48
Konsep Asuhan Keperawatan Demam Reumatik NAMA KELOMPOK (A7-E): 1. Desak Made Ponika Puspita Sari (13.321.1930) 2. I Gusti Ngurah Putu Andi P (13.321.1939) 3. I Kadek Candra Adi Pratama (13.321.1943) 4. Kadek Bayu Sastrawan (13.321.1942) 5. Made Ayu Nadiya Reskiana (13.321.1951) 6. Ni Luh Ayu Novian Dewi (13.321.1955) 7. Ni Putu Rista Ayustri (13.321.1967) 8. Ni Putu Tini Pradnyani (13.321.1971) 9. Ni Putu Wiwin Ratnasari (13.321.1973) 10. Ni Kadek Ayu Dharma Santhi (13.321.1977) 11. I Gusti Ayu Diah Satmitha Dewi (13.321.1979) i

demam reumatik ok.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Konsep Asuhan Keperawatan

Demam Reumatik

NAMA KELOMPOK (A7-E):

1. Desak Made Ponika Puspita Sari

(13.321.1930)

2. I Gusti Ngurah Putu Andi P

(13.321.1939)

3. I Kadek Candra Adi Pratama

(13.321.1943)

4. Kadek Bayu Sastrawan

(13.321.1942)

5. Made Ayu Nadiya Reskiana

(13.321.1951)

6. Ni Luh Ayu Novian Dewi

(13.321.1955)

7. Ni Putu Rista Ayustri

(13.321.1967)

8. Ni Putu Tini Pradnyani

(13.321.1971)

9. Ni Putu Wiwin Ratnasari

(13.321.1973)

10. Ni Kadek Ayu Dharma Santhi

(13.321.1977)

11. I Gusti Ayu Diah Satmitha Dewi

(13.321.1979)PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA

PPNI BALI

DENPASAR

2014

KATA PENGANTARPuja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Konsep Asuhan Keperawatan Demam Reumatik tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari pada pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak / Ibu dosen pada materi Sistem Kardiovaskuler kepada kami.

Kami menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna adanya, hal itu karena keterbatasan kemampuan yang kami miliki, dan melalui kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak / Ibu dosen yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari Bapak / Ibu dosen mata kuliah Sistem Kardiovaskuler dan pembaca makalah ini, yang sifatnya membangun sebagai masukan demi kesempurnaan makalah ini dan kami harapkan makalah ini ada manfaatnya bagi para pembaca.

Denpasar, November 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul...i

Kata Pengantar.....ii

Daftar Isi...iii

BAB I.1

A. Latar Belakang1

B. Rumusan Masalah..1

C. Tujuan2

D. Manfaat..2

BAB II PEMBAHASAN................3A. Konsep Dasar Penyakit.....31. Definisi..3

2. Epidemiologi....3

3. Etiologi......4

4. Faktor Predisposisi.....6

5. Patofisiologi.....7

6. Klasifikasi..9

7. Gejala Klinis..6

8. Pemeriksaan Fisik...9

9. Pemeriksaan Diagnostik....14

10. Prognosis ....15

11. Penatalaksanaan.......................16

B. Konsep Asuhan Keperawatan.....18

1. Pengkajian Keperawatan...........182. Diagnosa........... 213. Intervensi224. Implementasi.265. Evaluasi.27BAB II

A. Kesimpulan28B. Saran.....................................................................................................28DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam rematik atau demam rematik akut adalah penyakit inflamasi yang mengenai jantung, sendi, sistem saraf pusat, dan jaringan subkutan. Akibat paling signifikan dari demam rematik adalah penyakit jantung rematik (PJR) (Wong, dkk,2008). Saat ini diperkirakan insiden demam reumatik di Amerika Serikat adalah 0,6 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5 sampai 19 tahun. Insidens yang hampir sama dilaporkan di negara Eropa Barat. Angka tersebut menggambarkan penurunan tajam apabila dibandingkan angka yang dilaporkan pada awal abad ini, yaitu 100-200 per 100.000 penduduk.Insidens penyakit ini di negara maju telah menurun dengan tajam selama 6 dekade terakhir, meskipun begitu dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan kasus demam reumatik yang mencolok di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Hal tersebut mengingatkan kita bahwa demam reumatik belum seluruhnya dapat ditangani, dan selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan masalah kesehatan masyarakat baik di negara berkembang maupun negara maju.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas adapun masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini yaitu:1. Apa pengertian dari demam reumatik?

