Upload
doankhuong
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Bab IV
Pembahasan dan Hasil Penelitian
IV.1 Statistika Deskriptif
Pada bab ini akan dibahas mengenai statistik deskriptif dari variabel yang
digunakan yaitu IHSG di BEI selama periode 1 April 2011 sampai dengan 30
Maret 2012. Pada periode tersebut terdapat sebanyak 248 hari perdagangan
saham. Pada tabel 4.1 di bawah ini dapat lihat hasil statistika deskriptif IHSG
selama periode pengamatan :
Tabel 4.1 Statistika Deskriptif IHSG
Periode 1 April 2011 – 30 Maret 2012
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
IHSG 248 3269.451 4193.441 3840.65648 159.533054
Valid N (listwise) 248
Sumber : Data diolah
Selama periode pengamatan (lampiran 1), nilai IHSG yang tertinggi yaitu
sebesar 4193.441 terjadi pada tanggal 1 Agustus 2011 dan nilai IHSG yang
terendah yaitu sebesar 3269.451 pada tanggal 4 Oktober 2011. Selama periode
pengamatan ada kecenderungan membentuk pola trend berubah-ubah dapat
dikatakan perekonomian cenderung tidak stabil.
Pada periode pengamatan data IHSG memiliki standar deviasi sebesar
159.53 dan mean sebesar 3840.65 sehingga nilai indeks IHSG memiliki variasi
dari nilai rata-ratanya yang cukup tinggi. Hal ini berarti menunjukkan bahwa data
tersebut tidak stasioner karena nilai rata-rata dan variannya cenderung berubah-
ubah dari periode ke periode.
IV.2 Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan
metode ARIMA. Sebelum dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode
ARIMA, penelitian ini melakukan serangkaian uji-uji seperti uji kestasioneran
data, proses differencing, dan pengujian correlogram untuk menentukan
koefisien autoregresi.
IV.2.1 Uji Pola Data
Uji pola data merupakan menganalisis pola pergerakan data saham per
periode (harian, mingguan, bulan, atau tahun). Pola data menggambarkan
karakteristik data dalam suatu periode. Berikut ini merupakan grafik pergerakan
harian IHSG selama periode pengamatan penelitian:
Gambar 4.1 Data Harian IHSG Periode 1 April 2011 – 30 Maret 2012
Sumber : IDX Daily Statistics, diolah
Pada gambar 4.1 terlihat data pergerakan harian IHSG periode mulai 1
April 2011 – 30 Maret 2012 menunjukan terjadi pola trend berubah-ubah dan
memiliki variansi yang cukup tinggi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
data pada periode penelitian menunjukkan data yang tidak stasioner. Data yang
tidak stasioner perlu dilakukan proses differencing agar data menjadi data yang
bersifat stasioner, yaitu data yang nilai rata-rata dan variansinya relatif konstan
dalam suatu periode.
IV.2.2 Kestasioneran Data
Menurut Aritonang (2002:105), kestasioneran dapat diperiksa dengan
analisis otokorelasi dan otokorelasi parsial. Data yang dianalisis dalam ARIMA
merupakan data yang bersifat stationer.
Pada data time series dilakukan pengelompokkan pola data dengan
menggunakan time lag (selisih waktu) selama 1 hari (time lag lainnya misalnya 2
hari, 3 hari, sampai dengan 36 hari) dalam analisis otokorelasi terhadap data
tersebut. Berdasarkan pengujian tiap otokorelasi maka dapat didentifikasi pola
datanya. Penentuan lag biasanya ditetapkan dua musim atau secara umum
sebanyak 20 periode (DeLurgio, 1998 dalam Aritonang, 2002). Analisis
dilakukan dengan menggunakan beberapa time lag dan koefisien otokorelasi
yang diuji. Berikut ini merupakan hasil perhitungan fungsi otokorelasi dengan
jumlah lag 20 dengan menggunakan program SPSS 20.0 dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut:
Tabel 4.2 Perhitungan Fungsi Otokorelasi
Sumber : Data diolah
Berdasarkan tabel 4.2 terlihat angka otokorelasi, pada lag 1 sampai 11 yang
mempunyai nilai di atas 0.5. Hal ini mengarah pada adanya otokorelasi pada
variabel IHSG. Berikut ini merupakan grafik fungsi otokorelasi adalah sebagai
berikut:
Gambar 4.2
Grafik Fungsi Otokorelasi
Sumber : Data diolah
Berdasarkan gambar 4.2 autokorelasi terlihat bahwa grafik autokorelasi
berbeda secara signifikan dari nol dan mengecil secara perlahan membentuk
garis lurus. Hal ini menunjukkan bahwa data belum stasioner terhadap mean.
Untuk itu, sebelum diproses lebih jauh dengan ARIMA, maka perlu dilakukan
proses differencing.
Selain pengamatan grafik dan hasil perhitungan fungsi otokorelasi,
pemeriksaan kestasioneran data juga dapat dilakukan berdasarkan hasil
perhitungan dan pengujian correlogram fungsi otokorelasi parsial. Berikut ini
merupakan hasil perhitungan fungsi otokorelasi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Perhitungan Fungsi Otokorelasi Parsial
Sumber : Data diolah
Berdasarkan tabel 4.3, perhitungan autokorelasi parsial terlihat bahwa nilai
autokorelasi parsial mendekati nol setelah lag pertama yaitu sebesar 0.015. Hal
ini menunjukan bahwa data belum stasioner. Pemeriksaan kestasioneran data
juga dapat dilihat berdasarkan grafik fungsi otokorelasi parsial. Berikut ini
merupakan grafik fungsi otokorelasi parsial adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3 Grafik Fungsi Otokorelasi Parsial
Sumber : Data diolah
Berdasarkan gambar 4.3, grafik autokorelasi parsial terlihat bahwa grafik
autokorelasi parsial mendekati nol setelah lag pertama. Hal ini menunjukan
bahwa data belum stasioner. Dari analisis grafik autokorelasi dan autokorelasi
parsial atau dengan teknik correlogram menunjukan bahwa data bersifat tidak
stationer, sedangkan metode ARIMA memerlukan data yang bersifat stasioner.
