39
ASKEP KLIEN DENGAN DENGUE HAEMORARGIC FEVER (DHF) Untuk Melengkapi Mata Tugas Keperawatan Anak Dosen : Mariaty A. Sangkai. S.Pd Disusun oleh : KELOMPOK 8 1. Berty Annely 2. Hermanto 3. Mufti M.M 4. Novi Kristina 5. Yulianus R.F 6. Zezen A.S

DBD

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DBD

ASKEP KLIEN DENGAN DENGUE HAEMORARGIC FEVER

(DHF)

Untuk Melengkapi Mata Tugas Keperawatan Anak

Dosen : Mariaty A. Sangkai. S.Pd

Disusun oleh :

KELOMPOK 8

1. Berty Annely

2. Hermanto

3. Mufti M.M

4. Novi Kristina

5. Yulianus R.F

6. Zezen A.S

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAPPALANGKARAYA

TAHUN AJARAN 2012/2013

Page 2: DBD

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “Dengue Haemorargic Fever (DHF)” ini tepat pada waktunya.

Makalah ini penulis sajikan secara sistematis serta dengan bahasa yang

sederhana sehingga lebih mudah dipahami. Adapun makalah ini bersumber dari

berbagai macam informasi, juga dari dunia maya. Dari sumber tersebut penulis

dapat mengembangkannya sehingga menjadi kumpulan informasi yang berguna.

Dalam menulis makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan yang

disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat bimbingan dari

berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat dikerjakan dengan baik. Oleh karena

itu, jika seandainya dalam makalah ini terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan

harapan, penulis dengan senang hati menerima masukan, kritikan dan saran dari

pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini dilain

kesempatan.

Semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan

penulis semua dan berguna bagi siapapun yang membacanya, amin.

Palangkaraya, November 2012

Penulis,

Kelompok 8

i

Page 3: DBD

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan Penulisan 2

1.4 Manfaat Penulisan 2

1.5 Metode Penulisan 2

Bab 2 Kajian teori

2.1 Definisi 4

2.2 Etiologi 5

2.3 Patofisiologi 5

2.4 Epidemiologi 9

2.5 Patologi 9

2.6 Patogenesis 10

2.7 Klasifikasi DHF 11

2.8 Manifestasi Klinis 12

2.9 Data Laboratorium 13

2.10 Diagnosis dan Diagnosis Banding 14

2.11 Pencegahan 14

2.12 Pengobatan 15

2.13 Prognosis 16

2.2 Demam Berdarah Virus Lain 16

ii

Page 4: DBD

Bab 3 Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian...........…………….………...……….......…………………28

3.2 Diagnosa …………………..……………………………………..28

3.3 Rencana Tindakan Keperawatan…….………...………………………29

3.4 Evaluasi Keperawatan .................................................................34

Bab 4 Penutup

4.1 Kesimpulan .......................................................................................35

4.2 Saran .......................................................................................36

Daftar Pustaka

Page 5: DBD

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

DHF (Dengue Haemorragic Fever) pada masyarakat awam sering disebut

dengan demam berdarah.

Menurut para ahli, demam berdarah dengue disebut sebagai penyakit

(terutama sering dijumpai pada anak) yang disebabkan oleh virus. Dengue dengan

gejala utama demam, nyeri otot, dan sendi diikuti dengan gejala pendarahan

spontan seperti : bintik merah pada kulit, mimisan bahkan pada keadaan yang

parah disertai dengan muntah dan BAB berdarah.

DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili

Flaviviridae dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat

serotype yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini

secara klinis mempunyai tingaktan manifestasi yang berbeda, tergantung dari

serotype virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di Negara-negara

Tropis dan Subtropis.

Disetiap Negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang

berbeda, Di Indonesia penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di

Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh Indonesia. Timbulnya penyakit DBD

ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetic, tapi akhir-akhir ini ada

tandasi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini mungkin adanya

factor geografik, selain factor genetic dari hospesnya. Selain itu berdasarkan

macam manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional

seudah berubah. Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang

serius pada Negara tropis dan subtropics.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Bagaimana Asuhan Keperawatan anak dari Dengue Haemorargic Fever

(DHF) ?

