Upload
claudia-dadlani
View
156
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam typhoid merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih tergolong
endemik di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Biasanya
angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin .
Kuman penyakit ini masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman atau
kotoran dan air seni penderita demam tifoid sebagai carrier. Lalat rumah dapat
memindahkan kuman penyakit ini. Kuman penyebab penyakit ini adalah Salmonella
typhii.1 Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar
16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian.2
Penyakit typhoid mulai menyerang dengan lambat dan mengakibatkan rasa capek dan
lemah tubuh. Mungkin juga sakit kepala dan hidung berdarah (mimisan). Suhu tubuh
semakin meningkat setiap hari mencapai 40C, lebih panas pada malam hari. Nafsu
makan kurang. Mula-mula penderita biasanya mencret, mungkin sebaliknya yaitu
mengalami sembelit. Tinjanya berbau menusuk hidung. Perut kembung dan terasa
nyeri kalau ditekan.3
Demam typhoid masih merupakan masalah besar di indonesia bersifat sporadik
endemik dan timbul sepanjang tahun. Kasus demam typhoid di Indonesia, cukup
tinggi berkisar antara 354-810/100.000 penduduk pertahun. Di Palembang dari
penelitiaan retrospektif selama periode 5 tahun (2003-2007) didapatkan sebanyak 3
kasus (21,5%) 2 penderita demam typhoid dengan hasil biakan darah salmonella
positif dari penderita yang dirawat dengan klinis demam tifoid. 2
Sekarang ini penyakit typhus abdominalis masih merupakan masalah yang penting
bagi anak dan masih menduduki masalah yang penting dalam prevalensi penyakit
menular. Hal ini disebabkan faktor hygiene dan sanitasi yang kurang, masih
memegang peranan yang tidak habis diatas satu tahun, maka memerlukan perawatan
1
yang khusus karena anak ini masih dalam taraf perkembangan dan pertumbuhan.
Dalam hal ini perawatan dirumah sakit sangat dianjurkan untuk mendapatkan
perawatan isolasi untuk mencegah komplikasi yang lebih berat.4
B.Skenario
Tn C datang ke RS dengan keluhan demam sejak 6 hari yang lalu. Demam
berlangsung sepanjang hari dan memburuk (lebih tinggi) pada sore-malam hari. Demam
tersebut disertai nyeri kepala, nyeri ulu hati, mual dan muntah. Pasien juga belum BAB
sejak 4 hari yang lalu. Riwayat perdarahan tidak ada. Batuk, pilek tidak ada. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, suhu: 38,6oC, N: 80x/mnt,
RR:20x/mnt, TD: 110/80mmHg. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan pada
epigastrium.
Lab: Hb= 14g/dl, Ht= 38%, leukosit= 4000/ul Trombosit= 200.000/ul.
Widal: S.typhi O: 1/320, S.typhi H: 1/320, S.paratyphi A O: 1/80, S.paratyphi A H: -
C. Identifikasi Istilah
Compos mentis : keadaan mental dimana seseorang masih dalam tahap kesadaran
penuh.
D. Rumusan Masalah
Demam sejak 6 hari yang lalu, terutama pada sore-malam hari, disertai nyeri kepala,
ulu hati, mual dan muntah, dan belum BAB sejak 4 hari yang lalu.
2
E. Analisis Masalah
F. Hipotesis
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan lab, serta keluhan, TnC, menderita demam tifoid.
G. Sasaran Pembelajaran
1. Mengetahui anamnesis yang dilakukan.
2. Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan.
3. Mengetahui menentukan diagnosa dari penyakit.
4. Mengetahui patofisiologi penyakit.
5. Mengetahui etiologi penyakit.
6. Mengetahui epidemiologi penyakit.
3
Demam sejak 6 hari yang lalu terutama pada sore –malam hari disertai nyeri kepala, ulu hati, mual & muntah , serta belum BAB dari 4hari yang lalu
Anamnesis
prognosis
Terapi
Terapi
Epidemiologi
Etiologi
Pemeriksaan
Diagnosis
Patofisiologi
Fisik
Penunjang
WD
DD
7. Mengetahui terapi yang akan dilakukan.
8. Mengetahui komplikasi penyakit.
9. Mengetahui prognosis penyakit.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Anamnesis
Anamnesis adalah antara langkah pertama yang harus dilakukan oleh dokter apabila
berhadapan dengan pasien.anamnesis bertujuan untuk mengambil data berkenaan dengan
pasien melalui wawancara bersama pasien mahupun keluarga pasien.Anamnesis perlu
dilakukan dengan cara-cara khas yang berkaitan dengan penyakit yang bermula dari
permaasalahan pasien.anamnesis yang baik akan membantu dokter memperoleh
maklumat seperti berikut :
Penyakit atau kondisi yang mungkin menjadi punca keluhan pasien
(kemungkinan diagnosis)
Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab
munculnya keluhan pasien (diagnosis banding)
Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit
tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko)
Kemungkinan penyebab penyakit (etiologi)
Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan
pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan
untuk menentukan diagnosisnya
4
Bagi pasien yang pertama kali datang ke dokter,pertanyaan yang perlu diajukan adalah
data pribadi pasien seperti:
1. Nama lengkap pasien
2. Jenis kelamin
3. Umur pasien
4. Tempat dan tarikh lahir pasien
5. Status perkahwinan
6. Agama
7. Suku bangsa
8. Alamat
9. Pendidikan
10. Pekerjaan
11. Riwayat keluarga yang meliputi kakek dan nenek sebelah ayah, kakek dan nenek
sebelah ibu, ayah, ibu, saudara kandung dan anak-anak
Seterusnya adalah pertanyaan yang berkaitan dengan keluhan pasien
1. Kapan mulai timbul demam?
2. Sudah berapa lama demam berlangsung?
3. Apakah demam timbulnya mendadak?
4. Obat-obatan apa saja yang sudah diberikan untuk menurunkan demam?
5. Apakah demam diselingi menggigil?
6. Apakah demam naik turun?
5
7. Apakah demam terjadi dalam waktu 4 sampai 6 jam setelah terpapar dengan
sesuatu yang membuat anda alergi?
8. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai demam?
9. Adakah batuk pilek?
10. Adakah nyeri pada waktu menelan?
11. Adalah muntah?
12. Adakah nyeri pada waktu buang air kecil?
B.Pemeriksaan
Untuk memperkuat diagnosis tentang suatu penyakit kita harus melakukan
pemeriksaan kepada pasien. Pemeriksaan paling utama yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan fisik dan apabila ingin memperkuat diagnosis tersebut dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang, misalnya pemeriksaan lab.
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu keterampilan pemeriksaan dasar yang harus
dimiliki oleh seorang dokter dalam mendukung diagnosanya terhadap suatu
penyakit. Seorang dokter yang baik, dapat mendiagnosis secara tepat hanya
dengan melakukan pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan lab, khususnya untuk
penyakit-penyakit yang memang tidak membutuhkan pemeriksaan lab.