IV.2.3 Proses Differencing (Pembedaan)
Dalam menggunakan metode ARIMA memerlukan data yang bersifat
stasioner. Berdasarkan gambar 4.2 dan gambar 4.3 menunjukan data IHSG tidak
stasioner. Data IHSG yang tidak stasioner harus dilakukan transformasi agar data
menjadi bersifat stasioner dengan melakukan proses differencing. Proses
differencing yaitu data yang asli (Yt) diganti dengan perbedaan pertama data asli
tersebut atau dapat dirumuskan sebagai berikut (Aritonang, 2002:107):
d(1) = Yt – Yt-1
Hasil proses pembedaan (differencing) ini dapat digambarkan dalam bentuk
grafik sebagai berikut:
Gambar 4.4 Data Differencing IHSG
Sumber: Data diolah
Pada grafik 4.4 di atas data IHSG telah dilakukan proses differencing
sebesar 1. Dari grafik sequence di atas terlihat bahwa grafik tidak menunjukkan
tren atau musiman dan bergerak di sekitar rata-rata. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa data tersebut sudah stasioner terhadap mean dan varians.
Data IHSG yang sudah dilakukan proses dilakukan proses differencing
sebesar 1 digunakan kembali untuk membuat correlogram (Dyt). Berikut ini
merupakan hasil perhitungan fungsi otokorelasi dan fungsi otokorelasi parsial
dari data yang sudah stasioner serta grafik correlogram-nya.
Tabel 4.4 Perhitungan Fungsi Otokorelasi setelah differencing
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat koefisien otokorelasi secara statistik dengan
menggunakan taraf signifikan α = 5% dan jumlah observasi (n = 247) dengan
batas intervalnya yaitu 0 ± 1,96 / ( atau 0 ± 0,125 yang melewati batas
interval, yaitu pada lag 4 secara statistik sebesar -0.155, lag 7 sebesar 0.198, dan
lag 17 -0.212. Dengan demikian koefisien autokorelasi yang melebihi batas
interval, atau berbeda secara nyata dengan nol, dapat dikatakan berdasarkan
analisis correlogram data IHSG harian dalam periode penelitian dengan
differencing = 1 data sudah stasioner. Berikut ini hasil grafik fungsi otokorelasi
setelah differencing adalah sebagai berikut:
Gambar 4.5
Grafik Fungsi Otokorelasi setelah Differencing
Sumber : Data diolah
Berdasarkan gambar 4.5 terlihat grafik fungsi otokorelasi setelah diffrerencing,
koefisien otokorelasi untuk beberapa lag tidak berbeda signifikan dari nol atau
berbeda dari nol untuk beberapa lag didepan maka dapat dikatakan bahwa data
bersifat stasioner. Serta dengan menggunakan taraf signifikan α = 5% dan jumlah
observasi (n = 247) maka batas intervalnya yaitu 0 ± 1,96 / ( atau 0 ±
0,125. Dengan demikian koefisien yang melebihi batas interval yaitu lag 4, lag,
7, dan lag 17.
Kestasioneran data juga dapat dilihat berdasarkan perhitungan dan grafik
fungsi otokorelaso parsial. Berikut ini merupakan hasil perhitungan fungsi
otokorelasi parsial setelah differencing adala sebagai berikut:
Tabel 4.5 Perhitungan Fungsi Otokorelasi Parsial setelah differencing
Sumber : Data diolah
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat koefisien otokorelasi parsial secara
statistik dengan menggunakan taraf signifikan α = 5% dan jumlah observasi (n =
247) dengan batas intervalnya yaitu 0 ± 1,96 / ( atau 0 ± 0,125 terjadi pada
lag 4 sebesar -0,175, pada lag 7 secara statistik sebesar 0.149 dan pada lag 17
sebesar -0.234. Dengan demikian koefisien autokorelasi yang melebihi batas
interval, atau berbeda secara nyata dengan nol dapat dikatakan data IHSG harian
dalam periode penelitian setelah melakukan proses differencing = 1 data sudah
stasioner. Berikut ini hasil grafik fungsi otokorelasi parsial setelah differencing
adalah sebagai berikut:
Gambar 4.6
Grafik Fungsi Otokorelasi Parsial setelah differencing
Sumber : Data diolah
Berdasarkan gambar di atas terlihat beberapa koefisien yang signifikan.
Dengan menggunakan taraf signifikan α = 5% dan jumlah observasi (n = 247)
maka batas intervalnya yaitu 0 ± 1,96 / ( atau 0 ± 0,125. Dengan demikian
koefisien autokorelasi yang melebihi batas interval, atau berbeda secara nyata
dengan nol yaitu pada lag 4, lag 7, dan lag 17, dapat dikatakan berdasarkan
analisis correlogram data IHSG harian dalam periode penelitian dengan
differencing = 1 data sudah stasioner.
IV.2.4 Penentuan Nilai p, d, dan q dalam ARIMA
Pada bagian sebelumnya telah dilakukan penentuan nilai d (differencing)
sebesar 1. Proses differencing dilakukan karena data awal yang sebelumnya tidak
stasioner sehingga dilakukan proses pembedaan sebesar 1 agar data menjadi
stasioner.
Dalam menentukan nilai p dan q dapat ditentukan berdasarkan dari pola
fungsi autokorelasi dan otokorelasi parsial (Mulyono, 2000). Dari grafik 4.5 dan
grafik 4.6 dapat dilihat koefisien otokorelasi menuju secara bertahap atau
gelombang dan otokorelasi parsial menurun secara bertahap / bergelombang
maka dapat di identifikasikan bahwa proses tersebut merupakan proses ARIMA
(p,d,0).
Menurut Hadi (2012:92) Jika proses uji pola data, didapatkan bahwa
differencing 1 dan data sudah stasioner maka langkah selanjutnya adalah
melakukan estimasi model untuk peramalan harga saham. Model yang digunakan
adalah ARIMA (p,d,q)
di mana :
p = ordo dari model AR,
d = differencing yang dilakukan agar data stasioner,
q = ordo dari MA.
