Upload
angtito
View
116
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
I. Tujuan
Tujuan Instruksional Umum
Memahami proses dan faktor-faktor yang berpengaruh pada pengolahan bakso,
serta pengendalian faktor tersebut yang berhubungan dengan mutu produk yang
dihasilkan.
Tujuan Instruksional Khusus
- Dapat menjelaskan dan melakukan proses pengolahan bakso.
- Dapat mengetahui pengaruh jenis tepung dan proporsi tepung terhadap
kualitas akhir bakso.
II. Tinjauan Pustaka.
Bakso merupakan salah satu produk pangan yang terbuat dari bahan utama
daging yang dilumatkan, dicampur dengan bahan-bahan lainnya, dibentuk
bulatan-bulatan, dan selanjutnya direbus (Astawan dan Astawan,1989). Berbeda
dengan sosis, bakso dibuat tanpa proses curing, pembungkusan maupun
pengasapan.
Parameter mutu bakso yang perlu diperhatikan produsen maupun
konsumen adalah tekstur, warna dan rasa. Biasanya tekstur yang disukai adalah
yang halus, kompak, kenyal, empuk. Halus dimana permukaan irisannya seragam
serta dagingnya tidak tampak. Kekenyalan bakso dapat ditentukan dengan digigit,
dimana bakso yang empuk akan mudah pecah.
Menurut Wibowo (1995), mutu bakso dapat ditentukan dari :
1. Kenampakan
Bakso yang baik memiliki bentuk bulat halus, ukuran seragam, dan tidak
berjamur atau berlendir. Bakso berwarna coklat muda cerah hingga coklat
muda agak keputih-putihan atau abu-abu.
2. Tekstur
Tekstur bakso yang baik adalah kompak, elastis, kenyal tetapi tidak liat,
tidak ada serat daging, tidak lunak, tidak basah berair dan tidak rapuh.
3. Kadar protein
Komponen daging yang terpenting di dalam pembuatan bakso adalah
protein. Jumlah protein yang sedikit akan menyebabkan pembentukan matriks
gel antara pati, protein dan air rendah sehingga tekstur dan juiceness bakso
tidak optimal. Kadar protein bakso dengan kualitas yang baik adalah 14,68%.
Menurut Anonymous (2001), protein daging berperan di dalam pengikatan
hancuran daging selama pemasakan dan pengemulsi lemak sehingga produk
menjadi empuk, kompak dan kenyal.
4. Water Holding Capacity (WHC)
Menurut Soeparno (2005), Water Holding Capacity (WHC) adalah
kemampuan daging untuk mengikat air yang terkandung di dalam bahan atau
air yang ditambahkan selama pengolahan. Menurut Naruki (1991), beberapa
sifat fisis daging olahan dipengaruhi oleh WHC.
Daging segar
Untuk membuat bakso daging, digunakan daging yang benar-benar segar.
Semakin segar daging semakin bagus mutu bakso yang dihasilkan. Selain itu
daging hendaknya tidak banyak berlemak atau tidak banyak berurat. Lemak dan
urat yang terdapat pada daging sebaiknya dipisahkan dulu. Namun untuk
membuat bakso urat justru digunakan daging yang banyak urat atau seratnya
sedangkan lemak tetap dipisahkan.
Daging yang digunakan sebaiknya masih berada antara fase lunak (pre-rigor)
dan fase kekakuan (rigor-mortis) bukan pada fase lewat kekakuan (post-rigor).
Jika lewat dari fase kekakuan, maka akan dihasilkan bakso yang tidak kenyal.
