawah irigasi yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas padi.

Dikatakan secara holistik karena diimplementasikan secara terpadu mencakup

(Supriadi et al. 2012; Rusastra, et al. 2013) : (1) komponen pengelolaaan

tanaman secara terpadu: Integrated Pest Management (IPM), Integrated Water

Management (IWM), Integrated Weed Management (IWEM); (2) keterpaduan

antarinstansi; (3) keterpaduan ilmu pengetahuan dan keterpaduan analisis dan

interprestasi. Tujuan PTT pada usaha tani padi adalah meningkatkan

produktivitas, meningkatkan pendapatan atau keuntungan usaha tani padi melalui

efisiensi penggunaan input dan melestarikan sumber daya untuk keberlanjutan

sistem produksi pertanian.

Pelaksanaan SL-PTT sebagai pendekatan pembangunan tanaman pangan,

khususnya dalam mendorong peningkatan produksi padi nasional telah terbukti

mengungkit pencapaian produksi. Namun ke depan dengan adanya berbagai

tantangan yang lebih beragam, perlu penyempurnaan dengan peningkatan

kualitas, baik pada tatanan perencanaan dan opersionalisasi di lapangan.

Dalam rangka pemantapan upaya mencapai dan mempertahankan

swasembada beras ke depan dibutuhkan analisis kebijakan program SL-PTT,

dengan keluaran memberikan informasi mengenai strategi dan program indikatif

pengembangan SL-PTT menunjang peningkatan produksi padi nasional.

Penentuan siapa saja pelaksana SL-PTT dan di mana lokasi laboratorium

lapangan (LL), pada kenyataannya ditentukan dengan cara musyawarah mufakat.

Umumnya, lokasi LL ditempatkan pada lahan milik ketua/pengurus kelompok tani

ataupun gapoktan dengan pertimbangan untuk mempermudah pelaksanaan dan

koordinasi. Hasil kajian (Rahman, et al. 2009) menyarankan bahwa : (a) dalam

pemilihan lokasi SL-PTT diprioritaskan pada luasan areal yang memadai,

produktivitasnya masih rendah sehingga berpotensi untuk ditingkatkan; dan (b)

Page 17: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

9

Peserta SL-PTT dianjurkan adalah pemilik lahan, agar dapat mengambil keputusan

secara penuh.

Perencanaan pembangunan pertanian pada Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) 2015-2019 telah ditetapkan fokus pada lokasi pengembangan.

Dalam hal ini, komoditas strategis dan unggulan nasional dikembangkan pada

kawasan-kawasan andalan secara utuh, sehingga menjadi satu kesatuan dalam

sistem pertanian berindustri. Dalam pelaksanaan aktivitas usaha tani dikelola

dengan prinsip pertanian lestari dengan memanfaatkan agro-input yang ada di

sekitar lingkungan usaha tani. Pendekatan pengembangan kawasan dirancang

untuk meningkatkan efektivitas kegiatan, efisiensi anggaran dan mendorong

keberlanjutan kawasan komoditas unggulan dengan pendekatan agoekosistem

agribisnis, partisipatif dan terpadu.

Untuk memenuhi kebutuhan beras dari produksi dalam negeri, maka telah

ditetapkan sasaran produksi padi tahun 2015 sebesar 73.445.034 ton gabah

kering giling (GKG). Pada dasarnya banyak tantangan yang harus dihadapi untuk

mencapai sasaran produksi tersebut. Oleh karena itu diperlukan upaya

peningkatan produksi yang luar biasa. Berbagai upaya peningkatan produksi

melalui peningkatan produktivitas telah dilaksanakan, salah satunya melalui

Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) yang dilaksanakan

sejak tahun 2008. Dengan melalui PTT tersebut, pada dasarnya sebagai

peningkatan mutu intensifikasi pada tahun-tahun sebelumnya (Ditjentan, 2015).

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan mempertimbangkan sumber

daya yang ada (terpadu dengan sumber daya dan lingkungan) merupakan

pendekatan teknologi yang memfokuskan pada tanaman dan pengelolaan

kesehatan tanaman pada suatu sistem budi daya. Dengan demikian kegiatan

pengendalian hama dan penyakit tanaman dilaksanakan secara terintegrasi untuk

mencapai hasil yang maksimal dengan mutu panen yang optimal dan keuntungan

yang maksimal serta terjaminnya keseimbangan agroekosistem yang

berkelanjutan. PTT sebagai suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan

produktivitas dan efisiensi usaha tani dengan menerapkan komponen teknologi

PTT yang sinergis dan efisien (Zakaria 2004).

Page 18: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

10

Dinamika perkembangan sistem dan usaha agribisnis dan pergeseran

orientasi kegiatan pertanian yang semakin bergeser ke arah kegiatan pertanian

terpadu (dari hulu ke hilir) mulai dari bertanam sampai ke pemasaran produk

olahan harus disikapi dengan mengevolusikan posisi tenaga penyuluh dari posisi

agen perubahan ke posisi pendamping petani dan kelompok tani sasaran yang

berorientasi agribisnis. Baik UU No.16/2006 tentang sistem penyuluhan pertanian,

adanya Badan Koordinasi Penyuluh Pertanian dan Badan Pelaksana Penyuluh

Pertanian, maupun kondisi operasional di lapangan belum menunjukkan arah

perubahan status dan posisi penyuluh sebagai pendamping petani dalam

menjalankan usahanya.

Instrumen UU No. 16/2006 dan beberapa produk peraturan turunannya

(PP, Perpres, Permentan, Perda, Pergub, dan Perbup), telah mampu mendukung

pencapaian swasembada beras dengan catatan apabila program-program yang

telah dicanangkan oleh pemerintah dapat dijalankan secara sinergis dan

terintegrasi lintas sektoral dengan dukungan anggaran yang memadai. Dalam hal

ini termasuk kegiatan penyuluhan dan pendampingan pelaksanaan program-

program pembangunan pertanian. Produksi padi yang dihasilkan petani peserta

program (SL-PTT, GP-PTT, kaji terap, denfarm) meningkat sekitar 29-32,7 %

dibandingkan petani nonpeserta yang tidak mengikuti teknologi anjuran yang

diterapkan petani peserta program dan tanpa pendampingan/pengawalan

penyuluh pertanian.

Permasalahan pokok dalam pembangunan pertanian terkait pelaksanaan

Program Upaya Khusus Padi Jagung dan Kedelai dalam rangka swasembada

pangan nasional adalah ketersediaan benih varietas unggul, ketersediaan pupuk,

infrastruktur pengairan, ketersediaan alsintan dan ketersediaan penyuluhan

(PSEKP 2015). Revitalisasi sistem penyuluhan pertanian tidak semata-mata dapat

ditempuh hanya melalui perbaikan kelembagaan internal penyuluhan dengan cara

pembentukan Bakorluh dan Bapeluh semata, melainkan juga harus ada revitalisasi

SDM penyuluh dan materi penyuluhan pertanian. Revitalisasi SDM dilakukan baik

dari aspek keterampilan teknis maupun kapabilitas manajerialnya mengikuti sub-

sistem agribisnis. Revitalisasi materi penyuluhan terkait dengan inovasi teknologi,

Page 19: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

11

pembentukan dan penguatan kelembagaan, serta keluasan cakupan yang

mengacu pada subsistem agribisnis secara terpadu.

Puslitbangtan (2014) mengemukakan bahwa operasionalisasi peningkatan

produksi padi sampai tahun 2020 ditempuh dengan strategi: 1) pemanfaatan

sumber daya lahan dan air, dan 2) pemanfaatan sumber daya teknologi. Lebih

lanjut dikatakan bahwa strategi pemanfaatan sumber daya lahan dan teknologi

dapat dijabarkan dalam beberapa kebijakan. Strategi pemanfaatan sumber daya

lahan dan air dijabarkan dalam kebijakan: (1) peningkatan IP, dan (2) pembukaan

lahan baru bagi persawahan. Strategi pemanfaatan sumber daya teknologi

dijabarkan dalam kebijakan: (1) peningkatan produktivitas, (2) peningkatan

stabilitas hasil, (3) penekanan tingkat kehilangan hasil pada saat panen dan

pascapanen, dan (4) penekanan senjang hasil antara tingkat penelitian dengan

tingkat petani dan antarlokasi. Pada dasarnya upaya peningkatan produksi padi

harus dikaitkan dengan upaya peningkatan pendapatan petani yang bermuara

pada peningkatan kesejahteraan keluarga petani.

3.2. Tinjauan Konseptual SL-PTT dan GP-PTT

Berbagai upaya peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas

telah dilaksanakan antara lain melalui Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman

Terpadu (SL-PTT) sejak tahun 2008 maupun melalui PTT atau peningkatan mutu

intensifikasi pada tahun-tahun sebelumnya. Pelaksanaan SL-PTT sebagai

pendekatan pembangunan tanaman pangan, khususnya dalam mendorong

peningkatan produksi padi nasional telah terbukti mengungkit pencapaian

produksi, namun ke depan dengan berbagai tantangan yang lebih beragam maka

diperlukan penyempurnaan dan atau peningkatan kualitas baik pada tatanan

perencanaan dan operasionalisasi di lapangan.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka pada tahun 2015 upaya

peningkatan produksi padi difokuskan pada kawasan tanaman pangan, melalui

Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) dengan fasilitasi

bantuan sarana produksi (saprodi), biaya tanam jajar legowo dan pertemuan

kelompok pada seluruh areal program GP-PTT sebagai instrumen stimulan disertai

dengan dukungan pembinaan, pengawalan dan pemantauan oleh berbagai pihak.

Page 20: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

12

Subbab ini membahas tentang tinjauan konseptual SL-PTT sejak tahun

2008-2014 sebagaimana tercantum dalam Pedoman Pelaksanaan 2008-2009 dan

Pedoman Teknis 2010-2014 (Ditjentan 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013,

2014), kemudian transformasinya menjadi GP-PTT pada tahun 2015 (Ditjentan

2015). Konsep SL-PTT mengalami perubahan dalam kurun waktu tersebut, dan

ketika ditransformasi menjadi GP-PTT terdapat beberapa bagian SL-PTT yang

tetap dipertahankan selain tentu saja terdapat perbedaan di antara kedua konsep

tersebut.

3.2.1. Konsep SL-PTT

SL-PTT pertama kali dikembangkan pada tahun 2008. SL-PTT berfungsi

sebagai pusat belajar pengambilan keputusan para petani/kelompok tani,

sekaligus tempat tukar menukar informasi dan pengalaman lapangan, pembinaan

manajemen kelompok serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. Melalui

SL-PTT diharapkan petani/kelompok tani nantinya akan mampu mengambil

keputusan atas dasar pertimbangan teknis dan ekonomis dalam setiap tahapan

budi daya usaha taninya serta mampu mengaplikasikan teknologi secara benar

sehingga meningkatkan produksi dan pendapatannya.

SL-PTT dilaksanakan oleh kelompok tani yang sudah terbentuk dan masih

aktif. Kelompok tani yang dimaksud diupayakan kelompok tani yang dibentuk

berdasarkan hamparan, atau lokasi lahan usaha taninya diupayakan masih dalam

satu hamparan setiap kelompok. Hal ini perlu untuk mempermudah interaksi antar

anggota karena mereka saling mengenal satu sama lainnya dan diharapkan

tinggal saling berdekatan sehingga bila teknologi SL-PTT sudah diadopsi secara

individu akan mudah ditiru petani lainnya.

Tiap unit SL-PTT terdiri dari petani peserta yang berasal dari satu kelompok

tani yang sama dan atau dengan kelompok tani lain terdekat. Dalam setiap unit

SL-PTT perlu ditetapkan seorang ketua yang bertugas mengkoordinasikan aktivitas

anggota kelompok, seorang sekretaris yang bertugas sebagai pencatat kegiatan–

kegiatan yang dilaksanakan pada setiap pertemuan dan seorang bendahara yang

bertugas mengurusi masalah yang berhubungan dengan keuangan.

Page 21: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

13

Dalam SL-PTT terdapat satu unit Laboratorium Lapangan (LL) yang

merupakan bagian dari kegiatan SL-PTT sebagai tempat bagi petani anggota

kelompok tani dapat melaksanakan seluruh tahapan SL-PTT pada lahan tersebut.

Peserta SL-PTT akan mengadakan pengamatan bersama–sama di petak

percontohan/Laboratorium Lapangan (LL), mendiskripsikan dan membahas

temuan–temuan lapangan. Pemandu Lapangan berperan sebagai fasilitator untuk

mengarahkan jalannya diskusi kelompok.

Peserta SL-PTT wajib mengikuti setiap tahap pertanaman dan

mengaplikasikan kombinasi komponen teknologi yang sesuai spesifik lokasi mulai

dari pengolahan tanah, budi daya, penanganan panen dan pascapanen. Pada

setiap tahapan pelaksanaan, petani peserta diharapkan melakukan serangkaian

kegiatan yang sudah direncanakan dan dijadwalkan, baik dipetak LL maupun di

lahan usaha taninya.

Terdapat empat strategi peningkatan produksi dalam implementasi SL-

PTT: (i) Peningkatan produktivitas. Dilakukan melalui pemakaian benih varietas

unggul bermutu produktivitas tinggi termasuk benih padi hibrida dan jagung

hibrida, 13ocial jarak tanam jajar legowo, pemupukan berimbang dan pemakaian

pupuk 13ocial13 serta pupuk bio-hayati, pengelolaan pengairan dan perbaikan

budi daya disertai pengawalan, pendampingan, pemantauan dan koordinasi, dll.

Strategi ini terutama dilaksanakan di wilayah dimana perluasan areal sudah sulit

dilakukan, sehingga dengan penerapan teknologi spesifik lokasi diharapkan masih

dapat ditingkatkan produktivitasnya. Hal lain yang dapat diterapkan adalah

dengan mengurangi potensi kehilangan hasil melalui penanganan panen dan

pascapanen yang lebih baik. (ii) Perluasan areal tanam. Dilakukan melalui upaya

optimalisasi lahan, melalui upaya perbaikan seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air

Mikro, pompanisasi dan penambahan baku lahan sawah (cetak sawah baru),

disertai konservasi lahan yang berkelanjutan serta peningkatan indeks

pertanaman, pengelolaan air irigasi, dll. (iii) Pengamanan produksi. Pengamanan

produksi dimaksudkan untuk mengurangi dampak perubahan iklim seperti

kebanjiran dan kekeringan serta pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

(OPT), dan pengamanan kualitas produksi dari residu pestisida serta mengurangi

Page 22: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

14

kehilangan hasil pada saat penanganan panen dan pascapanen yang masih cukup

besar. (iv) Pemandu Lapangan. Penyempurnaan manajemen tersebut berupa

dukungan kebijakan dan regulasi, penyempurnaan manajemen teknis serta

penyempurnaan data dan informasi.

Penerapan PTT didasarkan pada empat prinsip (Ditjentan 2008), yaitu (i)

Terpadu : PTT merupakan suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, tanah

dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya secara terpadu; (ii) Sinergis : PTT

memanfaatkan teknologi pertanian terbaik, dengan memperhatikan keterkaitan

yang saling mendukung antar komponen teknologi; (iii) Spesifik lokasi : PTT

memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun 14ocial

budaya dan ekonomi petani setempat; dan (iv) Partisipatif : Petani turut

berperanserta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kondisi

setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk

laboratorium lapangan (LL).

Ketentuan pelaksanaan SL-PTT mencakup empat hal yaitu: (i) Syarat lokasi.

Lokasi SL-PTT diusahakan berada pada satu hamparan atau kawasan, mempunyai

potensi untuk ditingkatkan produktivitas dan/atau IP-nya, serta anggota kelompok

taninya respons terhadap penerapan teknologi.; (ii) Luas per unit. Luas satu unit

SL-PTT padi dan jagung adalah 25 ha yang di dalamnya terdapat satu unit LL

seluas 1 ha. Pertanaman di areal SL-PTT padi ditargetkan mampu meningkatkan

produksi sebesar 0.5-1 ton/ha dan target di areal LL sebesar 1-1.5 ton/ha; (iii)

Jumlah peserta tiap unit. Peserta tiap unit SL-PTT diupayakan para petani yang

berasal dari hamparan seluas 25 ha; (iv) Memiliki Pemandu Lapangan. Pemandu

lapangan untuk SL-PTT awalnya hanya dilakukan oleh penyuluh/POPT/PBT dan

petugas dinas pertanian setempat. Sejak 2010 pengawalan dan pendampingan

SL-PTT melibatkan pelaku yang lebih lengkap mencakup penyuluh, POPT, PBT,

dan peneliti. Peran peneliti pada tahun 2010 terbatas sebagai narasumber, namun

mulai tahun 2011 60% dari lokasi SL-PTT harus didampingi oleh peneliti. Tugas-

tugas yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam

pendampingan dan pengawalan telah dirinci dalam Pedoman Teknis GP-PTT.

Page 23: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

15

Bahkan pada kurun waktu selanjutnya, aparat TNI juga terlibat dalam

pendampingan dan pengawalan SL-PTT.

Komoditas yang menjadi target untuk ditingkatkan produksinya melalui SL-

PTT awalnya adalah padi, jagung, kedele. Namun dalam perjalanan implementasi

program dalam kurun waktu 2008-2014, terdapat beberapa perubahan komoditas

(Tabel 3.1). Pada tahun 2010, kacang tanah pernah ditambahkan sebagai

komoditas yang tercakup dalam SL-PTT, namun tahun berikutnya tidak lagi

dimunculkan. Sejak 2012 komoditas yang dikembangkan hanya dua yaitu padi dan

jagung.

Tabel 3.1. Jenis komoditas yang dikembangkan dalam program SL-PTT di Indonesia selama 2008-2014

Tahun Komoditas

2008 Padi, jagung, kedelai

2009 Padi, jagung, kedelai

2010 Padi, jagung, kedelai, kacang tanah

2011 Padi nonhibrida, pada hibrida, padi gogo, jagung, kedelai

2012 Padi (nonhibrida, nonhibrida spesifik lokasi peningkatan produktivitas, nonhibrida spesifik lokasi peningkatan IP; hibrida, hibrida spesifik lokasi peningkatan produktivitas, hibrida spesifik lokasi peningkatan IP), jagung

hibrida.

2013 Padi. Kawasan pertumbuhan : padi inbrida sawah, padi inbrida pasang surut, padi inbrida rawa lebak, padi inbrida lahan kering. Kawasan Pengembangan :

padi inbrida sawah, padi inbrida lahan kering, padi hibrida. Kawasan Pemantapan : padi inbrida sawah, padi inbrida lahan kering. Jagung. Kawasan pertumbuhan : jagung hibrida, jagung komposit. Kawasan Pengembangan :

jagung hibrida. Kawasan Pemantapan : jagung hibrida.

2014 Kawasan pertumbuhan : padi inbrida sawah, padi inbrida pasang surut, padi inbrida rawa lebak, padi inbrida lahan kering. Kawasan Pengembangan : padi inbrida sawah, padi inbrida lahan kering, padi hibrida. Kawasan Pemantapan :

padi inbrida sawah, padi inbrida lahan kering. Jagung. Kawasan pertumbuhan : jagung hibrida, jagung komposit. Kawasan Pengembangan : jagung hibrida.

Kawasan Pemantapan : jagung hibrida.

Sumber: Ditjentan 2008-2014.

Dalam perjalanannya, komponen teknologi SL-PTT juga mengalami

perubahan (Tabel 3.2). Pada awal kemunculannya terdapat 12 jenis komponen

teknologi yang diterapkan, dan hal ini berlangsung hingga tahun berikutnya. Sejak

tahun 2010, komponen teknologi dipisahkan menjadi komponen teknologi dasar

dan pilihan. Pembagian ini terus digunakan hingga 2014, namun komponen

teknologi yang terdapat di dalamnya kadangkala berubah. Misalnya bahan organik

Page 24: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

16

pada tahun 2010 termasuk dalam komponen dasar, pada tahun berikutnya masuk

dalam komponen pilihan. Sistem tanam yang diterapkan dalam SL-PTT

sebenarnya mengacu pada sistem tanam legowo, namun istilah ini tidak selalu

muncul secara eksplisit dalam pedoman teknis. Beberapa istilah sistem tanam

yang digunakan istilah yaitu: sistem legowo (2008-2009, 2013-2014), populasi

tanaman optimum (2010-2011), Populasi tanaman 66.000-75.000 tan/ha (2012).

Tabel 3.2. Komponen PTT Padi 2008-2014

Tahun Komponen teknologi

2008 Varietas benih unggul, benih berlabel, olah tanah, peningkatan populasi dengan sistem legowo, bibit muda dan 1-3 bibit per lubang, pengaturan tata tanam

secara tepat, pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status tanah, pemberian air secara efektif dan efisien, pengendalian HPT secara terpadu, pengendalian gulma, penanganan panen dan pascapanen.