Untuk penyakit demam typhoid dapat dilakukan beberapa pemeriksaan fisik
untuk memperkuat diagnosis.
1. Pemeriksaan kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan. 5
Tingkat kesadaran ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu5
6
- Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
- Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
- Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
- Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
- Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
- Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). 5
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif
mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai
untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon
verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari
13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan
adanya penurunan kesadaran. 5
Dari hasil pemeriksaan kesadaran didapatkan pasien dalam tingkatan compos
mentis.
2. Pemeriksaan suhu badan
7
Pemeriksaan suhu tubuh dapat dilakukan dengan cara, yaitu rektal, oral dan
aksial. Dari ketiganya ini lebih akurat dengan cara aksial. Suhu tubuh pada
manusia, normalnya 36,5C sampai 37,5C. 6
Berdasarkan hasil pemeriksaan didapat pasien mengalami peningkatan suhu
dari batas normal menjadi 38,6C.
3. Pemeriksaan nadi
Pemeriksaan nadi merupakan pemeriksaan gelombang aliran darah yang
dipompa oleh jantung. Denyut jantung normal pada manusia dewasa adalah
70-80 kali per satu menit. Diatas 80 (tachycardia) atau di bawah 70
(Bradycardia). 6
Dari hasil pemeriksaan didapati pasien mempunyai denyut nadi 80 kali/menit.
4. Pemeriksaan tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah untuk mengetahui jumlah darah yang diedarkan
oleh jantung setiap terjadi kontraksi. Normalnya tekanan darah manusia
adalah 120/80 mmHg. 6
Dari hasil pengukuran tekanan darah didapat 110/80 mmHg.
5. Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mengetahui kelainan-kelainan yang
terdapat pada organ-organ di daerah perut. Pemeriksaan abdomen dibagi
menjadi empat yaitu inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
8
Pemeriksaan abdomen biasanya dilakukan berdasarkan kuadran-kuadran yang
terdapat di daerah perut, yaitu epigastrium, umbilical dan pubic. 6
Pada kasus didapati nyeri pada bagian epigastrium, hal ini berarti adanya
gangguan pada sebagian hepar, duodenum, pancreas dan pyloric gaster
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang biasanya berupa pemeriksaan lab. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mendapatkan diagnosa secara tepat.
1. Pemeriksaan darah tepi
Pemeriksaan darah tepi meruapakan suatu pemeriksaan untuk menentukan
jumlah sel dalam tiap mikroliter darah. Ketepatan dan ketelitian hasil
pemeriksaan ini sangat tergantung dari ketepatan dan ketelitian pengenceran
volume darah yang diperiksa dan kecermatan ketika menghitung sel tersebut
dengan menggunakan mikroskop.
- Kadar hemoglobin normal biasanya tergantung usia yaitu Baru lahir : 17-
22 gm/dl, usia seminggu : 15-20 gm/dl, usia sebulan : 11-15gm/dl, kanak-
kanak: 11-13 gm/dl, lelaki dewasa: 14-18 gm/dl, wanita dewasa: 12-16
gm/dl, lelaki separuh usia: 12.4-14.9 gm/dl, wanita separuh usia: 11.7-13.8
gm/dl. Konsentrasi Hb rendah mungkin menunjukkan anemia atau
pendarahan yang baru terjadi sedangkan konsentrasi Hb tinggi mengarah
pada dugaan adanya polisitemia.7
- Hematokrit normal manusia pada pria 42 – 52 % sedangkan pada wanita
36 – 48 %. Hematokrit yang rendah menunjukkan adanya anemia
sedangkan hematokrit yang rendah menunjukkan adanya polisitemia. 8
- Kadar leukosit normal pada manusia adalah 5000/l sampai 10000/l
(rata-rata 8000/l). hitungan leukosit yang tinggi (leukositosis) seringkali
9
menandakan adanya infeksi, seperti suatu abses, meningitis, apendisitis
atau tonsilitis. Hitungan yang tinggi juga diakibatkan oleh leukimia dan
nekrosis jaringan luka bakar, infrak miokard.
Hitungan leukosit yang rendah (leukopenia) menunjukkan depresi
sumsum tulang. 7
- Kadar trombosit normal adalah 150.000 – 400.000/l. peningkatan
trombosit (tromsositosis) sedangkan penurunan trombsit
(trombositopenia). 7
Pada kasus didapat Hb : 14 g/dl. Ht : 38%. Leukosit 4000/l dan trombosit
200.000l. Dari data ini dapat dilihat bawah kadar hematokrit dan leukositnya
mengalami penurunan. Hematokrit menurun kemungkinan anemia, sedangkan
leukosit menurun terjadi leukopenia.
2. Uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman S. typhi. Pada
uji Widal terjadi suatu reaksi algutinasi antara antigen S. typhi dengan
antobodi yang disebut algutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal
adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. 8
Tujuan uji Widal adalah untuk menentukan adanya algutinin dalam serum
penderita typhoid yaitu algutinin O (dari tubuh kuman), algutinin H (flagela
kuman) dan algutinin Vi (simpai kuman). Dari ketiga algutinin tersebut hanay
alutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam typhoid. Semakin
tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. 8
10
Pembentukkan algutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam,
kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-
empat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. 8
Interprestasi hasil uji widal adalah sebagi berikut
- Titer O yang tinggi (160) menunjukkan adanya infeksi akut
- Titer H yang tinggi (160) menunjukkan telah mendapat imunisasi
atau pernah terinfeksi
- Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi biasanya terjadi pada
carrier.
Pada kasus didapat titer O dan H sebesar 1/320.
Uji faktor ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,yaitu :
pengobatan dini dengan antibiotik
gangguan pembentukan antibiodi, dan pemberian kortikosteroid
waktu pengambilan darah
daerah endemik atau non- endemik
riwayat vaksinasi
reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan
demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi
faktor teknik pemeriksaan antara laboratorium akibat aglutinasi silang, dan
strain Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.
3. Uji tubex
11
Tes tubex merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana
dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna
untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan
menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan
pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi
akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi
antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan
yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat,
mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang. 8
4. Kultur darah
Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam
Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis
pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negati, belum
tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit
kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah
dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam
bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama sakit, sudah
mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan
uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk
pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada
pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang
digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut /
carrier digunakan urin dan tinja. 8
5. Typhidot
Uji ini mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran
luar S.typhi.Hasil positifnya dapat diperolehi setelah 2-3 hari setelah
infeksi.Pada kasus reinfeksi,respons imun sekunder (IgG) teraktivasi secara
12
berlebihan sehingga IgM sulit terdeteksi.Untuk mengatasi masalah ini,uji ini
kemudiannya dimodifikasi dengan menginaktivasikan IgG pada sampel
serum.Ini memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada
pada serum pasien.
