Upload
sita-ahmad
View
99
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Budidaya udang sudah sejak seabad yang lalu dipraktekkan di banyak Negara di Asia. Dimana usaha
budidaya masih bersifat tradisional. Pada system budidaya tradisional, kolam/tambak ditebari benih
udang dari hasil tangkapan di alam maupun benih-benih yang terbawa masuk ke kolam/tambak
bersama air pasang.
Produksi udang/ikan tidak konsisten dan bervariasi dari tahun ke tahun, yang disebabkan oleh
ketergantungan suplai benih dari alam. Hasilnya juga rendah (100–3.000 kg/ha/tahun) yang
disebabkan oleh:
tidak efisiennya pemberantasan hewan pemangsa dan penyaing,
ketergantungan sepenuhnya pada makanan alami dan
tambak/kolam yang kurang dalam.
Beberapa perbaikan dari metode budidaya tradisional telah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu,
diantaranya adalah:
Padat penebaran udang/ikan dapat ditingkatkan dengan jalan memompa air laut masuk ke dalam
tambak, sehingga benih dapat terkumpul lebih banyak.
Kedalaman tambak/kolam juga ditambah untuk mengurangi fluktuasi parameter-parameter
lingkungan (suhu, salinitas dan lainnya).
Dengan peningkatan teknis pembudidayaannya, produksi budidaya udang tradisional 500 – 800
kg/ha/tahun tanpa menggunakan makanan tambahan. Hasil tambak dapat ditingkatkan lagi sampai 5 –
10 ton melalui pemberian makanan tambahan dan pengelolaan tambak yang intensif.
Mata kuliah rekayasa budidaya perikanan ini memberikan pengetahuan tentang:
Prinsip-prinsip dasar merancang tambak/kolam udang/ikan yang memenuhi persayaratan teknis
maupun non-teknis:
• mulai dari pengoperasian peralatan survai,
• pemilihan lokasi,
• sampai pada perancangan perkolaman/pertambakan ikan/udang yang diinginkan sesuai dengan
keadaan topografi lokasi yang terpilih.
Mata kuliah rekayasa budidaya perikanan ini merupakan kunci dari keberhasilan usaha budidaya
perikanan, karena dengan memahami prinsip-prinsip dasar perkolaman/pertambakan serta bagaimana
merancang tambak/kolam yang benar;
baik dari segi teknis,
ekonomis dan biologis, maka usaha budidaya ikan akan berhasil baik.
Dengan demikian akan lebih memudahkan dalam mengelola usaha pemeliharaan udang/ikan:
baik dalam menjaga dan memperbaiki kualitas air agar sesuai dengan kebutuhan hidup udang/ikan
yang optimal,
dalam mengontrolan hama dan penyakitnya,
cara pemanenan ikan/udang
maupun dalam pemeliharaan kolam/tambak.
Kolam Perikanan
2.1 Penggolongan Jenis Kolam
2.1.1 Bagian-bagian Kolam/tambak Ikan
Pada dasarnya bangunan kolam budidaya perikanan dan bangunan penunjangnya dapat dibedakan
sebagai berikut:
a. dinding kolam atau tanggul untuk penahan air
b. pengontrol air untuk mengontrol tingginya permukaan air, aliran air ke kolam
c. pipa-pipa atau saluran-saluran air untuk mengalirkan air ke dalam / keluar kolam
d. jalan utama atau jalan setapak sepanjang tanggul untuk mencapai kolam
e. fasilitas pemanenan dan perlengkapan lainnya untuk pengelolaan air atau ikannya
2.1.2 Jenis-jenis Kolam Perikanan
Secara garis besar kolam dapat dibangun dengan tiga cara, tergantung pada topografi lokasinya, yaitu:
a. Embankment pond (Contour pond, Hill pond, kolam bendung, Reservoir)
1. Dibangun di daerah berbukit/berlembah,
2. dengan dasar lembah agak membulat sampai datar,
3. dengan membuat bendungan atau dam yang memotong/melintangi aliran airnya
4. kemiringannya agak curam/dalam (kemiringan antara 35 – 60o)
b. Excavated pond (Dug-out pond = kolam galian)
1. dibangun di daerah agak datar sampai kemiringan sedang (5 - 25o)
2. dengan jalan menggali tanah dari suatu lokasi
3. ukuran kolam umumnya terbatas (100 – 1000 m2)
4. kedalaman tidak lebih dari 2,0 m
5. sumber air dari air hujan, aliran air permukaan atau air tanah
6. umumnya sulit dikeringkan, kecuali dibantu dengan pompa
c. Selain embankment pond jenis hill-pond ada juga embankment pond yang dibangun di atas tanah
datar/agak datar dengan jalan membangun taggul/pematang sekeliling kolam yang hendak dibangun,
sehingga permukaan tanah asalnya dijadikan sebagai dasar kolam.
Perbedaan dengan hill pond adalah:
1. Hill-pond dibangun di atas tanah antara dua bukit dengan jalan membuat tanggul atau bendungan
yang melintasi aliran airnya untuk ditampung, jenis lainnya itu dibangun di atas tanah datar dengan
membuat tanggul di sekeliling kolam
2. Hill pond umumnya kedalaman kolam yang terjadi minimal 2,0 m, sedangkan kolam jenis ini
dalamnya tidak lebih dari 2,0 m, umumnya hanya dsekitar 1,0 m.
