35
DEFEKASI PENGERTIAN Defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup. FISIOLOGI BUANG AIR BESAR Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah perineum. Tekanan intra- abdominal bertambah dengan penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir (Pearce, 2002). MEKANISME

DEFEKASI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

proses defekasi normal

Citation preview

Page 1: DEFEKASI

DEFEKASI

PENGERTIANDefekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup.FISIOLOGI BUANG AIR BESAR

Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir (Pearce, 2002).

  MEKANISME

 

Jenis gelombang peristaltik yang terlihat dalam usus halus jarang timbul pada sebagian kolon, sebaliknya hampir semua dorongan ditimbulkan oleh pergerakan lambat kearah anus oleh kontraksi haustrae dan gerakan massa. Dorongan di dalam sekum dan kolon asenden dihasilkan oleh kontraksi haustrae yang lambat tetapi berlangsung persisten yang membutuhkan waktu 8 sampai 15 jam untuk menggerakkan kimus hanya dari katup ileosekal ke kolon transversum, sementara kimusnya sendiri menjadi berkualitas feses dan menjadi lumpur setengah padat bukan setengah cair.

Page 2: DEFEKASI

Pergerakan massa adalah jenis pristaltik yang termodifikasi yang ditandai timbulnya sebuah cincin konstriksi pada titik yang teregang di kolon transversum, kemudian dengan cepat kolon distal sepanjang 20 cm atau lebih hingga ke tempat konstriksi tadi akan kehilangan haustrasinya dan berkontraksi sebagai satu unit, mendorong materi feses dalam segmen itu untuk menuruni kolon.

Kontraksi secara progresif menimbulkan tekanan yang lebih besar selama kira-kira 30 detik, kemudian terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya sebelum terjadi pergerakan massa yang lain dan berjalan lebih jauh sepanjang kolon. Seluruh rangkaian pergerakan massa biasanya menetap hanya selama 10 sampai 30 menit, dan mungkin timbul kembali setengah hari lagi atau bahkan satu hari berikutnya. Bila pergerakan sudah mendorong massa feses ke dalam rektum, akan timbul keinginan untuk defekasi (Guyton, 1997).

  Tentang DefekasiSebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses, hal ini karena adanya sfingter yang lemah ±20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid  dan rectum serta sudut tajam yang menambah resistensi pengisian rectum. Bila terjadi pergerakan massa ke rectum, kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus akan timbul keinginan defekasi. Pendorongan massa yang terus menerus akan dicegah oleh konstriksi tonik dari 1) sfingter ani interni; 2) sfingter ani eksternusRefleks Defekasi. Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus melemas dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic (diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rectum.Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic dalam kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika gelombang peristaltic mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu rectum teregangSebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai, defekasi volunter dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter eksternus dan mengontraksikan otot-otot abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan suatu reflex spinal yang dengan sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen.Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai relfeks defekasi, sehingga diperlukan refleks lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis (segmen sacral medulla spinalis). Bila ujung saraf dalam rectum terangsang, sinyal akan dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian secara refleks kembali ke kolon descendens, sigmoid, rectum, dan anus melalui serabut parasimpatis n. pelvikus. Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan merelaksasi sfingter ani internus. Sehingga mengubah refleks defekasi intrinsic menjadi proses defekasi yang kuatSinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan efek lain, seperti mengambil napas dalam, penutupan glottis, kontraksi otot dinding abdomen mendorong isi feses dari kolon turun

Page 3: DEFEKASI

ke bawah dan saat bersamaan dasar pelvis mengalami relaksasi dan menarik keluar cincin anus mengeluarkan feses. Refleks dalam Proses Defekasi

 1. Refleks Defekasi IntrinsikBerawal dari feses yang masuk rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian

menyebabkan rangsangan pada fleksus mesenterika dan terjadilah gerakan perilstaltik.Feses tiba di anus, secara sistematis spingter interna relaksasi maka terjadilah defekasi

2.  Refleks Defekasi ParasimpatisFeses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan

ke spinal cord.Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi spinter internal, maka terjadilah defekasi.Dorongan feses juga dipengaruhi oleh :-Kontraksi otot abdomen-Tekanan diafragma -Kontraksi otot elevator

KONSEP DEFEKASI (BUANG AIR BESAR)

Buang Air BesarBuang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).

Fisiologi Buang Air BesarRektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir (Pearce, 2002).

Proses Buang Air BesarJenis gelombang peristaltik yang terlihat dalam usus halus jarang timbul pada sebagian kolon, sebaliknya hampir semua dorongan ditimbulkan oleh pergerakan lambat kearah anus oleh kontraksi haustrae dan gerakan massa. Dorongan di dalam sekum dan kolon asenden dihasilkan oleh kontraksi haustrae yang lambat tetapi berlangsung persisten yang membutuhkan waktu 8 sampai 15 jam untuk menggerakkan

Page 4: DEFEKASI

kimus hanya dari katup ileosekal ke kolon transversum, sementara kimusnya sendiri menjadi berkualitas feses dan menjadi lumpur setengah padat bukan setengah cair.

Pergerakan massa adalah jenis pristaltik yang termodifikasi yang ditandai timbulnya sebuah cincin konstriksi pada titik yang teregang di kolon transversum, kemudian dengan cepat kolon distal sepanjang 20 cm atau lebih hingga ke tempat konstriksi tadi akan kehilangan haustrasinya dan berkontraksi sebagai satu unit, mendorong materi feses dalam segmen itu untuk menuruni kolon.Kontraksi secara progresif menimbulkan tekanan yang lebih besar selama kira-kira 30 detik, kemudian terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya sebelum terjadi pergerakan massa yang lain dan berjalan lebih jauh sepanjang kolon. Seluruh rangkaian pergerakan massa biasanya menetap hanya selama 10 sampai 30 menit, dan mungkin timbul kembali setengah hari lagi atau bahkan satu hari berikutnya. Bila pergerakan sudah mendorong massa feses ke dalam rektum, akan timbul keinginan untuk defekasi (Guyton, 1997).

Pengertian konstipasiKonstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).

Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak cukup jumlahnya, berbentuk keras dan kering (Oenzil, 1995).

Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan pasase feses yang menyangkut konsistensi tinja dan frekuensi berhajat. Konstipasi dikatakan akut jika lamanya 1 sampai 4 minggu, sedangkan dikatakan kronik jika lamanya lebih dari 1 bulan (Mansjoer, 2000).

