Upload
iisislamiyah
View
217
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fisiologi hewan
Citation preview
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP DENYUT JANTUNG DAPHNIA
Oleh:
Nama : Iis IslamiyahNIM : B1J03092Rombongan : VIIKelompok : 4Asisten : Evelin Agusti Tjasmana
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daphnia adalah hewan Crustaceae yang termasuk dalam fillum Arthropoda,
Class Crustacea, Subclass Estomostraca, Ordo Phyycopoda, Subordo Cladocera,
Family Daphnidae, Genus Daphnia, Spesies Daphnia. Hewan ini bisa ditemukan
dalam kultur kutu air, yang merupakan salah satu penyusun zooplankton, hidup di
air tawar, misalnya di danau (Corotto, 2010). Daphnia disebut juga kutu air
(Pangkey, 2009). Daphnia mempunyai suatu badan yang terdiri dari kepala dan
belalai. Antena pada Daphnia adalah alat penggerak utama. Pada waktu tertentu
Daphnia akan berganti bulu dan mengganti kulit eksternalnya (Rottmann, 2002).
Daphnia memiliki fase seksual dan aseksual. Pada kebanyakan perairan
populasi Daphnia lebih didominasi oleh Daphnia betina yang bereproduksi secara
aseksual. Pada kondisi yang optimum, Daphnia betina dapat memproduksi telur
sebanyak 100 butir, dan dapat bertelur kembali setiap tiga hari. Daphnia betina
dapat bertelur hingga sebanyak 25 kali dalam hidupnya, tetapi rata-rata dijumpai
Daphnia betina hanya bisa bertelur sebanyak 6 kali dalam hidupnya. Daphnia
betina akan memulai bertelur setelah berusia empat hari dengan telur sebanyak 4 –
22 butir. Pada kondisi buruk jantan dapat berproduksi, sehingga reproduksi
seksual terjadi. Telur-telur yang dihasilkan merupakan telur-telur dorman (resting
eggs). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hal ini adalah kekurangan makanan,
kandungan oksigen yang rendah, kepadatan populasi yang tinggi serta temperatur
yang rendah (Pangkey, 2009).
Daphnia sebagai hewan poikiloterm atau ektoterm, maka pada suhu yang
semakin meningkat, Daphnia juga akan melakukan adaptasi morfologis yang
serupa dengan hewan ektoterm pada umumnya yaitu dengan mempertinggi
konduktan dan mempercepat aliran darah agar panas mudah terlepas dari tubuh,
karena afinitas hemoglobin dalam mengikat oksigen turun (Schmidt, 1990).
Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan. Kenaikan suhu
air dapat menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Air
memiliki beberapa sifat termal yang unik sehingga perubahan suhu dalam air
berjalan lebih lambat daripada udara. Walaupun suhu kurang mudah berubah di
dalam air daripada di udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama oleh
karena itu mahluk akuatik sering memiliki toleransi yang sempit. Pengukuran
frekuensi denyut jantung dan lamanya kontraksi jantung dapat dijadikan acuan
seberapa jauh Daphnia mengalami adaptasi dalam menghadapi kondisi yang tidak
menguntungkan pada lingkungannya (Radiopoetro,1977).
1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mempelajari pengaruh temperatur lingkungan dan zat
kimia terhadap denyut jantung hewan percobaan (Daphnia)
II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah thermometer
(Celcius), pipet tetes, cavity slide, mikroskop, stopwatch, baskom dan hand
tally counter.
Bahan-bahan yang digunakan adalah Daphnia, es batu, air panas, dan
larutan alkohol 5%.
2.1 Cara Kerja
1. Daphnia diletakkan pada cavity slide dengan menggunkan pipet tetes dan
diamati di bawah mikroskop.
2. Denyut jantung dihitung dengan menggunakan hand tally counter.
3. Setelah itu, ambil Daphnia yang lain, diletakkan di cavity slide lalu Daphnia
tersebut diberi air es.
4. Di amati di bawah mikroskop serta dihitung denyut jantungnya.
5. Setelah itu,
6. Daphnia yang lain diambil dan diberi larutan alkohol 5% selama beberapa
menit.