1

Page 6: DBD

2

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak dengan Dengue Haemorargic Fever

(DHF).

1.3.2  Tujuan Khusus

1.3.2.1  Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak dengan Dengue

Haemorargic Fever (DHF).

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1  Bagi penulis :

Sebagai sarana memperluas wawasan Asuhan Keperawatan pada anak

dengan Dengue Haemorargic Fever (DHF)

1.4.2   Bagi Pembaca :

Sebagai sarana mengetahui apa itu Asuhan Keperawatan pada anak dengan

Dengue Haemorargic Fever (DHF)

1.5 Metode Penulisan

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, kami

menggunakan metode observasi dan kepustakaan. Adapun teknik-teknik yang

dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.5.1 Studi Pustaka

Pada metode ini, kami membaca buku referensi yang berhubungan dengan

penulisan makalah ini.

Page 7: DBD

3

1.5.2 Internet

Dalam metode ini kami mencari informasi dari internet dan situs-situs yang

relevan dan realistis.

Page 8: DBD

BAB 2

TINJAUAN TEORI

1.1 Devinisi

Demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh karena virus

dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti

berina. Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan Demam Berdarah Dengue

(DBD). (Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2 A. Aziz Alimul Hidayat.

2006).

Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh

nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam

(Brooker, 2001). Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama

pada anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri

otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan

limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan

bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-

bintik perdarahan (ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).

Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam berat yang sering

mematikan, disebabkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan

hemostasis dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein. Sekarang

diduga mempunyai dasar imunopatologis. (Nelson Ilmu Kesehatan Anak.

Behrman, Kliegman, Arvin. 1996).

Penyakit dengue adalah penyakit akut yang disebabkan oleh arbovirus

(arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (aedes

albopictus dan aedes aegypti). Penyakit ini sebenarnya telah ditemukan di jakarta

pada tahun 1779 oleh Dr. David Baylon dan beliau menamakan penyakit ini

knokkel koorts karena pasiennya mngeluh skit pada sendi-sendi.

Sampai sekarang dikenal ada 4 jenis virus dengue yang dapat

menimbulkan penyakit baik demam dengue maupun demam berdarah. Mengenai

Page 9: DBD

terjadinya demam berdarah dapat dinyatakan sebagai berikut. Setelah virus

dengue memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes tubuh pasien

membentuk kekebalan terhadap penyakit. Jika pasien diserang untuk kedua

kalinya tidak akan mengalami kesulitan, kecuali jika yang menyerang kedua kali

atau lebih tersebut jenis virus yang berbeda, akan menimbulkan reaksi imunologik

dalam tubuh. Reaksi imunologik ini mengakibatkan komplikasi yang ditakuti

ialah perdarahan saluran cerna dan syok. Hal tersebut telah terbukti walaupun

jumlahnya seacara tepat belum dapat dikemukakan tetapi berdasarka kenyataan

sampai sekarang bahwa 1 diantara 3 pasien demam berdarah dengue (DBD)

mengalami komplikasi syok (renjatan). ((Perawatan Anak Sakit. Ngastiyah.

2003).

1.2 Etiologi

Sekurang-kurangnya ada empat tipe virus dengue yang berbeda yang telah

disolasi dari penderita demam berdarah. (Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman,

Kliegman, Arvin. 1996: 1134).

Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal

ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang

dunia ke-II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina

tahun 1953 – 1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif

terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 0C.

Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.

1.3 Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami

keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,

pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang

mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-

kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena

kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang

menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya

permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan

Page 10: DBD

serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan

intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi,

hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan

ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura

dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan

plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic

dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat.

Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi

trombosit dan kelainan fungsi trombosit.

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses

imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah.

Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang

fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah

terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan

hebat.

Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti

dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-

antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi &

Yuliani, 2001).

Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi

pertama kali menyebabkan demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang

biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila

seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan.

Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali,

mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan

menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan

Page 11: DBD

konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi

(Noer, dkk, 1999).

WOC

Resiko tjd perdarahan

Virus Dengue

Viremia

Hiperterm Hepatomegali

AnoreksiaMuntah

Perubahan Nurisi kurang dan kubutuhan

RestiKekurangan

Volume cairan

Kehilangan plasma

Hipovolemia

Resiko syok hipovolemia

Syok

Kematian

Perubahan perfusi jaringan

perifer

DepresiSum-sum

tulang

Manifestasi perdarahan

Permeabilitas kapiler

meningkat

Efusi pleuraAscites

Hemokonsentrat

Page 12: DBD

8

Bagan Terjadinya DHF

DHF/DBD

Viremia

Nyeri Otot petekhieMualSakit kepalaDemam

Trombositopenia Spenomegali Hepato megali Hperemia

Vaskulitis Reaki imunologis

Pemeabilitas vascular meningkat (dinding kapiler)

Kebocoran plasma

Hipovolume

Syok

Hiposia jaringan

DIC Asidosis metabolik

Perdarah masif

Hemokosentrasi (penignkatan HCT > 20%)HipopoteinemiaHiponatremiaEfusi serosa

Peningkatan reabsorbsi air dan Na oleh ginjal dan penurunan eksresi Na urine serta peningkatan osmolalitas

Pembesaran

kelenjar getah

bening

Page 13: DBD

1.4 Epidemiologi

Demam berdaraah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue secara

simultan atau berurutan ditularkan. Demam ini adalah efek endemik di Asia

tropic, diaman suhu panas dab praktek penyimpanan air dirumah menyebabkan

populasi aedes aegypti besar dan permanen. Pada keadaan ini infeksi dengan virus

dengue dari semua tipe sering ada, dan infeksi kedua denga tipe heterolog sering

terjadi. Sesudah umur 1 tahun, hamper semua penderita dengan sindrom syok

dengue mempunyai kenaikan sekunder antibody terhadap virus dengue, yang

menunjukkan infeksi sebelumnya dengan virus yang terkait erat. Wabah tahun

1981 di Kuba, dimana anak dan dewasa terpajan sama, telah menunjukkan bahwa

sindrom permeabilitas vaskuler akut, terjadi hampir selalu pada anak usia 14

tahun dan yang lebih muda. Pada orang dewasa penyakit berat lebih sering

ditandai dengan fenomen perdarahan. Demam berdarah dengue dapat terjadi

selama infeksi dengue primer, paling sering pada bayi yang ibunya imun terhdap

dengue.

Orang asing tidak imun, orang dewasa dan anak-anak yang terpajan

terhadap virus dengue selama wabah demam berdarah menderita dengue klasik

atau bahkan penyakit yang lebih ringan. Perbedaan dalam manisfestasi klinis

infeksi dengue antara orang asli dan orang Asia Tenggara lebih terkait pada status

imunologis daripada kerentana ras. Namun, pada wabah Kuba, angka serangan

demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue rendah pada anak kulit hitam,

mungkin menjelaskan seolah-olah tidak ada sindrom pada daerah endemic Afrika.

(Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman, Kliegman, Arvin. 1996:1134).

1.5 Patologi

Biasanya tidak ada lesi patologis yang ditemukan yang menyebabkan

kematian. Pada keadaan yang jarang, kematian mungkin disebabkan oleh

peradarahan saluran cerna atau perdarahan intracranial. Perdarahan minimal

sampai sedang ditemukan pada saluran cerna atas, dan perdarah perkie lazim pada

sekat interventrikuler jantung, pada pericardium, dan pada permukaan serosa

Page 14: DBD

visera major. Perdarahan setempat kadang-kadang terlihat pada paru-paru, hari,

adrenal dan ruang subarachnoid. Hati biasanya membesar, sering dengan

perubahan lemak. Efusi berbercak kuning, berair dan kadang-kadang berdarah

pada rongga serosa pada sekitar tiga perempat penderita.