2009 sda

2010 Komponen dasar : VUB, inbrida, hibrida; benih bermutu dan berlabel;

pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami; populasi tanaman optimum; pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah; pengendalian OPT. Komponen teknologi pilihan : OT sesuai musim dan pola

tanam; bibit muda (<21 hari); 1-3 bibit per lubang; pengairan secara efektif dan efisien; penyiangan dengan landak atau gasrok; panen tepat waktu dan gabah segera dirontok.

2011 sda

2012 Komponen dasar : VUB, inbrida, hibrida; benih bermutu dan berlabel; Populasi

tanaman 66.000-75.000 tan/ha; pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah. Komponen teknologi pilihan : Penyiapan lahan; pemberian pupuk organik; pembuatan saluran draenase pada lahan kering atau

saluran irigasi pada lahan sawah; pengendalian gulma secara mekanis atau dengan herbisida kontak; pengendalian hama dan penyakit; panen tepat waktu

dan pengeringan segera.

2013 Komponen dasar : varietas modern (VUB, PH, PTB); benih bermutu dan

berlabel; pengaturan cara tanam (jarwo); pemupukan Berimbang dan efisien; PHT sesuai OPT sasaran. Komponen teknologi pilihan : bahan organik/pupuk

kandang/amelioran; umur bibit; OT yang baik, pengelolaan air optimal; pupuk cair; penangan panen dan pascapanen.

2014 sda Sumber: Ditjentan 2008-2014.

Plafon bantuan untuk peserta SL-PTT berupa benih: padi nonhibrida

25kg/ha, hibrida 15 kg/ha, padi gogo 25 kg/ha, jagung hibrida 15 kg/ha, kedelai

40 kg/ha, kacang tanah 120 kg polong kering/ha. Bantuan untuk pembelian pupuk

Urea, NPK, pupuk organik, dan atau yang lainnya disesuaikan dengan

rekomendasi dosis pemupukan setempat. Bantuan tersebut merupakan stimulan,

kekurangannya diharapkan dipenuhi secara swadaya.

Page 25: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

17

Upaya pencapaian sasaran produksi awalnya dilakukan dalam unit-unit SL-

PTT. Luas satu unit SL-PTT awalnya berkisar 10-25 ha, di dalamnya terdapat

minimal 1 ha LL. Sejak tahun 2013 kegiatan peningkatan produktivitas dilakukan

dengan menggunakan pendekatan kawasan. Kawasan adalah suatu daerah

tertentu dengan ciri-ciri tertentu. Dalam konteks pertanian kawasan yang

dimaksud adalah suatu areal (sawah, lahan kering, tadah hujan, rawa lebak, rawa

pasang surut) di lokasi tertentu tanpa memperhitungkan batas-batas administrasi

wilayah (desa/kampung), sungai, jalan, atau batas-batas lainnya.

Terdapat tiga jenis kawasan yang menjadi fokus pengembangan SL-PTT

yaitu kawasan pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan. Kawasan

Pertumbuhan merupakan daerah yang tingkat produktivitasnya masih di bawah

rata-rata produktivitas provinsi (daerah-daerah suboptimal), pemanfaatan lahan

belum optimal, tingkat kehilangan hasil masih tinggi. Kawasan Pengembangan

merupakan daerah yang tingkat produktivitasnya sama dengan rata-rata

produktivitas provinsi, pemanfaatan lahan hampir optimal, tingkat kehilangan hasil

sedang tetapi mutu hasil belum optimal. Kawasan Pemantapan merupakan daerah

yang tingkat produktivitasnya di atas rata-rata produktivitas provinsi dan atau

nasional, mutu hasil belum optimal, efisiensi usaha belum berkembang dan

optimalisasi pendapatan melalui produksi subsektor tanaman sudah maksimal

(kecuali ada introduksi teknologi baru).

Luas satu kawasan 1.000 ha diutamakan dalam satu desa dalam satu

kecamatan dan penuhi terlebih dahulu areal dalam satu desa dalam satu

kecamatan. Namun apabila areal di desa tersebut belum mencukupi, maka

kekurangannya dapat ditambah/dipenuhi dari desa terdekat, dan seterusnya

hingga kawasan seluas 1.000 ha dapat terpenuhi. Apabila kawasan 1.000 ha

belum dapat dipenuhi dari satu kecamatan, maka kekurangannya dapat dipenuhi

dari kecamatan terdekat, dan seterusnya hingga kawasan seluas 1.000 ha

terpenuhi. Pada setiap 25 ha dalam kawasan seluas 1.000 ha, dilaksanakan 1 unit

Laboratorium Lapangan (LL) seluas 1 ha sehingga jumlah LL dalam kawasan

1.000 ha sebanyak 40 unit (40 ha LL).

Page 26: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

18

Perubahan pendekatan kawasan juga membawa konsekuensi terhadap

plafon bantuan saprodi, secara rinci sebagai berikut : (i) Areal laboratorium

Lapangan (LL) pada kawasan pertumbuhan, pengembangan, dan pemantapan

mendapatkan bantuan saprodi (urea, NPK, pupuk organik, herbisida dan kapur

pertanian); (ii) Areal SL di luar LL pada kawasan pertumbuhan dan

pengembangan mendapatkan bantuan saprodi yang volume dan jenisnya tidak

sebesar pada lokasi LL. Kekurangan saprodi agar dapat dipenuhi secara swadana;

(iii) Areal SL di luar LL pada kawasan pemantapan tidak mendapatkan bantuan

saprodi. Untuk itu, saprodi pada areal tersebut diharapkan dapat disediakan

melalui swadana dan/atau dari sumber-sumber lainnya. Pengunaan saprodi

(volume dan jenisnya) di tingkat lapangan disesuaikan dengan kondisi di masing-

masing daerah (spesifik lokasi) dan telah disetujui oleh PPL serta Dinas Pertanian

Kabupaten/Kota dan BPTP Provinsi setempat.

3.2.2. Transformasi SLPTT menjadi GP-PTT

Implementasi SL-PTT signifikan dalam mengungkit peningkatan produksi

dan produktivitas, sehingga pada tahun 2015 ditingkatkan menjadi gerakan, yang

disebut Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu disingkat GP-PTT.

Konsep GP-PTT tidak banyak berbeda dengan konsep SL-PTT 2013-2014. Strategi

dan prinsip peningkatan produksi yang diacu masih sama, demikian pula

komoditasnya, yaitu padi dan jagung.

Pendekatan kawasan dalam GP-PTT berbeda dengan kawasan pada SL-

PTT, yaitu tidak lagi ada pembagian kawasan pertumbuhan, pengembangan, dan

pemantapan, hanya ada Kawasan dan GP-PTT non-Kawasan. GP-PTT Kawasan

adalah program dan kegiatan GP-PTT pada kawasan padi yang telah eksis atau

calon lokasi baru, dapat berupa hamparan atau spot parsial yang terhubung

dengan aksesibilitas yang memadai, dengan luas agregat kawasan 2500 ha. GP-

PTT non-Kawasan program dan kegiatan GP-PTT pada areal padi yang baru

dibentuk atau lokasi yang telah eksis, yang bersifat spot parsial maupun hamparan

dengan luas agregat areal sesuai potensi daerah. Kriteria khusus tanaman

pangan/padi dalam aspek luas agregat adalah 5.000 ha/2-4 kecamatan dan atau

disesuaikan dengan kondisi di lapangan, dengan fasilitasi GP-PTT seluas 2.500 ha.

Page 27: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

19

Pelaksanaan GP-PTT juga mensyaratkan adanya Pemandu Lapangan (PL).

Pemandu Lapangan adalah Penyuluh Pertanian, Pengawas Organisme

Pengganggu Tanaman (POPT), Pengawas Benih Tanaman (PBT) yang telah

mengikuti pelatihan SL-PTT dan berperan sebagai pendamping dan pengawal

pelaksanaan GP-PTT. Selain itu, juga dilakukan pengawalan dan pendampingan

oleh petugas dinas, aparat TNI, peneliti. Pengawalan dan Pendampingan oleh

Petugas Dinas adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas Dinas Pertanian

Provinsi dan Kabupaten/Kota termasuk Penyuluh, POPT, PBT, Mantri Tani dan

atau petugas lainnya sesuai dengan kebutuhan di lapangan dalam melakukan

pengawalan dan pendampingan, guna lebih mengoptimalkan pelaksanaan

kegiatan GP-PTT. Pengawalan dan Pendampingan oleh Aparat adalah kegiatan

yang dilakukan oleh TNI-AD beserta jajarannya (Babinsa), Camat, Kades dan atau

petugas lainnya sesuai dengan kebutuhan di lapangan dalam melakukan

pengawalan dan pendampingan, guna lebih mengoptimalkan pelaksanaan

kegiatan GP-PTT. Pengawalan dan Pendampingan oleh Peneliti adalah kegiatan

yang dilakukan oleh peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) didukung

oleh peneliti UK/UPT Lingkup Badan Litbang Pertanian guna meningkatkan

pemahaman dan akselerasi adopsi PTT dengan menjadi narasumber pada

pelatihan, penyebaran informasi, melakukan uji adaptasi varietas unggul baru,

demplot, dan supervisi penerapan teknologi. Pengawalan dan Pendampingan oleh

Penyuluh adalah kegiatan yang dilakukan oleh Penyuluh guna meningkatkan

penerapan teknologi spesifik lokasi sesuai rekomendasi BPTP dan secara berkala

hadir di lokasi GP-PTT dalam rangka pemberdayaan kelompok tani sekaligus

memberikan bimbingan kepada kelompok dalam penerapan teknologi. Penyuluh

diharapkan hadir pada setiap pertemuan kelompok tani di lapangan. Pengawalan

dan Pendampingan oleh POPT (Pengawas Organisme Pengganggu Tanaman)

adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas OPT dalam rangka pengendalian

hama terpadu (PHT). Pengawalan dan Pendampingan oleh PBT (Pengawas Benih

Tanaman) adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas Benih dalam rangka

pengawasan mutu benih.

Page 28: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

20

Perbedaan mendasar antara SL-PTT dengan GP-PTT adalah tidak ada lagi

pembagian areal LL dan SL. Seluruh petani peserta program mendapat bantuan

berupa saprodi lengkap, ditambah biaya pertemuan, dan tambahan biaya tanam

jarwo. Secara ringkas transformasi tersebut disajikan pada gambar berikut.

Gambar 1. Perbandingan SL-PTT Tahun 2014 dengan GP-PTT Tahun 2015

(Ditjentan 2015)

Plafon stimulan/bantuan saprodi untuk pelaksanaan GP-PTT Padi Tahun

2015 berbeda untuk wilayah Papua dan di Luar Papua, namun untuk kawasan

dengan nonkawasan nilai bantuan sama (Tabel 3.3). Kawasan dan non-Kawasan

untuk wilayah Luar Papua memperoleh alokasi bantuan senilai Rp2,9 juta/ha,

sedangkan untuk wilayah Papua Rp3,11 juta/ha. Bantuan saprodi yang diberikan

dalam pelaksanaan GP-PTT Padi, digunakan untuk:

1. Pembelian benih varietas unggul bersertifikat, dengan harga nonsubsidi. Tidak

dibolehkan memanfaatkan/menggunakan benih bersubsidi yang disediakan

Pemerintah. Jumlah dan varietas yang akan digunakan disesuaikan dengan

kondisi setempat (spesifik lokasi), serta disetujui dan atau diketahui oleh

Petugas Lapangan/Penyuluh, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan BPTP

setempat. Sumber benih dapat berasal dari kios benih, penangkar benih,

Page 29: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

21

produsen BUMN/BUMD/Swasta, dan atau dari sumber lain yang jelas, dll.

Selanjutnya kemasan dan label benih agar disimpan dengan baik.

2. Pembelian pupuk bersubsidi (Urea, NPK, Organik) dengan harga yang

ditetapkan Pemerintah. Untuk itu pastikan petani pelaksana GP-PTT telah

tergabung dalam kelompok tani dan telah menyusun RDK dan RDKK. Adapun

jenis pupuk dan dosis yang akan digunakan di lapangan, disesuaikan dengan

rekomendasi dan kondisi di masing-masing daerah (spesifik lokasi) serta

disetujui dan atau diketahui oleh Petugas Lapangan/Penyuluh, Dinas Pertanian

Kabupaten/Kota dan BPTP setempat. Di samping itu, anggaran yang tersedia,

digunakan pula untuk pembelian pestisida yang jumlah dan dosis, disesuaikan

dengan kebutuhan di lapangan. Apabila rekomendasi di suatu lokasi

memerlukan pupuk/pestisida jenis lainnya, maka apabila dana masih

memungkinkan dapat dibiayai dari dana yang tersedia tersebut. Selanjutnya,

apabila seluruh komponen telah dipenuhi dan masih tersedia dana, maka sisa

dana dapat dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pupuk anorganik (sesuai

rekomendasi). Pupuk yang belum digunakan agar disimpan dan dijaga dengan

sebaik-baiknya agar mutunya tetap terjaga saat digunakan. Selanjutnya

kemasan pupuk disimpan dengan baik.

3. Membiayai pertemuan kelompok tani, yang jumlahnya minimal empat kali dan

atau disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Dari empat kali pertemuan,

satu kali pertemuan dilaksanakan sebelum tanam untuk mendukung

penyusunan Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP) atau Pemahaman Masalah

dan Peluang (PMP), satu kali pertemuan untuk penyusunan Rencana Usaha

Kelompok (RUK) dan sisanya disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.

Pertemuan dilakukan oleh kelompok tani peserta GP-PTT dan bertempat di

areal yang ditunjuk dan disepakati bersama (musyawarah mufakat). Peserta

pertemuan adalah petani peserta dipandu oleh Pemandu Lapangan (Penyuluh,

POPT, PBT, Peneliti, Aparat dan petugas). Apabila dibutuhkan dan dengan

mempertimbangkan berbagai hal, anggaran yang tersedia dapat pula

digunakan untuk pelaksanaan Temu Lapangan Petani (FFD) dalam rangka

sosialisasi kepada masyarakat akan keberhasilan pelaksanaan, dengan

Page 30: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

22

mengundang petani sekitarnya, pemuda/i tani, tokoh masyarakat, petugas

lapangan, aparat, stake holder, dll.

Tabel 3.3. Plafon stimulan/bantuan saprodi GP-PTT Padi Tahun 2015

No Uraian Areal

(Ha)

Biaya

(Rp 000/Ha)

Instrumen

I Kawasan

GP-PTT Padi Hibrida

1. Di luar Papua 70.000 2.900 - Saprodi (benih, pupuk, pestisida)

- Bantuan biaya tanam jarwo - Pertemuan kelompok minimal 4 kali

2. Papua 5.000 3.110 - Saprodi (benih, pupuk, pestisida)

- Bantuan biaya tanam jarwo - Pertemuan kelompok minimal 4 kali

II Non-Kawasan/Rintisan/Reguler

GP-PTT Padi Inbrida

3. Di luar Papua 220.000 2.900 - Saprodi (benih, pupuk, pestisida) - Bantuan biaya tanam jarwo - Pertemuan kelompok minimal 4 kali

4. Papua 5.000 3.110 - Saprodi (benih, pupuk, pestisida)

- Bantuan biaya tanam jarwo - Pertemuan kelompok minimal 4 kali

GP-PTT Padi Hibrida

5. Di luar Papua 50.000 2.900 - Saprodi (benih, pupuk, pestisida) - Bantuan biaya tanam jarwo

- Pertemuan kelompok minimal 4 kali

6. Papua - - - Sumber: Ditjentan 2015

4. Membantu biaya penerapan teknologi tanam jajar legowo. Untuk itu, GP-PTT

Padi (kawasan maupun nonkawasan) di lahan beririgasi wajib meningkatkan

optimalisasi popuplasi tanaman persatuan luas melalui penerapkan tanam jajar

legowo baik 2:1 atau 4:1.

Semua jenis pengeluaran saprodi, dituangkan dalam RUK (Rencana Usaha

Kelompok), masing-masing Kelompok tani pelaksana GP-PTT baik kawasan

maupun nonkawasan/rintisan/regular. Kebutuhan sarana produksi dan pendukung

lainnya yang tidak difasilitasi Pemerintah Pusat maupun kekurangannya, agar

ditanggung dan diusahakan secara swadaya oleh anggota kelompok tani atau dari

sumber lainnya.Hal ini dimaksudkan agar petani/kelompok tani ikut memiliki

sehingga mempunyai tanggungjawab moral untuk mensukseskan GP-PTT Padi

dalam rangka mendukung pencapaian sasaran produksi tahun 2015. Teknologi

Page 31: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

23

yang akan diterapkan pada GP-PTT (kawasan maupun nonkawasan/

rintisan/reguler), dikomunikasikan dan atau dikonsultasikan dengan BPTP

setempat dan sesuai dengan kondisi di lapangan (spesifik lokasi) guna menjamin

keberhasilan pelaksanaan kegiatan sehingga dapat menjadi mengungkit

peningkatan produktivitas dan produksi.

Bantuan sarana produksi merupakan Belanja Bantuan Sosial (Bansos) dan

penggunaannya dengan mekanisme transfer langsung ke rekening kelompok tani

dalam bentuk uang dan sesuai pedoman serta peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Di samping itu, guna mendukung pelaksanaan GP-PTT Padi,

pemerintah memberikan pula stimulan berupa anggaran untuk penyediaan papan

nama, pendampingan dan ubinan, dengan rincian penggunaan seperti berikut:

1. Digunakan untuk penyediaan papan nama. Papan nama merupakan identitas

lokasi dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Papan nama diberikan setiap

unit (@ 25 ha) atau disesuikan dengan kondisi di lapangan. Bahan dan ukuran

disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (tidak harus dalam bentuk papan,

namun dapat berupa tripleks, plastik sablon, dan atau lainnya) dan atau

disesuaikan dengan kondisi di masing-masing lokasi. Apabila dipandang perlu

menambah biaya untuk keperluan tersebut, dapat diupayakan dari swadaya

petani/kelompok tani atau dari sumber-sumber lain yang sah dan diketahui

petugas lapangan dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota.

2. Digunakan untuk membiayai pendampingan dan pengawalan, kegiatan GP-PTT

baik kawasan maupun nonkawasan di lapangan. Pendampingan dan atau

pengawalan, dilakukan oleh petugas dinas kabupaten/kota termasuk penyuluh/

PPL, POPT, PBT, mantri tani atau petugas lainnya sesuai kebutuhan di lapangan

serta aparat (babinsa, camat, kades atau lainnya). Khusus pendampingan dan

atau pengawalan oleh aparat, keterlibatannya (kebutuhan) disesuaikan dengan

kebutuhan di lapangan. Jumlah kunjungan/pendampingan dan atau

pengawalan ke lapangan, disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Untuk

itu, diperlukan koordinasi antara dinas pertanian kabupaten/kota dengan

bapelluh, kodim, korem, babinsa dan aparat kecamatan sampai desa.

Page 32: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

24

3. Digunakan untuk membiayai pelaksanaan ubinan bersama. Ubinan dilaksanakan

pada kawasan maupun non kawasan/rintisan/reguler GP-PTT Padi. Setiap 25 ha

dan atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan, difasilitasi 1 unit ubinan

dengan anggaran yang disediakan sebesar Rp 180.000,-/unit, yang

diperuntukkan untuk honor petugas ubinan (masing-masing 1 orang Mantri

Tani dan 1 orang KSK) serta fasilitasi untuk pencatatan hasil ubinan dan

pengirimannya ke Pusat. Untuk itu, koordinasi dan sinergitas antara Dinas

Pertanian Kabupaten/Kota dan BPS Kabupaten sangat diperlukan. Data ubinan

merupakan salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan GP-PTT baik pada

kawasan maupun nonkawasan/rintisan/reguler.

3.3. Hasil Kajian Empiris SL-PTT dan GP-PTT

Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam

memenuhi kebutuhan pangan nasional dan tercapainya ketahanan pangan

nasional. Produksi padi sawah secara garis besar ditentukan oleh dua faktor,

yaitu (1) produktivitas padi sawah, dan (2) luas panen. Di tengah persaingan

pemanfaatan lahan diantara komoditas pangan yang semakin ketat, peningkatan

produksi padi sawah seharusnya mengandalkan pada peningkatan produktivitas

padi sawah daripada peningkatan luas panen.

Peningkatan produksi padi nasional bersumber dari peningkatan luas panen

dan produktivitas, sementara penambahan luas panen dapat bersumber dari

kenaikan IP padi maupun pencetakan sawah. Peningkatan produktivitas sangat

erat kaitannya dengan adopsi teknologi. Oleh karena itu, penerapan inovasi

teknologi budi daya padi di tingkat petani sesuai anjuran merupakan salah satu

strategi dalam program peningkatan produksi beras nasional menuju swasembada

berkelanjutan (Deptan 2008). Menurut Syahyuti (2008) bahwa partisipasi petani

sangat diperlukan dalam mengadopsi teknologi budi daya sebagai upaya untuk

keberlanjutan pebangunan pertanian dengan peningkatan produksi dan

produktivitas komoditas padi. Inovasi teknologi padi yang tersedia saat ini dalam

bentuk varietas unggul, pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT),

penanganan panen dan pascapanen dapat diandalkan untuk mendukung program

peningkatan produksi padi (Puslitbangtan 2014).

