22
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN “Death and Dying” DISUSUN OLEH : STRUKTUR KELOMPOK VIII: Anggota: AMANDA UTARI ANNISA PUTRI MALTA RIVO SYAPUTRA YOHANA GEVITA

Death and Dying

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Psikologi perkembangan makalah

Citation preview

Page 1: Death and Dying

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

“Death and Dying”

DISUSUN OLEH :

STRUKTUR KELOMPOK VIII:

Anggota:

AMANDA UTARI

ANNISA PUTRI MALTA

RIVO SYAPUTRA

YOHANA GEVITA

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES ALIFAH PADANG

2012/2013

Page 2: Death and Dying

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat,hidayah,

serta karuniaNya kepada kelompok kami.sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “ Death & dying ” tepat pada waktunya. Makalah ini ditulis sebagai persyaratan dalam

memenuhi tugas kelompok program studi S1 Keperawatan semester V .

Kelompok kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan banyak

kesalahan,oleh karena itu kelompok kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi

kesempurnaan makalah ini.

Padang, Oktober 2012

(Kelompok)

i

Page 3: Death and Dying

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………... i

Daftar Isi………………………………………………………………………….…ii

BAB I

Pendahuluan

Latar belakang ………………………………………….……………….… 1

Rumusan masalah…………………………………….……………………. 2

Tujuan makalah………………………………………………………….…..2

BAB II

Tinjauan teori

Defenisi……………………………………………………………………. 3

Ruang lingkup upaya pencegahan…….…………………………………….5

Upaya pencegahan masalah pasien gangguan kesehatan jiwa ….………….7

BAB III

Penutup

Kesimpulan……………………………………………………………… . 14

Saran ……………………………………………………………………... 14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..15

ii

Page 4: Death and Dying

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masa akhir kehidupan merupakan tahap akhir dari masa perkembangan manusia. Pada

fase ini berkembang dua hal harapan hidup dan kematian. Individu yang memiliki harapan hidup

tinggi pun tidak lepas pemikirannya dari kemaatian juga.Kematian merupakan keniscayaan dan

semua orang memiliki perspektif masing-masing mengenai kematian.Dari sini berkembang

harapan tentang akhir hidup (kematian) yang ideal atau baik bagi tiap-tiap individu.Bahkan

sebelum masuk pada masa tua pun individu telah mengembangkan perspektif tentang kematian.

Mulai pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa.

Pada usia tua, tiap-tiap individu mengalami proses pertemuan antara perspektif kematian

yang dikembangkannya dengan kematiannya sendiri. Individu pada masa menjelang kematian

(sekarat) menurut Kubler-Ross akan mengalami proses-proses berkaitan dengan pola pikir dan

perilakunya dalam menghadapi kematiannya hingga akhirnya individu mencapai penerimaan

akan kematian yang akan menjemputnya. Kematian memiliki pengaruh sosial yaitu bagi keluarga

dan kerabat yang ditinggalkan. Perasaan berduka dan kehilangan dirasakan oleh keluarga yang

ditinggalkan dan hal ini memiliki dampak psiokologis bagi mereka yang berduka. Hal-hal diatas

dari berkembangnya perspektif tentang kematian pada akhir usia, fase-fase menjelang kematian,

fase berduka cita, kehilangan pasangan hidup menjadi bahasan dalam makalah ini.

Page 5: Death and Dying

1.2Rumusan masalahDalam makalah yang berjudul “Death and Dying” ini memiliki rumusan masalah yaitu :

1. Menjelaskan pengertian dasar dari death and dying tersebut

2. Menjelaskan Tahapan dalam proses kondisi menuju kematian.

3. Menjelaskan Menghadapi Kondisi menuju Kematian

4. Menjelaskan Berhadapan dengan kematian dan situasi sekarat

5. Fase menghadapi duka cita

1.3 tujuan dan manfaattujuan dalam pembuatan makalah ini adalah

1. untuk mengetahui lebih dalam mengenai materi death and dying dalam dunia psikolog

perkembangan

2. Dan sebagai bahan perkuliahan semester V.

2

Page 6: Death and Dying

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1Death and Dying

Mati dan proses kematian merupakan kondisi yang terkait erat dengan masa tua dan

proses penuaan. Lebih dari itu, mati dan proses kematian menjadi masalah sosial, karena

pemahaman yang kurang mengenai hal itu dengan penelitian yang juga kurang dan belum ada