Secara mikroskopis, ada edema perivaskuler pada jaringan lunak dan

diapedisis sel darah merah menyebar. Mungkin ada henti maturasi megakarosit

dalam sumsum tulang, dan kenaikkan jumlah megakarosit ditemukan dalam

kapiler paru-paru, dalam glomerulus ginjal, dan dalam sinusoid hati dan limpa.

Virus dengue biasanya tidak ada dalam jaringan pada saat meninggal,

dengan isolasi yang jarang dilaporkan dari hati dan jaringan limfatik, paling sering

pada bayi yang lebih muda dari 1 tahun yang telah mengalami infeksi primer.

(Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman, Kliegman, Arvin. 1996:1134).

1.6 Patogenesis

Patogenesisnya belum dimengerti sercara sempurna; penelitian

epidemiologi member kesan bahwa biasanya disertai dengan infeksi dengue tipe

2, 3, dan 4 sekunder. Ada bukti bahwa antibody non-netralisasi menaikan infeksi

seluler dan membesar keparahan penyakit. Virus dengue memperagakan

pertumbuhan yang diperbesar pada biakan fagosit mononuclear manusia yang

disiapkan dari donor imun dengue atau dalam biakan yang ditambahkan dengan

antibody dengue non-netralisasi. Kera yang terinfeksi berikutnya atau yang

diperkuat. Penelitan retrospektif serum dari ibu manusia yang bayinya mendapat

demam berdarah dengue atau penelitian propesktif pada anak yang sedang

mendapat infeksi demam dengue berikutnya bahwa telah menunjukan sirkulasi

antibody yang memperkuat infeksi pada saat infeksi merupakan factor risiko

terkuat untuk perkembangan penyakit berat.

11

Bahkan kadar rendah antibody netralisasi, apakah dari infeksi hemotif

sebelumnya pada ibu atau infeksi heterotif pada anak melindungi bayi atau anak

Page 15: DBD

dari demam berdarah dengue. Pada awal stadium akut infeksi dengue sekunder,

ada aktivasi cepat system komplemen. Selama syok , kadar C1q, C3, C4, C5-C8

darah, dan proaktivator C3 mengalami depresi, dan kecepatan katabolic C3 naik.

Kogaluasi darah dan system fibrinolitik diaktifkan, dan kadar factor II (factor

hegeman) depresi. Tidak ada mediator spesifik peremeabiltas vaskuler pada

demam berdarah yang telah diidentifikasi. Koagulasi intravaskuler tersebar

ringan, cedera hati, dan trombositopenia dapat menumbulkan perdarahan secara

sinergis. Cedera kapiler memungkinkan cairan, elektrolit, protein, dan pada

beberapa keadaan, sel darah merah bocor ke dalam ruang ekstravaskuler.

Penyebaran internal kembali cairan ini, bersama dengan deficit yang disebabkan

oleh puasa, kehausan, dan muntah, menimbulkan hemokosentrasi, hipovolemia,

kerja jantung bertambah, hipoksia jaringan, asidosis metabolic, dan hiponatremia.

(Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman, Kliegman, Arvin. 1996:1134).

1.7 Klasifikasi DHF

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4

golongan, yaitu:

Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji

tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.

Derajat II

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti

petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.

Derajat III

Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat

( >120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( £ 120 mmHg ), tekanan darah menurun,

( 120/80).

Page 16: DBD

Derajat IV

Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur ( denyut jantung ³ 140x/mnt ) anggota

gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

1.8 Manisfestasi Klinis

Masa inkubasi demam berdarah dengue diduga merupakan masa inkubasi

demam dengue. Perjalnanannya khas pada anak yang sangat sakit. Fase pertama

yang relative ringan dengan demam mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala,

anoreksia dan batuk disertai sesudah 2-5 hari oleh deteriorasi klinis cepat dan

kollaps. Pada fase kedua ini biasanya penderita menderita ekstremitas dingin,

lembab, badan panas, muka merah, keringat banyak, gelisah, iritabel, dan nyeri

mid-epigastrik. Seringkali ada petekie tersebar pada dahi dan tungkai; ekimosis

spontan mungkin tampak, dan mudah memear serta berdarah pada tempat fungsi

vena adalah lazim. Ruam macular atau makulopapular mungkin muncul, dan

mungkin ada sianosis sekeliling mulat dan perifer. Pernpasan dan sering berat.