Page 33: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

25

Program PTT pada wilayah yang produktivitas padinya di bawah rata-rata

provinsi, maka pelaksanaan Program PTT dipadukan dengan Integrasi Sistem Padi

Ternak (ISPT) dan diseminasi dilakukan melalui pilot proyek sehingga lahir

percontohan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) (Rusastra et al.

2013). Tujuan P3T adalah: (1) terselenggaranya intensifikasi berlandaskan

teknologi pertanian, (2) lahirnya lembaga-lembaga berazaskan kemandirian petani

dalam memperkuat modal sendiri, dan (3) terbukanya peluang bagi pelaku usaha

swasta dalam kegiatan usaha agribisnis.

Teknologi yang dikembangkan dalam P3T terdiri atas tiga paket utama

yaitu pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) padi sawah irigasi,

Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) dan Teknologi produksi benih dan padi

hibrida. Hasil uji coba PTT di tiga provinsi menunjukkan peningkatan produksi padi

berkisar antara 8-22% dibanding cara yang diterapkan petani (Puslitbangtan 2002

dalam Supriadi et al. 2012). Sementara itu hasil dari delapan provinsi naik 7-38%

dengan jumlah penggunaan input yang lebih rendah dari pada praktik petani yaitu

R/C ratio antara 1,4 – 2,9 (Fagi et al. 2002 dalam Supriadi et al. 2012).

Berdasarkan pencapaian hasil dan dampak dari PTT terhadap produksi maka

teknologi PTT mempunyai prospek untuk diperluas. Namun demikian perlu

diperhatikan mengingat sifat PTT yang spesifik lokasi dan partisipatif sangat

berbeda dengan pendekatan yang digunakan dalam program intensifikasi

sebelumnya, seperti BIMAS, INMAS, INSUS sampai SUPRA-INSUS, di mana

teknologi yang dianjurkan bersifat paket dan berlaku umum dimana saja serta

dilaksanakan sepenuhnya dengan insisasi petugas (top down). Dalam penerapan

PTT, petani dan petugas harus duduk bersama memilih komponen teknologi yang

akan diterapkan, sesuai dengan keinginan petani dan lingkungannya. Bimbingan

dan pendampingan yang intensif diperlukan agar petani dapat menerapkan PTT

dengan benar (Sembiring daan Abdurahman 2008).

Permasalahan program SL-PTT mencakup tataran konsepsi, implementasi,

kebijakan dan pendanaan program dalam peningkatan produksi padi nasional

(Supriadi et al. 2012; Rusastra et al. 2013). Dalam tataran konsepsi, SL-PTT

dengan filosofi tetesan minyak, dengan harapan teknologi PTT akan menyebar

Page 34: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

26

dari LL ke wilayah SL dan seterusnya ke wilayah di luar SL-PTT, nampak kurang

berjalan seperti yang diharapkan. Konsepsi SL-PTT yang cenderung bersifat

sentralistik dalam bentuk BLM, seperti bantuan langsung benih unggul (BLBU) dan

bantuan langsung pupuk (BLP) berdampak negatif terhadap kinerja pelaksanaan

dan dampak terhadap peningkatan produksi.

Permasalahan pokok yang dihadapi dalam pelaksanaan program SL-PTT

padi diantaranya adalah (Rusastra et al. 2013): (a) Penyeragaman alokasi jumlah

bantuan benih dan pupuk berimplikasi negatif terhadap perakitan/paket teknologi

spesifik lokasi; (b) Pengadaan benih yang bersifat sentralistik oleh BUMN,

berpotensi negatif terhadap peran kelompok tani penangkar benih; (c) intensitas

dan koordinasi pengawalan/pendampingan antara LL, SL-PTT, dan di luar areal

SL-PTT diduga akan berdampak terhadap kinerja dan pencapaian target program.

Hasil kajian (Hotimah 2011) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang

berpengaruh nyata terhadap keberhasilan SL-PTT adalah: umur petani, tingkat

kehadiran petani dalam SL-PTT, luas lahan, pendapatan usaha tani padi SL-PTT.

Oleh karena itu karakteristik petani peserta perlu diperhatikan, selain partisipasi

kehadiran petani dalam kegiatan SL-PTT. Hasil kajian Ariani et al. (2015)

mengungkapkan bahwa salah satu aspek belum optimalnya kinerja pelaksanaan SL-

PTT adalah terbatasnya jumlah peneliti dan penyuluh untuk mengawal dan

mendampingi petani dalam mempraktekkan komponen teknologi PTT di lahannya

sendiri. Penyuluh sebagai ujung tombak dalam mendukung keberhasilan program,

maka pemberdayaan penyuluh dalam rangka pendampingan dan pengawalan dalam

penerapan teknologi di lapangan sangat diperlukan.

Permasalahan lainnya adalah terkait dengan keterlambatan dan kualitas

benih serta permasalahan teknis kurangnya ketersediaan air saat diperlukan. Dari

capaian peningkatan produktivitas, maka introduksi berupa penggunaan varietas

unggul baru dan benih padi hibrida dapat menjadi terobosan yang perlu

mendapat dukungan semua pihak. Menurut Sumarno (2011) penggunaan

varietas unggul baru (VUB) yang memiliki potensi daya hasil tinggi sangat

berpengaruh nyata dalam peningkatan produktivitas, seperti varietas Cigeulis,

Ciherang, Sinta Nur dan Mikongga, hanya saja ketersediaan benih yang

Page 35: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

27

berkualitas dengan harga yang terjangkau di tingkat usaha tani masih menjadi

kendala utama.

Sasaran luas areal panen dan tambahan (deviasi) produktivitas padi selama

pelaksanaan tahun 2009-2014 diprediksi mencapai 6,94 juta ton gabah (Tabel

3.4.). Rencana luas panen makin meningkat, namun sasaran produktivitas dalam

kurun 2009 -2011 namun menurun pada tahun berikutnya, dan meningkat lagi

pada tahun-tahun setelahnya sekali pun peningkatannya belum setinggi tahun

2009 saat program baru berjalan tahun ke-2.

Tabel 3.4. Prediksi tambahan produksi padi Nasional selama pelaksanaan SL-PTT

(2009-2014)

Tahun Rencana luas panen

SL-PTT (Ha)

Sasaran produktivitas

SL-PTT

(ku/ha)

Deviasi produktivitas

SL-PTT

(ku/ha)

Prediksi tambahan produksi hasil SL-PTT

(ton)

2009 2.051.000 56,37 5,33 1.093.183

2010 2.500.000 59,50 3,94 985.000

2011 2.778.980 58,57 3,11 864.263

2012 3.400.650 54,76 4,74 1.611.908

2013 4.625.000 55,21 3,21 1.484.625

2014 4.632.000 55,44 1,94 898.608

Total tambahan produksi hasil SL-PTT selama 2009-2014 6.937.587 Sumber: Ditjentan 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014.

Kajian Supriadi et al. (2012) yang menggunakan data agregat di tingkat

Kabupaten Subang, Madiun, dan OKU menunjukkan bahwa dampak Program SL-

PTT dapat meningkatkan produktivitas yang nyata. Dampak terhadap peningkatan

produktivitas cukup bervariasi antar kabupaten yaitu antara 0,50 ton/ha di

Kabupaten Madiun, Serang dan Gunung Kidul hingga mencapai 2,20 ton/ha di

Kabupaten Subang. Dampak tertinggi ditemukan pada penggunaan benih padi

hibrida. Secara rinci dampak Program SL-PTT terhadap peningkatan produktivitas

di lokasi kajian (Supriadi et al. 2012) dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Hasil perhitungan dampak program SL-PTT terhadap produksi dan

keuntungan usaha tani padi (Supriadi et al. 2012) dapat dikemukakan sebagai

berikut: (a) usaha tani peserta SL-PTT inhibrida di Kabupaten Madiun

menunjukkan peningkatan produktivitas yang lebih baik dibandingkan di Subang,

yaitu 1,25 ton Vs 1,0 – 1,8 ton/ha; (b) tingkat keuntungan yang diterima petani

dalam satu musim tanam setelah SL-PTT dapat mencapai Rp 14,9 juta (inbrida)

Page 36: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

28

dan Rp18,3 juta (hibrida) atau meningkat Rp 2,6 juta/Ha dibandingkan sebelum

SL-PTT (inbrida) dan Rp 2,5 juta untuk padi hibrida; dan (c) Nilai B/C padi hibrida

sesudah SL-PTT sebesar 1,56 sedikit lebih efisien dari hinbrida sebelumnya 1,51,

akan tetapi keduanya cukup lebih efisien dari padi inbrida baik sebelum maupun

sesudah SL-PTT dengan nilai B/C berturut-turut 1,23 dan 1,41.

Tabel 3.5. Produktivitas padi di lokasi LL, SLPTT, dan Non-SLPTT di 5

Agroekosistem, 2012

Agroekosistem/Kabupaten Jenis Produktivitas (t/ha) Kenaikan

(ton/ha) LL SL Non-SL

1. Sawah Irigasi -Subang

- Madiun

- Oku Timur

Inhibrida

Hibrida Inhibrida Hibrida

Inhibrida

6,86

7,47 8,20

11,75

6,93

6,38

6,98 7,50 8,10

6,50

5,48

4,96 7,00 7,00

5,96

Naik 0,90

Naik 2,02 Naik 0,50 Naik 1,10

Naik 0,54

2. Tadah hujan draenase baik - Sukabumi

Inbrida hibrida

6,90 10,80

6,20 9,00

5,50 8,20

Naik 0,70 Naik 0,80

3. Tadah hujan draenase buruk - Serang

inbrida 6,00 4,50 4,00 Naik 0,50

4. Pasang surut

- Banyuasin

inbrida 5,00 4,70 3,40 Naik 1,30

5. Lahan kering - Gunung Kidul

inbrida 4,40 3,50 3,00 Naik 0,50

Sumber: Supriyadi et al. (2012)

Hasil kajian Asnawi (2014) yang berlokasi di Kabupaten Pesawahan

(Lampung) menunjukkan bahwa produktivitas rata-rata padi sawah pada lokasi

SLPTT (LL) VUB adalah 6.737 kg/ha lebih tinggi dari lokasi SLPTT (LL) non-VUB

7.174 kg/ha dan non-SLPTT 4.587 kg/ha. Penggunaan varietas unggul pada lokasi

SLPTT (LL) VUB meningkatkan produktivitas sebesar 8,85% dibandingkan dengan

SLPTT (LL) non-VUB dan 47,13% dibandingkan dengan lokasi non-SLPTT. Rata-

rata pendapatan usaha tani padi pada lokasi SLPTT (LL) VUB adalah

Rp.17.410.000,-/ha (R/C=3,15), lokasi SLPTT (LL) non VUB Rp. 13.488.806,-/ha

(R/C=2,46) dan lokasi non-SLPTT Rp.9.885.625,-/ha (R/C=2,34). Melalui

penerapan VUB pada lokasi SLPTT (LL) VUB mampu meningkatkan pendapatan

petani sebesar 29,07% sampai 76,12%.

Terdapat perbedaan produktivitas dan pendapatan antara sistem tanam

jajar legowo (Jarwo) dengan sistem tanam nonjarwo menurut strata luas lahan

Page 37: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

29

(Melasari et al. 2013). Selanjutnya dikemukakan bahwa produktivitas usaha tani

dengan sistem tanam jarwo (6.485,13 kg/ka) lebih tinggi dibandingkan dengan

produktivitas pada sistem tanam nonjarwo (5.573,13 kg/ha); sedangkan

pendapatan pada sistem tanam jarwo (Rp11.627.931) lebih tinggi dibandingkan

dengan pendapatan pada sistem tanam nonjarwo (Rp9.839.869).

Terdapat sejumlah peluang yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan

memberikan konstribusi pada upaya peningkatan produksi. Peluang tersebut

antara lain: 1) Kesenjangan hasil antara potensi dan kondisi di lapangan masih

tinggi, 2) Tersedia teknologi untuk meningkatkan produktivitas, 3) Potensi sumber

daya lahan sawah yang masih luas, 4) Pengetahuan dan ketrampilan sumber daya

manusia (SDM) yang masih dapat dikembangkan, 5) Tersedianya potensi

pengembangan produksi selain beras, 6) Dukungan Pemerintah Daerah dan 7)

Ketersediaan sumber genetik.

IV. KINERJA PELAKSANAAN PROGRAM GP-PTT

Kinerja pelaksanaan program GP-PTT merupakan bahasan agregat untuk

tingkat nasional dan kabupaten contoh (Subang dan Klaten). Oleh karena itu data

yang disajikan dalam bahasan ini adalah data sekunder hasil evaluasi dari instansi

terkait. Dalam bahasan ini juga dikemukakan kendala dan permasalahan serta

peluang keberlanjutan program. Sementara implementasi teknologi dan dampak

serta peluang keberlanjutan dibahas pada subbab 5.1.

4.1. Kinerja Pelaksanaan Program GP-PTT

Bahasan kinerja pelaksanaan Program GP-PTT dalam bab ini lebih

difocuskan pada implementasi terkait dengan sasaran dan realisasi kegiatan.

Dalam hal ini dibahas sasaran termasuk CPCL dan sebarannya serta realisasi areal

sebagai basis kegiatan baik di tingkat nasional maupun lokasi contoh.

4.1.1. Nasional

Menurut SK penetapan sasaran Luas GP-PTT Padi nasional tahun 2015

tercatat 350 ribu ha, namun demikian realisasi penyaluran Bansos mencapai 346,8

ribu ha (99,1%), sisa Bansos tersebut dikembalikan. Beberapa lokasi yang tidak

mencapai 100% diantaranya adalah di wilayah Jawa Barat, Riau, Jambi, Sumsel

Page 38: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

30

dan provinsi lain di luar Jawa. Berdasarkan capaian luas tanam areal GP-PTT

(Tabel 4.1), sedangkan realisasi tanam mencapai sekitar 325,59 ribu ha (93,8%).

Tabel 4.1. Sasaran dan realisasi areal GP-PTT Nasional, 2015

NO.

SK Penetapan CPCL Realisasi

Bansos (SP2D) Realisasi Tanam

Provinsi

(Ha) (%) (000 Ha) (%) (000 Ha) (%)

1 Aceh 21,0 100 21 100 20,2 96,0

2 Sumut 15,0 100 15 100 15,0 99,8

3 Sumbar 10,0 100 10 100 10,0 100,0

4 Riau 7,5 96,2 7,3 97 7,4 98,9

5 Jambi 7,5 98,7 7,4 98,7 6,9 92,0

6 Sumsel 21,5 98,3 21,2 98,8 20,0 93,0

7 Bengkulu 9,5 100 10 100 7,4 74,4

8 Lampung 17,0 100 17 100 17,0 100,0

9 Jabar 17,5 94,7 16,5 94,3 16,2 92,4

10 Jateng 15,0 100 21 100 20,1 95,7

11 Di Y 5,0 100 5 100 5,0 100,0

12 Jatim 14,0 100 17,5 100 16,9 96,4

13 Kalbar 15,5 99,8 15,5 99,8 15,5 99,8

14 Kalteng 17,0 100 17 100 15,1 88,6

15 Kalsel 12,5 100 12,5 100 12,5 100,0

16 Kaltim 7,5 100 7,5 100 5,5 73,0

17 Sulut 11,5 99,2 11,4 99,3 11,1 96,1

18 Sulteng 5,0 100 5 100 5,0 100,0

19 Sulsel 25,5 100 25,5 100 25,2 98,8

20 Sultra 7,4 99,7 7,5 99,7 7,5 99,7

21 Bali 7,5 100 7,5 100 7,0 93,2

22 Ntb 11,5 100 11,5 100 10,8 94,0

23 Ntt 16,5 100 16,5 100 11,6 70,3

24 Maluku 3,7 95 5,7 94,8 5,5 92,2

25 Papua 5,0 100 5 100 4,1 81,2

26 Malut 7,5 88,3 6,6 88,3 5,3 70,0

27 Banten 5,0 100 5 100 4,9 98,0

28 Gorontalo 8,5 100 8,5 100 8,3 97,6

29 Papua Barat

5,0 94,5 4,7 94,5 3,9 78,5

30 Sulbar 1,0 100 2,5 100 2,5 100,0

31 Kaltara 2,5 100 2,5 100 2,5 98,3

Nasional 350,0 99,1 346,83 99,1 325,6 93,8

Sumber: Ditjentan 2015

Page 39: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

31

Program GP-PTT padi nasional dilaksanakan di lahan sawah irigasi, pasang

surut, rawa/lebak dan tadah hujan, selain itu juga di beberapa wilayah lahan

kering (Kaltim, Sulut dan Papua Barat). Dari luasan lahan tersebut (Ditjentan,

2016), menunjukkan bahwa pangsa terbesar di lahan sawah irigasi (baik teknis,

semi teknis maupun sederhana) yang mencapai 72,5 %, kedua terbesar di lahan

tadah hujan (15,8%), sementara untuk pasang surut dan rawa/lebak masing-

masing 6,8 % dan 4,2 %, sisanya lahan kering/ladang (0,7%).

4.1.2. Jawa Barat

Luas GP-PTT Padi yang dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat 17.500 ha,

dan di Kabupaten Subang seluas 1.000 ha padi inbrida nonkawasan. Sasaran

kegiatan ini yaitu kelompok tani padi sebanyak 34 kelompok tani yang tersebar di

11 kecamatan (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Sasaran dan realisasi luas areal GP-PTT menurut lokasi (kecamatan sasaran) di Kabupaten Subang, 2015

No Kecamatan

Jumlah Sasaran Realisasi Tanam

Desa Poktan Luas Tanam

(ha) Luas (ha)

(%)

1 Pusakanagara 1 2 100 100 100

2 Pabuaran 2 2 100 100 100

3 Pagaden 1 4 100 100 100

4 Kasomalang 4 4 100 100 100

5 Tanjungsiang 4 4 100 100 100

6 Cisalak 4 4 100 100 100

7 Purwadadi 2 2 50 50 100

8 Cipunagara 2 2 100 100 100

9 Dawuan 2 2 50 50 100

10 Cibogo 4 4 100 100 100

11 Cikaum 4 4 100 100 100

Jumlah Subang 30 34 1000 1000 100

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Subang (2016)

Dana bantuan sosial GP-PTT Padi total sebesar Rp 2.900.000.000 terealisasi

100 % untuk pembelian sarana produksi dan biaya pertemuan dalam bentuk

transfer uang melalui rekening kelompok tani. Pelaksanaan GP-PTT Padi di

Kabupaten Subang hanya untuk Padi Inbrida. Realisasi pelaksanaan kegiatan

program GP-PTT di Kabupaten Subang adalah seluas 1.000 ha (100%) yang Dana

Page 40: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

32

bantuan sosial GP-PTT Padi total sebesar Rp 2.900.000.000 terealisasi 100 %

untuk pembelian sarana produksi dan biaya pertemuan dalam bentuk transfer

uang melalui rekening kelompok tani. Pelaksanaan GP-PTT Padi di Kabupaten

Subang hanya untuk Padi Inbrida. Realisasi pelaksanaan kegiatan program GP-

PTT di Kabupaten Subang adalah seluas 1.000 ha (100%) yang dilaksanakan pada

MT. 2015 seluas 975 ha di 34 desa pada 10 kecamatan dan seluas 25 ha pada MT.

2015/2016 di Kelompok Tani Tunas Harapan, Desa Sukamelang, Kecamatan

Kasomalang.

4.1.3. Jawa Tengah

Dukungan peningkatan produksi padi di Kabupaten Klaten pada tahun 2015

dilaksanakan melalui kegiatan peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dan

peningkatan produktivitas, melalui kegiatan Gerakan Penerapan Pengelolaan

Tanaman Terpadu (GP-PTT), Optimasi Lahan, Perbaikan Jaringan Irigasi, fasilitasi

Alat mesin Pertanian, Subsisi Benih dan Pupuk.

Kegiatan GP-PTT dilaksanakan dengan fasilitasi bantuan sarana produksi

(saprodi) dan biaya tambah tanam karena menggunakan sistem tanam jajar

legowo. Besarnya bantuan saprodi dan biaya tanam sebesar Rp 2.900.000,-/Ha.

