56
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai suatu negara yang pernah mengalami masa penjajahan yang cukup panjang, sedang giat-giatnya berusaha mengadakan pembaruan hukumnya secara menyeluruh, baik hukum perdata, hukum administrasi maupun hukum pidananya. Hubungannya dengan hukum pidana, telah sejak lama dilakukan usaha-usaha untuk memperbarui hukum pidana materil (hukum pidana substantif), yang harus dilakukan bersama-sama dengan bidang hukum yang lain, yakni hukum pidana formil (hukum acara pidana). Semuanya ini dalam suatu kerangka untuk mewujudkan suatu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1

Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai suatu negara yang pernah mengalami masa

penjajahan yang cukup panjang, sedang giat-giatnya berusaha

mengadakan pembaruan hukumnya secara menyeluruh, baik hukum

perdata, hukum administrasi maupun hukum pidananya.

Hubungannya dengan hukum pidana, telah sejak lama

dilakukan usaha-usaha untuk memperbarui hukum pidana materil

(hukum pidana substantif), yang harus dilakukan bersama-sama

dengan bidang hukum yang lain, yakni hukum pidana formil (hukum

acara pidana). Semuanya ini dalam suatu kerangka untuk

mewujudkan suatu hukum nasional yang mengabdi kepada

kepentingan nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Usaha pembaruan hukum pidana yang terus digalakkan,

memiliki satu tujuan utama, yakni menciptakan suatu kodifikasi hukum

pidana nasional untuk menggantikan kodifikasi hukum pidana yang

merupakan warisan kolonial yakni Wetboek van Strafrech voor

Nederlands Indie 1915 dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946

dinyatakan sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia

1

Page 2: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

yang merupakan turunan dari Wetboekvan Strafrecht Negeri Belanda

tahun 1886 dengan beberapa tambahan yang dilakukan oleh

pemerintah penjajahan dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia,

ditambah dan diubah oleh pemerintah Republik Indonesia seperlunya.

Hukum Indonesia mengisyaratkan bahwa dalam setiap gerak

warganya diatur dengan undang-undang. Begitupun dengan hukum

pidana Indonesia. Seseorang dikatakan bersalah atau tidak

berdasarkan undang-undang yang berlaku, hukum Indonesia yang

menganut kepastian hukum mestilah memiliki indikator dalam setiap

perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana. Tindak pidana

yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana memiliki

batasan-batasan tersendiri untuk membedakan antara tindak pidana

yang satu dengan yang lain.

Misalnya tindak pidana penggelapan memiliki kemiripan dengan

tindak pidana lain yaitu pencurian. Kualifikasi ini kemudian menjadi

sangat penting yang berimbas pada pembuktian yang dilakukan oleh

Jaksa Penuntut Umum. Belum lagi jika berbicara mengenai jenis-jenis

penggelapan yang satu dengan penggelapan yang lainnya.

Penggelapan biasa dengan penggelapan dengan pemberatan

misalnya, harus memiliki batasan yang jelas agar hakim dalam

2

Page 3: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

menjatuhkan putusannya tidak salah dan menginjak-injak hak-hak

pelaku.

Delik penggelapan diatur dalam pasal Pasal 372. yang

berbunyi:

barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagaianya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ad dalam tangannya bukan bukan karena kejahatan ,di hukum karena pengelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp900,-.

Pengelapan adalah delik yang hampir sama dengan pencurian.

Menurut (Soesilo 1996; 258) perbedaanya adalah di delik pencurian

barang yang di miliki masih belum berada di tangan pencuri dan masih

harus di ambilnya, sedang pada pengelapan waktu di milikinya barang

itu sudah ada di tangan pembuat tidak dengan ada jalan

kejahatan.maksudnya adalah perbedaan antara pencurian dan

penggelapan ada pada waktu barang tersebut di miliki jika dalam

pencurian di curinya barang tersebut , barang tersebut tidak berada

dalam penguasaan dalam pelaku. Pengelapan ketika barang tersebut

diambil, barang tersebut sudah berada dalam penguasaan pelaku

tindak dengan kejahatan.

3

Page 4: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

.Penggelapan dengan pemberatan diatur dalam Pasal 374

KUHP yang berbunyi:

Pengelapan yang lakukan oleh oleh orang yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaanya atau jabatan atau karena ia mendapat upa uang , di hukum penjara selama-lamanya lima tahun.

Unsur-unsur yang ada dalam Pasal 374 adalah penggelapan

biasa yang dilakukan dalam:

A. Diserahkanya barang yang di gelapkan karena adanya hubungan

pekerjaan, misalnya antara majikan dengan pekerja atau atau

majikan dengan pembantu rumah tangga.

B. Diserahkannya barang kepada terdakwa disebabkan karena

jabatannya, misalnya tukang laundry mengelapkan sebuah pakaian

yang dicucinya

C. Karena mendapatkan upah uang bukan berupa barang, misalnya

kuli angkut, mengangkut barang dengan upah uang kemudian

barang tersebut di gelapkan oleh kulih angkut tersebut.

Dalam perkara no.1022/Pid.B/2010/PN.Mks terdakwa didakwa

dengan dakwaan primair subsidair. Dakwaan primair Pasal 372 KUHP

dan Pasal 374 KUHP.

Jika dilihat sekilas pelaku adalah seorang agen PT.Prudential

Assurance Makassar yang didakwa melakukan penggelapan terhadap

4

Page 5: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

nasabahnya dengan menggelapkan uang nasabahnya. Uang nasabah

tersebut diserahkan kepada pelaku karena para nasabah tersebut

menyetorkan untuk asuransi yang ternyata dipakai secara pribadi oleh

terdakwa.

Penyerahan uang tersebut didasarkan kepada pelaku

berdasarkan pekerjaan pelaku sebagai agen asuransi. Artinya

penggelapan tersebut dilakukan sebab adanya hubungan pekerjaan

atau jabatan. Namun hakim kemudian memvonis terdakwa dengan

pasal penggelapan biasa bukan dengan pasal penggelapan dengan

pemberatan yang notabene ancaman hukumannya lebih berat dari

pada ancaman hukuman penggelapan biasa.

