26
PENGIMPLEMENTASIAN DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA DAN BEBERAPA MASALAH YANG MENGIRINGINYA KRISTIN ROSALINA (0820215096) Mahasiswa Pascasarjana Magister Sains Akuntansi Universitas Brawijaya Abstrak Desentralisasi fiskal mulai diimplementasikan di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 2001. Sejak tahun ini pula sistem pengelolaan keuangan negara yang dulunya cenderung tersentralisasi kemudian berubah menjadi sistem pengelolaan yang terdesentralisasi. Pengimplementasian dari kebijakan desentralisasi fiskal ini merupakan efek multiplier dari peristiwa reformasi dan dan pengimplementasian otonomi dareah di Indonesia. Dengan adanya desentralisasi fiskal diharapkan akan semakin menggerakkan perekonomian di daerah karena dalam hal ini Pemerintah Daerah mendapatkan keleluasaan untuk mengelola sendiri APDBnya. Namun, pengimplementasian desentralisasi fiskal juga tidak bisa lepas dari berbagai permasalahan yang muncul. Diantara permasalahan yang muncul tersebut adalah terkait dengan ketimpangan pendapatan antar daerah, stabilisasi ekonomi makro negara, hingga masalah yang terkait dengan aktivitas belanja oleh Pemerintah Daerah. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahn tersebut selanjutnya dimunculkan kebijakan pengalokasian berbagai macam dana perimbangan dari pusat ke daerah. Selain itu, untuk tetap menjaga stabilisasi ekonomi negara secara keseluruhan, desentralisasi fiskal hendaknya juga dimaknai Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 1

Desentralisasi Fiskal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Desentralisasi Fiskal

PENGIMPLEMENTASIAN DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA DAN

BEBERAPA MASALAH YANG MENGIRINGINYA

KRISTIN ROSALINA (0820215096)

Mahasiswa Pascasarjana Magister Sains Akuntansi Universitas Brawijaya

Abstrak

Desentralisasi fiskal mulai diimplementasikan di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 2001. Sejak tahun ini pula sistem pengelolaan keuangan negara yang dulunya cenderung tersentralisasi kemudian berubah menjadi sistem pengelolaan yang terdesentralisasi. Pengimplementasian dari kebijakan desentralisasi fiskal ini merupakan efek multiplier dari peristiwa reformasi dan dan pengimplementasian otonomi dareah di Indonesia. Dengan adanya desentralisasi fiskal diharapkan akan semakin menggerakkan perekonomian di daerah karena dalam hal ini Pemerintah Daerah mendapatkan keleluasaan untuk mengelola sendiri APDBnya. Namun, pengimplementasian desentralisasi fiskal juga tidak bisa lepas dari berbagai permasalahan yang muncul. Diantara permasalahan yang muncul tersebut adalah terkait dengan ketimpangan pendapatan antar daerah, stabilisasi ekonomi makro negara, hingga masalah yang terkait dengan aktivitas belanja oleh Pemerintah Daerah. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahn tersebut selanjutnya dimunculkan kebijakan pengalokasian berbagai macam dana perimbangan dari pusat ke daerah. Selain itu, untuk tetap menjaga stabilisasi ekonomi negara secara keseluruhan, desentralisasi fiskal hendaknya juga dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara menyeluruh dengan jalan menselaraskan tujuan antara pemerintah pusat dan daerah.

Kata Kunci: Desentralisasi Fiskal, Pengelolaan Keuangan Negara, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah

PENDAHULUAN

Tahun 2001 merupakan tahun penting bagi perubahan arah kebijakan

ekonomi Indonesia, khususnya dalam kebijakan yang mengatur tentang

pendapatan dan belanja pemerintah. Di tahun ini, salah satu kebijakan ekonomi

yaitu yang terkait dengan kebijakan fiskal berubah haluan. Perubahan haluan

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 1

Page 2: Desentralisasi Fiskal

yang dimaksud adalah yang dahulunya kebijakan fiskal di Indonesia

tersentralisasi, semenjak tahun 2001 berubah menjadi kebijakan yang

terdesentralisasi. Tahun penting dalam tatanan perekonomian Indonesia ini

kemudian dikenal dengan tahun dimulainya penerapan kebijakan desentralisasi

fiskal di Indonesia. Adapun kebijakan desentralisasi fiskal ini dapat dikatakan

sebagai efek multiplier dari peristiwa reformasi yang selanjutnya menelurkan

pengimplementasian otonomi daerah diseluruh Indonesia.