Hati mungkin membesar 4-6 cm dibawah tepi kosta dan biasanya keras dan agak

nyeri. Kurang dari 10% penderita menderita ekimosis atau perdarahan saluran

cerna yang nyata, biasanya paska masa syok yang tidak terkoreksi.

Sesudah 24-36 jam masa krisis konvalesen cukup cepat pada anak yang

sembuh. Suhu dapat kembali normal sebelum atau selama fase syok. Beradikardi

dan ekstrasistol ventrikel lazim selama konfalesen. Jarang, ada cidera otak sisa

yang disebabkan oleh syok lama atau kadang-kadang karena perdarahan

instrakranial. Strain virus dengue tiga yang berisirkulasi di daerah utama Asia

Tenggara sejak tahun 1983 disertai dengan terutama sindrom klinis berat, yang

ditandai oleh ensefalopati, hipoglikemia, kenaikan enzim mati yang mencolok

kadang-kadang ikterus.

Berbeda dengan pola yang sangat khas pada anak yang sakit berat infeksi dengue

sekunder relative ringan pada sebagian besar keadaan, berkisar dari infeksi yang

tidak jelas sampai penyakit saluran pernapasan atau yang tidak terdiferensiasi atau

penyakit seperti dengue sampai penyakit yang hamper serupa dengan penyakit

Page 17: DBD

yang diuraikan sebelumnya tetapi tanpa syok yang jelas. (Nelson Ilmu Kesehatan

Anak. Behrman, Kliegman, Arvin. 1996:1135).

1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari (tanpa sebab

jelas).

2. Manifestasi perdarahan paling tidak terdapat uji torniket positif dan adanya

salah satu bentuk perdarahan yang lain misalnya petekia, ekimosis, epitaksis,

perdarahan guis, melenadan hematemesis.

3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit).

4. Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, serta tekanan nadi yang menurun

(menjadi 20 mmHg atau kuarang), disertai kulit yang diraba dingin dan

lembab pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul

sianosis sekitar mulut. (Perawatan Anak Sakit, Ngastiyah:2003)

1.9 Data Laboratorium

Kelainan hematologis yang paling sering selama syok klinis adalah

kenaikan hematokrit 20% atau lebih besar melebihi nilai hematokrit

penyembuhan, trombosittopenia, leokosittosis ringan jarang (1000/mm3)2, waktu

perdarahan memanjang, dan kadar protrombin menurun sedang (jarang kurang

dari 40%). Kadar fibrinogen mungkin subnormal dan produk-produk pecahan

fibrin naik.

Kelainan lain adalah kenaikan sedang kadar transamina serum, konsumsi

komplemen, asidosis metabolic ringan dengan hiponatremia, dan kadang-kadang

hipokloremia, sedikit kenaikan utea nitrogen serum, dan hipoalbuminemia.

Roentgenogram dada menunjukan efusi pleura pada hamper semua penderita.

(Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman, Kliegman, Arvin. 1996:1135)

1.10 Diagnosis Dan Diagnosis Banding

Di daerah endemic demam berdarah harus dicurgai pada anak dengan

demam yang menunjukan uji tourniquet positif, hemokonsebntrasi, dan

Page 18: DBD

trombositpeni. Ini mungkin disertai oleh syok dan pada beberapa keadaan leh

manisfestasi perdarahan. Munculnya efusi pleura dengan adanya dengue baru

adalah patognomosis. Karena banyak penyakit ricktesia, meningkoksemia, dan

penyakit berat lain yang disebabkan oleh berbagai agen dapat menghasilkan

gambaran klinisi yang serupa, diagnosis etiologi harus dibuat bila hanya bukti

epidemiologis atau serologis member kesan kemungkinan demam dengue.

