Data Pengamatan Modul 4 5

Embed Size (px)

Citation preview

I. DATA PENGAMATAN DAN REAKSIA. Kinin HClNO.PERLAKUANHASIL

1.Pada pelat tetes, kinin HCl dilarutkan dalam air dan ditambahkan H2SO4 lalu fluoresensi diamati di bawah UV 254 nm.Fluoresensi warna hijau toska

2.Kinin HCl ditambah HgCl2 ditambah dengan air lalu diamati bentuk kristalnya.Kristal berbentuk jarum

Reaksi : Kinin HCl Kinin + asam sulfat (Svehla, 1990).

B. Papaverin HClNO.PERLAKUANHASIL

1Pada tabung reaksi, sampel papaverin HCl ditambah dengan reagensia Liebermann dan dipanaskan lalu perubahan warna yang terjadi diamati.Sampel + Liebermann larutan bening dengan endapan putih + pemanasan berwarna coklat jingga.

2.Pada pelat tetes, sampel papaverin HCl ditambah dengan reagensia Mandelin lalu perubahan warna yang terjadi diamati.Larutan berwarna hijau tua kebiruan.

3.Pada pelat tetes, 10 mg papaverin HCl ditambah 1 mL anhidrid CH3COOH dan 3 tetes H2SO4 pekat, kemudian dipanaskan. Fluoresensi diamati di bawah UV 254 nm.Fluoresensi berwarna kuning kehijauan.

4.Papaverin HCl ditambahkan HgCl2 lalu ditambahkan air, dan diamati bentuk kristalnya.Papaverin HCl + HgCl2 tidak larut + air terbentuk kristal putih dilihat di mikroskop kristal bentuk amorf.

Reaksi : Papaverin HCl Papaverin + asam sulfat

(Clark, 2003).

C. EfedrinNO.PERLAKUANHASIL

1Pada pelat tetes, sampel efedrin ditambah dengan reagensia Liebermann lalu perubahan warna yang terjadi diamati.Sampel + Liebermann perubahan warna larutan dari tidak berwarna menjadi berwarna kuning pucat dengan endapan coklat jingga.

2.Pada pelat tetes, sampel efedrin ditambah CuSO4 dan NaOH encer lalu perubahan warna yang terjadi diamati.Larutan berubah warna dari tidak berwarna menjadi berwarna biru muda dengan endapaan putih.

3.Efedrin ditambahkan HgCl2 lalu ditambahkan air, dan diamati bentuk kristalnya.Kristal bentuk amorf.

Reaksi : Efedrin Efedrin + CuSO4 + NaOH

(Fessenden, 1986).

D. HeksaminNO.PERLAKUANHASIL

1Pada tabung reaksi, 100 mg heksamin dicampurkan dengan asam salisilat dalam jumlah sama, kemudian dipanaskan dengan 1 mL H2SO4 dan diamati perubahan warna yang terjadi.Larutan berwarna pink dengan endapan putih.

2.Pada tabung reaksi, efedrin ditambah H2SO4 encer dan 1 tetes formaldehid. Ujung tabung ditutup kapas dan kertas lakmus merah yang sudah dibahasi, lalu perubahan warna lakmus diamati.Lakmus tetap berwarna merah.

3.Menggunakan 2 kaca objek dan ring sublimasi, kristal dibuat dengan cara sublimasi. Kristal bentuk hexagonal.

E.SulfanilamidNO.PERLAKUANHASIL

1Pada pelat tetes, sulfanilamid dilarutkan dalam HCl encer kemudian ditambahkan pereaksi p-DAB dan diamati perubahan warna yang terjadi.Larutan berwarna kuning dengan endapan oranye.

2.Pada pelat tetes, sulfanilamid ditambahkan larutan CuSO4 dan diamati perubahan warna yang terjadi.Larutan bening dengan endapan putih.

3.Pada pelat tetes, sulfanilamid ditambahkan vanilin dan H2SO4 lalu diamati perubahan warna yang terjadi.Larutan kuning dengan vanilin tidak larut.

4.Sulfanilamid diletakkan di atas kaca objek, kemudian diteteskan dengan aseton dan didiamkan hingga menguap lalu diteteskan aquadest. Bentuk kristal yang terbentuk diamati dengan mikroskopKristal bulat memanjang, rapat kompak.

F.SulfamerazinNO.PERLAKUANHASIL

1Pada pelat tetes, sulfamerazin ditambahkan pereaksi p-DAB dan diamati perubahan warna yang terjadi.Larutan berwarna kuning dengan endapan merah.

2.Pada pelat tetes, sulfamerazin ditambahkan larutan CuSO4 dan diamati perubahan warna yang terjadi.Larutan biru muda CuSO4 dengan endapan putih.