Terdakwa melakukan penggelapan yang diatur dalam Pasal

372 KUHP atau penggelapan dengan pemberatan yang diatur dalam

Pasal 374 haruslah melalui pembuktian disidang pengadilan.

Dalam sidang pengadilan, pembuktian mengenai tindak pidana

apa yang kemudian dilakukan oleh terdakwa dilakukan dengan

pemeriksaan alat-alat bukti yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut

Umum, untuk dinilai oleh Majelis Hakim.

Majelis Hakim menilai alat-alat bukti tersebut dan

mencocokkannya dengan pasal-pasal yang telah didakwakan oleh

Jaksa penuntut umum di dalam surat dakwaan.

5

Page 6: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

Hukum pembuktian sendiri diatur dalam Pasal 183 Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana yang menentukan :

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pembuktian yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dimulai

dengan surat dakwaaan. Surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa

Penuntut Umum berisikan pasal-pasal apa saja yang diyakini oleh

Jaksa Penuntut Umum telah dilanggar oleh pelaku. Berdasarkan surat

dakwaan inilah kemudian Jaksa Penuntut Umum membuktikan

dengan fakta-fakta di persidangan dan alat-alat bukti yang dihadirkan.

Alat-alat bukti ini yang akan menjadi pertimbangan hakim dalam

memutuskan seseorang bersalah atau tidak.

Kualifikasi dalam KUHP sangatlah penting, juga untuk Hakim.

Hakimlah yang kemudian memutuskan apakah pelaku bersalah atau

tidak berdasarkan pasal-pasal yang telah dipasang oleh Jaksa

Penuntut Umum. Jika pelaku tidak memenuhi unsur-unsur yang ada

dalam pasal yang dipasang oleh Jaksa Penuntut Umum, terdakwa

harus dibebaskan.

Tipisnya perbedaan antara tindak pidana yang satu dengan

yang lain menjadi salah satu masalah yang harus menjadi perhatian

6

Page 7: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

berbagai pihak. Perlindungan Hak Asasi Manusia merupakan isu

sentral dalam hal ini.

Pengetahuan para penegak hukum seperti Jaksa dan hakim

menjadi faktor kunci dalam mengkualifikasi tindak-tindak pidana yang

tipis perbedaannya antara satu dengan yang lainnya.

Uraian tersebut mendasari pengkajian lebih jauh tentang

penggelap dengan memilih judul “Analisis Yuridis Terhadap Delik

Penggelapan yang Dilakukan Oleh Agen Asuransi (Studi Kasus

No. 1022/Pid.B/2010/PN.Mks)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan hukum delik penggelapan yang dilakukan oleh

agen asuransi dalam kasus No.1022/Pid.B/2010/PN.Mks?

2. Hal-hal apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan sanksi terhadap delik penggelapan yang dilakukan oleh

agen asuransi dalam kasus No.1022/Pid.B/2010/PN.Mks.?

7

Page 8: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum delik penggelapan yang

dilakukan oleh agen asuransi dalam kasus No.1022/Pid.B/2010/PN.Mks.

2. Untuk mengetahui bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan sanksi terhadap delik penggelapan yang dilakukan oleh

agen asuransi dalam kasus No.1022/Pid.B/2010/PN.Mks.

D. Kegunaan penelitian:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum,khususnya hukum pidana dan

juga bagi yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut tentang

penggelapan

2. Secara praktis, hasil penelitian ini di harapkan memberikan manfaat bagi

pembangunan pengetahuan dan kesadaran hukum masyarakat yang

mapan, serta menjadi acuan bagi praktisi hukum dalam rangka

penegakan hukum.

3. Untuk menambah wawasan dan memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan peneliti, khususnya ilmu hukum.

8

Page 9: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Hukum Pidana

1. Pengertian

Ada kesukaran untuk memberikan suatu batasan yang dapat

mencakup seluruh isi/aspek dari pengertian hukum pidana karena isi hukum

pidana sangatlah luas dan mencakup banyak segi, yang tidak mungkin untuk

dimuat dalam suatu batasan dengan suatu kalimat tertentu. Dalam

memberikan batasan tentang pengertian hukum pidana, biasanya diliat dari

satu atau beberapa isi saja, sehingga selalu ada sisi atau aspek tertentu dari

hukum pidana yang tidak masuk, dan berada di luarnya.

Tentang bagaimana luasnya isi hukum pidana itu akan lebih jelas

kiranya setelah mempelajari tentang jenis-jenis hukum pidana yang akan di

bicarakan di belakang.

Walaupun dalam memberikan batasan tentang hukum pidana

selalu ada aspek hukum pidana yang ada di luarnya, namun demikian tetap

berguna untuk terlebih dulu memberikan batasan tersebut. faedah itu adalah

dari batasan itu setidaknya dapat memberikan gambaran awal tentang arti

hukum pidana sebelum memahami lebih jauh dan dengan lebih mendalam.

9

Page 10: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

Dilihat dari garis-garis besarnya, dengan berbijak pada kondifikasi

sebagai sumber utama atau sumber pokok hukum pidana, hukum pidana

merupakan bagian dari hukum publik yang memuat/berisi ketentuan

ketentuan tentang:

1. Aturan hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan dengan)

larangan melakukan perbuatan perbuatan (aktif/positif maupun

pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi

berupa pidana (Straf) bagi larangan yang melanggar larangan itu.

2. Syarat syarat tertentu (kapankah) yang harus di penuhi/harus ada

bagi si pelanggar untuk dapat di jatuhkan sanksi pidana yang di

ancamkan pada larangan perbuatan yang di langgarnya.