Dilaksanakan oleh Kelompok Tani dengan dukungan pembinaan dan pengawalan

oleh petugas pertanian yang terdiri dari forth in one (PPL, Mantri Tani, POPT dan

Babinsa). Pelaksanaan GP-PTT di Kabupaten Klaten pada tahun 2015 seluas

2500 ha yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Manisrenggo,

Prambanan dan Karangdowo, meliputi 48 desa dan 90 kelompok tani (Tabel 4.3)

Tabel 4.3. Sasaran dan realisasi luas areal GP-PTT menurut lokasi (kecamatan

sasaran) di Kabupaten Subang, 2015

No Kecamatan

Jumlah Sasaran Realisasi Tanam

Desa Poktan Luas Tanam

(Ha) Ha (%)

1 Prambanan 15 23 100 100 100

2 Manisrenggo 15 37 100 100 100

3 Karangdowo 18 30 100 100 100

Jumlah Klaten 48 90 1000 1000 100

Sumber: Dinar Pertanian Kabupaten Klaten, 2016

Page 41: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

33

Dalam penentuan CPCL kecamatan didasarkan pada potensi daerah

tersebut masih dapat ditingkatkan provitas padinya dengan asumsi bila dilakukan

perbaikan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Sementara untuk

kelompok tani sasaran antara lain: (a) kelompok tani aktif, memiliki struktur

organisasi dan AD/ART; (b) kelompok tersebut harus mau menggunakan

teknologi sistem tanam jajar legowo (Jarwo), karena teknologi Jarwo merupakan

komponen utama dalam Program GP-PTT; (c) kelompok tani mau memenuhi

syarat administrasi dalam pengajuan program dan dalam palaporan pelaksanaan

program. Penerapan Jarwo di Kabupaten Klaten bervariasi antar lokasi, di

Kecamatan Manisrengga dan Prambanan didominasi Jarwo 4:1, sedangkan di

Karangdowo 2:1.

Pelaksanaan GP-PTT di Kabupaten Klaten 100 % sesuai target dari sisi luas

areal. Namun demikian karena areal GP-PTT hanya sekitar 4% dari areal lahan

sawah di Kabupaten Klaten, sehingga relatif kecil dalam berkonstribusi terhadap

areal tanam padi di Kabupaten Klaten, karena selain GP-PTT juga diimplementasi

program pembangunan dalam rangka peningkatan produksi padi

4.2. Kendala-Kendala dan Alternatif Pemecahan

Beberapa kendala pokok dalam pelaksanaan program GP-PTT mencakup

aspek teknis, ekonomi, dan kelembagaan. Kendala aspek teknis terkait dengan

aspek biofisik, teknologi dan teknis pelaksanaan program. Secara lebih terperinci

kendala teknis dan alternatif pemecahannya dapat disimak pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Kendala-kendala teknis dan alternatif pemecahan pelaksanaan program GP-PTT

No. Permasalahan pokok Alternatif Pemecahan Masalah

1. Penetapan sasaran produktivitas pelaksanaan program GP-PTT yang

terlalu tinggi (over estimate)

Pentingnya menggali sumber-sumber peningkatan produktivitas: (a)

penggunaan teknologi maju/G-PTT secara baik, (b) perbaikan efisiensi teknis, dan (c) pendekatan kawasan

2. Belum diketahuinya prinsip-prinsip

PTT dan GP-PTT secara utuh oleh kelompok sasaran, terutama dari aspek keterpaduan dan sinergitas

antarunsur teknologi

Pembekalan tenaga pendamping secara

lebih baik dan pelaksanaan pendampingan secara lebih intensif dan berkelanjutan

Page 42: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

34

No. Permasalahan pokok Alternatif Pemecahan Masalah

3. Kurang tersedianya teknologi spesifik lokasi di masing-masing daerah dan rendahnya partisipasi kelompok dalam

merakit teknologi spesifik lokasi

Adanya demplot dan demfarm dimasing-masing lokasi (kawasan/kecamatan/desa) yang dilakukan secara partisipatif

4. Lemahnya kemampuan dalam identifikasi akar permasalahan, terutama masalah rendahnya

produktivitas hasil

Mencari akar permasalahan di setiap lokasi program : (a) masalah kesuburan lahan, (b) ketersediaan air irigasi, (c)

mutu benih, (d) penggunaan pupuk lengkap dan berimbang, (e) pengendalian

OPT dengan PHT, serta (f) panen dan penanganan pascapanen secara prima

5. Belum dipahaminya teknologi pemupukan secara lengkap dan

berimbang

Pendamping difasilitasi dengan pengetahuan (ciri-ciri tanaman) dan alat

(BWD) untuk metahui status hara tanah dan tanaman sehingga dapat memberikan saran pemupukan secara lengkap dan

berimbang secara lebih tepat

6. Beberapa daerah sentra produksi dengan pola tanam (padi-padi-padi) merupakan daerah endemik OPT

tertentu terutama tikus, wereng, keong emas, blast, beluk dan sundep

Introduksi varietas padi tahan OPT yang bersangkutan dan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, terutama

melalui tanaman pelindung dan musuh alaminya

7. Lemahnya konservasi tanah dan air

pada daerah aliran sungai, sehingga menyebabkan bencana banjir dan MH dan kekeringan pada MK II

Melakukan konservasi tanah melalui

penanaman tanaman dihulu sungai, pengerukan sedimentasi, dan rehabilitasi infrastruktur jaringan irigasi, serta saluran

draenasenya

8 Kurangnya pemahaman tentang manfaat dan keuntungan menerapkan teknologi PTT/G-PTT

Perlu pembekalan tentang manfaat G-PTT terhadap produksi, pendapatan petani, dan kelestarian lingkungan

9 Sulitnya menentukan lokasi program

G-PTT yang memenuhi persyaratan yang bukan daerah endemik OPT tertentu

Pengaturan pola tanam yang

memasukkan tiga komoditas pangan utama (padi, jagung dan kedelai) dengan pengendalian OPT secara terpadu

10 Sulitnya menentukan lokasi program

G-PTT yang memenuhi persyaratan yang bukan daerah terkena banjir

Melakukan pengerukan sedimentasi,

rehabilitas jaringan irigasi, dan membangun bendungan/check dam pengendali banjir dan menanam varietas

yang tahan terhadap genangan

11 Sulitnya menentukan lokasi program G-PTT yang memenuhi persyaratan yang bukan daerah kekeringan

Pengaturan pola tanam yang memasukkan tiga komoditas pangan (padi, jagung dan kedelai) dengan

menanam varietas yang tahan kekeringan

12 Kurangnya ketersediaan alat dan mesin pertanian (traktor, pompa air,

tranplanter, combine harvester, serta power thressher dan driyer)

Bantuan alat dan mesin pertanian sesuai kebutuhan secara lebih merata

Sumber: Laporan Upus Pajale, Kabupaten Klaten, 2015 (dilengkapi).

Page 43: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

35

Kendala ekonomi terkait dengan ketersediaan anggaran pemerintah, harga

input, upah tenaga kerja, harga output, tingginya harga mesin tanam

(transplanter), dan permodalan petani. Pelaksanaan program GP-PTT terutama

dalam penerapan sistem tanam Jajar Legowo sangat terkendala oleh regu tanam

yang rata-rata wanita dan sudah tua, sehingga sulit menerima perubahan baru

dan merasa tergusur dengan introduksi transplanter. Secara terperinci kendala

ekonomi dan alternatif pemecahannya dapat disimak pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Kendala-Kendala Ekonomi dan Alternatif Pemecahan Pelaksanaan Program GP-PTT

No Permasalahan pokok Alternatif Pemecahan Masalah

1. Tingginya harga benih padi unggul bersertifikat

Subsidi benih unggul dan pemberdayaan kelompok penangkar

benih padi

2. Tingginya harga pestisida dan herbisida Pengenalan dan penggunaan pestisida dan herbisida nabati

3. Tingginya upah borongan menanam padi melalui kelompok tanam secara manual

Bantuan alat tanam (transplanter) baik transplanter biasa maupun

indojarwo

4. Kurangnya kapabilitas manajerial dan jiwa kewirausahaan, sehingga sebagian besar petani kurang berani mengambil

risiko

Peningkatan kapabilitas manajerial dan kewirausahaan melalui pelatihan kewirausahaan agribisnis

5. Tujuan Upsus lebih pada peningkatan produksi jangka pendek dengan penerapan teknologi produksi, dan

belum berorientasi pada peningkatan pendapatan petani melalui peningkatan nilai tambah secara berkelanjutan

Program Upsus perlu ditintak lanjuti dengan penaganan pasca panen, pengembangan produk beras

berkualitas, serta promosi produk beras berkualitas

6. Kecilnya dana operasional

pendampingan bagi tenaga penyuluh pertanian

Meningkatkan alokasi anggaran bagi

tenaga penyuluh pertanian khusnya penyuluh pertanian PNS dan THL.

7. Jatuhnya harga gabah pada saat musim panen raya

Stabilisasi harga melalui peningkatan dayaserap Bulog (> 10 %) dari

produksi

Sumber: Laporan Upus Pajale, Kabupaten Klaten, 2015 (dilengkapi).

Kendala aspek kelembagaan terkait dengan eksistensi dan dinamika

kelembagaan, baik kelembagaan pemerintah, kelembagaan petani, dan

kelembagaan pendukungnya. Pelaksanaan program GPPTT dibeberapa lokasi

terkendala oleh kurang aktif dan dinamisnya kelembagaan kelompok tani dan

Page 44: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

36

Gapoktan. Secara lebih terperinci kendala kelembagaan dan alternatif

pemecahannya dapat disimak pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Kendala-Kendala Kelembagaan dan Alternatif Pemecahan Pelaksanaan Program GP-PTT

No. Permasalahan pokok Alternatif Pemecahan Masalah

1. Proses sosialisasi program GP-PTT yang

kurang melalui proses sosial yang matang secara berjenjang dan bertahap

Proses sosialisasi program GP-PTT

dilakukan melalui proses sosial yang matang secara berjenjang dan bertahap

2. Pemahaman terhadap tujuan pelaksanaan

program GP-PTT belum dipahami secara utuh oleh pendamping dan kelompok sasaran, terutama aspek peningkatan

kesejahteraan petani

Memberikan pemahaman tentang

sumber-sumber peningkatan kesejahteraan petani baik dari sisi peningkatan produktivitas maupun

tingkat harga yang layak

3. Sebagian besar petani berstatus sebagai petani penggarap sehingga tidak dapat mengambil keputusan terkait program-

program pemerintah.

Perlu melibatkan pemilik lahan dan penggarap dengan sistem bagi hasil yang adil

4. Keberadaan kelembagaan kelompok kerja penanam padi, menghambat penerapan sistem tanam Jajar Legowo dan introduksi

transplanter untuk menanam padi

Pelatihan penggunaan transplanter baik yang biasa maupun Indojarwo, sehingga dapat meningkatkan

efeisiensi dan efektivitas

5. Pengembangan kelembagaan lebih untuk memperkuat ikatan-ikatan horizontal,

lemah dalam ikatan vertikal, khususnya untuk jaringan agribisnis secara vertical.

Memperkuat kelembagaan baik melalui ikatan-ikatan horisontal

maupun vertikal

6. Kelembagaan kelompok tani dan gapoktan untuk tujuan memudahkan

distribusi bantuan dan memudahkan tugas kontrol dari pelaksana program upsus Pajale, namun masih kurang dalam

peningkatan posisi tawar masyarakat petani.

Pemberdayaan kelembagaan di tingkat petani baik dari aspek

keanggotaan, kepengurusan, manajemen, permodalan sehingga dapat meningkatkan posisi tawar

petani

7 Kurangnya jumlah dan kualitas tenaga penyuluh pertanian

Menambah tenaga pendamping dari Babinsa dan Mahasiswa serta

dilakukan pelatihan secara terprogram

Sumber: Laporan Upus Pajale, Kabupaten Klaten, 2015 (dilengkapi).

4.3. Prospek dan Keberlanjutan Program GP-PTT

Keberlanjutan Program GP-PTT pada komoditas padi secara berkelanjutan

sangat ditentukan oleh aspek pelaksanaan program, aspek pendukung, dan aspek

promosi (PSEKP 2015). Pada aspek pelaksanaan program perlu memperhatikan :

Page 45: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

37

(1) adanya pedum, juklak, juknis, dan buku panduan yang mudah dipahami dan

diimplementasikan oleh perencana pembangunan dan pelaksana program di

lapangan; (2) sosialisasi program GP-PTT dilakukan secara berkala agar pelaksana

dan pendamping termotivasi untuk melaksanakan perannya dengan sebaik-

baiknya; (3) pelaksana dan pendamping Program GP-PTT memiliki kompetensi

baik dalam aspek keterampilan teknis, kapabilitas manajerial, dan dalam

melakukan koordinasi secara efektif guna menggerakkan kelompok sasaran secara

dinamis; (4) pendampingan secara berkala sehingga tujuan program GP-PTT

tercapai sesuai rencana dan target yang ditetapkan; (5) monitoring dan evaluasi

program GP-PTT secara berkala untuk mendapatkan data dan informasi serta

umpan balik (feed back) yang berguna untuk pemecahan permasalahan-

permasalahan di lapangan, baik permasalahan teknis, ekonomi, sosial-

kelembagaan dan aspek kebijakan, serta penyempurnaan program GP-PTT.

Pada aspek pendukung Program GP-PTT perlu dilakukan : (1) perencanaan

kebutuhan benih/bibit, pupuk kimia, pupuk organik, pestisida, serta alsintan dalam

satu kelompok sasaran, satu kawasan, dan satu wilayah, perlu diidentifikasi siapa

yang menyiapkan, jumlah dan waktu yang tepat; (2) perlu pembangungan

infrastruktur irigasi dalam suatu sistem keseluruhan (primer, sekunder dan

tersier), jalan usaha tani, serta alat dan mesin pertanian; (3) perlu ketersedian

dana atau anggaran dari pemerintah secara tepat musim dan waktu kegiatan; (4)

pengembangan lembaga pasar untuk menampung kelebihan produksi pada saat

panen raya (pasar tani/pasar desa, Toko Tani Indonesia/TTI, BUMD); dan (5)

tersedianya alokasi anggaran untuk pengawalan dan pendampingan Penyuluh

Pertanian Lapangan secara cukup dan tepat sasaran.

Pada aspek promosi Program GP-PTT perlu dilakukan : (1) temu teknis dan

temu lapangan secara berkala untuk memotivasi pelaksana, pendamping, dan

petani peserta program dalam melaksanakan Program GP-PTT padi secara baik;

(2) advokasi program GP-PTT secara berkala ke Pemangku kebijakan tingkat

provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa, tentang manfaat dan pentingnya

Program GP-PTT padi dalam mendukung pencapaian swasembada pangan di

daerahnya secara berkelanjutan, (3) di samping penentuan harga pembelian

Page 46: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

38

pemerintah/HPP gabah dan penampungan hasil oleh BULOG, perlu adanya

kegiatan promosi bersama bagi produk-produk beras berkualitas yang dihasilkan

petani. Ke depan perlu membangun dan memperluas jaringan bisnis dan

membangun kemitraan usaha antara komunitas petani, pemerintah, dan

perusahaan swasta terkait produk beras berkualitas hasil Program GP-PTT.

V. DAMPAK PROGRAM GP-PTT

5.1. Dampak Program GP-PTT terhadap Adopsi Teknologi dan Kelembagaan

Pembahasan dampak program terhadap adopsi inovasi teknologi GP-PTT

difokuskan pada komponen dasar dan komponen pilihan yang diadopsi oleh petani

peserta GP-PTT di Subang, Jawa Barat dan di Kalten, Jawa Tengah. Pembahasan

dampak program terhadap adopsi inovasi teknologi GP-PTT pada kedua lokasi

dilakukan secara terpisah agar kecenderungan tingkat adopsi pada masing-masing

bisa terlihat, dan nantinya bisa dikaitkan dengan berbagai elemen kelembagaan

pada masing-masing lokasi yang akan dibahas pada bagian berikutnya.

5.1.1. Dampak Program GP-PTT Terhadap Adopsi Teknologi

Inovasi teknologi dalam GP-PTT dibagi menjadi dua, yaitu komponen dasar

dan pilihan. Komponen dasar/compulsory dan pilihan disesuaikan spesifik wilayah

setempat yang paling tepat diterapkan. Komponen teknologi pilihan dapat menjadi

komponen dasar apabila hasil KKP memprioritaskan komponen teknologi dimaksud

menjadi keharusan untuk pemecahan masalah utama suatu wilayah, demikian

pula sebaliknya bagi komponen teknologi dasar. Termasuk ke dalam komponen

dasar adalah varietas modern (VUB, PH, PTB), bibit bermutu dan sehat,

pengaturan cara tanam (jajar legowo), pemupukan berimbang dan efisien, PHT

sesuai OPT sasaran, sedangkan yang termasuk pada komponen pilihan yaitu

bahan organik/pupuk kandang/amelioran, pengelohan tanah yang baik,

pengelolaan air optimal (pengairan berselang), pupuk cair (PPC, organik, bio

hayati)/ZPT, pupuk mikro, enanganan panen dan pascapanen.

Page 47: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

39

Jawa Barat

Petani di Subang sudah terbiasa menggunakan berbagai varietas modern,

sehingga adopsi teknologinya tinggi (100%), baik sebelum, selama dan sesudah

program. Namun hal tersebut tidak serta merta membuat petani menggunakan

benih berlabel setiap musim tanam. Sebagian petani ada yang menggunakan

benih hasil sendiri maupun tukar dengan petani lain yang kondisi pertanamannya

menunjukkan performa dan hasil yang baik. Calon benih tersebut kemudian

diseleksi oleh petani, dan umumnya petani sudah memiliki pengetahuan untuk

menyeleksi benih. Benih hasil sendiri biasanya digunakan 2-3 kali. Tabel

5.1.menyajikan partisipasi petani di Subang dalam adopsi teknologi PTT dasar.

Tabel 5.1. Adopsi Komponen PTT Padi Dasar pada padi sawah irigasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat, 2016

Komponen teknologi

Partisipasi petani dalam adopsi teknologi (%)

Sebelum GP-PTT Sesudah

Varietas Modern (VUB, PH, PTB) 100 100 100

Bibit bermutu dan sehat 60 90 75

Pengaturan cara tanam (Jajar

Legowo)

20 80 40

Pemupukan berimbang dan efisien menggunakan BWD dan PUTS/petak

omisi/Permentan No. 4/2007

60 90 80

PHT sesuai OPT sasaran 20 90 70

Penerapan sistem tanam jarwo sudah dikenalkan sejak implementasi

program SL-PTT, SRI, dan program lain sesbelumnya. Namun ternyata

penerapannya oleh petani masih rendah, hanya meningkat saat implementasi GP-

PTT, kemudian menurun lagi sesudahnya. Penyebabnya ternyata bersumber pada

buruh tanam, yang sudah terbiasa dengan sistem tanam setempat dan sulit untuk

berubah menggunakan sistem jarwo, sekali pun ditambah ongkos tanamnya.

Petani setempat awalnya menerapkan sistem tanam tidak teratur (tanpa

baris dan lajur), kemudian berubah mengikuti baris (ada jarak antarbaris, namun

tidak ada lajur). Setelah diperkenalkan sistem tanam jarwo, petani setempat

mengkombinasikan sistem tanam yang biasa dilakukan dengan sistem tanam

jarwo, dan wujudnya adalah ada semacam blok dengan lebar 1,2-2 m dan

panjangnya mengikuti panjang lahan, di dalamnya terdapat baris dengan ada

Page 48: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

40

jarak antarbaris 18-25 cm. Antarblok diberi jarak sekitar 25-30 cm, untuk

memudahkan kegiatan pemeliharaan dan panen. Jumlah lubang tanam di dalam

baris 11-14 lubang dan jaraknya kurang teratur. Sistem ini sudah diterapkan

petani setempat sekitar lima tahun terakhir.

Buruh tani juga terbiasa menanam bibit dengan jumlah yang banyak per

lubang (5-13 bibit/ per lubang). Inovasi berupa tanam 1-3 bibit per lubang

umumnya tidak diadopsi karena buruh tanam tidak terbiasa dan tidak mau

berubah. Alasan yang dikemukakan adalah khawatir bibit tidak semuanya bisa

hidup dan tumbuh, palagi jika menggunakan bibit muda (<21 hari), oleh karena

itu perlu dicadangkan dengan tanam dalam jumlah banyak per lubang. Selain itu,

aktivitas tanam padi merupakan keterampilan yang sudah menjadi kebiasaan, dan

buruh sudah biasa mengambil bibit dalam jumlah banyak, sehingga agak kesulitan

jika setiap kali hanya mengambil 1-3 bibit.

Pengendalian HPT dilakukan oleh petani peserta dan nonpeserta GP-PTT

secara individu, dan secara rutin. Hama yang paling meresahkan petani saat ini

adalah hama sundep dan tikus. Pencegahan dilakukan petani dengan

menggunakan obat kimiawi yang dijual di kios-kios tani, maupun dengan berbagai

jenis bahan lain yang menurut logika petani bisa mencegah berjangkitnya hama.

Ketika salah seorang petani mengaplikasikan oli untuk pencegahan HPT, dan

padinya selamat dari gagal panen, petani yang lain kemudian mengikuti jejaknya,

sekali pun belum ada rekomendasi formal mengenai hal tersebut. Saat ini cukup

banyak petani yang mengaplikasikan oli untuk pertanaman padinya dengan tujuan

mencegah HPT, namun kondisi tersebut dikhawatirkan menimbulkan dampak lain

berupa pencemaran tanah dan air.