6. Dipstick
Uji ini bertujuan untuk mendeteksi IgM spesifik terhadap S.typhi pada
specimen serum atau whole blood.Strip yang mengandungi antigen
liposakarida S.typhi dan anti IgM (sebagai control), reagen deteksi dan serum
pasien diperlukan dalam uji ini.Pemeriksaan dimulakan dengan inkubasi strip
pada larutan campuran reagen deteksi dan serum,selama 3 jam pada suhu
kamar.setelah diinkubasi,strip dibilas dengan air mengalir dan
dikeringkan.Secara semi kuantitatif,diberikan penilaian terhadap garis uji
dengn membandingkannya dengan reference strip.Hasil yang akurasi dapat
diperoleh apabila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah timbulnya gejala.
C.Diagnosis
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium,
didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Pasien menderita demam sejak enam hari yang lalu (paling tinggi pada sore sampai
malam hari). Demam disertai nyeri kepala, nyeri ulu hati, mual dan muntah. Pasien
juga belum BAB. Selain itu pasien juga menyatakan tidak terdapat riwayat
pendarahan, batuk dan pilek.
2. Pasien mengalami penurunan kesadaran yaitu pada tingkatan compos mentis. Suhu
tubuh pasien meningkat dari batas normal yaitu 38,6C. denyut nadi normal 80
kali/menit dengan tekanan darah yang normal 110/80 mmHg. Pasien mengalami
nyeri epigastrium ketika dilakukan pemeriksaan abdomen.
3. Hemoglobin pasien dalam batas normal yaitu 14 gr/dl. Hematokrit menurun yaitu
38%. Pasien mengalami penurunan leukosit yaitu 4000/l dan trombosit normal
yaitu 200.000/l. pada tes widal didapatkan S. typhi O dan H bernilai 1/320.
13
Dari data diatas, kita dapat membagi diagnosis yang telah ada menjadi dua, yaitu working
diagnosis dan differential diagnosis.
a. Working diagnosis
Working diagnosis merupakan diagnosis utama tentang penyakit yang diderita
pasien setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasein.
Berdasarkan pngertian tersebut didapatkan working diagnosis untuk kasus ini
yaitu demam tifoid.
Mengapa demam tifoid diambil sebagai diagnosis utama ?. Pertanyaan tersebut
dapat dijawab dengan melihat gejala-gejala klinis dari demam tifoid.
Gejala penyakit demam typhoid pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut
yang lain, seperti demam tinggi yaitu 39C - 40C (panasnya naik turun,
meningkat pada sore – malam hari), sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia,
mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, anemia ringan,
perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti.
Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita
adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis
dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan meradang.
Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan
gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Pada
minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang
biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam
hari.7,9
Pada minggu kedua, limpa dan hepar menjadi teraba dan abdomen mengalami
distensi. Terdapat gangguan mental berupa samnolen, stupor, koma, delirium atau
psikosis. Roseolae (ruam kulit berupa bercak-bercak seperti ros) jarang terjadi
pada orang Indonesia. 7
14
Pada pemeriksaan darah tepi, biasanya didapatkan leukopenia (dapat terjadi
sebaliknya bahkan normal), terjadi anemia ringan, trombositopenia (dapat terjadi
sebaliknya bahkan normal), lajut endapan darah meningkat, yang dapat berarti
hematokrit menurn). Dengan pemeriksaan widal kita akan mendapatkan algutinin
O atu H dengan jumlah 160. Namun pemeriksaan widal ini sering terjadi
kesalahan interprestasi.
Dari uraian diatas, jika dibandingkan dengan kasus yang dialami pasien didapati
kemiripan yang hampir mendekati 80%, sehingga demam tifoid diambil sebagai
penyakit utama.
b. Differntial diagnosis
Differential diagnosis merupakan suatu diagnosis pembanding dengan gejala yang
serupa terhadap penyakit utama, yang didapatkan ketika melakukan anamnesis.
Oleh karena itu perlu adanya pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk
menegakkan diagnosis utama. Adapun diagnosis pembanding dari demam tifoid
yaitu
1. Influensa
Influensa merupakan suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan.
Mengapa influensa diambil sebagai diagnosa pembanding?. Untuk pertanyaan
ini mari kita hubungkan gejala-gejala klinis influensa dengan kasus.
Pada penyakit influensa, pasien sering mengeluh demam, sakit kepala, sakit
otot.8 Hal ini mirip dengan gejala-gejala yang dialami oleh pasien.
15
Namun influensa memiliki beberapa gejala lain yang membedakan dia dari
kasus yang dialami oleh pasien yaitu terdapat batuk dan pilek.8 Dari kasus kita
ketahui bahwa pasien tidak mengalami batuk dan pilek.
2. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual
di dalam darah.
Malaria mempunyai beberapa gejala-gejala klinis yang serupa dengan kasus.
Adapun gejala-gejala klinis tersebut yaitu terjadi demam, sakit kepala,
gangguan kesadaran. Bila dihubungkan dengan demam tifoid terdapat
beberapa gejala klinis yang serupa, yaitu hepatomegali, anemia, laju endapan
darah meningkat dan hematokrit menurun, leukopenia (dapat terjadi
sebaliknya bahkan normal), anoreksia, perut tidak enak. 8
Namun malaria mempunyai beberapa gejela klinik yang membedakannya dari
kasus dan demam tifoid, yaitu demam biasanya langsung tinggi disertrai
menggigil, terdapat nyeri pada sendi dan tulang, dingin di punggung, pada
minggu pertama sudah terjadi diare, trombostinya menurun. 8
3. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
ini terpenuhi.8
- Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
- Pada hari ke – 3 atau ke – 5 terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan
berikut: uji bendung positif; petekie, ekimosis, atau purpura;
perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
- Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
16
- Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb : Peningkatan
hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.
Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. Tanda kebocoran
plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.
4. Leptospirosis
Leptospirosis meruapakn suatau penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikro organisme Leptospira interogans. Penyakit ini pertama kali ditemukan
oleh Weil pada tahun 1886 yang membedakan penyakit yang disertai ikhterus
ini dengan penyakit lain. 8
Leptospirosis mempunyai gejela-gejala klinis yang sama dengan demam tifoid
yaitu, demam, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala, penurunan kesadaran,
hepatomegali, laju endapan darah menigkat.
Namun leptospirosis mempunyai gejala-gejala klinis yang tidak sesuai dengan
kasus, yaitu demam langsung tinggi, menggigil, batuk, ruam pada kulit,
fotopobi, brakikardia, lekositosis (bisa sebaliknya atau normal), menigismus,
ikterus, pendarahan hebat. 8
D.Patofisiologi10,11
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan
kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang
yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh
orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian
kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
17
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-
sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan perlu
kita ketahui cara penyebarannya melalui muntahan, urin, dan kotoran dari penderita yang
kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki lalat). Lalat itu mengontaminasi
makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan segar. Saat kuman masuk ke saluran
pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk
ke usus halus. Dari usus halus itulah kuman beraksi sehingga bisa ” menjebol” usus halus.
Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke
pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-
lain).Jika demikian keadaannya, kotoran dan air seni penderita bisa mengandung kuman
S typhi yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau pun minuman yang
dicemari. Pada penderita yang tergolong carrier (pengidap kuman ini namun tidak
menampakkan gejala sakit), kuman Salmonella bisa ada terus menerus di kotoran dan air
seni sampai bertahun-tahun. S. thypi hanya berumah di dalam tubuh manusia. Oleh kerana
itu, demam tifoid sering ditemui di tempat-tempat di mana penduduknya kurang
mengamalkan membasuh tangan manakala airnya mungkin tercemar dengan sisa
kumbahan. Sekali bakteria S. thypi dimakan atau diminum, ia akan membahagi dan
merebak ke dalam saluran darah dan badan akan bertindak balas dengan menunjukkan
beberapa gejala seperti demam. Pembuangan najis di merata-rata tempat dan hinggapan
lalat (lipas dan tikus) yang akan menyebabkan demam tifoid.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel feses atau darah untuk
menguji adanya bakteri Salmonella sp dalam darah penderita, dengan membiakkan darah
pada hari 14 yang pertama dari penyakit. Selain itu tes widal (O dah H aglutinin) mulai
posotif pada hari kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya
penyakit. Pengulangan tes widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari
titer aglutinin (diatas 1:200) menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam
tifoid. Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada
minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella.
Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat lekopeni
polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam, maka
18
arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis polimorfonuklear,
maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di
dalam lesi usus. Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini
mengharuskan kita waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu
mudah mendiagnosis karena gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas
seperti di atas. Bisa ditemukan gejala- gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah
terpapar dengan kuman S typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa
diberi obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak sengaja
menelan kuman ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan
tingkat kekebalan seseorang dan daya tahannya, termasuk apakah sudah imun atau kebal.
Bila jumlah kuman hanya sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa saja langsung
dimatikan oleh sistem pelindung tubuh manusia. Namun demikian, penyakit ini tidak bisa
dianggap enteng, misalnya nanti juga sembuh sendiri.
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya
Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama- sama
cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap
mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun
pada waktu terjadi pengosongan lamung, sehingga Salmonella spp dapat masuk ke dalam
usus penderita dengan lebih senang. Salmonella spp seterusnya memasuki folikel-folikel
limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan
cepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella spp. Setelah itu, Salmonella spp
memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah
bakteremia pada penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding
kandung empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli
empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yang
infektif terjadilah invasi kedalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat daripada
invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan
limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakan
salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam.
Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang
membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa
19
dan sumsum tulang. Kelainan utama terjadi pada usus kecil, hanya kadang kadang pada
kolon bagian atas, maka Salmonella paratyphi B dapat menimbulkan lesi pada seluruh
bagian kolon dan lambung.
Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial
yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh pembuntuan
pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa
yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas
sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu
panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun
tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus
bahkan dapat mencapai membran serosa.
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka
perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi
tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering
menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya
penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat
akan menimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan
perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus
dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam
tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi.
Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap
mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita
merupakan urinary karier penyakit tersebut. Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot
jantung membesar dan melunak. Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang
terjadi endokaritis. Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis
serta meningitis kadang kadang dapat terjadi pada demam tifoid.
Ini co-opts 'selular mesin makrofag untuk reproduksi mereka sendiri seperti yang
dilakukan melalui kelenjar getah bening mesenterika ke saluran toraks dan limfatik dan
kemudian melalui ke jaringan retikuloendotelial hati, limpa, sumsum tulang, dan kelenjar
getah bening. Sesampai di sana, bakteri S typhi jeda dan terus berkembang biak sampai
20
beberapa kerapatan kritis tercapai. Setelah itu, bakteri menginduksi apoptosis makrofag,
pecah ke dalam aliran darah dapat menyerang seluruh tubuh
kandung empedu ini kemudian terinfeksi baik melalui bakteremia atau
perpanjangan langsung typhi terinfeksi Sempedu. Hasilnya adalah bahwa organisme-
kembali memasuki saluran pencernaan dalam empedu dan reinfects Peyer patch. Bakteri
yang tidak reinfect tuan rumah biasanya gudang di bangku dan kemudian tersedia untuk
menginfeksi host lain. 10,11
E.Etiologi
Organisme yang berasal dari genus salmonella merupakan agen penyebab bermacam-
macam infeksi, mulai dari gastrienteritis yang ringan sampai demam tifoid yang berat
disertai bakteremia. 12
Salmonella typhi, merupakan kuman berbentuk batang, tidak berspora, pada
pewarnaan gram bersifat negatif, ukurannya 1 – 3,5 m x 0,5 – 0,8 m, besar koloni
rata-rata 2 – 4 mm, mempunyai flagel peritrikh. 12
Klasifikasi Salmonella thyposa
Kingdom : Bakteria
Phylum : Proteobakteria
Classis : Gamma proteobakteria
Ordo : Enterobakteriales
Familia : Enterobakteriakceae
Genus : Salmonella
Species : Salmonella thyposa
Salmonella typhi, tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15 -
41C (suhu pertumbuhan optimum 37,5C) dan pH pertumbuhan 6 – 8. Salmonella
typhi mati pada suhu 56C dan juga pada keadaan kering. Dalam air kuman ini bisa
bertahan selama 4 minggu. Kuman ini hidup subur pada medium yang mengandung
garam empedu, tahan terhadap zat warna hijau brillian dan senyawa Natrium
tetrationat, dan Natrium deoksikolat. 12
Salmonella typhi mempunyai tiga jenis antigen, yaitu
21
- Antigen somatik (O), antigen ini tahan terhadap pemanasan 100C, alkohol dan
asam. Antobodi yang dibentuk terutama IgM
- Antigen flagel (H), antigen ini rusak pada pemanasan diatas 60C, alkohol dan
asam. Antobodi yang dibentuk bersifat IgG.
- Antigen Vi, meruapakan polimer dari polisakarida yang bersifat asam, terdapat
pada bagian paling luar dari kuman. Dapat rusak pada pemanasan 60C selama
1jam, pada penambahan fenol dan asam. Kuman yang mempunyai antigen Vi
ternyata lebih virulen baik terhadap binatang maupun manusia.
F.Epidemiologi13
Demam tifoid masih merupakan masalah besar di Indonesia. Penyakit ini di Indonesia
bersifat sporadik endemik dan timbul sepanjang tahun. Kasus demam tifoid di Indonesia,
masih cukup tinggi berkisar antara 354-810 / 100.000 penduduk pertahun. Di Palembang
dari penelitian retrospektif selama periode 5 tahun ( 1990-1994) didapatkan sebanyak 83
kasus ( 21,5 %) penderita demam tifoid dengan hasil biakan darah salmonella positif dari
penderita yang dirawat dengan klinis demam tifoid. Demam tifoid adalah penyakit yang
umum di Indonesia.