3. Hill pond umumnya mempunyai luas lebih dari 1 ha, sedangkan kolam yang dibangun di atas tanah
luasnya kurang dari 1 ha.
d. Kolam yang dibangun dengan jalan menggali sebagian dasar kolamnya dan kemudian meninggikan
tanggulnya. Dengan kata lain; kolam dibangun dengan jalan kombinasi Cara 2 (menggali) dan cara 3
(membuat tanggul). Kolam jenis ini biasanya dibangun di atas tanah yang agak datar, dan umumnya
dapat dikeringkan serta memperoleh air secara gravitasi atau dengan bantuan pompa
e. Terrace-pond (kolam bertingkat-tingkat)
Kolam semacam ini dibangun pada daerah perbukitan yang kemiringan tanahnya berkisar antara 45-
60o. Kolam dibangun dengan menggali atau membuat tanggul. Kolam umumnya disusun secara seri,
sehingga kolam yang berada dibawahnya mendapatkan air dari kolam di atasnya baik secara langsung
maupun tak langsung (karena perembesan dari kolam di atasnya)
2.2 Sumber air
Berdasarkan pada dari mana air kolam diperoleh, maka kolam dapat dibedakan dalam 5 jenis antara
lain:
a. kolam mata air (Sring-water ponds), suplay air bervariasi sesuai musim
b. kolam tadah hujan (Rain-fed ponds), mendapat air dari hujan
c. kolam rembesan (Seepage-ponds), kolam menerima / menampung air dari air tanah (water table)
melalui rembesan atau dari rembesar air kolam yang ada di atasnya
d. kolam mendapatkan air dari suatu sumber air tertentu (sungai, danau, reservoir atau saluran irigasi)
e. kolam yang menerima air dengan bantuan pompa (pump-fedponds). Kolam dibangun di atas tanah
yang permukaannya lebih tinggi dari permukaan air, sehingga untuk pengisian kolam harus dengan
pompa. Sumber air biasanya dari danau, sumur air, reservoir, mata air saluran irigasi
f. untuk tambak. Kolam yang sumber airnya berasal dari pemanfaatan pasang surut air laut (Brackish
water ponds)
BAB 2
SISTEM BUDIDAYA DI TAMBAK
Walaupun budidaya udang telah berkembang lebih dari seabad yang lalu, pengoperasiannya sebagian
besar masih dilakukan secara tradisional. Praktek semacam ini ditandai dengan rendahnya produksi
dan juga masukan teknologi dan pembiayaan yang relative rendah.
Hasil udang dari tambak dapat ditingkatkan dengan mempraktekkan teknik budidaya yang modern
seperti intensifikasi budidaya melalui pengaturan ukuran tambak-tambak, peningkatan padap
penebaran, pemakaian system pengudaraan, pemberian makanan tambahan dan sebagainya. Hal ini
berarti akan meningkatkan pembiayaan dan masukan teknologi yang lebih tinggi.
Adapun sistem budidaya di tambak dapat dibedakan atas tiga kelompok.
2.1 Metode Budidaya Tradisional atau Ekstensif
Tambak yang digunakan pada system pemeliharaan type ini umumnya mempunyai bentuk dan
ukuran yang tidak teratur (3 – 20 ha).
Biasanya tiap petak mempunyai caren keliling dengan lebar 10 – 20 meter dan kedalaman 30 – 60
cm.
Di Thailand bagian tengah kolam sedikit lebih tinggi yaitu ± 40 cm dari dasar caren.
Budidaya udang ekstensif merupakan teknik budidaya yang paling sederhana. Stock benih biasanya
berasal dari alam, dimana ketersediaannya tergantung pada musim benih,
Benih udang diperoleh baik waktu dilakukan penggantian air atau dimasukkan dengan sengaja oleh
petani tambak dengan benih dikumpulkan dari alam.
Dalam budidaya ekstensif padat penebaran sangat rendah, biasanya antara 3.000 sampai 5.000
benur/ha.
Tidak dilakukan pemberian makanan tambahan dan
Pengelolaan air dilakukan dengan memanfaatkan pasang surut air laut.
Di Thailand, Indonesia dan Malaysia benur dibiarkan masuk ke patakan tambak melalui pintu air yang
dibuka selama air pasang.
0,4 m
0,9-1,0 saluran pelataran 0,3-0,6 m pemskan
air
pematang
caren
plataran
pompa
rumah
Gambar 1. Type tata letak tambak udang untuk budidaya ekstensif
Pintu air kemudian ditutup begitu air laut mulai surut.
Benih udang yang masuk dibiarkan tumbuh selama 2 bulan untuk kemudian di panen. Cara ini dapat
dilakukan budidaya campuran dengan bandeng, dimana padat tebar antara 2.000 sampai 5.000
benur/ha.
Pada ke dua cara ini produksi per unit areal budidaya adalah sangat rendah.
2.2 Metode Budidaya Tradisional yang Diperbaiki atau metode Semi-Intensif
Metode budidaya ini merupakan peningkatan dari metode tradisional yaitu dengan memperkenalkan
suatu bentuk tambak yang teratur (sistematis).
Tambak umumnya berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran antara 1 sampai 3 ha per
petakan
Kedalaman air antara 0,80 sampai 1,2 m.
Tiap petakan tambak mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran air (outlet) yang
terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan tambak dan pemanenan.
Caren diagonal dengan lebar 5 – 10 m dan kedalaman 30 – 50 cm yang membujur dari inlet ke outlet,
yang berguna dalam pengeringan air dan pengumpulan udang waktu panen.
Caren juga merupakan tempat perlindungan bagi udang waktu hari panas.
Sistem budidaya ini mempunyai tikat padat penebaran tinggi, antara 20.000 sampai 50.000 benur per
ha.
Pemberian makanan tambahan baik berbentuk makanan buatan maupun segar diberi tiap hari sebagai
tambahan makanan alami
Pengelolaan air yang teratur, membutuhkan pompa untuk digunakan dalam penggantian air.