Pada fase pre-rigor, daging masih memiliki kemampuan menahan air yang cukup
baik, hal inilah yang memungkinkan diperolehnya kekenyalan bakso (Naruki,
1991)
Ikan tenggiri
Ikan tenggiri (Scomberomorus commerson) adalah ikan laut yang
termasuk dalam famili scombridae. Ikan tenggiri dikenal pula dengan nama
spanish mackerel, namun nama tersebut berbeda-beda di setiap daerah. Orang
India menyebutnya ikan anjai, di Filipina lebih dikenal dengan nama ikan dilis,
dan di Thailand akrab dengan istilah ikan thu insi. Ukuran ikan tenggiri dapat
mencapai panjang 240 cm dengan berat 70 kg. Usia dewasa tercapai setelah 2
tahun atau ketika memiliki panjang tubuh 81-82 cm. Ikan tenggiri betina
ukurannya lebih besar dan usianya lebih panjang dibanding jantan. Ikan tenggiri
betina dapat hidup selama 11 tahun. (anonymous, 2009)
Menurut Hui (1992), ikan tengiri disebut juga mackerel dan memiliki
nama latin Scomberomorus commerzoni. Adapun komposisi ikan tengiri per 100
gram dapat dilihat pada Tabel 2.1. Menurut Borgstrom (1965), kandungan miosin
ikan mempengaruhi tekstur dan elastisitas sosis ikan. Semakin rendah kandungan
miosinnya, semakin rendah elastisitas ikan. Kandungan miosin ikan tengiri adalah
6,23%.
Tabel 2.1 Komposisi Ikan Tengiri per 100 gram
Komposisi Jumlah
Air (gram)
Energi (kalori)
Protein (gram)
Lemak (gram)
Sodium (milligram)
Potassium (milligram)
Kalsium (milligram)
Phosphor (milligram)
Thiamin (milligram)
Riboflavin (milligram)
72,6
146
19.6
6,9
81
292
26
1,8
0,07
0,08
Niacin (milligram) 5,2
Sumber : Hui (1992)
Cumi-cumi
Cumi- cumi tergolong hasil produk laut yang paling digemari, selain
karena cumi-cumi memilki cita rasa yang khas, cumi-cumi memilki tekstur yang
kenyal dan tinggi protein, sehingga daging cumi-cuni cocok digunakan sebagai
bahan baku pembuatan nugget, namun penggunaan daging cumi dalam
pembuatan nugget harus menggunakan proporsi yang tepat, karena tekstur cumi
yang kenyal dapat mempengruhi tekstur nugget yang dihasilkan.
Bahan pengisi (filler) dan bahan pengikat (binder)
Bahan pengisi atau filler adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah
air, tetapi mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi
yang biasa ditambahkan pada bakso adalah tepung gandum, barley, jagung atau
beras, pati dari tepung-tepung tersebut atau dari kentang dan sirup jagung atau
padatan sirup jagung. Tepung pengisi mengandung lemak dalam jumlah yang
relatif tinggi dan protein dalam jumlah yang relatif rendah, sehingga mempunyai
kapasitas pengikat air yang besar dan kemampuan emulsifikasi yang rendah.
Bahan pengikat atau binder adalah material bukan daging yang dapat
meningkatkan daya ikat air daging dan emulsifikasi lemak. Bahan pengikat
mengandung protein tinggi, terutama berasal dari susu kering dan produk kedelai,
misalnya susu kedelai (mengandung 40%-60% protein), protein kedelai (kira-kira
70% protein) dan protein kedelai isolasi (lebih kurang 90% protein) (Forrest et al.,
1975). Penambahan bahan pengisi dan pengikat dilakukan dengan tujuan untuk
memperbaiki stabilitas emulsi, memperbaiki hasil sesudah pemasakan,
memperbaiki sifat pengirisan dan memperbaiki cita rasa (Naruki, 1991).
Bumbu-Bumbu
Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan bakso merupakan
rempah-rempah yaitu garam dan merica. Penambahan bumbu-bumbu ini
bertujuan untuk memberikan dan meningkatkan flavor spesifik pada bakso
Garam mampu memperbaiki sifat-sifat fungsional produk daging dengan
cara mengekstrak protein miofibriler dari serabut daging selama proses
penggilingan dan pelunakan daging. Garam berinteraksi dengan protein daging
selama pemanasan, sehingga protein membentuk massa yang kuat, dapat menahan
air, dan membentuk tekstur yang baik (Astawan, 2006). Garam juga memberi cita
rasa asin serta bersama-sama senyawa fosfat meningkatkan WHC dan
meningkatkan kelarutan protein serabut daging. Garam juga bersifat bakteriostatik
dan bakteriosidal, sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan
mikroba pembusuk lainnya. Penambahan garam pada daging pre rigor yang
dilumatkan kemudian dibekukan meningkatkan retensi daya ikat air oleh protein
daging (Hamm, 1966 dalam Soeparno, 2005) karena pemecahan ATP
berlangsung lebih cepat. Fungsi utama garam adalah melonggarkan protein
miofibrilar dan meningktkan kapasitas emulsinya terutama pada pH mendekati
pH isoelektris (Switt dan Sulzbacher, 1963 dalam Soeparno, 2005).