Sebelum tahun 2001, walaupun sebenarnya kebijakan desentralisasi fiskal

bukan merupakan hal yang asing karena esensinya telah terkandung dalam

Undang-Undang No. 5 Tahun 1975 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah,

namun dalam kenyataannya selama periode orde baru Indonesia masih

didominasi dengan berbagai macam bentuk kebijakan pengelolaan ekonomi

yang mengarah pada sistem yang tersentralisasi. Melalui UU RI No. 25 tahun

1999 yang pada kelanjutannya disempurnakan dengan UU RI No. 33 tahun 2004

tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2001 Pemerintah baru mengambil

langkah nyata terkait dengan pengimplementasian kebijakan fiskal di seluruh

daerah Indonesia.

Dengan diimplementasikannya desentralisasi fiskal secara otomatis akan

berimbas pada semakin luasnya wewenang yang dimiliki oleh pemerintah daerah

untuk melakukan pengelolaan terhadap kegiatan ekonomi di daerahnya. Menurut

Waluyo (2007) hal tersebut terjadi dikarenakan prinsip dasar pelaksanaan

desentralisasi fiskal di Indonesia adalah “money follows functions”, yang berarti

bahwa fungsi pokok pelayanan publik didaerahkan, dengan dukungan

pembiayaan pusat melalui penyerahan sumber-sumber penerimaan kepada

daerah.

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 2

Page 3: Desentralisasi Fiskal

Dengan adanya peningkatan wewenang pemerintah daerah dalam

kegiatan pengelolaan ekonominya kemudian diharapkan akan memicu

berkinerjanya program pembangunan daerah. Menurut Usman et.al. (200X),

melalui pemberlakuan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah kini memiliki

kewenangan yang besar untuk merencanakan, merumuskan, dan melaksanakan

kebijakan serta program pembangunan yang bisa disesuaikan dengan

kebutuhan setempat.

Isu terkait dengan desentralisasi fiskal sendiri tidak bisa dilepaskan dengan

permasalahan kemiskinan di suatu negara, terlebih lagi pada negara

berkembang semacam Indonesia. Sudah menjadi suatu kenyataan bahwa

masalah besar yang selalu menjadi beban bagi negara berkembang adalah

masalah yang berhubungan dengan kemiskinan. Hal ini senada dengan yang

diungkapkan oleh Suyanto dan Khususiyah (2006) yang menyatakan bahwa

kemiskinan merupakan masalah besar dan mendasar yang banyak dihadapi oleh

begara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Selanjutnya, dengan spirit

untuk meminimalkan tingkat kemiskinan di daerah, maka sejak tahun 2001

dumulailah pengimplementasian kebijakan fiskal di Indonesia.

Menurut Usman et.al. (200X), dengan diimplementasikannya kebijakan

desentralisasi fiskal di Indosia selanjutnya diharapkan akan membuat pemerintah

daerah untuk mampu menciptakan kebijakan-kebijakan yang lebih responsif

terhadap kebutuhan penduduk miskin di daerahnya. Namun, yang menjadi

pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana praktik yang selanjutnya terjadi di

lapangan terkait dengan pengimplementasian kebijakan ini serta apa sajakah

permasalahan-permasalahan yang mengiringi pengimplementasian dari

kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia.

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 3

Page 4: Desentralisasi Fiskal

SEKILAS KONDISI INDONESIA SEBELUM DAN DI ERA DESENTRALISASI

Era desentralisasi yang berlaku di Indonesia tidak bisa terlepas dari

peristiwa reformasi yang terjadi mulai tahun 1997 dimana peristiwa ini menjadi

tanda dari berakhirnya dominasi kekuasaan orde baru. Seperti yang telah

dijabarkan sebelumnya, pada masa orde baru yang berlangsung dari tahun 1968

dan berakhir tahun 1997 segala macam bentuk pengelolaan keuangan negara

lebih banyak diselenggarakan secara tersentralisasi, dikelola secara dominan

oleh pemerintah pusat, dan tidak memberikan keleluasaan bagi pemerintah

daerah untuk secara mandiri mengelola keuangan daerahnya. Hal ini senada

dengan apa yang dinyatakan oleh Devas dalam Supratikno (2009) yang

menyatakan bahwa Orde Baru mengatur pemerintahan lokal secara detail dan

diseragamkan secara nasional. Organ-organ supra-struktur politik lokal diatur

secara terpusat dan seragam tanpa mengindahkan heterogenitas sistem politik

lokal yang telah eksis jauh sebelum terbentuknya konsep kebangsaan Indonesia.

Melalui strategi korporatisme negara, pemerintah Orde Baru melakukan

penunggalan kelompok kepentingan yang dikontrol secara terpusat.