2. Bagaimana epidemiologi dari demam reumatik?

3. Bagaimana etiologi dari demam reumatik?

4. Apa saja faktor predisposisi demam reumatik?

5. Bagaimana patofisiologi dari demam reumatik6. Apa saja klasifikasi dari demam reumatik?

7. Bagaimana gejala klinis dari demam reumatik ?

8. Bagaimana pemeriksaan fisik dari demam reumatika?

9. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari demam reumatik?

10. Bagaimana prognosis dari demam reumatik

11. Apa saja terapi untuk demam reumatik?

12. Bagaimana konsep asuhan keperawatan demam reumatik?

C. Tujuan Dalam pembuatan makalah ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis yaitu:1. Untuk mengetahui apa pengertian dari demam reumatik.

2. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi dari demam reumatik.

3. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari demam reumatik.

4. Untuk mengetahui apa saja faktor predisposisi dari demam reumatik.

5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari demam reumatik.

6. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari demam reumatik.

7. Untuk mengetahui bagaimana gejala klinis dari demam reumatik.

8. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan fisik dari demam reumatik.

9. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik dari demam reumatik.

10. Untuk mengetahui bagaimana prognosis dari demam reumatik.

11. Untuk mengetahui apa saja terapi untuk demam reumatik.

12. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan demam reumatik.D. Manfaat

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga makalah ini bisa membantu mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang demam reumatik dan menambah wawasan pengetahuan mahasiswa tentang bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada pasien demam reumatik

BAB IIPEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakita. Pengertian

Demam rematik adalah suatu penyakit radang yang terutama menyerang sendi dan jantung dan jarang menyerang susunan saraf pusat, kulit dan jaringan subkutis. Penyakit cenderung kambuh, serangan awal maupun serangan kambuhan merupakan komplikasi nonsupuratif akibat infeksi streptokokus grup A pada saluran pernafasan bagian atas ( Ilmu Kesehatan Anak, h. 930 ).

Demam rematik merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptokokus beta-hemolytikus grup A. Demam rematik yang menimbulkan gejala sisa pada katub jantung disebut sebagai penyakit jantung rematik ( Kapita Selekta, h. 454 ).

b. Epidemologi

Saat ini diperkirakan insidens demam reumatik di Amerika Serikat adalah 0,6 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5 sampai 19 tahun. Insidens yang hampir sama dilaporkan di negara Eropa Barat. Angka tersebut menggambarkan penurunan tajam apabila dibandingkan angka yang dilaporkan pada awal abad ini, yaitu 100-200 per 100.000 penduduk.

Sebaliknya insidens demam reumatik masih tinggi di negara berkembang. Data dari negara berkembang menunjukkan bahwa prevalensi demam reumatik masih amat tinggi sedang mortalitas penyakit jantung reumatik sekurangnya 10 kali lebih tinggi daripada di negara maju. Di Srilangka insidens demam reumatik pada tahun 1976 dilaporkan lebih kurang 100-150 kasus per 100.000 penduduk. Di India, prevalensi demam reumatik dan penyakit jantung reumatik pada tahun 1980 diperkirakan antara 6-11 per 1000 anak. Di Yemen, masalah demam reumatik dan penyakit jantung reumatik sangat besar dan merupakan penyakit kardiovaskular pertama yang menyerang anak-anak dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi . Di Yogyakarta pasien dengan demam reumatik dan penyakit jantung reumatik yang diobati di Unit Penyakit Anak dalam periode 1980-1989 sekitar 25-35 per tahun, sedangkan di Unit Penyakit Anak RS. Cipto Mangunkusumo tercatat rata-rata 60-80 kasus baru per tahun1,3.