Manisfestasi perdarahan telah diuraikan pada penyakit virus lain atau penyakit

yang diduga dari virus, termasuk demam berdarah yang secara klinis tidak dapat

dibedakan.

Pada infeksi dengue primer dan sekunder, ada kemunculan antibody IgM

antidengue yang relative sementara. Amtibody ini menghilang pada 6-12 minggu

dan dapat digunakan untuk menentukan saat infeksi dengue. Pada infeksi dengue

sekunder, kebanyakan antibody adalah dari kelas IgG. Uji hemagluinasi inhibisi

(HI) menunjukan kenaikan titer cepat atau tetap tinggi (1:640 atau lebih besar)

pada sepasang serum. (Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman, Kliegman, Arvin.

1996:1135).

1.11 Pencegahan

Kemungkinan ada bahwa vaksinasi dengue dapat mensensitisasi resipen

sehingga tejadi infeksi dengue yang dapat menyebakan demam berdarah.

Vaksinasi dengan demam kuning strain 17D tidak mempunyai pengaruh pada

keparahan penyakit dengue, walaupun angka serokonversi pada vaksin dengue 2

diperbesar pada orang-orang yang imun demam kuning. (Nelson Ilmu Kesehatan

Anak. Behrman, Kliegman, Arvin. 1996:1135).

1.12 Pengobatan

Manajemen memerlukan evaluasi segera tanda-tanda dan tingkat

hemokonsentrasi, dehidrasi, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pemantauan dekat

adalah sangat penting selama sekurang-kurangnya 48 jam karena syok dapat

Page 19: DBD

terjadi atau kumat dengan cepat pada awal penyakit. Penderita dengan sianosis

atau mengalami nafas berat harus diberi oksigen. Penggantian cepat cairan

elektrolit intravena sering dan mempertahankan penderita sampai terjadi

penyembuhan secara spontan. Bila kenaikan hemotokrit menetap sesudah

pemberian cairan, pemberian plasma atau preparat koloid plasma terindikasi.

Harus hati-hati agar tidak terjadi overhuidrasi, yang mungkin turut menyebabkan

gagal jantung. Transfuse darah segar atau suspensi trombosit dalam plasma

mungkin diperlukan untuk mengendalikan perdarahan; transfusi ini tidak boleh

diberikan selama hemokonsentrasi tetapi hanya sesudah evaluasi harga

hemoglobin atau hematokrit. Salsilat terkontraindikasi karena pengaruhnya pada

koagulasi darah.

Paraldehid atau kloralhidrat mungkin diperlukan untuk anak yang sangat

gelisah. Penggunaan pressor amin, agen penyekat α-adrenergik, dan aldosteron

tidak menyebabkan penurunan mortabiltas yang bermakna dibanding dengan yang

diamati pada terapi pendukung sederhana. Steroid tidak memperpendek lamanya

penyakit atau memperbaiki prognosis pada anak yang mendapat terapi pendukung

(supportive) yang teliti.

Hipervolemia selama fase reabsorbsi cairan dapat membahayakan jiwa dan

ditunjukkan oleh turunnya hematokrit dengan tekanan nadi yang lebar. Diuretic

dan digitalisasi mungkin diperlukan. (Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrman,

Kliegman, Arvin. 1996:1135).

BAB 3

PEMBAHASAN

1. Pengkajian Keperawatan

Pada pengkajian anak dengan DHF ditemukan adanya peningkatan suhu

yang mendadak disertai mengigil, adanya perdarahan kulit seperti petekhie,

ekimosis, hematom, epistaksis, hematemesis bahkan hematemesis melena. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri otot, sakit kepala, nyeri ulu hati,

Page 20: DBD

pembengkakan sekitar mata. Dan pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan

adanya trombositopenia, hemokosentrasi. Pada DHF apabila ditemukan gejala

klinis seperti perdarahan spontan dengan uji tourniquet positif, trombositopenia,

hemokosentrasi maka termasuk DHF derajat ringan (I). Apabila disertai dengan

perdarahan spontan pada kulit atau tempat alin termasuk derajat sedang (II);

apabila terjadi kegagalan seperti nadi cepat atau lemah, tekanan darah rendah,

gelisah, adanya sianosis termasuk derajat berat (III); dan apabila kegagalan

sirkulasi dan nadi tidak teraba da tekanan darah tak teratur maka termasuk derajat

sangat berat (IV).