3. Tindakan dan upaya upaya yang boleh yang harus dilakukan oleh

Negara melalui alat-alat perlengkapanya (misalnya

polisi,jaksa,hakim ), terhadap yang disangka dan didakwa sebagai

pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha Negara

menetukan,menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana

terhadap dirinya, serta melakukan tindakan dan upaya-upaya yang

boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa pelanggar

hukum tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan

hak-haknya dari tindakan Negara dalam upaya Negara

menegakkan hukum pidana tersebut.

10

Page 11: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

4. Dalam batasan yang cukup panjang di atas, sudah tentu masih

ada kekuranganya, namun bagaimana sudah diterangkan bahwa

batasan-batasan tersebut adalah garis besar yang berarti dalam

hal-hal lain atau yang lebih kecil dari hukum pidana yang tidak

tercakupkan.

Hal pidana yang mengandung aspek pertama dan kedua disebut

dengan hukum pidana materil yang dapat juga disebut dengan hukum pidana

abstrak dapat pula disebut hukum pidana dalam keadaan diam, yang sumber

utamanya adalah Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Sementara

itu, hukum pidana yang berisi atau menganai aspek ketiga di sebut dengan

hukum pidana formil atau disebut juga dengan hukum pidana konkret atau

hukum pidana dalam keadaan bergerak, yang juga disebut hukum acara

pidana, yang sember pokoknya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP,yakni UU No 8 Tahun 1981).

2. Pembagian hukum pidana ;

Menurut Andi Hamzah (Adami Chazawi, 2010 : 9 ) membagi hukum pidana yakni :

a) Hukum Pidana dalam Keadaan diam dan dalam keadaan bergerak

atas dasar ini, hukum pidana dibedakan dengan hukum pidana

materil dan hukum pidana formil atau hukum acara pidana sebagai

telah di bicarakan di atas.

11

Page 12: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

b) Hukum Pidana dalam Arti Objektif dan dalam Arti Subjektif

hukum pidana objektif atau di sebut dengan ius poenale adalah

hukum pidana yang di liat dari aspek larangan-larangan berbuat ,

yaitu larangan yang di sertai dengan ancaman pidana bagi siapa

yang melanggar larangan tersebut. Jika pidana objektif memiliki

arti yang sama dengan hukum pidana materil. Sebagaimana yang

di rumuskan oleh Hazewinkel Suringa, ius poenale adalah

sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan

pemerintah dan keharusan yang terhadap pelangaranya di

ancam bagi pidana si pelanggarnya.

Sementara itu, hukum pidana subjektif atau disebut ius Poeniendi

sebagai aspek subjektifnya hukum pidana, merupakan aturan yang berisi

atau menegenai hak atau kewenangan Negara:

Untuk menentukan larangan-larangan dalam upaya mencapai

ketertiban umum;

Untuk memberlakukan (sifat memaksanya) hukum pidana yang

memwujudkan dangan menjatuhkan pidana kepada si pelanggar

laranagan tersebut; serta

Untuk menjalankan sanksi pidana yang telah dijatuhkan oleh

negara pada si pelanggar hukum pidana tadi.

12

Page 13: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

Sebagai organisasi yang besar,tertinggi,dan terkuat,hanya

Negara yang berhak dan berwenang untuk menentukan pidana dan

menjalankanya. Artinya ,sebagai satu-satunya subjek hukum yang boleh

membentuk aturan-aturan yang mengikat semua warga, serta mampu

menjalankannya dengan sebaik-baiknya agar aturan-aturan itu ditegakkan

dan dilaksanakan dalam rangka terjaminnya ketertiban umum.

Adil dari segi subjektif, Negara memiliki dan memegang tiga

kekuasaan/hak fundamental yakni:

Hak untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang di

larang dan menentukan bentuk serta berat ringannya ancaman

pidana (sanksi pidana) bagi pelanggarnya;

Hak untuk menjalankan hukum pidana dengan menuntut dan

menjatuhkan pidana pada si pelanggar aturan hukum pidana

yang di bentuk tadi; dan

Hak untuk menjalankan sanksi pidana yang telah di jatuhkan

pada pembuatannya/petindaknya tersebut.

Hak Negara yang begitu luas perlulah di atur dan dibatasi. Jika

tidak, dapat terjadi kesewenang-wenangan yang bukan saja dapat

menimbulkan ketidakadilan, namun juga ketidaktentraman dan tidaktenangan

warga diantara Negara. Untuk itu, hak dan kewenangan yang luas itu perlu

13

Page 14: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

diatur. Pengaturan berarti pembatasan hak, dan aturan yang membatasi hak

Negara ini terdapat dalam hukum pidana objektif, yang berupa hukum pidana

materiil dan hukum pidana formil.

Karena kewenangan Negara dalam menjalankan hak subjektifnya itu

diatur dalam arti dibatasi, tiga hak subjektif Negara di atas tadi tidak dapat

keluar dan melampaui koridor-koridor yang di tetapkan dalam hukum pidana

materiil dan hukum pidana formil. Misalnya dalam hukum pidana materil

terdapat Pasal 362 KUHP tentang larangan pebutan mengambil benda milik

orang lain dengan ,maksud memiliki barang tersebut dengan melawan hukum

(di sebut pencurian), yang di ancam pidana penjara paling lama lima tahun

atau denda maksimum Rp900,00. Terhadap si pelanggar larangan ini,hak

Negara dibatasi tidak boleh menjatuhkan pidana: (1) selain pidana penjara

atau denda; dan(2) jika penjara tidak boleh melebihi lima tahun, dan denda

tidak di perkenankan di atas Rp900,00. Juga dibatasi dalam hukum formil

arinya tindakan-tindakan nyata Negara sebelum, pada saat telah

menjatuhkan pidana serta menjalankanya itu diatur serta di tentukan secara

rinci dan cermat, dan pada garis besarnya berupa tindakan

penyelidikan,penyidikan,penuntutan,persidangan dengan pembuktian dan

pemutusan dan barulah vonis di jalankan. Perlakuan-perlakuan Negara

terhadap pesakitan/pelaku pelanggaran harus menurut aturan yang sudah di

tetapkan dalam hukum pidana formil tersebut.