7. Kemudian diletakkan kembali di cavity slide dan diamati di bawah mikroskop
serta dihitung denyut jantungnya.
8. Perlakuan yang lain adalah Daphnia diberi air panas dan di amati di bawah
mikroskop , dihitung detak jantungnya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1.1 Pengamatan Faktor Lingkungan Terhadap Denyut Jantung
Daphnia
Kelompo
k
Perlakuan (denyut/menit)
Normal Panas Dingin Alkohol
Suhu
(0C)
DJ Suhu
(0C)
DJ Suhu
(0C)
DJ Konsentrasi
(%)
DJ
1 28 224 39 248 15 228 5 184
2 30 148 39,2 232 20 116 5 68
3 30 236 39 172 18 128 5 116
4 30 112 39,1 120 18 64 5 80
5 30 31 39 56 15 30 5 53
Perhitungan:
Suhu normal/ruang = 30°C
Denyut jantung = (28 x 4) = 112 kali/menit.
Suhu dingin = 180C
Denyut jantung = (20 x 4) = 80 kali/menit.
Suhu panas = 39,1 °C
Denyut jantung = (30 x4) = 120 kali/menit.
Larutan alkohol 5%
Denyut jantung = (20 x4) = 80 kali/menit.
Gambar 3.1.1 Struktur Tubuh Daphnia
Keterangan :
1. Jantung
1
3.2 Pembahasan
Meurut Corroto (2010) Daphnia merupakan Crustacea yg bentuknya kecil,
hewan uji yang cukup murah serta memiliki tubuh yang transparan.
Genus Daphnia telah menjadi model taxon yang sering digunakan dalam berbagai
percobaan. Daphnia tidak seperti hewan crustacea yang lain, kromosomnya sangat
kecil dan mempunyai rangka eksoskeletal yang sangat kecil pula. Jantung
Daphnia berupa kantung berbentuk pelana terletak di dalam thorax sebelah dorsal.
Jantung terikat pada dinding sinus pericardii dengan perantara sejumlah
logamenta (Radiopoetro,1977).
Daphnia mempunyai jantung dibagian anterodorsal dengan struktur
globular kecil yang kecepatan denyut jantungnya dipengaruhi oleh suhu. Sehingga
suhu tubuh yang semakin tinggi akan mengakibatkan molekul-molekul memiliki
energi kinetik yang semakin tinggi, oleh karena energi kinetik semakin besar dan
kemungkinan terjadi tumbukan antara molekul yang satu dengan yang lain
semakin besar, hal ini akan berakibat pada proses meningkatnya frekuensi denyut
jantung. Sebenarnya hal ini terjadi pada batas tertentu saja. Ini terkait dengan
enzim yan merupakan pengatur metabolisme dalam tubuh, yang mempunyai suhu
optimum dalam kerjanya. Apabila suhu lingkungan atau suhu tubuh meningkat
drastis, maka enzim-enzim yang bekerja mengalami denaturalisasi sehingga tidak
dapat mengerjakan fungsinya, begitu juga ketika suhu lingkungan menurun drastis
maka enzim-enzim tidak dapat bekerja dengan baik (Yuwono, 2001).
Sistem vaskuler dari Daphnia ialah terbuka, jantung memompa darah ke
seluruh bagian tubuh dan menghisapnya kembali melalui lubang-lubang yang
dilengkapi valva. Tiga pasang lubang yang dilengkapi dengan valva disebut ostia,
memungkinkan darah masuk kembali dari sinus melingkarnya. Daphnia juga
memiliki lima pasang kaki yang menyerupai lembaran daun. Gerakan kaki
menyebabkan timbulnya aliran air yang membawa partikel-partikel makanan dan
oksigen. Jantungnya terdapat pada sisi dorsal, denyut jantung cepat dan memiliki
sepasang ovaria di kanan-kiri, saluran pencernaan di thorax (Radiopoetro,1977).