teknologi yang mampu memperhitungkan mati dan proses kematian. Pada abad ke-15, kematian

dilihat sebagai suatu hinaan terhadap kehidupan. Ketika memasuki abad pencerahan, kematian

dipandang sebagai akhir dari kehidupan dan awal dari keabadiaan. Dalam era borjuis, pandangan

mereka terhadap kematian menyebabkan kematian merupakan suatu kondisi yang dapat dicegah

dengan perawatan dokter. Kemudian pada abad ke-19, kematian dianggap sebagai proses yang

alamiah, di mana para dokter berusaha untuk mencegah pasien dari kematian. Dapat disimpulkan

bahwa tahapan tersebut telah mengubah persepsi mengenai kematian di masyarakat, dari

kejadian yang alamiah menjadi kekuatan alamiah yang memerlukan penanganan medis dan

menelanbiaya.

Definisi tentang kematian pun tidak memiliki kepastian. Dalam hal ini terdapat juga

usaha untuk menegaskan mengenai definisi kematian dengan adanya pengajuan oleh dua

lembaga medis, yaitu berupa The Harvard Plan dan Kansas Statute. Namun setidaknya kematian

didefinisikan sebagai terhentinya fungsi-fungsi organis dan aliran darah dalam tubuh.

Page 7: Death and Dying

2.2 Berhubungan dengan kematian dan kondisi menuju kematian (sekarat) :

Tahapan dalam proses kondisi menuju kematian.Dalam kehidupan makhluk hidup, khususnya manusia tentunya akan menemui akhir dari

segala perjalanan kehidupannya yakni pada kematian. Dari adanya anggapan mengenai

kematian munculah berbagai pertanyaan dalam benak manusia terkait kematian dan kondisi

sekarat. Tiga pertanyaan utama yang umumnya diajukan adalah seperti apakah kondisi

sekarat itu?, apakah kematian merupakan suatu hal yang pasti akan terjadi untuk kita

semua ?, dan bagaimana kondisi sekarat dipandang dari orang yang sedang mengalami hal

tersebut?. Pada tahun 1986, Elisabeth Kübler-Ross dalam bukunya yang berjudul On Death

and Dying ia menjelaskan mengenai lima tahapan yang dilalui oleh pasien dalam kondisi

sekarat. Dimana dalam menjelaskan hal tersebut sebelumnya ia melakukan wawancara

mendalam kepada 400 orang pasien yang telah didiagnosis oleh tenaga medis bahwa

waktunya sudah tidak akan lama lagi bagi mereka untuk mencapai kematian akibat penyakit

yang dideritanya.

Kelima tahapan tesebut diantaranya adalah

Tahap penolakan (Denial)

Tahap kemarahan (Anger)

Tahap penawaran (Bargaining)

Tahap bersiap menuju kematian/depresi (Preparatory grief/Deppression)

Tahap penerimaan (Acceptance).

Kelima tahap yang dibentuk oleh Kübler-Ross sedikit banyak mampu memberikan

gambagaran bagi kita untuk memperkirakan bagaimana perilaku dan apa yang dirasakan

oleh orang yang berada dalam proses menuju kematian (sekarat).

1. Penolakan

Pada tahap pertama yakni penolakan, pasien cenderung merasakan kondisi terguncang

dan menolak diagnosa dari tenaga medis bahwa penyakit yang dideritanya sudah sangat

parah dan memang sudah tidak lama lagi waktu yang ia miliki untuk tetap hidup di dunia.

Menurut Kübler-Ross pada tahap ini umumnya pasien memberikan reaksi seperti “Hal ini

Page 8: Death and Dying

tidak mungkin, dan tidak mungkin saya yang harus mengalami hal ini, setiap harinya

banyak orang lain diluar sana memang mengalami hal ini tapi kenapa sekarang harus

saya yang mengalami hal ini, setidaknya tidak untuk hari ini”. Penolakan yang terjadi

dalam diri pasien mengenai kematian yang telah dekat baginya untuk dialami disebabkan

juga oleh adanya persepsi yang selama ini tertanam kuat dalam pemahaman manusia

pada umumnya bahwa sesulit apapun kondisinya dan sebesar apapun biaya yang harus

dikeluarkan untuk menyelamatkan nyawa manusia dari kematian hal tersebut haruslah

dilakukan dan ketika seseorang menerima kondisi dan berbicara bahwa ia mengalami

kondisi sakit yang parah dan menuju kematian maka orang tersebut dipandang sebagai

orang yang gagal dalam menjalani tugas dengan baik atas kehidupan di dunia yang telah

diberikan Tuhan kepadanya.