14

Page 15: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

B. Tinjuan Umum Terhadap Delik

1. Pengertian Delik

Dalam hukum pidana delik dikenal dalam beberapa istilah seperti

perbuatan pidana, peristiwa pidana ataupun tindak pidana. Menurut kamus

hukum (Ilham Gunawan, 2002;75) bahwa :

delik adalah perbuatan yang melanggar undang-undang pidana dan karena itu bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.

Menurut Subekti (2005 : 35) delik adalah perbuatan yang

diancam dengan hukuman. Dalam undang-undang sendiri dikenal beberapa

istilah untuk delik seperti peristiwa pidana (Undang-Undang Dasar

Sementara Tahun 1950), perbuatan pidana (Undang-Undang No.1 tahun

1951 Tentang Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan

Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil), perbuatan-

perbuatan yang dapat dihukum (Undang-Undang Darurat No.2 Tahun 1951

Tentang perubahan Ordonantie Tijdelijke Byzondere Strafbepalingen, tindak

pidana (Undang-Undang Darurat No.7 Tahun 1953 Tentang Pemilihan

Umum).

Pada dasarnya istilah-istilah di atas, merupakan istilah yang

berasal dari kata strafbaar feit. Strafbaar feit terdiri dari tiga kata yaitu straf,

15

Page 16: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

baar, dan feit. Straf dapat diterjemahkan dengan pidana dan hukum, baar

dapat diterjemahkan dengan dapat dan boleh sedangkan kata feit

diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan.

Menurut Adami Chazawi (2005;70) untuk kata delik sebenarnya

tidak punya hubungan dengan kata strafbaar feit. Kata delik berasal dari

bahasa latin yaitu delictum, namun dalam sisi pengertiannya tidak ada

perbedaan mengenai pengertiannya.

Tongat (2009;104) membagi pengertian tindak pidana menjadi

dua pandangan, pembagian ini didasarkan pada doktrin. Pandangan yang

pertama adalah pandangan monitis.

Pandangan monitis adalah suatu pandangan yang melihat

keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat

dari perbuatan. Para ahli yang menganut pandangan ini antara lain adalah

Simons (Tongat, 2009;105), yang memberikan defenisi tindak pidana adalah

tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

Ahli yang juga berpandangan monitis adalah J.Bauman yang

memberikan defenisi tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi

16

Page 17: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.

Wiryono Prodjodikor (2003:59) memberikan defenisi tindak pidana adalah

suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.

Pandangan yang kedua, disebut dengan pandangan dualistic.

Pandangan ini berpendapat bahwa antara perbuatan pidana dan

pertanggungjawaban pidana harus dipisahkan. Salah satu ahli yang

berpandangan dualistik adalah Moeljatno yang memberikan rumusan tindak

pidana :

a. Adanya perbuatan manusia

b. Perbuatan tersebut memenuhi rumusan dalam undang-undang

c. Bersifat melawan hukum

Pengertian Moeljatno di atas memang tidak memasukkan unsur

pertanggung jawaban pidana, namun Moeljatno juga menegaskan bahwa

agar terjadinya tindak pidana tidaklah cukup dengan terjadinya tindak pidana

itu sendiri, tetapi juga mengenai apakah orang yang melakukan tindak pidana

dapat mempertanggung jawabkan perbuatan pidananya.

2. Unsur Delik Sebagai Syarat Pemidanaan

Setelah membahas mengenai pengertian delik, maka dapat

dibahas mengenai unsur-unsur delik sebagai syarat-syarat pemidanaan.

Menurut Adami Chazawi (2005;79) unsur tindak pidana secara garis besar

17

Page 18: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

dapat dibedakan menjadi dua sudut pandang yaitu sudut pandang teoritik

dan sudut pandang undang-undang. Sudut pandang teoritik memisahkan

unsur-unsur pidananya menurut pandangannya masing-masing. Pandangan

yang pertama yakni pandangan monolistik, seperti unsur yang diberikan oleh

Simons dan Bauman. Pandangan dualistik seperti yang dianut oleh Moeljatno

yang memberikan unsur delik adalah adanya perbuatan manusia, perbuatan

tersebut memenuhi rumusan dalam undang-undang dan bersifat melawan

hukum.

Unsur rumusan tindak pidana dari sudut pandang undang-

undang dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Unsur Tingkah laku

Tingkah laku harus dimasukkan dalam unsur tindak pidana atau

unsur delik karena, tindak pidana berbicara mengenai larangan berbuat

sesuatu.

b. Unsur MeLawan Hukum

Melawan hukum berarti adalah suatu sifat yang tercela atau

terlarang perbuatannya. Tercelanya suatu perbuatan dapat lahir dari

undang-undang ataupun dari masyarakat.

18

Page 19: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

c. Unsur Kesalahan

Unsur kesalahan ini bersifat subjektif, karena unsur ini melekat

pada diri pelaku. Unsur kesalahan adalah unsur yang menghubungkan

perbuatan dan akibat serta sifat melawan hukum perbuatan pelaku.

d. Unsur Akibat Konstitutif

Unsur kesalahan konstitutif terdapat pada tindak pidana dimana

akibat menjadi syarat selesainya tindak pidana, tindak pidana yang

mengandung unsur akibat sebagai syarat pemberat pidana dan tindak

pidana dimana akibat merupakan syarat dipidananya pembuat.

e. Unsur Keadaan yang Menyertai

Unsur keadaan yang menyertai adalah unsur tindak pidana

berupa semua keadaan yang ada dan berlaku dalam mana perbuatan

dilakukan.

f. Unsur Syarat Tambahan

Unsur syarat tambahan dapatnya dituntut pidana. Hanya terdapat

pada delik aduan. Artinya unsur ini hanya timbul jika delik tersebut

diadukan, seperti delik persidangan.

g. Unsur Syarat Tambahan Untuk Memperberat Pidana

Unsur ini merupakan alasan diperberatnya pidana, bukan unsur

atau syarat selesainya tindak pidana.

