23
Case report Decompensasi Cordis Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pembimbing : dr. A.Sentot Suropati. Sp.PD Oleh : Beti Wulandari, S.Ked. J 500100065 PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN

decomp cordis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

chf

Citation preview

Case report Decompensasi CordisDiajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter UmumFakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :dr. A.Sentot Suropati. Sp.PD

Oleh :Beti Wulandari, S.Ked.J 500100065

PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2014

BAB I PENDAHULUAN

Dipsnea (breathlessness) adalah keluhan yang sering memerlukan penanganan darurat tetapi intensitas dan tingkatanya dapat berupa rasa tidak nyaman di dada yang bias membaik sendiri, membutuhkan bantuan napas yang serius ( severe air hunger) sampai yang fatal. Penyebab sesak napas meliputi penyakit saluran napas yaitu asma, bronchitis kronis, emfisema, sumbatan laring. Penyakit parenkimal meliputi pneumonia, gagal jantung kangestif, ARDS, PIE. Penyakit vaskuler paru emboli paru, kor pulmonal, hipertensi paru primer. Penyakit pleura terdiri dari pneumothoraks, efusi pleura, hemothoraks, fibrosis. Penyakit dinding paru melputi trauma, penyakit neurologic, kelainan tulang.New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungional dalam 4 kelas:Kelas I : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhanKelas II: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhanKelas III: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhanKelas IV: Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring. (Sudoyo, 2007).

LAPORAN KASUS

A. IDENTITASNama: Tn.NJenis kelamin: Laki - lakiUmur: 60 tahunAlamat: Nguter, SukoharjoAgama: IslamTanggal Masuk: 17 Mei 2014No. CM: 250xxxB. ANAMNESIS1. Keluhan utama: sesak napas, dada ampeg seperti tertindih, mudah ngos2an 2. keluhan tambahan : Tidak ada3. Riwayat penyakit sekarangPasien datang ke RSUD Sukoharjo di Instalasi Gawat darurat (IGD) RSUD Sukoharjo dengan keluhan sesak napas, dada seprti tertindih sudah SMSMRS. Pasien mengeluh mudah ngos2an setelah melakukan aktifitas yang berat. . Terapi IGD: Infuse asering 16tpm Digoxin 0,25mg /12 jam antalgin 1 amp/12 jam furosemid 1 amp/12 jam amlodipin 5 mg 1x1 pasang DC O2 3lpm Lapor Sp.PD4. Riwayat penyakit dahuluRiwayat penyakit serupa:disangkal Riwayat mondok di RS: disangkalRiwayat hipertensi : adaRiwayat penyakit ginjal : disangkalRiwayat penyakit jantung : disangkalRiwayat alergi obat dan makanan : disangkal5. Riwayat penyakit keluargaRiwayat penyakit serupa: disangkalRiwayat mondok di RS: disangkalRiwayat hipertensi : disangkalRiwayat penyakit ginjal : disangkalRiwayat penyakit jantung : disangkalRiwayat alergi obat dan makanan : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK1. Status Generalis Keadaan umum : Sedang, tampak kesakitan Kesadaran: Compos mentis Vital sign Tekanan Darah : 180/120 mmHg - RR : 36x/menit Nadi : 84x/menit- Suhu : 36,30C. 2. Status Lokalis Kepala Kepala: Normocephal Mata Palpebra: Oedem -/- Konjungtiva: Anemis -/- Sclera: Ikterik +/+ Pupil: Bulat, isokor Reflek cahaya: +/+ Leher KGB: Tidak ada pembesaran Kelenjar tyroid: Tidak ada pembesaran

Thoraks Paru Inspeksi: Simetris, ketinggalan gerak (-) Palpasi: Fremitus normal, ketinggalan gerak (-) Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru Auskultasi : Suara dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/- Jantung Inspeksi: Iktus kordis tak tampak Palpasi : Kuat angkat Perkusi : Batas jantung dalam batas normal Auskultasi : bunyi jantung 1-2 reguler, bising jantung (-) Abdomen Inspeksi : Distensi (+), tegang (+) Auskultasi : Peristaltik menurun, bising usus (-) Perkusi : Pekak hati menghilang Palpasi : Hati : Tak teraba membesar Limpa : Tak teraba membesar Ekstremitas Akral: Hangat

D. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. Laboratorium (tanggal23 Desember 2013)Hb: 13,7(12-16 g/dl) Ht:41(37-47)Lekosit: 10,0 (4-10,5)Trombosit:193(150-450)Eritrosit: 4,8(3,9-5,5)