Penyebab konstipasiKurang gerak.Kurang minum.Kurang serat.Sering menunda buang air besar.Kebiasaan menggunakan obat pencahar.Efek samping obat-obatan tertentu (antasid dan opiat) sampai adanya gangguan seperti usus terbelit.

Patofisiologi konstipasiDefekasi menjadi sulit manakala frekuensi pergerakan usus berkurang, yang akhirnya akan memperpanjang masa transit tinja. Semakin lama tinja tertahan dalam usus, maka konsistensinya akan semakin keras, dan akhirnya membatu sehingga susah dikeluarkan (Arisman, 2004).

Rasa takut akan nyeri sewaktu berdefekasi juga dapat menjadi stimulus psikologis bagi seseorang untuk menahan buang air besar dan dapat menyebabkan konstipasi. Rangsangan simpatis atau saluran gastrointestinal menurunkan motilitas dan dapat memperlambat defekasi. Aktivitas simpatis meningkat pada individu yang mengalami stress lama. Obat-obatan tertentu misalnya antasid dan opiat juga dapat

Page 5: DEFEKASI

menyebabkan konstipasi (Corwin, 2000).

Cara mengurangi resiko konstipasiMenyarankan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari,seperti sayuran dan buah-buahan.Menganjurkan untuk minum paling sedikit delapan gelas cairan (air, jus, teh, kopi) setiap hari untuk melembutkan feses.Menganjurkan untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin, karena bisa menyebabkan ketergantungan (Moore, 1997).

PemeriksaanPemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan.Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran nadi.Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebih, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja. Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus.Pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar. Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau adanya darah.Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor resiko konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur. Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor.Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan koloskopi (Nri, 2004).

TerapiTerapi diberikan sesuai penyebabnya dan pada lansia pengobatannya harus hati-hati. Untuk pengobatan biasanya dimulai fase 1 yaitu perubahan kebiasaan hidup meliputi latihan buang air besar secara teratur, dikombinasi olahraga, dan diet banyak cairan minimum 1500 cc/hari air/jus buah, makanan berserat sehari 20-30 gram.Jika belum membaik, maka terapi memasuki fase 2, yaitu penggunaan obat-obatan laksatif atau supositoria dan enema serta terapi lainnya.Jika fase 2 tidak efektif, maka perlu pemeriksaan radiologis, bahkan pada konstipasi tertentu perlu dilakukan tindakan operasi (Arief, 2008).

Patofisiologi hubungan serat dengan konstipasi

Page 6: DEFEKASI

Diet berserat tinggi mempertahankan kelembaban tinja dengan cara menarik air secara osmotis ke dalam tinja dan dengan merangsang peristaltik kolon melalui peregangan. Dengan demikian, orang yang makan makanan rendah serat atau makanan yang sangat dimurnikan beresiko lebih besar mengalami konstipasi (Corwin, 2000).

Fisiologi pencernaanMengunyahPada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf ranial kelima, dan proses mengunyah dikontrol oleh nukleus dalam batang otak. Perangsangan formasio retikularis dekat pusat batang otak untuk pengecapan dan menimbulkan pergerakan mengunyah yang ritmis secara kontinu. Demikian pula, perangsangan area di hipotalamus, amigdala, dan bahkan di korteks serebri dekat area sensoris untuk pengecapan dan penghidu sering kali dapat menimbulkan gerakan mengunyah.

MenelanTahap volunter, bila makanan sudah siap untuk ditelan secara sadar makanan ditekan atau digulung kearah posterior ke dalam faring oleh tekanan lidah ke atas dan belakang terhadap palatum.Tahap faringeal, sewaktu bolus makanan memasuki bagian posterior mulut dan faring, bolus merangsang daerah reseptor menelan di seluruh pintu faring, khususnya pada tiang-tiang tonsil, dan impuls-impuls berjalan ke batang otak untuk mencetuskan serangkaian kontraksi otot faringeal secara otomatis.Tahap esopageal, esopagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus dari fungsi tersebut. Normalnya esopagus memperlihatkan dua tipe gerakan peristaltik. Peristaltik primer hanya merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke esopagus selama tahap faringeal dan penelanan. Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan yang telah masuk esopagus ke dalam lambung, maka terjadi gelombang peristaltik sekunder yang dihasilkan dari peregangan esopagus oleh makanan yang tertahan, dan terus berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam lambung (Guyton, 1997).

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Azis. (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba MedikaAlmatsier, Sunita (2004). Penuntut Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

MEKANISME DEFEKASI

Dengan kata lain adalah mekanisme "buang hajat". Semua diawali dengan adanya feces di colon sigmoideum, saat jumlah feces sudah melebihi kapasitas penyimpanan di colon sigmoideum, maka feces akan turun menuju ke rectum. Rectum biasanya kosong dan hanya terisi saat akan

Page 7: DEFEKASI

memulai defekasi. Dinding rectum mempunyai reseptor regangan yang dipersarafi oleh serabut viscero sensible parasymphatis segmen sacral 2-4. Rangsang yang diterima oleh reseptor regangan akan menjalar di serabut saraf, kemudian masuk ke cornu posterior medulla spinalis dan akan naik ke otak. Rangsang akan diproses di otak, apakah akan ditahan atau meneruskan proses defekasi.

Jika kita memutuskan untuk menahan defekasi, maka impuls akan turun menuju cornu anterior medulla spinalis segmen sacral 2-4 yaitu ke nervus pudendus yang mensarafi m. levator ani, lalu terus menuju ke cabangnya yaitu nervus rectalis inferior yang mensarafi musculus sphincter ani externus dan. Hal ini menyebabkan m. sphincter ani externus dan m. levator ani berkontraksi untuk menahan defekasi.

Jika kita memutuskan untuk meneruskan proses defekasi, maka impuls akan turun menuju ke berbagai saraf:

N. facialis (VII) untuk mengkontraksikan otot2 wajah. N. vagus (X) untuk menutup epiglottis. n. Phrenicus untuk memfiksasi diapraghma. nn. Thoracales segmen yang berhubungan untuk mengkontraksikan otot-otot dinding

abdomen. n. splanchnicus pelvicus, yang berisi pesan untuk mengurangi kontraksi m. sphincter ani

internus. n. pudendus, yang berisi pesan untuk mengurangi kontraksi m. sphincter ani externus dan

m. levator ani. n. ischiadicus, untuk mengkontraksikan otot-otot hamstring.

