Upload
edza-aria-wikurendra
View
85
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Ikan mas atau Ikan karper (Cyprinus carpio) adalah ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan sudah tersebar luas di Indonesia.
Di Indonesia, ikan mas memiliki beberapa nama sebutan yakni kancra, tikeu, tombro, raja, rayo, ameh atau nama lain sesuai dengan daerah penyebarannya.
Sistematika dan Morfologi
Ahli perikanan Dr. A.L Buschkiel dalam RO. Ardiwinata (1981) menggolongkan jenis ikan karper menjadi dua golongan, yakni pertama, jenis-jenis karper yang bersisik normal dan kedua, jenis kumpai yang memiliki ukuran sirip memanjang. Golongan pertama yakni yang bersisik normal dikelompokkan lagi menjadi dua yakni pertama kelompok ikan karper yang bersisik biasa dan kedua, bersisik kecil.
Sedangkan Djoko Suseno (2000) mengemukakan, berdasarkan fungsinya, ras-ras ikan karper yang ada di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama merupakan ras-ras ikan konsumsi dan kelompok kedua adalah ras-ras ikan hias.
Ikan karper sebagai ikan konsumsi dibagi menjadi dua kelompok yakni ras ikan karper bersisik penuh dan ras ikan karper bersisik sedikit. Kelompok ras ikan karper yang bersisik penuh adalah ras-ras ikan karper yang memiliki sisik normal, tersusun teratur dan menyelimuti seluruh tubuh. Ras ikan karper yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah ikan karper majalaya, ikan karper punten, ikan karper si nyonya dan ikan karper merah atau mas. Sedangkan yang tergolong dalam ras karper bersisik sedikit adalah ikan karper kaca yang oleh petani di Tabanan biasa disebut dengan nama karper gajah. Untuk kelompok ras ikan karper hias, beberapa di antaranya adalah karper kumpay, kaca, mas merah dan koi.
Secara morfologis, ikan karper mempunyai bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut berukuran pendek. Secara umum, hampir seluruh tubuh ikan karper ditutupi sisik dan hanya sebagian kecil saja yang tubuhnya tidak ditutupi sisik. Sisik ikan karper berukuran relatif besar dan digolongkan dalam tipe sisik sikloid berwarna hijau, biru, merah, kuning keemasan atau kombinasi dari warna-warna tersebut sesuai dengan rasnya.
Syarat dan Kebiasaan Hidup
Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai atau danau. Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150--600 meter di atas permukaan air laut (dpl) dan pada suhu 25-30° C. Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas kadang-kadang ditemukan di perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas (kadar garam) 25-30%o.
Ikan mas tergolong jenis omnivora, yakni ikan yang dapat memangsa berbagai jenis makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik. Namun, makanan utamanya adalah tumbuhan dan binatang yang terdapat di dasar dan tepi perairan.
Perkembangbiakan
Siklus hidup ikan mas dimulai dari perkembangan di dalam gonad (ovarium pada ikan betina yang menghasilkan telur dan testis pada ikan jantan yang menghasilkan sperma). Sebenarnya pemijahan ikan mas dapat terjadi sepanjang tahun dan tidak tergantung pada musim. Namun, di habitat aslinya, ikan mas Bering memijah pada awal musim hujan, karena adanya rangsangan dari aroma tanah kering yang tergenang air.
Secara alami, pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir fajar. Menjelang memijah, induk-induk ikan mas aktif mencari tempat yang rimbun, seperti tanaman air atau rerumputan yang menutupi permukaan air. Substrat inilah yang nantinya akan digunakan sebagai tempat menempel telur sekaligus membantu perangsangan ketika terjadi pemijahan.
Sifat telur ikan mas adalah menempel pada substrat. Telur ikan mas berbentuk bulat, berwarna bening, berdiameter 1,5-1,8 mm, dan berbobot 0,17-0,20 mg. Ukuran telur bervariasi, tergantung dari umur dan ukuran atau bobot induk. Embrio akan tumbuh di dalam telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa.