Pada penelitian ini, dapat diidentifikasi bahwa:
p = 17, terlihat berdasarkan grafik 4.5 grafik autokorelasi untuk data
differencing 1, ada satu koefisien yang signifikan, yaitu pada lag 17
q = 1, proses differencing yang dilakukan agar data menjadi stasioner
adalah differencing 1
q = 17, terlihat berdasarkan grafik 4.6 grafik autokorelasi parsial untuk data
differencing 1, ada satu koefisien yang signifikan, yaitu pada lag 17.
Berdasarkan identifikasi data tersebut, dapat dilakukan pendugaan terhadap
model prediksi, yaitu ARIMA (17,1,0), ARIMA (0,1,17), ARIMA (17,1,17) dan
Expert Modeler. Expert Modeler merupakan pilihan secara automatically model
yang di pilih dari menu forecasting SPSS 20.0. Berdasarkan Expert Modeler
terpilih model Expert Modeler ARIMA (0,1,17). Sebelum dilakukan peramalan
atau prediksi maka dilakukan prose diagnostic checking terlebih dahulu untuk
menentukan model telah dispesifikasi secara benar.
IV.2.5 Diagnostic Checking
Setelah pembentukan model ARIMA diperoleh untuk prediksi IHSG
mendatang, maka dilakukan tahap diagnostic checking, yaitu memerika atau
menguji apakah model telah dispesifikasi secara benar atau apakah telah dipilih
p, d, dan q dengan benar. Ada beberapa cara untuk memeriksa model ARIMA,
yaitu sebagai berikut:
1. Pengukuran Residual
Pengukuran residual dilakukan untuk menentukan apakah Model ARIMA
dispesifikasi dengan benar. Jika model ARIMA dispesikasi benar, kesalahannya
harus random atau antar-eror tidak berhubungan, sehingga fungsi otokorelasi dari
kesalahan tidak berbeda dengan nol. Jika tidak demikian, spesifikasi model yang
lain perlu diduga dan diperiksa (Mulyono, 2000:132).
Berdasarkan model ARIMA tersebut, dilakukan pengukuran terhadap model
prediksi, yaitu ARIMA (17,1,0), ARIMA (0,1,17) , ARIMA (17,1,17) dan Expert
Modeler ARIMA (0,1,17).
A. Model ARIMA (17,1,0)
Model ARIMA (17,1,0) yang telah dilakukan pengukuran residual dengan
gambar ACF residual dan PACF residual adalah sebagai berikut:
Gambar 4.7 Grafik ACF dan PACF Residual ARIMA (17,1,0)
Sumber : Data diolah
Pada gambar 4.7 menunjukan bahwa kedua grafik mempunyai kesamaan,
yakni tidak ada satupun bar yang melampaui garis batas; atau dapat
dikatakan bahwa residu dari model ARIMA (17,1,0) bersifat random atau
antar-error tidak berhubungan. Dengan demikian, dapat disimpulkan model
ARIMA (17,1,0) sudah dispesifikasi dengan benar.
B. Model ARIMA (0,1,17)
Model ARIMA (0,1,17) yang telah dilakukan pengukuran residual dengan
gambar ACF residual dan PACF residual adalah sebagai berikut:
Gambar 4.8 Grafik ACF dan PACF Residual ARIMA (0,1,17)
Sumber : Data diolah
Pada gambar 4.8 menunjukan bahwa kedua grafik mempunyai kesamaan,
yakni tidak ada satupun bar yang melampaui garis batas; atau dapat
dikatakan bahwa residu dari model ARIMA (0,1,17) bersifat random atau
antar-error tidak berhubungan. Dengan demikian, dapat disimpulkan model
ARIMA (0,1,17) sudah dispesifikasi dengan benar.
C. Model ARIMA (17,1,17)
Model ARIMA (17,1,17) yang telah dilakukan pengukuran residual dengan
gambar ACF residual dan PACF residual adalah sebagai berikut:
Gambar 4.9 Grafik ACF dan PACF Residual ARIMA (17,1,17)
Sumber : Data diolah
Pada gambar 4.9 menunjukan bahwa kedua grafik mempunyai kesamaan,
yakni tidak ada satupun bar yang melampaui garis batas; atau dapat
dikatakan bahwa residu dari model ARIMA (17,1,17) bersifat random atau
antar-error tidak berhubungan. Dengan demikian, dapat disimpulkan model
ARIMA (17,1,17) sudah dispesifikasi dengan benar.
D. Expert Modeler ARIMA (0,1,17)
Expert Modeler ARIMA (0,1,17) yang telah dilakukan pengukuran residual
dengan gambar ACF residual dan PACF residual adalah sebagai berikut:
Gambar 4.10 Grafik ACF dan PACF Residual Expert Modeler ARIMA (0,1,17)
Sumber : Data diolah
Pada gambar 4.10 menunjukan bahwa kedua grafik mempunyai kesamaan,
yakni ada satu bar yang melampaui garis batas tetapi dapat dikatakan
dikatakan bahwa residu dari model ARIMA (0,1,17) bersifat random atau
antar-error tidak berhubungan karena jumlah lag yang signifikan tidak
melebihi dua. Dengan demikian, dapat disimpulkan model ARIMA (0,1,17)
sudah dispesifikasi dengan benar.
2. Modifted Box-Pierce (Ljung-Box) Q Statistic
Modifted Box-Pierce (Ljung-Box) Q Statistic digunakan untuk menguji
apakah apakah fungsi autokorelasi kesalahan semuanya tidak berbeda dari nol.
Jika statistik Q lebih kecil dari nilai kritis chi-square (lampiran 4.2), maka
semua koefisien autokorelasi dianggap tidak berbeda dari nol atau model telah
dispesifikasi dengan benar (mulyono, 2000:132).