Penutupan epiglottis dan kontraksi otot-otot dinding abdomen berfungsi untuk meningkatkan tekanan intra abdominal, sehingga mendukung pengeluaran feces. Selanjutnya feces dikeluarkan melalui canalis analis. Tunica mucosa bagian bawah canalis analis menonjol melalui anus mendahului massa feces. Pada akhir defekasi, tunica mucosa kembali ke canalis analis akibat tonus serabut-serabut longitudinal dinding canalis analis serta penarikan ke atas oleh m. puborectalis (bagian dari m. levator ani). Kemudian lumen canalis analis yang kosong ditutup oleh kontraksi tonik m. sphincter ani.

Referensi

1. Diktat systema urogenital FK UNDIP.2. Anatomi klinik Snell.3. Slide kuliah faal digestive FK UNDIP

4. Saraf dalam Sistem Pencernaan

Page 8: DEFEKASI

5.

A. Pengerian saraf           Saraf adalah salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh. Dengan pertolongan saraf kita dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik dan teratur. Dengan saraf pula kita dapat menerima rangsang serta merespon rangsangan yang kita dapat. Kita berkedip dan bernafas semua diatur oleh sistem saraf tanpa kita sadari. Kita merasakan lapar dan kenyang juga diatur oleh sistem saraf. Absorbsi makanan dan minuman didalam sistem pencernaan bekerja berdasarkan urutan dengan koordinasi dari sistem saraf. Orang yang mengalami kerusakan dalam sistem persarafannya akan mengalami banyak sekali hambatan dalam melakukan aktivitas. Contohnya orang stroke, mereka tidak dapat berjalan, sukar untuk bergerak, bahkan utuk berbicara saja sulit. Jadi dapat kita bayangkan betapa pentingnya sistem saraf dalam kehidupan kita.

B. Sel SarafSistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor.Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang didalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf yaitu dendrite dan akson (neurit). Akson biasanya sangat panjang dan sebaliknya dendrite biasanya lebih pendek. Setiap neuron hanya mempunya satu akson dan minimal satu dendrite. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak yang disebut myelin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang menempel pada akson. sel Schwan memiliki membran plasma yang disebut neurilemma. Ada juga bagian akson yang tidak terbungkus myelin disebut nodus Ranvier.

6.7.

C. Otak dan Sistem PencernaanOtak manusia terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:1. Otak depan 2. Otak tengah3. Otak belakangBagian otak yang mengatur tentang sistem pencernaan adalah otak belakang, tepatnya di medulla oblongata. Medulla oblongata adalah bagian dari otak belakang yang

Page 9: DEFEKASI

membentuk bagian bawah batang otak yang menghubungkan anatara pons varoli degan medulla spinalis (sumsum tulang belakang)

8.

9.10.

D. Susunan Saraf OtonomSaraf otonom adalam saraf-saraf yang bekerjanya tidak dapat disadari dan bekerja secara otomatis dan disebut juga saraf tak sadar. Susunan saraf otonom mempersarafi aktivitas vital seperti pencernaan serta semua alat dalam seperti lambung, pankreas dan usus. Saraf otonom dibagi menjadi dua bagian menurut fungsinya yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Saraf ini bekerja secara antagonis (berlawanan). Saraf simpatis terdiri dari 3 bagian, yaitu: 1. Kornu Anterior2. Trunkus Simpatikus3. Fleksus SimpatikusNamun bagian yang menangani masalah pencernaan adalah bagian Trunkus Simpatikus dan Fleksus Simpatikus. Trunkus Simpatikus bagian Servikalis yang mengatur kelenjar ludah dan esofagus. Sedangkan fleksus Simpatikus mampersarafi lambung, pankreas, dan usus.Saraf parasimpatis sakral yang mempersarafi kolon rectum. Nucleus salivatorius superior mempersyarafi kelenjar ludah. Nucleus dorsalis nervus X mempersarafi pankreas dan hati. Sakral II, III, dan IV mempersarafi kolon desenden dan rectum. Kornu lateralis medulla spinalis bagian sakral mempersarafi bagian yang berperan dalam defekasi.

Page 10: DEFEKASI

11.12.

Berikut ini adalah organ dan sistem pengendalian ganda oleh saraf simpatik dan juga saraf parasimpatik.

13.14.

E. Saraf pada Sistem PencernaanSistem Pencernaan dimulai dari mulut dan berakhir di anus. Banyak saraf yang bekerja pada sistem pencernaan mulai dari mengunyah sampai defekasi. Berikut ini adalah penjelasannya.

1. MulutDidalam mulut makanan dikunyah lalu dibentuk bolus-bolus kecil sehingga dapat ditelan. Dalam mengunya diperlukan gigi untuk membuat makan menjadi lebih kecil dan juga air liur untuk mempermudah penelanan. Gigi-gigi atas disarafi oleh Nervus Trigeminus bagian nervus maksilaris. Sedangkan gigi-gigi bawah disarafi oleh Nervus trigeminus bagian Nervus Mandibularis. Gerakan mengunyah juga melibatkan rahang atas dan

Page 11: DEFEKASI

bawah yang disarafi sama seperti gigi. Rahang atas oleh nervus maksilaris dan rahang bawah oleh nervus mandibularis.Dimulut juga terjadi gerakan menelan dengan bantuan lidah serta air liur. Air liur yang ada disekresikan oleh saraf otonom yaitu saraf parasimpatis. Sedangkan gerak lidah mendorong lobus sehingga masuk kedalam esofagus dan terjadi proses menelam dihantarkan melalui saraf otak ke V, IX, X, dan XII serta bebeapa nervus servikalis Superior.

2. EsofagusDidalam esophagus makanan yang bebentuk bolus tidak dicerna baik secara kimiawi maupun mekanik. Didalam esophagus hanya terjadi gerakan peristaltic untuk mendorong makanan sampai ke lambung. Gerakan peristaltic ini disarafi oleh nervus Vagus.

3. LambungDidalam lambung makanan yang berbentuk bolus di cerna secara kimiawi. Dengan sekresi kelenjar-kelenjar di sistem pencernaan untuk membantu kerja lambung dalam mencerna makanan. Sekresi itu diatur oleh saraf otonom yaitu saraf parasimpatik. Didalam usus juga terjadi gerakan peristaltic yang juga diatur oleh saraf otonom, yaitu saraf parasimpatik. Nervus vagus juga ikut mempersarafi kegiatan (kerja) lambung. Selain saraf parasimpatis saraf simpatik juga mempersarafi lambung yaitu bagian fleksus simpatis dengan serabut bernama fleksus seliaka.

4. Usus Usus tidak jauh berbeda dengan lambung. Nervus vagus masih mempersarafi absorbsi yang ada di usus setelah makanan di cerna didalam lambung. Usus juga disarafi oleh saraf simpatis bagian fleksus simpatikus.