Kava dapat mempengaruhi denyut jantung Daphnia, jantung Daphnia muncul
secara dramatis hanya dalam kava kelompok (kamai, 2004) Daphnia dapat
digunakan sebagai pakan hidup ikan konsumsi maupun ikan hias, sebagai pakan
hidup lobster air tawar sebagai bahan uji toksisitas, sebagai pembersih lingkungan
tercemar serta sebagai bahan baku penghasil kitin (Pangkey, 2009).
Hasil yang didapatkan pada praktikum kelompok kami yaitu kelompok 4
untuk temperatur normal atau suhu ruang tercatat suhunya 30oC denyut jantung
Daphnia sp. 112. Temperatur dingin 18oC denyut jantung 64, sedangkan
temperatur panas 39,1 oC denyut jantung 120 dan pemberian alkohol 5% pada
Daphnia sp. denyut jantung 80. Menurut Soegiri (1988) perbedaan denyut jantung
Daphnia sp. pada tiap perlakuan yaitu pada suhu normal denyut jantung Daphnia
sp. akan berdetak sepeti biasanya dan menurut Barness, (1963) Denyut jantung
Daphnia memiliki kecepatan sekitar 120 kali per menit pada kondisi normal.
Kecepatan ini bertambah atau berkurang tergantung kondisi yang
mempengaruhinya. Denyut jantung akan lebih cepat pada siang hari, kerapatan
populasi rendah, saat pertama kali mencapai matang seksual, kenaikan laju
metabolisme dan pemberian rangsangan dalam berbagai variasi kondisi. Saat
temperatur lingkungannya diubah menjadi rendah kemampuan metabolisme
Daphnia sp. menjadi menurun akibatnya denyut jantung menjadi melemah.
Temperatur panas yang terjadi di lingkungan seharusnya membuat peningkatan
aktifitas metabolisme dari Daphnia sp. yang menyebabkan denyut jantung
Daphnia sp. menjadi cepat. Dari hasil praktikum data rombongan VII, rata-rata
hasil sesuai dengan referensi, namun pada kelompok 3, hasil pada suhu panas
hasil denyut jantung Daphnia tidak sesuai referensi, hal ini kemungkinan
disebabkan oleh beberapa faktor diantarnya terlalu lamanya proses penguapan
Daphnia terlalu dekat dengan uap panas sehingga Daphnia sudah hampir mati.
Pada pemberian alcohol 5% denyut jantung Daphnia pada data hasil rombongan
VII menurun, hal itu tidak sesuai dengan pernyataaan Soegiri, (1988) Bila
lingkungan Daphnia sp. adalah alkohol, karena alkohol bersifat panas seharusnya
mengakibatkan aktifitas metabolisme menjadi cepat dan mempengaruhi denyut
jantungnya. Menurut Corotto (2010), penambahan alkohol 5% dapat
mengakibatkan ritme jantung Daphnia jadi tidak teratur. Hal itu dimungkinkan
karena Daphnia terlalu lama dibiarkan dalam lingkungan alkohol, sehingga denyut
jantung Daphnia semakin melemah karena alkohol bersifat toksik. Menurut
Soegiri (1988), penambahan zat kimia (alkohol) dalam batas tertentu akan
meningkatkan metabolisme, dengan penambahan alkohol yang berkonsentrasi
tinggi akan mempercepat kerja jantung Daphnia. Rangsangan yang kuat
menyebabkan jantung berhenti berdetak waktu distole. Pengaruh ini lepas karena
ventrikel segera berdenyut lebih keras lagi. Rangsang pada syaraf simpatis akan
menyebabkan peningkatan aktivitas jantung untuk mensuplai lebih banyak darah
terhadap otot-otot skelet pada aktivitas fisik. Pertumbuhan pada umumnya
ditentukan oleh ketersediaan dan kualitas makanan, di samping beberapa abiotik
faktor-faktor (seperti suhu dan pH) (Acharya, et al., 2004).