Setelah kemunculan gelombang reformasi dan didengung-dengungkannya

demokrasi di Indonesia, masyarakat seakan-akan mendapatkan angin segar

untuk dengan leluasa menyampaikan segala macam bentuk aspirasinya.

Kebebasan mengutarakan pendapat di depan umum menjadi suatu trend yang

populer di Indonesia sejak pemerintahan orde baru dilengserkan. Bahkan

kemudian, tidak jarang kebebasan untuk menyampaikan segala macam bentuk

aspirasi dimaknai secara berlebihan bagi beberapa kelompok masyarakat seperti

halnya keinginan untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) yang diajukan oleh masyarakat Aceh dan Papua. Dan salah

satu produk reformasi dan demokrasi yang benar-benar menjadi fakta adalah

ketika Timor-Timur lepas dari NKRI.

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 4

Page 5: Desentralisasi Fiskal

Salah satu dampak dari arus reformasi dan demokratiasi yang

dimaksudkan untuk mencegah rongrongan yang lebih mendalam lagi terhadap

keutuhan NKRI adalah munculnya berbagai macam produk-produk hukum yang

menganut asas desentralisasi. Menurut Supratikno (2009) kebebasan dan

keterbukaan politik yang terjadi pasca Orde Baru membawa konsekuensi logis

pada pemerintahan untuk segera mengubah diri. Segala macam kebijakan dan

regulasi yang berbau orde baru yang sentralistis diubah sedemikian besarnya

menjadi sangat terdesentralisasi. Kebijakan radikal (big bang) desentralisasi

diperkenalkan pada tahun 1999 melalui UU No.22/1999 dan UU 25/1999.

Dua undang-undang tersebut dibuat oleh pemerintah dengan maksud

untuk mengakomodasi dan mengatasi kondisi sosial-politik Indonesia yang

tercermin pada semakin meluasnya tuntutan daerah untuk memperoleh otonomi

untuk menyelenggarakan pemerintahan daerahnya seleluasa mungkin. Menurut

Supratikno (2009), dengan setting sosial politik ini maka UU No. 22/1999 dan UU

25/1999 hadir dengan dua misi utama. Pertama, untuk memuaskan semua

daerah dengan memberikan ruang partisipasi politik yang tinggi melalui

desentralisasi politik dari pusat kepada daerah, dan memberikan kesempatan

dan kepuasan politik kepada masyarakat dengan memberikan kesempatan untuk

menikmati simbol-simbol utama demokrasi lokal (misal pemilihan Kepala

Daerah). Kedua, untuk memuaskan daerah-daerah kaya sumberdaya alam yang

‘memberontak’ dengan memberikan akses yang lebih besar untuk menikmati

sumberdaya alam yang ada di daerah mereka masing-masing.

Area yang juga tidak luput dari proses desentralisasi di Indonesia adalah

area pengelolaan keuangan negara. Diawali dengan kemunculan arus reformasi

dan aktivitas desentralisasi di berbagai bidang, selanjutnya aktivitas pengelolaan

keuangan negara juga memberikan responnya dengan kemunculan UU No.25

tahun 1999 yang kemudian diperbaiki dengan UU No. 33 tahun 2004 tentang

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 5

Page 6: Desentralisasi Fiskal

Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Kemunculan Undang-Undang terkait dengan pengelolaan keuangan negara

tersebut kemudian ditindaklanjuti secara nyata oleh pemerintah dengan

memunculkan kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia yang mulai

diimplementasikan secara resmi tanggal 1 Januari 2001.

Dengan diimplementasikannya kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia

sejak tahun 2001 kemudian secara otomatis merombak ulang sistem

pengelolaan keuangan di Indonesia yang tersentralisasi, dimana sebelumnya

sistem pengelolaan keuangan semacam ini telah menemukan bentuk

kemapanannya di masa pemerintahan orde baru. Hal tersebut senada dengan

apa yang dinyatakan oleh Bastian (2005: 49), yaitu kebijakan desentralisasi telah

mengubah sifat hubungan antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,

antara BUMN dengan Pemerintah Pusat, antar Pemerintah dengan masyarakat,

dan berbagai entitas lain dalam pemerintahan. Peran pelaporan keuangan juga

telah berubah dari posisi administrasi semata menjadi posisi akuntabilitas di

tahun 2000.

Menurut Supratikno (2009), dengan kemunculan UU No.25 tahun 1999

yang kemudian diperbaiki dengan UU No. 33 tahun 2004 dan

pengimplementasian kebijakan fiskal, secara makro sumber-sumber keuangan

daerah diperbesar, sejalan dengan dikembangkannya prinsip perimbangan.

