dasar hukum para mukallaf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah agama

Citation preview

1. Jelaskan 4 dasar hukum para mukallaf!

Jawab :1. Al-QuranMenurut istilah, Al-Quran adalah firman Allah yang berupa mujizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, ditulis dalam mushaf, dinukilkan secara mutawattir, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya.Kedudukan Al-Quran sebagai mujizat dapat dilihat dari berbagai segi. Keluasan dan keluwesan Al-Quran merupakan suatu bukti bahwa Al-Quran bukan cipataan manusia tetapi berasal dari Allah SWT. Al-Quran sebagai sumber pokok bagi semua hukum islam, telah menjelaskan dasar-dasar hukum secara terperinci dalam lapangan kepercayaan. Akan tetapi, untuk lapangan ibadah dan hak-hak keperdataan (muamalat) hanya diberikan dalam garis besarnya saja, karena penjelasan-penjelasan secara terperinci dalam lapangan hukum akan mengesampingkan tujuan-tujuan Al-Quran yang lain, seperti ketinggian bahasanya (balaghah) dan sebagainya. Pada umumnya isi kandungan Al-Quran bersifat global dalam mengemukakan suatu persoalan. Untuk merinci isi kandungan Al-Quran diperlukan hadits Rasulullah SAW, sebab tanpa adanya hadits Nabi, banyak ayat Al-Quran yang sulit dipahami secara jelas.

2. HadistMenurut istilah hadits ialah apa yang diriwayatkan berasal dari Rasulullah SAW, baik berupa sabda, perbuatan, maupun berupa persetujuan. Hadits Rasulullah SAW merupakan sumber kedua dalam hukum islam setelah Al-Quran. Sedangkan fungsi hadits Nabi terhadap Al-Quran adalah :a. Sebagai penguat hukum peristiwa yang telah ditetapkan dalam Al-Quran;b. Sebagai pemberi keterangan terhadap ayat-ayat Al-Quran.Kedudukan hadits sebagai sumber hukum sesudah Al-Quran adalah disebabkan karena kedudukannya sebagai juru penerang Al-Quran, dalam bentuk menjelaskan ketentuan yang masih dalam garis besar, atau menguraikan kejanggalan-kejanggalan atau membataskan keumumannya, atau menyusuli apa yang belum disebut dalam Al-Quran.Dari segi banyaknya periwayat, hadits Nabi dapat digolongkan kepada tiga bagian, yakni hadits mutawattir, hadits masyhur, dan hadits ahad. Adapun dari segi kandungannya, ketiga komponen hadits diatas ada kalanya berada pada tingkat qathiy al-dilalah (pasti maknanya), khususnya terhadap persoalan yang sudah jelas maknanya dan ada pula yang berada pada tingkat zhanny al-dilalah (relatif sumbermya), khususnya terhadap persoalan yang masih membutuhkan pemecahan lewat rasio. Apabila dilihat dari segi kekuatan hukum untuk dijadikan sumber dalam ajaran islam, hadits ahad dapat digolongkan kedalam tiga bagian, yaitu hadits shohih, hadits hasan, dan hadits dhaif. Menurut kesepakatan ulama hadits, hadits ahad yang dapat dijadikan sumber untuk menetapkan hukum hanyalah hadits ahad yang berkategori sahih dan hasan .Berbeda dengan penetapan fadhail al-amal, sebagian ulama membolehkan pemakaian hadits dhoif, seperti imam al-nawawi dan Ibn Hajar Al-Asqolani dengan ketentuan bahwa kelemahan hadits tersebut tidak terlalu parah.3. IjmaIjma dalam pengertian bahasa memiliki dua arti. Pertama, berupaya (tekad) terhadap sesuatu. Pengertian kedua, berarti kesepakatan. Perbedaan arti yang pertama dengan yang kedua ini bahwa arti pertama berlaku untuk satu orang dan arti kedua lebih dari satu orang . Ijma menurut istilah ialah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa sepeninggal nabi mengenai hukum suatu peristiwa. Maksudnya ialah bahwa apabila terjadi suatu peristiwa yang memerlukan penetapan hukum maka para ulama mengkaji masalah tersebut, dan akhirnya menyepakati kesatuan hukumnya.Syarat diakuinya ijma sebagai sumber hukum harus memenuhi kriteria sebagai berikut : Ketika terjadi peristiwa itu harus ada beberapa mujtahid; Semua mujtahid mengakui hukum syara yang telah mereka putuskan dengan tidak memandang negara kebangsaan dan golongan mereka; Kesepakatan itu hendaknya dilahirkan oleh masing-masing dari mereka secara tegas terhadap perkara itu, baik melalui perkataan maupun perbuatan; Kesepakatan itu harus merupakan kebulatan pendapat dari semua mujtahid.Menurut ijma ulama dari beberapa mazhab, ijma merupakan sumber hukum yang ketiga setelah Al-Quran dan hadits. Satu-satunya mazhab yang menolak ijma tersebut ialah mazhab al-zahiri. Alasannya ialah bahwa ijma tidak mungkin terjadi dikalangan fuqoha karena ketentuan yang ada dalam Al-Quran dan hadits Nabi telah mencakup segala segmen kehidupan manusia. Sedangkan Imam Ahmad bin Hambal tetap mengakui adanya ijma dalam kaum muslimin, tetapi khusus pada masa sahabat. Untuk masa sesudahnya beliau menolak dengan alasan bahwa ulama sesudah itu hanya bekerja sendiri-sendiri dari berbagai tempat. Serta ulama tersebut cenderung mempermudah kesepakatan.Sekalipun sebagian ulama ada yang menolak kedudukan ijma sebagai sumber hukum islam, namun argumen-argumen yang mereka ajukan sebagai penolakan tersebut kurang kuat.