Metode ini secara substansial meningkatkan produksi per musim tanam, namun pemakaian makanan
tambahan menyebabkan adanya biaya tambahan dimana pada umumnya merupakan bagian terbesar
dari biaya operasional.
Keuntungan metode ini adalah pemakaian suatu masa air yang besar yang secara terus menerus
diperbaharui menurut fluktuasi pasang surut dan arus air.
Diagonal
Jaring penyaring caren
Saluran pemasukan
Saluran pengeluaran/pengeringan
Gambar 2. Type tata letak tambak udang untuk budidaya semi-intensif
2.3 Metode Budidaya Intensif
Budidaya udang intensif dilakukan dengan teknik yang lebih cangkih dan memerlukan input
berteknologi yang tinggi dan biaya yang besar.
Tambak/kolam pemeliharaan dapat berupa tambak/kolam tanah atau tembok.
Ciri khas dari teknik budidaya ini adalah 100% tergantung pada benih udang dari hatchery
Padat penebaran yang tinggi
Penggunaan maknan tambahan
Pemberian aerasi untuk meningkatkan kadar oksigen air tambak/kolam
Pengelolaan air secara intensif
Ukuran tambak bervariasi antara 500 – 5.000 m2,
Pematang tambak/kolam dapat berupa tanah
Tanah yang dilapisi plastik atau berupa tembok
Sebahagian besar disain tambak/kolam adalah adanya pintu pemasukan (inlet) dan pengeluaran
(outlet) yang terpisah
Sistem pengeringan adalah berbentuk pipa yang terpasang secara sentral
Pintu pengeringan (berbentuk saluran atau monik) atau kombinasi keduanya
Fasilitas budidaya intensif terdiri dari tangki berkapasitas 1.000 – 2.000 ton dengan tinggi rata-rata 2
m.
Subtract pasir menutupi dasar tangki dan sirkulasi air dihasilkan oleh system aliran yang terus
menerus
Udang diberi makan setiap hari dengan menggunakan makanan buatan dengan kadar proten tinggi
Padat penebaran berkisar antara 200 – 250 ekor/m2
Rata-rata produksi berkisar antara 1,5 – 3 ton per musim tanam pada bak berukuran 1.000 m2
Dan antara 10 – 20 ton/ha/tahun pada tambak biasa yang pematangnya ditembok
Kincir air
Saluran
Pemasukan Pipa bwh
tempat tanah
panen
pintu air
saluran
pemasukan
Pengeringan sentral
Gambar 3. Tata letak tambak udang intensif (kolam tanah dengan pematang tembok)
BAB 3
PEMILIHAN LOKASI UNTUK BUDIDAYA UDANG
Pemilihan lokasi yang baik/cocok memegang peranan yang penting dalam budidaya udang. Lokasi
budidaya udang ditentukan setelah dilakukan analisa terhadap informasi tentang:
topografi
ekosistem
meteorologi
kondisi sosial ekonomi yang berkaitan dengan disain tambak
spesies yang cocok dan
kelayakan ekonomi
Kriteria yang perlu diperhatikan sebagai pedoman dalam menentukan kecocokan suatu lokasi untuk
budidaya udang antara lain:
3.1 Kualitas Air
Kualitas air mencakup faktor fisika-kimia dan karakteristika mikrobiologi dari pada air. pH air
dianggap sebagai faktor yang paling penting untuk diperhatikan. Pada lokasi yang terpilih sebaiknya
pH air antara 7,5 - 8,5.
Faktor kimia lainnya yang juga sama pentingnya adalah kadar kejenuhan oksigen pada air
tambak/kolam. Fluktuasi (naik turunnya) kadar oksigen terlarut lebih dahulu harus diketahui dan
kadar oksigen terlarut (DO) sebaiknya tidak kurang dari 4 ppm.
Air juga harus tidak terlalu keruh. Air yang banyak mengandung Lumpur dapat mengakibatkan
timbulnya masalah pelumpuran pada system suplai air seperti terjadinya penyumbatan jaring
penyaring air dan meningkatnya tingkat pengendapan pada dasar tambak/kolam. Air sebaiknya kaya
akan jasad renik (mikroorganisme).
Salinitas air digolongkan sebagai factor yang menentukan dalam budidaya udang. Salinitas optimal
bervariasi menurut spesies. Sebagai contoh udang windu (P. monodon) tumbuh dengan cepat pada
salinitas 15 – 30 ppt. Udang putih (P. indicus dan P. merguiensis) dapat hidup pada salinitas yang
lebih tinggi 25 - 40 ppt. Idealnya salinitas air tetap seragam pada cuaca normal dan tidak berubah
cepat selama hari hujan.
3.2 Fluktuasi Pasang Surut
Karakteristik pasang surut pada lokasi yang akan dijadikan tambak udang harus diketahui.
Pengetahuan masalah tersebut sangat penting dalam menentukan:
elevasi dasar kolam/tambak,
pematang
rasio kemiringan dan
sistem drainase
Daerah yang paling cocok untuk budidaya udang harus mempunyai fluktuasi pasang surut yang
moderate yaitu antara 2 – 3 meter. Pada daerah dimana perbedaan pasang surutnya lebih dari 4 meter,
daerah tersebut tidak cocok untuk tambak karena membutuhkan biaya pembangunan dan biaya
operasional yang mahal dan memerlukan pematang yang tinggi.
Pada daerah dimana perbedaan pasang surut kurang dari 1 meter akan memerlukan biaya pengelolaan
yang tinggi yaitu untuk biaya pemakaian pompa.
Hal yang penting untuk diperhatikan sehubungan dengan perbedaan pasang surut adalah pengetahuan
tentang munculnya/terjadinya pasang tertinggi dan surut terendah.