3.Pada pelat tetes, sulfamerazin ditambahkan vanilin dan H2SO4 lalu diamati perubahan warna yang terjadi.Larutan berwarna oranye dengan vanilin tidak larut.

Reaksi : Sulfamerazin + Vanilin Sulfat

(Svehla, 1989).PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini dilakukan identifikasi untuk golongan alkaloid dan basa nitrogen dan golongan sulfonamida. Praktikum kali ini dilakukan untuk mengetahui cara identifikasi senyawa golongan alkaloid, basa nitrogen, dan sulfonamida.Sampel yang digunakan untuk identifikasi golongan alkaloid dan basa nitrogen adalah kinin , papaverin,efedrin dan heksamin sedangkan sampel untuk golongan sulfonamide adalah sulfanilamida dan sulfamerazin .Hal pertama yang dilakukan adalah membersihkan alat yang akan digunakan dalam proses identifikasi untuk mencegah kontaminasi yang akan mempengaruhi hasil identifikasi. Kemudian dilakukan identifikasi untuk golongan alkaloid dan basa nitrogen . Prinsip reaksi identifikasi untuk golongan alkaloid secara umum adalah dapat bereaksi dengan reagensia Dragendrof yang dapat diamati dari terbentuknya endapan.Sampel yang pertama adalah kinin, reaksi untuk identifikasi kinin yang pertama adalah sampel kinin disiapkan di atas pelat tetes . Sampel dilarutkan dalam air atau alcohol kemudian ditambahkan asam sulfat ( H2SO4) dan diamati fluoresensi nya di bawah sinar ultraviolet. Diperoleh hasil bahwa sampel berfluoresensi menjadi warna hijau tosca.Reaksi selanjutnya untuk identifikasi kinin yaitu dengan reaksi thaleioquin . Peraksi thaleioquin di buat dengan cara melarutkan sampel dalam sedikit HCl 2M,kemudian di tambahkan 2 tetes larutan brom ,campuran ditempatkan di atas kertas saring, dan kertas di paparkan terhadap uap amonia. Warna hijau menunjukkan adanya struktur jenis kinin. Namun reaksi identifikasi ini tidak dilakukan karena tidak tersedianya pereaksi thaleioquin di laboratorium.Kemudian dilakukan reaksi identifikasi ketiga untuk senyawa kinin yaitu sampel sebanyak 10 mg dimasukkan ke dalam tabung reaksi , ditambahkan sedikit HCL,kemudian dilarutkan dalam air. Selanjutnya ditambahkan 1 ml larutan Br2 0,8 % dan larutan kalium ferisianida 5 % dan 1 ml NaOH. Dan dilakukan penambahan 2 ml kloroform dengan hati-hati. Namun reaksi identifikasi ini tidak dilakukan karena tidak tersedianya bahan di laboratorium.Reaksi identifikasi selanjutnya adalah membuat Kristal dengan HgCl2. Sampel dilarutkan dalam larutan HgCl2 dan dilihat bentuk kristalnya di bawah mikroskop. Selain itu dibuat juga blanko sebagai pembanding yaitu hanya melihat kristal dari larutah HgCl2. Untuk senyawa kinin diamati terbentuk nya Kristal yang berbentuk jarum.Sampel yang kedua adalah papaverin HCL . Papaverin HCL merupakan serbuk kristalin putih. Identifikasi senyawa kinin yang pertama yaitu dengan menggunakan reagensia Liebermann. Pereaksi Liebermann dibuat dengan cara menambahkan 5 g NaNO2 ke dalam 50 ml H2SO4 dengan pendinginan dan pengadukan untuk menyerap asap. Reaksi identifikasi dilakukan dengan cara menambahkan 2 tetes reagen ke sampel di atas pelat tetes diperoleh hasil larutan bening denga endapan kemudian dilakukan pemanasan diatas penangas air dan diperoleh hasil larutan berubah warna menjadi warna coklat jingga. Hal ini sesuai dengan literature bahwa warna jingga atau coklat diberikan oleh beberapa senyawa yang mengandung dua cincin benzen tersubstitusi mono yang tergabung dengan satu atom karbon atau atomkar bon yang berdampingan. Kemudian dilakukan reaksi identifikasi dengan pereaksi Mandelin. Pereaksi Mandelin dibuat dengan cara melarutkan 0,5 g amonium vanadata dalam 1,5 ml air dan diencerkan hingga 100 ml dengan asam sulfat. Disaring menggunakan gelas wul. Metode yang dilakukan dalam reaksi ini yaitu dengan cara menambahkan 1 tetes reagensia ke dalam sampel dalam pelat tetes. Diperoleh hasil bahwa larutan mengalami perubahan warna menjadi warna hijau tua kebiruan.Selanjutnya yaitu identifikasi dengan fluoresensi . Dimana 10 mg sampel yaitu papaverin HCL ditambahkan dengan 1 ml anhidrid asam asetat yang menghasilkan larutan putih dengan endapan putih. Kemudian ditambahkan H2SO4 pekat yang menghasilkan larutan jenuh berwarna kekuningan. Setelah itu dipanaskan dengan penangas air dan menghasilkan larutan dengan warna kuning terang , fluoresensi dilihat dibawah sinar UV 254 nm. Diperoleh hasil fluoresensi sampel berwarna kuning kehijauan. Identifikasi terakhir untuk papaverin HCL adalah reaksi Kristal dengan HgCl2. Sampel ditambahkan dengan larutan HgCl2 dan menghasilkan larutan yang berisi endapan kemudian ditambahkan air sehingga terbentuk Kristal putih . Kristal diamati dibawah mikroskop dan dihasilkan Kristal dalam bentuk amorf.Untuk identifikasi efedrin dilakukan dengan 3 cara . Yang pertama dengan Uji Liebermann. Saampel yaitu efedrin ditambahkan pereaksi Liebermann dan terjadi perubahan warna dari yang tidak berwarna ( putih ) menjadi larutan berwarna