Petani belum semuanya menerapkan pemupukan berimbang dan

penggunaan pupuk melebih anjuran. Sejak tiga tahun yang lalu penggunaan

pupuk turun dari 600 kg/ha menjadi 500 kg/ha, sebagai dampak keikutsertaan

petani dalam program SRI. Aplikasi pupuk pada pertanaman belum seluruhnya

didasarkan penggunaan BWD dan PUTS.

Komponen teknologi pilihan yang paling tinggi penerapannya adalah

pengelolaan air optimal dan pengolahan tanah. Lahan sawah di lokasi tersebut

Page 49: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

41

berasal dari Tarum Timur, namun karena posisi dan lokasi lahan berbeda-beda,

maka kondisi pengairannya juga demikian. Pada kasus di Simpar, sekitar 60 ha

lahan sawah selalu kekurangan air saat musim gadu, sehingga harus didukung

dengan pompanisasi. Pengairan dengan pompa ini tentu saja menambah biaya

usaha tani, besarannya sekitar Rp600.000,-/ha/musim.

Pengolahan lahan seluruhnya dilakukan menggunakan traktor roda dua.

Namun petani menyatakan bahwa belum seluruhnya bisa menerapkan pengolahan

lahan dengan baik, karena masalah air.

Panen dilakukan sesuai umur panen padi, dengan cara manual maupun

menggunakan alsin (power thresser) untuk merontok. Sekitar 60-70% petani

menjual hasil panennya dengan cara tebasan, sehingga tidak melakukan

pengelolaan panen sendiri.

Penerapan komponen teknologi pilihan di Kabupaten Subang menunjukkan

pola yang sama, yaitu mengalami peningkatan adopsi yang tinggi saat program

dilaksanakan, kemudian menurun lagi setelah program selesai namun %tasenya

relatif masih sedikit lebih tinggi dibandingkan sebelum pelaksanaan program. Hal

ini menunjukkan adanya dampak positif dari implementasi program, sekali pun

keberlanjutannya masih perlu mendapat perhatian lebih lanjut pada musim-musim

tanam berikutnya. Secara rinci perbandingan partisipasi petani dalam adopsi PTT

pilihan di Kabupaten Subang, sebelum pelaksanaan GP-PTT, saat program dan

setelah program dirangkum pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Adopsi Komponen PTT Padi Pilihan pada padi sawah irigasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat, 2016

Komponen teknologi Partisipasi petani dalam adopsi teknologi (%)

Sebelum GP-PTT Sesudah

Bahan organik/pupuk kandang/amelioran

0 40 0

Pengolohan tanah yang baik 70 90 80

Pengelolaan air optimal (pengairan berselang)

70 90 85

Pupuk cair (PPC, organik, bio hayati)/ZPT, pupuk mikro

0 100 35

Penanganan panen 30 70 35

Penanganan pascapanen 50 50 50

Page 50: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

42

Petani Subang umumnya tidak mau mengaplikasikan pupuk kandang

sehingga penerapannya rendah, dengan alasan pupuk kandang menjadi sumber

pertumbuhan gulma. Pupuk kandang banyak mengandung biji rumput, dan

penggunaan pupuk kandang membuat pertumbuhan rumput lebih banyak

dibandingkan jika tidak menggunakan pupuk kandang. Jika pembelian pupuk

organik menjadi paket dalam pembelian pupuk kimia sehingga petani terpaksa

membelinya, maka petani memilih tetap tidak menggunakan pupuk tersebut pada

pertanaman padinya dan mengaplikasikannya untuk tanaman lainnya (pisang atau

tanaman buah yang lain).

Jawa Tengah

Tingkat penerapan komponen teknologi dasar oleh petani sasaran di Klaten

berkisar 60-100%, dengan tingkat penerapan tertinggi pada penggunaan varietas

modern, disusul PHT sesuai OPT dan penggunaan benih bermutu dan sehat. Dua

komponen dasar lainnya juga diterapkan dalam %tase yang juga tinggi. Petani di

Klaten sudah biasa menggunakan benih berlabel, karena sebelum masuknya

program GP-PTT beberapa petani (dalam kelompok tani) sudah pernah menerima

program dengan muatan teknologi yang hampir sama.

Varietas padi yang banyak ditanam adalah Ciherang, namun jarang

menerapkan pergiliran varietas, kecuali beberapa orang saja (biasanya ketua dan

pengurus kelompok tani). Petani pernah menanam varietas jenis lain (Impari 13)

namun hasilnya tidak mudah dijual (pedagang tidak berminat membeli) sehingga

varietas ini tidak lagi diminati. Varietas lain yang diminati petani di wilayah ini

adalah Situ Bagendit, jika air tersedia dengan cukup, varietas ini memiliki potensi

hasil yang tinggi. Menurut petani, terdapat dua syarat bagi suatu varietas bisa

diminati untuk ditanam yaitu rasa nasi enak (karena sebagian hasilnya untuk

konsumsi sendiri) dan laku dijual di pasaran. Impari 30 (Sidenuk) memenuhi

syarat tersebut, produksi tinggi dan rasanya enak, namun varietas ini menurut

petani memiliki malai yang mekar sehingga menarik perhatian dan disukai burung.

Komponen teknologi penggunaan benih bermutu dan sehat diterapkan

dalam %tase yang tinggi, sebelum, selama maupun sesudah implementasi GP-

PTT. Petani di wilayah ini sudah terbiasa menggunakan benih berlabel, baik yang

Page 51: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

43

dibeli sendiri dari kios maupun dari bantuan program. Bahkan ketika benih padi

bantuan GP-PTT kurang dari kebutuhan, maka masyarakat secara swadaya

bersedia menambah kekurangannya. Bantuan benih yang diperoleh untuk padi

inhibrida sebanyak 25 kg/ha, sedangkan kebutuhan 30 kg/ha karena disiapkan

untuk menyulam tanaman akibat serangan keong pada tanaman muda (anjuran

tanam bibit muda <21 hari masih diterapkan, namun sulit menerapkan tanam

bibit 1-3 per lubang karena buruh tanam merasa itu terlalu sedikit apalagi bibitnya

masih kecil).

Tabel 5.3. Adopsi Komponen PTT Padi Dasar pada padi sawah irigasi di

Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, 2016

Komponen teknologi

Partisipasi petani dalam adopsi teknologi (%)

Sebelum GP-PTT Sesudah

Varietas Modern (VUB, PH, PTB) 100 100 100

Bibit bermutu dan sehat 80 100 90

Pengaturan cara tanam (Jajar

Legowo)

40 95 60

Pemupukan berimbang dan efisien

menggunakan BWD dan PUTS/petak omisi/Permentan No. 4/2007

60 95 80

PHT sesuai OPT sasaran 90 100 95

Tanam jajar legowo (jarwo) sudah diperkenalkan kepada petani sejak

implementasi SL-PTT tahun 2008. Menurut petani pemilik penggarap, mereka

sebenarnya bersedia mengadopsi sistem tanam jarwo, namun kendala adopsi

sitem tanam jarwo terletak pada buruh tanamnya. Buruh tanam yang usianya

sudah tua-tua menurut para petani agak sulit untuk diajak berubah dari sistem

tanam tegel menjadi jarwo, apalagi dengan sisipan. Saat penerapan GP-PTT,

penerapan jarwo dipaksa dengan cara “petani yang tidak bersedia menerapkan

sistem tanam jarwo, tidak diberi bantuan”, namun akhirnya bantuan tetap

diberikan sekali pun tidak menerapkan jarwo untuk memenuhi target luas. Ongkos

tanam dengan sistem tanam jarwo tanpa sisipan di Desa Sukorini, Kecamatan

Manisrenggo sebesar Rp1.500.000,-/ha ditambah biaya konsumsi sebesar

Rp500.000,-/ha. Jika tanam dengan sistem tanam jarwo dengan sisipan, maka

biaya tersebut harus ditambah sebesar Rp500.000,-/ha, dan dari program GP-PTT

petani menerima bantuan tanam sebesar Rp600.000,-/ha. Jika buruh tidak

Page 52: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

44

bersedia melakukan sisipan, maka petani pemilik penggarap sendirilah yang harus

melakukannya. Sesudah GP-PTT, sebagian petani masih ada yang menerapkan

sistem tanam jarwo, sekali pun %tasenya menurun dibandingkan saat

implementasi program GP-PTT berlangsung, yaitu sebanyak 60% pada MT

berikutnya, dan terus menurun menjadi 40 % pada MT kedua setelah GP-PTT.

Sebagian petani menerapkan sistem tanam jarwo sesuai anjuran yaitu dengan

sisipan, sebagian lagi kembali menggunakan sistem tanam tegel yang dibuat

lorong setiap 4 baris, atau kembali lagi ke sistem tanam tegel. Jarwo yang paling

banyak diterapkan adalah jarwo 4:1.

Pemupukan berimbang sudah diketahui petani sejak seblum

diimplementasikan program GP-PTT, namun penerapannya diperkirakan baru

sekitar 60%. Sebagian petani hanya menggunakan pupuk Urea untuk tanaman

padinya dengan dosis yang tinggi melebihi anjuran, yaitu 500-650 kg/ha.

Tingginya aplikasi pupuk Urea ini karena dampaknya bisa teramati secara

langsung dan relatif cepat, yaitu daun terlihat hijau. Aplikasi pemupukan

umumnya juga didasarkan pada penggunaan BWD dan PUTS/petak omisi. Inovasi

ini sebagian sudah diterapkan saat implementasi GP-PTT. Saat pelaksanaan GP-

PTT, terdapat beberapa petani yang tidak sepenuhnya melakukan pemupukan

sesuai anjuran, dengan memberi tambahan pupuk, terutama Urea dan pupuk jenis

lainnya, yang diyakini petani bisa meningkatkan produksi padinya. Satu musim

tanam setelah pelaksanaan GP-PTT, sebagian petani kembali pada aplikasi

pemupukan sebelumnya dengan alasan tidak memiliki modal yang cukup untuk

membeli pupuk sesuai jenis dan jumlah seperti yang dianjurkan.

Sebagian petani sudah pernah mengikuti pelatihan SL-PHT, hasil pelatihan

ini diterapkan dalam budi daya padi, sebelum, selama, dan sesudah GP-PTT.

Petani telah memproduksi pestisida organik untuk treatment benih, dan menurut

perhitungan hanya memakan biaya Rp2.250/ha. Aplikasi obat-obatan untuk

pengendalian OPT dilakukan secara bersama-sama melalui “gerakan semprot

massal”. Pengadukan bahan obat dengan dilakukan terpusat untuk satu

kelompok, dan petani tinggal mengambil obat-obatan yang dibutuhkan sesuai

kebutuhan untuk diaplikasikan pada areal pertanaman masing-masing. Aplikasi

Page 53: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

45

obat-obatan secara serentak, dinilai lebih efektif dari pada dilakukan sendiri-

sendiri. Petani yang tergabung dalam kelompok tani Makmur, Desa Sukorini,

Kecamatan Manisrenggo sedang berupaya untuk mengubah penggunaan obat-

obatan kimiawi menjadi organik secara perlahan.

Selain komponen teknologi dasar, program GP-PTT juga menawarkan

komponen teknologi pilihan. Terdapat enam komponen teknologi pilihan dalam

implementasi GP-PTT (Tabel 5.4).

Tabel 5.4. Adopsi Komponen PTT Padi Pilihan pada padi sawah irigasi di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, 2016

Komponen teknologi Partisipasi petani dalam adopsi teknologi (%)

Sebelum GP-PTT Sesudah

Bahan organik/pupuk kandang/amelioran

60 100 80

Pengelohan tanah yang baik 70 90 70

Pengelolaan air optimal (pengairan berselang)

100 100 100

Pupuk cair (PPC, organik, bio

hayati)/ZPT, pupuk mikro

20 95 40

Penanganan panen 85 95 90

Penanganan pascapanen 40 40 40

Penggunaan bahan organik dalam bentuk pupuk kandang sudah biasa

dilakukan oleh sekitar 60% petani di lokasi tersebut, khususnya petani yang

memiliki ternak sapi. Pada saat pelaksanaan GP-PTT, petani peserta juga

mengaplikasikan pupuk kandang Petroganik dengan dosis 1 ton/ha. Pada musim

tanam berikutnya, petani yang mengaplikasikan bahan organik mengalami

penurunan. Sekalipun mengetahui bahwa aplikasi pupuk kandang berdampak

baik terhadap struktur tanah, namun sebagian petani yang tidak memiliki ternak

sendiri tidak dapat mengaplikasikannya karena terbentuk masalah dana, baik dana

untuk membeli pupuk organik maupun untuk biaya aplikasinya di lahan.

Petani sebenarnya sudah memiliki pengetahuan bahwa salah satu penentu

suksesnya budi daya padi adalah pengolahan lahan yang baik. Namun tidak

semua petani melakukannya. Penyebabnya keterbatasan waktu dan dana. Pada

awal tanam petani harus berpacu dengan waktu dalam menyiapkan lahan karena

ketersediaan air yang terbatas, lahan harus secepatnya siap karena jika tidak

segera maka tidak mendapatkan air yang cukup (nguber banyu). Alasan lainnya,

Page 54: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

46

untuk pengolahan lahan dengan baik sesuai anjuran, petani harus mengeluarkan

tambahan biaya sebesar Rp125.000;/patok atau sekitar Rp625.000;/ha.

Berdasarkan pengalamannya ditambah dengan berbagai kegiatan

penyuluhan yang pernah diikutinya, petani mengetahui tanaman padi

membutuhkan air yang berbeda untuk setiap fasenya. Pemberian air secara

berselang sudah diterapkan oleh petani, sebelum, selama, dan sesudah GP-PTT.

Saat pelaksanaan GP-PTT sebagian petani bahkan menggunakan pengairan

dengan pompa, karena saat itu air tidak mencukupi.

Penggunaan pupuk cair relatif tinggi saat pelaksanaan GP-PTT, namun

sebelum dan sesudahnya relatif rendah. Petani belum terbiasa dan sebagian

merasa tidak perlu menggunakan pupuk cair. Selain hal ini memperbesar biaya,

petani juga belum meyakini manfaatnya untuk tanaman, dan keberadaan unsur ini

menurut petani sudah terpenuhi oleh aplikasi pupuk yang lain.

Panen dilakukan dengan cara manual dengan cara diarit. Kemudian

dilakukan perontokan dengan menggunakan mesin thresser. Menurut petugas

lapangan dan petani, kehilangan hasil masih tinggi, yaitu sekitar 3% dalam proses

diarit dan 9-10% saat proses perontokan, sehingga total kehilangan panen sampai

tahap tersebut sekitar 12-13%, belum termasuk di dalamnya kehilangan saat

proses penjemuran, pengangkutan, dan penggilingan.

5.1.2. Dampak Program GP-PTT Terhadap Kelembagaan

Implementasi GP-PTT melibatkan instansi di tingkat pusat hingga lapangan.

Mengingat bahwa sasaran GP-PTT ini adalah petani yang bernaung dalam wadah

kelompok tani maka pembahasan tentang dampak terhadap kelembagaan akan

difokuskan pada kelompok tani dan pelaku lainnya yang berinteraksi dengan

kelompok tani dan anggotanya. Dampak implementasi GP-PTT akan dilihat dari

adanya dinamika peran kelompok tani untuk menjalankan fungsinya sebagai: (i)

wahana untuk pendidikan, (ii) kegiatan komersial dan organisasi sumber daya

pertanian, (iii) pengelolaan properti umum, (iv) membela kepentingan kolektif,

dan (v) lain-lain (Mosher 1991).

Selain petani dan kelompok tani, pelaku lainnya yang terlibat dalam

pelaksanaan GP-PTT di Kabupaten Subang adalah pemandu lapangan yang terdiri

Page 55: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

47

dari Ppetugas lapangan/penyuluh, POPT, PBT dan peneliti. Pemandu Lapangan

(PL) secara normatif sebagaimana tercantum dalam Pednis mempunyai fungsi

sebagai : (i) pemandu yang paham terhadap permasalahan, kebutuhan dan

kekuatan yang ada di lapangan dan desa, (ii) dinamisator proses pertemuan

kelompok sehingga menimbulkan ketertarikan dan lebih menghidupkan latihan,

(iii) motivator yang kaya akan pengalaman dalam berolah tanam dan dapat

membantu membangkitkan kepercayaan diri para peserta GP-PTT; (iv) konsultan

bagi petani peserta GP-PTT untuk mempermudah menentukan langkah-langkah

selanjutnya dalam melaksanakan kegiatan usaha taninya setelah kegiatan GP-PTT

selesai. Interaksi antara petani (kelompok tani) dengan pemandu lapangan ini

juga akan menjadi fokus pembahasan karena diduga hal tersebut menjadi salah

satu kunci lancarnya pelaksanaan program.

Jawa Barat

Dilihat dari sejarah terbentuknya, kelompok tani yang menjadi peserta GP-

PTT telah terbentuk sebelum program diimplementasikan. Kelompok tani ini

memiliki aktivitas berupa pertemuan rutin setiap bulan, dan dalam pertemuan

tersebut dibahas tentang berbagai permasalahan yang dihadapi oleh anggota.

Saat implementasi program aktivitas kelompok sebagai wahana belajar meningkat

dengan adanya kegiatan pertemuan (sekolah lapangan) yang telah terjadwal,

minimal enam kali pertemuan dalam semusim. Setelah program selesai, kegiatan

pertemuan kelompok kembali seperti semula dan tidak ada lagi kegiatan semacam

sekolah lapangan.

Saat program GP-PTT sedang berlangsung, kelompok tani berperan dalam

mengorganisasikan bantuan berupa sarana produksi (benih, pupuk, obat-obatan)

dan lain-lain. Namun setelah program selesai, peran ini umumnya tidak lagi

dilakukan, dan anggota kelompok kembali melakukan pemenuhan kebutuhan

sarana usaha taninya secara individu.

Kelompok tani juga belum berperan dalam pemasaran bersama hasil

pertanian, baik sebelum, selama maupun sesudah implementasi program GP-PTT.

Masing-masing petani berhadapan langsung dengan pedagang pembeli hasil

Page 56: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

48

pertanian, sehingga kekuatan tawarnya seringkali lemah terhadap pedagang,

apalagi jika ada ikatan dalam bentuk hutang piutang di dalamnya.

Tabel 5.5. Peran kelompok tani dalam kegiatan pertanian di Kabupaten Subang, Jawa Barat, 2016

Peran kelompok tani Sebelum GP-PTT Sesudah

Wahana untuk pendidikan

- Pertemuan rutin v v v

- Sekolah lapangan/pertemuan lapangan

x v x

Kegiatan komersial dan organisasi

sumber daya pertanian

- Pengadaan sarana produksi x v x

- Pekerjaan bersama: pengendalian HPT

x x x

- Pemasaran hasil bersama x x x

Pengelolaan properti umum

- Membersihkan saluran irigasi v v v

- Membangun jalan usaha tani x x x

- Mengelola alsin (UPJA) x x x

Membela kepentingan kolektif

- Memediasi masyarakat dan negara v v v

Lain-lain

Keterangan: v = dilakukan

X = tidak dilakukan

Kelompok tani di Subang melakukan pengelolaan properti umum dalam

bentuk pemeliharaan saluran irigasi (saluran tersier, cacing). Gotong royong

membersihkan saluran dilakukan walau tidak secara rutin, misalnya menjelang

musim turun ke sawah (menjelang musim tanam). Belum ada usaha pengelolaan

jasa alsintan yang dikelola oleh kelompok tani peserta GP-PTT di wilayah ini.

Kebutuhan alsintan untuk usaha tani dipenuhi secara individu atau menyewa jasa

alsin dari pemilik perorangan.

Program-program pemerintah untuk masyarakat mensyaratkan kelompok

sebagai sasaran program. Dalam hal ini, kelompok tani berperan dalam

memediasi kepentingan masyarakat dan pemerintah. Kelompok tani bagi

pemerintah berperan sebagai wadah untuk memasukkan program kepada

masyarakat, sebaliknya bagi masyarakat kelompok tani berperan sebagai wadah

untuk bisa mendapatkan bantuan program dari pemerintah. Tidak semua

kelompok tani bisa memperoleh bantuan program pemerintah, namun bisa saja

Page 57: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

49

terjadi kelompok tani dibentuk dalam rangka penyaluran program bantuan

pemerintah.