Global epidemiologi
Tifoid dan paratifoid terutama mempengaruhi daerah-daerah berpenghasilan
rendah di dunia, dimana sanitasi dan air bersih masih kurang. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 16-33000000 kasus demam tifoid terjadi setiap
tahunnya, dengan 500.000 sampai 600.000 kematian (a angka kematian antara 1,5 dan
3,8%) [1]. Tidak ada WHO memperkirakan tingkat tahunan paratifoid, namun sebuah
penelitian pada tahun 2004 diperkirakan 5,4 juta kasus terjadi setiap tahunnya paratifoid
[2]. Mayoritas tifoid terjadi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin di mana wabah sering
dilaporkan. Wabah juga telah dilaporkan di Eropa timur dan tengah Asia [3], dan sejak
tahun 2004 wabah skala kecil telah terjadi di Kyrgyzstan, Ukraina dan Rusia [4].
Perjalanan sejarah yang tersedia untuk 98% (399/406) kasus, dimana 294 kasus telah
melakukan perjalanan ke luar negeri dari Inggris (kasus perjalanan-asosiasi). Sub-benua
22
India (ISC) adalah wilayah yang paling banyak dikunjungi di dunia untuk kasus demam
enterik [Tabel 1].
Tabel 1. Negara-negara untuk perjalanan-perjalanan terkait kasus demam enterik
oleh organisme
Organisme
Negara perjalanan S. Typhi S. paratyphi S. paratyphi B Jumlah
India 57 89 - 146
Pakistan 37 59 - 96
Bangladesh 19 8 - 27
Nepal 1 - - 1
India, Nepal 2 - - 2
Bangladesh, Nepal 1 - - 1
Cina - 1 - 1
Cina (Hong Kong) - 1 - 1
Cina (Tibet), Nepal, Thailand - 1 - 1
Sri Lanka, Thailand - 1 - 1
Thailand - - 1 1
Indonesia 1 1 - 2
Indonesia, Malaysia - 1 - 1
Malaysia 1 - - 1
Pilipina 1 - - 1
Timur Jauh 1 - - 1
Kulit kambing yg halus - - 1 1
Mesir 2 - - 2
Turki - 1 - 1
Nigeria 2 - - 2
23
Kamerun 1 - - 1
Sierra Leone 1 - - 1
Kosta Rika, El Salvador,
Guatemala 1 - - 1
Negara tidak dinyatakan 1 - - 1
Jumlah 129 163 2 294
Alasan yang paling umum dilaporkan untuk perjalanan kasus demam enterik adalah
untuk mengunjungi teman dan keluarga (VFR) (86%, 252/294). Delapan puluh tujuh
persen dari wisatawan VFR (219/252) adalah dari India, Pakistan, atau etnis Bangladesh
dan baik Inggris dan non Inggris lahir.
Tingkat infeksi dengan demam enterik di semua wisatawan ke India, Pakistan dan
Bangladesh 17,3 per 100.000 kunjungan dibandingkan dengan 0,05 per 100.000
kunjungan ke negara-negara di seluruh dunia. Tingkat penyakit lebih tinggi pada
pelancong VFR dengan tingkat tertinggi di VFR wisatawan ke Bangladesh (36,9 kasus
per 1000.000 dilihat). Jumlah tertinggi kedua kasus tifoid dan paratifoid adalah mereka
yang melakukan perjalanan ke India (N = 148). Namun, karena ada lebih banyak
wisatawan ke India, tingkat infeksi untuk wisatawan India 14,2 per 100.000. pelancong
VFR kurang mungkin telah berusaha perjalanan pra-saran kesehatan dan mereka yang
lahir Inggris lebih cenderung untuk mencari nasihat pra-perjalanan daripada mereka yang
non Inggris lahir.
Laporan lengkap tentang pilot ditingkatkan surveilans demam enterik tersedia dari Badan
Perlindungan Kesehatan .
Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan
perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup
umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapat
mengurangi penyebaran penyakit ini.
Penyebaran Geografis dan Musim
24
Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia.
Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak
di daerah yang
kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin
Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin
lelaki atauperempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang
dewasa seringmengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau
sembuh sendiri.Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada
tabel di bawah ini.
Usia Persentase
12 – 29 tahun 70 – 80 %
30 – 39 tahun 10 – 20 %
> 40 tahun 5 – 10 %
Langkah-langkah pencegahan
Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan
paratifoid Adan B yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali pemberian
dengan interval 10 hari merupakan tindakan yang praktis untuk mencegah penularan
demam tifoid
Jumlah kasus penyakit itu di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 358-810 kasus
per
100.000 penduduk per tahun. Suntikan imunisasi tifoid boleh dilakukan setiap dua tahun
manakala vaksin oral diambil setiap lima tahun. Bagaimanapun, vaksinasi tidak
memberikan jaminan perlindungan 100 peratus.
25
Minum air yang telah dimasak sahaja. Masak air sekurang-kurangnya lima minit
penuh (apabila air sudah masak, biarkan ia selama lima minit lagi). Buat air batu
menggunakan air yang dimasak. Sekiranya sedang dalam perjalanan, gunakan air botol
atau minuman berdesis berkarbonat tanpa ais. Anda hendaklah lebih berhati-hati dengan
ais kacang atau air batu campur yang menggunakan ais hancur, terutama sekali dalam
keadaan sekarang. Makan makanan yang baru dimasak. Jika terpaksa makan di kedai,
pastikan makanan yang dipesan khas dan berada dalam keadaan `berasap’ kerana baru
diangkat dari dapur. Tudung semua makanan dan minuman agar tidak dihinggapi lalat.
Letakkan makanan di tempat tinggi. Gunakan penyepit, senduk, sudu atau garpu bersih
untuk mengambil makanan. Buah-buahan hendaklah dikupas dan dibilas sebelum
dimakan.
Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum menyedia atau memakan makanan,
membuang sampah sarap, memegang bahan mentah atau selepas membuang air besar.
Anda akan mendapati insiden tifoid berkurangan dengan amalan ini yang sepatutnya
menjadi tabiat seharian dan bukan hanya musim wabak. Pilih gerai dan pengendali
makanan yang bersih. Dalam keadaan sekarang, adalah baik sekiranya orang ramai
mengelak daripada membeli makanan atau minuman daripada penjaja jalanan
terutamanya yang menjual minuman sejuk. Hapuskan tempat pembiakan lalat-lalat bagi
mengelakkan pembiakan.