kuning pucat berwarna coklat jingga.Setelah itu dilakukan identifikasi selanjutnya untuk senyawa efedrin yaitu sampel diletakkan diatas pelat tetes dan ditambahkan larutan CuSO4 dan NaOH encer ke dalam serbuk sampel. Reaksi ini menyebabkan perubahan warna dari yang tidak berwarna menjadi larutan berwarna biru dengan endapan putih. Reaksi selanjutnya dilakukan adalah reaksi kristal dengan HgCl2. Sampel ditambahkan dengan larutan HgCl2 dan menghasilkan larutan yang berisi endapan kemudian ditambahkan air sehingga terbentuk Kristal putih . Kristal diamati dibawah mikroskop dan dihasilkan Kristal dalam bentuk amorf.Sampel terakhir untuk identifikasi golongan alkaloid adalah heksamin. Identifikasi yang pertama dilakukan yaitu dengan cara mencampurkan 100 mg sampel dengan asam salisilat dalam jumlah yang sama , identifikasi dilakukan dalam tabung reaksi. Kemudian dipanaskan dengan 1 ml H2SO4 dan diamati perubahan warna nya. Setelah diamati diperoleh hasil bahwa dihasilkan nya larutan berwarna merah muda dengan endapan putih.Kemudian identifikasi selanjutnya adalah dengan cara dalam tabung reaksi sampel ditambah dengan H2SO4 encer dan satu tetes formaldehid. Ujung dari tabung reaksi ditutup dengan kapas dan kertas lakmus merah yang sudah dibasahi dan diperoleh hasil bahwa kertas lakmus tetap berwarna merah. Dilakukan identifikasi dengan cara sublimasi. Yang harus dipersiapkan adalah 2 buah object glass, ring sublimasi kapas basah, kaki tiga, kasa kawat dan spiritus. Kemudian susun ring sublimasi diatas object glass, heksamin dimasukan kedalam ring sublimasi, lalu ditutup lagi dengan object glass yang diatasnya terdapat kapas basah. Untuk ring sublimasi, usahakan ukurannya yang kecil agar kristal yang terbentuk dapat melekat di object glass yang bagian atas. Sedangkan fungsi dari kapas basah tersebut adalah untuk menyerap uap yang terbentuk karena pemanasan sehingga kristal yang terbentuk akan lebih cepat.Proses pemanasan dihentikan ketika heksamin (fase padat) seluruhnya telah habis menyublim (fase gas). Lalu kita diamkan hingga dingin sampai terbentuk kristal-kristal yang akan menempel pada object glass. Kemudian kristal tersebut dilihat dengan menggunakan mikroskop, sehingga dapat diketahui bentuk kristal yang terbentuk dan kemudian bandingkan dengan struktur kristal yang ada diliteratur. Setelah diamati di mikroskop, ternyata kristal yang terbentuk pada percobaan kali ini sesuai dengan yang ada diliteratur, yaitu struktur kristal yang berbentuk hexagonal.Setelah dilakukan identifikasi untuk golongan alkaloid , hal yang dilakukan selanjutnya adalah identifikasi golongan sulfanonamida. Prinsip identifikasi untuk golongan sulfonamide adalah pengkopelan dengan reagensia p-DAB menghasilkan endapan dengan spectrum warna kuning hingga merah. Sampel pertama yang akan diidentifikasi yaitu sulfanilamide yang dilakukan dengan 5 reaksi .Reaksi identifikasi yang pertama adalah dengan menggunakan pereaksi p-DAB dimana pereaksi p-DAB . P-DAB atau yang sering disebut Para Dimetil Amino Benzaldehid adalah salah satu larutan penting yang sering digunakan dalam identifikasi zat golongan Sulfa. Proses pembuatan pereaksi ini dengan menimbang dengan tepat 4-Dimetil Amino Benzaldehida sebanyak 2,00 gram, larutkan dalam 90 mlHCL 6Nlalu tambah aquadest hingga 100 ml larutan. Identifikasi dilakukan dengan cara sampel dilarutkan dalam HCL encer dan ditambahkan pereaksi P-DAB. Setelah itu diamati perubahan warna dan diperoleh hasil yaitu perubahan warna larutan menjadi warna kuning dengan endapan yang berwarna orange.Identifikasi selanjutnya adalah dengan menggunakan pereaksi CuSO4. Penambahan CuSO4 pada sampel menghasilkan perubahan warna larutan menjadi warna kuning dengan endapan yang berwarna putih.Reaksi identifikasi ketiga untuk sulfanilamide adalah dengan mereaksikan sampel dengan vanillin dan ditambahkan asam sulfat. Dan diperoleh hasil bahwa larutan berwarna kuning dengan vanillin yang tidak larut.Selanjutnya identifikasi dengan pereaksi Koppayi Zwikker. Pereaksi Koppayi Zwikker adalah Larutan kobal nitrat 1% dalam etanol. Tetapi reaksi identifikasi ini tidak dilakukan karena tidak tersedia nya pereaksi di laboratorium.Identifikasi yang terakhir untuk sulfanilamid adalah dengan cara reaksi krristal aseton- air . Sulfanilamid diletakkan diatas kaca objek, dilarutkan dengan aseton, setelah aseton menguap diteteskan air pada kaca objek hingga sulfadiazin membentuk gumpalan tidak larut dan diamati dibawah mikroskop. Dihasilkan Kristal yang bulat memanjang dengan rapat kompak.Sampel kedua yang akan diuji untuk golongan sulfonilamid adalah sulfamerazin. Identifikasi pertama dengan menggunakan pereaksi P-DAB. Dan dihasilkan larutan berwarna kuning dengan endapan yang berwarna merah.Untuk identifikasi menggunakan pereaksi CuSO4 diperoleh hasil bahwa sampel tidak larut dalam CuSO4. Sampel mengapung diatas permukaan larutan biru muda CuSO4