5. Pankreas dan hepar Pankreas dan hepar disarafi oleh sistem saraf parasimpatis bagian nucleus dorsalis nervus X juga oleh bagian fleksus simpatikus, saraf simpatis.

6. Kolon AsendenPusat yang mempersarafi Kolon Asenden adalah bagian sakral II, III, dan IV dari saraf parasimpatik yang masuk didalam saraf otonom.

7. Anus Saraf simpatis sakral adalah bagian yang memepersarafi anus (rectum). Saraf ini termasuk dalam saraf otonom bagian saraf parasimpatis. Begitu juga defekasi. Defekasi juga diatur oleh saraf yang sama yang memepersarafi bagian anus.

Page 12: DEFEKASI

Fisiologi Sistem Pencernaan (traktus GI) I

7:39 PM  fisiologi, gastrointestinal, kedokteran  No comments FISIOLOGI GASTROINTESTINALMakanan merupakan trigger dari sistem GI yang terintegrasi untuk homeostasisSistem GI secara umum dibagi 2:1. Traktus GI : mulut, faring, lambung, usus halus, usus besar, dan rektum2. Organ-organ kelenjar: saliva, pankreas dan liverSekretnya akan masuk ke traktus GITraktus GI memiliki banyak lapisan (dijelaskan lebih lanjut di histologi). Sebagai tambahan saja, serosa yang merupakan lapisan terluar dari traktus GI akan membentuk mesentrium yang akan mengikat dinding saluran cerna ke dinding bagian dalam abdomen.Sebelum membahas lebih lanjut, ada baiknya kita mengenal sistem pengendalian (persarafan) dari gastrointestinal. Sistem Pengendalian GastrointestinalBertujuan untuk membangun lingkungan yang optimal agar traktus GI dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan mengontrol kondisi lumen agar digesti dan absorpsi bisa seoptimal mungkin. Pengendali sistem gastrointestinal terbagi menjadi dua, yaitu hormonal dan neural. Pengaturan neuralPengaturan GI oleh sistem saraf terdiri dari persarafan intrinsik (enterik) dan inervasi ekstrinsik. Fungsi dari persarafan ini adalah untuk memonitor dan mengatur proses yang terjadi di GI.Persarafan intrinsik terdiri dari dua pleksus yaitu pleksus myenterikus dan pleksus submukosa. Pleksus myenterikus atau pleksus Auerbach sesuai namanya (myo=otot) terletak di lapisan muskular antara otot polos sirkular dan otot polos longitudinal. Sedangakn pleksus submukosa atau pleksus Meissner terletak di lapisan submukosa. Sistem saraf intrinsik ini terdiri dari motor neuron, sensorik, dan interneuron. Karena motor neuron pleksus myenterikus sebagian besar menginervasi otot polos longitudinal dan sirkular, pleksus ini sebagai pengontrol motilitas GI. Sedangkan pada pleksus submukosa motor neuronnya kebanyakan mempersarafi sel sekret di epitel mukosa, sehingga pleksus ini sebagai pengontrol sekresi organ traktus GI. Interneuron persarafan intrinsik berfungsi sebagai penghubung pleksu submukosa dan myenterikus. Sedangkan saraf sensorik yang bertugas di epitel mukosa berguna sebagai kemoreseptor, stretch receptor (teraktivasi kalau dinding orag GI terisi makanan).

Persarafan ekstrinsik dari gastrointestinal dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Secara singkat bagan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:Bagian parasimpatis dipersarafi oleh nervus vagus yang hampir mempersarafi traktus GI secara keseluruhan kecuali setengah bagian akhir dari usus besar yang dipersarafi oleh serat saraf dari medula spinalis yaitu nervus pelvis. Kontrol persarafan ekstrinsik ini baik simpatik maupun parasimpatik membentuk hubungan dengan sistem saraf enterik dengan persambungan ke pleksus myenterikus dan pleksus submukosa tempat sistem saraf intrinsik (enterik) terususun rapi. Saraf otonom dapat mempengaruhi motilitas dan sekresi saluran pencernaan melalui modifikasi aktivitas yang sedang berjalan di pleksus-pleksus sistem saraf intrinsik. Sistem saraf simpatis dan parasimpatis yang mempersarafi jaringan tertentu menimbulkan efek yang bertentangan di pencernaan. Sistem saraf simpatis bekerja menghambat/memperlambat kontraksi dan sekresi saluran pencernaan. Sistem saraf parasimpatis bekerja sebaliknya yaitu meningkatkan kerja dengan cara menaikkan motilitas dan sekresi enzim serta hormon