Antara 2-3 hari kemudian, telur-telur akan menetas dan tumbuh menjadi larva. Larva ikan mas mempunyai kantong kuning telur yang berukuran relatif besar sebagai cadangan makanan bagi larva. Kantong kuning telur tersebut akan habis dalam waktu 2-4 hari. Larva ikan mas bersifat menempel dan bergerak vertikal. Ukuran larva antara 0,50,6 mm dan bobotnya antara 18-20 mg.
Larva berubah menjadi kebul (larva stadia akhir) dalam waktu 4-5 hari. Pada stadia kebul ini, ikan mas memerlukan pasokan makanan dari luar untuk menunjang kehidupannya. Pakan alami kebul terutama berasal dari zooplankton, seperti rotifera, moina, dan daphnia. Kebutuhan pakan alami untuk kebul dalam satu hari sekitar 60-70% dari bobotnya.
Setelah 2-3 minggu, kebul tumbuh menjadi burayak yang berukuran 1-3 cm dan bobotnya 0,1-0,5 gram. Antara 2-3 minggu kemudian burayak tumbuh menjadi putihan (benih yang siap untuk didederkan) yang berukuran 3-5 cm dan bobotnya 0,5-2,5 gram. Putihan tersebut akan tumbuh terus. Setelah tiga bulan berubah menjadi gelondongan yang bobot per ekornya sekitar 100 gram.
Gelondongan akan tumbuh terus menjadi induk. Setelah enam bulan dipelihara, bobot induk ikan jantan bisa mencapai 500 gram. Sementara itu, induk betinanya bisa mencapai bobot 1,5 kg setelah berumur 15 bulan. Induk-induk ikan mas tersebut mempunyai kebiasaan mengaduk-aduk dasar perairan atau dasar kolam untuk mencari makanan.
Jenis-jenis ikan mas secara umum dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yakni ikan mas konsumsi dan ikan mas hias. Jenis ikan mas konsumsi adalah jenis-jenis ikan mas yang dikonsumsi atau dimakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi yang berasal dari hewan. Sementara itu, jenis ikan mas hias umumnya digunakan untuk memenuhi kepuasan batin atau untuk hiasan (pajangan) dan dipelihara di kolam-kolam taman atau akuarium.
Ikan Mas Konsumsi
1. Ikan Mas Punten
Ras ini dikembangkan pertama kali pada tahun 1933 di Desa Punten, Malang, Jawa Timur. Tubuhnya relatif pendek, tetapi bagian punggungnya lebar dan tinggi. Karena itu, bentuk badan ikan mas punten terkesan membuntak atau bulat pendek (big belly). Perbandingan antara panjang total dan tinggi badan adalah 2,3-2,4:1. Warna sisik hijau gelap, mata agak menonjol, gerakan tubuhnya lambat, dan bersifat jinak.
2. Ikan Mas Sinyonya atau Putri Yogya
Tidak diketahui pasti asal-usul nama ikan jenis ini. Beberapa orang menyebutkan, ikan mas ini mudah sekali bertelur sehingga disebut sinyonya. Bentuk tubuhnya memanjang (long bodied form) dan punggungnya lebih rendah dibandingkan dengan ikan mas punten. Perbandingan antara panjang dan tinggi badannya sekitar 3,66:1.
Sisiknya berwarna kuning muda seperti warna kulit jeruk sitrus. Mata ikan yang masih muda agak menonjol, kemudian berubah menjadi sipit ketika ikan sudah mulai tua. Sifat ikan mas sinyonya lebih jinak dibandingkan dengan ikan ras punten. Ikan mas sinyonya memiliki kebiasaan berkumpul di permukaan air.
Fekunditas atau jumlah telur ikan mas sinyonya 85.000—125.000 dan diameternya 0,3—1,5 mm. Induk ikan mas sinyonya jantan akan matang kelamin pertama pada umur 8 bulan, sedangkan yang betina pada umur 18 bulan. Ikan mas ini tahan terhadap parasit Myxosporea. Kisaran toleransi pH-nya 5,5—8,5.