Kelancaran pelaksanaan program juga ditentukan oleh interaksi yang baik

antara petani (kelompok tani) dengan berbagai pihak yang menjadi bagian dari

pelaksana program, khususnya pemandu dalam program GP-PTT. Interaksi yang

intensif dan terpola umumnya hanya terjadi saat program tengah

diimplementasikan. Saat itu berbagai pihak terkait akan meningkat frekuensi

interaksinya dengan petani (kelompok tani) demi kelancaran program, namun

sesudahnya hanya petugas lapangan yang memang memiliki tugas rutin untuk

membina dan membimbing petani yang tetap intens dalam berinteraksi dengan

petani. Sebaliknya, petani umumnya bersifat pasif dalam membangun interaksi

dengan para petugas/aparat pemerintah/lainnya, kecuali hanya sedikit petani

dalam kelompok tani yang aktif, dan mereka umumnya adalah pengurus (inti)

kelompok. Pengurus kelompok tani berperan sebagai motivator yang mampu

memberikan respon yang cepat terhadap inovasi dan mampu mendorong anggota

kelompok lainnya untuk mampu memberikan respon yang sama.

Jawa Tengah

Kelompok tani peserta program GP-PTT di Klaten, Jawa Tengah berperan

sebagai wahana belajar bagi anggotanya maupun masyarakat sekitarnya. Proses

belajar terjalin dalam pertemuan rutin kelompok maupun pertemuan informal di

lapangan. Proses pembelajaran dalam bentuk sekolah lapangan yang terjadwal

dengan topik yang sudah disepakati, secara faktual hanya dilakukan saat

pelaksanaan program, sesudahnya proses pembelajaran di lapangan terjadi secara

insidentil sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh petani dan dillakukan

secara orang ke orang bukan dalam kelompok.

Kelompok tani di Klaten umumnya belum berperan dalam pengadaan sarana

produksi pertanian secara kolektif. Petani mengadakan saprodi yang dibutuhkan

secara individu. Pemasaran hasil pertanian juga dilakukan secara individu,

sehingga dijumpai berbagai bentuk pemasaran hasil seperti penjualan per unit dan

tebasan. Namun dalam hal pemberantasan HPT, terdapat satu kelompok tani

yang melakukannya secara bersama-sama. Pembelian obat-obatan dilakukan oleh

Page 58: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

50

kelompok, demikian pula proses pencampuran obat dengan bahan tambahan

lainnya (air), dan anggota kelompok tinggal mengambil dan mengaplikasikan di

lahan masing-masing pada saat yang bersamaan. Pemberantasan HPT secara

serentak dalam suatu hamparan, dinilai lebih efektif dan efisien.

Tabel 5.6. Peran kelompok tani dalam kegiatan pertanian di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, 2016

Peran kelompok tani Sebelum GP-PTT Sesudah

Wahana untuk pendidikan

- Pertemuan rutin v v v

- Sekolah lapangan/pertemuan

lapangan x v x

Kegiatan komersial dan organisasi sumber

daya pertanian

- Pengadaan sarana produksi x v x

- Pekerjaan bersama:

pengendalian HPT v v v

- Pemasaran hasil bersama x x x

Pengelolaan properti umum

- Membersihkan saluran irigasi v v v

- Membangun jalan usaha tani x x x

- Mengelola alsin (UPJA) x v v

Membela

kepentingan kolektif

- Memediasi masyarakat dan

negara v v v

Lain-lain

Keterangan: v = dilakukan X = tidak dilakukan

Salah satu kelompok tani contoh di wilayah ini telah memiliki UPJA, dan

juga telah mendapatkan bantuan alsin. Penggunaan alsin oleh anggota dan

pembayaran jasanya ditentukan berdasarkan kesepakatan angggota. Alsin yang

dikelola yaitu traktor, transplanter, dan pompa air. Di luar alsintan tersebut,

pengadaannya masing dilakukan secara individu.

Peran pemandu lapangan, khususnya penyuluh lapangan, besar perannya

dalam menentukan kelancaran pelaksanaan program di wilayah ini. Penyuluh

lapangan dengan dedikasi yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya terbukti

menjadi kunci kesuksesan program. Para petugas lapangan ini tidak terikat

dengan jam kerja, sewaktu-waktu bersedia saat dibutuhkan petani untuk

mendampingi. Bahkan petugas tersebut tidak segan-segan untuk turun ke sawah

dan memberikan contoh langsung. Aktivitas tersebut ternyata berhasil memotivasi

Page 59: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

51

petani untuk melaksanakan program sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan.

Pelaku lain yang tak kalah penting perannya dalam melancarkan

pelaksanaan program adalah aparat desa, khususnya kepala desa. Kasus tersebut

dijumpai di salah satu desa yang kelompok taninya menjadi sasaran program GP-

PTT di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Wujud perhatian kepala desa adalah

membangun balai pertemuan untuk berbagai kegiatan pertemuan kelompok dalam

rangka GP-PTT, sumbangan benih untuk memenuhi kekurangan benih bantuan

pemerintah, dan dukungan dalam bentuk lainnya. Pelaksanaan GP-PTT di desa

tersebut dinilai lancar dan berhasil, bahkan sesudahnya kepala desa juga

mendorong dilakukannnya duplikasi penerapan berbagai komponen teknologi

pada lahan petani bukan penerima program GP-PTT. Keberhasilan program yang

dilaksanakan di desa tersebut, menjadi daya tarik pihak pemilik program dari

sumber lainnya untuk menempatkan programnya di desa ini.

5.2. Dampak Program GP-PTT terhadap Produksi Padi

Dampak Program GP-PTT terhadap produksi padi didekati dengan

menganalisis penambahan produksi dari peningkatan produktivitas hasil ubinan

dari lahan peserta GP-PTT. Adapun data yang dianalisis berasal dari evaluasi dan

laporan Ditjen Tanaman Pangan untuk tingkat nasional, sedangkan untuk

kabupaten contoh berasal dari data sekunder Dinas Pertanian masing-masing

kabupaten contoh. Sementara data peningkatan produktivitas dari hasil penelitian

primer hasil wawancara kelompok dibahas pada sub bab dampak terhadap

pendapatan petani.

5.2.1. Dampak Program GP-PTT Terhadap Produksi Padi Nasional

Secara nasional realisasi luas panen Program GP-PTT tercatat mencapai

227,6 ribu ha (Tabel 5.7), rendahnya areal panen dibanding areal tanam

menunjukkan bahwa sebagian tanaman dipanen pada tahun berikutnya (2016),

sehingga tidak tercatat pada tahun berjalan. Data sementara BPS tahun 2015

(BPS 2016) menunjukkan bahwa luas panen padi nasional mencapai 14.115.475

ha, berarti luas tersebut hanya berkonstribusi sekitar 1,61 %. Produksi hasil GP-

PTT menyumbangkan sekitar 1,95 % dari total produksi nasional (data Asem

Page 60: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

52

75,36 juta ton). Menurut BPS (2016) produksi padi nasional naik 6,37 %

dibanding tahun 2014, kenaikan tersebut terutama dampak dari kebijakan upaya

khusus (UPSUS) dalam peningkatan produksi padi seperti GP-PTT, Optimalisasi

Lahan (Olah), Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersiser (RJIT) dll.

Tabel 5.7. Realisasi Produksi dan Produktivitas Padi Program GP-PTT Nasional menurut Provinsi, 2015

NO.

Realisasi Panen Produktivitas (ku/ha GKG)

Deviasi

Produktivitas GP-PTT

Provinsi Luas

(000 Ha) Produksi (000 Ha)

Realiasasi Provitas

(Ku/Ha)

Sebelum GPPTT pd

MT yg sama

1 Aceh 11,2 71,5 64,00 65,07 -1,07

2 Sumut 9,3 65,9 71,14 55,74 15,40

3 Sumbar 9,2 59,2 64,36 54,77 9,59

4 Riau 3,0 16,7 56,59 40,38 16,21

5 Jambi 4,0 21,3 52,83 tad tad

6 Sumsel 19,4 121,6 62,57 50,96 11,61

7 Bengkulu 5,8 32,8 57,14 tad tad

8 Lampung 15,1 101,4 66,99 60,82 6,17

9 Jabar 14,6 107,6 73,84 60,20 13,64

10 Jateng 13,6 101,5 74,41 62,34 12,07

11 Di Y 2,5 18,2 72,60 63,78 8,82

12 Jatim 11,2 92,1 82,26 tad tad

13 Kalbar 8,2 30,9 37,63 33,46 4,17

14 Kalteng 7,7 36,6 47,78 33,44 14,34

15 Kalsel 5,4 30,1 55,88 tad tad

16 Kaltim 2,9 15,6 53,63 tad tad

17 Sulut 7,8 48,9 62,67 53,80 8,87

18 Sulteng 4,0 24,8 62,38 46,91 15,47

19 Sulsel 23,6 167,8 71,19 63,97 7,22

20 Sultra 5,4 30,7 56,53 48,25 8,28

21 Bali 4,3 32,1 75,00 tad tad

22 Ntb 10,8 81,7 76,02 tad tad

23 Ntt 3,1 27,5 90,09 53,19 36,90

24 Maluku 4,6 25,1 54,13 tad tad

25 Papua 2,2 7,2 33,11 43,00 -9,89

26 Malut 2,7 12,1 45,79 38,78 7,01

27 Banten 4,1 25,5 62,48 55,09 7,39

28 Gorontalo 8,1 46,2 57,34 51,11 6,23

29 Papua

Barat 3,2 13,8 43,50 34,49 9,01

30 Sulbar 0,2 0,3 15,00 tad tad

31 Kaltara 0,8 1,9 25,34 27,83 -2,49

Nasional 227,55 1,468,4 64.53

Sumber: Ditjen Tanaman Pangan, 2016 (diolah)

Page 61: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

53

Peningkatan produktivitas padi merupakan salah satu dampak dari Program

GP-PTT, secara umum peningkatan signifikan pada usaha tani yang menggunakan

padi hibrida. Namun demikian usaha tani padi hibrida sangat responsip terhadap

penggunaa input (terutama pupuk), sedangkan petani belum biasa dengan budi

daya padi hibrida, petani pada umumnya masih cenderung menanam padi inbrida.

Berdasarkan data ubinan hasil GP-PTT rata-rata nasional mencapai 64,53

kuintal/ha, produktivitas tersebut cukup tinggi dibandingkan rata-rata nasional

(Data Asem) tahun yang sama (53,39 kuintal/ha). Peningkatan produktivitas

sekitar 11,14 kuintal (20,9%), rata-rata peningkatan tersebut sudah melebihi

sasaran yang ditargetkan meningkat minimal 0,5 ton/ha untuk padi inbrida dan

minimal 1,0 ton/ha untuk padi hibrida.

Terdapat pula beberapa provinsi yang mengalami penurunan produktivitas

padi, seperti Provinsi Aceh, Papua dan Kalimantan Utara (Tabel Lampiran 1).

Sementara di beberapa provinsi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera

Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Tengah peningkatan

produksi >10 kuintal per hektar. Beberapa data produktivitas sebelum GP-PTT

tidak tersedia (tad), seperti Jawa Timur dll., namun cenderung meningkat dengan

adopsi teknologi GP-PTT. Mengingat sifat kegiatan GP-PTT lebih ditekankan pada

spesifik lokasi, maka jenis varietas yang diadopsi juga disesuaikan dengan minat

petani dan yang lebih baik diarahkan ke penggunaan VUB yang produksi tinggi

sesuai lingkungan usaha budi daya padi.

5.2.2. Dampak Program GP-PTT Terhadap Produksi Padi di Subang, Jawa Barat

Seluruh lokasi program GP-PTT di Subang (11 kecamatan) rata-rata

produktivitas padi telah melebihi target dari kegiatan GP-PTT (>5 ku/ha), kecuali

di kecamatan Pabuaran meningkat 5 ku/ha. Namun bila mengacu dari target yang

dicanangkan setelah GP-PTT, maka terdapat enam kecamatan sudah mencapai

target sasaran produktivitas, sedangkan lima kecamatan lainnya (Pusakanegara,

Pabuaran, Pagaden, Cisalah dan Cipunagara) belum mencapai target setelah GP-

PTT, secara agregat Kabupaten Subang sudah mencapai target sasaran dari rata-

rata produktivitas sebelum GP-PTT sebesar 53,83 ku/ha, meningkat menjadi 73,67

Page 62: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

54

ku/ha, sementara target produktivitas setelah GP-PTT agregat Subang adalah

73,02 ku/ha (Tabel 5.8).

Tabel 5.8. Realisasi panen dan produktivitas padi sebelum dan hasil GP-PTT di Kabupaten Subang, 2016

No Kecamatan

Realisasi Panen Produktivitas (ku/ha) Deviasi Produktivitas

GP-PTT (ku/ha) Luas (ha)

Produksi (ton)

Lokasi GP-PTT

Sebelum GPPTT

1 Pusakanagara 100 721 72,11 63,00 9,11

2 Pabuaran 100 660 66,00 61,00 5,00

3 Pagaden 100 693 69,34 60,18 9,17

4 Kasomalang 100 773 81,60 55,25 26,35

5 Tanjungsiang 100 737 74,73 56,00 18,73

6 Cisalak 100 747 78,90 61,25 17,65

7 Purwadadi 50 345 69,04 38,50 30,54

8 Cipunagara 100 789 78,90 60,00 18,90

9 Dawuan 50 344 68,78 35,00 33,78

10 Cibogo 100 781 78,10 50,25 27,85

11 Cikaum 100 777 77,65 51,75 25,90

Kabupaten Subang 1000 7.367 73,67 53,83 19,84

Sumber: Dinas Pertanian Tanama Pangan Kabupaten Subang, 2016

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa produktivitas hasil GP-PTT

meningkat, demikian halnya bila dibandingkan dengan produktivitas non GP-PTT

di sekitarnya pada musim yang sama. Dengan demikian meningkatnya

produktivitas tersebut mengindikasikan bahwa program GP-PTT dapat

meningkatkan produksi padi di Subang. Sebagai ilustrasi bahwa dengan

peningkatan produktivitas 19,84 ku/ha, sedangkan luas panen GP-PTT 1000 ha

maka penambahan produksi hasil GP-PTT sebesar 1984 ton. Dengan mengacu

data produksi padi Subang tahun 2014 (1.159.815 ton) maka tambahan produksi

hasil GP-PTT hanya berkonstribusi sekitar 0,17%. Mengingat senjang

produktivitas antara GP-PTT dengan rata-rata produktivitas sebelum GP-PTT

cukup besar (36,86%) maka bila adopsi teknologi GP-PTT diterapkan lebih luas

maka berpeluang untuk meningkatkan produksi padi di Kabupaten Subang.

5.2.3. Dampak Program GP-PTT Terhadap Produksi Padi di Klaten, Jawa Tengah

Luas lahan sawah di Kabupaten Klaten seluas 33.230 Ha. Program GP- PTT

di Kabupaten Klaten ditujukan untuk komoditas padi dan kedelai. Program GP-PTT

Page 63: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

55

untuk padi ditargetkan seluas 2.500 ha dan telah direalisasikan sepenuhnya atau

teralisasi (100 %). Demikian juga halnya untuk komoditas kedelai, Program GP-

PTT untuk Kededalai ditargetkan 1.000 ha dan telah realisasi 1.000 ha atau

terealisasi (100 %).

Capaian kegiatan GP-PTT di Kabupaten Klaten dilihat dari sisi luas panen,

terealisasi 100%. Sementara hasil produktivitas hasil ubinan usaha tani padi

pada kegiatan GP-PTT bervariasi antar lokasi (Tabel 5.9). Dari tiga kecamatan

sasaran (Prambanan, Manisrenggo dan Karangdowo) menunjukkan bahwa rata-

rata produktivitas tertinggi ditemukan di Karangdowo (kisaran 69,2 – 87,2 ku/ha),

demikian juga peningkatan produktivitas tertinggi. Daerah sawah di wilayah

Karangdowo adalah dataran rendah dan sawah irigasi tehnis, sementara wilayah

Kecamatan Manisrenggo dan Prambanan termasuk sawah dataran sedang dan

sawah irigasi semi teknis dan sederhana. Kondisi lahan (kesuburan dan

kecukupan/ketersediaan air irigasi) tersebut juga berpengaruh terhadap perolehan

produksi padi.

Tabel 5.9. Realisasi panen dan produktivitas padi sebelum dan hasil GP-PTT di

Kabupaten Klaten, 2016

Kecamatan

Realisasi panen Produktivitas (ku/ha) Deviasi produktivitas

GP-PTT (ku/ha)

Luas

(ha)

Produksi

(ton)

Lokasi GP-PTT

sebelum GP-PTT

Karangdowo 750 600,7 80.09 63.07 17.02

Prambanan 800 583,6 72.95 61.58 11.37

Manisrenggo 950 599,1 63,06 53.12 9.94

Kabupaten Klaten 2500 1783,4 71.34 59.26 12.08

Sumber: Laporan akhir GP-PTT, Dinas Pertanian Kabupaten Klaten, 2016

Secara agregat rataan produktivitas padi di Kabupaten Klaten hasil GP-PTT

71,34 ku/ha. Dibandingkan rataan produktivitas padi sebelum GP-PTT terdapat

deviasi sebesar 12,08 ku/ha, kenaikan ini jauh melebihi target dari program GP-

PTT. Namun demikian peningkatan produktivitas tersebut lebih rendah bila

dibandingkan kinerja peningkatan produktivitas GP-PTT di Kabupaten Subang.

Dengan peningkatan produktivitas 12,08 ku/ha, sementara luas panen GP-

PTT 2500 ha maka penambahan produksi hasil GP-PTT sebesar 3020 ton. Dengan

Page 64: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

56

mengacu data produksi padi Kabupaten tahun 2014 (368.310 ton) maka

peningkatan produksi hasil GP-PTT memberikan konstribusi terhadap produksi

padi total Kabupaten Klaten sekitar 0,82 %.

5.3. Dampak Program GP-PTT Terhadap Pendapatan Petani

Dampak Program GP-PTT terhadap pendapatan petani dilihat dengan

menganalisis usaha tani pada kelompok tani peserta Program GP-PTT. Untuk itu

analisis dilakukan dengan membandingkan hasil analisis usaha tani saat program

dan sebelum program untuk musim tanam yang sama (tahun sebelumnya) sesuai

dengan musim tanam saat program (MKI 2015 dan MKI 2014).

Biaya usaha tani padi yang diperhitungkan secara garis besar dipilah atas

tiga kelompok, yaitu: (a) biaya sarana produksi; (b) biaya tenaga kerja; dan (c)

biaya lain-lain. Biaya sarana produksi terdiri dari: biaya untuk pengadaan benih,

biaya untuk berbagai macam pupuk (pupuk anorganik, pupuk organik, pupuk

kandang, kompos, dan lainnya), biaya berbagai jenis pestisida. Biaya tenaga kerja

mencakup dari kegiatan pengolahan tanah dengan traktor sampai dengan

kegiatan panen dan pascapanen. Khusus untuk kegiatan panen yang dipakai

sistem bawon akan dikonversikan pada nilai harga gabahnya. Sedangkan untuk

biaya lain-lain meliputi biaya bayar pajak, iuran air irigasi atau sumbangan-

sumbangan yang berkaitan dengan usaha tani padi. Dalam struktur biaya usaha

tani padi atas biaya tunai ini tidak memasukkan komponen biaya sewa lahan.

Namun untuk analisis atas biaya total, sewa lahan diperhitungkan, dalam analisis

usaha tani dalam bahasan ini diasumsikan bahwa tenaga kerja seluruhnya berasal

dari luar keluarga.

5.3.1. Dampak Program GP-PTT Terhadap Pendapatan Petani di Kabupaten Subang, Jawa Barat

Hasil evaluasi dari kelompok tani pelaksana GP-PTT menunjukkan bahwa

pada kegiatan usaha tani MT 2015 (musim gadu), dilihat dari struktur biayanya

komponen yang terbesar teralokasi untuk biaya tenaga kerja dengan proporsi

sebesar 76 %. Sedangkan untuk biaya sarana produksi proporsinya sebesar 20 %,

terutama untuk pengadaan pupuk anorganik dan sekitar 4 % biaya lainnya.

Apabila dibandingkan dengan kegiatan usaha tani MT. 2014, proporsi struktur

Page 65: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

57

biaya usaha tani padi sebelum GP-PTT keragaannya relatif sama. Namun jika

dilihat dari nilai faktor biaya yang dikeluarkan pada usaha tani padi dengan pola

GP-PTT menunjukkan bahwa total biaya usaha tani yang dikeluarkan adalah

berkisar Rp 10.620.000 – Rp 11.434.000 dengan agregatnya sebesar Rp

10.895.000. Sedangkan sebelum GP-PTT, total biaya usaha taninya berkisar Rp

9.510.000 – Rp 9.917.000 sehingga terjadi kenaikan sekitar Rp 978.000, yaitu

sebagai akibat adanya kenaikan produksi maka nilai bawon meningkat. Namun,

jika diukur dari nilai persentase maka antara usaha tani GP-PTT dan sebelum GP-

PTT adalah relatif sama. Mengenai keragaan struktur biaya usaha tani padi secara

rinci pada kelompok tani contoh rata-rata di Kecamatan Pagaden dan Cipunagara

disajikan pada Tabel Lampiran 1 dan 2. Namun untuk bahasan lebih lanjut

mengacu dari rekapitulasi dari rata-rata seluruh kelompok tani di kedua

kecamatan tersebut, untuk itu Tabel 5.10 menyajikan analisis struktur biaya di

lokasi Kabupaten Subang.