Gunakan tandas yang sempurna. Segeralah berjumpa doktor jika mengalami tanda-tanda
dijangkiti tifoid. Pusat Kawalan Penyakit Amerika Syarikat mencadangkan dua tindakan
asas bagi melindungi diri anda daripada demam tifoid:
1. Rebus, masak, kupas atau lupakan sahaja.
Elakkan makanan serta minuman yang berisiko. Ini mungkin mengejutkan anda tetapi
melihat apa yang anda makan dan minum terutamanya semasa dalam perjalanan adalah
sama pentingnya seperti anda mendapat pelalian. Dengan menghindari makanan berisiko
juga mampu melindungi diri anda daripada lain-lain penyakit seperti cirit-birit,
kolera/taun, disenteri dan hepatitis A.
2. Dapatkan pemvaksinan.
26
Jika anda menetap atau dalam perjalanan menuju ke negara yang biasa diserang wabak
demam kepialu, anda perlu menimbangkan pemvaksinan menentang demam kepialu.
Berjumpalah dengan doktor untuk mengetahui lebih lanjut tentang pilihan vaksin anda
Pada pria lebih banyak terpapar dengan kuman S. typhi dibandingkan wanita karena
aktivitas di luar rumah lebih banyak. Semua kelompok umur dapat tertular penyakit
tifoid, tetapi yang banyak adalah golongan umur dewasa tua. Angka kejadian demam
tifoid tidak dipengaruhi musim, tetapi pada daerah-daerah yang terjadi endemik demam
tifoid, angka kejadian meningkat pada bulan-bulan tertentu. Di Indonesia, angka kejadian
demam tifoid meningkat pada musim kemarau panjang atau awal musim hujan. Hal ini
banyak dihubungkan dengan meningkatnya populasi lalat pada musim tersebut dan
penyediaan air bersih yang kurang memuaskan.
G.Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu : Istirahat
dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif), dan pemberian
medikamentosa.
a. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi
dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya
ditempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan
membantu mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali
dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai. 8
b. Diet dan terapi penunjang
Diet dan terapi penunjang bertujuan mengemabalikan rasa nyaman dan kesehatan
pasien secara optimal.
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum
dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi
lama.
27
Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar kemudian diganti dengan nasi, perubahan diet
ini disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring
bertujuan untuk menghindari pendarahan saluran cerna atau perforasi usus. 8
c. Pemberian antimikroba
Tata laksana medikamentosa demam tifoid dapat berupa pemberian antibiotik,
antipiretik, dan steroid. Obat antimikroba yang sering diberikan adalah
kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, ampisilin, amoksisilin, dan
sefalosporin generasi ketiga. 8
- Kloramfenikol
Di Indonesia klorafemikol masih merupakan obat pilihan utama untuk
mengobati demam tifoid. Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa
kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari dua minggu sekitar
24 jam. 8,14
Dosis yang diberikan secara per oral pada dewasa adalah 20 – 30 (rata-
rata 40) mg/kg/hari. Pada anak berumur 6-12 tahun membutuhkan
dosis 40-50 mg/kg/hari. Pada anak berumur 1-3 tahun membutuhkan
dosis 50-100 mg/kg/hari. 14
Pada pemberian secara intravena membutuhkan 40-80 mg/kg/hari
untuk dewasa, 50-80 mg/kg/hari untuk anak berumur 7-12 tahun, dan
50-100 mg/kg/hari untuk anak berumur 2-6 tahun. 14
Bentuk yang tersedia di masyarakat berupa kapsul 250 mg, 500 mg,
suspensi 125 mg/5 ml, sirup 125 ml/5ml, serbuk injeksi 1 g/vail.
Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hirolisis ester
ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. 14
Dari pengalaman obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari.
Untuk menghindari reaksi Jarisch-Herxheimer pada pengobatan
demam tifoid dengan kloramfenikol, dosisnya adalah sebagai berikut:
hari ke 1 : 1g, hari ke 2 : 2 g, hari ke 3: 3 g, beberapa hari kemudian
diteruskan 3 g sampai dengan suhu badan normal.14
28
Beberapa efek samping yang mungkin timbul pada pemberian
kloramfenikol adalah mual, muntah, mencret, mulut kering, stomatitis,
pruritus ani, penghambatan eritropoiesis, Gray-Syndrom pada bayi
baru lahir, anemi hemolitik, exanthema, urticaria, demam, gatal-gatal,
anafilaksis, dan terkadang Syndrom Stevens-Johnson.14
Reaksi interaksi kloramfenikol dengan paracetamol akan
memperpanjang waktu paruh plasma dari kloramfenikol. Interaksinya
dengan obat sitostatika akan meningkatkan resiko suatu kerusakan
sumsum tulang. 14
- Tiamfenikol
Tiamfenikol memiliki dosis dan keefektifan yang hampir sama dengan
kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti
kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan
dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol untuk orang dewasa adalah
500 mg tiap 8 jam, dan untuk anak 30-50 mg/kg/hari yang dibagi
menjadi 4 kali pemberian sehari. Bentuk yang tersedia di masyarakat
berupa kapsul 500 mg. 8,14
Beberapa efek samping yang mungkin timbul pada pemberian
kloramfenikol adalah mual, muntah, diare, depresi sumsum tulang
yang bersifat reversibel, neuritis optis dan perifer, serta dapat
menyebabkan Gray baby sindrom. Interaksi tiamfenikol dengan
rifampisin dan fenobarbiton akan mempercepat metabolisme
tiamfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam tifoid dapat
turun setelah 5-6 hari. 14
- Kotrimoksazol
Kotrimoksazol meruapakan kombinasi dua obat antibiotik, yaitu
trimetroprim dan sulfametoksazol. Kombinasi obat ini juga dikenal
sebagai TMP/SMX, dan beredar di masyarakat dengan beberapa nama
merek dagang misalnya Bactrim. Obat ini mempunyai ketersediaan
biologik 100%. Waktu paruh plasmanya 11 jam. 14
29
Dosis untuk pemberian per oral pada orang dewasa dan anak adalah
trimetroprim 320 mg/hari, sufametoksazol 1600 mg/hari. Pada anak
umur 6 tahun trimetroprim 160 mg/hari, sufametoksazol 800 mg/hari.
Pada pemberian intravena paling baik diberikan secara infus singkat
dalam pemberian 8-12 jam. 14
Beberapa efek samping yang mungkin timbul adalah sakit,
thromboplebitis, mual, muntah, sakit perut, mencret, ulserasi esofagus,
leukopenia, thrombopenia, anemia megaloblastik, peninggian kreatinin
serum, eksantema, urtikaria, gatal, demam, dan reaksi hipersensitifitas
akibat kandungan Natriumdisulfit dalam cairan infus. Interaksi
kotrimoksazol degan antasida menurunkan resorbsi sulfonamid. 12
Pada pemberiaan yang bersamaan dengan diuretika thiazid akan
meningkatkan insiden thrombopenia, terutama pada pasien usia tua. 14
- Ampisilin dan amoksisilin
Ampisilin dan amoksisilin memiliki kemampuan untuk menurunkan
demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Obat ini
mempunyai ketersediaan biologik : 60%. Waktu paruh plasmanya 1,5
jam (bayi baru lahir: 3,5 jam). 14
Dosis untuk pemberian per oral dalam lambung yang kosong dibagi
dalam pemberian setiap 6-8 jam sekitar 1/2 jam sebelum makan.