Identifikasi yang selanjutnya adalah dengan menggunakan vanillin dan asam sulfat , sampel ditambahkan vanillin dan asam sulfat yang menghasilkan larutan yang berwarna orange da dipermukaan nya terdapat vanillin yang tidak larut. Identifikasi yang terakhir adalah dengan menggunakan pereaksi Kopayyi Zwikker . Namun reaksi ini tidak dilakukan karena tidak tersedianya pereaksi di laboratorium.

Selanjutnya identifikasi terhadap sulfamerazin. Reaksi pertama diberi p-DAB HCl dimana p-DAB adalah para dimetil amino benzaldehid, merupakan reagen yang dapat bereaksi spesifik dengan golongan sulfonamida melalui reaksi pengkopelan. Reaksi pengkopelan ini akan membentuk kompleks berwarna yang dapat diamati secara visual. Setelah penambahan p-DAB terhadap sulfamerazin yang terbentuk adalah Larutan berwarna orange. Selanjutnya direaksikan dengan CuSO4 tapi sebelum ditambahkan CuSO4 ditambahkan dulu HCl agar CuSO4 yang akan dimasukan larut dan dapat bereaksi dengan sampel. Ketika sulfamerazin di tambah HCl terbentuk larutan berwarna pink kemudian ditambahkan CuSO4 larutan langsung berubah warna menjadi hijau dan ada endapan berwarna hijau lumut. Untuk identifikasi yang ketiga, sulfamerazin ditambahkan vanilin asam sulfat dan terbentuk warna kuning tua dan ada endapan dipermukaannya. Ketika sampel ditambahkan serbuk vanillin, sebenarnya tidak terjadi perubahan dikarenakan sampel dan vanillin sama-sama berupa padatan. Namun ketika ditambahkan asam sulfat pekat, terjadi perubahan warna. Selanjutnya untuk identifikasi keempat dengan penambahan reagen Koppayi-Zwikker tetapi pada saat pengamatan sulfamerazin tidak larut dengan reagen tersebut. Selain dengan uji reaksi diatas dapat juga dilakukan identifikasi dengan mengamati bentuk kristal dari sulfamerazin setelah direaksikan dengan aseton-air. Pada penambahan aseton, sulfamerazin akan larut dan selanjutnya aseton akan menguap karena sifatnya yang mudah menguap. Dengan menguapnya aseton, tersisa serbuk putih yang dapat diamati. Kemudian ditambahkan aquadest sehingga kepolarannya berubah dan menyebabkan terbentuk kompleks tidak larut yaitu berupa serbuk Kristal putih. Selanjutnya kristal dilihat dibawah mikroskop dan kristal yang teramati berbentuk seperti batang. Dan untuk reaksi identifikasi yang terakhir untuk sulfamerazin adalah dengan reaksi korek api. Pertama-tama sulfamerazin ditambahkan HCl encer dan terbentuk larutan warna pink. Selanjutnya batang korek api dicelupkan ke dalam HCl pekat dan warnanya menjadi hitam. Lalu korek api dicelupkan kedalam larutan sampel dan warnannya berubah menjadi coklat.Pada praktikum ini dilakukan identifikasi senyawa golongan alkaloid dan basa nitrogen dimana prinsip dari identifikasi ini adalah reaksi pengendapan dengan penambahan pereaksi Dragendorff. Identifikasi dapat dilakukan mulai dari reaksi umum hingga reaksi spesifik seperti reaksi warna, reaksi kristal dengan pengamatan dibawah mikroskop yang menghasilkan bentuk kristal yang beragam pada tiap senyawa, dan reaksi dengan pengamatan dibawah sinar UV 254 nm. Identifikasi yang pertama dilakukan adalah identifikasi kinin