24
BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot, dan/ atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock. (Suhendro, 2006) Epidemi dengue dilaporkan sepanjang abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh di Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania Timur, Asia dan Australia dan pada beberapa pulau di Samudra India, pasifik selatan dan tengah serta Karibia. Dengue Fever telah meningkat sepanjang 40 tahun, dan pada tahun 1996, 2500-3000 juta orang tinggal di area yang secara potensialberesiko terhadap penularan virus dengue. Setiap tahun, diperkirakan terdapat 20 juta kasus infeksi dengue, mengakibatkankira-kira 24 juta kematian (WHO, 1999) Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan 1

Demam Berdarah Dengue

Embed Size (px)

DESCRIPTION

DBD

Citation preview

Page 1: Demam Berdarah Dengue

BAB IPENDAHULUAN

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus

dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam,

nyerio otot, dan/ atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada demam

berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga

tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock sindrom) adalah demam

berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock. (Suhendro, 2006)

Epidemi dengue dilaporkan sepanjang abad kesembilan belas dan

awal abad kedua puluh di Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania

Timur, Asia dan Australia dan pada beberapa pulau di Samudra India, pasifik

selatan dan tengah serta Karibia. Dengue Fever telah meningkat sepanjang 40

tahun, dan pada tahun 1996, 2500-3000 juta orang tinggal di area yang secara

potensialberesiko terhadap penularan virus dengue. Setiap tahun, diperkirakan

terdapat 20 juta kasus infeksi dengue, mengakibatkankira-kira 24 juta

kematian (WHO, 1999)

Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD

oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan

tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya

pada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006

(dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi

dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar

1,01% (2007).(Chen Khie, 2009)

BAB II

1

Page 2: Demam Berdarah Dengue

DEMAM BERDARAH DENGUE

2.1. Definisi

Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue

(DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti

dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai

leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik

(Suhendro, 2006). Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga

tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam

berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

2.2. Epidemiologi

Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah

menyebar di daerah tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena

penyakit ini di daerah endemik (Gubler, 2002).

Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan

kematian lebih besar disbanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada

2

Page 3: Demam Berdarah Dengue

manusia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 50-100 juta kejadian infeksi

dengue yang mana ratusan ribu kasus demam berdarah dengue terjadi,

tergantung dari aktifitas epidemiknya (WHO, 2000).

Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat

14.875 orang terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang

perlu diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali,dan NTB.

2.3. Faktor Risiko

Infeksi virus dengue pada manusia menyebabkan gejala dengan

spektrum luas, berkisar dari demam biasa sampai penyakit perdarahan yang

serius. Pada area endemik, infeksi dengue memiliki gejala klinis yang tidak

spesifik, terutama pada anak-anak. Gejala yang tampak hanya seperti infeksi

virus pada umumnya.

Faktor risiko yang penting dan berpengaruh terhadap proporsi pasien

yang mengalami gejala yang berat selama transmisi endemik di antaranya

strain dan serotipe virus yang menginfeksi, status imunitas dari setiap

individu, usia penderita, faktor genetik dari pasien (WHO, 1997; Gubler,

1998).

2.4. Etiologi

Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk

dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus

dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan

berat molekul 4x106 (Suhendro, 2006). Virus ini termasuk genus flavivirus

dari family Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-

4. Serotipe DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-

kasus parah. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan

kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap

serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF

dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.

Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk

Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang

3

Page 4: Demam Berdarah Dengue

hari. Faktor risiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor

penderita seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis. Vektor

utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah perkotaan) dan

Aedes albopictus (didaerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti

adalah :

Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih

Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak

mandi, WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air

seperti kaleng, pot tanaman, tempat minum burung, dan lain – lain.

Jarak terbang ± 100 meter

Nyamuk betina bersifat ‘ multiple biters’ (mengigit beberapa orang

karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)

Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi

2.5. Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue sampai saat ini masih

diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa

mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah

dengue dan sindrom renjatan dengue (Suhendro, 2006).