Jumlah alokasi transfer keuangan ke daerah terus mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun. Jumlah ini juga semakin terasa untuk dua provinsi yang

memperoleh otonomi khusus, yaitu Papua dan Aceh (Nanggroe Aceh

Darussalam) melalui dana otonomi khusus dan penyesuaian. Semua ini

dilakukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah,

meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah, serta meningkatkan sinergi

perencanaan pembangunan pusat dan daerah.

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 6

Page 7: Desentralisasi Fiskal

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DI ERA DESENTRALISASI

Dalam pasal 1 Undang-Undang No. 17 tahun 2003 disebutkan bahwa yang

dimaksud dengan keuangan negara semua hak dan kewajiban negara yang

dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun

berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sedangkan pengertian pengelolaan

keuangan negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan

negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawabab (BPKRI,

2009).

Ketika membicarakan pergerakan desentralisasi yang terjadi di Indonesia

semenjak runtuhnya periode Orde Baru, area pengelolaan keuangan negara

tidak bisa lepas dari hal tersebut. Kebijakan pengelolaan keuangan negara,

khususnya pengelolaan keuangan negara di daerah, yang dahulunya cenderung

tersentralisasi kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi semakin

terdesentralisasi. Dan hal tersebut diwujudkan dengan munculnya kebijakan

desentralisasi fiskal di Indonesia.

Menurut Syahrudin (2006), yang dimaksud dengan desentralisasi fiskal

disini adalah merupakan kewenangan (authority) dan tanggung jawab

(responsibility) dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan anggaran

daerah (APBD) oleh pemerintah daerah. Sedangkan menurut Waluyo (2007),

Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat

pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk

mendukung fungsi atau tugas pemerintahan yang dilimpahkan. Dari uraian

tentang apa itu desentralisasi fiskal yang telah dijabarkan, maka kemudian dapat

diambil suatu benang merah bahwa dalam kebijakan desentralisasi fiskal,

terdapat pendistribusian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 7

Page 8: Desentralisasi Fiskal

daerah untuk secara mandiri mengelola APBDnya sehingga dengan adanya

pelimpahan wewenang tersebut mampu mendukung setiap fungsi pemerintahan

yang juga mengalami desentralisasi.

Ketika mengaitkan antara pengelolaan keuangan negara dengan kebijakan

otonomi daerah yang merupakan embrio dari keberadaan kebijakan

desentralisasi fiskal, menurut Bastian (2005: 338), salah satu asas dari otonomi

daerah adalah asas perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan

pemerintah daerah. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah suatu sistem

pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup

pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta

pemerataan antardaerah secara proporsional , demokratis, adil, dan transparan

dengan memperhatikan potensi, kondisi, serta kebutuhan daerah, sejalan

dengan kewajiban dan pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Asas ini

merupakan refleksi ideal dari bagaimana seharusnya kebijakan desentralisasi

fiskal diimplementasikan dalam kaitannya untuk memaksimalkan nilai-nilai

keadilan menyeluruh bagi segenap rakyat Indonesia.

Terkait dengan pengelolaan keuangan negara di daerah di era

desentralisasi, sesuai dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 di pasal 5

disebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah terdiri dari dua sumber

utama, yaitu dari pendapatan daerah dan pembiayaan. Adapun sumber

penerimaan yang berasal daro pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli

Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain dari pendapatan. Sedangkan

sumber penerimaan kedua, yaitu dana pembiayaan daerah berasal dari Sisa

Lebih Anggaran daerah (SAL), pinjaman daerah, dana cadangan daerah dan

privatisasi kekayaan daerah yang dipisahkan.

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 8

Page 9: Desentralisasi Fiskal

Menurut Waluyo (2006), Dana Perimbangan keuangan Pusat-Daerah

(PKPD) merupakan mekanisme transfer pemerintah pusat-daerah terdiri dari

Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam (DBHP dan SDA), Dana Alokasi

Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan pasal 3 Undang-

Undang no. 33 tahun 2004, adanya dana perimbangan bertujuan mengurangi

kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar-

Pemerintah Daerah.