Insidens penyakit ini di negara maju telah menurun dengan tajam selama 6 dekade terakhir, meskipun begitu dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan kasus demam reumatik yang mencolok di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Hal tersebut mengingatkan kita bahwa demam reumatik belum seluruhnya terberantas, dan selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan masalah kesehatan masyarakat baik di negara berkembang maupun negara maju.

Suatu faktor penting yang mempengaruhi insidens demam reumatik adalah ketepatan diagnosis dan pelaporan penyakit. Sampai sekarang belum tersedia uji spesifik yang tepat untuk menegakkan diagnosis demam reumatik akut. Terdapat kesan terdapatnya overdiagnosis demam reumatik, sehingga diharapkan dengan kriteria diagnosis yang tepat, pengertian dan kemampuan untuk mengenal penyakit ini serta kesadaran para dokter untuk menanggulanginya merupakan hal yang sangat penting dalam menurunkan insidens penyakit ini.

c. Etiologi

Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulangan. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, Streptokokus grup A harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial. Berbeda dengan glumeronefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit maupun di saluran napas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit.

Hubungan etiologis antara kuman Streptococcus dengan demam reumatik diketahui dari data sebagai berikut:

a. Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian kadar antibodi terhadap Streptococcus atau dapat diisolasi kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A, atau keduanya.

b. Insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens oleh beta-Streptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula. Diperkirakan hanya sekitar 3% dari individu yang belum pernah menderita demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis Streptococcus yang tidak diobati.

c. Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat pencegahan yang teratur dengan antibiotika.d. Faktor PredisposiFaktor predisposisi penyebab demam reumatik antara lain:a. Faktor-faktor pada individu

1) Faktor Genetik

Banyak demam reumatik/penyakit jantung reumatik yang terjadi pada suatu keluarga maupun pada anak-anak kembar. Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik pada demam reumatik ini tidak lengkap, namun pada umumnya disetujui bahwa ada faktor keturunan pada demam reumatik ini, sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan.

2) Faktor Jenis Kelamin

Dahulu sering dinyatakan bahwa demam reumatik lebih sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin. Misalnya gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki.

3) Golongan Etnik dan Ras

Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih. Di negara-negara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah serangan penyakit jantung reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa stenosis mitral organik yang berat seringkali sudah terjadi dalam waktu yang relatif singkat, hanya 6 bulan sampai 3 tahun setelah serangan pertama.

4) Umur

Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik atau penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak berumur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak yang berumur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidensi infeksi Streptokokus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa 40% penderita infeksi Streptokokus adalah mereka yang berumur antara 2-6 tahun. Mereka ini justru jarang menderita demam reumatik. Mungkin diperlukan infeksi berulang-ulang sebelum dapat timbul komplikasi demam reumatik.7

5) Keadaan Gizi dan lain-lain

Keadaan gizi anak serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik. Hanya sudah diketahui bahwa penderita anemia sel sabit (sickle cell anemia) jarang yang menderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

b. Faktor-faktor lingkungan

1) Keadaan Sosial Ekonomi yang Buruk

Keadaan sosial ekonomi yang buruk ialah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang, pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.

2) Iklim dan Geografi

Demam reumatik adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan di daerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidensi yang tinggi, lebih tinggi daripada yang diduga semula. Di daerah yang letaknya tinggi agaknya insidensi demam reumatik lebih tinggi daripada di dataran rendah.

3) Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidensi infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidensi demam reumatik juga meningkat.

e. Patofisiologi

Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel; yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen streptococcus, hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.ASTO (anti streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80% penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap Streptococcus, maka pada 95% kasus demam reumatik/penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap Streptococcus.Penelitian menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang lain memiliki reaktivitas bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik di antara karbohidrat streptokokus dan glikoprotein katup, di antara membran protoplasma streptokokus dan jaringan saraf subtalamus serta nuklei kaudatus dan antara hialuronat kapsul dan kartilago artikular. Reaktivitas silang imunologik multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan organ multiple pada demam reumatik.Peran antibodi sebagai mediator cedera jaringan belum sepenuhnya diterima. Adanya antibodi bereaksi silang yang serupa pada serum pasien tanpa demam reumatik mendorong penelitian mediator imun lain. Data muthakir menunjukkan pada sitotoksitas yang ditengahi oleh sel sebagai mekanisme alternatife untuk cedera jaringan. Penelitian menunjukkan bahwa limfosit darah perifer pasien dengan karditis reumatik akut adalah sitotoksik terhadap sel miokardium yang dibiak in vitro, dan bahwa serum penderita demam reumatik menghapuskan pengaruh sitotoksik tersebut. Ini memberi kesan bahwa antibodi yang bereaksi silang dapat mempunyai pengaruh protektif dalam pejamu tersebut. Sekarang hipotesis yang paling banyak dipercaya adalah bahwa mekanisme imunologik, humoral atau selular, menyebabkan cedera jaringan pada demam reumatik.

f. PathwayStereptococus

20 produk ekstrasel

Streptolisin(o) treptolisin(S) hialuronidase streptokinase disfosforidin nukleotidase deoksiribonuklease streptococca

erythrogenic toxin.

Antibodi

Sensitivitas Sel B Antibodi

Imun Kompleks

Sarcolema CardiacRespon peradangan Mycardiak dan vascular Katup Mitaral

Star

Kerusakan Permanen

2- 6 minggu tidak ada pengobatan

Infeksi saluran napas Kuman Beta-Hemolitic Streptococus

Phrynx

Hasil respon imunologi abnormal

Demam Reumatik

g. Manifestasi KlinisPerjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium:

Stadium IStadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

Stadium IIStadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

Stadium IIIMerupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik.Stadium IVDisebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.Manifestasi Klinis Mayor

a. Sakit Persendian

Bisa berupa artralgia, yaitu nyeri persendian dengan tanda-tanda obyektif radang. Arthritis ialah radang persendian dengan tanda tanda panas, merah, bengkak atau nyeri tekan dan keterbatasan gerak persendian. Athritis terjadi pada 70 % pasien dengan demam rematik dan mengenai beberapa persendian secara bergantian selama beberapa hari dalam seminggu ( poliarthritis migrans ). Arthritis sering dimulai pada kaki dan menjalar ke lengan. Tanpa pengobatan, poliarthritis biasanya menghilang dalam 3 minggu tanpa meninggalkan bekas.

b. Pankarditis

Pankarditis berupa endokarditis, miokarditis dan perikarditis. Karditis terjadi pada 50 % demam rematik pertama. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising jantung patologis, kardiomegali yang secara radiologi makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis (nyeri sekitar umbilikus karena pembengkakan hati dan terdengar friction rub). Jika aktivitas rematik sudah menurun, yang sering menetap adalah tanda -tanda kerusakan katub.

c. Eritema Marginatum

Eritema marginatum biasanya timbul pada awal penyakit, dapat hilang-timbul tidak menentu. Ditemukan pada kurang lebih 5 % pasien, dan biasanya timbul hanya pada pasien dengan karditis. Eritema ini tidak gatal, dengan tepi eritema menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal dengan sentrumnya berwarna pucat. Tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.

d. Nodul Subkutan

Ditemukan pada sekitar 5 10 % pasien, biasanya timbul dalam minggu-minggu pertama dan hanya pada pasien dengan karditis. Nodul berukurang antara 0,5 2 cm, tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan, serta kulit yang menutupinya tidak menunjukkan tanda radang. Umumnya terdapat pada permukaan ekstensor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.

e. Chorea Sydenham ( St. Vitus dance )

Chorea mengenai 15 % pasien demam rematik, dan dianggap sebagai bentuk neurologis demam rematik. Chorea berupa gerakan yang tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskular, biasanya pada otot wajah dan ekstremitas, serta emosi yang labil. Gerakan yang timbul adalah sekonyong-konyong dan tidak dapat diulang lagi, tonus otot menghilang. Gerakan chorea menghilang pada waktu tidur.