Page 13: DEFEKASI

pencernaan meningkat.Refleks. Ada 2 jenis refleks: short refleks dan long refleks. Perangsang agar terjadi reflek: distensi lumen saluran GI, osmoloritas kimus, keasaman kimus dan hasil digestif (KH, lemak, P). Reseptor yang terletak di GI merupakan: mekanoreseptor (untuk tau distensi saluran GI), osmoreseptor (untuk tahu proses osmosis), kemoreseptor (untuk lihat pH juga kandungan2nya).Jenis refleksnya dibagi menjadi dua, yaitu refleks panjang dan refleks pendek. Pemberian nama sesuai panjang jalur yang dilewatinya. Refleks panjang jalurnya lewat pusat dulu contoh peristiwa: saat mencium bau makanan memicu keluarnya kelenjar saliva. Contoh lain seperti saat kilta baru melihat, atau memikirkan makanan, saliva sudah menetes dan tubuh menjadi merasa lapar. Neuron pathway-nya untuk stimuli dari makanan yang kita lihat: sensoriknya berada di mata akan terkirim ke saraf ekstrinsik ke otak lalu ke saraf simpatik / parasimpatik ke interneuron/efferen neuron (ada yang tanpa interneuron langsung ke GI) lalu ke GI. Kalau refleks pendek maka refleks itu berjalan dengan sensorik di GI dan motoriknya di GI juga misal pada refleks gastrokolik. Resptor di lambung mengirim sinyal ke saraf di kolon. Efektornya otot polos kolon, sehingga akan terjadi kontraksi di kolon. Refleks ini biasa terjadi setelah makan. Hasilnya orang yang bersangkutan setelah makan akan langsung ke belakang. Yang dikeluarkan di feses adalah sisa makanan yang kemari bukan yg baru masuk. Refleks in bertugas untuk mendorong sisa2 makanan yang ada di GI sehingga makanan baru bisa masuk.Ada juga refleks Refleks duodenocolika. Refleknya mirip gastrokolik cuman bedanya makanan yang menstimulus ada di duodenum, efektornya sama yaitu kolon. Menurut kuliah refleks ini paling penting. Karena refleks ini tidak melibatkan otak dalam pengorganisasian rangsang yang diterima, maka prof Greshon menyebut bahwa di GI itu ada otak kita yang kedua atau disebut juga otak kecil atau otak enterik. Wah jadi sekarang gak perlu malu nih kalau perut besar kan otaknya juga besar! HahaElektrofisiologi otot polos GIMotilitas gastrointestinal normal berasal dari kontraksi terkoordinasi dari otot polos yang sebenarnya merupakan derivat dari 2 bentuk dasar aktivitas elektrik pada membran sel otot polos yaitu gelombang lambat dan spike potentials. Sel otot polos layakanya sel-sel lain yang bisa dibangkitkan, mengatur perbedaan potensial pada membran selnya yang berseberangan. Potensial membran yang istirahat untuk sele otot polos adalah -50 dan -60 mV. Perbedaan antara sel otot polos ini dengan sel otot jenis lain atau saraf adalah potensial membrannya berfluktuasi secara spontan.Karena sel-sel ini berpasangan secara elektrik, fluktuasi di potensial membran menyebar ke bagian yang berdampingan pada otot, mengakibatkan terbentuknya gelompang pelan –gelombang dari depolarisasi parsial pada otot polos yang bergerak dengan cepat sepanjang digestive tube untuk jarak yang jauh. Depolarisasi parsial ini besarnya sama dengan fluktuasi pada membran dari 5 hingga 15 mV.Frekuensi dari gelompang pelan tergantung pada letaknya di digestive tube –di usus halus, gelombnag pelan muncul 10 hingga 20 kali per menit dan di lambung serta usus besar 3 hingga 8 kali permenit. Aktivitas gelombang pelan terjadi pada otot polos dan tidak bergantung pada stimulus saraf.Perlu diperhatikan bahwa gelombang pelan bukanlah potensial aksi dan dengan adanya gelombang pelan tidak terpicu terjadinya kontraksi. Gelombang pelan, lebih cenderung untuk mengkoordinasi atau menyamakan kontraksi otot pada usus dengan mengontrol munculnya depolarisasi kedua “spike potential” yang muncul hanya pada puncak dari gelombang pelan.Spike potential adalah potensial aksi sebenarnya yang memunculkan kontraksi otot. mereka

Page 14: DEFEKASI

muncul ketika gelombang pelan melebihi area dari otot polos yang telah dipancing dengan paparan neurotransmitter yang dikeluarkan oleh neuron sekitar (neuron dari sistem intrinsik). Neurotransmitter dikeluarkan sebagai respon dari stimulus lokal yang bervariasi termasuk distensi dinding digestive tube dan berguna untuk mensensitisasi otot dengan membuat potensial membran istirahatnya makin positif.

Jadi ketika bolus masuk ke usus halus yang terjadi adalah:1. Bolus mendistensi usus, memperbesar dindingnya2. Pembesaran menstimulasi saraf di dinding usus untuk mengeluarkan neurotransmitter ke otot polos di daerah distensi sehingga potensial membran daerah tersebut makin depolarisasi3. Ketika gelombang pelan melebihi area otot yang tersensitisasi ini, spike potential terbentuk dan muncullah kontraksi4. Kontraksi berjalan di sepanjang dan sekeliling usus dengan cara yang terkoordinasi karena sel-sel otot berpasangan secara elektrik melalui gap junction

Pengaturan hormonKarakteristik dari sel yang menghasilkan hormon di GI:- Sel tunggal- Tersebar (lambung dan usus halus)- Satu sisi distimulasi oleh lumen, sisi lainnya ahadap ke basal- Dapat distimulasi oleh kimusHormon yang dihasilkan seperti biasa akan dikeluarkan ke darah. Hormon-hormon GI:A. - gastrin - secretin - cholecystokinin - somatostatin - lain2B. - insulin - glucagon Fungsi CCK untuk menyebabkan kontraksi kantung empedu dan relaksasi dari spinkter hepatopankreas sehingga garam empedu masuk ke usus halus. Pengeluaran CCK ini karena stimulasi dari kimus bersifat asam yang masuk ke usus halus.

perjalanan aliran darah: darah bersih dari jantung akan tersebar ke seluruh tubuh termasuk ke sistem GI. Darah bersih masuk ke organ-organ GI dengan tiga jalan bagian liver, limpa, lambung dengan a.seliaka; pankreas, usus halus dan kolon bagian atas dengan a.mesenterika superior; kolon bagian bawah dengan a.mesenterika inferior. Btw, nama arterinya ini sama kayak nama ganglion simpatik yang mempersarafi organ2 yg persis sama seperti yg dialiri arterinya.Setelah absorpsi makanan masuk ke dalam darah maka darah akan jadi kaya nutrisi miskin oksigen (soalnya oksigen sudah kepake buat mencerna makanan). Darah ini akan dikirim ke hati lewat vena porta hepatika untuk detoksifikasi sekalian memberi makan hati. Setelah darah bebas racun maka darah dikembalikan ke jantung agar jadi darah yang kaya oksigen lagi lewta vena cava. Darah kaya O2 akan dikirim ke seluruh tubuh lagi dan begitulah siklus ini kembali berulang.

4 proses yang ada di GI:

Page 15: DEFEKASI

1. Motilitas gerakan di traktus GI2. Sekresi pengeluaran sekret dari kelenjar3. Digesti pemecahan molekul besar jadi molekul kecil (dgn mekanik dan enzimatik) 4. Absorbsi masuknya molekul yang sudah bisa diserap ke dalam pembuluh darah dan limfe