DIAGNOSISKERJADecompensasi cordis, aritmia

E. TERAPI Pasien berada di ICU selama 3 hariTERAPI Antalgin A/8JRanitidin A/12jISDN 3X5mgDiazepam 3x1Hasil labKreatinin 2,01Ureum 69,9Asam urat 8,3F. FOLLOW UP Rabu, 21 mei 2014 S/ sesek berkurang, mual (+), muntah (-) BAB (+) BAK (+)O/ KU: BAIK, compos mentis VS: HR :90, RR :20, S:36,30C, TD: 160/120 Kep :ca -/-, si -/-, edema palpebra (-/-) Leher : PKGB (-/-) Thorx: SDV(+/+), sonor, Rh(-/-), Wh(-/-) Abd : supel (+), peristaltik (+) Ekstremitas :akral hangat, edema (-/-) A/Decompensasi cordis, aritmia

T/RL, , Ranitidin A/12JAntalgin A/8JISDN 3X5 mgDaizepam 3x1

Kamis, 22 mei 2014S/sesek berkurang, mual (-) muntah (-) . 0/ KU :baik, composmentis TD : 160/100, HR : 102, RR : 20, S : 36 C.A/ Decompensasi cordis, aritmiaT / BLPL

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung (Price, 2006).

B. EpidemiologiPrevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun (Fathoni, 2007). Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita. Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya (Sugeng dan Sitompul, 2003).45% penderita decompensasi cordis disebabkan oleh hiperkolesterol, 44% disebabkan hipertensi dan 11% disebabkan faktor-faktor stress, merokok dan gaya hidup yang tidak sehat.C. ETIOLOGIPenyebab dari gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel (seperti penyakit arteri koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah atau penyakit jantung congenital) dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel (stenosis mitral, kardiomiopati atau penyakit pericardial). Factor pencetus termasuk meningkatnya asupan garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark miokard akut (mungkin yang tersembunyi), serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan dan endokarditis infektif (Sudoyo, 2007).Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif (Chandrasoma, 2006).D. Patofisiologi Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif (Price dan Wilson, 2006). Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain : (1) norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite, (2) angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium, (4) endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5) vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF merupakan toksisitas langsung myosite, (7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite (Nugroho, 2009).Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung (Masud, 1992).

E. Manifestasi Klinis

Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif. Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda. Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu deffort, fatig, ortopnea, dispnea nocturnal paroksimal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan Cheyne Stokes, takikardia, pulsus alternans, ronkhi dan kongesti vena pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul fatig, edema, liver engorgement, anoreksia dan kembung.Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras, ascite, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan edema putting. Gagal jantung kongestif manifetasi gabungan gagal jantung

New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungional dalam 4 kelas:Kelas I : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhanKelas II: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhanKelas III: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhanKelas IV: Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring. (Sudoyo, 2007).

Diagnosis gagal jantung kongestif (Criteria Framingham)Criteria Mayor:1. Dispnea nocturnal paroksimal atau ortopnea2. Peningkatan tekanan vena jugularis3. Ronkhi basah tidak nyaring4. Kardiomegali5. Edema paru akut6. Irama derap S37. Peningkatan tekanan vena >16 cm H2O8. Refluks hepatojugular

Criteria minor1. Edema pergelangan kaki2. Betuk malam hari3. Dyspneu deefort4. Hepatomegali5. Efusi pleura6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum7. Takikardi (>120x menit)

F. Pemeriksaan penunjang1. EKGPasien gagal jantung jarang dengan EKG normal dan bila terdapat EKG normal dianjurkan untuk meneliti diagnosis gagal jantung tersebut. EKG sangat penting dalam menentukan irama jantung

2 foto thoraks Terdapat hubungan lemah antara ukuran jantung pada foto toraks dengan fungsi ventrikel kiri. Pada gagal jantung akut sering tidak terdapat kardiomegali. Kardiomegali mendukung diagnosis gagal jantung khususnya bila terdapat dilatasi vena lobus atas. Foto rontgen adalah indicator penting untuk menentukan ukuran jantung dan mendeteksi pembesaran. Yang paling umum digunakan adalah CTR (cardiothoracic Ratio). Selain itu juga digunakan diameter tranversal jantung. CTR adalah perbandingan diameter transversal jantung dengan diameter transversal rongga thoraks. Rasio normalnya 50% (55% untuk orang Asia dan Negro). Rasio ini meningkat pada orang tua dan pada neonates kadang mencapai 60%. Metode ini tidak bisa dipakai pada orang yang letak jantungnya mendatar (horizontal) atau vertical dan orang dengan pericardium penuh lemak (Malueka, 2008).