4. QiyasQiyas menurut istilah ialah mempersamakan hukum suatu peristiwa yang belum ada ketentuan hukumnya dengan peristiwa lain yang sudah ada ketentuan hukumnya, karena adanya segi-segi persamaan illat antara keduanya.Mayoritas ulama menetapkan bahwa qiyas merupakan sumber hukum islam yang keempat. Meskipun demikian, ada juga ulama yang tidak mengakui qiyas, seperti ulama mazhab al-zhahiriyyah dan sebagian dari golongan syiah. Argumen yang diajukan oleh golongan penentang qiyas bukan berarti bahwa qiyas tidak dapat dilepaskan dari pembinaan hukum islam. Sebab dalam perkembangan dunia islam dewasa ini senantiasa muncul problem baru yang tidak ditemukan nasnya dalam Al-Quran dan hadits Nabi.Ada empat unsur yang menjadi tolak ukur dalam pemakaian qiyas, yakni :a. Ashal (pokok), yakni suatu peristiwa yang sudah ada ketentuan hukumnya dalam nas yang dijadikan patokan dalam mengkiaskan hukum suatu masalah atau biasa juga disebut dengan maqis alaih;b. Faru (cabang), yakni suatu peristiwa baru yang tidak ada ketentuan hukumnya di dalam nas yang memerlukan dasar penetapan hukum atau biasa disebut dengan maqis;c. Hukum ashal, yakni hukum syara yang ditetapkan oleh nas tersebut untuk menetapkan hukum cabang;d. Illat, yakni kesesuaian sifat yang terdapat dalam hukum ashal itu sama dengan sifat yang terdapat dalam peristiwa baru.Berhubung qiyas merupakan aktivitas akal, maka beberapa ulama berselisih faham dengan ulama jumhur. Pandangan ulama mengenai qiyas ini terbagi menjadi tiga kelompok:1. Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal yang tidak jelas nashnya baik dalam Al-Quran, hadits, pendapat sahabat maupun ijma ulama.2. Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan qiyas. Mazhab Zhahiri tidak mengakui adanya illat nas dan tidak berusaha mengetahui sasaran dan tujuan nas termasuk menyingkap alasan-alasannya guna menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka menetapkan hukum hanya dari teks nas semata.3. Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha berbagai hal karena persamaan illat. Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan qiyas sebagai pentakhsih dari keumuman dalil Al-Quran dan hadits.

2. Jelaskan maksud dan contoh dari taqlik dan bidah!

Jawab :1. TaqlidBeberapa definisi taqlid :1. Al-Ghazali memberikan definisi: Menerima ucapan tanpa hujjah.

2. Dr. Zakiyyuddin Tsaban mentarifkan Taqlid sebagai berikut: Taqlid ialah, menerima/mengikuti perkataan orang lain tanpa mengatahui dari mana sumber perkataan itu.

3. Amir Bad Syah dalam Tafsir At-Tahrir mengartikan taqlid dengan: Beramal dengan pendapat orang lain tanpa mengetahui dasar hukumnya.

Dari penjelasan dan analisis tentang definisi-definisi di atas, dapat dirumuskan hakikat taqlid, yaitu:1. Taqlid itu adalah beramal dengan mengikuti ucapan atau pendapat orang lain.2. Pendapat atau ucapan orang lain yang diikuti itu tidak bernilai hujjah.3. Orang yang mengikuti pendapat orang lain itu tidak mengetahui sebab-sebab atau dalil-dalil dan hujjah dari pendapat yang diikutinya itu.