Manifestasi Klinis Minor

a. DemamDemam tidak khas, bisa berlangsung sampai berkali-kali dengan tanda-tanda berupa malaise, astenia, penurunan BB. Demam biasanya terdapat pada saat permulaan terjadinya poliarthritis, tipe demam adalah remittent, tetapi umumnya tidak sering melampaui 390 C dan akan kembali normal dalam 2 3 minggu, walaupun bila tidak diobati.

b. Nyeri abdomen.

c. Mual, muntah dan anoreksiad. Efusi pleuraa. Pemeriksaan Diagnostik/PenunjangPemeriksaan diagnostik/penunjang pada diagnosis demam rematik akut dibagi atas 3 golongan , walaupun pada kenyataannya pemeriksaan laboratorium baik yang tunggal maupun kombinasi belum ada yang memungkinkan diagnosis spesifik demam rematik akut.

a. Golongan pertama

Meliputi uji radang jaringan akut, yakni reaktan fase akut sbb :

1) Laju Endap Darah ( LED ).

Mempunyai variasi lebar antara normal dan abnormal dan dapat meninggi sampai jauh di atas 100 mm. Banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti anemia. Anemia ringan sedang ( normositik normokrom ) lazim ditemukan pada penderita demam rematik akut.

2) Protein C Reaktif ( PCR ).

Dapat digunakan untuk ukuran beratnya proses. Pada pasien demam rematik akut ditemukan C Reaktif protein positif.

3) Leukositosis

Leukositosis umumnya sedang dan non spesifik.

b. Golongan kedua

Uji bakteriologis dan serologis yang membuktikan infeksi streptokokus sebelumnya yaitu : Tes antibodi terhadap streptokokus. Kurang lebih 80 % penderita akan memperlihatkan kenaikan titer anti streptolisin O ( ASO ). Titer yang berkisar dari 200 300 unit saja yang dianggap normal.

c. Golongan ketiga

Meliputi pemeriksaan sbb :

1) Pemeriksaan radiologis (Rontgen)

Untuk menemukan adanya kardiomegali dan efusi pericardial

2) Elektrokardiografi (EKG)

Perpanjangan interval P R terdapat pada 28 40 % pasien., kelainan ini dapat dipakai dalam diagnosis demam rematik. Perubahan EKG lain mencakup gelombang T yang datar/terbalik karena miokarditis dan elevasi ST akibat perikarditis.

3) EkokardiografiEkokardiografi adalah tes ultrasound non invasif yang digunakan untuk memeriksa ukuran, bentuk dan pergerakan struktur jantung. Cara ini menggunakan pemancaran gelombang suara frekuensi tinggi ke jantung melalui dinding dada dan mencatat sinyal yang kembali.b. Prognosis

Demam reumatik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi. Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam reumatik. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit demam reumatik dan penyakit jantung reumatik tidak membaik bila bising organik katup tidak menghilang, (Feinstein AR dkk, 1964). Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat dan ternyata demam reumatik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik. Ada penelitian melaporkan bahwa stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya karditis, sehingga kerusakkan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka kematian demam reumatik ini. (Irvington House Group & U.K and U.S 1965). Penelitian selama 10 tahun yang mereka lakukan menemukan adanya kelompok lain terutama kelompok perempuan dengan kelainan mitral ringan yang menimbulkan payah jantung yang berat tanpa diketahui adanya kekambuhan demam reumatik atau infeksi streptokokus. (Stresser, 1978).Prognosis demam rematik juga tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.

c. PenatalaksanaanPenatalaksanaan demam reumatik meliputi:

a. Tirah Baring

Semua penderita demam reumatik harus tinggal di rumah sakit. Penderita dengan artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu menjalani tirah baring secara ketat. Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang berat dengan gagal jantung, penderita harus tirah baring total paling tidak selama pengobatan kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar 6-8 minggu, yang paling menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang boleh dilakukan adalah penilaian klinik dokter yang merawat. Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua tanda demam reumatik akut telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring tanpa pemberian obat antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan istirahat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal.