3. Ikan Mas Taiwan
Ikan mas taiwan memiliki bentuk badan yang memanjang dan bentuk punggung seperti busur agak membulat. Sisiknya berwarna hijau kekuningan hingga kuning kemerahan di tepi sirip dubur dan di bawah sirip ekor. Ikan mas taiwan sangat responsif terhadap makanan sehingga akan saling berebut ketika diberi pakan. Diduga nenek moyang ikan mas ini berasal dari Taiwan, kemudian diintroduksi dan dikembangkan di Indonesia.
4. Ikan Mas Merah
Ciri khas dari ikan mas ini adalah sisiknya yang berwarna merah keemasan. Gerakannya aktif, tidak jinak, dan paling suka mengaduk-aduk dasar kolam. Bentuk badannya relatif memanjang. Dibandingkan dengan ras sinyonya, posisi punggungnya relatif lebih rendah dan tidak lancip. Matanya agak menonjol.
5. Ikan Mas Majalaya
Ikan mas hitam
Sesuai dengan namanya, ikan mas ini berkembang pertama kali di daerah Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ukuran badannya relatif pendek dan punggungnya lebih membungkuk dan lancip dibandingkan dengan ras ikan mas lainnya. Perbandingan antara panjang dan tinggi tubuhnya adalah 3,2:1.
Bentuk tubuhnya semakin lancip ke arah punggung dan bentuk moncongnya pipih. Sifat ikan mas ini relatif jinak dan biasa berenang di permukaan air. Sisiknya berwarna hijau keabuan dan bagian tepinya berwarna lebih gelap, kecuali di bagian bawah insang dan di bagian bawah sirip ekor berwarna kekuningan. Semakin ke arah punggung, warna sisik ikan ini semakin gelap.
Ikan mas majalaya memiliki keunggulan, di antaranya laju pertumbuhannya relatif cepat, tahan terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila, rasanya lezat dan gurih, dan tersebar luas di Indonesia. Fekunditas atau jumlah telur yang dihasilkan ikan mas majalaya tergolong tinggi, yakni 84.000—110.000 butir per kilogram induk.
5. Ikan Mas Yamato
Ikan mas ini kurang populer di kalangan petani ikan mas di Indonesia. Bentuk tubuhnya memanjang. Sisiknya berwarna hijau kecokelatan. Ikan mas ini banyak ditemukan dan dibudidayakan di Asia Timur, seperti Cina dan Jepang.
6. Ikan Mas Lokal
Ikan mas ini sebenarnya belum bisa digolongkan sebagai salah satu ras atau jenis ikan mas. Meskipun demikian, ikan ini justru paling banyak ditemukan di lapangan dan paling banyak dikenal oleh petani ikan dewasa ini.
Bentuk tubuh dan warnanya merupakan kombinasi dari beberapa jenis ikan mas yang sudah ada. Secara umum, bentuk tubuhnya memanjang dan matanya tidak sipit. Kemungkinan besar ikan ini muncul akibat perkawinan silang yang tidak terkontrol dengan jenis-jenis ikan mas lain yang ada di masyarakat.
[sunting] Ikan Mas Hias
Jenis-jenis ikan mas yang digolongkan ke dalam kelompok ikan mas hias sebagai berikut.
1. Ikan Mas Kumpay
Ciri yang menonjol dari ikan mas kumpay adalah semua siripnya panjang dan berumbai sehingga tampak indah ketika sedang bergerak. Warna sisiknya sangat bervariasi, ada yang putih, kuning, merah, dan hijau gelap. Bentuk badannya memanjang seperti ikan mas sinyonya. Pertumbuhannya tergolong lambat. Kadang-kadang, ikan mas ini juga dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi.