Munculnya dana perimbangan seperti halnya DBHP dan SDA, DAU,

hingga DAK dilatarbelakangi oleh adanya suatu fakta bahwa walaupun secara

ideal PAD diharapkan mampu untuk menutupi semua kebutuhan dari APBD,

namun pada praktik tidak menunjukkan demikian adanya. Dari tahun ke tahun,

semenjak diberlakukannya desentralisasi fiskal di Indonesia, pergerakan dari

DPHP dan SDA, DAU, serta DHK selalu menunjukkan trend yang positif, yaitu

selalu meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Salah satu contoh penyebab

dari semakin meningkatnya penyaluran dana perimbangan dari pusat dan daerah

dikarenakan setelah era desentralisasi, maka pemerintah daerah harus

menanggung pengeluaran untuk belanja pegawai yang mana sebelumnya

pengeluaran ini menjadi tanggungan dari pemerintah pusat. Beralihnya tanggung

jawab terhadap belanja pegawai dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah ini tidak lepas dari adanya desentralisasi dalam struktur pemerintahan,

dimana dalam hal ini terdapat peralihan status dari pegawai yang dahulunya

berstatus sebagai pegawai pemerintah pusat setelah era desentralisasi berubah

status menjadi pegawai pemerintah daerah (Isdijoso dan Wibowo: 2002). Terkait

dengan pergerakan positif dari penyaluran dana perimbangan ke daerah dari

tahun ke tahun dapat dilihat dari grafik berikut:

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 9

Page 10: Desentralisasi Fiskal

Sumber: Pratikno (2009)

Menurut Waluyo (2007), Kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai

tujuan utama untuk memperkuat kondisi fiskal daerah dan mengurangi

ketimpangan antar daerah (horizontal imbalance). Melalui kebijakan bagi hasil

SDA diharapkan masyarakat daerah dapat merasakan hasil dari sumber daya

alam yang dimilikinya. Kebijakan ini dimunculkan oleh pemerintah pusat dengan

tujuan untuk sebisa mungkin meratakan penyebaran penerimaan negara yang

diperoleh dari aktivitas eksplorasi sumber daya alam di daerah. Hal ini tentunya

juga untuk memenuhi nilai-nilai keadilan bagi keseluruhan masyarakat Indonesia.

Seperti diketahui bersama bahwa Indonesia merupakan salah satu negara

di dunia yang kaya akan sumber daya alam. Namun sayangnya kekayaan alam

yang dimiliki oleh Indonesia hanya terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu,

seperti halnya Gas Alam di daerah Sumatra, tambang minyak bumi di daerah

Kalimantan, serta tambang emas di daerah Papua. Persebaran kekayaan alam

tidak merata di seluruh daerah Indonesia. Ketika penerimaan dari eksplorasi

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 10

20,0

60,3

0,7

24,9

69,2

0,6

31,4

77,0

2,7

36,7

82,1

4,0

50,4

88,8

4,0

64,9

145,7

11,6

62,8

164,8

17,1

66,1

179,5

21,2

0,0

40,0

80,0

120,0

160,0

200,0

240,0

280,0Tr

iliun

Rp

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

REALISASI APBN APBN-P APBN

TREN DANA PERIMBANGAN (DBH, DAU dan DAK)TAHUN 2001-2008

DBH DAU DAKKeterangan : - Realisasi 2001 s.d 2003 berdasarkan PAN, 2004, 2005, dan 2006 berdasarkan LKPP (audited). - Tahun 2007 menggunakan angka APBN-P 2007 ; - Tahun 2008 angka APBN 2008

2001 2002 2003 2004 2005 2006

DAPER 81,1 94,7 111,1 122,9 143,2 222,1 244,7 266,8

% dari thn sebelumnya - 16,8% 17,3% 10,6% 16,5% 55,2% 10,2% 9,0%

APBN 2008

REALISASI APBN APBN-P 2007

Page 11: Desentralisasi Fiskal

kekayaan alam ini tidak didistribusikan secara dan proporsional ke seluruh

daerah, maka hal tersebut akan berdampak pada ketimpangan pendapatan

antara daerah penghasil sumber daya alam dengan daerah yang bukan

penghasil sumber daya alam.

Ketimpangan fiskal selanjutnya juga akan terjadi ketika pendapatan negara

dari sektor perpajakan juga tidak didistribusikan secara merata ke seluruh daerah

di Indonesia. Seperti diketahui bahwa daerah yang merupakan lokasi industri dan

pusat ekonomi serta perdagangan seperti halnya daerah-daerah di Pulau Jawa

berpotensi menghasilkan pendapatan di sektor pajak lebih besar jika

dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Ketika tidak ada kebijakan

penyaluran dana perimbangan, maka selanjutnya pendapatan dari sektor

perpajakan hanya akan terkonsentrasi di daerah-daerah yang menjadi sentra

kegiatan ekonomi dan perdagangan saja. Da tentunya hal ini tidak memenuhi

nilai keadilan yang pada dasarnya merupakan salah satu landasan dari negara

ini.

