36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah wafatnya Nabi Muhammad, status sebagai Rasulullah tidak dapat digantikan oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al- mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua yaitu sebagai pimpinan kaum Muslim dalam tugas kenegaraan harus segera ada gantinya. Orang-orang inilah yang nantinya disebut sebagai khalifah”, yaitu orang yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum Muslim dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum agama Islam, serta yang selalu menegakkan keadilan, berdiri di atas kebenaran. Sebelum Rasulullah wafat, beliau tidak menunjuk penggantinya dan menyerahkan pada forum musyawarah para sahabat. Hal ini merupakan produk budaya Islam yang mengajarkan bagaimana cara mengendalikan negara dan pemerintahan secara bijaksana dan demokratis. 1 Namun di sisi lain, timbul kerisauan para sahabat untuk menentukan siapa yang pantas menjadi khalifah. Hingga sempat terjadi perdebatan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar, keduanya saling mengklaim bahwa yang pantas menjadi pengganti Nabi Muhammad saw. adalah dari golongan mereka. Namun, akhirnya konflik kecil ini berhasil diselesaikan berdasarkan musyawarah para sahabat, yaitu dengan menunjuk Abu Bakar sebagai khalifah pertama pengganti Rasulullah. Selain Sahabat Abu Bakar, terdapat tiga sahabat Nabi Muhammad yang juga menjabat sebagai khalifah setelahnya. 1 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 35. 1

daulah bani 'abasiyah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lahirnya bani 'abasiyah, perkembangan yang terjadi pada masa abassiyah.

Citation preview

Page 1: daulah bani 'abasiyah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah wafatnya Nabi Muhammad, status sebagai Rasulullah tidak dapat digantikan

oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua yaitu

sebagai pimpinan kaum Muslim dalam tugas kenegaraan harus segera ada gantinya. Orang-

orang inilah yang nantinya disebut sebagai “khalifah”, yaitu orang yang menggantikan Nabi

menjadi kepala kaum Muslim dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan

melestarikan hukum-hukum agama Islam, serta yang selalu menegakkan keadilan, berdiri di

atas kebenaran.

Sebelum Rasulullah wafat, beliau tidak menunjuk penggantinya dan menyerahkan

pada forum musyawarah para sahabat. Hal ini merupakan produk budaya Islam yang

mengajarkan bagaimana cara mengendalikan negara dan pemerintahan secara bijaksana dan

demokratis.1 Namun di sisi lain, timbul kerisauan para sahabat untuk menentukan siapa yang

pantas menjadi khalifah. Hingga sempat terjadi perdebatan antara kaum Muhajirin dan kaum

Anshar, keduanya saling mengklaim bahwa yang pantas menjadi pengganti Nabi Muhammad

saw. adalah dari golongan mereka. Namun, akhirnya konflik kecil ini berhasil diselesaikan

berdasarkan musyawarah para sahabat, yaitu dengan menunjuk Abu Bakar sebagai khalifah

pertama pengganti Rasulullah.

Selain Sahabat Abu Bakar, terdapat tiga sahabat Nabi Muhammad yang juga menjabat

sebagai khalifah setelahnya. Berikut adalah nama ke-empat khalifah tersebut beserta masa

jabatannya :

1. Abu Bakar (11 - 13 H / 632 - 634 M)

2. Umar ibn Khattab (13 - 23 H / 634 – 644 M)

3. Usman ibn Affan (23 - 35 H / 644 - 655 M)

4. Ali bin Abi Thalib (35 - 41 H / 655 - 661 M)

Keempat khalifah tersebut disebut “Khulafa’ ar-Rasyidin”. Menurut bahasa, kata

khulafa’ merupakan bentuk jamak dari kata khalifah ( خليفة ). Dalam Kamus al-Munjid kata

ini biasa diterjemahkan sebagai “pengganti”.2 Sedangkan kata ar-rasyidin atau ar-rasyidun

juga merupakan bentuk jamak dari kata ar-rasyid ( الراشد ), kata ini memiliki arti “yang

mendapat petunjuk”, dan juga “cerdas” serta “bijaksana”. Jadi, pengertian khulafa’ ar-

rasyidin menurut bahasa adalah para pengganti yang mendapatkan petunjuk, sedangkan

1 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 35.2 Luis Ma'luf Yasu'i, Kamus al-Munjid (Bairut: T. P., 1937), hlm. 190.

1

Page 2: daulah bani 'abasiyah

menurut istilah adalah pengganti Nabi Muhammad sebagai pemimpin umat Islam yang

mendapatkan petunjuk dari Allah untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad.

Khalifah merupakan sebuah kedudukan yang sangat agung dan sebuah tanggung

jawab yang begitu besar. Dengan jabatan tersebut, seorang khalifah berkewajiban untuk

mengurusi dan mengatur berbagai urusan kaum muslimin. Mereka yang memegang kendali

pemerintahan Islam selama 30 tahun (11–40 H/632–661 M). Dalam kurung waktu tersebut,

Islam dan peradabannya semakin berkembang pesat. Oleh karena itu, dalam makalah ini

penulis mencoba memaparkan sejarah Islam dan aspek-aspek peradaban pada masa khulafa’’

ar-rasyidin.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Bagaimana sejarah Islam pada masa khulafa’ ar-rasyidin?

2. Apa aspek-aspek peradaban pada masa khulafa’ ar-rasyidin?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah :

1. Menjelaskan sejarah Islam pada masa khulafa’ ar-rasyidin

2. Menjelaskan aspek-aspek peradaban pada masa khulafa’ ar-rasyidin

D. Manfaat

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Bagi penulis, agar mampu memahami sejarah Islam dan aspek-aspek peradaban

pada masa khulafa’ ar-rasyidin

2. Bagi mahasiswa atau pelajar, dapat dijadikan rujukan terkait dengan sejarah Islam

dan aspek-aspek peradaban pada masa khulafa’ ar-rasyidin

3. Bagi masyarakat Islam, dapat menambah wawasan mengenai sejarah Islam dan

aspek-aspek peradaban pada masa khulafa’ ar-rasyidin

2

Page 3: daulah bani 'abasiyah

BAB II

PEMBAHASAN

Meninggalnya Nabi Muhammad telah menggiring Islam menuju babak baru. Umat

Islam tidak lagi dipimpin oleh seorang Nabi, melainkan dipimpin oleh khulafa’ arrasyidin,

yaitu orang-orang yang terpilih sebagai pengganti Nabi untuk menjalankan pemerintahan

Islam serta mengatur berbagai urusan kaum Muslim. Pada masa khulafa’ arrasyidin inilah

peradaban Islam perlahan-lahan mulai memperlihatkan eksistensinya melalui kebijakan-

kebijakan yang dibuat oleh para khalifah demi kemaslahatan, baik untuk sesama Muslim itu

sendiri, maupun kemaslahatan yang berhubungan dengan kaum non Muslim yang bertempat

tinggal di wilayah pemerintahan Islam.

A. Sejarah dan Peradaban Islam pada Masa Kekhalifahan Abu Bakar ra.

Abu Bakar ash-Shiddiq lahir pada tahun 573 M di Mekkah. Nama aslinya sebelum

masuk Islam adalah Abdul Ka’bah ibn Utsman, sedangkan setelah masuk Islam oleh

Rasulullah ia dipanggil Abdullah.3 Setelah masuk Islam, Abu Bakar selalu senantiasa

menemani Rasullullah sejak masuk Islam hingga wafat Rasullullah. Dia behijrah bersama

Rasulullah ke Madinah dan bersama-sama pula bersembunyi di gua Tsur pada malam

permulaan hijrah sebelum melanjutkan perjalanan.4 Abu Bakar selalu terlibat dalam berbagai

peristiwa yang dialami Rasulullah. Dia dikenal sebagai salah seorang pemberani yang selalu

gagah di dalam segala medan perang, dia juga dikenal sebagai sosok yang dermawan dan

menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah.