2. Diagnosa Masalah Keperawatan

Diagnosa atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan DHF

adalah sebagai berkut:

2.1 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

2.2 Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya ciran intravaskuler ke

ekstravaskuler.

2.3 Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,

pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.

2.4 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu

makan yang menurun.

2.5 Resiko terjadi perdarahan berhubungan dnegan penurunan factor-faktor

pembekuan darah ( trombositopeni ).

2.6 Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi anak

2.7 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya informasi

3. Rencanan Tindakan Keperawatan

3.1 Hipertermia

Page 21: DBD

Terjadi hipertermia pada anak dengan DHF ini disebabakan oleh adanya

viremia. Tujuan dari rencana keperawatannya adalah menurunkan suhu tubuh

serta mempertahankannya dalam kondisi yang normal 360-370 C.

Tindakan

1. Monitorlah perubahan suhu tubuh, nadi, pernafasan, serta tekanan darah tiap 3

jam sekali atau lebih sering.

Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan

cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk

mengetahui keadaan umum pasien.

2. Berikan kompres dingin pada daerah aksila dan lipatan paha.

Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi

3. Gunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat untuk membantu

penguapan.

Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap

keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

4. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian antipiretik dan

antibiotik sesuai program.

Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh

yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien.

5. Libatkan keluarga dan ajarilah cara melakukan kompres yang benar serta

evaluasi perubahan suhu.

6. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai

toleransi).

Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.

3.2 Kurang Volume Cairan

Kurang volume cairan pada anak dengan DHF ini dapat disebabkan oleh

adanya perpindahan cairan intra vascular ke ekstravaskular akibat peningkatan

permeailitas kapiler dan untuk itu tujuan rencana keperawatannya adalah

Page 22: DBD

mengatasi kurangnya caira serta mempertahankan asupandan keluarannya. Resiko

defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke

ekstravaskuler. Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan. Kriteria : Input dan

output seimbang. Vital sign dalam batas normal. Tidak ada tanda presyok. Akral

hangat. Capilarry refill < 3 detik.

Tindakan;

1. Monitorlah tanda vital, keadaan umum, tanda-tanda syok, asupan dan

keluaran. Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih serin

Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler

2. Berikan cairan intravena dan pertahankan tetesan sesuai dengan ketentuan.

Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah

terjadinya hipovolemic syok.

3. Anjurkan anak untuk banyak minum.

Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral.

4. Kaji perubahan produksi urine (produksi urine <25 ml/jam atau 600ml/hari).

Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga

dehidrasi.

5. Observasi capillary Refill

Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer.

3.3 Risiko Terjadi Komplikasi (Syok/Pendarahan)

Pada anak DHF ini dapat terjadi syok hipovolemik atau perdarahan yang

dapat disebabkan oleh trombositopenia. Tujuan dari rencana keperawatannya

adalah mencegah terjadinya perdarahan, peningkatan trombosit. Resiko Syok

hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan

intravaskuler ke ekstravaskuler. Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemi. Kriteria :

Tanda Vital dalam batas normal.

Tindakan:

1. Monitorlah penurunan jumlah trombosit, Hb, Ht.

2. Anjurkan anak untuk istirahat.

Page 23: DBD

3. Gunakan sikat gigi lunak, peliharalah kebersihan mulut.

4. Monitor tanda adanya perdarahan.

5. Apabila terjadi perdarahan kolaborasi dalam pemberian obat dan transfusi.

6. Berikan antibiotic sesuai dengan ketentuan.

7. Pertahankan kebutuhan cairan tubuh.

3.4 Kurang Nutrisi (Kurang dari kebutuhan)

Gangguan kebutuhan nutrisi yang terjadi pada anak dengan DHF ini dapat

disebabkan oleh menurunnya nafsu makan, adanya mual, dan sakit dalam

menelan. Tujuan dari rencana tindakan keperawatan ini adalah terpenuhinya

kebutuhan nutrisi. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat

mual dan nafsu makan yang menurun.