- MotilitasMotilitas mengacu pada kontraksi otot yang mencampur dan mendorong isi saluran pencernaan. Seperti otot polos vaskuler, otot polos di dinding saluran pencernaan terus berkontraksi dengan kekuatan rendah yang dikenla dengan tonus. Tonus ini fungsinya untuk mempertahankan tekanan pada isi saluran pencernaan tetap serta untuk mencegah dinding saluran pencernaan yang melebar permanen setelah mengalami distensi. Pada mayat tonus usus sudah tidak ada lagi, sehingga usus cadavert akan terlihat sangat besar (6,5 m, sedang pada orang hidup 3 meter).Paling kuat terjadi di usus besar. Gerakan motilitas terdapat 2 jenis:1. Gerak peristaltikMerupakan gerak untuk mendorong bolus (sebutan makanan yag sudah menggumpal bulet padat) atau kimus (sebutan makanan setelah melewati lambung) ke arah distal. Gerakan ini terjadi karena adanya doronga dari otot proksimal dari bolus/kimus. Otot yang berkontraksi adalah otot longitudinal, sedang otot sirkular berelaksasi. Sebagai pengingat, di lapisan muskular ada 2 lapisan yaitu sirkular di sebelah dalam dan longitudinal di sebelah luar.2. Gerak segmentasiKontraksi timbul di tengah-tengah bolus sehingga bolus bergerak ke proksimal dan distal sehingga kontraksi akan memecah-mecah bolus ke partikel lebih kecil juga mencampur partikel tersbut. Kemudian bolus ini akan dipajankan ke dinding permukaan saluran pencernaan.Perlu diketahui bahwa pergerakan bahan melewati pencernaan sebagian besar terjadi akibat kontraksi otot polos di dalam dinding organ pencernaan, kecuali motilitas di kedua ujung saluran -mulut sampai bagian awal esofagus dan sfinger anus eksternus, di bagian paling akhir- yang melibatkan otot rangka bukan polos. Jadi tindakan mengunyah, menelan, dan defekasi memiliki komponen volunter.

- SekresiMelepaskan enzim-enzim pencernaan, mukus dan ion-ion. Dari dalam lumen saluran pencernaan kurang lebih 9 liter cairan dikeluarkan. Tapi sebagian besar direabsorbsi kembali. 9 liter cairan itu berasal dari:Sekresi dilakukan oleh sel-sel sekretorik yang tersebar luas di saluran pencernaan. Sejumlah besar air dan bahan-bahan mentah yang penting untuk menghasilkan produk sekretorik dihasilkan dari plasma yang diekstrak. Sekresi memerlukan energi untuk transpor aktif bahan mentah ke dalam sel (meski beberapa ada yang difusi pasif) dan untuk sekresi produk sekretorik oleh retikulum endoplasma. Karena sel sekretorik butuh banyak energi maka sel ini memiliki banyak mitokondria untuk menunjang kerjanya. Sekresi akan dikeluarkan karena adanya rangsangan saraf atau hormon. Dalam keadaan normal, sekresi pencernaan akan direabsorpsi dalam bentuk suatu bentuk untuk dikembalikan ke darah setelah dipakai dalam proses pencernaan. Namun dalam keadaan tertentu kegagalan proses akan menyebabkan hilangnya cairan yang dipinjam dari plasma tersebut.

- DigestiMenguraikan makanan dari komplek menjadi lebih sederhana dengan mekanik ataupun

Page 16: DEFEKASI

enzimatik. Konsumsi manusia akan makanan meliputi: karbohidrat, protein, dan lemak. Sebelum dicerna molekul-molekul mereka yang besar ini tidak akan bisa menembus membran plasma untuk diserap dari lumen ke pembuluh darah atau limfe. Sehingga fase ini penting agar makanan bisa terabsorpsi.KH paling sederhana adalah monosakarida, terdiri dari: glukosa, galaktosa, fruktosa. Monosakarida ini jarang sekali ditemukan di makanan. Kebanyakan bentuk KH yang dimakan adalah polisakarida (glukosa yang berantai dalam jumlah yang banyak). Polisakarida yang paling banyak dikonsumsi adalah starch (kanji, dari makanan nabati) dan glikogen (dari daging). Selulosa merupakan nutrien yang tidak dapat dicerna oleh manusia karena keberadaan rantai glukosa β dimana enzim yang dimiliki manusia hanya bisa menghidrolisis ikatan glukosa α. Namun selulosa tetap penting dalam makanan, karena keberadaannya akan memicu dinding intestine mengeluarkan mukus sehingga makanan bisa keluar dengan lancar.Digesti akhir dari KH: monosakaridaDigesti akhir dari lemak: asam lemak dan mono gliseridaDigesti akhir dari protein: asam amino, dan peptida kecilCara enzim menguraikan molekul-molekul yang besar adalah dengan menambahkan gugus H2O pada ikatan (proses hidrolisis). Dengan cara ini makan molekul-molekuk kecil akan terbebas dari ikatan. Enzim tertentu bersifat spesifik terhadap ikatan yang dapat diuraikan. Lebih lengkap mengenai enzim dan proses perubahan molekul-molekulnya ada di biokim.

- PenyerapanProses akhir dari pencernaan yang berfungsi untuk memindahkan satuan-satuan kecil hasil proses pencernaan dari lumen saluran pencernaan ke dalam darah atau limfe.KH : transpor aktif untuk glukosa dan galaktosa, difusi terfasilitasi GLUT5 untuk fruktosaLemak : monogliserida dan asam lemak bebas penyerapan dibantu dengan garam empedum sebagai kilomikron. Empedu membantu mengemulsifikasi lemak. Penyerapan menuju ke pembuluh limfe.Protein : peptida besar dengan transcyitosis*Peptida kecil dengan H+Asam amino dengan Na+*transpor makromolekuk dengan vesikel dari satu sisi sel ke sisi lain sel tersebut yang memiliki lingkungan yang berbeda. Biasanya terjadi di sel epitel (ingat sel epitel merupakan sel yang membatasi organ dari dua lingkunagna berbeda).

PERFORASI GASTER

PENDAHULUANPerforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid, kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus peptik lambung dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta). Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk pertama kali, meskipun baru pada

Page 17: DEFEKASI

tahun 1892, Ludwig Hensner, seorang Jerman, pertama kali melakukan tindaka bedah pada ulkus peptik lambung. Pada tahun 1894, Henry Percy Dean melakukan tindakan bedah pada ulkus perforasi usus kecil duodenum. Gastrektomi parsial, meskipun sudah dilaksanakan untuk ulkus gaster perforasi dari awal 1892, tidak menjadi terapi populer sampai tahun 1940. Hal ini karena dirasakan adanya rekurensi yang tinggi dari gejala-gejala setelah perbaikan sederhana. Efek fisiologis vagotomi trunkal pada sekresi asam telah diketahui sejak awal abad 19, dan pendekatan ini diperkenalkan sebagai terapi ulkus duodenum pada tahun 1940. Perkembangan selanjutnya terapi ulkus peptik adalah diperkenalkannya vagotomi selektif tinggi pada akhir 1960. Namun, tidak ada satupun pencapaian ini yang terbukti berhasil, dan beberapa komplikasi postoperatif, termasuk angka rekurensi ulkus yang tinggi, telah membatasi penggunaan teknik-teknik ini. Akhir-akhir ini, pada pasien dengan perforasi gaster, penutupan sederhana lebih umum dikerjakan daripada reseksi gaster.