2. Ikan Mas Kancra Domas
Bentuk tubuhnya memanjang. Gerakannya mirip ikan mas taiwan, yakni selalu aktif dan kurang jinak. Sisiknya berukuran kecil dan susunannya tidak beraturan. Warna sisiknya bervariasi, ada yang biru, cokelat, atau hijau. Sisik punggungnya berwarna gelap. Semakin ke arah perut, warnanya semakin terang keperakan atau keemasan.
Karper kaca
3. Ikan Mas Kaca
Ciri khas ikan ini adalah sebagian tubuhnya tidak tertutup sisik. Bagian yang tidak tertutup sisik sepintas tampak bening, mirip kaca. Di sepanjang gurat sisi (linea lateralis) dan di sekitar pangkal siripnya terdapat sisik berwarna putih mengilap. Sisik tersebut berukuran besar dan tidak seragam.
4. Ikan Mas Fancy
Bentuk tubuh ikan mas ini memanjang. Sisiknya berwarna putih, kuning, dan merah. Pada tubuhnya terdapat totol-totol berwarna hitam. Karena warnanya yang bermacam-macam itulah ikan mas ini disebut fancy.
Koi
5. Ikan Mas Koi
Ikan mas koi atau yang lebih populer disebut koi (saja) ini berasal dari Jepang. Mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980. Bentuk badannya bulat memanjang. Warna sisiknya beragam, ada putih, kuning, merah menyala, hitam, atau kombinasi dari warna-warna tersebut.
Hobiis ikan mas umumnya menyukai ikan koi jenis bastar karena warna dan pola totolnya yang indah dan menarik. Ikan koi disukai hobiis karena gerakannya lambat dan cukup jinak.
Ikan koi memiliki beragam nama yang disesuaikan dengan pola dan warna tubuhnya, misalnya platinum nishikigoi, shusui nishikigoi, shusi nishikigoi, kohaku nishikigoi, dan taishusanshoku nishikigoi
Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Actinopterygii
Ordo: Cypriniformes
Famili: Cyprinidae
Genus: Cyprinus
Spesies: C. carpioNama binomial Cyprinus carpio
(Tinjauan pada suatu Instalasi Pengolahan Air). ABSTRAK
Pemakaian bahan pembersih sintesis yang dikenal dengan deterjen makin marak di masyarakat luas. Dalam deterjen terkandung komponen utamanya, yaitu surfaktan, baik bersifat kationik, anionik maupun non-ionik. Dengan makin luasnya pemakaian surfaktan sebagai bahan utama pembersih maka risiko bagi kesehatan dan lingkungan pun makin rentan. Teknik pengolahan detergen dapat dilakukan menggunakan berbagai macam teknik misalnya biologi yaitu dengan bantuan bakteri, koagulasi-flokulasi-flotasi, adsorpsi karbon aktif, lumpur aktif, khlorinasi dan teknik representatif lainnya tergantung dari efektifitas kebutuhan dan efisiensi financial. Detergen merupakan suatu derivatik zat organik sehingga akumulasinya menyebabkan meningkatnya COD dan BOD dan angka permanganat sehingga dalam pengolahannya sangat cocok menggunakan teknik biologi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Dengan tangki septic-filter up flow yang berisi pecahan batu bata sebagai media hidup mikroba sanggup mereduksi kandungan Metylene Blue Active Surfactan atau MBAS (untuk mendeteksi kandungan detergen) hingga mencapai efesiensi 87,93 persen. Cara koagulasi umumnya berhasil menurunkan kadar bahan organik (COD,BOD) sebanyak, 40-70 %. Zeolit dapat menurunkan COD 10-40%, dan karbon aktif dapat menurunkan COD 10-60 %. Detergen mempunyai ikatan – ikatan organik. Proses khlorinasi akan memecah ikatan tersebut membentuk garam ammonium khlorida meskipun akan menghasilkan haloform dan trihalomethans jika zat organiknya berlebih. PENDAHULUAN
Jumlah industri untuk menghasilkan berbagai macam produk, guna memenuhi
kebutuhan manusia pada saat ini semakin meningkat. Selain menghasilkan produk yang
dapat digunakan oleh manusia, kegiatan produksi ini juga menghasilkan produk lain yang
belum begitu banyak dimanfatkan yaitu limbah. Seiring dengan peningkatan industri ini,
juga akan terjadi peningkatan jumlah limbah.