19

Page 20: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

h. Unsur Syarat Tambahan Untuk Dapatnya di Pidana

Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana adalah unsur

keadaan-keadaan tertentu yang timbul setelah perbuatan dilakukan

yang menentukan apakah pebuatannya dapat dipidana atau tidak.

i. Unsur Objek Hukum Tindak Pidana

Unsur ini sangat terkait dengan unsur tingkah laku. Unsur ini

adalah unsur kepentingan hukum yang harus dilindungi dan

pertahankan dalam rumusan tindak pidana.

j. Unsur Kualitas Subjek Hukum Tindak Pidana

Maksud dari unsur ini adalah sejauh mana kualitas subjek hukum

dalam melakukan tindak pidana, karena dalam berapa tindak pidana

hanya dapat dilakukan oleh subjek-subjek tertentu saja, seperti Pasal

375 dan Pasal 267 KUHP dan lain-lain.

k. Unsur Syarat Tambahan Memperingan Pidana

Unsur ini dibagi atas dua yaitu yang bersifat objektif seperti pada

nilai atau harga objek tindak pidana secara ekonomis dalam pasal-pasal

tertentu seperti pencurian ringan, penggelapan ringan dan lain-lain.

Bersifat subjektif artinya faktor yang memperingan pelaku tindak pidana

terletak pada perilaku pelaku tindak pidana itu sendiri.

20

Page 21: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

Unsur-unsur delik juga dibagi dua oleh Leden Marpaung

(2008;9) yaitu unsur subjektif dan unsur objektif.

Unsur Subjektif adalah unsur yang berasal dari diri pelaku.

Artinya, suatu perbuatan pidana tidak mungkin ada tanpa adanya kesalahan.

Unsur Objektif adalah unsur yang berasal dari luar diri pelaku

seperti perbuatan atau act, akibat atau result, keadaan-keadaan sifat yang

dapat dihukum dan sifat melawan hukum.

C. Tindak Pidana Penggelapan

Pengelapan pertama disebut dengan pengelapan biasa. Pengelapan

biasa di atur pada Pasal 372 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagaianya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ad dalam tangannya bukan bukan karena kejahatan , di hukum karena pengelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp900

Pengelapan adalah delik yang hampir sama dengan pencurian.

Menurut (Soesilo 1996; 258) perbadaanya adalah di delik pencurian barang

yang di miliki masih bekum berada di tangan pencuri dan masih harus di

ambilnya, sedang pada pengelapan waktu di milikinya barang itu sudah ada

di tangan pembuat tidak dengan ada jalan kejahatan. Maksudnya adalah

perbedaan antara pencurian dan penggelapan ada pada waktu barang

21

Page 22: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

tersebut di miliki jika dalam pencurian di curinya barang tersebut , barang

tersebut tidak berada dalam penguasaan dalam pelaku. Pengelapan ketika

barang tersebut di ambil, barang tersebut sudah berada dalam penguasahan

pelaku tidak dengan kejahatan

Penggelapan berikutnya disebut dengan penggelapan ringan.

Penggelapan ringan di atur dalam pasal 373: yang berbunyi:

Perbuatan yang di terangkan dalam Pasal 372, juka yang di gelapkan itu Bukan hewan Dan harganya tidak lebih dari Rp250, dihukum, karena pengelapan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp900,

Penggelapan ringan adalah jenis penggelapan jika penggelapan

tersebut bukanlah hewan dan harganya tidak lebih dari Rp250. Yang di

maksud dengan hewan dalam KUHP adalah binatang yang berkuku satu,

binatang yang memamah biak dan babi, hal tersebut sesuai dengan Pasal

101 KUHP.

Pengelapan yang ketiga adalah di namakan dengan pemberatan.

Adapun rumusan Pasal 374 KUHP adalah sebagai berikut

Pengelapan yang lakukan oleh oleh orang yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaanya atau jabatan atau karena ia mendapat upah uang , di hukum penjara selama-lamanya lima tahun.

Pengelapan dengan pemberatan adalah pengelapan biasa yang

disertai dengan salah satu dengan keadaan berikut:

22

Page 23: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

A. Di serahkanya barang yang di gelapkan karena adanya hubungan

pekerjaan, misalnya antara majikan dengan pekerja atau atau

majikan dengan pembantu rumah tangga.

B. Di serahkannya barang kepada terdakwa disebabkan karena

jabatannya, misalnya tukang laundry mengelapkan sebuah pakaian

yang dicucinya

C. Karena mendapatkan upah uang (bukan berupa barang,misalnya

kuli angkut, mengangkut barang dengan upah uang kemudian

barang tersebut di gelapkan oleh kuli angkut tersebut.

Menurut R. Soesilo (1996; 259) Pengelapan dengan pemberatan ini

tidak berlaku bagi pegawai negeri jika pegawai negeri tersebut mengelapkan

uang atau surat yang berharga, atau barang bukti atau keterangan yang

dipakai untuk kekuasaan yang berhak atau surat akte, surat keterangan atau

daftar yang disimpan karena jabatannya (Pasal 415 jo.417.KUHP), jadi jika

pegawai negri tersebut mengelapkan komputer atau barang barang lain yang

tidak diatur dalam pasal 415 jo. 417 maka ia dikenakan dengan Pasal 372

jo.52 KUHP.

Adapun rumusan Pasal 52 KUHP adalah sebagai berikut

Jikalau seorang pegawai negeri melanggar kewajibanya yang istimewa dalam jabatannya karena melakukan perbuatan yang boleh di hukum, atau pada waktu melakukan perbuatan yang boleh di hukum memakai kekuasaan, kesempatan atau daya upaya yang diperoleh

23

Page 24: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

dari jabatannya, maka hukumannya boleh di tambah dengan sepertiganya.