b. Eradikasi Kuman Streptokokus

Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam reumatik dapat ditegakkan. Obat pilihan pertama adalah penisilin G benzatin karena dapat diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak di bawah 30 kg dan 1 ,2 juta unit untuk penderita di atas 30 kg.

c. Obat Antiradang

Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam. Obat ini dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam reumatik memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisi1at. Natrium salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4 minggu, kemudian 8 diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6 minggu. Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis 100 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya. Prednison dapat diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/kg/hari selama minggu ke 3 dan 4.

Pengobatan demam reumatik akut pengobatan dan profilaksis infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A yaitu Benzatine Penisilin 1, 2 juta unit intramuskular tiap bulan.

Pengobatan Supresif :

a. Tanpa Kelainan Jantung :

1) Aspirin 100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi empat

2) Turunkan dosis bila kadar salisilat melebihi 25 mg/100 ml

3) Turunkan dosis bila timbul gejala tinitus

4) Turunkan dosis 25% setelah satu minggu bila respon kliniknya baik dan lanjutkan sampai 6-8 minggu, turunkan dosis pada 2 minggu terakhir.

b. Dengan kelainan Katup :

1) Prednison 2,0 mg/kg/hari selama 2 minggu, kemudian berangsur-angsur turunkan dosis selama 2 minggu.

2) Bila respon baik, mulai aspirin 75 mg/kg/hari pada minggu ke 3 dan lanjutkan samapai minggu ke 8, berangsur-angsur turunkan pada 2 minggu terakhir.

3) Tingkatkan dosis supresi bila gejala kambuh kembali atau laju endap darah meningkat. B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Identitas.

1) Identitas pasien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register dan dx.medis.

2) Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, hubungan dengan pasien, pekerjaan dan alamat. b. Riwayat Kesehatan. Keluhan utama.

Badan panas, nyeri, dan pembengkakan sendi

Riwayat penyakit dahulu.

Tidak pernah mengalami penyakit yang sama, hanya demam biasa

Riwayat penyakit sekarang.

Kardiomegali, bunyi jantung muffled dan perubahan EKG

c. Riwayat kesehatan keluarga.

Tidak ada riwayat penyakit dari keluarga

d. Riwayat kehamilan dan persalinan.Tidak ada hubungan dengan penyakite. Riwayat kesehatan lingkungan.

Keadaan sosial ekonomi yang buruk Iklim dan geografi Cuaca Sanitasi burukf. Imunisasi. Tidak ada hubungan.g. Riwayat nutrisi.

Adanya penurunan nafsu makan selama sakit sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.

h. Pengkajian persistem.

1) Sistem pernapasan.Adanya takipneu, suara tambahan dan cuping hidung.

2) Sistem kardiovaskuler.

Biasanya pada pasien yang mengalami Rheumatic Heart Disease ditemukan suara abnormal yaitu murmur, kemudian adanya takikardi.

3) Sistem persarafan.

Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen atau koma pada penderita RHD.

4) Sistem perkemihan.

Apakah di dalam penderita RHD mengalami konstipasi, produksi kemih mengalami oligurie.

5) Sistem pencernaan.

Adanya gangguan pencernaan karena disebabkan perubahan pola makan akibat anorexsia.

6) Sistem muskuloskeletal.

Apakah ada gangguan pada ekstermitas atas maupun ekstermitas bawah.

7) Sistem integumen.

Integritas turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak.

8) Sistem endokrin

Pada penderita RHD tidak ditemukan pembesaran kelenjar tiroid.

i. Persepsi orang tua

Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknyaj. Pemeriksaan Fisik1) Breathing

Inspeksi: terdapat sesak nafas, adanya otot bantu pernapasan, adanya cuping hidung

Auskultasi :terdapat penumpukan cairan ( krekels ), adanya efusi pleura.

Palpasi: terdapat retraksi interkosta.