Kecepatan denyut jantung dipengaruhi beberapa faktor antara lain suhu
lingkungan. Suhu mempengaruhi proses fisiologis organisme termasuk frekuensi
denyut jantung. Penaikan ataupun penurunan tersebut dapat mencapai dua kali
aktivitas normal. Perubahan aktivitas akibat pengaruh suhu. Aktivitas akan naik
seiring dengan naiknya suhu sampai pada titik dimana terjadi kerusakan jaringan,
kemudian diikuti aktivitas yang menurun dan akhirnya terjadi kematian. Pada
suhu sekitar 10oC dibawah atau diatas suhu normal suatu jasad hidup dapat
mengakibatkan penurunan atau kenaikan aktivitas jasad hidup tersebut kurang
lebih dua kali pada suhu normalnya, sedangkan perubahan suhu yang tiba-tiba
akan mengakibatkan terjadinya kejutan atau shock biasanya dikaitkan dengan
koefisien aktivitas. Pengukuran frekuensi denyut jantung dan lamanya kontraksi
jantung diatur oleh impuls yang datang dari sistem syaraf simpatik dan
parasimpatik. Faktor-faktor yang mempenaruhi fisiologis jantung adalah
pemberian zat kimia, pengaruh temperatur dan beasar kecilnya hewan. Dengan
berubahnya temperatur maka frekuensi jantung akan berubah, jika suhu naik maka
kerja jantung akan naik begitu juga sebaliknya. Perubahan frekuensi jantung
diakibatkan oleh pemberian zat kimia yang berlangsung di dalam sel. Hewan kecil
mempunyai kecepatan metaabolisme yang tinggi (Soetrisno, 1981).
Menurut Wiwi (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kerja denyut
jantung Daphnia adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas dan faktor yang mempengaruhi denyut jantung Daphnia bertambah
lambat setelah dalam keadaan tenang.
b. Ukuran dan umur, dimana spesies yang lebih besar cenderung mempunyai
denyut jantung yang lebih lambat.
c. Cahaya, pada keadaan gelap denyut jantung Daphnia mengalami penurunan
sedangkan pada keadaan terang denyut jantung Daphnia mengalami
peningkatan.
d. Temperatur, denyut jantung Daphnia. akan bertambah tinggi apabila suhu
meningkat.
e. pH, Daphnia membutuhkan pH yang sedikit alkalin, yaitu 6,7-8,2.
f. Obat-obat (senyawa kimia), zat kimia menyebabkan aktivitas denyut jantung
Daphnia menjadi tinggi atau meningkat
Jika dibandingkan dengan kerja jantung pisces, menurut Waterman (1960)
pada lingkungan dengan suhu tinggi akan meningkatkan metabolisme dalam
tubuh sehingga laju respirasi meningkat dan berdampak pada peningkatan denyut
jantung ikan begitu sebaliknya dengan suhu yang rendah akan menurunkan
jumlah denyut jantung. Jika dibandingkan dengan amphibi pada saat berdenyut,
setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (diastol). Selanjutnya jantung
berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung (sistol). Kedua
serambi mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua ventrikel juga
mengendur dan berkontraksi secara bersamaan. Darah yang kehabisan oksigen
dan mengandung banyak karbondioksida (darah kotor) dari seluruh tubuh
mengalir melalui dua vena berbesar (vena kava) menuju ke dalam atrium kanan.
Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam ventrikel
kanan. Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke
dalam arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui
pembuluh yang sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-
paru, menyerap oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya
dihembuskan. Darah yang kaya akan oksigen (darah bersih) mengalir di dalam
vena pulmonalis menuju ke atrium kiri. Peredaran darah di antara bagian kanan
jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner. Darah dalam atrium
kiri akan didorong menuju ventrikel kiri, yang selanjutnya akan memompa darah
bersih ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam
tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru
(Raneeta, 2009).
Sebenarnya selain suhu, kecepatan denyut jantung Daphnia juga
dipengaruhi oleh umur dan ukuran tubuh Daphnia itu sendiri. Dhahiyat (2004)
mengemukakan bahwa hewan kecil memiliki frekuensi denyut jantung yang
lebih cepat dari pada hewan dewasa, baik itu pada suhu atau temperatur panas,
sedang, dingin, maupun alkoholik. Hal ini disebabkan adanya kecepatan
metabolik yang dimiliki hewan kecil tersebut.