Sodium Tripolifosfat (STPP)
Tripolifosfat merupakan suatu grup dari senyawa yang mempunyai 2 atau
lebih atom fosfor yang terikat oleh jembatan O2 dalam suatu struktur yang
berbentuk rantai. Struktur dari STPP dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
O O O
Na-O-P- O – P – O-P-O-Na
O O O
Na Na Na
Sumber: Considine (1982)
Sifat umum dari senyawa STPP adalah sedikit alkali (pH=10), larut dalam
air dan merupakan sekuestran bagi ion Ca dan Mg (Considine,1982). Penggunaan
senyawa fosfat yang terdapat dalam industri pangan merupakan bahan tambahan
pangan yang diijinkan pada konsentrasi tertentu oleh FDA. Batas maksimum yang
diijinkan adalah sebanyak 0,5% (De Man,1971).
Penggunaan STTP pada produk hewani adalah untuk meningkatkan WHC
dari daging sapi, unggas, ikan atau daging-daging lainnya. Selain itu STTP juga
dapat berfungsi sebagai sekuestran untuk Ca dan Mg, pengembang flavor,
pengontrol pH, menstabilkan protein untuk mencegah denaturasi, sebagai
emulsifier pada pembuatan sosis dan sebagai buffer pada teknik pengolahan
pangan (Tranggono,1990).
Sedangkan menurut De Man (1971), STTP juga berfungsi untuk
mengurangi penghilangan air dari daging beku dan mempunyaisifat rehidrasi dari
produk pangan dengan pengeringan beku.
Sodium tripolifosfat yang ditambahkan ke dalam adonan bakso dapat
mencegah terbentuknya permukaan kasar dan rekahan pada bakso. Penggunaan
polifosfat sebanyak 0,75 % dari berat daging dan penambahan garam dapur
sebanyak 2,5 % memberikan nilai penerimaan konsumen yang sangat baik.
Penambahan polifosfat yang lebih tinggi dapat menyebabkan rasa pahit.
Es Batu
Air ditambahkan dalam pembuatan produk daging untuk meningkatkan
keempukan dan juicenes daging, menggantikan sebagian air yang hilang selama
perlakuan terutama perlakuan panas, melarutkan protein larut air, memberntuk
larutan garam untuk melarutkan protein larut air garam, melayani fase kontinu
emulsi daging, menjaga temperatur produk dan mempermudah penetrasi senyawa
curing (Kramlich, 1971;Forrest et al., 1975 dalam Soeparno, 2005). Air yang
ditambahkan berupa es batu untuk mencegah kisaran suhu selama chopping
sekitar 16 °C stabilitas emulsi tetap terjaga karena protein daging tidak
terdenaturasi. Stabilitas emulsi maksimum juga diperoleh dengan pencacahan dan
pelumatan daging pada suhu 3-11 °C (Soeparno, 2005). Pencampuran emulsi
yang berlebihan terutama pada suhu 18-22 °C dapat menyebabkan pemisahan
lemak dan air (Buckle, 1987).
Anonimous. 2009. Tenggiri Ikan Laut Sejuta Potensi .Available at:
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=60000 (25
Februari 2009)
Astawan, Made. 2006. Ingin Cepat, Ya Makan Kornet Saja!.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta:
UI Press.
Considine, D. M., and Considine, G. D. 1982. Foods and Food Production Encyclopedia,
vol. 1. New York: Van Nostrand Reinhold Company.
Hui, Y.H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology Volume 4. Canada: John
Wiley and Sons. Inc.
Naruki, S. 1991. Kimia dan Teknologi Pengolahan Hasil Hewani I. Yogyakarta: PAU Pangan & Gizi UGM.
Nontji, A., 1986. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarata
Pearson, A.M. dan T.R. Dutson (Ed). 1987. Advancein Meat Research, Restructured
Meat and Poultry Products (Volume 3). New York: Van Nostrand Reinhold
Company.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta : UGM
Tranggono. 1990/1991. Kimia Pangan. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi Universitas Gadjah Mada
Wibowo, Singgih. 1995. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Jakarta: P.T.
Penebar Swadaya.