ANATOMI LAMBUNGLambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara esofagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan mengalami perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam organ di dekatnya, bergantung pada letak tukak.Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang ditelan serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan dinding korpus, apalagi antrum, tebal, dan kuat lapisan ototnya.

Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam dinding lambung. Di belakang dan tepi madial duodenum, juga ditemukan arteri besar (a.gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional dengan lambung dan duodenum.Saluran limf dari lambung juga cukup rumit. Semuanya akan berakhir di kelenjar paraaorta dan preaorta di pangkal mesenterium embrional. Antara lambung dan pangkal embrional itu terdapat kelenjar limf yang letaknya tersebar di mana-mana akibat putaran embrional.Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri. Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis. Serabut parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurus sel parietal di fundus dan korpus lambung. Nervus vagus anterior (sinister) memberikan cabang ke kandung empedu, hati dan antrum sebagai saraf Laterjet anterior, sedangkan n.vagus posterior (dekstra) memberikan cabang ke ganglion seliakus untuk visera lain di perut kan ke antrum sebagai saraf Laterjet posterior.

FISIOLOGI LAMBUNGFungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan oleh fundus dan korpus, dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja dalam pencernaan awal berkat kerja kimiawi asam lambung dan pepsin.MotilitasFungsi lambung yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan dan pencampuran makanan

Page 18: DEFEKASI

serta pengosongan lambung. Kemampuan lambung menampung makanan mencapai 1500 ml karena mampu menyesuaikan ukurannya dengan kenaikan tekanan intraluminal tanpa peregangan dinding (relaksasi reseptif). Fungsi ini diatur oleh n.vagus dan hilang setelah vagotomi. Ini antara lain yang mendasari turunnya kapasitas penampungan pada penderita tumor lambung lanjut sehingga cepat kenyang.Peristalsis terjadi bila lambung mengambang akibat adanya makanan dan minuman. Kontraksi yang kuat pada antrum (dindingnya paling tebal) akan mencampur makanan dengan enzim lambung, kemudian mengosongkannya ke duodenum secara bertahap. Daging tidak berlemak, nasi, dan sayuran meninggalkan lambung dalam tiga jam, sedangkan makanan yang tinggi lemak dapat bertahan di lambung 6-12 jam.

Cairan lambungCairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari mengandung lendir, pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal cairan ini selalu ada dalam jumlah sedikit. Produksi asam merupakan hal yang kompleks, namun secara sederhana dibagi atas tiga fase perangsangan. Ketiga fase, yaitu fase sefalik, fase gastrik, dan fase intestinal ini saling mempengaruhi dan berhubungan.Fase sefalikRangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan berpikir tentang makanan akan meningkatkan produksi asam melalui aktivitas n.vagus.Fase gastrikDistensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia, seperti kalsium, asam amino, dan peptida dalam makanan akan merangsang produksi gastrin, refleks vagus, dan reflek kolinergik intramural. Semua itu akan merangsang sel parietal untuk memproduksi asam lambung.Fase intestinalHormon enterooksintin merangsang produksi asam lambung setelah makanan sampai di usus halus. Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh, cairan lambung bertindak sebagai penghambat sekresinya sendiri berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang tinggi di daerah antrum akan menghambat produksi gastrin oleh sel G sehingga sekresi fase gastrik akan berkurang. Pada pH di bawah 2.5 produksi gastrin mulai dihambat.

PERFORASI GASTERPada orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari morbiditas dan mortalitas akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian menurun secara paralel dengan penurunan umum dari prevalensi ulkus peptik. Ulkus duodenum 2-3 kali lebih sering dari perforasi ulkus gaster. Sekitar satu pertiga perforasi gaster berkaitan dengan karsinoma gaster.

Etiologi• Perforasi non-trauma, misalnya :o akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemiao spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.o Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : terutama pada pasien usia lanjut.o Adanya faktor predisposisi : termasuk ulkus peptiko Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfomao Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus, gaster, atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.

Page 19: DEFEKASI

• Perforasi trauma (tajam atau tumpul), misalnya :o trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi.o Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)o Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk pengaman.Dari hasil penelitian di RS Hasan Sadikin Bandung sejak akhir tahun 2006 terhadap 38 kasus perforasi gaster, 32 orang di antaranya adalah pengonsumsi jamu (84,2 persen) dan dari jumlah itu, sebanyak 18 orang mengonsumsi jamu lebih dari 1 tahun (56,25 persen). Pasien yang paling lama mengonsumsi jamu adalah sekitar 5 tahun. Frekuensi tersering mengonsumsi jamu adalah seminggu tiga kali. Namun jamu yang mereka konsumsi adalah jamu plus obat kimia atau yang sering dikenal dengan jamu oplosan. Dari uji laboratorium, ternyata jamu tersebut mengandung bahan kimia. Sebagian besar zat kimia tersebut merupakan golongan obat yang bersifat antiperadangan dan antinyeri (anti-inflamasi) nonsteroid (NSAID) di antaranya fenilbutazon, antalgin, dan natrium diclofenac, serta golongan obat anti-inflamasi steroid di antaranya deksametosan dan prednisoneRuptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam peritoneum. pasien akan menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai peritonitis. Dari radiologis, sejumlah besar udara bebas akan tampak di peritoneum dan ligamentum falsiparum tampak dikelilingi udara.

PatofisiologiDalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial kemudian.Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.

Tanda dan GejalaPerforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut. Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri di

Page 20: DEFEKASI

bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksik.Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator.

Pemeriksaan PenunjangSejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah : foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang disebutkan sebelumnya.

RadiologiPerforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi yang keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan duodenum, empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak mengandung udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi.

Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting, karena keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman, dengan menggunakan teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.

Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya, kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien harus mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri.Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus. Sekitar

Page 21: DEFEKASI

50% pasien menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau linear. Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan usus. Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah di bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di bagian tengah abdomen.

UltrasonografiUltrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.

CT scanCT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya.Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.

PrognosisApabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor berikut akan meningkatkan resiko kematian :• Usia lanjut• Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya• Malnutrisi• Timbulnya komplikasiPenatalaksanaan

Page 22: DEFEKASI

Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.