2. Kemarahan

Pada tahap kedua yakni kemarahan, pada tahap ini perasaan terguncang yang dialami

pasien berubah menjadi kemarahan yang menurut Kübler –Ross identik dengan respon

“Bukan saya” dan “Kenapa harus saya”. Dalam hal ini yang dimaksudkan bahwa pasien

marah dengan kondisi menuju kematian yang dibebankan kepadanya karena membuatnya

merasa sendiri ketika orang-orang disekitarnya tidak berada bersamanya lagi seperti saat

ia sehat dan mampu beraktifitas dengan baik dalam kehidupannya. Kemarahan yang ada

pada dirinya akan kondisi sebenarnya coba disembunyikan oleh pasien yang kemudian

berimbas pada dilepaskannya kemarahan yang ia rasakan kepada orang-orang

sekelilingnya yang mencoba memberikan perhatian kepadanya seperti kepada para

dokter, perawat, teman, keluarga dengan mengatakan bahwa ia merasa terganggu dengan

kehadiran mereka, ia baik-baik saja dan mampu mengurus dirinya sendiri dan

sebagainya.

3. Penawaran

Pada tahap ketiga yakni penawaran, pada tahap ini pasien sudah lebih mampu mengontrol

emosinya dan mulai menyadari bahwa sebesar apapun kemarahan yang ia rasakan tidak

akan mampu membuatnya berada pada kondisi yang lebih baik maka ia mencoba untuk

memikirkan hal apa yang sebaiknya dilakukan untuk memanfaatkan waktunya yang

sudah tidak lama lagi di dunia. Dengan kesadarannya bahwa memang saat ini dirinyalah

yang berada pada kondisi kematian pasien masih berusaha untuk kembali kepada sang

Page 9: Death and Dying

penciptanya dan melakukan penawaran kepada Tuhan, yang memang hal tersebut

cenderung dapat dipahami sebagai permohonan pasien tersebut kepada tuhannya dengan

harapan agar diberikan waktu untuk hidup yang lebih panjang dan berjanji untuk

menjalani kehidupan degan lebih baik. Semisalnya pasien tersebut berdoa dan berjanji

ketika diberi kesembuhan dan waktu untuk hidup lebih lama lagi maka ia akan lebih

berbakti kepada orang tua, taat beragama, memperhatikan kehidupan anak yatim, dan

sebagainya.

4. Tahap bersiap menuju kematian/depresi

Pada tahap keempat yakni persiapan menuju kematian atau depresi, pada tahap ini terjadi

perubahan dalam diri pasien yang sebelumnya memberikan reaksi bahwa “bukan saya”

yang kemudian menjadi “iya, saya”. Yang dimaksud dari hal ini adalah pasien telah

berusaha menerima kenyataan bahwa memang waktu kematiannya akan tiba dalam waktu

yang tidak lama lagi dan proses penawaran (permohonan) yang ia lakukan terhadap

Tuhan-nya telah berakhir. Kemudian pada tahap ini pula pasien mulai untuk meneguhkan

hatinya untuk perlahan mengiklaskan untuk melepaskan hubungannya selama di dunia

dengan orang-orang terkasihnya untuk menuju akhir dari kehidupan.

5. Penerimaan

Kemudian pada tahap kelima yang merupakan tahap terakhir, pada tahap penerimaan ini

pasien merasa bahwa kematian sudah tidak lagi dapat dihindari dan siap untuk mencapai

kematian dengan perasaan yang tenang dan iklas bukan dengan perasaan yang merasa

kalah dan terpaksa harus menerima kematian. Menurut Kübler-Ross reaksi yang umunya

dilakukan oleh pasien adalah “ Saya telah menyelesaikan segala urusan saya, saya talah

mengucapkan segala hal yang harus saya katakan, dan saya sudah siap untuk pergi

meninggalkan dunia”. Maka pada tahap ini pasien telah yakin dan tenang dalam

mencapai kematiannya yang dijelaskan pula oleh Kübler-Ross bahwa di dunia yang

berbeda dari dunia manusia pasien tersebut akan menjalani kehidupannya yang baru.