Perkusi: terdapat suara redup.

2) Blood

Inspeksi:adanya sianosis.

Auskultasi :terdapat suara jantung murmur.

Palpasi:akral dingin, tekanan darah., kapileir refill.

Perkusi:terdapat pergeseran suara jantung.

3) Brain

Inspeksi:tidak tampak

Palapsi:tampak

4) Blader

Kaji adanya poliurine

Urine apakah ada keton.

5) Bowel

BAB berapa kali.

Jumlah input dan output

Apakah ada kelainan pada organ pencernaan.

6) Bone

Adanya nyeri sendi/kelemahan sendi karena tirah baring

7) Diet pada Penyakit Demam Rhematik

a) Tujuan Diit :Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung, mencegah penimbunan garam atau air

b) Syarat syarat Diit :

(1) Energi cukup untuk mempertahankan BB normal

(2) Protein cukup, 0,8 gram/kg BB

(3) Lemak sedang, 25 30 % kebutuhan total kalori (10 % lemak jenuh, 15 % lemak tak jenuh)Vitamin dan mineral cukup

(4) Rendah garam, 2-3 gram perhari

(5) Cairan cukup 2 liter perhari

(6) Bila makanan per oral tdk cukup berikan enteral atau parenteral

(7) Bentuk makanan sesuai keadaan pasien

(8) Cara menghidangkan menarik

8) Pemeriksaan Penunjanga) Pemeriksaan laboratorium darah

b) Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung

c) Elektrokardiogram menunjukkan aritmia E

d) Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi

2. Diagnosa Keperawatana. Hypertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat infeksi penyakit.

b. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran synovial

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis.

d. Defisiensi pengetahuan orang tua / anak berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit anaknya.3. Perencanaan KeperawatanHari/TglNo DxRencana PerawatanTTD

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensiRasional

1Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .x24 jam diharapkan masalah hipertermia teratasi dengan kriteria hasil:

TTV pasien normal (Suhu: 36,5-37,5C, Nadi (60-80x/mnt, RR 12-20x/menit, TD 110/80-140/90 mmHg). Kaji suhu tubuh klien dan ukur tanda-tanda vital lain seperti nadi, TD dan respirasi

Berikan klien kompres hangat pada lipatan tubuh

Beri edukasi dan ajarkan klien untuk minum 2 liter/hari jika memungkinkan

Kolaborasi untuk pemberian antipiretik dan antiradang seperti salisilat/ prednison serta pemberian Benzatin penicillin, ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol). Mengetahui data dasar terhadap perencanaan tindakan yang tepat

Membantu meberikan evek vasodilatasi pembuluh darah sehingga pengeluaran panas terjadi secara evaporasi

Peningkatan suhu juga dapat meyebabkan kehilangan cairan akibat evaporasi

Mengurangi proses peradangan sehingga peningkatan suhu tidak terjadi serta streptococus hemolitikus b grup A akan mampu dimatikan

2Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .x24 jam diharapkan masalah nyeri teratasi dengan kriteria hasil:

Skala nyeri 0-1 Tanda-tanda vital dalam rentang normal (Suhu: 36,5-37,5C, Nadi (60-80x/mnt, RR 12-20x/menit, TD 110/80-140/90 mmHg). Klien tidak mengeluh nyeri tidak ada nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya. Klien tampak rileks

Kaji keluhan nyeri. Perhatikan intensitas ( skala 1-10 )

Observasi tanda-tanda vital (TD, Nadi, RR , suhu).

Pertahankan posisi daerah sendi yang nyeri dan beri posisi yang nyaman

Ajarkan teknik relaksasi progresif ( napas dalam, Guid imageri,

visualisasi )

Kolaborasi untuk pemberian analgetik Memberikan informasi sebagai dasar dan pengawasan intervensi

Mengetahui keadaan umum dan memberikan informasi sebagai dasar dan pengawasan intervensi

Menurunkan spasme/ tegangan sendi dan jaringan sekitar.