Tujuan dari terapi bedah adalah :• Koreksi masalah anatomi yang mendasari• Koreksi penyebab peritonitis• Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung)Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.Perforasi gaster pada periode neonatalMeskipun perforasi gaster jarang terjadi, penyakit ini lebih sering terjadi pada anak daripada dewasa, dan biasanya terjadi di ICU neonatal.Tiga mekanisme telah diajukan untuk perforasi gaster pada neonatal : traumatik, iskemik, dan spontan. Etiologi spesifik dapat sulit ditentukan karena bayi biasanya sakit dan patologi aktual menyediakan hanya sedikit petunjuk. Kebanyakan perforasi gaster adalah akibat trauma iatrogenik.Cedera paling umum adalah akibat pemasangan pipa orogastrik atau nasogastrik yang terlalu bertenaga. Perforasi biasanya di sepanjang kurvatura mayor dan tampak sebagai luka tusuk atau laserasi pendek. Perforasi gaster traumatik dapat muncul sebagai akibat distensi gaster yang hebat selama ventilasi tekanan positif selama resusitasi bag-mask atau ventilasi mekanik untuk gagal napas.

Mekanisme perforasi iskemik sulit diterangkan karena kasus ini dihubungkan dengan kondisi stress fisiologis berat seperti prematuritas hebat, sepsis, dan asfiksia neonatal. Perforasi gastrik iskemik telah dilaporkan dalam hubungan dengan enterokolitis nekrotikans. Karena stress ulcer gaster telah dilaporkan pada berbagai bayi yang sakit kritis, telah diajukan bahwa perforasi gaster sebagai akibat dari nekrosis transmural.Perforasi gaster spontan pernah dilaporkan terjadi pada bayi yang sehat, biasanya dalam minggu pertama kehidupan terutama antara hari ke 2 sampai ke 7. Istilah spontan menyatakan penyebab yang bukan akibat enterokolitis nekrotikan atau iskemia, trauma dari intubasi gastrik, obstruksi intestinal atau insuflasi aksidental selama bantuan ventilasi. Meskipun stress perinatal dan prematuritas tidak umum dihubungkan, tidak ada faktor predisposisi yang dapat diidentifikasi pada setidaknya 20% kasus.Satu hipotesis adalah bahwa perforasi spontan berkaitan dengan defek kongenital dinding muskuler gaster. Namun penemuan patologis yang sama belum pernah dilaporkan.Perforasi gastroduodenal telah dihubungkan dengan terapi steroid postnatal untuk mencegah atau terapi BPD. Kebanyakan bayi diberi makan secara normal sampai saat terjadi perforasi. Gambaran patologis dan klinis konsisten dengan overdistensi mekanik daripada iskemia sebagai penyebab perforasi. Tanda dan gejala perforasi gaster biasanya mereka dengan gejala akut

Page 23: DEFEKASI

abdomen disertai sepsis dan gagal napas. Pemeriksaan abdominal adanya distensi abdominal yang signifikan. Vomitus adalah gejala yang tidak konsisten. Konfirmasi radiografi akan pneumoperitoneum masif adalah sugestif dan studi kontras untuk mengkonfirmasi diagnosis tidak diindikasikan. Tanda-tanda syok hipovolemik dan sepsis melengkapi gambaran klinik. Perforasi pada bayi baru lahir merupakan kegawatdaruratan bedah. Karena ukuran yang besar dan tempat perforasi yang proksimal, bayi-bayi ini dapat mendapat pneumoperitoneum dengan progresifitas cepat yang dihubungkan dengan bahaya kardiopulmoner.Sebelum intervensi bedah, selama evaluasi dan resusitasi bayi, dekompresi jarum abdomen dengan kateter intravena besar mungkin diperlukan. Pipa nasogastrik sebaiknya dipasang ketika resusitasi cepat dikerjakan. Pada bayi dengan berat lahir yang sangat rendah yang mengalami perforasi terisolasi, drainse peritonel saja dapat encukupi. Udara bebas persisten atau asidosis berkelanjutan dan bukti peritonitis mengamanatkan eksplorasi bedah. Perbaikan bedah kebanyakan perforasi terdiri dari debrideman dan penutupan dua lapis gaster. Suatu gastrostomi mungkin menjamin. Reseksi lambung signifikan sebaiknya dihindari. kerusakan sering melibatkan dinding posterior lambung sepanjang kurvatura mayor membuat pembagian omentum gastrokolik dan eksplorasi dinding lambung posterior diperlukan bahkan jika gangguan ditemukan juga di dinding anterior. Area multipel dari cedera harus dikecualikan. Terapi suportif yang giat post operatif bersama dengan penggunaan antibiotik spektrum luas secara intravena diperlukan.Faktor yang paling penting yang mempengaruhi angka ketahanan hidup tampaknya adalah interval antara onset gejala dan dimulainya terapi definitif, luas kontaminasi peritonel, derajat prematuritas dan keparahan konsekuensi asfiksia. Berkaitan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan sepsis dan gagal napas sering ditemukan pada bayi prematur, angka mortalitas perforasi gaster menjadi tinggi, berkisar antara 45% sampai 58%.Komplikasi• Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster• Kegagalan luka operasio Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi segera atau lambato Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi : Malnutrisi Sepsis Uremia Diabetes mellitus Terapi kortikosteroid Obesitas Batuk yang berat Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)• Abses abdominal terlokalisasi• Kegagalan multiorgan dan syok septiko Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.o Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut : Hilangnya tonus vasomotor Peningkatan permeabilitas kapiler

Page 24: DEFEKASI

Depresi myokardial Pemakaian leukosit dan trombosit Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin, dan prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapilero Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari gram-positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.• Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH• Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan kegagalan sistem multipel organ dan mungkin berhubungan dengan defek proteksi oleh mukosa gaster• Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperatif• Delirium post-operatif. Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi delirium postoperatif:o Usia lanjuto Ketergantungan obato Demensiao Abnormalitan metaboliko Infeksio Riwayat delirium sebelumnyao Hipoksiao Hipotensi Intraoperatif/postoperatif

DAFTAR RUJUKAN

Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan Duodenum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 541-59. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif., Suprohalta., Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas Kedokteran UI, Media Aesculapius, Jakarta : 2000 Azer, Samy A., Intestinal Perforation – emedicine available from, http://www.emedicine.com/med/topic2822.htm Medcyclopaedia – Gastric rupture, available from http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/g/gastric_rupture Gharehbaghy, Manizheh M., Rafeey, Mandana., Acute Gastric Perforation in Neonatal Period, available from http://www.medicaljournal-ias.org/14_2/Gharehbaghy.pdf Sofić, Amela., Bešlić, Šerif., Linceder, Lidija., Vrcić, Dunja., Early radiological diagnostics of gastrointestinal perforation, available from http://www.onko-i.si/uploads/articles/Radiology_40_2_2.pdf Hermana, Asep., Awas, Bahaya Jamu Oplosan! Available from