Contoh :Contoh Nyata Taqlid Buta di Kalangan NU dan PKB [/78]Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?(QS Hud/ 11: 78).Taqlid alias mengikuti tanpa tahu dalilnya itu adalah sikap yang tidak terpuji dalam Islam. Lebih tidak terpuji lagi bila berupa taqlid buta terhadap sesuatu yang buta pula, yakni tidak ada dalil yang jelas dan bahkan tidak didukung oleh akal yang waras.Melakukan hal yang tidak jelas dalilnya dan tidak dapat dicarikan landasan secara akal sehat itu saja sudah merupakan hal yang tercela. Apalagi yang taqlid buta terhadapnya. Ibaratnya: taqlid buta kepada yang buta.Contohnya, disebutkan, di PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), almarhum KH Hasyim Asyari dinobatkan sebagai Rois Aam Akbar.Itu secara dalil, sama sekali tidak dapat ditemukan dalil yang mendasari dijadikannya seorang yang sudah mati dijadikan pemimpin dalam organisasi yang sedang berjalan di dunia ini. Lha itu orang sudah mati, diangkat oleh organisasi kepengurusan NU sebagai pemimpin saja malahan pemimpin umum yang agung (Rois Aam Akbar). Apakah NU itu organisasi orang-orang yang sudah mati?Dalil tidak dapat ditemukan untuk melandasinya. Akal sehat pun tidak ketemu yang demikian. Anehnya, sesuatu yang tidak ketemu dalilya dan tak ketemu pula landasan dari akal sehat itu kemudian diikuti secara taqlid buta oleh PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) yang dinisbatkan kepada Gus Dur. Senin kemarin (27/12/ 2010), mereka mengangkat Gus Dur yang sudah mati setahun yang lalu kini sebagai jabatan Ketua Dewan Syuro Akbar.Diberitakan, meski sudah wafat, namun KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur masih tetap diberi jabatan oleh PKB Gus Dur. Para kiai PKB Gus Dur yang didukung peserta muktamar (muktamirin) sepakat memberi jabatan Ketua Dewan Syuro Akbar kepada jenate (mendiang) Gus Dur.Itulah contoh taqlid buta yang nyata!

Beritanya :Senin, 27/12/2010 16:50 WIBGus Dur Dinobatkan Sebagai Ketua Dewan Syuro Akbar PKBRois Jajeli detikNewsSurabaya - Meski sudah wafat, namun KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur masih tetap diberi jabatan oleh PKB Gus Dur. Para kiai PKB Gus Dur yang didukung peserta muktamar (muktamirin) sepakat memberi jabatan Ketua Dewan Syuro Akbar kepada mantan Presiden RI itu.Sejak hari ini Gus Dur dinobatkan sebagai Ketua Dewan Syuro Akbar, ujar Kepala Desk Politik DPP PKB Gus Dur, Adhie Massardi. Penobatan jabatan Gus Dur ini ditetapkan dalam Muktamar III PKB Gus Dur yang digelar di Hotel Garden Palace, Jalan Yos Sudarso, Surabaya, Senin (27/12/2010).Adhie menjelaskan penobatan itu juga mengacu pada kepengurusan PBNU. Jika di PBNU, almarhum KH Hasyim Asyari dinobatkan sebagai Rois Aam Akbar, maka di PKB, Gus Dur dinobatkan sebagai Ketua Dewan Syuro Akbar.Kalau di PBNU, kebesaran Hasyim Asyari tidak ada yang menggantikan. Juga demikian Gus Dur, kebesaran beliau di PKB juga tidak ada yang menggantikan, tutur mantan Juru Bicara Presiden Gus Dur itu.Bagi Adhie, nama besar Gus Dur juga tidak hanya di PKB, tapi juga diakui di kancah nasional maupun internasional.Muktamar III PKB Gus Dur digelar mulai Minggu (26/12/2010). Dan hari ini Senin (27/12/2010), putri Gus Dur, Zannuba Ariefah Chafsoh alias Yenny Gus Dur dipilih secara aklamasi sebagai ketua umum DPP PKB Gus Dur.