Membantu menurunkan spasme sendi-sendi, meningkatkan rasa kontrol dan mampu mengalihkan nyeri.

Menghilangkan nyeri

3Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .x24 jam masalah diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan dapat teratasi dengan kriteria hasil:

Klien mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang

Masukan makanan adekuat dan kelemahan hilang

BB dalam rentang normal.

Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, derajat penurunan berat badan, integritas mukos oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah, dan diare. Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi)

Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan sesudah pemeriksaan peroral

Anjurkan makan dengan porsi sedikit tetapi sering dan tidak makan makanan yang merangsang pembentukan HCl seperti terlalu panas, dingin, pedas

Kolaborasi untuk pemberian multivitamin

Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat.

Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake gizi

Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makaan, sisa sputum atau obat pada pengobatan sistem pernapasan yang dapat merangsang pusat muntah. Membantu mengurangi produksi asam lambnung/HCl akibat faktor-faktor perangsang dari luar tubuh

Multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari peningkatan laju metablisme umum.

4Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .x24 jam diharapkan pengetahuan orang tua /anak bertambah dengan kriteria hasil:

Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar Kaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan klien sebelumnya dan suasana yang tepat) Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat lelah.

Ajarkan keluarga untuk membatasi aktivitas anak sampai manifestasi klinis demam reumatik tidak ada dan berikan periode istirahat Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai program. Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik,emosional dan lingkungan yang kondusif Membantu untuk mengurangi nyeri saat beraktivitas.

Mencegah penularan bakteri atau virus.

Membantu anak agar lupa dengan nyerinya.

4. Implementasi KeperawatanImplementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan. Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan membantu dan mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-hari. Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi KeperawatanNoHari/TglJamNo DxEvaluasiTTd

1

2

3

4

1

2

3

4

S: Diharapkan pasien mengatakan demamnya sudah berkurang

O : Diharapkan TTV klien dalam batas normal (Suhu: 36,5-37,5C, Nadi (60-80x/mnt, RR 12-20x/menit, TD 110/80-140/90 mmHg) A : Masalah teratasi

P : Pertahankan kondisi klien

S: Diharapkan pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang

O: Diharapkan pasien sudah mulai bisa beraktifitas

A : masalah teratasi sebagian.

P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan kondisi pasien.

S: Diharapkan pasien mengatakan nafsu makannya sudah kembali normal O: Diharapkan pasien bisa makan dengan porsi makanan yang terus meningkat (dari piring menjadi piring)

A: Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan kondisi pasien.

S: Diharapkan pasien dan keluarganya mengatakan pengetahuan tentang penyakit demam reumatiknya bertambah.

O: Diharapkan pasien dan keluarga menerapkan saran dan edukasi yang sudah diberikan

A: Masalah teratasi

P : Lanjutkan intervensi

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Demam rematik adalah suatu penyakit radang yang terutama menyerang sendi dan jantung dan jarang menyerang susunan saraf pusat, kulit dan jaringan subkutis. Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulangan. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, Pemeriksaan diagnostik/penunjang pada diagnosis demam rematik akut dibagi atas 3 golongan , Demam reumatik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi. Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam reumatik.Asuhan keperawatan pada demam rematik yaitu pengkajian,diagnosa, perencanaan implementasi dan evaluasiB. Saran

Kita sebagai seorang perawat perlu mengetahui tentang demam rematik selain untuk menambah wawasan pengetahuan kita sebagai seorang perawat, juga untuk berbagi kepada masyarakat tentang informasi tentang demam rematik. Makalah ini masih jauh dari sempurna, diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nuratif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta

Baradero Mery spc. MN.dkk.2008 Klien Gangguan Kardiovaskuler Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 3 Penerbit Gaya Baru ,Jakarta

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Volume 2 Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E, dkk. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Huon H. Gray, Keith D. Dawkins, John M.Morgan, Ianian A.Simpson. 2005. Lecture Notes Kardiologi Edisi Keempat.

Wong Donna L.2004. Pedoman Klinis Keperawan Pediatrik.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

http://www.ichrc.org/610-demam-reumatik-akut

2