Pengelapan berikunya di atur dalam Pasal 375 pengelapan yang

dilakukan oleh orang-orang karena terpaksa disuruh menyimpan barang itu,

atau wali, curator,pengurus, orang yang menjalankan wasiat atau pengurus

balai derma, tentang serta suatubarang yang ada dalam tanganya karena

jabatan tersebut, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.

Menguasai karena suatu keadaan terpaksa untuk dititipi benda (de

persoon aan wien het goed uit noodzaak in bewaring is gegeven) suatu

keadaan yang tidak dapat diduga terlebih dahulu, dimana keselamatan suatu

benda harus dititipkan kepada orang-orang tertentu yang dapat menjaga

benda itu penitipan karena terpaksa ialah penitipan yang terpaksa dilakukan

oleh karena terjadinya suatu malapetaka, seperti kebakaran, runtuhnya

bangunan, perampokan,karamnya kapal, banjir atau peristiwa lain yang tak

terduga datangnya. (Pasal 1703 Burgerlijk Wetboek).

Kedudukan sebagai wali (voogd) bila anak belum dewasa yang tidak

berada dibawah kekuasaan orangtua dan yang perwaliannya sebelumnya

tidak diatur dengan cara yang sah, pengadilan negeri harus mengangkat

seorang wali, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga

sedarah dan semenda (Pasal 359 (1) Burgerlijk Wetboek).

24

Page 25: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

Kedudukan sebagai pengampu orang yang ditunjuk hakim untuk

menjadi wali bagi setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan

dungu, gila atau mata gelap, sekalipun ia kadang-kadang cakap

menggunakan pikirannya atau seorang dewasa yang boros. (Pasal 433

Burgerlijk Wetboek).

Kedudukan sebagai kuasa (bewindvoerder) seorang penerima kuasa

yang ditunjuk oleh hakim yang diberi kuasa untuk mengurus harta benda

milik sesorang yang ditinggalkannya, tanpa menunjuk seorang wakil untuk

pengurusannya harta benda terlantar yang tidak diketahui siapa pemiliknya.

Kedudukan sebagai pelaksana surat wasiat dalam hal ini wasiat yang

dibuat di hadapan notaris kepada penerima wasiat yang menguasai harta

benda pewasiat.

Kedudukan sebagai pengurus lembaga sosial atau yayasan pengurus

yang berkewajiban mengamankan, mengatur penggunaan harta benda

lembaga social atau yayasan.

Penggelapan dalam kalangan keluarga (Pasal 376 KUHP) berbunyi

“ketentuan Pasal 367 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang sebagaimana

telah dirumuskan sebelumnya.

25

Page 26: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

Maksud dari pasal diatas adalah bentuk pertama, semua unsur

penggelapan (Pasal 372 KUHP), adanya unsur khusus, yakni : unsur obyektif

berupa adanya hubungan antara petindak atau pelaku pembantunya dengan

korban sebagai suami istri yang tidak berpisah meja dan tempat tidur atau

tidak terpisah harta kekayaannya, obyeknya adalah benda-benda milik suami

atau istri tersebut.

Bentuk kedua merupakan delik aduan semua unsur penggelapan

(Pasal 372 KUHP) ditambah unsur khusus alternatif, yakni unsur petindak

atau yang menjadi pelaku pembantunya adalah suami atau istri (1) yang

terpisah meja dan tempat tidur atau (2) terpisah harta kekayaannya, atau

unsur petindak atau yang menjadi pelakupembantunya adalah keluarga

sedarah atau semenda baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang

dalam derajat kedua dengan pemilik benda.

D. Pembuktian Dalam Hukum Pidana

Dalam hukum pidana, pembuktian adalah bagian dari hukum

acara pidana (pidana formal) yang bertujuan mencari kebenaran material,

yaitu kebenaran sejati atau yang sesungguhnya. Hakim dalam

memperoleh/membuktikan bersifat aktif. Hakim berkewajiban untuk

mendapatkan bukti yang cukup untuk membuktikan tuduhan kepada tertuduh

26

Page 27: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

alat buktinya bisa berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,

keterangan terdakwa.

Berikut ini beberapa pengertian pembuktian yang kemukakan

beberapa ahli hukum :

Ilham Gunawan (2002;385) dalam kamus hukumnya mengatakan

bahwa yang dimaksud dengan pembuktian adalah sebagai berikut :

Usaha dari yang berwenang untuk mengemukakan kepada hakim sebanyak mungkin hal-hal yang berkenaan dengan suatu perkara yang bertujuan agar supaya dapat dipakai oleh hakim sebagai bahan untuk memberiikan keputusan mengenai perkara tersebut.

Sedangkan menurut Munir Fuady (2006;1) yang dimaksud

dengan pembuktian dalam Ilmu Hukum adalah adalah :

suatu proses, baik dalam acara perdata, acara pidana maupun acara-acara lainnya, dimana dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah, dilakukan tindakan dengan prosedur khusus, untuk mengetahui apakah suatu fakta atau pernyataan, khususnya fakta atau pernyataan yang dipersengketakan di pengadilan, yang diajukan dan dinyatakan oleh salah satu pihak dalam proses pengadilan itu benar atau tidak seperti yang dinyatakan itu.

Menurut Lilik Mulyadi (2007:50-51) yang dimaksud dengan

pembuktian adalah perbuatan membuktikan. Lebih lanjut menurut Lilik

Mulyadi yang dimaksud dengan membuktikan adalah memberikan bukti

atau memperlihatkan bukti, melakukan suatu kebenaran, melaksanakan,

menandakan, menyaksikan, dan meyakinkan.

27

Page 28: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

Yahya Harahap (2005:274) dalam pengkajiannya menyatakan

bahwa pembuktian adalah :

ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum, semua terkait pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan undang-undang.

Alat-alat bukti yang dimaksud dari uraian diatas adalah alat-alat

bukti yang ditentukan, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP,

agar dalam menjatuhkan putusan yang beralaskan kebenaran maka dalam

menggunakan alat-alat bukti haruslah menggunakan alat-alat bukti tersebut

sesuai dengan batasan undang-undang yang telah ditetapkan.