Ini harus diketahui lebih dahulu sehingga ukuran dan ketinggian pematang yang dibangun mampu
melindungi dari ancaman banjir. Disamping itu arah dan kekuatan arus air juga harus diketahui yang
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembangunan pematang dan erosi dapat
dikurangi.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah daerah yang direncanakan untuk pertambakan harus bebas
dari pencemaran industri maupun pertanian.
3.3 Tanah
Tipe dan tekstur tanah calon tambak harus dianalisa lebih dahulu sebelum dilakukan penentuan lokasi
tambak. Contoh tanah diambil secara acak, dan lebih baik sampai pada kedalaman lebih dari 0,5
meter, kemudian dilakukan analisa baik fisika maupun kimianya untuk mengetahui:
tingkat keasaman
kandungan bahan organik
tingkat kesuburan dan
komposisi phisik tanah
Tanah calon tambak harus mempunyai kandungan tanah liat yang cukup. Hal ini untuk menjamin agar
kolam/tambak yang dibangun mampu menahan air. Pematang yang bermutu baik biasanya dibangun
pada tanah liat berpasir atau lempung berpasir, dimana jenis ini mudah dipadatkan dan keras.
Pematang tidak akan pecah-pecah pada musim panas.
Tanah dasar kolam/tambak jenis liat berlempung atau liat berlumpur akan meningkatkan pertumbuhan
makanan alami. Pembangunan pematang dengan menggunakan tanah yang mengandung sisa-sisa
tanaman yang belum membusuk atau endapan alluvial harus dihindari.
Kebanyakan tambak yang dibangun pada daerah pantai yang padat dengan tanaman bakau sering
menghadapi masalah tentang tanah asam sulfat pada tahun-tahun awal pengoperasiannya.
Hal ini disebabkan karena akumulasi pyrit (besi sulfida) yang terkandung dalam tanah pantai.
Penguraian pyrit pada tanah yang terendam air sangat minim.
Pada waktu membangun kolam/tambak, tanah bagian bawah (sub soil) digali untuk pematang dan
dasar tambak diratakan, maka pyrit akan teroksidasi dan terbentuklah asam sulfat yang menyebabkan
tanah menjadi asam. pH air tambak menjadi sangat rendah yang kemudian akan mempengaruhi
kualitas air dan menyebabkan produktivitas alami menjadi berkurang.
Untuk mengurangi keasaman tambak diperlukan pengapuran dan pembungan asam dengan jalan
perendaman dan pencucian.
3.4 Tofogragi
Data topografi yang terperinci dari lokasi calon tambak sangat penting untuk dimiliki yang dapat
digunakan untuk menentukan disain tambak dan tata-letaknya.
Daerah pantai dimana tanahnya landai,
mudah untuk pembangunan tambak karena
hanya memerlukan biaya yang relatif kecil sebagai akibat dari penggalian tanah yang minimal.
Pengisian dan pengeringan air pun mudah dilakukan dengan memanfaatkan daya grafitasi.
Di daerah-daerah dimana kondisi seperti tersebut di atas tidak ditemui, pemakaian pompa mekanis
dapat digunakan. Berkaitan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan topografi adalah
ketersediaan tanah yang mencukupi untuk pembangunan pematang yang diperoleh dari penggalian
tambak atau tanah di atas hamparan tambak. Akan tetapi tidak ekonomis apabila pembangunan
tambak memerlukan tanah untuk pembuatan pematang yang harus diambil dari luar lokasi tambak.
3.5 Tanaman (Vegetasi)
Tipe dari tanaman pada lokasi calon tambak sampai batas-batas tertentu dapat digunakan sebagai
tanda dari keadaan fisik dan tipe tanah.
Daerah yang didominasi oleh tanaman jenis Avicennia sp (pohon api-api) menandakan bahwa tanah
di daerah tersebut baik untuk tambak dan produktif.
Daerah yang lebat ditumbuhi oleh Rhizophora spp (pohon bakau) dimana biasanya ditandai dengan
adanya sistem akar tunjang yang padat menandakan bahwa tanah di daerah tersebut kasar dan bersifat
asam.
Penting untuk diperhatikan kepadatan tanaman pada calon lokasi tambak. Sebelum dilakukan
pembangunan tambak, tanaman tersebut perlu dibersihkan lebih dahulu. Sudah barang tentu hal
tersebut akan memperbesar biaya/pengeluaran.
Gambar = Nipah
Gambar = Avicenia sp (pohon api-api)
Gambar = Rhizophora spp (pohon bakau)
3.6 Sumber Benih
Lokasi calon tambak yang dekat dengan sumber benih adalah menguntungkan, karena benih yang
dikumpulkan untuk kemudian ditebarkan tidak perlu mengalami stress akibat terlalu banyak
penanganan dan pengangkutan.
3.7 Jalan dan Komunikasi
Adanya jalan dan kelancaran kemunikasi perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi. Dengan
demikian maka biaya tambahan dan keterlambatan pengiriman material dan hasil panen dapat
dikurangi.
3.8 Faktor-faktor lain
Perhatian yang cukup perlu diberikan kepada hal-hal yang berkaitan dengan usaha pemeliharaan
udang seperti:
ketersediaan dan mutu pekerja
situasi keamanan dan ketertiban
ketersediaan listrik dan suplai air
rantai pemasaran dan fasilitasnya
Kemudahan untuk memperoleh bantuan teknis
Dekat dengan institusi penelitian budidaya ikan/udang
BAB 4
PEMILIHAN JENIS/SPESIES
Jenis-jenis udang yang dibudidayakan terdiri dari 2 marga (Penaeus dan Metapenaeus) yang termasuk
dalam famili Penaeidae. Diantara banyak jenis yang dibudidayakan adalah:
Penaeus monodon
P. japonicus
P. merquensis
P. indicus
P. orientalis dan
Metapenaeus ensis
4.1 Penaeus japonicus dan P. orientalis
Udang ini kuat dan tahan dalam penanganan. Tingkat kehidupan (survival rate) udang dewasa dalam
pengangkutan jarak jauh adalah tinggi.