Untuk orang dewasa 2 – 8 g/hari, sedangkan pada anak 100-200
mg/kg/hari. Pada pemberiaan secara intravena paling baik diberikan
dengan infus singkat yang dibagi dalam pemberiaan setiap 6-8 jam.
Untuk dewasa 2-8 g/hari, sedangkan pada anak 100 – 200 mg/kg/hari.
Bentuk yang tersedia di masyarakat berupa kapsul 250 mg, 500 mg;
Kaptab 250 mg, 500 mg; Serbuk Inj.250 mg/vial, 500 mg/vial, 1g/vial,
2g/vial; Sirup 125 mg/5 ml, 250 mg/5 ml; Tablet 250 mg, 500 mg. 14
Beberapa efek samping yang mungkin muncul adalah sakit,
thrombophlebitis, mencret, mual, muntah, lambung terasa terbakar,
sakit epigastrium, iritasi neuromuskular, halusinasi, neutropenia
toksik, anemia hemolitik, eksantema makula, dan beberapa manifestasi
30
alergi. Interaksinya dengan allopurinol dapat memudahkan munculnya
reaksi alergi pada kulit. Eliminasi ampisilin diperlambat pada
pemberian yang bersamaan dengan urikosuria (misal: probenezid),
diuretik, dan obat dengan asam lemah. 14
- Sefalosporin generasi ketiga
Sefalosporin generasi ketiga (Sefuroksin, Moksalaktan, Sefotaksim,
dan Seftizoksim) yang hingga saat ini masih terbukti efektif untuk
demam tifoid adalah seftriakson. Antibiotik ini sebaiknya hanya
digunakan untuk pengobatan infeksi berat atau yang tidak dapat
diobati dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum
antibakterinya. Hal ini disebabkan karena selain harganya mahal juga
memiliki potensi antibakteri yang tinggi Dosis yang dianjurkan adalah
antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama 1/2 jam
perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari. 14
- Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid hanya diberikan pada pasien dengan
indikasi demam typhoid yang disertai syok dengan dosis 3 x 5 mg. 8
d. Pengobatan demam typhoid pada wanita hamil
Klorafenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena
dikhawatirkan dapat terjadi partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey
syndrome pada neonatus.
Tiamfenikol tidak dianjurkan digunkan pada trimester pertama kehamilan karena
kemungkinan terjadi efek tetarogenik terhadap fetus. Pada kehamilan lebih lanjut
tiamfemikol dapat digunakan. 8
Demikian juga obat golongan fluorokuinolon maupun kotrimoksazol tidak boleh
digunakan, obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksilin dan seftriakson. 8
H.Komplikasi
31
manifestasi Neuropsikiatrik (Dalam 2 dekade terakhir, laporan dari daerah
endemik penyakit telah mendokumentasikan spektrum yang luas dari manifestasi
neuropsikiatri demam tipus.)
o Sebuah negara confusional beracun, ditandai dengan disorientasi,
delirium, dan gelisah, adalah ciri khas demam tipus stadium akhir. Dalam
beberapa kasus, dan fitur neuropsikiatri lainnya mendominasi gambaran
klinis pada tahap awal.
o berkedut Facial atau kejang-kejang mungkin fitur presentasi. Meningismus
tidak jarang, tetapi meningitis jujur jarang. Encephalomyelitis dapat
mengembangkan, dan patologi yang mendasari mungkin bahwa dari
demielinasi leukoencephalopathy. Dalam kasus yang jarang terjadi,
myelitis melintang, polineuropati, atau mononeuropathy tengkorak
berkembang.
o Pingsan, obtundation, atau koma menunjukkan penyakit yang berat.
o Focal Infeksi intrakranial jarang, namun beberapa abses otak telah
dilaporkan. 15
o Lain-lain kurang umum neuropsikiatri manifestasi kegiatan telah
memasukkan paraplegia spastik, neuritis perifer atau tengkorak, sindrom
Guillain-Barre, penyakit schizophrenialike, mania, dan depresi.
Pernapasan
o Batuk
o Ulserasi faring posterior
o Sesekali presentasi sebagai lobar pneumonia akut (pneumotyphoid)
Kardiovaskular
o perubahan elektrokardiografi nonspesifik terjadi pada 10% -15% pasien
dengan demam tipus.
32
o Beracun miokarditis terjadi pada 1% -5% dari orang dengan demam tipus
dan merupakan penyebab kematian yang signifikan di negara-negara
endemik. Beracun miokarditis terjadi pada pasien yang mengalami sakit
dan toxemic dan ditandai dengan takikardia, nadi lemah dan hati suara,
hipotensi, dan kelainan elektrokardiografi.
o Perikarditis jarang terjadi, tapi runtuh pembuluh darah perifer tanpa
temuan jantung lainnya semakin dijelaskan. manifestasi paru juga telah
dilaporkan pada pasien dengan demam tipus. 15
Hepatobiliary
o elevasi Mild transaminase tanpa gejala umum pada orang dengan demam
tipus.
o Penyakit kuning mungkin terjadi pada orang dengan demam tipus dan
mungkin karena hepatitis,kolangitis , kolesistitis , atau hemolisis.
o Pankreatitis dan gagal ginjal akut atas dan hepatitis dengan hepatomegali
telah dilaporkan. 16
Usus manifestasi
o 2 komplikasi yang paling umum dari demam tifoid termasuk perdarahan
usus (12% dalam satu seri Inggris) dan perforasi (3% -4,6% dari pasien
rawat inap).
o Dari 1884-1909 (yaitu, era preantibiotic), angka kematian pada pasien
dengan perforasi usus karena demam tipus adalah 66% -90% tetapi kini
secara signifikan lebih rendah. Sekitar 75% dari pasien memiliki menjaga,
kelembutan rebound, dan kekakuan, khususnya di kuadran kanan bawah.
o Diagnosis terutama sulit pada sekitar 25% pasien dengan perforasi dan
peritonitis yang tidak memiliki temuan fisik klasik. Dalam banyak kasus,
penemuan cairan intra-abdomen bebas satu-satunya tanda perforasi.
33
Genitourinari manifestasi
o Sekitar 25% dari pasien dengan demam tifoid typhi S mengeluarkan dalam
urin mereka pada beberapa titik selama penyakit mereka.
o Glomerulitis kekebalan yang kompleks 17 dan proteinuria telah dilaporkan,
dan IgM, antigen C3, danS typhi antigen dapat ditunjukkan pada dinding
kapiler glomerulus.
o sindrom Nephritic dapat mempersulit kronis S typhi bakteremia terkait
dengan kencingschistosomiasis .
o Sindrom nefrotik dapat terjadi transiently pada pasien dengan 6-fosfat
dehidrogenase kekurangan-glukosa .
o Cystitis: Tifoid cystitis sangat jarang. Retensi urin di negara tifoid dapat
memfasilitasi infeksi koli atau kontaminan lainnya.