Berdasarkan hasil diagnostic checking dari pengukuran residual semua
model sudah dispesifikasi dengan benar maka dilakukan pengujian Modifted
Box-Pierce (Ljung-Box) Q Statistic. Hasil pengukuran Modifted Box-Pierce
(Ljung-Box) Q Statistic beerdasarkan hasil SPSS 20.0 pada model ARIMA
(17,1,0), ARIMA (0,1,17), ARIMA (17,1,17), dan Expert Modeler ARIMA
(0,1,17) adalah sebagai berikut:
A. Model ARIMA (17,1,0)
Model ARIMA (17,1,0) yang telah dilakukan pengukuran Modifted Box-
Pierce (Ljung-Box) Q Statistic adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Modifted Box-Pierce (Ljung-Box) ARIMA (17,1,0)
Sumber : Data diolah
Pada Tabel 4.6 menunjukan nilai statistik Ljung-Box sebesar 3.873 yang
diartikan jika dibandingkan dengan nilai distribusi chi-square (X²) dengan df
sebesar 1 pada α = 5 %, yaitu 3.84146 (lampiran 2). Dengan demikian, dapat
disimpulkan nilai statistik Hitung Ljung-Box sebesar 3.873 > dari nilai
distribusi chi-square tabel sebesar 3.84146, bahwa model ARIMA (17,1,0)
tidak dapat dispesifikasi dengan benar.
B. Model ARIMA (0,1,17)
Model ARIMA (0,1,17) yang telah dilakukan pengukuran Modifted Box-
Pierce (Ljung-Box) Q Statistic adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Modifted Box-Pierce (Ljung-Box) ARIMA (0,1,17)
Sumber : Data diolah
Pada Tabel 4.7 menunjukan nilai statistik Ljung-Box sebesar 3.450 yang
diartikan jika dibandingkan dengan nilai distribusi chi-square (X²) dengan df
sebesar 1 pada α = 5 %, yaitu 3.84146 (lampiran 2). Dengan demikian, dapat
disimpulkan nilai statistik Hitung Ljung-Box sebesar 3.450 < dari nilai
distribusi chi-square tabel sebesar 3.84146, bahwa model ARIMA (0,1,17)
dapat dispesifikasi dengan benar.
C. Model ARIMA (17,1,17)
Model ARIMA (17,1,17) yang telah dilakukan pengukuran Modifted Box-
Pierce (Ljung-Box) Q Statistic adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8 Modifted Box-Pierce (Ljung-Box) ARIMA (17,1,17)
Sumber : Data diolah
Pada Tabel 4.8 menunjukan nilai statistik Ljung-Box sebesar 0 yang
diartikan jika dibandingkan dengan nilai distribusi chi-square (X²) dengan df
sebesar 0 pada α = 5 %, yaitu 0. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
model ARIMA (17,1,17) dapat dispesifikasi dengan benar karena nilainya
sama dengan 0.
D. Expert Modeler ARIMA (0,1,17)
Expert Modeler ARIMA (0,1,17) yang telah dilakukan pengukuran Modifted
Box-Pierce (Ljung-Box) Q Statistic adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9 Modifted Box-Pierce (Ljung-Box) EM ARIMA (0,1,17)
Sumber : Data diolah
Pada Tabel 4.9 menunjukan nilai statistik Ljung-Box sebesar 3.450 yang
diartikan jika dibandingkan dengan nilai distribusi chi-square (X²) dengan df
sebesar 1 pada α = 5 %, yaitu 3.84146 (lampiran 2). Dengan demikian, dapat
disimpulkan nilai statistik Hitung Ljung-Box sebesar 3.450 < dari nilai
distribusi chi-square tabel sebesar 3.84146, bahwa Expert Modeler ARIMA
(0,1,17) dapat dispesifikasi dengan benar.
3. Mean Square Error (MSE)
Jika terdapat banyak spesifikasi model yang lolos dalam diagnostic
checking, maka yang dipilih adalah model yang memberikan MSE terkecil. MSE
yang lebih kecil menunjukkan bahwa model lebih cocok dengan data. Jika MSE
diantara model-model itu tidak menunjjukkan perbedaan menonjol, semua model
terpilih dipertahankan dan seleksi didasarkan pada hasil ex post forecasts
(Muyono, 2000:133).
Berdasarkan diagnostic checking sebelumnya menggunakan Modifted Box-
Pierce (Ljung-Box) Q Statistic model ARIMA yang tidak dapat dispesifikasi
dengan benar yaitu, model ARIMA (17,1,0). Dengan demikian, dapat
disimpulkan model ARIMA yang dilakukan pengukuran MSE terkecil, yaitu
model ARIMA (0,1,17), model ARIMA (17,1,17), dan Expert Modeler (0,1,7)
sebagai berikut:
A. Model ARIMA (0,1,17)
Model ARIMA (0,1,17) yang telah dilakukan pengukuran MSE adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.10 Tabel Goodness of Fit dari model ARIMA (0,1,17)
Sumber : Data diolah
Berdasarkan tabel 4.10 didapatkan bahwa Nilai kesalahan RMSE = 49.566,
MAPE = 0.900 dan MAE = 34.069. Serta, nilai kecocokan model dengan data
adalah sebesar R2 = 0.910 artinya bahwa 91% model sudah sesuai dengan data
yang sebenarnya.
B. Model ARIMA (17,1,17)
Model ARIMA (17,1,17) yang telah dilakukan pengukuran MSE adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.11 Tabel Goodness of Fit dari model ARIMA (17,1,17)
Sumber : Data diolah
Berdasarkan tabel 4.11 didapatkan bahwa Nilai kesalahan RMSE = 47.772,
MAPE = 0.837 dan MAE = 31.799. Serta, nilai kecocokan model dengan data
adalah sebesar R2 = 0.923 artinya bahwa 92.3% model sudah sesuai dengan data
yang sebenarnya.
C. Expert Modeler ARIMA (0,1,17)
Model ARIMA (0,1,17) yang telah dilakukan pengukuran MSE adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.12 Tabel Goodness of Fit dari Expert Modeler ARIMA (0,1,17)
Sumber : Data diolah
Berdasarkan tabel 4.12 didapatkan bahwa Nilai kesalahan RMSE = 46.924,
MAPE = 0.934 dan MAE = 35.316. Serta, nilai kecocokan model dengan data
adalah sebesar R2 = 0.87 artinya bahwa 92.3% model sudah sesuai dengan data
yang sebenarnya.