Walaupun demikian jenis udang ini tidak tahan terhadap salinitas rendah dan temperatur tinggi.
P. japonicus lebih menyukai dasar tambak yang berpasir dan tumbuh dengan cepat apabila diberi
makanan ber-protein tinggi (± 60%).
Spesies udang yang lain dari daerah sub-tropis adalah: P. orientalis dan mempunyai satu musim
pemijahan yaitu pada musim semi saja.
Karena kedua jenis adalah khas daerah sub-tropis, pengoperasian hatchery terbatas pada musim panas
saja.
4.2 Penaeus monodon
Dikenal sebagai udang windu atau udang jumbo (tiger shrimp). P. monodon merupakan jenis udang
yang mempunyai pertumbuhan paling cepat.
Di tambak benur dengan berat ± 1 gr tumbuh menjadi 75-100 gr dalam 5 bulan pada tingkat
kepadatan 5.000 ekor/ha.
Udang ini mampu tumbuh mencapai 25 gr dalam waktu 16 minggu di dalam bak dengan kepadatan 15
ekor/m2. Ada yang memelihara udang sampai ukuran 42 gr dalam 210 hari di kolam tanah dan
mencapai 35 gr dalam 3 bulan di bak dengan kepadatan 15 ekor/m2.
Udang windu merupakan jenis “Euryhaline” dan tumbuh dengan baik pada salinitas antara 15-30 ppt.
Udang windu termasuk udang yang kuat dan tidak mudah mengalami stress dalam penanganan.
4.3 Panaeus indicus dan Penaeus merquensis
Kedua jenis tersebut disebut udang putih atau udang jrebung atau banana shrimp. Karakteristik
biologi dari kedua jenis udang ini secara umum adalah sama.
Perbedaan kedua udang ini terletak pada tingkah lakunya.
P. indicus lebih menyukai dasar yang berpasir dan sulit dipanen dengan jalan mengeringkan
tambak.
P. merquiensis paling sering ditemukan pada tambak-tambak dengan dasar berlumpur, dan segera
bergerak keluar apabila tambak dikeringkan.
Larva udang ini lebih mudah dipelihara dibanding dengan P. monodon. Larva ini kurang kuat
dibandingkan jenis udang lainnya. Tingkat pertumbuhan di tambak relative cepat, mencapai 12-15 gr
dalam 3 bulan pertama pemeliharaan.
4.4 Metapenaeus spp (udang api-api)
Udang jenis ini tahan terhadap salinitas rendah (5 - 10 ppt) dan temperatur tinggi (25 - 45 oC). Udang
ini biasanya tidak dapat tumbuh mencapai ukuran besar.
BAB 5
TAMBAK DAN BAGIAN-BAGIANNYA
A. Petakan Tambak
B. Pematang
1. Pematang keliling atau pematang utama
2. Pematang sekunder
3. Pematang Tersier
C. Pintu Air (dibedakan berdasarkan jenisnya)
1. Pintu utama
2. Pintu sekunder
3. Pintu tersier
Pintu air mempunyai bagian-bagian
a. Lantai (letaknya harus lebih rendah dari dasar tambak dan juga harus lebih rendah dari air surut
yang paling rendah) atau selalu terendam air
b. Dinding (bagian kiri dan kanan pintu air)
c. Papan penutup pintu (untuk mengatur aliran air yang masuk dan keluar)
d. Saringan
e. Jembatan atau catwalk (menghubungkan kedua dinding pintu bagian atas dan hanya terdapat pada
pintu air tipe terbuka)
f. Apron (perpanjangan dari lantai pada kedua ujung pintu)
g. Sayap samping (berfungsi mencegah tanah pematang di sekitar pintu agar tidak longsor oleh
gerusan aliran air yang masuk dan keluar pintu)
h. Sayap tengah atau buttres (berfungsi menahan rembesan air di sepanjang dinding luar pintu)
D. Saluran Air
E. Petak Penyampur Air Tawar dan Air Asin
BAB 6
DESAIN TAMBAK
A. Desain Petakan Tambak
B. Tata Letak Tambak
C. Disain Pematang
Pematang Keliling
1. daerah penyangga
2. tinggi pematang
3. kemiringan pematang
4. lebar pematang
5. inti pematang
Pematang sekunder
Pematang tersier
D. Desain Pintu Air
1. pintu kayu tipe terbuka
2. pintu beton tipe terbuka
3. pintu monik
4. pintu PVC atau puralon
E. Desain Saluran
1. kemiringan saluran
2. kapasitas saluran
3. lebar dasar saluran
4. kemiringan talud
6. DISAIN DAN KONTRUKSI TAMBAK
Tidak ada disain yang baku (standart) untuk tambak udang. Budidaya udang yang dilakukan saat ini
masih bertumpu:
pada pengalaman petani tambak,
kemampuan modal dan
kondisi lingkungan lokasi tambak.
Dilihat dari aspek teknis, tambak udang merupakan peningkatan (pembaharuan) dari tambak bandeng.
Perubahan dan peningkatan disain terutama diselaraskan kepada tingkah laku dari udang-udang
Penaeid. P.monodon merupakan binatang yang senang hidup di dasar dan mempunyai kebiasaan
berkumpul disepanjang dinding tambak.
Disain yang bersifat memperluas permukaan dinding seperti penambahan subtract atau peningkatan
plataran sepanjang tepi tambak akan dapat meningkatkan padat tebar udang.