Page 10: Death and Dying

2.3 Menghadapi Kondisi menuju Kematian

Untuk membantu seseorang yang tengah menghadapi kondisi menuju kematian, terdapat enam

cara yang diajukan oleh Pattison(1969).

o Pertama, upayakan untuk berbagi dengan orang yang mengalami kondisi tersebut guna

mengurangi kegelisahan dan kebingungannya menghadapi kondisi tersebut.

o Kedua, menjelaskan secara spesifik mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi dalam

kehidupannya.

o Ketiga, Dampingi orang tersebut dalam melepas peran yang selama ini melekat pada

dirinya dalam kehidupan, dengan memberikan pemahaman yang baik bahwa hubungan

dengan segala sesuatu yang ada didunia akan terlepas.

o Keempat, usahakan untuk mengurangi beban fisik dan psikologis yang dialaminya

dengan tidak membuatnya merasa rendah diri.

o Kelima, Bantu orang tersebut untuk membesarkan hatinya dalam menerima situasi akhir

dari kehidupannya dengan segala keutuhan jiwa dan martabat. Keenam pelihara

hubungan sosial dengan orang-orang lingkungan sekitarnya yang bermanfaat dan mampu

membantu bagi kondisi orang tersebut dalam menghadapi kondisi menuju kematiannya

2.4 Berhadapan dengan kematian dan situasi sekarat : Kesadaran akan situasi sekarat

Dalam memahami proses sekarat seorang pasien maka sebelumnya kita harus menyadari situasi

sekarat itu dahulu. Kubler-Ross yang meneliti tentang keadaan sekarat yang dialami pasien heran

dengan sikap personil atau pegawai rumah sakit yang seakan enggan mengidentifikasi pasien

yang sekarat. Kubler-Ross melakukan penelitian tersebut karena pada saat itu setengah dari

orang Amerika meninggal di rumah sakit, berbagai konteks mengenai kesadaran akan keadaan

sekarat dan kematian menjadi hal yang penting dalam memahami keseluruhan isu tersebut. Para

personil rumah sakit melihat keadaan sekarat dan kematian sebagai hal yang dapat sangat

mengganggu atau mengacaukan setting sosial yang dibuat order. Personil rumah sakit

memanipulasi situasi sosial untuk meminimalisasi gangguan terhadap situasi sosial yang telah

order seperti keadaan sekarat pasien dan kematian.

Dalam buku Awareness of Dying Glaser dan Strauss (1996) mengidentifikasi adanya 4 tipe

keadaan kesadaran rumah sakit terhadap keadaan sekarat dan kematian pasien yaitu : Closed

Page 11: Death and Dying

awareness, suspected awareness, mutual pretense awareness dan open awareness. Keadaan

yang saling mempengaruhi antara pasien dan personil rumah sakit tergantung pada konteks

kesadaran terhadap situasi serta cepat dan lambatnya kesadaran terhadap situasi sekarat tersebut.

Closed Awareness

Situasi closed awareness terjadi apabila personil rumah sakit menyadari bahwa si pasien dalam

keadaan sekarat namun pasien itu sendiri tidak menyadari. Glaser dan strauss

mengidentifikasikan 5 faktor yang menyebabkan terjadinya close awareness yaitu : pertama,

kebanyakan pasien tidak memiliki pengalaman dalam mengenali tanda-tanda sekarat sehingga

dirinya tidak menyadari sedang menjelang ajal; kedua, para psikiater juga biasanya tidak

memberitahukan samasekali pada pasien atau keluarganya bahwa pasien bahwa ia sedang

menjelang ajal untuk menghindari guncangan emosional; ketiga, Keluarga mengetahui bahwa

pasien dalam keadaan sekarat namun tidak diberitahukan pada pasien agar tidak membuatnya

sedih; keempat adanya struktur rumah sakit yang membuat informasi medis dalam bentuk

dokumen dan pengetahuan yang dimiliki staff tidak dapat diakses oleh pasien; kelima, pasien

yang sekarat tidak memiliki keinginan untuk mencari tahu informasi apakah dirinya sekarat atau

tidak. Terdapat beberapa keuntungan dari keadaan closed awareness ini yaitu psiakiater tidak

perlu mendiskusikan tentang proses kematian dengan pasien, kedua trauma emosional terhadap

kematian dapat dihindarkan, serta pasien dapat bertahan menghadapi tahap yang membuatnya

menderita dalam proses sekarat dan menjelang ajal.