IV.2.6 Peramalan
Peramalan atau prediksi dilakukan dengan menggunakan model yang
terbaik dari hasil diagnostic checking. Berdasarkan hasil diagnostic checking dari
pengukuran residual menunjukan semua model ARIMA telah dispesifikasi
dengan benar karena residu dari semua model ARIMA bersifat random atau antar-
error tidak berhubungan. Sedangkan, berdasarkan diagnostic checking
menggunakan Modifted Box-Pierce (Ljung-Box) Q Statistic model ARIMA yang
tidak dapat dispesifikasi dengan benar yaitu, model ARIMA (17,1,0). Serta
menggunakan pengukuran MSE, diantara model-model ARIMA tidak
menunjukkan perbedaan menonjol maka semua model terpilih dipertahankan dan
diseleksi didasar hasil permalan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan model yang terbaik ARIMA yang
lolos diagnostic checking atau telah dispesifikasi dengan benar, yaitu model
ARIMA (0,1,17), model ARIMA (17,1,17), dan Expert Modeler (0,1,7). Jika
model terbaik telah ditetapkan, model tersebut dapat dilakukan peramalan atau
prediksi IHSG pada harian mendatang. Model ARIMA dan Hasil prediksi IHSG
pada harian mendatang yang telah dispesifikasi dengan benar adalah sebagai
berikut:
A. Model ARIMA (0,1,17)
Berdasarkan pembentukan model prediksi ARIMA (0,1,17), didapatkan hasil
prediksi IHSG mendatang dan grafik adalah sebagai berikut:
Hasil Prediksi:
Tabel 4.13 Hasil Prediksi IHSG Periode Mendatang ARIMA (0,1,17)
Sumber : Data diolah
Berdasarkan hasil analisa model ARIMA (0,1,17) maka didapatkan hasil prediksi
IHSG periode harian mendatang selama 7 hari ke depan seperti pada tabel 4.13.
Gambar 4.11 Grafik Prediksi IHSG Periode Harian Mendatang ARIMA (0,1,17)
Model Description
Model Type
Model ID IHSG Model_1 ARIMA(0,1,17)
Sumber : Data diolah
Pada gambar 4.11 menunjukkan bahwa fit value dalam data penelitian hampir
mendekati dengan data sebenarnya dan terlihat bahwa kurvanya hampir berimpit
dengan kurva data sebenarnya. Serta, hasil perdiksi IHSG periode harian
mendatang selama 7 hari ke depan menunjukkan tren yang berubah pada pada
prediksi ke-249 sampai dengan prediksi ke-255.
B. Model ARIMA (17,1,17)
Berdasarkan pembentukan model prediksi ARIMA (17,1,17), didapatkan hasil
prediksi IHSG mendatang dan grafik adalah sebagai berikut:
Model Description
Model Type
Model ID IHSG Model_1 ARIMA(17,1,17)
Hasil Prediksi:
Tabel 4.14 Hasil Prediksi IHSG Periode Harian Mendatang ARIMA (17,1,17)
Sumber : Data diolah
Berdasarkan hasil analisa model ARIMA (17,1,17) maka didapatkan hasil
prediksi IHSG periode harian mendatang selama 7 hari ke depan seperti pada
tabel 4.14.
Gambar 4.12 Grafik Prediksi IHSG Periode Harian Mendatang ARIMA
(17,1,17)
Sumber : Data diolah
Pada gambar 4.12 menunjukkan bahwa fit value dalam data penelitian hampir
mendekati dengan data sebenarnya dan terlihat bahwa kurvanya hampir berimpit
dengan kurva data sebenarnya. Serta, hasil perdiksi IHSG periode harian
mendatang selama 7 hari ke depan menunjukkan tren yang berubah pada pada
prediksi ke-249 sampai dengan prediksi ke-255.
C. Expert Modeler
Dalam SPSS 20.0 terdapat satu pilihan dalam memodelkan data time series,
yaitu menggunakan metode expert model. Pembentukan model prediksi ARIMA
dilakukan secara automatically model akan dipilikan hasil prediksi IHSG
mendatang dan grafik adalah sebagai berikut:
Model Description
Model Type
Model ID IHSG Model_1 EM ARIMA(0,1,17)
Hasil Prediksi:
Tabel 4.15 Hasil Prediksi IHSG Periode Mendatang Expert Modeler (0,1,17)
Sumber : Data diolah
Berdasarkan hasil analisa model ARIMA (17,1,17) maka didapatkan hasil
prediksi IHSG periode harian mendatang selama 7 hari ke depan seperti pada
tabel 4.15.
Gambar 4.13 Grafik Prediksi IHSG Periode Harian Mendatang Expert Modeler
(0,1,17)
Sumber : Data diolah
Pada Gambar 4.13 menunjukkan bahwa fit value dalam data penelitian hampir
mendekati dengan data sebenarnya dan terlihat bahwa kurvanya hampir berimpit
dengan kurva data sebenarnya. Serta, hasil perdiksi IHSG periode harian
mendatang selama 7 hari ke depan menunjukkan tren yang menaik pada pada
prediksi ke-249 sampai dengan prediksi ke-255.
IV.2.7 Pengukuran Kesalahan Peramalan
Dalam suatu peramalan harus dilakukan pengukuran kesalahan yang
disebabkan oleh suatu teknik peramalan tertentu. Semua model prediksi memiliki
perbedaan nilai sebenarnya (actual) dengan nilai peramalan yang biasa disebut
sebagai residual.