Tindakan:

1. Monitorlah adanya perubahan berat badan, mual, muntah.

Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.

2. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur dan hidangkan dalam

keadaan hangat.

3. Berikan porsi makan sedikit dan sering hingga terpenuhi jumlah asupan.

Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan

meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.

4. Berikan obat anti emesis sesuai dangan program/ketentuan bila perlu.

5. Berikan alternative nutrisi yang dapat meningkatkan kadar trombosit.

3.5 Terjadi Perdarahan

Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor

pembekuan darah ( trombositopeni ). Tujuan : Tidak terjadi perdarahan. Kriteria :

TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat. Tidak ada tanda

perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.

Tindakan :

Page 24: DBD

1. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.

Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh

darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti

epistaksis, ptike.

2. Monitor trombosit setiap hari.

Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat

kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami

pasien.

3. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest

Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan

terjadinya perdarahan.

33

4. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada

tanda perdarahan spt : hematemesis, melena, epistaksis

Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan

dini bila terjadi perdarahan.

5. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara

kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.

Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.

3.6 Kecemasan orangtua

Kecemasan orangtua berhubungan dengan kondisi anak. Tujuan : ansietas

berkurang/terkontrol. Kriteria : klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan

secara fisik, tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.

Tindakan :

1. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.

Rasional : memudahkan intervensi.

2. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di

masa lalu.

Rasional : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan

kemampuan mengontrol ansietas.

Page 25: DBD

3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk

mengungkapkan pikiran dan perasaan.

Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk

mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.

4. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,

harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.

Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan

untuk mengurangi kecemasan.

5. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari

meskipun dalam keadaan cemas.

34

Rasional : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu

mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang

dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.

6. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi

Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.

7. Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga

menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis

Rasional : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.

8. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.

Rasional : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.

4. Evaluasi

4.1 Suhu tubuh normal

4.2 Tidak terjadi devisit voume cairan

4.3 Tidak terjadi syok hipovolemik

4.4 Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi

4.5 Tidak terjadi perdarahan

4.6 Orang tua memahami tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.

Page 26: DBD

BAB 4

PENUTUP

4.1 Simpulan

Demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh karena virus

dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti

berina. Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan Demam Berdara Dengue

(DBD).

Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam berat yang sering

mematikan, disebebkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan

hemostasis dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein. Sekarang

diduga mempunyai dasar imunopatologis.

Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vector

dari DHF adalah nyamuk Aedes a, maka ada beberapa hal yang sebaiknya

dilaksanakan untuk memutuskan rantai penyakit:

1. Tanpa insektisida:

a. Menguras bak mandi, tempayan, drum, dll minimal seminggu sekali.

b. Menutup penampungan air rapat-rapat.

c. Membersihkan pekarangan dari kaleng bekas, botol bekas yang

memungkinkan nyamuk bersarang.

2. Dengan insektisida:

a. Melathion untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan

fogging/pengasapan.

b. Abate untuk membunuh jentik nyamuk dengan cara ditabur pada bejana-

bejana tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG 1%

per 10 liter air.

4.2 Saran

Seorang mahasiswa dan mahasiswi keperawatan hendaknya dapat

mengetahui dan mengerti tentang Asuhan Keperawatan pada anak dengan Dengue

Haemorargic Fever (DHF) agar dapat memberikan pelayanan keperawatan dengan

Page 27: DBD

baik guna melakukan proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan

mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia.

Page 28: DBD

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak jilid.2. Salemba

Medika : Jakarta.

Ngastiyah. 2003. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta.

Noer, Sjaifoellah dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.

Behrman dkk. 1996. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15 Vol.2. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.