Tabel 5.10. Struktur biaya usaha tani padi sawah (per ha) di tingkat kelompok

tani hasil GP-PTT dan sebelum GP-PTT di Kabupaten Subang, 2016

No. Kelompok tani

Sarana

produksi Tenaga kerja Lainnya Total

Rp 000 % Rp 000 % Rp 000 % Rp 000 %

A.

Dengan GP-PTT

1. Ranca Mandar

2. Sarilat

3. Jaya Tani

4. Sinar Tani

5. Sumber Rejeki

6. Dewi Sri

2.080

2.120

2.260

2.165

2.090

2.280

20

20

20

20

19

21

8.080

8.210

8.660

8.240

8.180

8.040

76

76

76

76

76

74

460

438

514

486

524

546

4

4

4

4

5

5

10.620

10.768

11.434

10.891

10.794

10.866

100

100

100

100

100

100

Agregat A 2.165 20 8.235 76 495 4 10.895 100

B.

Sebelum GP-PTT

1. Ranca Mandar

2. Sarilat

3. Jaya Tani

4. Sinar Tani

5. Sumber Rejeki

6. Dewi Sri

1.945

1.930

2.110

1.985

1.960

2.210

20

20

21

20

20

22

7.125

7.380

7.678

7.440

7.406

7.460

75

76

75

75

75

73

440

432

486

486

508

524

5

4

4

5

5

5

9.510

9.742

10.274

9.911

9.874

10.194

100

100

100

100

100

100

Agregat B 2.023 20 7.415 75 479 5 9.917 100

Beda Aregat (A-B) 142 820 16 978

Page 66: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

58

Untuk mengukur tingkat profitabilitas (keuntungan) usaha tani diperlukan

dua peubah, yaitu: (a) penerimaan total, dan (b) biaya total. Penerimaan total

merupakan perkalian antara hasil produksi dan tingkat harga jual produknya.

Biaya total adalah penjumlahan seluruh biaya yang mencakup biaya sarana

produksi, tenaga kerja, dan biaya lainnya, dalam evaluasi ini nilai sewa lahan tidak

diperhitungkan.

Berdasar kedua peubah tersebut, ukuran profitabilitas (keuntungan) usaha

tani padi sawah adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total per

hektar, apabila selisih bertanda positif (+) berarti menguntungkan dan bila selisih

bertanda negatif (-) berarti rugi. Di samping itu, untuk mengukur tingkat

kelayakan usaha taninya diukur dengan nilai ratio penerimaan dan biaya total.

Dalam hal ini, jika R/C > 1 berarti kegiatan usaha tani secara ekonomi layak

diusahakan.

Hasil evaluasi pada kelompok tani di wilayah Kabupaten Subang untuk

tingkat produktivitas yang dicapai pada musim tanam gadu/MT. 2015 adalah

berkisar dari 6.240 kg GKP (gabah kering panen) pada kelompok tani Dewi Sri

sampai yang tertinggi yaitu sebesar 7.220 kg GKP per hektar di kelompok tani

Jaya Tani. Sedangkan agregat dari ke enam kelompok tersebut adalah 6.523 kg

GKP/ha. Selanjutnya jika dibandingkan dengan tingkat hasil yang dicapai sebelum

GP-PTT yaitu kegiatan usaha tani MT. 2014 tingkat produktivitasnya adalah

berkisar 5.570 kg – 6.080 kg GKP dan agregatnya 5.750 kg GKP/ha. Berdasar

kondisi tersebut, maka dapat diartikan bahwa dengan penerapan teknologi budi

daya GP-PTT dapat meningkatkan produktivitas padi secara agregat sebesar 773

kg GKP per hektar. Dengan demikian maka dengan GP-PTT dapat meningkatkan

produktivitas sebesar 13 %. Peningkatan produktivitas agregat Kabupaten

Subang, seperti yang telah dibahas pada bab 5.2.

Dilihat dari besaran penerimaan usaha tani padi MT. 2015 (dengan GP-PTT)

secara agregat diperoleh sekitar 26,09 juta rupiah dan pada MT. 2014 (sebelum

GP-PTT) sebesar 20,70 juta rupiah. Artinya, dengan GP-PTT terjadi peningkatan

penerimaan nominal sebesar 5,39 juta rupiah dalam setiap hektarnya atau terjadi

peningkatan pendapatan petani sebesar 26 %.

Page 67: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

59

Tabel 5.11. Tingkat profitabilitas usaha tani padi sawah per hektar sebelum dan

selama GP-PTT di Kabupaten Subang, MT. 2015 dan MT. 2014

No. Kelompok tani Produk-tivitas

(kg/ha)

Harga GKP

(Rp/kg)

Peneri-maan

(Rp 000)

Total biaya

(Rp000)

Profita-bilitas

(Rp 000) R/C

A.

Dengan GP-PTT

1. Ranca Mandar

2. Sarilat

3. Jaya Tani

4. Sinar Tani

5. Sumber Rejeki

6. Dewi Sri

6.260

6.380

7.220

6.580

6.460

6.240

4.000

4.000

4.000

4.000

4.000

4.000

25.040

25.520

28.880

26.320

25.840

24.960

10.620

10.768

11.434

10.891

10.794

10.866

14.420

14.752

17.446

15.429

15.046

14.094

2,36

2,37

2,53

2,39

2,30

Agregat A 6.523 4.000 26.092 10.895 15.197 2,39

B.

Sebelum GP-PTT

1. Ranca Mandar

2. Sarilat

3. Jaya Tani

4. Sinar Tani

5. Sumber Rejeki

6. Dewi Sri

5.570

5.610

6.080

5.830

5.690

5.720

3.600

3.600

3.600

3.600

3.600

3.600

20.052

20.196

21.888

20.988

20.484

20.592

9.510

9.742

10.274

9.911

9.874

10.194

10.542

10.454

11.614

11.077

10.610

10.398

2,11

2,07

2,13

2,12

2,07

2,02

Agregat B 5.750 3.600 20.700 9.917 10.783 2,09

Beda Aregat (A-B) 773 400 5.392 978 4.414 0,30

Selanjutnya dilihat dari tingkat profitabilitasnya menunjukkan bahwa usaha

tani padi dengan pola GP-PTT secara agregat diperoleh sebesar Rp 15.197.000,

sedangkan sebelum GP-PTT sebesar Rp 10.783.000. Hasil usaha tani dengan GP-

PTT dapat meningkatkan pendapatan peningkatan profitabilitas sebesar Rp

4.414.000/ha, bila diperhitungkan dengan luasan panen GP-PTT (1000 ha), maka

dampak GP-PTT diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan nominal sekitar Rp

8,75 milyar. Akan tetapi jika dilihat dari tingkat efisiensi usaha tani, maka

kegiatan usaha tani dengan pola GP-PTT dan sebelum GP-PTT secara ekonomi

keduanya layak diusahakan karena nilai imbangan biaya dan penerimaan (ratio

cost) lebih dari dua (>2). Secara rinci disajikan pada Tabel 5.11.

Hasil perhitungan BEP (Break Even Point) dari usaha tani padi pola GP-PTT,

sebesar 2.724 kg dari realisasinya sebesar 6.523 kg atau lebih efisien sebesar

3.799 kg dari aktualnya. Demikian juga untuk usaha tani padi sebelum GP-PTT,

yaitu sebesar 2.995 kg ke BEP-produknya. Artinya lebih efisien sebesar 2.995 kg

dari produktivitas aktualnya. Selanjutnya untuk BEP harga jual produk pada pola

GP-PTT adalah sebesar Rp 1.670 dari aktual Rp 4.000 dan untuk pola sebelum GP-

Page 68: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

60

PTT diperoleh sebesar Rp 1.725 dari aktualnya Rp 3.600. Dengan keragaan

tersebut jelas kedua pola menunjukkan usaha tani padi yang dilaksanakan

memiliki keunggulan komparatif (Tabel 5.12).

Tabel 5.12. Tingkat BEP produktivitas dan harga jual usaha tani padi antara GP-

PTT dan sebelum GP-PTT di Kabupaten Subang, 2016

No. Kelompok tani Produktivitas

(kg/ha)

Harga

(Rp/kg)

Total

biaya

(Rp000)

BEP

produk

BEP

harga

1.

2.

Dengan GP-PTT

Sebelum GP-PTT

6.523

5.750

4.000

3.600

10.895

9.917

2.724

2.755

1.670

1.725

5.3.2. Dampak Program GP-PTT Terhadap Pendapatan Petani di Klaten,

Jawa Tengah

Dalam bahasan analisis usaha tani disini terutama untuk melihat dampat

GP-PTT terhadap pendapatan petani. Secara rinci dan detail analisis usaha tani

rata-rata di 3 (tiga) kecamatan contoh disajikan pada Tabel Lampiran 3, 4 dan 5.

Untuk lebih sederhana analisis usaha tani di tiga kecamatan contoh dirangkum

pada Tabel 5.13. dan Tabel 5.14 Dari struktur biaya usaha tani tampak bahwa

komponen biaya usaha tani agregat Kabupaten Klaten (rataan) menunjukkan

bahwa alokasi biaya terbesar adalah untuk tenaga kerja dengan proporsi sebesar

69 % saat GP-PTT, sedangkan sebelum GP-PTT lebih kecil (sekitar 63%).

Sementara untuk biaya sarana produksi proporsinya sebesar 29 %, dan sisanya

(sekitar 2%) untuk biaya lainnya.

Relatif rendahnya biaya saprodi bahkan biaya saprodi lebih rendah

dibanding sebelum GP-PTT, rendahnya saprodi terutama untuk obat, mengingat

obat/pestisida dikelola kelompok dan aplikasinya secara serentak, sehingga

penggunaannya lebih efisien, selain itu lebih efektif karena dilakukan

pengendalian OPT bersama-sama. disebabkan adanya subsidi pemerintah

terutama untuk benih, pupuk kimia dan organik. Disisi lain makin tingginya upah

tenaga kerja serta biaya sewa alat dan mesin pertanian. Namun bila dicermati

tampak bahwa biaya total (tunai) pada usaha tani GP-PTT relatif lebih (sekitar 7%

lebih rendah), kondisi ini terutama dalam penerapan pupuk berimbang,

sebelumnya petani cenderung berlebih dalam pemakaian pupuknya.

Page 69: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

61

Tabel 5.13. Struktur biaya usaha tani padi sawah (per ha) di tingkat kelompok

tani hasil GP-PTT dan sebelum GP-PTT di Kabupaten Klaten, 2016

No. Kelompok

tani/Kecamatan

Sarana

produksi Tenaga kerja Lainnya Total

Rp 000 % Rp 000 % Rp 000 % Rp 000 %

Dengan GP-PTT

1. Karangdowo 4510 38.58 7100 60.74 80 0.68 11690 100

A 2. Prambanan 2213 18.21 9505 78.20 436 3.59 12154 100

3. Manisrenggo 3674 31.40 7950 67.95 75 0.64 11699 100

Agregat A 3466 29.25 8185 69.09 197 1.66 11848 100

Sebelum GP-PTT

0

1. Karangdowo 6165 48.00 6600 51.38 80 0.62 12845 100

B 2. Prambanan 2030 16.82 9604 79.57 436 3.61 12070 100

3. Manisrenggo 5565 41.25 7850 58.19 75 0.56 13490 100

Agregat B 4587 35.83 8018 62.63 197 1.54 12802 100

Rata-rata produktivitas usaha tani padi program GP-PTT yang dikelola

petani responden sebesar 7370 kg/ha/musim, dengan tingkat harga rataan

Rp4080/kg, maka penerimaan petani sebesar Rp30 juta/ha/musim. Dengan

demikian tingkat keuntungan/pendapatan petani sekitar Rp18 juta/ha/musim

(Tabel 5.14). Petani di lokasi contoh (Karangdowo) umumnya menanam padi 3

kali (5 kali/2 tahun).

Berdasarkan perbandingan analisis biaya dan keuntungan usaha tani padi

antara sebelum dan saat Program GP-PTT rata-rata di tiga Kecamatan contoh,

Kabupaten Klaten dapat disarikan beberapa hal pokok sebagai berikut:

- Tingkat adopsi teknologi usaha tani padi baik sebelum maupun saat

pelaksanaan program sudah menerapkan teknologi dengan cukup baik

(mengingat sebagian petani pada kelompok tani sasaran, sebagian besar

pernah mengikuti SL-PTT). Indikasi ini juga ditunjukkan dari tingkat

produktivitas yang dicapai masing-masing sebesar 6,12 ton/ha dan 7,37

ton/ha jauh di atas rata-rata nasional. Masih terdapat kesenjangan

produktivitas yang tergolong tinggi yaitu sebesar 1,25 ton/ha.

- Penerapan teknologi GP-PTT telah berdampak meningkatkan efisiensi biaya

usaha tani, meskipun relatif kecil. Biaya usaha tani padi sebelum GP-PTT

sebesar Rp12.802.000,-/ha dan biaya usaha tani padi GP-PTT sebesar

Rp11.848.000,-/ha atau terjadi penghematan biaya Rp954.000,-/ha.

Page 70: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

62

Penurunan biaya terutama disebabkan penggunaan benih dan pupuk kimia

yang lebih rendah. Pada sisi lain makin tingginya upah tenaga kerja serta

biaya sewa alat dan mesin pertanian.

Tabel 5.14. Tingkat profitabilitas usaha tani padi sawah per hektar antara GP-PTT

dan sebelum GP-PTT di Kabupaten Klaten, MT. 2015 dan MT. 2014

No. Kelompok

tani/Kecamatan

Produk-

tivitas (kg/ha)

Harga

GKP (Rp/kg)

Peneri-maan

(Rp 000)

Total

biaya (Rp000)

Profita-

bilitas

(Rp 000)

R/C

Dengan GP-PTT

1. Karangdowo 8010 4300 34443 11690 22,753 2.95

A 2. Prambanan 7800 4000 31200 12154 19,046 2.57

3. Manisrenggo 6300 3900 24570 11699 12,871 2.10

Agregat A 7370 4080 30071 11848 18,223 2.54

Sebelum GP-PTT

1. Karangdowo 6299 4000 25100 12845 12,255 1.95

B 2. Prambanan 6500 3800 24700 12070 12,630 2.05

3. Manisrenggo 5572 3800 21173.6 13490 7,684 1.57

Agregat B 6124 3863 23658 12802 10,856 1.85

- Adanya peningkatan tingkat produktivitas sebesar 1,25 ton/ha dan

pengurangan biaya usaha tani padi menyebabkan terjadinya peningkatan

pendapatan usaha tani, yaitu dari Rp. 14.480.700,-/ha (sebelum Program

GP-PTT) menjadi Rp. 22.203.000,-/ha (Peserta Program GP-PTT) atau

terjadi peningkatan pendapatan sebesar Rp. 7.367.000,-/ha.

- Adanya peningkatan tingkat produktivitas sebesar 1,24 ton/ha dan

pengurangan biaya usaha tani padi juga menyebabkan terjadinya

peningkatan efektivitas pengembalian modal yang ditunjukkan peningkatan

R/C ratio dari 1.95 menjadi 2,54.

- Skala luasan Program GP-PTT Padi di Kabupaten Klaten seluas 2500 Ha,

maka ada potensi peningkatan produksi padi sebesar 3125 ton gabah

kering panen (GKP), ada perbedaan kecil dari analisis data sekunder

(Kabupaten) peningkatan produksi diperkirakan mencapai 3020 ton GKP.

Dengan logika yang sama maka akan terjadi peningkatan pendapatan dari

usaha tani padi dengan adanya Program GP-PTT sebesar Rp 18,47 Milayar

di Kabupaten Klaten.

Page 71: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

63

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

6.1. Kesimpulan

1. Beberapa kendala dalam pelaksanaan program GP-PTT : (1) Proses sosialisasi

program kurang dilakukan melalui proses sosial yang matang; (2)

Pemahaman terhadap tujuan pelaksanaan program GP-PTT belum dipahami

secara utuh; (3) Penetapan sasaran produktivitas pelaksanaan program GP-

PTT terlalu tinggi (over estimate); (4) Belum diketahuinya prinsip-prinsip PTT

dan GP-PTT secara utuh oleh kelompok sasaran; (5) Belum dipahaminya

teknologi pemupukan secara lengkap dan berimbang serta manfaat

penggunaan pupuk organik; 6) Kurangnya pemahaman tentang manfaat dan

keuntungan menerapkan teknologi GP-PTT; ( (7) Makin langka tenaga kerja

buruh tanam dan terbatasnya ketersediaan tranplanter dan mini combine

harvester untuk padi; (8) Kurangnya jumlah dan kualitas tenaga penyuluh

pertanian dalam pendampingan pelaksanaan Program GP-PTT.

2. Adopsi komponen teknologi dasar maupun pilihan mengikuti pola : tinggi

penerapannya saat ada bantuan, kemudian menurun tingkat adopsinya satu

musim berikutnya, dan menurun lagi pada musim berikutnya lagi. Ini

menunjukkan bahwa adopsi teknologi tersebut tidak berkelanjutan. Kendala

adopsi teknologi bisa ditelusuri dari petani sendiri (persoalan keterbatasan

modal, kurangnya pengetahuan dan pengalaman), maupun adanya faktor luar

seperti kasus yang terjadi pada penerapan jarwo oleh buruh tanam.

3. Adopsi komponen teknologi yang tinggi, bukan semata merupakan dampak

program GP-PTT, karena ternyata komponen tersebut sudah pernah

diperkenalkan kepada masyarakat melalui program-pprogram sebelumnya

seperti pada kasus penggunaan varietas modern. Ini menunjukkan bahwa

proses adopsi inovasi merupakan suatu proses yang panjang dan perlu waktu

lama untuk benar-benar diadopsi oleh petani.

4. Aktivitas kelompok tani juga mengikuti pola kurva normal, meningkat saat

pelaksanaan. Petani sebagai anggota kelompok tani umumnya merupakan

pelaku pasif dalam pelaksanaan program, kecuali beberapa orang yang

biasanya merupakan pengurus kelompok. Selain ketani dan kelompok tani,

Page 72: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

64

pemandu dan aparat desa memiliki posisi dan peran penting dalam

menentukan kelancaran dan kesuksesan suatu program.

5. Peningkatan produktivitas dari program GP-PTT sekitar 19,84 ku/ha

(36,86%), sedangkan luas panen GP-PTT 1000 ha maka penambahan

produksi hasil GP-PTT sebesar 1984 ton, sehingga diperkirakan berkonstribusi

sekitar 0,17% dari total produksi padi di Subang.

6. Dengan peningkatan produktivitas 12,08 ku/ha, sementara luas panen GP-PTT

2500 ha maka penambahan produksi hasil GP-PTT sebesar 3020 ton, maka

peningkatan produksi hasil GP-PTT memberikan konstribusi terhadap produksi

padi total Kabupaten Klaten sekitar 0,82 %.

7. Hasil usaha tani dengan GP-PTT di Kabupaten Subang dapat meningkatkan

pendapatan/profitabilitas sebesar Rp 4.414.000/ha, bila diperhitungkan

dengan luasan panen GP-PTT (1000 ha), maka dampak GP-PTT diperkirakan

dapat meningkatkan pendapatan nominal sekitar Rp 8,75 milyar.

8. Dengan memperhitungkan luas areal panen dan tambahan peningkatan

produksi, maka akan terjadi peningkatan pendapatan dari usaha tani padi

dengan adanya Program GP-PTT sebesar Rp 18,47 Milayar di Kabupaten

Klaten.

6.2. Implikasi Kebijakan

1. Keberlanjutan Program GP-PTT Padi sangat ditentukan oleh aspek

perencanaan, pelaksanaan program, aspek pendukung, dan aspek promosi.

Pada aspek pelaksanaan perlu memperhatikan : (1) Adanya Pedum, Juklak,

Juknis, dan buku panduan yang mudah dipahami dan diimplementasikan di

lapangan, (2) Pelaksana dan pendamping perlu memiliki kompetensi baik

dalam aspek keterampilan teknis, kapabilitas manajerial, dan dalam

melakukan koordinasi secara efektif dan menggerakkan kelompok sasaran

secara dinamis, (3) Peningkatan kapasitas pelaksana dan pendamping

program perlu dilakukan secara berkala agar pelaksana dan pendamping

termotivasi untuk melaksanakan perannya dengan sebaik-baiknya, (4)

Pendampingan secara berkesinambungan sehingga tujuan tercapai sesuai

rencana dan target yang ditetapkan, (5) Monitoring dan evaluasi secara

Page 73: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

65

berkala untuk mendapatkan data dan informasi serta umpan balik (feed back)

yang berguna untuk perbaikan model dan pemecahan permasalahan-

permasalahan di lapangan, baik permasalahan teknis, ekonomi, sosial-

kelembagaan dan aspek kebijakan.