Menurut Arsyad (2001:58) terdapat beberapa teknik untuk menghitung
kesalahan atau residual dari setiap tahap peramalan:
1. Mean Absolute Deviation (MAD) atau simpangan absolut rata-rata
2. Mean Squared Error (MSE) atau kesalahan rata-rata kuadrat
3. Mean Absolute Percentage Error (MAPE) atau persentase kesalahan absolute
rata-rata
4. Mean Percentage Error (MPE) atau persentase kesalahan rata-rata
Ada empat cara untuk mengukur akurasi dari hasil peramalan. Dalam
mengukur akurasi hasil peramalan dilakukan dengan cara membandingkan hasil
prediksi dengan data yang sebenarnya. Berikut ini hasil perhitungan pengukuran
kesalahan Peramalan model ARIMA, adalah sebgai berikut:
A. Model ARIMA (0,1,17)
Tabel 4.16 Perhitungan Evaluasi Hasil Prediksi ARIMA (0,1,17)
t IHSG (Yt)Ramalan
(Y�)Error (Et) I Et I Et²
I Et I / Yt %
Et/Yt %
02/04/2012 4166,07 4115,96 50,11 50,11 2511,41 1,20 1,2003/04/2012 4251,44 4108,07 143,38 143,38 20557,25 3,37 3,3704/04/2012 4134,04 4095,02 39,01 39,01 1521,94 0,94 0,9405/04/2012 4166,37 4095,91 70,47 70,47 4965,46 1,69 1,6906/04/2012 4154,07 4098,27 55,80 55,80 3113,53 1,34 1,3409/04/2012 4149,80 4092,55 57,25 57,25 3277,10 1,38 1,3810/04/2012 4130,01 4103,41 26,60 26,60 707,72 0,64 0,64
Jumlah 29151,81 442,62 442,62 36654,41 10,58 10,58n 7 7 7 7 7 7
Mean 4164,54 63,23 63,23 5236,34 1,51 1,51MAD MAE MSE MAPE MPE
Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel 4.16 terlihat bahwa MAD menunjukkan bahwa setiap prediksi
terdeviasi secara rata-rata sebesar 63.23, MSE sebesar 5236.34, dan MAPE
sebesar 1,51 %. Nilai MPE sebesar 1.511 % menunjukkan bahwa model tersebut
tidak bias karena nilainya mendekati nol, maka perhitungan dari teknik tidak
terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam meramalkan IHSG yang mendatang.
B. Model ARIMA (17,1,17)
Tabel 4.17 Perhitungan Evaluasi Hasil Prediksi ARIMA (17,1,17)
tIHSG
(Yt)Ramala
n (Y�)Error (Et) I Et I Et²
I Et I / Yt %
Et/Yt %
02/04/2012 4166,07 4098,86 67,21 67,21 4517,45 1,61 1,6103/04/2012 4251,44 4091,59 159,85 159,85 25553,30 3,76 3,7604/04/2012 4134,04 4084,64 49,40 49,40 2440,46 1,19 1,1905/04/2012 4166,37 4076,98 89,39 89,39 7990,93 2,15 2,1506/04/2012 4154,07 4076,57 77,49 77,49 6005,32 1,87 1,8709/04/2012 4149,80 4089,08 60,72 60,72 3687,16 1,46 1,4610/04/2012 4130,01 4123,13 6,879 6,88 47,32 0,17 0,17
jumlah 29151,81 510,95 510,95 50241,94 12,21 12,21n 7 7 7 7 7 7
Mean 4164,54 72,99 72,99 7177,42 1,74 1,74MAD MAE MSE MAPE MPE
Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel 4.17 terlihat bahwa MAD menunjukkan bahwa setiap prediksi
terdeviasi secara rata-rata sebesar 72.99, MSE sebesar 7177.42, dan MAPE
sebesar 1.74 %. Nilai MPE sebesar 1.74 % menunjukkan bahwa model tersebut
tidak bias karena nilainya mendekati nol, maka perhitungan dari teknik tidak
terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam meramalkan IHSG yang mendatang.
C. Expert Modeler
Tabel 4.18 Perhitungan Evaluasi Hasil Prediksi Expert Modeler (0,1,17)
tIHSG
(Yt)Ramalan
(Y�)Error (Et) I Et I Et²
I Et I / Yt %
Et/Yt %
02/04/2012 4166,072 4126,21 39,86 39,86 1588,66 0,96 0,9603/04/2012 4251,444 4125,72 125,72 125,72 15806,02 2,96 2,9604/04/2012 4134,036 4121,83 12,21 12,21 148,99 0,30 0,3005/04/2012 4166,374 4131,55 34,82 34,82 1212,78 0,84 0,8406/04/2012 4154,067 4135,36 18,71 18,71 350,03 0,45 0,4509/04/2012 4149,80 4128,24 21,56 21,56 465,01 0,52 0,5210/04/2012 4130,013 4133,23 -3,21 3,21 10,33 0,08 -0,08
jumlah 29151,81 249,67 256,10 19581,81 6,09 5,94n 7 7 7 7 7 7
Mean 4164,54 35,67 36,59 2797,40 0,87 0,85MAD MAE MSE MAPE MPE
Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel 4.18 terlihat bahwa MAD menunjukkan bahwa setiap prediksi
terdeviasi secara rata-rata sebesar 35.67, MSE sebesar 2797.40, dan MAPE
sebesar 0.87 %. Nilai MPE sebesar 0.85 % menunjukkan bahwa model tersebut
tidak bias karena nilainya mendekati nol, maka perhitungan dari teknik tidak
terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam meramalkan IHSG yang mendatang.
IV.2.8 Pemilihan Model Terbaik
Model prediksi ARIMA (p,d,q) akan memberikan hasil peramalan yang
berbeda-beda maka harus dipilih salah satu model yang terbaik, yaitu model
yang menunjukkan tingkat akurasi yang baik. Ada beberapa kriteria untuk
pemilihan model terbaik, yaitu dengan menggunakan data sebenarnya dengan
nilai peramalannya (forecasting-nya) di mana perbedaan ini disebut dengan
residual (Hadi, 2012:92).
Dalam penelitian ini telah dilakukan beberapa model prediksi ARIMA.
Hasil model prediksi didapatkan nilai penyimpangan hasil prediksi dengan nilai
data sesungguhnya. Berikut ini kriteria penyimpangan antara prediksi dan data
asli adalah sebagai berikut:
Tabel 4.19 Ukuran Kebaikan Model ARIMA
Model MAD MAE MSE MAPE MPE ARIMA (0.1,17) 63.231 63.231 5236.344 1.511 1.511
ARIMA (17,1,17) 72.993 72.993 7177.421 1.744 1.744
EM ARIMA (0,1,17) 35.667 36.585 2797.402 0.870 0.848
Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel 4.19 Dapat dilihat bahwa dari ketiga model ARIMA, ada
satu nilai model ARIMA yang memberikan nilai penyimpangan terkecil yaitu
model Expert Modeler ARIMA (0,1,17) sebesar MAD 35.667, MAE 36.585,
MSE 2797.402, MAPE 0.870, dan MPE 0.848. maka model Expert Modeler
ARIMA (0,1,17) merupakan model yang terbaik untuk melakukan prediksi IHSG
pada harian yang mendatang.