Virus dengue (Aedes aegypti), setelah memasuki tubuh akan melekat

pada monosit dan masuk ke dalam monosit. Kemudian terbentuk mekanisme

aferen (penempelan beberapa segmen dari sehingga terbentuk reseptor Fc).

Monosit yang mengandung virus menyebar ke hati, limpa, usus, sumsum

tulang, dan terjadi viremia (mekanisme eferen). Pada saat yang bersamaan sel

monosit yang telah terinfeksi akan mengadakan interaksi dengan berbagai

system humoral, seperti system komplemen, yang akan mengeluarkan

substansi inflamasi, pengeluaran sitokin, dan tromboplastin yang

mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktifasi faktor koagulasi.

Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.

Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitakn respons imun

melalui system pertahanan alamiah (innate immune system), pada system ini

komplemen memegang peran utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat

4

Page 5: Demam Berdarah Dengue

memalui monnosa-binding protein, maupun melaui antibody. Komponen

berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, dekstruksi dan lisis

virus dengue.

Untuk menghambat laju intervensi virus dengue, interferon α dan

interferon β berusaha mencegah replikasi virus dengue di intraselular. Pada

sisi lain limfosit B, sel plasma akan merespons melalui pembentukan

antibodi. Limfosit T mengalami ekpresi oleh indikator berbagai molekul yang

berperan sebagai regulator dan efektor.

Limfosit T yang teraktivasi mengakibatkan ekspresi protein permukaan

yang disebut ligan CD40, yang kemudian mengikat CD40 pada limfosit B,

makrofag, sel dendritik, sel endotel serta mengaktivasi berbagai tersebut.

CD40L merupakan mediator penting terhadap berbagai fungsi efektor sel T

helper, termasuk menstimulasi sel B memproduksi antibodi dan aktivasi

makrofag untuk menghancurkan virus dengue.

Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang

memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus

bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue

menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin

dan interferon gamma. Interferon gamma akn mengaktivasi monosit sehingga

disekresi berbagai mediator radang seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet

activating factor), IL-6 dan histamin yang menyebabkan terjadinya disfungsi

endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi

melalui aktivasi kompleks virus-antibodi yang dapat mengakibatkan

terjadinya kebocoran plasma.

2.6. Gambaran Klinis

5

Page 6: Demam Berdarah Dengue

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik,

atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam, demam berdarah dengue,

atau syndrome syok dengue (SSD).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang

diikuti oleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak

demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak

mendapat pengobatan yang adekuat (Suhendro, 2006). Bintik-bintik

perdarahan di kulit sering terjadi, kadang disertai bintik-bintik perdarahan di

farings dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak

enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut.

DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa

penderitanya, ditandai oleh :

demam tinggi yang terjadi tiba-tiba

manifestasi perdarahan

hepatomegali/pembesaran hati kadang-kadang terjadi syok manifestasi

perdarahan pada DHF dimulai dari tes torniquet positif dan bintik-bintik

perdarahan di kulit (ptechiae). Ptechiae ini bisa terlihat di seluruh anggota

gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi perdarahan hidung,

perdarahan gusi, perdarahan dari saluran cerna dan perdarahan dalam urin.

2.7. Langkah Diagnostik

Diagnosis dari infeksi dengue dapat ditegakkan melalui tes

laboratorium dengan cara mengisolasi virus, mendeteksi sequence RNA-

spesifik virus dengue dengan tes amplifikasi nukleotida, atau dengan

mendeteksi antibody pada serum pasien (Guzman, 2004).

Langkah diagnostik demam dengue dapat dilakukan melalui:

a. Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien

tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,

hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya

limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.

6

Page 7: Demam Berdarah Dengue

Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)

ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse

Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih

rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik

terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak.

Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :

Leukosit

Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis

relative (>45% dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) >

15% dari jumlah total leukosit pada fase syok akan meningkat.

Trombosit

Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit

Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin ≥ 20% dari

hematokrin awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam

Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada

keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Protein/albumin

Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma

Elektrolit

Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

Serelogi

Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:

- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3,

menghilang setelah 60-90 hari

- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi

sekunder).