Lebih lanjut menurut Yahya Harahap (2005:274) dalam

melakukan pembuktian hakim haruslah benar-benar sadar dan cermat dalam

menilai kekuatan pembuktian yang ditemukan dalam persidangan.

Bagian yang terpenting dari hukum acara pidana adalah benar

tidaknya seorang Terdakwa melakukan tindak pidana sesuai dengan yang

didakwakan. Hal ini berkaitan erat dengan hak asasi manusia.

28

Page 29: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

Menurut Andi Hamzah (2006:247-253) sistem atau teori

pembuktian terbagi 4 (empat):

a) Sistem atau Teori Pembuktian berdasarkan Undang-undang secara

Positif (Positief Wettelijk Bewijstheorie).

Dikatakan secara positif karena hanya didasarkan pada

undang-undang saja, artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai

dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang maka keyakinan

hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian

formal. Simons berpendapat bahwa sistem atau teori ini berusaha untuk

menyingkirkan semua pertimbangan subjektif hakim dan mengikat hakim

secara ketat menurut peraturan-peraturan pembuktian yang keras.

Teori ini ditolak oleh Wirjono Prodjodikoro untuk dianut di

Indonesia karena bagaimana hakim dapat menetapkan kebenaran selain

dengan cara menyatakan kepada keyakinannya tentang hal kebenaran itu,

lagi pula keyakinan seorang hakim yang jujur dan berpengalaman mungkin

sekali adalah sesuai dengan keyakinan masyarakat.

b) Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu.

Sistem ini bertolak belakang dengan teori pembuktian menurut

undang-undang secara positif. Teori ini disebut juga conviction intime. Teori

ini didasarkan pada keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa

29

Page 30: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan. Dengan sistem ini

pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan pada alat bukti dalam undang-

undang. Sistem ini dianut oleh peradilan juri di Prancis.

Sistem ini memberiikan kebebasan kepada hakim terlalu besar,

sehingga sulit diawasi. Di samping itu terdakwa atau penasihat hukum sulit

untuk melakukan pembelaan. Dalam hal ini Hakim dapat memidana terdakwa

berdasarkan keyakinannya bahwa ia telah malakukan apa yang didakwakan.

Praktik ini mangakibatkan banyaknya putusan-putusan bebas yang sangat

aneh.

c) Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas

Alasan Yang Logis (Laconviction Raisonnee).

Menurut teori ini hakim dapat memutuskan seseorang bersalah

berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan pada dasar-dasar

pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan yang berlandaskan kepada

peraturan peraturan pembuktian tertentu. Jadi putusan Hakim dijatuhkan

dengan suatu motivasi.

Sistem ini terbagi menjadi dua pemahaman yakni, pertama yaitu

pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis dan yang

kedua ialah teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif.

Persamaan antara keduanya adalah sama-sama berdasar atas keyakinan

30

Page 31: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

hakim, artinya bahwa terdakwa tidak mungkin dipidana tanpa adanya

keyakinan hakim bahwa ia bersalah. Perbedaannya adalah yang disebut

pertama bertolak pada keyakinan hakim, tetapi keyakinan itu harus

didasarkan pada suatu kesimpulan yang logis, yang tidak didasarkan kepada

undang-undang tetapi ketentuan-ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim

sendiri, menurut pilihannya sendiri tentang pelaksanaan pembuktian yang

mana yang akan ia gunakan. Sedangkan kedua bertolak pada aturan-aturan

pembuktian yang ditetapkan secara limitatif oleh undang-undang, tetapi hal

ini juga harus diikuti oleh keyakinan hakim.

d) Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Negatif (Negatief

Wettelijk).

HIR maupun KUHAP menganut sistem atau teori pembuktian

berdasarkan undang-undang negatif. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 183 Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana yang menentukan :

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Hal tersebut dapat dibandingkan semasa berlakunya HIR dalam

Pasal 294 ayat (1) HIR yakni:

Tidak seorang pun boleh dikenakan padanya, selain jika hakim mendapat keyakinan dangan alat bukti yang sah, bahwa benar telah

31

Page 32: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

terjadi perbuatan yang dapat dipidana dan bahwa orang-orang yang didakwa itulah yang bersalah melakukan perbuatan itu.

Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa sistem pembuktian

berdasarkan undang-undang secara negatif sebaiknya dipertahankan

berdasarkan dua alasan, pertama memang sudah selayaknya harus ada

keyekinan Hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan

suatu hukuman pidana, janganlah Hakim terpaksa memidana orang

sedangkan Hakim tidak yakin atas kesalahan Terdakwa. Kedua ialah

berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun

keyakinannya, agar ada patokan-patokan tertentu yang harus dituruti oleh

hakim dalam melakukan peradilan.

Lilik Mulyadi (2007:108-113) membagi sistem pembuktian sebagai

berikut:

a) Sistem Pembuktian Menurut Undang-Undang secara Positif.

Menurut teori ini, sistem pembuktian positif bergantung pada alat-alat

bukti sebagaimana disebut dalam undang-undang. Undang-undang

menentukan tentang adanya alat-alat bukti mana yang dapat dipakai hakim,

cara bagaimana hakim harus mempergunakannya, kekuatan alat-alat bukti

tersebut, dan bagaimana cara hakim harus memutus terbukti atau tidaknya

perkara yang sedang diadili. Dalam hal ini hakim terikat pada alat-alat bukti

tersebut, bila telah dipakai sesuai dengan ketentuan undang-undang maka

32

Page 33: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

hakim mesti menentukan terdakwa bersalah walaupun hakim berkeyakinan

bahwa sebenarnya terdakwa tidak bersalah. Begitupun sebaliknya jika tidak

dapat dipenuhi cara menggunakan alat bukti sebagaimana ditetapkan

undang-undang, hakim harus menyatakan terdakwa tidak bersalah walaupun

keyakinannya sebenarnya terdakwa bersalah.