Ketika Nabi Muhammad wafat, tidak ada pesan siapa yang akan menggantikan  beliau.

Tidak adanya petunjuk yang jelas setelah beliau wafat, membuat kaum Muhajirin sempat

berdebat dengan Kaum Anshar perihal siapa yang lebih pantas untuk menjadi pengganti Nabi

Muhammad. Anshar menginginkan pengganti Rasulullah berasal dari kaum mereka, begitu

pula kaum Muhajirin. Perdebatan ini terjadi di Tsaqifah Banu Sa’idah. Namun ketegangan ini

berakhir ketika Umar ibn Khattab mempelopori pambaiatan Abu Bakar sebagai pengganti

Rasulullah.

Terdapat berbagai macam kesulitan yang dihadapi oleh Khalifah Abu Bakar perihal

akidah yang mulai goyah oleh sebagian kaum Muslim setelah meninggalnya Nabi

3 Muhammad Husain Haekal, Abu Bakar As-Shiddiq (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa, cet. 9, 2009), hlm. 1.4 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1982), hlm. 226.

3

Page 4: daulah bani 'abasiyah

Muhammad. Di waktu Nabi wafat, agama Islam belum mendalam meresapi sanubari

penduduk Jazirah Arab. Di antara mereka ada yang telah menyatakan masuk Islam, tetapi

belum mempelajari agama Islam. Jadi, mereka menyatakan Islamnya tanpa keimanan. Ada

pula yang masuk agama Islam untuk menghindari peperangan melawan kaum Muslim,

karena mereka tidak mengetahui bahwa kaum Muslim berperang adalah semata-mata untuk

membela diri bukan untuk menyerang. Ada pula di antara mereka yang masuk Islam karena

ingin mendapat barang rampasan atau ingin mendapat nama dan kedudukan.5 Setelah Nabi

wafat, sejumlah golongan juga berterus terang mengenai apa yang selama ini tersembunyi

dalam hati mereka, yaitu menolak keimanannya kepada Allah, sehingga banyak sekali orang

yang terang-terangan menyatakan kemurtadan mereka dari agama Islam.

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar juga muncul suku-suku, sehingga Khalifah Abu

Bakar bertindak untuk memberantas suku-suku tersebut. Agama Islam sudah memberantas

sukuisme, karena dalam Islam kaum Muslim hidup dalam satu keluarga besar, yaitu keluarga

Islam. Sukuisme ini pun sudah diberantas oleh Rasulullah, namun dimana ada kesempatan

untuk muncul, maka sukuisme itupun muncul kembali.6 Ada pula golongan yang perlu

diluruskan, golongan ini adalah golongan orang-orang yang salah menafsirkan sejumlah ayat-

ayat al-Quran atau salah memahaminya. Mereka menempuh jalan sesat yaitu jalan yang tidak

ditempuh oleh kaum Muslim terbanyak. Ada pula orang-orang yang tidak mau lagi

membayar zakat, yang oleh mereka dinamakan upeti atau pajak, dan ada pula orang-orang

yang mengaku dirinya sebagai Nabi. Di antara orang-orang yang mengaku dirinya menjadi

nabi yang paling berbahaya adalah Musailimatul Kazzab dari Bani Hanifah di al-Yamamah,

karena ia sudah mengaku menjadi Nabi semenjak Rasulullah masih hidup. Selain itu, ada

pula nabi-nabi palsu lain seperti Al-Aswad al ‘Ansi di Yaman, dan Thulaihah ibnu Khuwailid

dari Bani Asad.

Melihat fakta-fakta tersebut dapat dikatakan bahwa jalan sejarah Tanah Arab sudah

berbalik surut ke belakang, sesudah Nabi berpulang ke rahmatullah. Golongan orang-orang

yang telah disebutkan muncul pada bagian terbesar di Tanah Air. Hanya yang masih tetap

patuh kepada agama Islam adalah penduduk Mekkah, Madinah dan Thaif. Penduduk ketiga

kota ini tetap memenuhi kewajibannya untuk tetap patuh terhadap ajaran-ajaran Islam.7

Di dalam kesulitan yang memuncak inilah terlihat kebesaran jiwa dan ketabahan hati

Abu Bakar. Beliau bersumpah akan memerangi semua golongan yang telah menyeleweng

5 Syalabi, Sejarah, hlm. 228.6 Ibid., hlm. 228-229.7 Ibid., hlm. 229.

4

Page 5: daulah bani 'abasiyah

dari kebenaran, sehingga semuanya kembali kepada kebenaran, atau beliau gugur sebagai

syahid dalam memperjuangkan kemuliaan agama Allah. Khalifah Abu Bakar membuat

strategi jitu untuk melemahkan mereka yang menyimpang dari ajaran Islam, yaitu dengan

membentuk beberapa pasukan perang, yang masing-masing dipimpin oleh seorang pahlawan-

pahlawan Arab yang terkenal, seperti Khalid bin Walid, ‘Amr bin Ash, Ikrimah bin Abi Jahl,

Syurahbil bin Hasanah. Pasukan-pasukan yang dibentuk Abu Bakar inilah yang

menggegerkan tanah Arab dengan keberhasilannya menumpas kaum-kaum yang telah

dianggap menyimpang dari ajaran Islam.

Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu

Bakar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di

Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di

Yordan. Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta

Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke

beberapa daerah di Irak dan Persia. Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai

“pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang beruntun dan membawa

banyak korban.

Selain mengadakan perluasan ke wilayah Syiria dan Persia, Khalifah Abu Bakar juga

meneruskan rencana Rasulullah ketika beliau masih hidup, yaitu memerangi kaum Romawi.

Sebenarnya di kalangan sahabat termasuk Umar bin Khattab banyak yang tidak setuju dengan

kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat      itu  

timbul  gejala  kemunafikan  dan  kemurtadan   yang   merambah  untuk menghancurkan

Islam dari dalam. Akan tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu

Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi Muhammad. Pengiriman

pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang

sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun

negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi di pihak lawan, bahwa

kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, di samping itu

juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern.8

Kebijakan lain yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar adalah mengumpulkan ayat-

ayat al-Qur’an. Sebab dilakukannya kebijakan ini berawal dari terjadinya perang Yamamah

(11 H) yang banyak merenggut nyawa para Qari. Umar bin Khattab ketika itu sangat

khawatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul

kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan al-Qur’an karena dikhawatirkan akan

8 Ibid., hlm. 230.

5

Page 6: daulah bani 'abasiyah

musnah. Akhirnya Abu Bakar menerima pandangan Umar dan setuju untuk membetuk tim

penyusunan al-Qur’an dan memilih Zaid bin Tsabit sebagai kepala tim yang dibantu oleh Ali

bin Abi Thalib. Naskah tersebut terkenal dengan naskah Hafsah yang selanjutnya pada masa

Khalifah Usman membukukan al-Qur’an berdasarkan mashaf itu, kemudian terkenal dengan

Mashaf Usmani yang sampai sekarang masih murni menjadi pegangan kaum Muslim tanpa

ada perubahan atau pemalsuan.9

Pada tanggal 7 Jumadil Akhir 13 H, Abu Bakar jatuh sakit. Ketika penyakitnya

menjadi semakin gawat, beliau memanggil tokoh pemuka Muslim dan meminta saran mereka

untuk penggantinya yang tepat. Pilihan semuanya jatuh ke tangan Umar, sehingga Abu Bakar

menominasikan Umar sebagai penerusnya, dan wafat pada hari Selasa, 22 Jumadil Akhir 13

H (23 Agustus 634 M). Masa kekhalifahannya sekitar dua tahun lebih sedikit, tetapi

pekerjaan yang luar biasa berat telah dilaksanakan dalam waktu yang demikian singkat.

Dengan demikian, tidak salah pemberian gelar istimewa kepada Abu Bakar oleh para

sejarawan: Abu Bakar is the savior of Islam after the Prophet Muhammad (Abu Bakar adalah

penyelamat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat).10

1. Kondisi Sosial Masyarakat

Masa kepemimpinan Abu Bakar terhitung sangat singkat, hanya dua tahun. Masa

sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama yang ditimbulkan

oleh suku-suku bangsa arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah di kota Madinah.

Mereka menganggap, bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad dengan

sendirinya batal setelah Nabi wafat. Oleh karena itu, mereka menentang pemerintahan Abu

Bakar. Dikarenakan sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan

agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut

perang Riddah (perang melawan kemurtadan).11

2. Pola Pendidikan

Dilihat dari sosial masyarakat yang pada saat itu tidak semua berpihak pada

pemerintahan, dengan alasan diatas, Abu Bakar fokus untuk menangani pemberontakan

orang-orang murtad, pengaku nabi dan pembangkan zakat. Hal ini menyebabkan pendidikan

9 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, cet. 5, 2014), hlm. 84.10 Ibid.11 Yatim, Sejarah, hlm. 36.

6

Page 7: daulah bani 'abasiyah

di masa ini tidak banyak mengalami perubahan sejak masa Rasulullah, yaitu berkisar pada

materi pendidikan seputar tauhid, akhlak, ibadah, dan kesehatan.12

1. Pendidikan keimanan (Tauhid) yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib

disembah adalah Allah

2. Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang lain, sopan santun bertetangga,

bergaul dalam masyarakat dan lain sebagainya

3. Pendidikan ibadah, seperti pelaksanaan sholat, puasa dan haji

4. Kesehatan, seperti kebersihan, gerak gerik dalam shalat merupakan didikan untuk

memperkuat jasmani dan rohani.13

Mengenai bentuk lembaga pendidikan pada masa ini, Ahmad Syalabi menegaskan

lembaga untuk belajar membaca dan menulis pada saat itu disebut dengan Kuttab.14

Disamping itu masjid juga berfungsi sebagai tempat belajar, ibadah, dan musyawarah.

Khusus kuttab, merupakan pendidikan yang dibentuk setelah masjid. Selanjutnya Asama

Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang arab pada masa Abu

Bakar. Sedangkan pusat pembelajaran pada masa ini adalah kota Madinah, dan yang

bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasulullah yang terdekat.

3. Manajemen Pemerintahan Abu Bakar

Di masa pemerintahan Khalifah pertama, masih terdapat pertentangan dan

perselisihan antara Negara Islam dan sisa-sisa kabilah Arab yang masih berpegang teguh

pada warisan jahiliyah “tentang memahami agama Islam”. Namun demikian, kegiatan

(proses) pengaturan manajemen pemerintah Khalifah Abu Bakar telah dimulai. Wilayah

Jazirah Arab dibagi menjadi beberapa provinsi, wilayah Hijah terdiri dari 3 provinsi, yakni

Makkah, Madinah dan Thaif. Wilayah Yaman terbagi menjadi 8 provinsi yang terdiri dari

Shan’a, Hadramaut, Haulan, Zabid, Rama’, al-Jund, Najran, Jarsy, kemudian Bahrain dan

wilayah sekitar menjadi satu provinsi. Adapun para gubernur yang menjadi pemimpin di

provinsi tersebut adalah Itab bin Usaid, Amr bin Ash, Utsman bin Abi al-‘Ash, Muhajir bin

12 Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2008), hlm. 45.13 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakkarta: Hidayakarya Agung, 1989), hlm. 18.14 Kuttab berarti menurut bahasa adalah bentuk jama’ dari kata katib yang berarti orang yang menulis. Namun kata ini direduksi menjadi sebuah istilah bagi lembaga pendidikan yang sebenarnya sudah ada sejak sebelum Islam, namun masih terbilang minim. Pada masa awal Islam, Kuttab sebenarnya terbagi menjadi dua, 1)kuttab khusus, yaitu lembaga pendidikan membaca dan menulis, yang berada dirumah para pengajar. 2) kuttab umum, yaitu lembaga pendidikan al-Quran yang berada di masjid-masjid: Abdullah Abdu al-Daim, al-Tarbiyah ‘Abra al-Tarikh Min al-‘Ushur al-Qadimah Ila Awail al-Qarn al-‘Isyrin, (Bairut: Darul al-Ilm Li al-Malayin, cet. 5, 1973), hlm. 146.

7

Page 8: daulah bani 'abasiyah

Abi Umayah, Ziyad bin Ubaidillah al-Anshari, Abu Musa al Asy’ari, Muadz bin Jabal, Ala’

bin al-Hadrami, syarhabi bin Hasanah, Yazid bin Abi Sufyan, Khalid bin walid dan lainnya.

Diantara tugas para gubernur adalah mendirikan shalat, menegakkan peradilan, menarik,

mengelola dan membagikan zakat, melaksanakan had, dan mereka memiliki kekuasaan

pelaksanaan dan peradilan secara simultan.15

B. Sejarah dan Peradaban Islam pada Masa Kekhalifahan Umar ibn Khattab ra.

Umar ibn Khattab nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail keturunan

Abdul Uzza Al-Quraisi dari suku Adi, salah satu suku terpandang mulia. Umar dilahirkan di

Mekkah empat tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ia adalah seorang berbudi

luhur, fasih dan adil serta pemberani.16 Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar yaitu

membuat kedudukannya semakin dihormati di kalangan masyarakat Arab, sehingga kaum

Quraisy memberi gelar ”singa padang pasir”, dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam

berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”.

Peristiwa diangkatnya Umar sebagai khalifah merupakan fenomena yang baru, tetapi

haruslah dicatat bahwa proses peralihan kepemimpinan tetap dalam bentuk musyawarah,

yaitu berupa usulan atau rekomendasi dari Abu Bakar yang diserahkan kepada persetujuan

umat Islam. Setelah mendapat persetujuan dari para sahabat dan baiat dari semua anggota

masyarakat Islam, Umar menjadi Khalifah. Ia juga mendapat gelar Amir Al-Mukminin

(komandan orang-orang beriman).

Di zaman Umar ibn Khattab, gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan dan

da’wah) pertama terjadi yaitu ibu kota Syria Damaskus jatuh pada tahun 635 M dan setahun

kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, maka seluruh daerah

Syria jatuh di bawah kekuasaan dan da’wah Islam. Syria dijadikan sebagai basis, maka

ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan ‘Amr ibn ‘Ash dan ke Irak di bawah

pimpinan Sa’ad ibn Abi al-Waqqas. Iskandaria, ibu kota Mesir ditaklukkan dan jatuh di

bawah kekuasaan Islam pada tahun 641 M. Kemudian al-Qadisiyah sebuah kota dekat Hirah

di Iraq jatuh tahun 637 M dan dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain

jatuh pada tahun itu juga dan pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian,

pada masa khalifah Umar ibn Khattab, wilayah kekuasaan dan da’wah Islam telah meliputi

Jazirah Arabiah, Palestina, Syria, Irak, Persia dan Mesir.17

15 Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 37-38.16 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 98. 17 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Beberapa Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1985), hlm. 58.

8

Page 9: daulah bani 'abasiyah

Pada zaman Umar ibn Khattab, perluasan daerah da’wah terjadi dengan cepat, sehingga

Khalifah Umar ibn Khattab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh

administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur

menjadi delapan wilayah propinsi, yaitu : Mekkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah,

Palestina, dan Mesir. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan

pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan

lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk.

Demikian pula jawatan pekerjaan umum.18 Selain itu, Umar juga mendirikan Bait al-Mal,

menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijriyah.19 Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah,

tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam

hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.

Periode Umar ibn Khattab yang terkenal dengan pembangunan Islam dan perubahan-

perubahan, berlangsung selama sepuluh tahun [13-23 H/634-644 M] dan masa jabatannya

berakhir dengan kematian, karena dibunuh oleh Abu Lu’lu’ah seorang budak dari Persia. Hal

ini dilatarbelakangi oleh pemecatan Umar pada Mughirah ibn Syu’ba sebagai gubernur

Kufah, karena Mughirah telah melakukan pembocoran rahasia negara dan pengkhianatan.20

Untuk menentukan penggantinya, Umar ibn Khattab tidak menempuh jalan yang dilakukan

Abu Bakar. Umar ibn Khattab, menunjuk enam orang sahabat, yaitu Usman ibn Affan, Ali

ibn Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqqas, dan Abdurrahman ibn Auf,

kemudian meminta mereka untuk memilih salah seorang diantaranya untuk menjadi khalifah.

Setelah Umar ibn Khattab wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Usman ibn

Affan sebagai khalifah ketiga, tentu saja melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn

Abi Thalib.21

1. Kondisi Sosial Masyarakat

Pada masa Khalifah Umar ibn Khatthab, terdapat kebijakan yang ditujukan oleh ahli

al-dzimmah, yaitu penduduk yang memeluk agama selain Islam dan berdiam di wilayah

kekuasaan Islam. Al-dzimmah terdiri dari pemeluk Yahudi, Nasrani dan Majusi. Mereka

mendapat perhatian, pelayanan serta perlindungan pada masa Umar. Pada masa Umar sangat

memperhatikan keadaan sekitarnya, seperti kaum fakir, miskin dan anak yatim piatu.

18 Syibli Nu’man, Umar Yang Agung, (Bandung: Pustaka Bandung, 1981), hlm. 264-276 dan 324-418.19 Syibli Nu’man, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I, (Jakarta: Pustaka Alhusna, cet. 5, 1987), hlm.263.20 Karim, Sejarah, hlm. 88.21 Yatim, Sejarah, hlm. 38.

9

Page 10: daulah bani 'abasiyah

Masa pemerintahan Umar bin Khatthab sekitar 10 tahun ini, mengalami perluasan

wilayah kekuasaan, yang mana Madinah sebagai pusat pemerintahan. Dengan meluasnya

wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi

kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki keterampilan dan keahlian, sehingga dalam

hal ini pendidikan sangat diperlukan.

2. Pola Pendidikan

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, pola pendidikan di masa ini mengalami

perkembangan. Khalifah saat itu sering mengadakan penyuluhan (pendidikan) di kota

Madinah. Beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan mengangkat guru dari

sahabat-sahabat untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan. Mereka bukan hanya bertugas

mengajarkan al-Quran, akan tetapi juga di bidang fiqih. Adapun tenaga pengajar sebagian

besar adalah para sahabat yang senior, antara lain Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bin al-

Hasyim (di Bashrah), Abdurrahman bin Ghanam (di Syiria), Hasan bin Abi Jabalah (di

Mesir).22

Adapun mata pelajaran yang diberikan meliputi membaca dan menulis al-Qur’an dan

menghafalkannya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Pada masa ini tuntutan untuk

belajar bahasa Arab juga sudah mulai nampak, orang yang baru masuk Islam dari daerah

yang ditaklukan harus belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa

ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.

Berdasarkan hal di atas, pelaksanaan pendidikan di masa khalifah Umar bin Khattab

juga lebih maju, sebab selama Umar memerintah negara berada dalam keadaan stabil dan

aman. Umar menerapkan masjid sebagai pusat pendidikan, juga membentuk pusat-pusat

pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari ilmu bahasa,

menulis, dan pokok ilmu–ilmu lainnya. Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur

yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos,

kepolisian, baitul mal, dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu

diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari bait al-mal.

3. Manajemen Pemerintahan Umar ibn Khattab

Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab ra. sudah dipraktikkan konsep dasar

hubungan antara negara dan rakyat, pentingnya tugas pegawai pelayanan politik dan menjaga

22 Nizar, Sejarah Pendidikan, hlm. 47.

10

Page 11: daulah bani 'abasiyah

kepentingan rakyat dari otoritas pemimpin. Umar melakukan pemisahan antara kekuasaan

peradilan dengan kekuasaan eksekutif, beliau memilih hakim dalam sistem peradilan yang

independen guna memutuskan persoalan masyarakat. Sistem peradilan ini terpisah dari

kekusaan eksekutif, dan ia bertanggung jawab terhadap khalifah secara langsung.23

Untuk kelancaran dalam hal pemerintahan, Umar membentuk departemen dan

membagi daerah kekuasaan Islam menjadi delapan provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh

wali (selanjutnya pada masa Muawiyah, Dinasti Umayyah kepala daerah tersebut disebut

amir). Setiap provinsi didirikan kantor gubernur. Umar juga membentuk kepala distrik yang

disebut ’amil. Pada masanya, setiap pejabat pemerintahan sebelum diambil sumpah terlebih

dahulu diaudit harta kekayaannya oleh tim yang telah dibentuk oleh Umar.24

4. Kebijakan Ekonomi Umar bin Khattab

Kontribusi Khalifah Umar bin Khattab yang paling besar dalam menjalankan roda

pemerintahan adalah dibuatnya kebijakan-kebijakan ekonomi yang membuat rakyatnya hidup

sejahtera. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh Khalifah Umar antara lain

membentuk baitul maal untuk mengelola keuangan Negara,25 membuat mata uang,

mengeluarkan dekrit bahwa orang Arab termasuk tentara dilarang transaksi jual beli tanah di

luar Arab,26 dan menerapkan pajak perdagangan (bea cukai) yang bernama al-‘Ushur, dengan

ketentuan bagi dzimmi yang berada dalam negeri dikenakan 5%, sedangkan bagi orang Islam

dikenakan 2,5% dari harga barang dagangan. Selain itu, Khalifah Umar juga menetapkan

jizyah27 dan kharaj (pajak tanah). Kharaj berlaku bagi siapapun yang mengolah lahan milik

negara, sebagai bentuk pembayaran sewa atas tanah yang diolah. Umar juga membuat

kebijakan yang terkait dengan al-Maal al-Ghanimah (harta rampasan perang), yaitu harta

rampasan perang yang selama ini dibagikan kepada kepala Negara (20%) dan tentara (80%),

dimasukkannya ke kas negara dan tentara diberi gaji bulanan. 28

23 Abu Sinn, Manajemen, hlm. 38-39.24 Karim, Sejarah, hlm. 86.25 Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasiik hingga Modern (Yogyakarta: LESFI, 2002), hlm. 48.26 Kebijakan yang paling fenomenal adalah kebijakan ekonomi Umar di Sawad (daerah subur). Umar melarang orang Arab termasuk tentara untuk transaksi jual beli tanah di luar Arab. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya mutu tentara Arab menurun, produksi menurun, Negara rugi, serta rakyat yang kehilangan mata pencaharian (sawah), yang akan menyebabkan mereka akan mudah berontak terhadap Negara. Solusi yang diberikan oleh Umar adalah dengan memberi gaji tetap kepada tentara dan pension kepada seluruh sahabat Nabi: Karim, Sejarah, hlm. 86-87.27 Jizyah yaitu pajak bagi dzimmi, karena mereka menikmati perlindungan dari negara Islam, pengganti dari imbalan atas fasilitas ekonomi, sosial dan layanan kesejahteraan yang mereka terima dari pemerintahan Islam juga sebagai jaminan dan keamanan hidup dan harta mereka.28 Karim, Sejarah, hlm. 88.

11

Page 12: daulah bani 'abasiyah

C. Sejarah dan Peradaban Islam pada Masa Kekhalifahan Utsman ibn Affan ra.

Utsman bin Affan dilahirkan pada tahun 576 M pada sebuah keluarga dari suku Quraisy

Bani Umayah. Nenek moyangnya bersatu dengan nasab Nabi Muhammad pada generasi ke-

5. Sebelum masuk Islam ia dipanggil dengan sebutan Abu Amr. Ia begelar Dzunnurain,

karena menikahi dua putri Nabi Muhammad, yaitu Ruqayyah dan Ummi Kalsum.29 Sejak

sebelum Islam, ia adalah seorang pedagang yang kaya raya. Ia bukan saja salah seorang

sahabat terdekat Nabi, melainkan juga salah seorang penulis wahyu dan sekretarisnya.30

Sebagai seorang hartawan, Usman menghabiskan hartanya demi penyebaran dan kehormatan

agama Islam, serta kaum Muslim. Ia selalu berjuang bersama Rasulullah dan berperang pada

setiap peperangan, kecuali Perang Badar, yang itupun atas perintah Nabi untuk menunggui

istrinya, Ruqayyah yang sedang sakit keras.

Setelah peristiwa penikaman Umar ibn Khattab, Umar mempertimbangkan untuk tidak

memilih pengganti sebagaimana dilakukan Abu Bakar. Sebelum khalifah Umar wafat, beliau

sempat berwasiat dan menunjuk tim yang terdiri dari enam orang sahabat terkemuka,

sekaligus telah dijamin Nabi masuk surga, sebagai calon ganti kekhalifaannya. Keenam orang

tersebut adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin

Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqash. Awalnya hasil musyawarah yang

diketuai oleh Abdurrahman bin Auf menunjukkan bahwa suara pada posisi seimbang, antara

Ali dan Usman. Namun keduanya saling mempersilakan untuk menentukan khalifah secara

musyawarah. Hal ini yang membuktikan bahwa Usman dan Ali tidak ambisius menjadi

khalifah.31 Karena Usman lebih tua, Abdurrahman menetapkan Usman bin Affan sebagai

khalifah. Ketetapan itu disetujui oleh anggota tim dengan berbagai pertimbangan yang

matang. Akhirnya, Utsman bin Affan dibaiat sebagai khalifah pada tahun 23 H/644 M.

Pemerintahan Usman ibn Affan berlangsung selama 121 tahun dan selama

pemerintahan Usman dibagi dalam dua periode, yaitu Periode Kemajuan dan Periode

Kemunduran sampai ia terbunuh. Periode I, pemerintahan Usman membawa kemajuan luar

biasa, berkat jasa para panglima yng ahli dan berkualitas, di mana peta Islam sangat luas dan

bendera Islam berkibar dari perbatasan Aljazair di al-Maghrib, di utara sampai ke Aleppo dan

sebagian Asia Kecil, di Timur Laut sampai ke Transoxiana, dan di Timur seluruh Persia,

bahkan sampai di perbatasan Balucistan (wilayah Pakistan sekarang), serta Kabul, dan

Ghazni. Selain itu, ia berhasil membentuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh dan

29 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 86.30 Haekal, Abu Bakar, hlm. 100-102.31 Karim, Sejarah, hlm. 88.

12

Page 13: daulah bani 'abasiyah

menghalau serangan-serangan di Laut Tengah yang dilancarkan oleh tentara Bizantium

dengan kemenangan pertama kali di laut dalam sejarah Islam. Namun periode II

kekuasaannya identik dengan kemunduran, huru-hara dan kekacauan yang luar biasa sampai

ia wafat.32

Pada masa pemerintahan Usman ibn Affan, di kalangan umat Islam mulai terjadi

perpecahan karena soal pemerintahan. Muncul perasaan tidak puas dan kecewa terhadap

sistem pemerintahannya. Kepemimpinan Usman ibn Affan memang sangat berbeda dengan

kepemimpinan Umar ibn Khattab, hal ini mungkin disebabkan umurnya yang lanjut (diangkat

dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut.33 Selain itu, salah satu faktor yang

menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan Usman adalah kebijakannya

mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi, dan yang terpenting diantaranya adalah

Marwan ibn Hakam dan dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan

Usman hanya menyandang gelar khalifah.34

Sebagian ahli sejarah menilai bahwa Usman melakukan nepotisme. Ia mengangkat

sanak saudaranya, dalam jabatan-jabatan strategis yang paling besar dan paling banyak

menyebabkan suku-suku dan kabilah-kabilah lainnya merasakan pahitnya tindakan Usman

itu. Selain itu, tuduhan nepotisme dan menggelapkan uang negara juga diindikasikan pada

saat Usman memberikan al-Khums yang diperoleh atas kemenangan di Laut Tengah secara

cuma-cuma kepada Abdullah, yang masih mempunyai ikatan keluarga dengan Khalifah

Usman. Namun tuduhan bahwa Khalifah Usman telah melakukan KKN ditepis oleh Karim.

Khums merupakan hak khalifah. Demi untuk membakar semangat, maka Khalifah Usman

memberikan bagiannya -al-Khums- kepada Abdullah, karena ia telah memenangkan perang

di laut pertama kali dalam sejarah Islam.35 Dalam bukunya, Karim juga menyatakan bahwa

pengangkatan saudara-saudara Usman itu berangkat dari profesionalisme kinerja mereka di

lapangan, tetapi memang pada masa akhir kepemimpinan Usman, para gubernur yang

diangkat tersebut bertindak sewenang-wenang terutama dalam bidang ekonomi.36

Faktor lanjut usia Usman (wafat dalam usia 82 tahun) dimanfaatkan oleh para kepala

daerah, mereka di luar kontrol Khalifah, sehingga rakyat menganggap hal tersebut sebagai

kegagalan Usman, sampai pada akhirnya Usman mati terbunuh oleh kaum pemberontak37 32 Karim, Sejarah, hlm. 91.33 Yatim, Sejarah, hlm. 38.34 Ahmad Amin, 1987, Islam dari Masa ke Masa (Bandung: CV Rusyda, cet. 1, 1987), hlm. 87.35 Karim, Sejarah, hlm. 97.36 Ibid.,37 Kaum ini merupakan rakyat di luar Arab yang kehilangan mata pencaharian, karena tanah-tanah produktif mereka dikuasai oleh orang Arab. Hal ini karena para amir mengizinkan orang Arab mempunyai tanah di luar Arab: Karim, Sejarah, hlm. 103.

13

Page 14: daulah bani 'abasiyah

yang termakan oleh fitnah politik yang dibuat oleh para oportunis, seperti Yahudi Ibn Saba’.38

Kelemahan lain dari Khalifah Usman mudah tunduk pada tuntutan para pembangkang. Jika

saja ia memanfaatkan tentara Islam yang masih banyak setia kepadanya, tentu propaganda itu

dapat diatasi. Selain itu, terdapat perbedaan antara Abu Bakar dan Umar ibn Khattab dengan

Usman. Abu Bakar dan Umar adalah dari Bani Hasyim, dan Usman dari Bani Umayyah, suku

besar dan populis. Konflik antar suku mulai semasanya dimanfaatkan orang Umayyah yang

oportunis.39

1. Kondisi Sosial Masyarakat

Masa pemerintahan Utsman yang berlangung kurang lebih 11 tahun. Masa Khalifah

Usman dapat dibagi menjadi dua periode. Periode I pemerintahan Usman mengalami

kemajuan, sedangkan pada periode II, stabilitas politik dalam pemerintahan Usman mulai

memanas, hal ini disebabkan terjadinya fitnah di kalangan masyarakat. Salah satunya terdapat

beberapa wilayah yang hendak melepaskan diri dari pemerintahan Usman bin Affan, yang

disebabkan dendam lama sebelum ditaklukkan Islam. Daerah tersebut adalah Khurasan dan

Iskandariah.40 Selain itu ada dua hal yang menyebabkan rasa kebencian kepada khalifah yang

menyebabkan terjadinya pemberontakan, yaitu kelemahan Utsman dan tuduhan nepotisme.

Saif bin Umar mengatakan, bahwa sebab terjadinya pemberontakan beberapa kelompok

menentang pemerintah adalah disebabkan seorang yahudi bernama Abdullah bin Saba’ yang

berpura-pura masuk Islam dan pergi ke daerah Mesir untuk menyebarkan idenya tersebut di

beberapa kalangan masyarakat. Maka mulailah masyarakat mengingkari kepemimpinan

Utsman ibn Affan serta mencelanya.41

2. Pola Pendidikan

Pola pendidikan tidak jauh berbeda dengan pola pendidikan yang diterapkan pada

masa Umar. Hanya saja pada periode ini, para sahabat yang asalnya dilarang untuk keluar

dari kota Madinah kecuali mendapatkan izin dari Khalifah, mereka diperkenankan untuk

38 Sebelum masuk Islam, ia memusuhi Nabi dan Islam. Setelah masuk Islam, ia selalu berusaha mengambil kesempatan untuk memancing ikan di air keruh. Ia muncul sebagai seorang pengikut Ali yang sangat setia dan mengaguminya: Ibid.39 Ibid., hlm. 105.40 Syalabi, Sejarah, hlm. 231.41 Al-Hafidz Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, Penj. Abu Ishan al-Atsari, (Jakarta: Darul Haq, 2002), hlm. 349.

14

Page 15: daulah bani 'abasiyah

keluar dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Dengan kebijakan ini, maka orang

yang menuntut ilmu (para peserta didik) tidak merasa kesulitan untuk belajar ke Madinah.42

Terdapat satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang disumbangkan

untuk umat Islam, dan sangat berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam, yaitu

mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an.43 Penyalinan ini terjadi karena perselisihan dalam

bacaan al-Qur’an. Banyak umat Islam membaca al-Qur’an dengan menggunakan dialek atau

lahjah mereka masing-masing. Untuk menghindari kesalahan dalam membaca al-Qur’an,

maka perlu dibuat standar bacaan al-Qur’an, sehingga Khalifah Usman melakukan

standarisasi bacaan al-Qur’an dengan membuat mushaf yang disebut Mushaf Usmani.

Kemudian salinan lainnya dibuat dan dikirim ke beberapa daerah agar semua bacaan

memiliki standar yang baku.

Bila terjadi pertikaian bacaan, maka harus diambil pedoman kepada dialek suku

Quraisy, sebab al-Qur’an ini diturunkan dengan lisan Quraisy. Tugas mendidik dan mengajar

umat pada masa Utsman bin Affan diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak

mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya

dengan mengharap keridhaan Allah.

3. Manajemen Pemerintahan Utsman ibn Affan

Khalifah Utsman berusaha menjaga dan melestarikan sistem pemerintahaan yang

telah ditetapkan oleh Khalifah Umar. Surat yang dituliskan khalifah Utsman mencerminkan

pelestarian tersebut: “Khalifah Umar telah menentukan beberapa sistem yang tidak hilang

dari kita, bahkan melingkupi kehidupan kita, dan tidak ditemukan seorangpun di antara kalian

yang melakukan perubahaan dan penggantian. Allah yang berhak mengubah dan

menggantinya.”44

Di awal kekhalifahannya, umur Utsman r.a. relatif tua. Akan tetapi, di saat umur

Khalifah melebihi 70 tahun, beliau masih sanggup memberangkatkan pasukan perang. Pada

masanya, Utsman banyak melakukan perbaikan fasilitas, seperti perbaikan jalan, membangun

bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota.

Usman juga membangun jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di

Madinah.45

42 Nizar, Sejarah Pendidikan, hlm. 49.43 Amin, Sejarah Peradaban, hlm. 105.44 Yatim, Sejarah, hlm. 39.45 Ibid.

15

Page 16: daulah bani 'abasiyah

D. Sejarah dan Peradaban Islam pada Masa Kekhalifahan Utsman ibn Affan ra.

Dalam kondisi genting pasca terbunuhnya Utsman ibn Affan, beberapa orang yang

teridentifikasi sebagai pembunuh Khalifah Usman baik secara langsung atau tidak menunjuk

Ali ibn Abi Thalib untuk menjabat sebagai khalifah, pengganti Usman. Semula ia menolak

dan mengusulkan agar mereka memilih dari senior yang lain seperti Thalhah atau Zubair.

Namun akhirnya, dengan permintaan serius dari sahabat-sahabat yang lain, pada hari keenam

pasca terbunuhnya Usman, Ali terpilih menjadi khalifah. Ali ibn Abi Thalib memerintah

hanya enam tahun dan nasibnya sama dengan Khalifah Umar ibn Khattab dan Usman ibn

Affan yaitu mati terbunuh. Selama masa pemerintahannya, Ali menghadapi berbagai

tantangan dan pergolakan, sehingga pada masa pemerintahannya tidak ada masa sedikit pun

yang dapat dikatakan stabil.46

Setelah menduduki jabatan sebagai khalifah, Ali ibn Abi Tahlib, mulai memecat para

gubernur yang diangkat oleh Usman. Ali yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan yang

terjadi karena keteledoran mereka. Selain itu, dia juga menarik kembali tanah yang

dihadiakan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada

negara dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam

sebagaimana pernah diterapkan pada masa Khalifah Umar ibn Khattab.47

Ali ibn Abi Thalib, mendapatkan tantangan dari pihak pendukung Usman Ibn Affan,

terutama Muawiyah, Gubernur Damaskus, dari golongan Thalhah dan Zubair di Mekkah dan

dari kaum Khawarij. Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan

Aisyah. Alasan mereka adalah karena Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman ibn

Affan dan meraka menuntut bela terhadap darah Usman yang telah ditumpahkan secara

zalim. Ali sebenarnya ingin menghindari perang, sehingga Ali mengirimkan surat kepada

Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara

damai. Namun ajakan tersebut ditolak dan pertempuran kedua belah pihak tidak dapat

dihindari. Terjadilah pertempuran yang dahsyat yang disebut dengan “Perang Jamal”

(Perang Berunta) dan Aisyah (istri Nabi) terlibat dalam perang melawan Ali ibn Abi Thalib

dengan menunggang unta. Ali ibn Abi Thalib berhasil mengalahkan lawannya, Zubair dan

Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim

dengan hormat kembali ke Madinah.48 Karena kondisi yang semakin tidak kondusif dan para

46 Ibid.47 Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hlm. 62.

48 Ibid., hlm. 40.

16

Page 17: daulah bani 'abasiyah

pengikut Ali paling banyak berada di Kufah, maka pada Januari 657 M, Ali memindahkan

ibu kota dari Madinah ke Kufah.49

Kebijakan Ali ibn Abi Thalib, juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari

gubernur Damaskus Muawiyah yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang

merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan mereka. Jadi, setelah Ali ibn Abi Thalib, berhasil

memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, kemudian Ali bergerak dari

Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentaranya. Pasukan Ali bertemu dengan

pasukan Muawiyah di Shiffin dan pertempuran tidak dapat dihindari. Pertempuran yang

terjadi di sini antara Ali dengan Mu’awiyah dikenal dengan nama “Perang Shiffin” yang

terjadi pada tanggal 26 Juli 657 M. Pada saat drama Perang Shiffin, terjadi adu taktik dan

kelicikan. Atas usulan Amr ibn Ash, Muawiyah menawarkan perdamaian dengan

mengangkat al-Quran, akhirnya perang berhenti. Peristiwa ini disebut sebagai tahkim

(arbitrase). Akan tetapi, tahkim tersebut ternyata tidak menyelesaikan persoalan, bahkan

menyebabkan timbulnya golongan ketiga yaitu golongan al-Khawarij, yaitu orang-orang

yang keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib yang berbalik menentang Ali dan Mu’awiyah.

Dua tahun kemudian, di Daumatul Jandal bertemu antara pihak Ali dan Muawiyah yang

masing-masing berjumlah 400 orang dan diketuai Abu Musa al-Asy’ari dan Amr ibn Ash.

Akhirnya, tahkim gagal total akibat tipu muslihat dari Amr.50 Maka mulai saat itu, kelompok

Ali banyak yang keluar dan bergabung dengan Khawarij yang sudah lahir sebelumnya.51

Di ujung masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib, umat Islam terpacah menjadi tiga

kekuatan politik, yaitu golongan Mu’awiyah, golongan Syi’ah (pengikut Ali), dan golongan

Khawarij (kumpulan orang-orang yang keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib). Tampaknya

keadaan ini tidak menguntungkan Ali ibn Abi Thalib, sebab pasukannya semakin lemah dan

sementara posisi Muawiyah semakin kuat. Pada perkembangan berikutnya, kelompok

Khawarij banyak melakukan huru-hara dan membuat kacau pemerintahan Ali. Kelompok ini

kemudian dihadapi oleh pasukan Ali di Nahrwain yang melibatkan 65.000 orang. Dalam

49 Karim, Sejarah, hlm. 107.50 Dengan kelicinan siasatnya, Amr berhasil "memanfaatkan" kesalehan dan ketulusan Abu Musa untuk mencapai tujuannya tersebut. Wakil dari dua kubu tersebut, Abu Musa dan Amr bin Ash bersepakat bahwa Ali dan Muawiyah harus melepaskan jabatan masing-masing, setelah itu melakukan pemilihan langsung, siapakah khalifah yang dikehendaki oleh mayoritas. Amr bin Ash meminta Abu Musa untuk terlebih dahulu melucuti jabatan Ali, baru dirinya melucuti jabatan Muawiyah. Tetapi ternyata, setelah Abu Musa melakukannya, Amr bin Ash bukannya melucuti, bahkan menetapkan dan mengukuhkan Muawiyah sebagai khalifah kaum muslimin. Tentu saja Abu Musa tidak berkutik, dan tidak mungkin baginya menjilat kembali perkataannya kepada kaum muslimin, walau dicurangi seperti itu: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2148529/si-jujur-wakil-ali-bin-abi-thalib-dalam-tahkim#sthash.HdDfVM4r.dpuf, dan diakses 13 November 2015, pukul 15.50.51 Karim, Sejarah, hlm. 107-108.

17

Page 18: daulah bani 'abasiyah

peristiwa Nahrwain ini menewaskan 30.000 orang Khawarij. Sebagian besar yang tewas

tersebut adalah dari Bani Tamim di Kufah. Pada akhirnya, emosi kelompok Khawarij tidak

terbendung dan Abdurrahman ibn Muljam membunuh Khalifah Ali pada saat sedang

memasuki masjid untuk shalat, pada 24 Januari 661 M.52

Kedudukan Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan

selama beberapa bulan. Pengangkatan Hasan bin Ali di hadapan orang banyak ternyata tetap

saja tidak mendapat pengangkatan dari Muawiyah bin Abi Sufyan dan para pendukungnya.

Dimana pada saat itu Muawiyyah yang menjabat sebagai gubernur Damaskus juga

menobatkan dirinya sebagai khalifah. Hal ini disebabkan karena Muawiyah sendiri sudah

sejak lama mempunyai ambisi untuk menduduki jabatan tertinggi dalam dunia Islam.

Menghadapi situasi yang demikian kacau dan untuk menyelesaikan persoalan tersebut,

khalifah Hasan bin Ali tidak mempunyai pilihan lain kecuali perundingan dengan pihak

Muawiyah. Akhirnya, Khalifah Hasan menyerahkan kekuasaannya kepada Muawiyah pada

bulan Rabiul Awwal tahun 41 H/661 M. Tahun kesepakatan damai antara Hasan dan

Muawiyah disebut ‘Aam Jama’ah karena kaum Muslim sepakat untuk memilih satu

pemimpin saja, yaitu Muawiyah ibn Abu Sufyan. Dalam perundingan ini, Hasan bin Ali

mengajukan beberapa syarat bahwa dia bersedia menyerahkan kekuasaan pada Muawiyah.

Dengan demikian, berdirilah dinasti baru yaitu Dinasti Bani Umayyah, yang memulai

kekuasaannya dalam sejarah politik Islam, sekaligus menjadi sejarah berakhirnya Khulafa’ur

Rasyidin.

1. Kondisi Sosial Masyarakat

Beberapa hari setelah pembunuhan Usman bin Affan, stabilitas keamanan kota

Madinah menjadi rawan. Gafqy bin Harb memegang keamanan ibukota Islam itu selama

kira-kira lima hari sampai terpilihnya khalifah yang baru. Kemudian Ali bin Abi Thalib

tampil menggantikan Ustman bin Affan, dengan menerima baiat dari sejumlah kaum

Muslim.53

Pada masa pemerintahan Ali yang hanya sekitar enam tahun itu, terjadi kekacauan

politik dan pemberontakan, salah satunya disebabkan kebijakan khalifah yang memecat

gubernur-gubernur yang diangkat oleh khalifah sebelumnya (Utsman bin Affan). Seperti Ibnu

Amir Gubernur Bashrah Ustman bin Hanif, Abdullah Gubernur Mesir diganti Qais bin Sa’ad,

tak terkecuali Muawiyah bin Abi Sufyan Gubernur Damaskus, diminta untuk meletakkan

52 Ibid., hlm. 109.53 Amin, Sejarah Peradaban, hlm. 109.

18

Page 19: daulah bani 'abasiyah

jabatannya, namun menolak dan bahkan tidak mau mengakui kekhalifahan Ali bin Abi

Thalib.54

Selain itu, beliau juga mengeluarkan kebijakan baru dengan menarik hasil tanah yang

sebelumnya telah dihadiahkan oleh Utsman kepada penduduk.55 Tidak lama setelah itu,

terjadi kesalahpahaman antara Ali bin Abi Thalib dengan Aisyah binti Abu Bakar, Thalhah

dan Zubair. Mereka berselisih mengenai penyelesaian kasus pembunuhan Ustman bin Affan.

Hal ini mengakitbatkan pergolakan politik hingga terjadinya peperangan yang dikenal dengan

peran Jamal yang dimenangi dari kubu Ali bin Abi Thalib. Selain itu, pada masa ini terjadi

perang Shiffin, yaitu peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan,

gubernur Damaskus, yang berakhir dengan tahkim. Akibatnya, timbul golongan pembenci Ali

bin Abi Thalib yang dikenal dengan Khawarij.56

2. Pola Pendidikan

Masa enam tahun dengan situasi pemerintahan yang tidak stabil ini, dapat

disimpulkan bahwa pendidikan pada masa ini mendapat hambatan, disebabkan Khalifah

sendiri tidak sempat untuk memikirkannya. Dan itu berarti pola pendidikannya tidak jauh

berbeda dengan masa-masa sebelumnya.57

3. Manajemen Pemerintahan Ali ibn Abi Thalib

Khalifah Ali bin Abi Thalib menjalankan sistem pemerintahan sebagaimana Khalifah

sebelumnya, baik dari segi kepemimpinan ataupun manajemen. Dalam mengangkat seorang

pemimpin, beliau mendelesiasikan wewenang dan kekuasaan atas wilayah yang dipimpinnya.

Seorang memiliki kewenangan penuh untuk mengelola wilayah yang dikuasainya, namun

khalifah tetap melakukan pengawasan terhadap kinerja pemimpin tersebut. Khalifah

senantiasa mengajak pegawainya untuk untuk hidup zuhud, berhemat dan sederhana dalam

kehidupan, begitu juga untuk selalu memperhatikan dan berbelas kasih terhadap kehidupan

rakyatnya. Beliau juga mengajarkan sistem renumirasi. Selain itu, beliau juga konsisten

terhadap kepentingan masyarakat secara umum.58

54 Ibid., hlm. 110.55 Yatim, Sejarah, hlm. 39.56 Sulthan Fatoni, Peradaban Islam; Disain Awal Peradaban, Konsolidasi Teologi Konstruk Pemikiran dan Pencarian Madrasah (Jakarta: eLSAS, cet. 3, 2011), hlm. 31.57 Nizar, Sejarah Pendidikan, hlm. 50.58 Abu Sinn, Manajemen, hlm. 48-49.

19

Page 20: daulah bani 'abasiyah

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Khulafaur rasyidin merupakan sahabat Nabi yang mempunyai kepribadian yang mulia

dengan selalu menjunjung panji agama Islam. Mereka merupakan teladan bagi umat Muslim

dalam bermuamalah dengan Allah dan masyarakat. Perkembangan peradaban Islam pada

masa khulafaurrasyidin mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut ditandai dengan

pembangunan di berbagai bidang, misalnya perluasan wilayah kekuasaan, pertahanan militer,

pembangunan armada angkatan laut, pembentukan lembaga baitul mal, pembangunan sarana

ibadah, pembukuan al qur’an, pengembangan ilmu pengetahuan, dan lain-lain.

Pada masa khulafaur rasyidin, Islam dijadikan sebagai dasar negara. Apa yang

diperintahkan oleh agama diyakini sebagai kebenaran mutlak dan mereka tidak ragu terhadap

ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam menjadi ruh dari pada perjuangan mereka. Berbagai

kebijakan politik yang bermanfaat mereka lakukan dengan asas demokrasi dan kemaslahatan

bersama. Usaha-usaha mereka menjadikan peradaban Islam mulai berkembang pesat dan

disegani sebagai salah satu kekuatan dunia, setelah Romawi dan Persia.

B. Saran

Adapun saran penulis ditujukan kepada:

1. Kepada mahasiswa agar dapat mengetahui lebih dalam tentang sejarah dan peradaban

Islam pada masa pemerintahan khulafaur rasyidin. Harapan penulis agar mahasiswa

atau generasi selanjutnya dapat mengembangkan pembahasan akan hal ini secara lebih

luas dalam suatu jurnal atau karya ilmiah dengan lebih sempurna

2. Kepada masyarakat agar dapat menambah wawasan mengenai sejarah serta aspek-

aspek peradaban Islam pada masa pemerintahan khulafaur rasyidin

20

Page 21: daulah bani 'abasiyah

DAFTAR PUSTAKA

Abdu al-Daim, Abdullah. 1973. al-Tarbiyah ‘Abra al-Tarikh Min al-‘Ushur al-Qadimah Ila Awail al-Qarn al-‘Isyrin, cet. 5. Bairut: Darul al-Ilm Li al-Malayin.

Abdurrahman, Dudung. 2002. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasiik hingga Modern Yogyakarta: LESFI.

Abu Sinn, Ahmad Ibrahim. 1996. Manajemen Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Amin, Ahmad. 1987. Islam dari Masa ke Masa, cet. 1. Bandung: CV Rusyda.

Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.

Fatoni, Sulthan. 2011. Peradaban Islam: Disain Awal Peradaban, Konsolidasi Teologi Konstruk Pemikiran dan Pencarian Madrasah, cet. 3. Jakarta: eLSAS.

Haekal,  Muhammad Husain. 2009. Abu Bakar As-Shiddiq, cet. 9. Jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa.

Hafidz. 2002. Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, (Penj. Abu Ishan al-Atsari). Jakarta: Darul Haq.

Hassan, Hassan Ibrahim. 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang.

Karim, M. Abdul. 2014. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 5. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Beberapa Aspeknya. Jakarta: UI Press.

Nizar, Syamsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media.

Nu’man, Syibli. 1981. Umar Yang Agung. Bandung: Pustaka Bandung.

________. 1987. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I, cet. 5. Jakarta: Pustaka Alhusna.

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Syalabi, Ahmad. 1982. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna.

Yasu'i, Luis Ma'luf. 1937. Kamus al-Munjid. Bairut: T. P.

Yatim, Badri. 1997. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Yunus, Mahmud. 1989. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidayakarya Agung.

http://mozaik.inilah.com/read/detail/2148529/si-jujur-wakil-ali-bin-abi-thalib-dalam-tahkim#sthash.HdDfVM4r.dpuf, diakses 13 November 2015, pukul 15.50.

21

Page 22: daulah bani 'abasiyah

22

Page 23: daulah bani 'abasiyah

https://www.academia.edu/6402078/Islam_Pada_Masa_Kholifah_Abu_Bakar_Ash-

Shiddiq

http://majelispenulis.blogspot.co.id/2011/10/sejarah-peradaban-islam-masa-abu-

bakar.html

http://anwariip28.blogspot.co.id/2014/05/resum-buku-dedi-supriyadi.html

https://agantuger.wordpress.com/2014/02/02/peradaban-islam-pada-masa-khulafaur-

rasyidin/

Dalam Khulafa’ ar-Rasyidin, terdapat tiga cara dalam pengangkatan khalifah, yaitu

pertama dengan keputusan tegas dari khalifah sebelumnya untuk menunjuk atau mengangkat

calon penggantinya, kedua berdasarkan kesepakatan ahlul halli wal ’aqdi (badan

permusyawaratan ulama umat) dan ketiga terjadinya penggulingan kekuasaan.59

dan segala kebijaksanaan mereka tetapkan berdasarkan musyawarah.

59 https://www.academia.edu/9290648/Khulafaur_rasyidin

23