2. Proses sosialisasi program GP-PTT seyogyanya dilakukan melalui proses sosial

yang matang, secara bertahap dan berjenjang, sehingga program tersebut

berhasil dan berkelanjutan. Memberikan pemahaman tentang sumber-sumber

peningkatan kesejahteraan petani baik dari sisi peningkatan produktivitas

maupun tingkat harga yang layak.

3. Adopsi inovasi faktanya merupakan proses yang panjang, tidak cukup hanya

satu kali pengenalan dan praktik melalui implementasi sebuah program untuk

bisa diadopsi secara berkelanjutan. Oleh karena itu, implementasi suatu

program seyogyanya disertai dengan pembinaan dan bimbingan serta fasilitasi

yang berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan sasaran. Perlu pembekalan

tentang manfaat G-PTT baik secara teknis, ekonomi dan aspek ekologi

lingkungan, sehingga mampu meningkatkan produktivitas, produksi, dan

pendapatan petani. Bantuan alat dan mesin pertanian terutama transplanter,

power thressher, power weeder, dan mini combine harvester sesuai dengan

kebutuhan masyarakat petani dan kondisi ketersediaan tenaga kerja

setempat. Dukungan alokasi anggaran dan fasilitasi sarana transportasi untuk

tenaga pendampingan pelaksanaan Program GP-PTT di lapangan.

4. Keberhasilan suatu program memerlukan peran dari berbagai pihak terkait.

Di tingkat lapangan, selain petani dan kelompok tani sebagai sasaran

program, pemandu lapangan dan aparat desa berperan penting dalam

memotivasi dan melancarkan jalannya program sehingga dapat mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, melibatkan pihak-pihak

tersebut sejak awal hingga akhir program sangat penting. Komunikasi dan

interaksi semua pihak terkait perlu dibangun, sehingga terbentuk jaringan

kerjasama dengan tujuan yang sama dan berinteraksi secara terpola sebagai

sebuah tim yang solid dengan didasarkan aturan main yang dibuat dan

disepakati bersama.

Page 74: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

66

5. Stabilisasi harga gabah dan beras melalui peningkatan daya serap gabah dan

beras oleh BULOG (> 10 %) dari produksi, pengembangan produk beras

berkualitas, dan promosi produk beras berkualitas sehingga diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan petani.

6. Keberlanjutan program GP-PTT dari aspek pendukung perlu dilakukan : (1)

Perencanaan kebutuhan benih/bibit, pupuk, dan pestisida, serta alsintan

dalam satu kelompok sasaran, satu kawasan, dan satu wilayah secara enam

tepat; (2) Perlu pembangungan infrastruktur irigasi dan bantuan alsintan

terutama transplanter, power thresher dan mini combine harvester; (3) Perlu

ketersedian dan akses terhadap sumber permodalan dengan bunga rendah;

(4) Lembaga pasar untuk menampung hasil produksi pada saat panen raya;

dan (5) Tersedianya alokasi anggaran untuk pengawalan dan pendampingan

secara memadai.

7. Keberlanjutan Program GP-PTT dari aspek diseminasi/promosi perlu dilakukan

: (1) Temu teknis dan temu lapangan secara berkala; (2) Advokasi program

secara berkala ke seluruh pemangku kepentingan tentang manfaat program;

(3) Penentuan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan penampungan

hasil oleh BULOG; (4) Adanya kegiatan pengembangan produk dan promosi

produk beras berkualitas di wilayah pelaksanaan Program GP-PTT; dan (5)

Perlu membangun dan memperluas jaringan bisnis dan membangun

kemitraan usaha agribisnis beras.

Page 75: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

67

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Mewa. A. Suryana. K. Kariyasa. R. D. Yofa. 2014. Mendukung Gerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu Melalui Tinjauan Kritis SL-PTT. Laporan

Kebijakan. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Asnawi, R. 2014. Bogor (ID): Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Petani

melalui Penerapan Model Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah di Kabupaten Pesawaran, Lampung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 14 (1):44-52

[Balitbangtan] Badan Litbang Pertanian. 2009. Membangun Kemampuan Pengelolaan Terpadu Sumber daya Pertanian. Jakarta (ID): Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapangan

Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi. Departemen Pertanian. Jakarta

Dinas Pertanian Kabupaten Klaten. 2015. Laporan Akhir Program Peningkatan

Produksi, Produktivitas dan Mutu Hasil Tanaman Pangan. Klaten (ID): Dinas Pertanian Kabupaten Klaten.

Dinas Pertanian Kabupaten Klaten. 2015. Upsus Pajale: Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Kabupaten Klaten Tahun 2015. Klaten (ID): Dinas Pertanian Kabupaten Klaten.

[Ditjentan] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2008. Pedoman Pelaksanaan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung

dan Kedelai Tahun 2009. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. Jakarta.

[Ditjentan] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2009. Pedoman Pelaksanaan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2009. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal

Tanaman Pangan, Departemen Pertanian.

[Ditjentan] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2010. Pedoman Teknis Sekolah

Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai tahun 2010. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,

Kementerian Pertanian.

[Ditjentan] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2011. Pedoman Teknis Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai

dan Kacang Tanah Tahun 2011. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.

[Ditjentan] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan [Ditjentan]. 2012. Pedoman Teknis Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi dan Jagung Tahun 2012. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,

Kementerian Pertanian.

Page 76: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

68

[Ditjentan] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan [Ditjentan]. 2013. Pedoman

Teknis Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi dan Jagung Tahun 2013. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,

Kementerian Pertanian.

[Ditjentan] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan [Ditjentan].. 2014. Pedoman Teknis Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi dan

Jagung Tahun 2014. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.

[Ditjentan] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan [Ditjentan]. 2015. Pedoman Teknis GP-PTT) Padi 2015. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.

Hotimah, H. 2011.Dampak Program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Dari Aspek Produksi Dan Pendapatan Serta Strategi

Pengembangannyadi UPTD Wilayah VII Tanggul. Tesis. Program Magister Jurusan Sosial Ekonomi PertanianFakultas Pertanian. Jember (ID):

Universitas Jember.

Melasari, A, T. Supriana, R. Ginting. 2013. Analisis Komparasi Usaha Tani Padi Sawah Melalui Sistem Tanam Jajar Legowo dengan Sistem Tanam Non

Jajar Legowo. Journal on Social Economic of Agriculture and Agribusiness. Vol 2, No. 8(2013).

Mosher, Arthur T. 1965. Getting Agriculture Moving. Frederick A. Praeger, Inc. Publishers. New York

Nurasa, T dan H. Supriyadi. 2012. Program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi : Kinerja dan Antisipasi Kebijakan Mendukung Swasembada Pangan Berkelanjutan. Analisis Kebijakan

Pertanian. 10(4): 313-329

[PSEKP] Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 2015. Laporan

Pelaksanaan Pendampingan Program Upsus Padi, Jagung dan Kedelai di POKJA IV Jawa Tengah. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Rusastra, I.W., H. Supriadi, dan Ashari. 2013. Kinerja Program SL-PTT Padi Nasional: Analisis Persepsi dan Reorientasi Kebijakan Pengembangan

Kedepan. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 11 No. 2, Desember 2013 : 129-147.

Saptana, T. Pranadji, Syahyuti, dan R. Elyzabet. 2003. Transformasi Kelembagaan Tradisional untuk Memperkuat Jaringan Ekonomi Kerakyatan di Pedesaan. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Sumarno. 2010. Green Agriculture dan Green Food sebagai Strategi Branding dalam Usaha Pertanian. FAE. 28(2):81-90

Sumarno. 2011. Peningkatan Produksi Beras Nasional dan Peran Teknologi. Sinar Tani. Edisi 16-22 Maret 2011. No: 3397. Tahun XLI.

Page 77: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

69

Suryana A., dan K Kariyasa. 2008. Ekonomi Padi di Asia: Suatu Tinjauan Berbasis

Kajian Komparatif. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 26 No. 1, Juli 2008 : 17 – 31.

Supriadi, H., I. W. Rusastra, dan Ashari. 2012. Analisis Kebijakan dan Program SL-PTT Menunjang Peningkatan Produksi Padi Nasional. Laporan Teknis Penelitian. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Supriadi dan Purwantini. 2015. Sistem Usaha tani Padi Terpadu Yang Berdaya Saing Untuk Mencapai Swasembada Pangan Absolut. Dalam Mulyo JH,

Sugiyarto, Muslimin.Editor. Prosiding Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Pertanian. UGM, Yogyakarta.

Syahyuti. 2008. Peranan Modal Sosial (Social Capital) dalam Perdagangan Hasil

Pertanian. FAE. 26(1):

Zakaria, AK. 2014. Evaluasi Adopsi Teknologi Budi daya dan Kelayakan Usaha

tani Padi di Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis 10(2):217-228

Page 78: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

70

Tabel Lampiran 1. Analisis usaha tani Padi Sawah sebelum dan pelaksanaan

Program GP-PTT di wilayah Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, 2014/2015

Sebelum (MK I 2014) Saat program (MK I 2015)

No Uraian

Volume

(unit)

Harga

(Rp./unit)

Nilai

(Rp.)

Volume

(unit)

Harga

(Rp./unit)

Nilai

(Rp.) I Produksi (kg) 5580 3,600 20,088,000 6375 4,000 25,500,000

II Biaya Produksi

2.1 Input

1 Benih (kg) 38 5,000 190,000 25 12,000 300,000

2 Pupuk Kimia

a. Urea

300 1,900 570,000 200 1,900 380,000

b. SP 36

200 2,100 420,000 150 2,100 315,000

c. KCL

- - - - - -

d. ZA

- - - - - -

e. NPK/Ponska 100 2,600 260,000 200 2,600 520,000

Total pupuk kimia 600

1,250,000 550

1,215,000

3 Pupuk lainnya

-

-

a. Pupuk organik (kg)

- 200 500 100,000

b. ZPT

- - - - - -

c. PPC

- - - - - -

Total Pupuk lainnya

-

-

4 Pestisida (Kg/Liter)

385,000

275,000

5 Herbisida (ltr)

195,000

195,000

6 Total Inputs

2,020,000

1,985,000

2.2 Tenaga Kerja

-

-

1 Traktor (Rp./ha)

- 1,500,000

1,500,000

2 Tenaga kerja Pra Panen

3,030,000

3,455,000

3 Tenaga Panen dan

Pasca Panen 2,880,000

3,280,000

Total Upah Tenaga Kerja

7,410,000

8,235,000

2.3. Biaya Lainnya

1 Sewa lahan

3,800,000

3,800,000

2 PBB

120,000

120,000

3 Iuran irigasi

360,000

360,000

Total biaya lainnya

4,280,000

4,280,000

2.4. Total Biaya Produksi

Biaya Tunai

9,910,000

10,700,000

Total Biaya Produksi

13,710,000

14,500,000

III Pendapatan

3.1. Atas Biaya Tunai

(Rp/ha) 10,178,000

14,800,000

3.2. Atas Biaya Total (Rp/ha)

6,378,000

11,000,000

IV R/C rasio

4.1. Atas Biaya Tunai

2.03

2.38

4.2. Atas Biaya Total

1.47

1.76

Page 79: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

71

Tabel Lampiran 2. Analisis usaha tani padi sawah sebelum dan saat Program GP-

PTT di wilayah Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, 2014/2015

Sebelum (MK I 2014) Saat program (MK I 2015)

No Uraian Volume (unit)

Harga (Rp./unit)

Nilai (Rp.)

Volume (unit)

Harga Nilai

(Rp./unit) (Rp.)

I Produksi (kg) 5590 3,600 20,124,000 6320 4,000 25,280,000

II Biaya Produksi

2.1 Input

1 Benih (kg) 40 5,000 200,000 25 12,000 300,000

2 Pupuk Kimia

a. Urea

250 1,900 475,000 200 1,900 380,000

b. SP 36

150 2,100 315,000 150 2,100 315,000

c. KCL

- - - - - -

d. ZA

- - - - - -

e. NPK/Ponska 150 2,600 390,000 200 2,600 520,000

Total pupuk kimia 550

1,180,000 550

1,215,000

3 Pupuk lainnya

-

-

a. Pupuk organik (kg)

- 200 500 100,000

b. ZPT

- - - - - -

c. PPC

- - - - - -

Total Pupuk lainnya

-

-

4 Pestisida (Kg/Liter)

396,000

231,000

5 Herbisida (ltr)

260,000

273,000

6 Total Inputs

2,036,000

2,019,000

2.2 Tenaga Kerja

-

-

1 Traktor (Rp./ha)

- 1,500,000

- 1,500,000

2 Tenaga kerja Pra Panen

2,900,000

3,000,000

3 Tenaga Panen dan Pasca Panen

2,800,000

3,600,000

Total Upah Tenaga Kerja

7,200,000

8,100,000

2.3. Biaya Lainnya

1 Sewa lahan

3,800,000

3,800,000

2 PBB

76,000

76,000

3 Iuran irigasi

360,000

360,000

Total biaya lainnya

4,236,000

4,236,000

2.4. Total Biaya

Biaya Tunai

9,672,000

10,555,000

Total Biaya Produksi

13,472,000

14,355,000

III Pendapatan

3.1. Atas Biaya Tunai (Rp/ha)

10,452,000

14,725,000

3.2. Atas Biaya Total (Rp/ha)

6,652,000

10,925,000

IV R/C rasio

4.1. Atas Biaya Tunai

2.08

2.40

4.2. Atas Biaya Total

1.49

1.76

Page 80: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

72

Tabel Lampiran 2. Analisis usaha tani padi sawah sebelum dan saat Program GP-

PTT di wilayah Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten, 2014/2015

Sebelum (MK I 2014) Saat program (MK I 2015)

No Uraian

Volume (unit)

Harga (Rp./unit)

Nilai (Rp.)

Volume (unit)

Harga Rp./unit)

Nilai (Rp.)

I Produksi (kg) 6299 4,000 25,196,000 8010 4,300 34,443,000

II Biaya Produksi

2.1 Input

1 Benih (kg) 50 11,000 550,000 40 10,500 420,000

2 Pupuk Kimia

a. Urea

400 1,800 720,000 200 1,800 360,000

b. SP 36

200 2,200 440,000 - - -

c. KCL

- - - - - -

d. ZA

- - - - - -

e. NPK/Ponska 200 2,300 460,000 300 2,300 690,000

Total pupuk kimia 800 - 1,620,000 500 - 1,050,000

3 Pupuk lainnya

-

-

a. Pupuk organik (kg) 500 250 125,000 1000 500 500,000

b. ZPT

- - - - - -

c. PPC

- - - - - -

Total Pupuk lainnya

3,365,000

2,600,000

4 Pestisida (ltr/Kg) 6 95,000 570,000 4 95,000 380,000

5 Herbisida (ltr/Kg) 0.5 120,000 60,000 0.5 120,000 60,000

6 Total Inputs

6,165,000

4,510,000

-

-

2.2 Tenaga Kerja

-

-

1 Traktor (Rp./ha) 3 - 1,500,000 3 - 1,500,000

2 Tenaga kerja Pra Panen 60 50,000 3,000,000 62 50,000 3,100,000

3 Tenaga Panen dan Pasca

Panen 2,100,000 37 50,000 2,500,000

Total Upah Tenaga Kerja

6,600,000

7,100,000

2.3. Biaya Lainnya

1 Sewa lahan 1 3,800,000 3,800,000 1 3,800,000 3,800,000

2 PBB

1 80,000 80,000 1 80,000 80,000

3 Iuran irigasi

-

-

Total biaya lainnya

3,880,000

3,880,000

2.4. Biaya Produksi

Biaya Tunai

12,845,000

11,690,000

Total Biaya Produksi

16,680,029

16,680,029

III Pendapatan :

3.1. Atas Biaya Tunai (Rp/ha)

12,351,000

22,753,000

3.2. Atas Biaya Total (Rp/ha)

8,515,971

17,762,971

IV R/C rasio

4.1. Atas Biaya Tunai

1.96

2.95

4.2. Atas Biaya Total

1.51

2.06

Page 81: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

73

Tabel Lampiran 4. Analisis usaha tani padi sawah sebelum dan saat Program GP-

PTT di wilayah Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, 2015/2015

Sebelum (MK I 2014) Saat program (MK I 2015)

No Uraian Volume (unit)

Harga (Rp./unit)

Nilai (Rp.)

Volume (unit)

Harga (Rp./unit)

Nilai (Rp.)

I Produksi (kg) 6500 3,800 24,700,000 7800 3,900 30,420,000

II Biaya Produksi

2.1 Input

1 Benih (kg) 65 10,000 650,000 30 10,500 315,000

2 Pupuk Kimia

a. Urea

200 1,900 380,000 250 1,900 475,000

b. SP 36

c. KCL

d. ZA

- - - - - -

e. NPK/Ponska 200 2500 500.000 300 2,500 750,000

Total pupuk kimia 200

380,000 550

1,225,000

3 Pupuk lainnya

-

-

a. Pupuk organik (kg)

- 600 500 300,000

b. ZPT

- - - - - -

c. PPC

- - - - - -

Total Pupuk lainnya

-

-

4 Pestisida (Kg/Liter)

525,000

400000-

5 Herbisida (ltr)

300,000 4.2 65,000 273,000

6 Total Inputs

2,030,325

2,213,000

2.2 Tenaga Kerja

-

-

1 Traktor (Rp./ha)

- 1,820,000 5 - 1,820,000

2 Tenaga kerja Pra Panen

3,600,000 60 60,000 3,200,000

3 Tenaga Panen dan Pasca Panen

4,485,000

4,485,000

Total Upah Tenaga Kerja

9,905,000

9,505,000

2.3. Biaya Lainnya

1 Sewa lahan

3,900,000

3,900,000

2 PBB

76,000

76,000

3 Iuran irigasi

360,000

360,000

Total biaya lainnya

4,336,000

4,336,000

2.4 Biaya Produks

. Biaya Tunai

12,671,325

12,154,000

Total Biaya Produksi

16,571,325

16,054,000

III Pendapatan

3.1. Atas Biaya Tunai (Rp/ha)

12,028,675

18,266,000

3.2. Atas Biaya Total (Rp/ha)

8,128,675

14,366,000

IV R/C rasio

4.1. Atas Biaya Tunai

1.95

2.50

4.2. Atas Biaya Total

1.49

1.89

Page 82: DAMPAK TEKNOLOGI GERAKAN PENERAPAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_06.pdfproduksi, bantuan untuk tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal

74

Tabel Lampiran 5. Analisis usaha tani padi sawah sebelum dan saat Program GP-

PTT di wilayah Kecamatan Manisrenggo, Kabupaten Klaten, 2014/2015

Sebelum (MK I 2014) Saat program (MK I 2015)

No Uraian

Volume

(unit)

Harga

(Rp./unit)

Nilai

(Rp.)

Volume

(unit)

Harga

(Rp./unit)

Nilai

(Rp.) I Produksi (kg) 5572 3,800 21,173,600 6300 4,000 25,200,000

II Biaya Produksi

2.1 Input

1 Benih (kg) 50 11,400 570,000 37.5 10,500 393,750

2 Pupuk Kimia

a. Urea

500 1,900 950,000 200 1,900 380,000

b. SP 36

- - - - - -

c. KCL

- - - - - -

d. ZA

250 1,600 400,000 - - -

e. NPK/Ponska - - - 200 2,300 460,000

Total pupuk kimia 750 - 1,350,000 400

840,000

3 Pupuk lainnya

-

-

a. Pupuk organik/pupuk

kandang (kg) 1200 250 300,000 1000 500 500,000

b. ZPT

- - - - - -

c. PPC

- - - - - -

Total Pupuk lainnya

3,000,000

2,180,000

4 Pestisida (ltr/Kg)

285,000

225,000

5 Herbisida (ltr)

360,000

36,000

6 Total Inputs

5,565,000

3,674,750

-

-

2.2 Tenaga Kerja

-

-

1 Traktor (Rp./ha)

- 1,750,000

- 1,750,000

2 Tenaga kerja Pra Panen 74 50,000 3,700,000 78 50,000 3,900,000

3 Tenaga Panen dan Pasca Panen

2,400,000

2,300,000

Total Upah Tenaga Kerja

7,850,000

7,950,000

2.3. Biaya Lainnya

1 Sewa lahan

1 3,800,000 3,800,000 1 3,800,000 3,800,000

2 PBB

1 75,000 75,000 1 75,000 75,000

3 Iuran irigasi

0 - -

-

Total biaya lainnya

3,875,000

3,875,000

2.4. Biaya Produksi

Biaya Tunai

13,490,000

11,699,750

Total Biaya Produksi

17,290,000

15,499,750

III Pendapatan :

3.1. Atas Biaya Tunai (Rp/ha)

7,683,600

13,500,250

3.2. Atas Biaya Total (Rp/ha)

3,883,600

9,700,250

IV R/C rasio

4.1. Atas Biaya Tunai

1.57

2.15

4.2. Atas Biaya Total

1.22

1.63