PERMASALAHAN TERKAIT DENGAN DESENTRALISASI FISKAL

Permasalahan seputar implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia

nampaknya sudah mulai muncul semenjak wacana terkait dengan desentralisasi

fiskal masih hanya sebatas gagasan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh

Ahmad and Mansoor (2002) yang menyatakan bahwa dorongan pelaksanaan

desentralisasi di Indonesia agak berbeda dengan apa yang menjadi spirit dari

negara-negara lain untuk mengimplementasikan kebijakan desentralisasi fiskal.

Menurut Ahmad and Mansoor (2002) dorongan yang ada di Indonesia lebih

karena keinginan masyarakat untuk mendapatkan otonomi atas sumber daya

alam, politik, dan hukum di wilayahnya masing-masing. Hal ini seperti yang

diungkapkan dalam pembahasan sebelumnya dimana salah satu ekses dari era

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 11

Page 12: Desentralisasi Fiskal

reformasi dan demokratisasi di Indonesia setiap orang diberikan kebebasan

seluas-luasnya untuk besuara. Dan yang disayangkan adalah bahwa kebebasan

yang diberikan tersebut kemudian lebih cenderung berlebihan sehingga berujung

pada munculnya keinginan-keinginan yang bersifat egoistis seperti halnya

keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI. Berawal dari sini, yaitu untuk tetap

menjaga keutuhan dari NKRI, kemudian pemerintah mengambil suatu kebijakan

untuk memberikan otonomi dalam pengelolaan pemerintahan kepada masing-

masing daerah yang kemudian berujung pada pengimplementasian dari

kebijakan desentralisasi fiskal. Dorongan ini nampaknya berbeda dengan apa

yang terjadi di banyak negara lainnya, khususnya negara maju. Implementasi

desentralisasi fiskal di negara maju lebih cenderung difokuskan pada suatu cita-

cita untuk memenuhi kebutuhan masyarakat memperoleh pelayanan umum yang

lebih baik dari pemerintah, bukan suatu tuntutan yang hanya dilatarbelakangi

oleh keinginan yang egoistis semata.

Didasari dari kenyataan yang ada seperti telah diungkapkan pada paragraf

sebelumnya, maka sudah menjadi suatu hal yang sepantasnya dilakukan adalah

bahwa setiap komponen yang terkait dengan pengimplementasian kebijakan

desentralisasi fiskal di Indonesia benar-benar menyadari apa yang sebenarnya

menjadi tujuan ideal dari pengimplementasian kebijakan ini. Hendaknya masing-

masing komponen mempunyai orientasi bahwa kebijakan desentralisasi fiskal

harus berujung pada upaya pemaksimalan kesejahteraan masyarakat Indonesia

secara menyeluruh, tidak hanya kesejarteraan yang terdistribusi untuk segelintir

kelompok masyarakat saja. Dengan adanya orientasi semacam ini, maka

kesesuaian tujuan (goal congruence) antara pemerintah pusat dan daerah dapat

terealisasi sehingga kesejahteraan bangsa secara menyeluruh bisa terpenuhi

Selanjutnya, permasalahan lain yang muncul seputar pengimplementasian

desentralisasi fiskal di Indonesia adalah terkait dengan kebijakan makro ekonomi

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 12

Page 13: Desentralisasi Fiskal

negara. Menurut Rafinus (2001), secara umum perubahan kewenangan

pengeluaran maupun penerimaan anggaran, sebagai akibat dari pelaksanaan

desentralisasi fiskal, akan mempengaruhi kemampuan pemerintah pusat

melakukan kebijakan ekonomi makro melalui anggaran negara. Dalam hal ini,

selanjutnya ruang gerak dari pemerintah pusat akan semakin terbatasi karena

sebagian pengelolaan dari belanja dan pendapatan baik itu dari sektor eksplorasi

sumber daya alam maupun dari sektor perpajakan akan diserahkan kepada

pemerintah daerah.

Semakin terbatasinya ruang gerak dari pemerintah pusat disini dalam

artian bahwa terdapat sebagian jenis pungutan pajak yang mana dalam sistem

pemungutannya (contohnya adalah dalam penentuan besaran tarif) tidak lagi

bisa dengan sepenuhnya diinterfensi oleh pemerintah pusat karena

pengelolaannya sudah diserahkan kepada pemerintah daerah. Selanjutnya hal

lain yang juga tidak bisa diintervensi secara penuh adalah yang terkait dengan

aktivitas eksplorasi sumber daya alam di daerah. Tahapan-tahapan mulai dari

negosiasi, pelaksanaan, hingga proses renegosiasi kontrak eksplorasi saat ini

lebih dominan diperankan oleh pemerintah daerah. Hal ini akan berdampak pada

pergeseran peran manajemen untuk mengelola sumber-sumber pendapatan dan

belanja oleh pemerintah daerah yang kemudian akan memiliki efek ekonomi

makro yang penting.