Limbah yang dihasilkan dapat memberikan dampak negatif terhadap sumber daya
alam dan lingkungan, seperti gangguan pencemaran alam dan pengurasan sumber daya
alam, yang nantinya dapat menurunkan kualitas lingkungan antara lain pencemaran tanah,
air, dan udara jika limbah tersebut tidak diolah terlebih dahulu. Bermacam limbah industri
yang dapat mencemari lingkungan antara lain : limbah industri tekstil, limbah agroindustri
(limbah kelapa sawit, limbah industri karet remah dan lateks pekat, limbah industri tapioka,
dan limbah pabrik pulp dan kertas), limbah industri farmasi, dan lain-lain. Selain kegiatan
industri, diperkotaan limbah juga dihasilkan oleh hotel, rumah sakit dan rumah tangga.
Bentuk limbah yang dihasilkan oleh komponen kegiatan yang disebut di atas adalah limbah
padat dan limbah cair.
Menurut Sugiharto (1987) air limbah adalah kotoran yang berasal dari masyarakat
dan rumah tangga dan juga berasal dari industri, air tanah, air permukaan, serta buangan
lainnya.
Secara garis besar zat-zat yang terdapat di dalam air limbah dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :
Bahan buangan yang dihasilkan dari kegiatan industri dapat menimbulkan dampak
yang merugikan bagi lingkungan yang selanjutnya akan mengganggu atau mempengaruhi
kehidupan masyarakt itu sendiri.
Dampak dari kegiatan industri yang berpengaruh buruk tersebut terutama
disebabkan oleh bahan-bahan pencemar yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik industri. Bahan-
bahan buangan tersebut dapat mencemari udara, perairan, dan tanah terutama disekitar
kawasan industri tersebut. Perairan di kawasan itu dapat tercemar oleh bahan-bahan
buangan yang sebagain besar berbentuk cair maupun limbah padat.
Pemakaian bahan pembersih sintesis yang dikenal dengan deterjen makin marak di
masyarakat luas. Dalam deterjen terkandung komponen utamanya, yaitu surfaktan, baik
bersifat kationik, anionik maupun non-ionik.
Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang termasuk bahan kimia organik. Ia
memiliki rantai kimia yang sulit didegradasi (diuraikan) alam. Sesuai namanya, surfaktan
bekerja dengan menurunkan tegangan air untuk mengangkat kotoran (emulsifier, bahan
pengemulsi). Pada mulanya surfaktan hanya digunakan sebagai bahan utama pembuat
deterjen. Namun karena terbukti ampuh membersihkan kotoran, maka banyak digunakan
sebagai bahan pencuci lain.
Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat
diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi. Karakteristik utama surfaktan adalah
memiliki gugus polar dan non polar pada molekul yang sama.
Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan diantaranya mampu menurunkan
tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Hal
ini membuat surfaktan banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri sabun,
deterjen, produk kosmetika dan produk perawatan diri, farmasi, pangan, cat dan pelapis,
kertas, tekstil, pertambangan dan industri perminyakan, dan lain sebagainya.
Dengan makin luasnya pemakaian surfaktan sebagai bahan utama pembersih maka
risiko bagi kesehatan dan lingkungan pun makin rentan.
Permasalahan
Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian
menyebutkan bahwa detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan dan bersifat
karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan,
kandungan detergen dalam air minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Deterjen
kationik memiliki sifat racun jika tertelan dalam tubuh, bila dibanding deterjen jenis lain
(anionik ataupun non-ionik).
Ada dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana produk kimia aman di
lingkungan yaitu daya racun (toksisitas) dan daya urai (biodegradable). ABS dalam
lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah, sehingga deterjen ini
dikategorikan sebagai ‘non-biodegradable’.
Dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai, sekitar 50% bahan
aktif ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. Hal ini dapat
menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan penurunan kualitas air. LAS
mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun belum dapat dikatakan ramah lingkungan.
LAS mempunyai gugus alkil lurus/ tidak bercabang yang dengan mudah dapat diurai oleh
mikroorganisme.
LAS relatif mudah didegradasi secara biologi dibanding ABS. LAS bisa terdegradasi
sampai 90 persen. Akan tetapi prorsesnya sangat lambat, karena dalam memecah bagian
ujung rantai kimianya khususnya ikatan o-mega harus diputus dan butuh proses beta
oksidasi. Karena itu perlu waktu. Menurut penelitian, alam membutuhkan waktu sembilan
hari untuk mengurai LAS. Itu pun hanya sampai 50 persen.
Detergen ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai
oleh bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada spektrumya. Dengan
tidak terurainya secara biologi deterjen ABS, lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh
ABS akan dipenuhi oleh busa, menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan
kembali dari gumpalan (flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak, pemusnahan
bakteri yang berguna, penyumbatan pada pori – pori media filtrasi.
Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di
perairan. Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi. Eutrofikasi
menimbulkan pertumbuahan tak terkendali bagi eceng gondok dan menyebabkan
pendangkalan sungai. Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan
iritasi pada tangan dan kaustik. Karena diketahui lebih bersifat alkalis. Tingkat keasamannya
(pH) antara 10 – 12.
Tinjauan Pustaka
A. Surfaktant
Surfaktan adalah zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk
terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaik dan menurunkan
tegangan permukaan.
Tegangan permukaan adalah gaya dalam dyne yang bekerja pada permukaan
sepanjang 1 cm dan dinyatakan dalam dyne/cm, atau energi yang diperlukan untuk
memperbesar permukaan atau antarmuka sebesar 1 cm2 dan dinyatakan dalam erg/cm2.
Surface tension umumnya terjadi antara gas dan cairan sedangkan Interface tension
umumnya terjadi antara cairan dan cairan lainnya atau kadang antara padat dan zat lainnya
(namun hal ini belum diteliti).
Ada dua cara penggolongan zat aktif permukaan yaitu:
1. Menurut sifat elektrokimia atau ionisasi molekul
Schwartz dan Perry menyebutkan bahwa molekul zat aktif permukaan terdiri dari dua
gugus yang penting, yaitu gugus liofil (menarik pelarut) dan gugus liofob (menolak pelarut).
Gugus liofob biasanya terdiri dari rantai alifatik atau aromatik, atau gugus aril alkil (aralkil)
yang biasanya terdiri dari paling sedikit sepuluh atom karbon. Dalam medium air sebagai
pelarut, gugus liofob yang juga disebut gugus hidrofob bersifat menjauhi air. Sedang gugus
liofil atau dalam air dikenal sebagai gugus hidrofil lebih banyak menentukan sifat – sifat
kimia fisika zat aktif permukaan daripada gugus hidrofob.
Sifat dari pada zat aktif permukaan juga bergantung pada macamnya gugus hidrofil,
yang dapat dibagi sebagai berikut :
a. Zat aktif anion
Terjadi ionisasi dalam larutan dengan rantai panjang yang membawa muatan negatif.
Contoh : karboksilat, ester sulfat, alkil sulfonat, dan anion lainnya yang hidrofil.
a. Zat aktif kation
Terjadi ionisasi dalam larutan dengan rantai panjang yang membawa muatan positif.
Contoh : senyawa amino, senyawa amonium, alkali tak bernitrogen (sulfonium,
fosfonium, dsb.), alkali bernitrogen (alkil isotiourea, alkil isourea, dsb.).
a. Zat aktif nonion
Tak terionisasi dalam larutan dan stabil dalam keadaan asam maupun alkali.
Contoh : ikatan eter pada gugus terlarut, ester, amida, amin, dsb.
a. Zat aktif amfolitik/ amfoter.
Terionisasi dalam larutan dengan rantai panjang yang membawa muatan negatif
maupun positif, tergantung pada suasana pH larutan.