Menurut Pennak (1953) mekanisme kerja jantung Daphnia berbanding
lurus dengan kebutuhan oksigen per unit berat badannya pada hewan-hewan
dewasa. Daphnia sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada suhu 220oC
– 310oC dan pH 6,5 – 7,4 yang mana organisme ini perkembangan larva
menjadi dewasa dalam waktu empat hari (Djarijah, 1995). Dilihat dari struktur
Daphnia memiliki ukuran tubuh yang amat kecil, sehingga pada Daphnia
memiliki luas permukaan yang sedikit sehingga dalam pelepasan panas dia
lebih tidak efisien, sedang pada dasarnya denyut jantung juga dipengaruhi oleh
suhu dan suhu dapat diserap dan dilepas oleh tubuh, maka jika terjadi
perubahan suhu pada lingkungan mengakibatkan Daphnia beradaptasi yang
membuat aktivitas denyut jantung semakin cepat. Apabila suhu semakin
meningkat metabolisme dalam tubuh akan terpicu dikarenakan pula oleh kerja
enzim dalam metabolisme.
Mekanisme adaptasi fisiologi ini juga mempengaruhi peningkatan frekuensi
denyut jantung pada Daphnia. Hewan ini dapat memperoleh energi panas dari
lingkungan. Energi inilah yang digunakan untuk melangsungkan metabolisme.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan sebelumnya dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Denyut Daphnia sp. pada temperatur normal atau suhu ruang tercatat suhunya
30oC denyut jantung Daphnia sp. 112. Temperatur dingin 18oC denyut jantung
64, sedangkan temperatur panas 39,1 oC denyut jantung 120 dan pemberian
alkohol 5% pada Daphnia sp. denyut jantung 80.
2. Pada suhu tinggi denyut jantung Daphnia akan semakin cepat karena
peningkatan metabolisme, pada suhu rendah denyut jantung Daphnia menurun
dan pada pemberian alcohol 5% denyut jantung Daphnia pada awal pemberian
akan semakin cepat, namun lama-lama denyut jantung Daphnia akan semakin
melemah karena alcohol bersifat toksik.
3. Faktor yang mempengaruhi kerja jantung Daphnia sp. adalah temperatur, zat
kimia, faktor-faktor biologis, cahaya, ukuran tubuh, dan umur.
DAFTAR REFERENSI
Acharya, K., M. Kyle dan J. J. Elser. 2004. Biological Stoichiometry of Daphnia Growth: An Ecophysiological Test of the Growth Rate Hypothesis. The American Society of Limnology and Oceanography, Inc., 49(3): 656–665.
Barness, R.D. 1966. Invertebrata Zoology. W.B Sanders Company. Philadelphia, London.
Corotto, F et al., 2010. Making the Most of the Daphnia Heart Rate Lab: Optimizing the Use of Ethanol, Nicotine & Caffeine. Journal of American Biology teacher.
Dhahiyat, Y. 2004. The Effect of Different Kinds of Food and Media on Life History of Daphnia magna Straus. Jurnal hayati Desember, hlm : 103 – 108 .
Djarijah, A.S. 1995. Pakan Alami Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
Hall, T. W. 1980. Analytical Chemistry. John Willey and Sons Inc, NewYork.
Pangkey, H. 2009. Daphnia dan Penggunaannya. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol V (3): 33-36.
Pennak, R.W. 1953. Fresh Water Invertebrata. The Ronal Company, New York.
Radiopoetro. 1977. Zoologi. Erlangga, Jakarta.
Schmidt-Nelsen, K. 1990. Animal Physiologi-Adaption and Environment Fourth Edition. Cambridge University. Cambridge.
Soegiri, N. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Soetrisno. 1981. Diktat Fisiologi Hewan. Fakultas Peternakan Unsoed, Purwokerto.
Waterman, T.H. 1960. Physiology of Crustacea Vol. I. Academy Press, New York.
Waterman, T.H. 1960. The Phsyology of Crustacea Volume I. Academic Press, New York.
Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Fakultas Biologi, UNSOED, Purwokerto.
Wiwi, Isnaeni. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius.