Upload
anitamarchelinaambarita
View
221
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
ASKEP KLIEN DENGAN DENGUE HAEMORARGIC FEVER
(DHF)
Untuk Melengkapi Mata Tugas Keperawatan Anak
Dosen : Mariaty A. Sangkai. S.Pd
Disusun oleh :
KELOMPOK 8
1. Berty Annely
2. Hermanto
3. Mufti M.M
4. Novi Kristina
5. Yulianus R.F
6. Zezen A.S
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAPPALANGKARAYA
TAHUN AJARAN 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Dengue Haemorargic Fever (DHF)” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini penulis sajikan secara sistematis serta dengan bahasa yang
sederhana sehingga lebih mudah dipahami. Adapun makalah ini bersumber dari
berbagai macam informasi, juga dari dunia maya. Dari sumber tersebut penulis
dapat mengembangkannya sehingga menjadi kumpulan informasi yang berguna.
Dalam menulis makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan yang
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat bimbingan dari
berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat dikerjakan dengan baik. Oleh karena
itu, jika seandainya dalam makalah ini terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan
harapan, penulis dengan senang hati menerima masukan, kritikan dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini dilain
kesempatan.
Semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan
penulis semua dan berguna bagi siapapun yang membacanya, amin.
Palangkaraya, November 2012
Penulis,
Kelompok 8
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Manfaat Penulisan 2
1.5 Metode Penulisan 2
Bab 2 Kajian teori
2.1 Definisi 4
2.2 Etiologi 5
2.3 Patofisiologi 5
2.4 Epidemiologi 9
2.5 Patologi 9
2.6 Patogenesis 10
2.7 Klasifikasi DHF 11
2.8 Manifestasi Klinis 12
2.9 Data Laboratorium 13
2.10 Diagnosis dan Diagnosis Banding 14
2.11 Pencegahan 14
2.12 Pengobatan 15
2.13 Prognosis 16
2.2 Demam Berdarah Virus Lain 16
ii
Bab 3 Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian...........…………….………...……….......…………………28
3.2 Diagnosa …………………..……………………………………..28
3.3 Rencana Tindakan Keperawatan…….………...………………………29
3.4 Evaluasi Keperawatan .................................................................34
Bab 4 Penutup
4.1 Kesimpulan .......................................................................................35
4.2 Saran .......................................................................................36
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
DHF (Dengue Haemorragic Fever) pada masyarakat awam sering disebut
dengan demam berdarah.
Menurut para ahli, demam berdarah dengue disebut sebagai penyakit
(terutama sering dijumpai pada anak) yang disebabkan oleh virus. Dengue dengan
gejala utama demam, nyeri otot, dan sendi diikuti dengan gejala pendarahan
spontan seperti : bintik merah pada kulit, mimisan bahkan pada keadaan yang
parah disertai dengan muntah dan BAB berdarah.
DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili
Flaviviridae dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat
serotype yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini
secara klinis mempunyai tingaktan manifestasi yang berbeda, tergantung dari
serotype virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di Negara-negara
Tropis dan Subtropis.
Disetiap Negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang
berbeda, Di Indonesia penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di
Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh Indonesia. Timbulnya penyakit DBD
ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetic, tapi akhir-akhir ini ada
tandasi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini mungkin adanya
factor geografik, selain factor genetic dari hospesnya. Selain itu berdasarkan
macam manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional
seudah berubah. Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang
serius pada Negara tropis dan subtropics.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana Asuhan Keperawatan anak dari Dengue Haemorargic Fever
(DHF) ?
1
2
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak dengan Dengue Haemorargic Fever
(DHF).
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak dengan Dengue
Haemorargic Fever (DHF).
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi penulis :
Sebagai sarana memperluas wawasan Asuhan Keperawatan pada anak
dengan Dengue Haemorargic Fever (DHF)
1.4.2 Bagi Pembaca :
Sebagai sarana mengetahui apa itu Asuhan Keperawatan pada anak dengan
Dengue Haemorargic Fever (DHF)
1.5 Metode Penulisan
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, kami
menggunakan metode observasi dan kepustakaan. Adapun teknik-teknik yang
dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.5.1 Studi Pustaka
Pada metode ini, kami membaca buku referensi yang berhubungan dengan
penulisan makalah ini.
3
1.5.2 Internet
Dalam metode ini kami mencari informasi dari internet dan situs-situs yang
relevan dan realistis.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
1.1 Devinisi
Demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh karena virus
dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
berina. Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan Demam Berdarah Dengue
(DBD). (Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2 A. Aziz Alimul Hidayat.
2006).
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh
nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam
(Brooker, 2001). Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama
pada anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri
otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan
limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan
bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-
bintik perdarahan (ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam berat yang sering
mematikan, disebabkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan
hemostasis dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein. Sekarang
diduga mempunyai dasar imunopatologis. (Nelson Ilmu Kesehatan Anak.
Behrman, Kliegman, Arvin. 1996).
Penyakit dengue adalah penyakit akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (aedes
albopictus dan aedes aegypti). Penyakit ini sebenarnya telah ditemukan di jakarta
pada tahun 1779 oleh Dr. David Baylon dan beliau menamakan penyakit ini
knokkel koorts karena pasiennya mngeluh skit pada sendi-sendi.
Sampai sekarang dikenal ada 4 jenis virus dengue yang dapat
menimbulkan penyakit baik demam dengue maupun demam berdarah. Mengenai
terjadinya demam berdarah dapat dinyatakan sebagai berikut. Setelah virus
dengue memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes tubuh pasien
membentuk kekebalan terhadap penyakit. Jika pasien diserang untuk kedua
kalinya tidak akan mengalami kesulitan, kecuali jika yang menyerang kedua kali
atau lebih tersebut jenis virus yang berbeda, akan menimbulkan reaksi imunologik
dalam tubuh. Reaksi imunologik ini mengakibatkan komplikasi yang ditakuti
ialah perdarahan saluran cerna dan syok. Hal tersebut telah terbukti walaupun
jumlahnya seacara tepat belum dapat dikemukakan tetapi berdasarka kenyataan
sampai sekarang bahwa 1 diantara 3 pasien demam berdarah dengue (DBD)
mengalami komplikasi syok (renjatan). ((Perawatan Anak Sakit. Ngastiyah.
2003).
1.2 Etiologi
Sekurang-kurangnya ada empat tipe virus dengue yang berbeda yang telah
disolasi dari penderita demam berdarah. (Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman,
Kliegman, Arvin. 1996: 1134).
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal
ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang
dunia ke-II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina
tahun 1953 – 1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif
terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 0C.
Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.
1.3 Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-
kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena
kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang
menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya
permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan
serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura
dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan
plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic
dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat.
Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi
trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah.
Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang
fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah
terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan
hebat.
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti
dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-
antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi &
Yuliani, 2001).
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali menyebabkan demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang
biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila
seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan.
Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali,
mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan
menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan
konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi
(Noer, dkk, 1999).
WOC
Resiko tjd perdarahan
Virus Dengue
Viremia
Hiperterm Hepatomegali
AnoreksiaMuntah
Perubahan Nurisi kurang dan kubutuhan
RestiKekurangan
Volume cairan
Kehilangan plasma
Hipovolemia
Resiko syok hipovolemia
Syok
Kematian
Perubahan perfusi jaringan
perifer
DepresiSum-sum
tulang
Manifestasi perdarahan
Permeabilitas kapiler
meningkat
Efusi pleuraAscites
Hemokonsentrat
8
Bagan Terjadinya DHF
DHF/DBD
Viremia
Nyeri Otot petekhieMualSakit kepalaDemam
Trombositopenia Spenomegali Hepato megali Hperemia
Vaskulitis Reaki imunologis
Pemeabilitas vascular meningkat (dinding kapiler)
Kebocoran plasma
Hipovolume
Syok
Hiposia jaringan
DIC Asidosis metabolik
Perdarah masif
Hemokosentrasi (penignkatan HCT > 20%)HipopoteinemiaHiponatremiaEfusi serosa
Peningkatan reabsorbsi air dan Na oleh ginjal dan penurunan eksresi Na urine serta peningkatan osmolalitas
Pembesaran
kelenjar getah
bening
1.4 Epidemiologi
Demam berdaraah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue secara
simultan atau berurutan ditularkan. Demam ini adalah efek endemik di Asia
tropic, diaman suhu panas dab praktek penyimpanan air dirumah menyebabkan
populasi aedes aegypti besar dan permanen. Pada keadaan ini infeksi dengan virus
dengue dari semua tipe sering ada, dan infeksi kedua denga tipe heterolog sering
terjadi. Sesudah umur 1 tahun, hamper semua penderita dengan sindrom syok
dengue mempunyai kenaikan sekunder antibody terhadap virus dengue, yang
menunjukkan infeksi sebelumnya dengan virus yang terkait erat. Wabah tahun
1981 di Kuba, dimana anak dan dewasa terpajan sama, telah menunjukkan bahwa
sindrom permeabilitas vaskuler akut, terjadi hampir selalu pada anak usia 14
tahun dan yang lebih muda. Pada orang dewasa penyakit berat lebih sering
ditandai dengan fenomen perdarahan. Demam berdarah dengue dapat terjadi
selama infeksi dengue primer, paling sering pada bayi yang ibunya imun terhdap
dengue.
Orang asing tidak imun, orang dewasa dan anak-anak yang terpajan
terhadap virus dengue selama wabah demam berdarah menderita dengue klasik
atau bahkan penyakit yang lebih ringan. Perbedaan dalam manisfestasi klinis
infeksi dengue antara orang asli dan orang Asia Tenggara lebih terkait pada status
imunologis daripada kerentana ras. Namun, pada wabah Kuba, angka serangan
demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue rendah pada anak kulit hitam,
mungkin menjelaskan seolah-olah tidak ada sindrom pada daerah endemic Afrika.
(Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman, Kliegman, Arvin. 1996:1134).
1.5 Patologi
Biasanya tidak ada lesi patologis yang ditemukan yang menyebabkan
kematian. Pada keadaan yang jarang, kematian mungkin disebabkan oleh
peradarahan saluran cerna atau perdarahan intracranial. Perdarahan minimal
sampai sedang ditemukan pada saluran cerna atas, dan perdarah perkie lazim pada
sekat interventrikuler jantung, pada pericardium, dan pada permukaan serosa
visera major. Perdarahan setempat kadang-kadang terlihat pada paru-paru, hari,
adrenal dan ruang subarachnoid. Hati biasanya membesar, sering dengan
perubahan lemak. Efusi berbercak kuning, berair dan kadang-kadang berdarah
pada rongga serosa pada sekitar tiga perempat penderita.
Secara mikroskopis, ada edema perivaskuler pada jaringan lunak dan
diapedisis sel darah merah menyebar. Mungkin ada henti maturasi megakarosit
dalam sumsum tulang, dan kenaikkan jumlah megakarosit ditemukan dalam
kapiler paru-paru, dalam glomerulus ginjal, dan dalam sinusoid hati dan limpa.
Virus dengue biasanya tidak ada dalam jaringan pada saat meninggal,
dengan isolasi yang jarang dilaporkan dari hati dan jaringan limfatik, paling sering
pada bayi yang lebih muda dari 1 tahun yang telah mengalami infeksi primer.
(Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman, Kliegman, Arvin. 1996:1134).
1.6 Patogenesis
Patogenesisnya belum dimengerti sercara sempurna; penelitian
epidemiologi member kesan bahwa biasanya disertai dengan infeksi dengue tipe
2, 3, dan 4 sekunder. Ada bukti bahwa antibody non-netralisasi menaikan infeksi
seluler dan membesar keparahan penyakit. Virus dengue memperagakan
pertumbuhan yang diperbesar pada biakan fagosit mononuclear manusia yang
disiapkan dari donor imun dengue atau dalam biakan yang ditambahkan dengan
antibody dengue non-netralisasi. Kera yang terinfeksi berikutnya atau yang
diperkuat. Penelitan retrospektif serum dari ibu manusia yang bayinya mendapat
demam berdarah dengue atau penelitian propesktif pada anak yang sedang
mendapat infeksi demam dengue berikutnya bahwa telah menunjukan sirkulasi
antibody yang memperkuat infeksi pada saat infeksi merupakan factor risiko
terkuat untuk perkembangan penyakit berat.
11
Bahkan kadar rendah antibody netralisasi, apakah dari infeksi hemotif
sebelumnya pada ibu atau infeksi heterotif pada anak melindungi bayi atau anak
dari demam berdarah dengue. Pada awal stadium akut infeksi dengue sekunder,
ada aktivasi cepat system komplemen. Selama syok , kadar C1q, C3, C4, C5-C8
darah, dan proaktivator C3 mengalami depresi, dan kecepatan katabolic C3 naik.
Kogaluasi darah dan system fibrinolitik diaktifkan, dan kadar factor II (factor
hegeman) depresi. Tidak ada mediator spesifik peremeabiltas vaskuler pada
demam berdarah yang telah diidentifikasi. Koagulasi intravaskuler tersebar
ringan, cedera hati, dan trombositopenia dapat menumbulkan perdarahan secara
sinergis. Cedera kapiler memungkinkan cairan, elektrolit, protein, dan pada
beberapa keadaan, sel darah merah bocor ke dalam ruang ekstravaskuler.
Penyebaran internal kembali cairan ini, bersama dengan deficit yang disebabkan
oleh puasa, kehausan, dan muntah, menimbulkan hemokosentrasi, hipovolemia,
kerja jantung bertambah, hipoksia jaringan, asidosis metabolic, dan hiponatremia.
(Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman, Kliegman, Arvin. 1996:1134).
1.7 Klasifikasi DHF
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu:
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
( >120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( £ 120 mmHg ), tekanan darah menurun,
( 120/80).
Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur ( denyut jantung ³ 140x/mnt ) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
1.8 Manisfestasi Klinis
Masa inkubasi demam berdarah dengue diduga merupakan masa inkubasi
demam dengue. Perjalnanannya khas pada anak yang sangat sakit. Fase pertama
yang relative ringan dengan demam mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala,
anoreksia dan batuk disertai sesudah 2-5 hari oleh deteriorasi klinis cepat dan
kollaps. Pada fase kedua ini biasanya penderita menderita ekstremitas dingin,
lembab, badan panas, muka merah, keringat banyak, gelisah, iritabel, dan nyeri
mid-epigastrik. Seringkali ada petekie tersebar pada dahi dan tungkai; ekimosis
spontan mungkin tampak, dan mudah memear serta berdarah pada tempat fungsi
vena adalah lazim. Ruam macular atau makulopapular mungkin muncul, dan
mungkin ada sianosis sekeliling mulat dan perifer. Pernpasan dan sering berat.
Hati mungkin membesar 4-6 cm dibawah tepi kosta dan biasanya keras dan agak
nyeri. Kurang dari 10% penderita menderita ekimosis atau perdarahan saluran
cerna yang nyata, biasanya paska masa syok yang tidak terkoreksi.
Sesudah 24-36 jam masa krisis konvalesen cukup cepat pada anak yang
sembuh. Suhu dapat kembali normal sebelum atau selama fase syok. Beradikardi
dan ekstrasistol ventrikel lazim selama konfalesen. Jarang, ada cidera otak sisa
yang disebabkan oleh syok lama atau kadang-kadang karena perdarahan
instrakranial. Strain virus dengue tiga yang berisirkulasi di daerah utama Asia
Tenggara sejak tahun 1983 disertai dengan terutama sindrom klinis berat, yang
ditandai oleh ensefalopati, hipoglikemia, kenaikan enzim mati yang mencolok
kadang-kadang ikterus.
Berbeda dengan pola yang sangat khas pada anak yang sakit berat infeksi dengue
sekunder relative ringan pada sebagian besar keadaan, berkisar dari infeksi yang
tidak jelas sampai penyakit saluran pernapasan atau yang tidak terdiferensiasi atau
penyakit seperti dengue sampai penyakit yang hamper serupa dengan penyakit
yang diuraikan sebelumnya tetapi tanpa syok yang jelas. (Nelson Ilmu Kesehatan
Anak. Behrman, Kliegman, Arvin. 1996:1135).
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari (tanpa sebab
jelas).
2. Manifestasi perdarahan paling tidak terdapat uji torniket positif dan adanya
salah satu bentuk perdarahan yang lain misalnya petekia, ekimosis, epitaksis,
perdarahan guis, melenadan hematemesis.
3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit).
4. Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, serta tekanan nadi yang menurun
(menjadi 20 mmHg atau kuarang), disertai kulit yang diraba dingin dan
lembab pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul
sianosis sekitar mulut. (Perawatan Anak Sakit, Ngastiyah:2003)
1.9 Data Laboratorium
Kelainan hematologis yang paling sering selama syok klinis adalah
kenaikan hematokrit 20% atau lebih besar melebihi nilai hematokrit
penyembuhan, trombosittopenia, leokosittosis ringan jarang (1000/mm3)2, waktu
perdarahan memanjang, dan kadar protrombin menurun sedang (jarang kurang
dari 40%). Kadar fibrinogen mungkin subnormal dan produk-produk pecahan
fibrin naik.
Kelainan lain adalah kenaikan sedang kadar transamina serum, konsumsi
komplemen, asidosis metabolic ringan dengan hiponatremia, dan kadang-kadang
hipokloremia, sedikit kenaikan utea nitrogen serum, dan hipoalbuminemia.
Roentgenogram dada menunjukan efusi pleura pada hamper semua penderita.
(Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman, Kliegman, Arvin. 1996:1135)
1.10 Diagnosis Dan Diagnosis Banding
Di daerah endemic demam berdarah harus dicurgai pada anak dengan
demam yang menunjukan uji tourniquet positif, hemokonsebntrasi, dan
trombositpeni. Ini mungkin disertai oleh syok dan pada beberapa keadaan leh
manisfestasi perdarahan. Munculnya efusi pleura dengan adanya dengue baru
adalah patognomosis. Karena banyak penyakit ricktesia, meningkoksemia, dan
penyakit berat lain yang disebabkan oleh berbagai agen dapat menghasilkan
gambaran klinisi yang serupa, diagnosis etiologi harus dibuat bila hanya bukti
epidemiologis atau serologis member kesan kemungkinan demam dengue.
Manisfestasi perdarahan telah diuraikan pada penyakit virus lain atau penyakit
yang diduga dari virus, termasuk demam berdarah yang secara klinis tidak dapat
dibedakan.
Pada infeksi dengue primer dan sekunder, ada kemunculan antibody IgM
antidengue yang relative sementara. Amtibody ini menghilang pada 6-12 minggu
dan dapat digunakan untuk menentukan saat infeksi dengue. Pada infeksi dengue
sekunder, kebanyakan antibody adalah dari kelas IgG. Uji hemagluinasi inhibisi
(HI) menunjukan kenaikan titer cepat atau tetap tinggi (1:640 atau lebih besar)
pada sepasang serum. (Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman, Kliegman, Arvin.
1996:1135).
1.11 Pencegahan
Kemungkinan ada bahwa vaksinasi dengue dapat mensensitisasi resipen
sehingga tejadi infeksi dengue yang dapat menyebakan demam berdarah.
Vaksinasi dengan demam kuning strain 17D tidak mempunyai pengaruh pada
keparahan penyakit dengue, walaupun angka serokonversi pada vaksin dengue 2
diperbesar pada orang-orang yang imun demam kuning. (Nelson Ilmu Kesehatan
Anak. Behrman, Kliegman, Arvin. 1996:1135).
1.12 Pengobatan
Manajemen memerlukan evaluasi segera tanda-tanda dan tingkat
hemokonsentrasi, dehidrasi, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pemantauan dekat
adalah sangat penting selama sekurang-kurangnya 48 jam karena syok dapat
terjadi atau kumat dengan cepat pada awal penyakit. Penderita dengan sianosis
atau mengalami nafas berat harus diberi oksigen. Penggantian cepat cairan
elektrolit intravena sering dan mempertahankan penderita sampai terjadi
penyembuhan secara spontan. Bila kenaikan hemotokrit menetap sesudah
pemberian cairan, pemberian plasma atau preparat koloid plasma terindikasi.
Harus hati-hati agar tidak terjadi overhuidrasi, yang mungkin turut menyebabkan
gagal jantung. Transfuse darah segar atau suspensi trombosit dalam plasma
mungkin diperlukan untuk mengendalikan perdarahan; transfusi ini tidak boleh
diberikan selama hemokonsentrasi tetapi hanya sesudah evaluasi harga
hemoglobin atau hematokrit. Salsilat terkontraindikasi karena pengaruhnya pada
koagulasi darah.
Paraldehid atau kloralhidrat mungkin diperlukan untuk anak yang sangat
gelisah. Penggunaan pressor amin, agen penyekat α-adrenergik, dan aldosteron
tidak menyebabkan penurunan mortabiltas yang bermakna dibanding dengan yang
diamati pada terapi pendukung sederhana. Steroid tidak memperpendek lamanya
penyakit atau memperbaiki prognosis pada anak yang mendapat terapi pendukung
(supportive) yang teliti.
Hipervolemia selama fase reabsorbsi cairan dapat membahayakan jiwa dan
ditunjukkan oleh turunnya hematokrit dengan tekanan nadi yang lebar. Diuretic
dan digitalisasi mungkin diperlukan. (Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman,
Kliegman, Arvin. 1996:1135).
BAB 3
PEMBAHASAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian anak dengan DHF ditemukan adanya peningkatan suhu
yang mendadak disertai mengigil, adanya perdarahan kulit seperti petekhie,
ekimosis, hematom, epistaksis, hematemesis bahkan hematemesis melena. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri otot, sakit kepala, nyeri ulu hati,
pembengkakan sekitar mata. Dan pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan
adanya trombositopenia, hemokosentrasi. Pada DHF apabila ditemukan gejala
klinis seperti perdarahan spontan dengan uji tourniquet positif, trombositopenia,
hemokosentrasi maka termasuk DHF derajat ringan (I). Apabila disertai dengan
perdarahan spontan pada kulit atau tempat alin termasuk derajat sedang (II);
apabila terjadi kegagalan seperti nadi cepat atau lemah, tekanan darah rendah,
gelisah, adanya sianosis termasuk derajat berat (III); dan apabila kegagalan
sirkulasi dan nadi tidak teraba da tekanan darah tak teratur maka termasuk derajat
sangat berat (IV).
2. Diagnosa Masalah Keperawatan
Diagnosa atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan DHF
adalah sebagai berkut:
2.1 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2.2 Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya ciran intravaskuler ke
ekstravaskuler.
2.3 Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
2.4 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu
makan yang menurun.
2.5 Resiko terjadi perdarahan berhubungan dnegan penurunan factor-faktor
pembekuan darah ( trombositopeni ).
2.6 Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi anak
2.7 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya informasi
3. Rencanan Tindakan Keperawatan
3.1 Hipertermia
Terjadi hipertermia pada anak dengan DHF ini disebabakan oleh adanya
viremia. Tujuan dari rencana keperawatannya adalah menurunkan suhu tubuh
serta mempertahankannya dalam kondisi yang normal 360-370 C.
Tindakan
1. Monitorlah perubahan suhu tubuh, nadi, pernafasan, serta tekanan darah tiap 3
jam sekali atau lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
2. Berikan kompres dingin pada daerah aksila dan lipatan paha.
Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi
3. Gunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat untuk membantu
penguapan.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap
keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
4. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian antipiretik dan
antibiotik sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh
yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien.
5. Libatkan keluarga dan ajarilah cara melakukan kompres yang benar serta
evaluasi perubahan suhu.
6. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai
toleransi).
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
3.2 Kurang Volume Cairan
Kurang volume cairan pada anak dengan DHF ini dapat disebabkan oleh
adanya perpindahan cairan intra vascular ke ekstravaskular akibat peningkatan
permeailitas kapiler dan untuk itu tujuan rencana keperawatannya adalah
mengatasi kurangnya caira serta mempertahankan asupandan keluarannya. Resiko
defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler. Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan. Kriteria : Input dan
output seimbang. Vital sign dalam batas normal. Tidak ada tanda presyok. Akral
hangat. Capilarry refill < 3 detik.
Tindakan;
1. Monitorlah tanda vital, keadaan umum, tanda-tanda syok, asupan dan
keluaran. Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih serin
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
2. Berikan cairan intravena dan pertahankan tetesan sesuai dengan ketentuan.
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah
terjadinya hipovolemic syok.
3. Anjurkan anak untuk banyak minum.
Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral.
4. Kaji perubahan produksi urine (produksi urine <25 ml/jam atau 600ml/hari).
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga
dehidrasi.
5. Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer.
3.3 Risiko Terjadi Komplikasi (Syok/Pendarahan)
Pada anak DHF ini dapat terjadi syok hipovolemik atau perdarahan yang
dapat disebabkan oleh trombositopenia. Tujuan dari rencana keperawatannya
adalah mencegah terjadinya perdarahan, peningkatan trombosit. Resiko Syok
hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler. Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemi. Kriteria :
Tanda Vital dalam batas normal.