NS1

Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari

kedelapan. Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart

7

Page 8: Demam Berdarah Dengue

kultur virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya

infeksi virus dengue.

b. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didpatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan

tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai

kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi

lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites

dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

Masa inkubasi dalam tubuh mausia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),

timbuk gejala prodormal yag tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang,

belakang dan perasaan lelah.

2.8. Diagnosis

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14

hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas, seperti nyeri kepala, nyeri

tulang belakang dan perasaan lelah.

Klasifikasi derajat penyakit Infeksi Virus Dengue, dapat dilihat pada

table berikut:

DD/DBD Derajat Gejala Lab

DD Demam

disertasi 2

atau lebih

tanda : sakit

kepala, nyeri

retro-orbital,

mialgia,

artralgia

Leukopenia

Trombositopenia,

tdk ada kebocoran

plasma

Serologi

dengue

(+)

DBD I Gejala diatas,

ditambah dgn

uji bendung

(+)

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

II Gejala diatas, Trombositopenia

8

Page 9: Demam Berdarah Dengue

ditambah dgn

perdarahan

spontan

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

III Gejala diatas

ditambah

dengan

kegagalan

sirkulasi (kulit

dingin dan

lembab, serta

gelisah)

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

IV Syok berat

disertai

dengan

tekanan darah

dan nadi tidak

terukur

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

Sementara untuk diagnosis Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah

ditemukannya semua kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi

dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤20

mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab

serta gelisah.

2.9. Tata Laksana

Protokol dibagi dalam 5 kategori :

1. Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok

Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan

pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat

Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi

rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan

pemeriksaan hemonglonin (Hb), hematokrin (Ht), dan trombosit, bila :

9

Page 10: Demam Berdarah Dengue

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,

pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke

Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemriksaan Hb,

Ht, leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita

memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit , 100.000 dianjurkan untuk dirawat

Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurka untuk

dirawat

2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di

Ruanag Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masih dan

tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan

jumlah seperti rumus berikut ini :

Volume cairan kristaloid / hari yang diperkukan, sesuai rumus berikut :

1500+ (20 x (BB dalam kg – 20 )

Setelah pemberian cairan dilakukan dilakukan pemberian Hb, Ht tiap 24

jam:

Bila Hb, Ht meningkan 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah

pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb,

Ht, trombo dilakukan tiap 12 jam.

Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka

pemberian cairan sesuai dengan protocol penatalaksanaan DBD

dengan peningkatan Ht >20%.

3. Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%

Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit

cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan

adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7

ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan.

Bila terjadi perbaikkan perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda

10

Page 11: Demam Berdarah Dengue

hematokrin turun, frekuensi nadi turun tekanan darah stabil, produksi

urin meningkat maka jumlah cairan infuse dikurangimenjadi 5

ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan

bila keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infuse

dikurangi 3ml/KgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap

membaik cairan dapat dihentikan24-48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam dalam

tapi keadaan tetap tidak membaik, yang ditndai dengan Ht dan nadi

meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun,

maka kita harus menaikkan jumlah cairan infuse menjadi 10

ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan

bila keadaan menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan dikuarangi

menjadi 5 ml/KgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan

perbaikkan maka jumlaah cairan infuse dinaikkan 15ml/KgBB/jam dan

bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkn

tanda-tanda syok maka pasien ditananganisesuai protocol tatalaksana

sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka

pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan

4. Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah :

perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah

diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan

melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing ( hematuria,

perdarahan otak atau perdarahan sembunyi dengan jumlah perdarahan

sebanyak 4-5 ml/KgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan

kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok.

Pemeriksaan TD, nadi, pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering

mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang

setiap 4-6 jam.

11

Page 12: Demam Berdarah Dengue

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris

didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID).

Taranfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila

didapatkan defisiensi factor-faktor pembekuan darah (PT dan aPTT)

yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl.

Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD yang perdarahan

spontan dan massif dengan jumlah tromboit <100.000/mm3 disertai atau

tanpa KID

5. Protokol 5. Tatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat

adalah renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian

cairan dilakukan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan.

Angka kematian SSD 10 kali lipat dibandingakan dengan penderita

DBD tanpa renjatan. Dan renjatan dapat terjadi karena kerelambatan

penderita DBD mendapat pertolongan.

Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan.

Penderita juga diberikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus

dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),

hemostalisi, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta

ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan

evaluasi 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD

sistolik 100mmHg dan tekanan nadi > 20mmHg, frekuensi nadi <100

x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak

pucat srta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi 7

ml/kgBB/jam. Biala dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil

pemberian cairan menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila dam waktu 60-120

menit keadaan tetap stabil pemberian cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam.

Bila 23-48 jam setelag renjatan teratasi tanda-tanda vital, hematokrin

tetap stabil srta dieresis cukup maka pemberian cairan perinfus

dihentikan.

12

Page 13: Demam Berdarah Dengue

Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak

terjadi renjatan. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah

teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital, pembesaran

hati, nyeri tekan didaerah hipokondrium kana dan epigastrium serta

jumlah dieresis (diusahakan 2ml/kgBB/jam). Pemantauan DPL

dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.

Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka

pemberan cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB,

dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit.

Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht.

Bila Ht meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung

maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan.

- Pemberian koloid mula-mula diberikan 10-20ml.kgBB dan

dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi

maka pemantaun cairan dilakukan pemasangan kateter vena

sentral, dan pmberian dapat ditambah hingga jumlah maksimum

30ml/kgBB ( maksimal 1-1,5µ/hari) dengan sasaran tekanan

vena sentral 15-18cmH2O

- Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan

koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia,

anemia, KID, infeksi sekunder.

- Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target

tetapu renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat

inotropik / vasopresor.

Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding)

maka pada penderita diberikan transfuse darah segar 10ml/kgBB

dan dapat diulang sesuai kebutuhan.

2.10. Prognosis

Pada DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi

13

Page 14: Demam Berdarah Dengue

2.11. Pencegahan

Kegiatan ini meliputi :

1. Pembersihan jentik

- Program pemberantasan serang nyamuk (PSN)

- Menggunakan ikan (cupang, sepat)

2. Pencegahan gigitan nyamuk

- Menggunakan kelambu

- Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)

- Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung

baju)

- Penyemprotan

14

Page 15: Demam Berdarah Dengue

DAFTAR PUSTAKA

Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 2006 : 1709-1713

WHO. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian. Jakarta : EGC : 1999

Chen Khie dkk. Diagnosis dan Terapi cairan pada Demam Berdarah Dengue. Dalam : Medicinus. Edisi Maret-Mei. Jakarta : 2009

Epstein, Judith E. dan Stephen Hoffman. 2006. Tropical Infection Disease Principles, Pathogens, and Practice: Typhoid Fever. Elsevier Inc.

Widodo, Djoko. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Tifoid. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sinha A, Sazawal S, Kumar R, et al: 1999. Typhoid fever in children aged less than 5 years. Lancet 354:734–737.18.

Lin FY, Vo AH, Phan VB, et al: The epidemiology of typhoid fever inthe Dong Thap Province, Mekong Delta region of Vietnam. Am J Trop Med Hyg 62:644–648, 2000.

Crump JA, Luby SP, Mintz ED: The global burden of typhoid fever. Bull World Health Org 82:346–353, 2004.

Departemen Kesehatan RI. Data Surveilans tahun 1994. Jakarta, 1995 p43. Data Surveialns tahun 1996. Ditjen P2M Direktorat Epidemiologi dan Imunisasi Subdirektorat Surveilans. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2996. P. 37.

Gubler, DJ: Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public health, social and economic problem in the 21st century. Trends Micriobiol 10:100, 2002.

Suhendro, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

World Health Organization: Strengthening implementation of the global strategy for dengue fever/dengue haemorrhagic fever prevention and control. Report of the Informal Consultation, World Health Organization, October 18–20, 1999, Geneva, 2000.

World Health Organization: Dengue Hemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment and Control, 2nd ed. Geneva, World Health Organization, 1997.

Gubler DJ: Dengue and dengue hemorrhagic fever. Clin Microbiol Rev 11:480, 1998.

Guzman MG, Kouri G: Dengue diagnosis, advances and challenges. Int J Infect Dis 8:69, 2004.

15