CTR = (a+b)(c1+c2)Keterangan:Garis a: jarak dari penonjolan yang dibentuk oleh atrium kordis dekstra sampai ke Linea medianaGaris b: jarak dari penonjolan yang dibentuk oleh ventrikel kordis sinstra sampai ke linea medianaGaris c: jarak dinding kanan-dinding kiri melalui sinus kardiofrenik.Normal = 48 50% (Malueka, 2008).

GAMBARAN RADIOLOGIS GAGAL JANTUNG KIRIPada foto thoraks gagal jantung terlihat perubahan corakan vaskuler paru1. Distensi vena di obus superior, bentuknya menyerupai huruf Y dengan cabang lurus mendatar ke lateral2. Batas hilus pulmo terlihat kabur3. Menunjukkan adanya edema pulmonum keadaan awal4. Terdapat tanda-tanda edema pulmonum meliputi edema paru interstitial dan alveolar.

Edema interstitial: edema ini menunjukkan septal line yang dikenal sebagai Kerleys line, ada 4 jenis yaitu:a. Kerley A: garis panjang di lobus superior paru, berasal dari daerah hilus menuju ke atas dan periferb. Kerley B: garis-garis pendek dengan arah horizontal tegak lurus pada dinding pleura dan letaknya di lobus inferior, paling mudah terlihat karena letaknya tepat diatas sinus costophrenicusGaris ini adalah yang paling mudah ditemukan di gagal jantungc. Kerley C: garis-garis pendek, bercabang, ada di lobu inferior. Perlu pengalaman untuk melihatnya, karena hampir sama dengan pembuluh darah.d. Kerley D: garis-garis pendek, horizontal, letaknya retrostrenal hanya tampak pada foto lateral (Malueka, 2008).

Edema alveolar: terjadi pengurangan lusensi paru yang difus mulai dari hilus sampai ke perifer bagian atas dan bawah. Gambaran ini dinamakan butterfly appearance/ butterfly patterns atau bats wing pattern. Batas kedua hilus menjadi kabur (Malueka, 2008).

GAMBARAN RADIOLOGIS GAGAL JANTUNG KANANBeberapa tanda khas gagal jantung kanan adalah: Vena cava superior melebar, terlihat sebagai pelebaran di suprahiler kanan sampai ke atas Vena azygos membesar sampai mencapai lebih dari 2 mm Efusi pleura, biasanya terdapat di sisi kanan atau terjadi bilateral Interlobar effusion atau fissural effusion. Sering terjadi pada fissure minor, bentuknya oval atau elips. Setelah gagal jantung dapat diatasi, maka efusi tersebut menghilang, sehingga dinamakan vanishing lung tumor sebab bentuknya mirip tumor paru. Kadang-kadang disertai dengan efusi pericardial (Malueka, 2008).

3. Hematolosi dan biokimia (pemeriksaan laboratorium)Peningkatan hematokrit memnunjukkan bahwa sesak nafas mungkin disebabkan oleh penyakit paru, penyakit jantung congenital atau malformasi arteri vena. Kadar ureum dan kreatinin penting untuk diagnosis differential penyakit ginjal. Kadar kalium dan natrium merupakan predictor mortalitas

4. EkokardiografiPemeriksaan ini dilakukan untuk diagnosis optimal gagal jantung dalam menilai fungsi sistolik dan diastolic ventrikel kiri, katup, ukuran ruang jantung, hipertrofi dan abnormalitas gerakan

5. Tes fungsi paru

6. Uji latih beban jantung

7. Kardiologi nuklir

G. Diagnosis BandingDiagnosis gagal jantung antara lain:1. Penyakit paru: pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru berat misalnya ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)2. Penyakit Ginjal: gagal ginjal akut atau kronik, sindrom nefrotik, diabetic nefropati3. Penyakit Hati: sirosis hepatic4. Sindroma hiperventilasi: psikogenik atau penyakit ansietas berat (Sudoyo, 2007)H. Penatalaksanaan

I. I. Komplikasi1. Stroke2. Infark miokard3. Emboli paru4. Penyakit katub jantung

J. PROGNOSIS1. Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/ minggu-minggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja sulit memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan kematian.2. Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal adalah dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang bik untuk koreksi bedah.3. Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.