HCl. Dalam strukturnya, kinin HCl memiliki gugus basa nitrogen dan dapat diidentifikasi dengan penambahan asam sulfat pekat. Penambahan asam sulfat pekat berfungsi untuk mengoksidasi zat aktif yaitu kinin HCl kemudian diamati dibawah sinar UV. Di bawah sinar UV kinin HCl berfluoresensi berwarna kehijaun. Selanjutnya adalah identifikasi terhadap Papaverin HCl. Papaverin HCl dapat diidentifikasi dengan penambahan pereaksi Lieberman. Hasil setelah Papaverin HCl ditambahkan dengan perekasi Lieberman adalah larutan berwarna bening dengan endapan kuning. Hal ini mengindikasikan adanya Papaverin HCl. Selain itu saat penambahan pereaksi Lieberman juga dapat diikuti dengan pemanasan. Hal ini dimaksudkan agar reaksi berjalan cepat sehingga perubahan warna dapat segera diamati. Namun hal ini tidak dilakukan. Selain itu Papaverin HCl dapat diidentifikasi dengan penambahan anhidrid asam asetat ditambah asam sulfat pekat. Penambahan asam sulfat pekat berfungsi untuk mengoksidasi zat aktif yaitu Papaverin HCl kemudian dipanaskan dan membentuk larutan berwarna kuning kecoklatan. Lalu diamati dibawah sinar UV, papaverin HCl berfluoresensi berwarna kuning kehijauan. Selanjutnya adalah identifikasi terhadap efedrin. Efedrin tergolong dalam basa nitrogen sehingga dapat diidentifikasi dengan pereaksi Liebermann. Hasil setelah efedrin ditambahkan dengan perekasi Lieberman adalah larutan bening dengan endapan kuning. Selain itu penambahan pereaksi Lieberman juga dapat diikuti dengan pemanasan. Hal ini dimaksudkan agar reaksi berjalan cepat sehingga perubahan warna dapat segera diamati tapi pemanasan tidak dilakukan pada saat praktikum. Efedrin dapat diidentifikasi dengan penambahan CuSO4. CuSO4 berbentuk padatan sehingga reaksinya dengan efedrin tidak dapat diketahui karena efedrin juga berbentuk serbuk padat. Untuk itu efedrin perlu dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Efedrin memiliki gugus basa nitogen dalam strukturnya sehingga kelarutannya adalah didalam pelarut basa sehingga efedrin perlu dilarutkan terlebih dahulu dalam pelarut basa yaitu NaOH. Setelah efedrin dilarutkan NaOH, kemudian ditambahkan CuSO4 dan diaduk. Hasilnya adalah terbentuk kompleks berwarna biru tua dan reaksi antara tembaga dengan efedrin membentuk endapan sehingga dapat diamati secara visual terbentuk endapan berwarna biru. Selanjutnya adalah identifikasi terhadap heksamin. Yang pertama heksamin direaksikan dengan asam salisilat dan ditambahkan asam sulfat pekat sehingga terjadi perubahan warna menjadi merah pekat. Selanjutnya untuk reaksi yang kedua heksamin direaksikan dengan H2SO4 dan ditambahkan formaldehid. pada saat proses reaksi berlangsung tabung rekasi ditutup dengan kapas kasa. Lalu dimasukkan kertas lakmus merah kedalam tabung dan kertas lakmus tidak berubah warna (tetap berwarna merah). Selain itu heksamin juga dapat dilihat melalui reaksi kristalnya dengan cara sublimasi. Heksamin dimasukkan kedalam ring sublimasi lalu dipanaskan hingga menyublim. lalu dinginkan hingga terbentuk kristal dan amati dibawah mikroskop. Dan kristal yang terbentuk adalah adalah poligonal.