Menurut Simons, sistem ini berusaha untuk menyingkirkan semua

pertimbangan subjektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut

peraturan-peraturan pembuktian yang keras.

b) Sistem Pembuktian Menurut Keyakinan Hakim (Conviction Intime/

Conviction Raisonce)

Pada sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim maka

hakim dapat menjatuhkan putusan berdasarkan “keyakinan” belaka dengan

tidak terikat pada suatu aturan.

Dalam perkembangannya kemudian, sistem pembuktian

berdasarkan keyakinan mempunyai dua bentuk polarisasi pertama yaitu

conviction intime. Dalam conviction intime kesalahan terdakwa bergantung

pada hakim tidak terikat pada peraturan, dengan kata lain dalam sistem ini

putusan hakim timbul nuansa subjektifnya. Keyakinan hakimlah yang

menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Menurut Yahya Harahap

dalam sistem ini dari mana sang hakim menarik kesimpulan keyakinannya

33

Page 34: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

tidak menjadi masalah. Keyakinan tanpa alat bukti yang sah, sudah cukup

membuktikan kesalahan terdakwa.

Kedua yaitu conviction raisonce. jika dalam conviction intime

hanya berdasarkan keyakinan belaka tanpa adanya batasan maka dalam

sistem conviction raisonce Hakim memiliki batasan yaitu adanya alasan-

alasan yang yang jelas dan rasional dalam mengambil keputusannya.

Keyakinan hakim tidak hanya berdasarkan keyakinan yang tanpa batasan

namun didukung oleh alasan yang logis.

c) Sistem Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif (Negatief

Wettelijke Bewijs Theorie)

Pada prinsipnya sistem pembuktian menurut undang-undang

secara negatif menentukan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan pidana

terhadap terdakwa apabila alat bukti tersebut sesuai dengan yang ditentukan

oleh undang-undang dan didukung pula oleh adanya keyakinan hakim

terhadap eksistensinya alat-alat bukti tersebut, dari aspek sejarah ternyata

sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif ini pada

hakikatnya merupakan titik temu antara sistem pembuktian menurut undang-

undang secara positif dengan sistem pembuktian berdasarkan keyakinan

hakim.

34

Page 35: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

Dalam Pasal 183 KUHAP dijelaskan:

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pasal di atas jelaslah bahwa pembuktian harus disandarkan

kepada minimal dua alat bukti yang sah (sesuai dengan Pasal 184 KUHAP)

dan disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti

tersebut.

Dalam penjelasan Pasal 183 KUHAP, dikatakan bahwa pasal ini

ditujukan untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian

hukum bagi seorang terdakwa.

35

Page 36: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah suatu tempat atau wilayah dimana

penelitian tersebut akan dilaksanakan. Adapun tempat atau lokasi penelitian

dalam rangka penulisan skripsi ini yaitu di kota Makassar

Sehubungan dengan data yang diperlukan dalam rencana

penulisan ini, maka penulis menetapkan lokasi penelitian pada Pengadilan

Negeri Makassar dan Kejaksaan negeri Makassar. Pemilihan lokasi

penelitian ini atas dasar instansi tersebut berkaitan langsung dengan

masalah yang dibahas dalam penulisan skripsi ini.

B. Jenis dan Sumber Data

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara

langsung, dalam hal ini berupa data yang terhimpun dari pihak

yang terkait

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari hasil kajian pustaka,

berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, bahan-bahan

laporan, majalah-majalah, artikel serta bahan literatur lainnya yang

berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

36

Page 37: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Penelitian Pustaka (Library Research)

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengumpulkan data dan

landasan teoritis dengan memperlajari buku-buku, karya ilmiah,

artikel-artikel serta sumber bacaannya lainnya yang ada

hubungannya dengan permasalahan yang diteliti. Data Primer dan

Data Sekunder yang diperoleh dari lokasi penelitian.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian ini dilakukan langsung dilokasi penelitian dengan

melakukan wawancara untuk mengumpulkan data primer pada

instansi atau pihak yang berkaitan langsung dengan penelitian ini.

D. Analisis Data

Penulis dalam menganalisa data yang diperoleh dari hasil

penelitian menggunakan teknik analisa data pendekatan kualitatif, yaitu

merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif, yaitu

yang dinyatakan oleh pihak yang terkait secara tertulis atau lisan dan perilaku

nyata, yang diteliti dan dipelajari adalah objek penelitian yang utuh,

sepanjang hal itu sebagai sesuatu yang nyata.

37

Page 38: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

DAFTAR PUSTAKA

Media Cetak

Chazawi, Adami, 2010. Pelajaran Hukum Pidana I. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

_____________ 2005 Pelajaran Hukum Pidana II. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Gunawan, Ilham, 2002, Kamus Hukum, CV. Restu Agung, Jakarta.

Hamzah, Andi, 2006, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, PT.Rineka Cipta.

Harahap, Yahya, 2005, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP ( Pemeriksaan di Sidang Persidangan, Banding, dan Kasasi ) Jakarta, Sinar Grafika.

_____________ 2006, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Penyidik Dan Penuntutan ), Jakarta, Sinar Grafika.

Marpaung, Leden, 2008, Asas – Teori – Praktik Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika.

Mulyadi, Lilik, 2007, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, Teori, Praktik Penyusunan, dan Permasalahannya, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti.

Fuady, Munir, 2006, Teori Hukum Pembuktian ( Pidana dan Perdata ), Bandung, PT.Citra Aditya Bakti.

Prodjodikakoro, Wirjono, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT.Eresco.

Soesilo, R, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor,Politeia.

Subekti, R, 2005, Kamus Hukum, Jakarta, PT. Pradnya Paramita.

38

Page 39: Delik Penggelapan Yang Dilakukan Agen Asuransi

Tongat, 2009 Dasar-Dasar Hukum Pidana Dalam Perspektif Pembaharuan, Malang, UMM Press.

Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Media Online www.hukumonline.com

39