IV.3 Pengujian Hipotesis
Pendekatan Autokorelasi
Dasar pengambilan keputusan:
Ho : rk = 0, ada lag (nilai IHSG terdahulu) tertentu, yaitu Yt-1, Yt-2, …, Yt-n
berpengaruh tidak signifikan positif dalam meramal Yt (nilai IHSG periode
harian pada waktu t)
H1 : rk = 0, ada lag (nilai IHSG terdahulu) tertentu, yaitu Yt-1, Yt-2, …, Yt-n
berpengaruh signifikan positif dalam meramal Yt (nilai IHSG periode harian
pada waktu t)
Hasil keputusan:
Berdasarkan pengujian correlogram ada tiga koefisien otokorelasi dan
otokorelasi parsial yang signifikan dalam pembentukan model ARIMA yaitu pada
lag 4 (nilai 4 hari sebelumnya), lag 7 (nilai 7 hari sebelumnya) lag 17 (nilai 17
hari sebelumnya). Dengan menggunakan α = 5 % maka batas intervalnya adalah
0 ± 0,124. Dari tabel 4.4 terlihat koefisien otokorelasi pada lag 4, lag 7, dan lag
17 secara statistik berbeda dari nol atau melebihi confidence limit, yaitu rk lag 4
= -0.155, rk lag 7 = 0.198 dan rk lag 17 = -0.212 dan dari tabel 4.5 terlihat
koefisien otokorelasi parsial pada lag 4, lag 7, dan lag 17 secara statitik berbeda
dari nol atau melebihi confidence limit, yaitu rk lag 4 = -0.175, rk lag 7 = 0.149
dan rk lag 17 = -0.234.
Berdasarkan koefisien otokorelasi parsial pada lag 4, lag 7, dan lag 17
secara statistik berbeda dari nol atau melebihi confidence limit dapat digunakan
untuk menjawab hipotesis yang diajukan karena nilai IHSG terdahulu yaitu pada
pada lag 4, lag 7, dan lag 17 berpengaruh signifikan dalam peramalan model
ARIMA. Sedangkan nilai terdahulu selain pada lag 4, lag 7, dan lag 17 tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prediksi IHSG yang
mendatang dengan model ARIMA. Berikut ini merupakan lebih jelas pengujian
hipotesisnya adalah sebagai berikut:
IHSG pada waktu 4 hari sebelum t (Yt-4) mempunyai nilai koefisien
otokorelasi parsial melebihi confidence limit (rk = -0,175 < -0,125), berarti IHSG
Yt-17 mempunyai pengaruh yang signifikan dalam prediksi Yt.
IHSG pada waktu 7 hari sebelum t (Yt-7) mempunyai nilai koefisien
otokorelasi parsial melebihi confidence limit (rk = 0.149 > 0,125), berarti IHSG
Yt-17 mempunyai pengaruh yang signifikan dalam prediksi Yt
IHSG pada waktu 17 hari sebelum t (Yt-17) mempunyai nilai koefisien
otokorelasi parsial melebihi confidence limit (rk = -0,234 < -0,125), berarti IHSG
Yt-17 mempunyai pengaruh yang signifikan dalam prediksi Yt
IHSG pada waktu selain Yt-4, Yt-7, dan Yt-17 mempunyai nilai koefisien
otokorelasi parsial didalam interval confidence limit (0 ± 0,125) berarti IHSG Yt-
17 mempunyai pengaruh yang tidak signifikan dalam prediksi Yt
Jadi dapat disimpulkan bahwa ada nilai IHSG yang terdahulu yang
berpengaruh signifikan terhadap prediksi menggunakan metode ARIMA yaitu
pada saat Yt-4, Yt-7, dan Yt-17 sedangkan nilai IHSG terdahulu lainnya tidak
berpengaruh secara signifikan dalam prediksi nilai Yt (IHSG periode harian pada
waktu t)
Pendekatan Regresi Linier Sederhana
Korelasi
Hasil penelitian mengunakan hasil SPSS 20.0 dapat ditunjukan pada tabel 4.20
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.20 Correlations
Sumber : Data diolah
Hasil tabel 4.20 menunjukkan hubungan hasil prediksi menggunakan metode
ARIMA terhadap IHSG pada harian mendatang sebesar 0.346. Angka ini
menunjukkan hubungan korelasi yang rendah antara hasil prediksi menggunakan
metode ARIMA dengan hasil IHSG pada harian Mendatang. Sig (1-tailed) =
0,000 menunjukkan hubungan yang signifikan karena 0,000, dimana 0,05
merupakan taraf signifikannya.
Koefisien Determinasi (R2 )
Hasil penelitian mengunakan hasil SPSS 20.0 dapat ditunjukan pada tabel 4.21
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.21 Koefisien Determinasi
Sumber : Data diolah
Berdasarkan tabel 4.21 model summary menunjukkan bahwa R Square sebesar
0.120 berarti pengaruh hasil prediksi dengan menggunakan ARIMA hanya 12% (
0.120 x 100%) sedangkan 88 % (100%-12%) oleh Faktor lainnya. Standar Error
of Estimate (SEE) yang ditunjukan pada tabel diatas sebsar 156.254545 dalam
arti semakin kecil nilai SEE makan model regresi semakin tepat dalam
memprediksi nilai IHSG pada harian Mendatang
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Hasil penelitian mengunakan hasil SPSS 20.0 dapat ditunjukan pada tabel 4.22
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.22 Uji Statistik F
Sumber : Data diolah
Hipotesis
Ho : b1 = 0, Analisis prediksi IHSG dengan menggunakan metode ARIMA tidak
berpengaruh signifikan terhadap IHSG pada harian mendatang di BEI
Ha : b1 ≠ 0, Analisis prediksi IHSG dengan menggunakan metode ARIMA
berpengaruh signifikan terhadap IHSG periode harian mendatang di BEI
Dasar pengambilan keputusan:
Bila F hitung > F tabel, maka Ho dinyatakan ditolak
Kriteria untuk mengetahui signifikansi atau tidaknya pengeruh tersebut yaitu:
p > 0,05 dinyatakan tidak signifikan
Berdasarkan tabel 4.22 dari Uji ANOVA atau F test menunjukkan hasil uji
signifikan ANOVA menunjukkan bahwa F hitung (34.304) > F Tabel (3,84)
maka Ho ditolak (ha diterima) serta dengan nilai Sig. sebesar 0.000. Jika
dibandingkan dengan α = 0.05, nilai sig (0.000 < 0.05). Artinya Ho ditolak (Ha
diterima). Dengan demikian, hal ini menunjukkan Analisis prediksi IHSG dengan
menggunakan metode ARIMA berpengaruh signifikan terhadap IHSG periode
harian mendatang di BEI.