Suspected awareness

Konteks suspected awareness terjadi saat si pasien mencurigai dirinya bahwa ia sekarat dan tidak

yakin namun para personil rumah sakit juga mengetahui dan yakin bahwa si pasien dalam

keadaan sekarat. Dalam konteks ini si pasien yang sekarat berusaha menggambarkan informasi

dan keadaan yang dialaminya dengan kemampuan yang dimilikinya namun pasien dan personil

rumah sakit akan menghindari permintaan atau keinginan si pasien untuk mengetahui informasi

tentang penyakit atau apa yang dialami pasien agar tidak membuat emosional pasien terguncang

sehingga ia bisa dapat bertahan dalam menghadapi situasi sekarat tersebut.

Mutual pretense

Page 12: Death and Dying

Dalam mutual pretense, antara staff rumah sakit dan pasien sama sama menyadari bahwa si

pasien dalam keadaan sekarat dan akan menjelang ajal. Namun si pasien akan cenderung

menghindari untuk membicarakannya dan staff rumah sakit memposisikan dirinya untuk tidak

membahas hal tersebut dengan pasien walaupun si pasien meminta untuk mendiskusikan atau

menanyakannya. Dengan kata lain konteks mutual pretense ini pengetahuan tentang si pasien

yang akan menjelang ajal diikuti dengan panghindaran diskusi untuk mencegah terjadinya

kesedihan bagi si pasien.

Open awareness

Pada situasi ini Pasien yang sekarat dan staff rumah sakit sama-sama mengetahui bahwa si

pasien sekarat dan akan menjelang ajal serta menyatakan secara terbuka situasi tersebut. Staff

rumah sakit berusaha untuk membuat hari-hari terkahir si pasien senyaman mungkin dan tidak

mengalami kesakitan da si pasien berusaha menghadapi ajalnya dengan tanggung jawab dan

harga diri. Deggan kata lain dalam konteks ini pasien dan personil rumah sakit saling bekerja

sama dan mendukung agar si pasien dapat menghadapi masa sekaratnya.

Konteks kesadaran terhadap situasi sekarat dan kematian yang diidentifikasi oleh Glaser

dan strauss berdasarkan pada setting sosial (termasuk interaksi sosial) dan kontrol informasi

mengenai pasien yang sekarat di rumah sakit. Pada konteks closed awareness, setting sosial

tertutup dan informasi mengenai keadaan pasien tidak diberitahukan pada pasien sedangkan

sebaliknya pada open awareness setting sosial terbuka dan adanya pemberian informasi pada

pasien. Dengan kata lain konteks kesadaran yang berbeda merepresentasikan cara yang berbeda

dalam mengatur pengalaman keadaan sekarat yang dialami oleh pasien, disaat kondisi sekarat

mulai dirasakan oleh pasien lalu pasien dan personil rumah sakit mulai berinteraksi maka

konteks kesadaran yang tadinya berada dalam situasi yang tertutup berubah menjadi lebih

terbuka.Namun bagi beberapa orang keadaan yang tertutup akan membuatnya lebih mudaj untuk

menghadapi kondisi sekarat dan kematian. Konteks kesadaran terhadap sistuasi sekarat dan

menghadapi kematian menjadi penting karena adanya peningkatan fakta bahwa orang Amerika

meninggal karena keadaan kronis membuat mereka membutuhkan hospitalisasi untuk

memperpanjang waktu hidup mereka. Olehh karena itu terjadi peningkatan keadaan sekarat yang

Page 13: Death and Dying

dialami oleh pasien di rumah sakit. Dengan memanipulasi setting sosial dan mengendalikan arus

informasi yang ada, personil rumah sakit dapat memilih konteks kesadaran yang dianggap paling

membuat pasien nyaman dan sesuai dengan keadaan pasien.