2. BidahBidah dalam agama Islam berarti sebuah peribadahan yang tidak pernah diperintahkan ataupun dicontohkan oleh Nabi Muhammad, tetapi banyak dilakukan oleh umatnya. Hukum dari bid'ah menurut pendapat para ulama Salaf adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.Secara umum, bid'ah bermakna melawan ajaran asli suatu agama (artinya mencipta sesuatu yang baru dan disandarkan pada perkara agama/ibadah).Para ulama Salaf telah memberikan beberapa definisi bid'ah. Definisi-definisi ini memiliki lafadl-lafadlnya berbeda-beda namun sebenarnya memiliki kandungan makna yang sama.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, mengatakan bahwa bidah dalam agama adalah perkara yang dianggap wajib maupun sunnah namun yang Allah dan rasul-Nya tidak syariatkan. Adapun apa-apa yang Ia perintahkan baik perkara wajib maupun sunnah maka harus diketahui dengan dalil-dalil syariat.Imam Syathibi, bid'ah dalam agama adalah satu jalan dalam agama yang diciptakan menyamai syariat yang diniatkan dengan menempuhnya bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah.Ibnu Rajab, bidah adalah mengada-adakan suatu perkara yang tidak ada asalnya dalam syariat. Jika perkara-perkara baru tersebut bukan pada syariat maka bukanlah bidah, walaupun bisa dikatakan bidah secara bahasa.Imam as-Suyuthi, beliau berkata, bidah adalah sebuah ungkapan tentang perbuatan yang menentang syariat dengan suatu perselisihan atau suatu perbuatan yang menyebabkan menambah dan mengurangi ajaran syariat.Dengan memperhatikan definisi-definisi ini akan nampak tanda-tanda yang mendasar bagi batasan bidah secara syariat yang dapat dimunculkan ke dalam beberapa point di bawah ini:1. Bahwa bidah adalah mengadakan suatu perkara yang baru dalam agama. Adapun mengadakan suatu perkara yang tidak diniatkan untuk agama tetapi semata diniatkan untuk terealisasinya maslahat duniawi seperti mengadakan perindustrian dan alat-alat sekedar untuk mendapatkan kemaslahatan manusia yang bersifat duniawi tidak dinamakan bidah.2. Bahwa bidah tidak mempunyai dasar yang ditunjukkan syariat. Adapun apa yang ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat bukanlah bidah, walupun tidak ditentukan oleh nash secara khusus. Misalnya adalah apa yang bisa kita lihat sekarang: orang yang membuat alat-alat perang seperti kapal terbang,roket, tank atau selain itu dari sarana-sarana perang modern yang diniatkan untuk mempersiapkan perang melawan orang-orang kafir dan membela kaum muslimin maka perbuatannya bukanlah bidah. Bersamaan dengan itu syariat tidak memberikan nash tertentu dan rasulullah tidak mempergunakan senjata itu ketika bertempur melawan orang-orang kafir. Namun demikian pembuatan alat-alat seperti itu masuk ke dalam keumuman firman Allah taala,Dan persiapkanlah oleh kalian untuk mereka (musuh-musuh) kekuatan yang kamu sanggupi.Demikian pula perbuatan-perbuatan lainnya. Maka setiap apa-apa yang mempunyai asal dalam sariat termasuk bagian dari syariat bukan perkara bidah.3. Bahwa bidah semuanya tercela (hadits Al 'Irbadh bin Sariyah dishahihkan oleh syaikh Al Albani di dalam Ash-Shahiihah no.937 dan al-Irwa no.2455)4. Bahwa bidah dalam agama kadang-kadang menambah dan kadang-kadang mengurangi syariat sebagaimana yang dikatakan oleh Suyuthi di samping dibutuhkan pembatasan yaitu apakah motivasi adanya penambahan itu agama. Adapun bila motivasi penambahan selain agama, bukanlah bidah. Contohnya meninggalkan perkara wajib tanpa udzur, maka perbuatan ini adalah tindakan maksiat bukan bidah. Demikian juga meninggalkan satu amalan sunnah tidak dinamakan bidah. Masalah ini akan diterangkan nanti dengan beberapa contohnya ketika membahas pembagian bidah.Contoh :1. Perayaan bertepatan dengan kelahiran Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pada bulan Rabiul Awwal.2. Tabarruk (mengambil berkah) dari tempat-tempat tertentu, barang-barang peninggalan, dan dari orang-orang baik, yang hidup ataupun yang sudah meninggal.3. Bidah dalam hal ibadah dan taqarrub kepada Allah Subhanahu wa TaalaBidah-bidah modern banyak sekali macamnya, seiring dengan berlalunya zaman, sedikitnya ilmu, banyaknya para penyeru (dai) yang mengajak kepada bidah dan penyimpangan, dan merebaknya tasyabuh (meniru) orang-orang kafir, baik dalam masalah adat kebiasaan maupun ritual agama mereka. Hal ini menunjukkan kebenaran (fakta) sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.