Suatu usaha budidaya yang ideal adalah yang dibangun dalam suatu kompleks yang terdiri dari:
a. Beberapa macam ukuran tambak untuk pendederan dan pembesaran.
b. Bangunan pengontrol air termasuk
tanggul,
saluran pemasukan (in let) dan pengeluaran air (out let)
pintu-pintu air
c. Fasilitas penunjang seperti:
jalan,
jembatan,
tempat pemukiman,
bengkel kerja,
gudang dsb.
Penataan yang dilakukan dengan baik dengan memperhatikan fasilitas-fasilitas tersebut di atas dan
disain bangunan yang baik yang memperhatikan kondisi fisik daerah tersebut akan menjamin
pengelolaan yang lancar dan efektif.
6.1 Ukuran dan bentuk tambak pemeliharaan
Tambak berbentuk segi empat atau persegi cocok untuk budidaya udang. Sumbu terpanjang dari
tambak harus sejajar dengan arah angin.
Hal ini akan memungkinkan:
adanya gerakan air yang diakibatkan oleh gerakan angin
yang dapat meningkatkan kandungan oksigen terlarut di dalam air dan
mengurangi fluktuasi temperature pada musim panas.
Lebar tambak tergantung pada fungsi dan system pengoperasian yang akan dilakukan. Dibawah ini
ada beberapa ukuran tambak yang disarankan.
> tambak pendederan : 500-1.000 m2
> tambak pembesaran
Intensif : 0,25 – 1,0 ha
Semi-intensif : 0,50 – 2,0 ha
Ekstensif : 1,0 – 10 ha
Kedalaman tambak pemeliharaan paling kurang 1,0 m. kebanyakan tambak tradisional yang
digunakan untuk pemeliharaan udang relative dangkal.
Untuk memenuhi kedalaman yang dibutuhkan, dibuat suatu caren yang memanjang sepanjang
pematang atau di tengah tambak diantara dua pematang yang berlawanan.
Kedalaman caren rata-rata 1 – 1,2 m dan kedalaman plataran antara 30 – 60 cm.
Tambak dengan caren dibagian pinggir dan plataran di tengah memberikan beberapa keuntungan
sebagai berikut:
a. caren merupakan tempat berlindung yang baik pada musim panas
b. Caren berfungsi pula sebagai tempat panen udang.
c. plataran yang dangkal merupakan daerah yang baik bagi pertumbuhan makanan alami.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu pertambakan udang/ikan diantaranya:
1. Dasar tambak harus benar-benar rata,
2. bebas dari pecahan-pecahan batu atau tonggak-tonggak tanaman.
3. Dasar tambak miring (landai) kearah pintu pengeluaran air
4. Ratio kemiringan yang dianjurkan adalah 1 : 500
Metode menyebar
Metode konvensional
Metode modular
Metode tebar ganda
6.2 Pematang
Pematang tidak hanya berfungsi sebagai pembatas untuk menentukan ukuran dan bentuk tambak, tapi
juga berfungsi untuk menahan air di dalam tambak maupun sebagai pelindung dari ancaman banjir.
Sebaiknya dilakukan pengetesan daripada bahan untuk pematang, untuk mengetahui kemampuan
menahan air dan kekompakannya.
Dalam keadaan dimana mutu tanah tidak baik untuk pematang, digunakan bahan lain seperti beton
atau tanah liat sebagai inti dari pematang yang dipasang di dasar pematang.
Disain dan kontruksi pematang harus didasarkan pada prinsip-prinsip dan perhitungan teknik dan
kelayakan ekonomi.
6.2.1. Ketinggian Pematang
Tanah pantai yang digunakan untuk pematang biasanya akan mengalami pengerutan/penyusutan. Oleh
karena itu pematang keliling harus mempunyai kelebihan ketinggian (free board) 0,6 – 0,7 meter di
atas kedalaman air yang dinginkan.
Biasanya kelebihan ketinggian ditentukan berdasarkan data tentang munculnya dan frekuensi
terjadinya bajir selama 5 – 15 tahun pada lokasi budidaya.
Untuk menghitung ketinggian pematang dapat digunakan rumus dibawah ini:
H = (Hw – G) + FB
1 - % penyusutan
Dimana :
H : tinggi pematang yang direncanakan
Hw : pasang tertinggi yang pernah terjadi
G : ketinggian relative dasar tambak terhadap ketinggian rata-rata air laut
FB : kelebihan ketinggian (free board)
% : prosentase penyusutan
Sebagai contoh, misalnya diperlukan tambak yang direncanakan mempunyai elevasi dasar 1,0 meter
di atas ketinggian rata-rata air laut dan pasang tinggi normal adalah 2 meter. Catatan kejadian
sebelumnya menunjukkan bahwa pasang tertinggi yang terjadi setiap 10 tahun adalah 2,8 meter.
Tingkat penyusutan tanah setelah pematang mengalami pemampatan adalah 20%, dan perkiraan
kelebihan ketinggian adalah 0,6 meter.
Maka tinggi pematang adalah:
(2,8 – 1) + 0,6
H = = 3 meter
1 – 20%
6.2.2 Kemiringan
Kemiringan pematang keliling diusahakan pada suatu ratio antara 2 : 1 sampai 3 : 1. Seringkali
kemiringan bagian luar pematang adalah pada rasio antara 2,5 sampai 3,1. Pematang dengan
kemiringan yang curam selalu rawan terhadap erosi dan membutuhkan biaya yang tinggi.
Kemiringan pematang juga sangat tergantung kepada kualitas tanah. Untuk tanah liat yang baik,
kemiringan yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
1 : 2 : apabila tinggi pematang lebih dari 4,26 m dan langsung terkena ombak.