Selanjutnya akan dilakukan identifikasi terhadap sulfamezatin. Sulfamezatin ditambahkan dengan reagen p-DAB HCl dan akan menghasilkan larutan warna kuning jingga gelap. Dengan adanya perubahan warna maka dapat dikatakan ada terjadinya reaksi antara p-DAB HCl dengan sulfamezatin. Hal ini dikarenakan karena senyawa sulfamezatin memiliki amin aromatik sehingga dapat bereaksi dengan reagen p-DAB HCl. Selajutnya sulfamezatin diidentifikasi dengan penambahan CuSO4 dan HCl. Hasil dari reaksi ini adalah hijau tua. Hal ini menunjukan adanya reaksi yang terjadi karena sulfamezatin memiliki cincin heterosiklik. Setelah itu sulfamezatin juga dapat diidentifikasi dengan vanillin sulfat. Sampel sulfamezatin pertama-tama ditetesi dengan asam sulfat pekat kemudian ditambahkan dengan vanillin dalam bentuk serbuk. Hasil dari reaksi ini adalah larutan kuning terang dengan endapan kuning di bawah. Reaksi dapat terjadi karena terjadi reaksi oksidasi. Vanillin sulfat merupakan oksidator terhadap sulfamezatin sehingga sulfamezatin akan mengalami oksidasi dan vanillin sulfat akan mengalami reduksi. Selanjutnya sulfamezatin diidentifikasi dengan koppayi zwikker. Koppayi zwikker merupakan pereaksi yang terdiri dari larutan kobalt nitrat di dalam etanol 1% (komposisi sama dengan pereaksi parri). Pereaksi ini biasanya digunakan untuk mengidentifikasi senyawa yang mengandung gugus imida dan amina pada karbon yang berdampingan serta senyawa dengan gugus SO2NH yang akan menghasilkan warna ungu. Sulfamezatin diletakkan pada plat tetes kemudian ditetesi dengan reagen koppayi zwikker dan akan menghasilkan endapan krem. Hasil yang diperoleh tidak berwarna ungu karena reaksi terjadi tidak dalam suasana basa sehingga warna yang timbul adalah krem. Setelah itu reaksi spesifik untuk identifikasi sulfamezatin adalah reaksi kristal dengan metode aseton-air. Sulfamezatin diambil sedikit dan diletakkan diatas kaca objek. Setelah itu ditetesi dengan aseton, setelah aseton menguap ditetesi dengan air dan akan terbentuk kristal. Kristal dapat terbentuk karena adanya pergeseran kepolaran dari aseton yang bersifat nonpolar menjadi polar ketika ditambahkan dengan air. Kristal dari sulfamezatin berbentuk kristal kecil dan saling menumpuk. Reaksi kristal merupakan reaksi spesifik karena setiap bentuk kristal dari suatu senyawa adalah spesifik. Jadi masing-masing senyawa memiliki bentuk kristal yang khas dan spesifik. Pada sulfonamid reaksi kristal merupakan reaksi spesifik karena reaksi yang lain hampir memiliki hasil yang sama. Sulfamezatin dapat diidentifikasi dengan uji korek api. Korek api disiapkan dan direndam terlebih dahulu dengan HCl pekat. Batang korek api didiamkan di dalam ruang asam sampai HCl pekatnya mongering. Batang korek api berubah warna dari coklat menjadi hijau hal ini dikarenakan adanya senyawa tertentu dalam batang korek api seperti belerang dan kaca yang bereaksi dengan HCl pekat. setelah itu batang korek api dimasukan ke dalam sampel yang telah dilarutkan dengan HCl encer. Dan akan menghasilkan warna merah jingga pada batang korek api.Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian identifikasi senyawa golongan alkaloid dan vitamin. Senyawa alkaloid yang akan diuji identifikasinya adalah kinin, eukinin, parasetamol, heksamin, kafein, efedrin, dan papaverin HCl. Sedangkan untuk vitamin yang akan diuji identifikasinya adalah vitamin B1 dan vitamin C.Untuk senyawa alkaloid dapat dilakukan reaksi umum terlebih dahulu dengan pereaksi mayer atau dragendorf. Pada golongan alkaloid yang akan diidentifikasi pertama kali adalah kinin. Kinin diidentifikasi menggunakan uji fluoresensi. Uji fluoresensi dilakukan dengan cara sampel kinin ditambahkan dengan alkohol. Kinin akan larut di dalam alkohol kemudian ditambahkan dengan H2SO4. Setelah itu dilihat di bawah sinar ultraviolet (UV) dengan panjang gelombang 254nm. Hasil yang ditunjukkan adalah larutan tersebut berfluoresensi berwarna biru muda. Hal ini disebabkan H2SO4 memberikan gugus kromofor pada kinin sehingga kinin dapat berfluoresensi dalam panjang gelombang 254nm.Untuk golongan senyawa alkaloid yang akan diidentifikasi selanjutnya adalah parasetamol. Uji identifikasi parasetamol dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan penambahan FeCl3 dan HCl ditambah dengan diazotasi. Parasetamol ditambahkan dengan beberapa tetes FeCl3 akan menghasilkan warna hijau kehitaman. Adanya perubahan warna menunjukkan bahwa reaksi tersebut menunjukkan hasil yang positif. Hal ini disebabkan karena FeCl3 akan mengikat 3 molekul parasetamol dan Fe3+ ini yang menjadi atom pusat. Fe ini yang akan berperan sebagai akseptor atau penerima elektronnya sedangkan ligannya yang akan memberikan elektron sehingga akan terjadi ikatan kovalen. FeCl3 merupakan senyawa kompleks yang menpunyai ciri khas yaitu umumnya berwarna tetapi warna itu tergantung ligannya. Selanjutnya parasetamol dapat diidentifikasi dengan penambahan HCl dan diazotasi. Parasetamol ditambahkan dengan HCl kemudian ditambahkan dengan diazo A. setelah itu ditambah dengan NaOH dan diazo B. hasil dari reaksi ini adalah terbentuk warna oranye kekuningan. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi tersebut adalah positif. Reaksi diazotasi dilakukan untuk suatu struktur yang memiliki gugus aromatik bebas. Sehingga reaksi ini dapat dilakukan terhadap parasetamol yang dalam strukturnya memiliki gugus aromatik bebas. Reaksi diazotasi didasarkan pada pembentukan garam-garam diazonium yang terbentuk dari reaksi asam nitrit dengan amin aromatik bebas.Selanjutnya golongan senyawa alkaloid yang akan diidentifikasi adalah eukinin. Eukinin diidentifikasi dengan 1 cara yaitu dengan cara penambahan dengan asam asetat anhidrida kemudian ditambahkan dengan H2SO4 kemudian dilakukan pemanasan. Hasil reaksi dari identifikasi ini adalah larutan berwarna oranye. Asam asetat anhidrida digunakan karena pemberi pasangan elektron bebas yang baik sehingga dapat mempercepat reaksi antara eukinin dengan H2SO4. Sehingga reaksi yang terjadi dapat irreversible. Selain itu juga asam asetat anhidrida juga untuk melarutkan eukinin. Pemanasan dilakukan untuk penyempurnaan pembentukan kompleks antara H2SO4 dengan eukinin sehingga dapat terbentuk larutan warna oranye.Golongan alkaloid yang akan diidentifikasi selanjutnya adalah papaverin HCl. Identifikasi papaverin HCl dilakukan dalam 2 cara. Yang pertama adalah dengan pereaksi Liebermann dan uji fluoresensi. Papaverin HCl ditambahkan dengan pereaksi Liebermann menghasilkan larutan keruh dengan endapan putih. Hal ini disebabkan pereaksi Liebermann spesifik terhadap gugul o-alkil yang berikatan dengan cincin benzen. Berdasarkan struktur dari papaverin, senyawa ini memiliki 4 gugus ometil yang berikatan dengan cincin benzen sehingga hasilnya positif dengan pereaksi libermann. Selanjutnya papaverin HCl diidentifikasi dengan uji fluoresensi. Uji fluoresensi dilakukan dengan cara ditambahkan anhidrida asam asetat dan H2SO4 disertai dengan pemanasan. Selanjutnya dilihat dibawah sinar UV dalam panjang gelombang 254nm. Warna fluoresensi yang terbentuk adalah warna hijau. Papaverin HCl dapat berfluoresensi dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254nm karena dalam struktur papaverin sudah memiliki kromofor yang dapat membuat suatu zat berfluoresensi. H2SO4 ditambahkan dengan tujuan agar terbentuk senyawa kompleks dengan papverin HCl. Asam asetat anhidrida digunakan karena pemberi pasangan elektron bebas yang baik sehingga dapat mempercepat reaksi antara eukinin dengan H2SO4. Sehingga reaksi yang terjadi dapat irreversible. Pemanasan dilakukan untuk penyempurnaan pembentukan kompleks antara