Manifestasi hematologi
o Subklinis disebarluaskan koagulasi intravascular yang umum pada orang
dengan demam tipus.
o -Uremik sindrom Hemolytic jarang. 18
o Hemolisis mungkin berkaitan dengan defisiensi dehidrogenase glukosa-6-
fosfat.
Muskuloskeletal dan manifestasi bersama
o otot rangka khas menunjukkan degenerasi Zenker, khususnya yang
mempengaruhi dinding perut dan otot paha.
o Klinis terbukti polymyositis mungkin terjadi. 19
o Arthritis sangat langka dan paling sering mempengaruhi pinggul, lutut,
atau pergelangan kaki.
34
Akhir sequelae (jarang pada pasien yang tidak diobati dan sangat jarang terjadi
pada pasien yang dirawat)
o Neurologis - polyneuritis, psikosis paranoid, atau catatonia 20
o Kardiovaskular - tromboflebitis dari vena ekstremitas bawah
o Genitourinari - Orkitis
o Muskuloskeletal
Periostitis, sering abses dari tibia dan tulang rusuk
Spinal abses (tulang belakang tipus, sangat jarang)
Atau dapat pula kita lihat dalam pembagian sebagai berikut;
1. Komplikasi Intestinal
Perdarahan usus
Perforasi usus
Ileus paralitik
2. Komplikasi Ekstra –Intestinal
Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan
septik),miokarditis,trombosis dan tromboflebitis
Komplikasi darah : anemia hemolitik ,trombositopenia, dan /atau Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik
Komplikasi paru : Pneumonia,empiema,dan pleuritis
Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis
Komplikasi ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis
35
Komplikasi tulang : osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis
Komplikasi Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis
perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia
I.Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan
tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella serta cepat dan tepatnya pengobatan.3
Bisa terdapat relaps setelah pengobatan dihentikan, biasanya pada bayi, orang lanjut
usia, kurang gizi atau orang yang amat lemah.
Setalah enam minggu, kira-kira 50% penderita tifoid masih mengeluarkan organisme
dalam tinjanya. Setelag tiga bulan, 5% - 10% merupakan ekskretor. Karier kronik
adalah orang-orang yang terus mengeluarkan Salmonella typhi dalam satu tahun
setelah menderita sakit, atau pada beberapa kasus, biakan tinja positif tanpa riwayat
penyaki sebelumnya. Organisme biasanya terdapat dalam kandung empedu. 3
Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%.3
36
BAB III
PENUTUP
Salmonella thypi maupun Salmonella parathypi merupakan bakteri yang dapat membawa
kepada penyakit demam tifoid. Hal ini dapat dielakkan dengan adanya prevelensi seperti
menjaga hygiene dan juga pemberian imunisasi. Walau bagaimanapun seseorang yang
telah dijangkiti demam tifoid bisa diobati dengan antibiotika yang bersesuaian, namun
apabila keadaan telah memburuk, ketika bakteri telah menyerang organ-organ penting,
pasien sudah kronis.
Kesimpulan
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium, Hipotesis dibenarkan
karena, didapatkan gejala-gejala yang mengarah pada demam tifoid, misalnya demam
meninggi pada sore – malam hari, hematokrit menurun, leukopenia.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Shryock, harold. Modern medical guide. Indonesia publishng house: Bandung; 2000
2. Siska, Hisaliani. Karakteristik demam tifoid. Medan: FKUSU;2009
3. Cardone, John M., Cella, Robert J., Croffy, Bruce R., dkk. Kapita selekta kedokteran
klinik. Binarupa aksara: Jakarta;2009
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI. Ilmu Kesehatan Anak edisi I. FKUI:
Jakarta; 2002
5. Merkum, H. M. S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisik. FKUI: Jakarta;2000
6. Sasonto,Mardi.,Sumadikarya,Indriani.,Winami,Wong,.dkk. Buku penuntun
keterampilan medik (skill-lab) semester 2. Fakultas Kedoktran Ukrida: Jakarta; 2010
7. Jaffe, Marie S. Handbook of diagnostic test (edisi bahasa indonesia, ahli bahasa:
david putra jaya). ECG: Jakarta;2009
8. Reksodiputro, A., Madjid, A., Rachman., dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi
V jilid III. Internapublshing: Jakarta; 2009
9. Davey, Patrick. Medicine at a glance (edisi bahasa indonesia, ahli bahasa: anisa
rahmalia). Erlangga: Jakarta;2003
10. Bhutta ZA. Demam tipus. Dalam: P Rakel, Bope ET, eds 8. Conn 's Lancar Terapi
200. 60 ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2008: chap 48.
11. Kaye KS, Kaye D. infeksi Salmonella (termasuk demam tifoid). In: Goldman L,
Ausiello D, eds Kedokteran Cecil.. 23 ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2007:
chap 329.
12. Syahrurachman, Agus., Chatim, Aidilfiet., Kuraniawati, Anis., dkk. Buku ajar
mikrobiologi kedokteran. Binarupa aksara: Jakarta; 2009
38
13. Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K dan Siti
Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Demam Tifoid. November 2009; 3 : p2797-
2806
14. Syarif, Amir, Estuningtyas, Ari., Setiawati, Arini., dkk. Farmakologi dan terapi edisi
V. FKUI: Jakarta;2008
15. Hanel RA, Araujo JC, Antoniuk A, et al: Multiple otak. Abses disebabkan oleh
Salmonella typhi Surg. Laporan neurol.Kasus Jan 2000; 53 (1) :86-90. [Medline]
16. Koul PA, Wani JI, Wahid A, et al 2003 Paru. Manifestasi-tahan tifoid multidrug dari
Juli demam;. Dada. 104 (1) :324-5.[Medline] .
17. Khan M, Coovadia Y, Sturm AW laporan. Tipus demam rumit oleh kegagalan ginjal
akut dan hepatitis. Meninjau kasusAm J Gastroenterol. Jun: 2000; 93 (6) :1001-3.
Dan [Medline] .
18. V, Pipantanagul V, Boonpucknavig V, et al. Agustus Sitprija Glomerulitis tipus di.
Demam. Ann Intern Med 2002.; 81 (2) :210-3 [Medline] .
19. Baker NM, Mills AE, Rachman saya, et. 13 hemolitik-uremik sindrom al tipus di;
demam. Br Med J 2004. April (5910) :84-7. 2 [Medline] .
20. Karyadi PM, Yan CC 8. Tifoid. Polymyositis. S Afr Med J 2005. November 49
(47) :1975-6; [Medline] .
39