1 : 1 : apabila tinggi pematang kurang dari 4,26 m dan perbedaan pasang surut lebih dari 2 m
2 : 1 : Apabila perbedaan pasang surut adalah 1,0 m atau kurang dan ketinggian pematang kurang
dari 4,26 meter.
Puncak dari pematang yang memisahkan kolam-kolam haruslah 1 – 5 meter.
Akan lebih baik lagi apabila pematang ditanami dengan jenis rumput yang cepat pertumbuhannya
untuk mengurangi erosi.
6.2.3 Saluran Pemasukan dan Pengeringan
Tidak semua sungai tambak udang terletak dekat dengan pantai atau muara sungai. Untuk yang
terletak jauh dari sumber air, perlu dibangun saluran pemasukan dan pengeluaran air.
Tambak udang harus mempunyai saluran yang terpisah untuk pemasukan air dan
pengeringan/pengeluaran air dan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi pada air
yang digunakan.
Kedua saluran tersebut berfungsi juga sebagai pengontrol ketinggian air di tambak/kolam dan sebagai
daerah penyimpanan udang sementara. Adalah penting untuk membuat system saluran air dengan
memanfaatan dan mengambil keuntungan dari saluran air alam yang terdapat di lokasi calon tambak.
Ukuran dari saluran pemasukan dan pengeluaran air dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Q = AV …………...> (1)
Dimana:
Q = volume dari air yang dikeluarkan
A = penampang melintang dari saluran
V = percepatan (velositi) aliran air
Besarnya V dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
V = R2/3 x S 1/2 x 1/n ………………..> (2)
Dimana:
R = kedalaman aliran air
S = kemiringan saluran air
n = koefisien gesekan (kekesatan) ----- ----------- (0,02)
Contoh 1:
Diperkiran bahwa R = 1,25
S = 1/5.000
Maka V = (1,25) 2/3 x (1/5.000) 1/2 X 1/0,02
= 0,82 m/dtk
Contoh 2:
Diperkirakan bahwa luas tambak/kolam 50 ha, dengan kedalaman rata-rata 1,0 m dan dibutuhkan
waktu 10 jam untuk mengeringkan tambak/kolam secara sempurna, maka:
Volume air yang dikeluarkan/detik:
(Q) = 500.000 / 36.000 m3/detik
= 13,89 m3/detik
Dengan rumus Q = AV maka, …………> A = Q / V
A = 13,89 m3 / 0,82 m /detik
= 16,94 m2
Lebar saluran (b) kemudian dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
A = R (b + 2R) ……………..> (3)
Kemiringan kanal adalah 1 : 2, dan R = 1,25
Dengan menggunakan rumus di atas maka:
16,94 = 1,25 (b + 2 x 1,25)
b + 2,5 = 16,94 / 1,25
= 11,02
Dengan demikian maka untuk tambak seluas 50 ha diperlukan lebar dasar saluran air (kanal) 11,0
meter.
Saluran air tambak
6.4 Pintu Pengontrolan Air (tipe pintu air)
Pada waktu mendisain pintu air penting untuk diperhitungkan fluktuasi pasang surut dan gaya
beratnya untuk menjamin adanya control yang efektif terhadap aliran air yang masuk dan keluar
dalam periode waktu tertentu.
Pintu air diklasifikasikan menurut fungsinya yaitu:
pintu utama dan
pintu sekunder
Pintu air utama terletak secara strategis pada bagian keliling tambak dan biasanya terbuat dari
beton/tembok.
Pintu air tersebut merupakan bangunan utama yang berfungsi:
untuk mengontrol jumlah air
untuk didistribusikan ke tambak-tambak udang.
Dengan tidak memperhatikan bahan/material yang digunakan untuk membangun pintu air (misalnya
kayu, beton, ferrocement), bangunan tersebut harus memenuhi kebutuhan sebagai berikut:
a. pintu air harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk memasukan atau mengeluarkan air dalam
jumlah yang diperlukan
b. pintu air harus dibangun pada suatu tempat dimana memungkinkan air dapat dikeluarkan secara
total
c. pintu air harus mempunyai alur yang cukup untuk tempat saringan, papan-papan dan jaring/net
untuk panen
d. pintu air harus terpasang secara kuat pada dasar tambak/kolam dan tersambung secara baik dengan
pematang untuk menghindari kebocoran dan kemungkinan rusak
Standart disain dari pintu air terdiri dari:
sayap buritan
dinding tepi dan
bangunan alas pintu air
Dinding tepi seringkali didisain sesuai dengan kemiringan pematang tanah.
Alur untuk papan biasanya terletak pada bagian dalam dari pintu air.
Ukuran dari pintu air didasarkan atas kebutuhan air untuk tambak/kolam.
Volume air yang masuk dapat dihitung dengan rumus:
Q = CA [2 g (H – h) ] ½ ……………… (4)
Dimana:
Q = kecepatan aliran air (m/detik)
C = penampang melintang dari aliran (dihitung dengan cara mengalikan lebar bukaan pintu air dan
kedalaman air)
A = koefisien penglepasan (0,61)
g = konstanta gravitasi (9,8 m/detik2)
H = permukaan pasang surut di sungai atau laut
h = permukaan air di kanal atau tambak/kolam
Gambar. Pintu air beton/tembok
7. PENYIAPAN TAMBAK/KOLAM
Pada budidaya yang dilakukan di tambak tanah, tanah dasar tambak memegang peran penting dalam
menentukan produksi tambak. Kandungan bahan organic yang tinggi pada tanah yang nentral sering
memberikan produktifitas primer yang lebih tinggi yang kemudian menghasilkan produksi udang
yang tinggi.