H2SO4 dengan papaverin HCl.Selanjutnya senyawa alkaloid yang akan diidentifikasi adalah efedrin. Identifikasi efedrin dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan pereaksi Liebermann dan penambahan CuSO4 dengan NH4OH. Efedrin diletakkan diatas plat tetes kemudian ditetesi dengan pereaksi Liebermann menghasilkan larutan keruh dengan endapan agak kuning. Reaksi dapat terjadi karena pada pereaksi Liebermann dapat menunjukkan reaksi yang positif pada efedrin karena memiliki cincin benzen tersubtitusi tunggal yang tidak tergabung dengan gugus karbonil atau C=N-O. Selanjutnya efedrin ditambahkan dengan CuSO4 kemudian ditetesi dengan NH4OH menghasilkan larutan biru dengan endapan putih. Reaksi dapat menunjukkan hasil positif karena pada struktur efedrin mengandung gugus heterosiklik. Hal ini disebabkan karena CuSO4 dapat bereaksi dengan senyawa yang mengandung gugus heterosiklik.Senyawa alkaloid selanjutnya adalah heksamin. Identifikasi heksamin dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan pereaksi marquis kemudian dimasukkan kertas lakmus, reaksi dengan asam salisilat ditambah dengan asam sulfat, dan dengan reaksi kristal dengan metode sublimasi. Sample heksamin dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambah dengan formalin dan asam sulfat pekat kemudian dimasukkan kertas lakmus merah ke dalam larutan tersebut. Hasilnya adalah kertas lakmus tetap berwarna merah dan tidak ada perubahan warna. Hal ini menunjukkan bahwa larutan tersebut bersifat asam karena adanya zat asam sulfat pekat di dalam larutan tersebut. Selanjutnya heksamin dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan sedikit asam salisilat dan beberapa tetes asam sulfat pekat. setelah didiami beberapa lama maka akan terjadi perubahan warna menjadi warna merah bata. Hal ini disebabkan adanya reaksi amina aromatik primer yang terdapat pada heksamin dengan pereaksi yaitu asam salisilat. Selanjutnya heksamin diuji dengan reaksi kristal dengan metode sublimasi. Kristalisasi merupakan proses pembentukan kristal. Tujuan dari kristalisasi adalah membentuk kristal heksamin yang murni karena dalam kristalisasi hanya zat yang murni saja yang dapat membentuk kristal. Sehingga kristal heksamin dapat diamati dalam mikroskop dan dapat dibandingkan dengan literatur yang ada. Proses kristalisasi dengan sublimasi dilakukan dengan cara sampel heksamin dimasukkan ke dalam ring sublimasi. Setelah itu ring sublimasi ditutup dengan kaca objek. Kaca objek digunakan agar kristal-kristal yang terbentuk dari heksamin dapat menempel pada kaca objek dan dapat langsung diamati dalam mikroskop. Kemudian diatas kaca objek diletakkan kapas atau tissue yang sudah dibasahi oleh air. Fungsi dari kapas atau tissue yang dibasahi air ini adalah untuk mendinginkan uap dari partikel yang sedang mengalami sublimasi sehingga dapat terbentuk kristal. Setelah itu dilakukan pemanasan sampai seluruh zat habis. Pada percobaan ini kristal-kristal yang terbentuk banyak yang menempel pada dinding-dinding ring sublimasi karena jarak sampel dengan kaca objek terlalu jauh sehingga sebelum uap mengenai kaca obajek sudah membentuk kristal lebih dulu pada dinding-dinding ring sublimasi. Kristal yang menempel pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop untuk dilihat bentuk dari kristal heksamin. Bentuk kristal yang didapat ternyata sesuai dengan yang ada pada literatur sehingga dapat disimpulkan bahwa kristal heksamin yang terbentuk murni dan senyawa heksamin dapat diidentifikasi dari bentuk kristalnya yang khas, yaitu bentuk kristal heksagonal dan ada yang berbentuk rosetClark, L George. 2003. Ilmu Pengetahuan Populer Jilid 5. PT. Widyadara. Yogyakarta.Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.Svehla . 1990 . Vogel's Qualitative Inorganic Analysis, 7th Edition. London: Prentice Hall