Pendekatan konteks kesadaran yang diidentifikasi oleh Glaser dan Strauss mirip dengan

tahap proses sekarat yang dijelaskan oleh Kubler Ross. Pertama 4 macam konteks kesadaran

hanya sesuai dengan saat pasien tersebut sadar dan berada di rumah sakit pada periode yang

memungkinkan sebelum ia meninggal, hal tersebut membuat pasien yang dalam keadaan tidak

sadar/koma tidak sesuai dengan konteks ini. Kedua konteks kesadaran tersebut hanya dapat

diaplikasikan apabila staff rumah sakit mengatur informasi atau pengetahuan tentang kondisi

sekarat yang dialami pasien serta terakhir para pasien yang diteliti oleh Glaser dan strauss

merupakan pasien dengan status sosial ekonomi diatas rata-rata dan membayar sendiri biaya

perawatannya. Hal tersebut menempatkan para pasien yang sekarat tersebut lebih memiliki posisi

yang lebih menguntungkankarena dapat bernegosiasi dengan staff rumah sakit untuk

mendapatkan informasi dan hasilnya mereka menjadi tidak tipikal. Dengan kata lain Glasser dan

Strauss menggambarkan bahwa keadaan sekarat dan kematian dilihat sebagai proses yang

disruptive atau menganggu oleh personil rumah sakit yang mengatur setting sosial dan arus

informasi dalam rangka meminimalisasi gangguan terhadap setting sosial yang dibuat order.

2.5 fase yang biasanya dilalui oleh seseorang ketika mengalami duka cita

Menurut Dr. Elisabeth Kubler-Ross, seorang psikiatri dari Swiss, Ada lima fase yang dilalui

seseorang akibat kematian salah seorang anggota keluarga atau teman dekat yaitu shock, denial,

anger, mourning dan recovery.

1. Shock (Terkejut)

Perasaan terkejut dan tidak percaya dengan kabar yang didengar. Dalam diri bilang “Tidak”, ini

tidak boleh dan tidak mungkin terjadi.

2. Denial (Penyangkalan)

Individu merasa kematian hanyalah mimpi buruk saja, dan bukan merupakan suatu kenyataan.

Menurut Kubler-Ross, kata ‘meninggal’ merupakan suatu kata yang memperhalus kata ‘mati’

sebagai produk dari budaya masyarakat yang menyangkal kematian.

3. Anger (Kemarahan)

Individu tidak terima dengan kematian dan mulai menyalahkan semua pihak yang menyebabkan

Page 14: Death and Dying

itu terjadi. Individu bahkan cenderung menyalahkan Tuhan (Ini adalah reaksi wajar bagi orang-

orang yang mengakui adanya Tuhan yang Maha Kuasa), juga menyalahkan situasi dan orang

lain, dokter dan tim medis, ambulan yang tidak tersedia dan rumah sakit.

4. Mourning (Berkabung)

Menurut Kubler-Ross, Fase ini merupakan fase yang berlangsung cukup lama, bisa berlangsung

dalam beberapa bulan atau mungkin beberapa tahun. Perasaan depresi, rasa bersalah, rasa

kehilangan, kesepian, panik dan menangis tanpa pemicu yang jelas bisa saja ditampakkan dalam

fase ini, bahkan bisa termanifestasi dalam penyakit fisik ringan.

5. Recovery (Pemulihan)

Menurut beberapa orang, kematian tidak bisa dipulihkan karena kematian telah mengubah hidup

mereka selamanya dan tidak bisa mengembalikan situasi kembali seperti sebelumnya. Namun

demikian rasa sakit akibat kematian akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu.

Page 15: Death and Dying

BAB III

PENUTUP

2.1 Kesimpulan

Mati dan proses kematian merupakan kondisi yang terkait erat dengan masa tua

dan proses penuaan. Lebih dari itu, mati dan proses kematian menjadi masalah sosial,

karena pemahaman yang kurang mengenai hal itu dengan penelitian yang juga kurang

dan belum ada teknologi yang mampu memperhitungkan mati dan proses kematian.

Teori Elizabeth Kubler-Ross (1969) mengenai fase-fase menjelang kematian ,

yaitu: Penolakan (denial), Amarah (anger), Tawar-menawar (bargaining), Depresi

(depression), Penerimaan (acceptance).

2.2 Saran

Diharapkan mahasiswa/i keperawatan dapat memahami mengenai materi ”death and

dying” ini dalam psikologi perkembangan. Gunanya untuk diaplikasikan sendiri kepada

pasien nantinya.

Page 16: Death and Dying

DAFTAR PUSTAKA

Monks, F. J dkk. 2001. Psikologi Perkembangan. Yogjakarta: Gajah Mada University Press.

Papalia, D.E., Old, S.W., Feldman, R.D.,2008. Psikologi Perkembangan edisi kesembilan.

Jakarta: Kencana Prenada media group.

http://sunuwijianto.blogspot.com/2010/05/perkembangan-kepercayaan-dan-perasaan.html