Makanan alami merupakan salah satu sumber makanan utama di tambak/kolam. Makanan alami
adalah kaya akan protein, vitamin, mineral dan unsur pertumbuhan yang esensiel yang tidak dapat
dipenuhi oleh makanan buatan yang sederhana.
Produksi udang dapat pula dipengaruhi oleh adanya hewan pemangsa, buruknya kualitas air dan
pengelolaan tambak yang kurang baik.
Oleh karena itu penyiapan tambak adalah merupakan langkah pertama dalam upaya menjamin
produksi tambak yang lebih baik.
Budidaya udang di Asia dapat digolongkan dalam 3 kategori utama:
1. budidaya udang yang seluruhnya tergantung pada makana alami (budidaya ekstensif)
2. budidaya udang yang tergantung baik pada makanan alami maupun makanan tambahan (budidaya
ekstensif yang ditingkatkan dan budidaya semi-intensif)
3. budidaya udang yang seluruhnya tergantung pada makanan buatan (budidaya intensif).
Dengan tidak melihat metode budidaya yang dilakukan, disini perlu selalu disarankan untuk
mempersiapkan tambak agar produktifitas alami selalu tinggi selama periode pemeliharaan.
Pemberian pakan
7.1 Pengambilan Contoh Tanah
Sebelum dilakukan penyiapan tambak, dilakukan pengambilan contoh tanah dari dasar tambak dan
pematang untuk analisa nilai pH dan kandungan bahan organiknya.
Analisa pH tanah dilakukan untuk menentukan kebutuhan kapur. Kegiatan tersebut adalah penting
untuk tambak/kolam yang baru dibangun, dimana adanya tanah asam biasa diketemukan.
Apabila diketahui adanya tanah asam, upaya penanggulangannya dapat dilakukan sewaktu kegiatan
penyiapan tambak. Pengambilan contoh tanah tidak perlu dilakukan pada tambak yang telah
mapan/stabil.
Pengambilan contoh tanah harus dalam keadaan basah atau lembab dengan menggunakan bor tanah
(auger) atau bamboo atau pipa PVC yang dibuat khusus untuk keperluan tersebut. Tanah yang diambil
hanya tanah bagian atas (top soil) yaitu antara 0-15 cm.
7.2. Leaching/Penapisan
Apabila tambak ternyata asam, biasanya dilakukan penapisan. Ini dilakukan dengan pencucian dasar
tambak dengan menggunakan air dari saluran untuk membuang senyawa logam yang tidak
diinginkan, seperti:
alluminium,
besi dan
kelebihan ion sulphur.
7.3 Pengeringan Tambak
Pengeringan tambak dilakukan sebelum kegiatan pemeliharaan dimulai, merupakan cara yang paling
murah untuk membasmi hewan-hewan yang tak diinginkan yang terdapat dalam tambak.
Pengeringan akan menyebabkan terjadinya oksidasi senyawa-senyawa yang berbahaya terutama
sulfide dan memungkinkan terjadinya mineralisasi bahan organic.
Tambak dikeringkan sampai tanah pecah-pecah atau tanah dasar tambak cukup kuat menahan
seseorang berjalan di atasnya dan kaki terbenam tidak lebih dari 5 cm.
Selama proses pengeringan, dikerjakan pula kegiatan-kegiatan lainnya antara lain:
perbaikan pematang dan pintu air,
pembersihan dasar caren,
perataan dasar tambak,
pemasangan saringan atau
rumpon (subtract).
Pemasangan rumpon seperti ranting atau daun kelapa pada dasar tambak adalah sangat penting pada
beberapa minggu pertama awal pemeliharaan, karena yuwana udang mempunyai kebiasaan menempel
pada permukaan rumpon.
Disamping itu rumpon juga mempunyai kegunaan antara lain:
a. menyediakan tambahan areal permukaan untuk beberapa organisme benthos makanan udang
b. sebagai shelter (tempat berlindung) dari sinar matahari langsung
c. mengurangi kematian yuwana udang akibat pemangsaan
7.4 Pembajakan Dasar Tambak
Pembajakan dasar tambak akan meningkatkan kualitas tanah, karena dengan dibajak maka tanah di
bagian bawah (subsoil) akan terangkat dan kontak (menyentuh) atmosfer, sehingga dengan demikian
akan mempercepat proses oksidasi dan terlepasnya unsure hara yang tersimpan di dalam tanah.
7.5 Pengendalian Hewan-hewan yang tidak diinginkan
Jenis-jenis binatang yang tidak dikehendaki yang merupakan hama, penyaing dan pemangsa
(predator) terdiri dari ikan-ikan, udang-udangan/kepiting, moluska, reptile, amphibian, burung dan
binatang menyusui.
7.5.1 Jenis-jenis hewan yang tidak diinginkan di tambak
1. ikan buas (ikan kakap, bandeng, Tilapia) dan
2. ikan penyaing (belanak, gelodok, bandeng)
3. bangsa ketam
4. bangsa siput
5. amphibian (katak-katak dewasa)
6. reptile (ular)
7. burung (bangau)
8. mamalia (linsang/sero)
7.5.2 Metode pengendalian hewan yang tidak diinginkan
a. secara fisik
Cara yang paling efektif adalah pengeringan tambak. Cara lain pemasangan saringan pada pintu
masuk/keluar
Perawatan pematang dan pintu air
Membasmi hewan yang biasa membikin lubang
b. secara kimiawi
Pestisida organic (aquatin, brestan, endrin dsb)
Bahan ini tidak dianjurkan, karena merusak kesuburan tambak dan mematikan seluruh binatang yang
dipelihara
Bahan ekstrak dari tanaman lebih dianjurkan, seperti rotenone yaitu ekstrak akar tuba (Derris sp)
Merupakan racun ikan dan tidak membahayakan udang
Dijual dalam bentuk bubuk dengan kadar