Menurut Rafinus (2001), aktivitas desentralisasi semacam ini jika tidak

diikuti dengan adanya sistem koordinasi yang tepat akan dapat berdampak pada

terjadinya efek yang berlawanan dengan upaya pemerintah pusat untuk menjaga

stabilisasi ekonomi negara. Anggaran belanja Pemda yang meningkat dapat

mendorong permintaan domestik, dan mempengaruhi keseimbangan anggaran

bila efek multiplier dari pengeluaran daerah jauh melebihi multiplier rata-rata

pendapatannya. Sebagai contoh bila anggaran belanja Pemda terbatas

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 13

Page 14: Desentralisasi Fiskal

jumlahnya karena sempitnya kewenangan yang dimilikinya untuk mengenakan

pajak dan memperoleh pinjaman, maka perubahan komposisi belanja yang lebih

banyak kepada pekerjaan umum dan subsidi akan mendorong permintaan total

naik meskipun pemerintah pusat mencoba menahannya.

Untuk menanggulanginya, tentunya dibutuhkan suatu bentuk koordinasi

yang tepat antara pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah, terutama

koordinasi yang berfokus pada mekanisme penyaluran dana-dana perimbangan

dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan adanya sistem

pengaluran dana perimbangan yang tepat diharapkan akan terjadi keseimbangan

horizontal antar satu daerah dengan daerah yang lainnya. Selain itu, sudah

menjadi suatu keharusan bagi pemerintah pusat untuk tetap menguasai sumber-

sumber pendapatan yang berasal dari pos-pos pajak yang dominan menguasai

keseluruhan pendapatan dari sektor perpajakan seperti halnya pos pendapatan

dari PPh, PPN, dan juga bea masuk dan impor. Dengan kebijakan semacam ini,

maka selanjutnya keseimbangan vertikal antar pemerintah pusat dan pemerintah

daerah akan terwujud.

Selanjutnya, hal lain yang juga harus ikut dicermati adalah alokasi belanja

yang dilakukan opeh pemerintah daerah di masa desentralisasi. Pemerintah

pusat hendaknya senantiasa ikut memonitor terkait dengan aktivitas pengelolaan

APBD yang dilakukan. Segala macam aktivitas belanja hendaknya difokuskan

untuk mencapai peningkatan kesejahteraan penduduk di daerah yang pada

akhirnya akan menjadi penggerak peningkatatan kesejahteraan negara secara

keseluruhan. Salah satu contohnya adalah alokasi belanja yang dikeluarkan

untuk kepentingan umum haruslah menjadi prioritas dari setiap aktivitas belanja

yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Hal semacam ini patut menjadi suatu perhatian karena adanya kondisi

nyata yang terjadi di daerah dimasa-masa awal terjadinya desentralisasi. Usman

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 14

Page 15: Desentralisasi Fiskal

(200X) menyatakan bahwa akses masyarakat terhadap penggunaan listrik

meskipun datanya meningkat namun rasionya masih sangat rendah, di Pulau

Jawa-Bali masih di bawah 80 persen, di luar Jawa-Bali masih sekitar 50 persen.

Bangunan sekolah SD di Pulau Jawa dan Kalimantan ada penurunan di tahun

1999 ke tahun 2002. Di atas 80 persen desa memiliki bangunan SD, namun data

ini tidak melihat kualitas bangunannya. Dari laporan berbagi media banyak

bangunan SD yang kondisinya sangat memprihatinkan dan bahkan di sebagian

daerah bangunan sekolah roboh ketika proses belajar-mengajar sedang

berlangsung.

Data lain yang ditunjukkan oleh Usman (200X) adalah terkait dengan

kualitas jalan sebagai sarana utama transportasi. Di Pulau Jawa-Bali yang

memiliki panjang jalan terpanjang dibandingkan pulau-pulau lain di Indonesia,

kondisinya sangat memprihatinkan. Sejak tahun 1996 rasio jumlah desa yang

memiliki jalan beraspal terus berkurang. Di tahun 1996 rasionya masih 77

persen, di tahun 1999 menurun menjadi 75 persen, dan di tahun 2002 menjadi

73 persen. Di Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua selain rasionya yang masih

rendah juga rasionya menurun sejak tahun 1996 hingga 2002 yaitu dari 44

persen menjadi 41 persen. Pulau-pulau lain seperti Sumatera, Kalimantan, dan

Sulawesi rasionya masih di bawah 60 persen bahkan di Pulau Kalimantan

rasionya hanya 32 persen.