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statisti k t)
Hasil penelitian mengunakan hasil SPSS 20.0 dapat ditunjukan pada tabel 4.23
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.23 Uji Statistik t
Sumber : Data diolah
Hipotesis
Ho : b1 = 0, Analisis prediksi IHSG dengan menggunakan metode ARIMA tidak
berpengaruh signifikan terhadap IHSG pada harian mendatang di BEI
Ha : b1 ≠ 0, Analisis prediksi IHSG dengan menggunakan metode ARIMA
berpengaruh signifikan terhadap IHSG periode harian mendatang di BEI
Dasar pengambilan keputusan:
• Jika t0 > tα atau t0 < -tα, maka H0 ditolak (Ha diterima), artinya Analisis
prediksi IHSG dengan menggunakan metode ARIMA berpengaruh
signifikan terhadap IHSG periode harian mendatang di BEI.
• Jika -tα ≤ t0 ≤ tα, maka H0 diterima (Ha ditolak), artinya Analisis prediksi
IHSG dengan menggunakan metode ARIMA tidak berpengaruh signifikan
terhadap IHSG pada harian mendatang di BEI.
Berdasarkan tabel 4.22 Hasil uji t menunjukkan hasil uji signifikan menunjukkan
bahwa t hitung (5.857) > t tabel (1.65) maka Ho ditolak (ha diterima) serta dengan
nilai Sig. sebesar 0.000. Jika dibandingkan dengan α = 0.05, nilai sig (0.000 <
0.05). Artinya Ho ditolak (Ha diterima). Dengan demikian, hal ini menunjukkan
Analisis prediksi IHSG dengan menggunakan metode ARIMA berpengaruh
signifikan terhadap IHSG periode harian mendatang di BEI.
Persamaan Regresi Sederhana
Y = a + bx
Y = 3644.716 + 0.057 x
• a = konstanta dari koefisien sebesar 3644.716, menyatakan bahwa jika
prediksi IHSG tidak menggunakan metode ARIMA maka transaksi di BEI
tetap berjalan sebesar 3644.716.
• b = angka koefisien regresi hasil prediksi menggunakan metode ARIMA
sebesar 0.057, yang mempunyai arti setiap satu nilai prediksi yang
dihasilkan ARIMA maka transaksi IHSG pada harian mendatang akan naik
sebesar 0.057.
IV.4 Hasil Penelitian
Setelah dilakukan pengujian hipotesis dengan SPSS 20.0 hasil analisis
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil analisis teknikal prediksi IHSG dengan menggunakan ARIMA
berdasarkan tabel 4.18 dihasilkan model prediksi yang terbaik adalah
Expert Modeler ARIMA (0,1,17) dengan MAD 35.67, MAE 36.59, MSE
2797.40, MAPE 0.87, dan MPE 0.85 atau dapat dikatakan model Expert
Modeler ARIMA (0,1,17) model terbaik digunakan untuk memprediksi
IHSG 7 harian mendatang.
2. Berdasarkan pengujian autokorelasi, dapat dilihat ada nilai IHSG
terdahulu berpengaruh terhadap peramalan nilai IHSG menggunakan
metode ARIMA yaitu pada saat Yt-4, Yt-7, dan Yt-17 sedangkan nilai IHSG
terdahulu lainnya tidak berpengaruh secara signifikan dalam peramalan
nilai Yt (IHSG periode harian pada waktu t).
3. Hasil model Expert Modeler ARIMA (0,1,17) dalam memprediksi nilai
IHSG selama 7 harian mendatang terbukti akurat dengan tingkat
kesalahan peramalan rata-rata dengan sebesar 0.87% dari MAPE yang
dapat dilihat pada tabel 4.18.
4. Berdasarkan pengujian regresi sederhana, pengaruh hasil prediksi harga
saham dengan metode ARIMA berpengaruh signifikan terhadap IHSG
periode harian mendatang di BEI dengan nilai konstanta dari koefisien
sebesar 3644.716, yang mempunyai arti jika prediksi IHSG tidak
menggunakan metode ARIMA maka transaksi di BEI tetap berjalan
sebesar 3644.716. dan angka koefisien regresi sebesar 0.057, yang
mempunyai arti setiap satu nilai prediksi yang dihasilkan ARIMA maka
transaksi IHSG pada harian mendatang akan naik sebesar 0.057.
IV.5 Implikasi
Menurut pada penelitian Sadeq (2008) yang melakukan peramalan IHSG
dengan metode ARIMA untuk periode 2 Januari 2006 sampai dengan 28
Desember 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ARIMA terbukti
akurat dengan tingkat persentase kesalahan absolute rata-rata peramalan sebesar
4.13%. Dan dibandingkan dengan hasil penelitian ini pada periode 1 April 2011
sampai dengan 30 Maret 2011 tingkat persentase kesalahan absolute rata-rata
peramalan sebesar 0.87 % . Dengan demikian hasil penelitian ini lebih akurat
dibandingkan dengan penelitian Sadeq (2008) dan penelitian ini mendukung dari
hasil Sadeq (2008) dan Yani (2004) yang menyebutkan bahwa metode ARIMA
dapat digunakan untuk meramal IHSG jangka pendek. Perbedaan nilai tingkat
persentase kesalahan absolute rata-rata disebabkan perbedaan antara tingkat
fluktuasi nilai IHSG antara periode penelitian. Pada periode peneltiaian yang
dilakukan Sadeq terjadi fluktuasi yang berubah-ubah sedangkan fluktuasi nilai
IHSG yang diteliti penelitian terjadi fluktuasi nilai IHSG yang tajam pada bulan
oktober 2011.