Tindakan:
1. Monitorlah penurunan jumlah trombosit, Hb, Ht.
2. Anjurkan anak untuk istirahat.
3. Gunakan sikat gigi lunak, peliharalah kebersihan mulut.
4. Monitor tanda adanya perdarahan.
5. Apabila terjadi perdarahan kolaborasi dalam pemberian obat dan transfusi.
6. Berikan antibiotic sesuai dengan ketentuan.
7. Pertahankan kebutuhan cairan tubuh.
3.4 Kurang Nutrisi (Kurang dari kebutuhan)
Gangguan kebutuhan nutrisi yang terjadi pada anak dengan DHF ini dapat
disebabkan oleh menurunnya nafsu makan, adanya mual, dan sakit dalam
menelan. Tujuan dari rencana tindakan keperawatan ini adalah terpenuhinya
kebutuhan nutrisi. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun.
Tindakan:
1. Monitorlah adanya perubahan berat badan, mual, muntah.
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
2. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur dan hidangkan dalam
keadaan hangat.
3. Berikan porsi makan sedikit dan sering hingga terpenuhi jumlah asupan.
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
4. Berikan obat anti emesis sesuai dangan program/ketentuan bila perlu.
5. Berikan alternative nutrisi yang dapat meningkatkan kadar trombosit.
3.5 Terjadi Perdarahan
Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor
pembekuan darah ( trombositopeni ). Tujuan : Tidak terjadi perdarahan. Kriteria :
TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat. Tidak ada tanda
perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
Tindakan :
1. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh
darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti
epistaksis, ptike.
2. Monitor trombosit setiap hari.
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat
kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami
pasien.
3. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
33
4. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada
tanda perdarahan spt : hematemesis, melena, epistaksis
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan
dini bila terjadi perdarahan.
5. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara
kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
3.6 Kecemasan orangtua
Kecemasan orangtua berhubungan dengan kondisi anak. Tujuan : ansietas
berkurang/terkontrol. Kriteria : klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan
secara fisik, tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
Tindakan :
1. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : memudahkan intervensi.
2. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di
masa lalu.
Rasional : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan
kemampuan mengontrol ansietas.
3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk
mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
4. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan
untuk mengurangi kecemasan.
5. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari
meskipun dalam keadaan cemas.
34
Rasional : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu
mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang
dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.
6. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
7. Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga
menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis
Rasional : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
8. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
Rasional : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
4. Evaluasi
4.1 Suhu tubuh normal
4.2 Tidak terjadi devisit voume cairan
4.3 Tidak terjadi syok hipovolemik
4.4 Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
4.5 Tidak terjadi perdarahan
4.6 Orang tua memahami tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh karena virus
dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
berina. Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan Demam Berdara Dengue
(DBD).
Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam berat yang sering
mematikan, disebebkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan
hemostasis dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein. Sekarang
diduga mempunyai dasar imunopatologis.
Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vector
dari DHF adalah nyamuk Aedes a, maka ada beberapa hal yang sebaiknya
dilaksanakan untuk memutuskan rantai penyakit:
1. Tanpa insektisida:
a. Menguras bak mandi, tempayan, drum, dll minimal seminggu sekali.
b. Menutup penampungan air rapat-rapat.
c. Membersihkan pekarangan dari kaleng bekas, botol bekas yang
memungkinkan nyamuk bersarang.
2. Dengan insektisida:
a. Melathion untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan
fogging/pengasapan.
b. Abate untuk membunuh jentik nyamuk dengan cara ditabur pada bejana-
bejana tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG 1%
per 10 liter air.
4.2 Saran
Seorang mahasiswa dan mahasiswi keperawatan hendaknya dapat
mengetahui dan mengerti tentang Asuhan Keperawatan pada anak dengan Dengue
Haemorargic Fever (DHF) agar dapat memberikan pelayanan keperawatan dengan
baik guna melakukan proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan
mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak jilid.2. Salemba
Medika : Jakarta.
Ngastiyah. 2003. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Noer, Sjaifoellah dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.
Behrman dkk. 1996. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15 Vol.2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.