Dengan tersedianya sarana pendidikan, adanya pembangunan jalan dan

jembatan, serta dipermudahnya akses masyarakat terhadap sumber-sumber

yang menguasai hajad hidup orang banyak (seperti listrik dan air) maka akan

berdampak pada semakin mudahnya masyarakat untuk mendapatkan akses

ekonomi. Dengan adanya pembangunan jalan maka aktivitas ekonomi daerah

akan semakin berkembang yang pada kelanjutannya akan ikut mendorong

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 15

Page 16: Desentralisasi Fiskal

peningkatan taraf hidup masyarakat serta memberikan kontribusi pada posisi

ekonomi negara.

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah diuraikan maka selanjutnya dapat diambil

suatu kesimpulan bahwa munculnya kebijakan desentralisasi fiskal tidak bisa

dilepaskan dari peristiwa reformasi yang berujung pada diimplementasikannya

otonomi daerah di seluruh wilayah Indonesia. Dengan adanya desentralisasi

fiskal ini, maka selanjutnya pemerintah daerah diberikan keleluasaan untuk

mengelola sumber-sumber pendapatan dan belanjanya yang ada dalam APBD.

Selanjutnya, untuk mencegah ketimpangan pendapatan antara dareah

yang kaya akan sumber daya alam dan juga daerah yang tinggi pendapatan

pajaknya dengan daerah yang bukan merupakan penghasil sumber daya alam

serta daerah yang rendah penertimaan pajaknya, maka selanjutnya dibutuhkan

suatu mekanisme pengalokasian dana perimbangan oleh pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah yang diwujudkan dengan adanya DPHP dan SDA,

DAU, serta DHK. Mekanisme dana perimbangan ini juga harus

diimplementasikan secara tepat untuk menjada stabilitas ekonomi makro

Indonesia.

Hal lain terkait desentralisasi fiskal yang perlu menjadi catatan adalah

terkait dengan monitoring yang senantiasa harus dilakukan terhadap kegiatan

belanja yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Hal ini dilakukan untuk

menciptakan suatu kesesuaian tujuan antara pemerintah pusat dan juga

pemerintah dareah yang pada akhirnya akan berujung pada peningkatan taraf

hidup dan kesejahteraan Bangsa Indonesia secara menyeluruh.

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 16

Page 17: Desentralisasi Fiskal

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ehtisham. Ali Mansoor. 2000. Indonesia: Managing Decentralization. Conference on Fiscal Decentralization. http://www.imf.org/external/pubs/ft/seminar/2000/fiscal/mansoor.pdf. (Diakses Tanggal 16 Mei 2010)

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2009. Sistem Pengelolaan Keuangan Pemerintah. Modul Pendidikan Calon Pemeriksa Untuk dan Atas nama BPKRI

Bastian, Indra. 2005. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Penerbit Erlangga: Jakarta

Isdijoso, Brahmantio. Tri Wibowo. 2002. Analisis Kebijakan Fiskal Pada Era Otonomi Daerah (Studi Kasus: Sektor Pendidikan di Kota Surakarta). Kajian Ekonomi Keuangan Vol. 6 No. 1. http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kajian%5CBramtri-1.pdf. (Diakses Tanggal 16 Mei 2010)

Rafinus, Bobby Hamzar. 2001. Desentralisasi Fiskal dan Manajemen Ekonomi Makro. Majalah Perencanaan Pembangunan Edisi 23 Tahun 2001.

Supratikno. 2009. Nasionalisme dan Kebangsaan di Era Desentralisasi. www.psp.ugm.ac.id. (Diakses Tanggal 22 Mei 2010)

Suyanto, S. dan N Khususiyah. 2006. Imbalan Jasa Lingkungan untuk Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Agro Ekonomi (JAE) Vol 24: 1. http://www.worldagroforestrycentre.org/Sea/Publications/files/journal/JA0244-07.PDF. (Diakses Tanggal 19 Mei 2010)

Syahrudin, H. 2006. Desentralisasi Fiskal: Perlu Penyempurnaan Kebijakan dan Implementasi yang Konsisten. http://www.unand.ac.id/docs/FISKAL.pdf. (Diakses Tanggal 19 Mei 2010)

Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

Undang-Undang No. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Usman. Bonar M, Sinaga. Hermanto Siregar. 200X. Analisis Determinan Kemiskinan Sebelum dan Sesudah Desentralisasi Fiskal. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(4)%20%20soca-bm=-anal%20determinant(1).pdf. (Diakses Tanggal 16 Mei 2010)

Waluyo, Joko. 2007. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pendapatan Antardaerah Di Indonesia. Parallel Session IA : Fiscal Decentralization 12 Desember 2007.

Ujian Tengah SemesterMata Kuliah Akuntansi dan Audit Sektor Publik Page 17