Contoh : ikatan amino dan karboksilat, amino dan ester sulfat, amino dan seter
sulfonat, dan ikatan lainnya.
2. Menurut struktur kimia
Agster menyusun golongan ini atas tujuh bagian, penggolongan ini erat
hubungannya dengan cara pembuatan zat aktif permukaan. Misalnya dengan cara
penyabunan atau kondensasi terhadap asam lemak, sulfotasi terhadap rantai alifatik tinggi,
dan sebagainya.
Penggolongan menurut struktur kimia dapat dibagi sebagai berikut :
a. Sabun
Contoh : Na-laurat, Na-palmitat, Na-stearat, Na-oleat, dsb.
a. Minyak-minyak yang disulfatkan/disulfonkan.
Contoh : Minyak jarak yang disulfatkan (TRO).
a. Parafin atau olefin yang disulfurkan.
Contoh : senyawa sulfochlorida yang disabunkan (Mersolat), olefin yang disulfatkan
(Tepol).
a. Aralkil sulfonat
Contoh : alkil benzo sulfonat, naftalin sulfonat seperti 1-iso propil natalin 2-sulfonat-
Na (Nekal A), dsb.
a. Alkil sulfat
Contoh : Alkil sulfat primer/ dari alkil alkohol primer seperti asam malonat anhidrat +
alkohol dengan Na-bisulfit (Nacconol. LAL), Alkil sulfat sekunder/ dari alkil alkohol sekunder.
a. Kondensat asam lemak.
Contoh : kondensat dengan gugus amino (Medialan A, Sapamine A), kondensat
mengandung gugus oksi (Immersol S, Soromin A), kondensat dengan gugus inti aromatik
(Melioaran F).
a. Persenyawaan polietilenaoksida (poliglikoeter).
Contoh : Alkil amin poliglikol eter (Peregal OK), Dispersol E.
Sifat – sifat umum surfaktant adalah :
1. Sebagai larutan koloid
Mc. Bain telah membuktikan bahwa larutan zat aktif permukaan larutan koloid.
Molekul-molekulnya terdiri dari gugus yang hidrofil (suka air) dan gugus yang hidrofob (tak
suka air).
Pada konsentrasi tinggi partikel koloid ini akan saling menggumpal, gumpalan ini
disebut misel atau agregat baik berbentuk sferik (daya hantar listriknya tinggi) atau lamelar
(daya hantar listriknya kecil disebut juga koloid netral) dan ada dalam kesetimbangan bolak
– balik dengan sekitarnya (pelarut atau dispersi larutan). Kesetimbangan ini akan mencapai
konsentrasi kritik misel menurut aturan Jones dan Burry.
1. Adsorpsi
Apabila larutan mempunyai tegangan permukaan lebih kecil daripada pelarut murni,
zat terlarut akan terkonsentrasi pada permukaan dan terjadi adsorpsi positif. Sebaliknya
adsorpsi negatif menunjukkan bahwa molekul-molekul zat terlarut lebih banyak terdapat
dalam rongga larutan daripada dipermukaan.
Hubungan antara derajat penyerapan dan penurunan tegangan permukaan
dinyatakan dalam persamaan Gibbs.
1. Kelarutan dan daya melarutkan
Murray dan Hartly dalam pernyataanya menunjukkan bahwa partikel-partikel tunggal
relatif tidak larut, sedangkan misel mempunyai kelarutan tinggi.
Makin panjang rantai hidrokarbonnya, makin tinggi temperatur kritik larutan.
Sifat – sifat khusus surfaktant adalah :
1. Pembasahan
Perubahan dalam tegangan permukaan yang menyertai proses pembasahan
dinyatakan oleh Hukum Dupre.
1. Daya Busa
Busa ialah dispersi gas dalam cairan dan zat aktif permukaan memperkecil tegangan
antarmuka, sehingga busa akan stabil, jadi surfaktant mempunyai daya busa.
1. Daya Emulsi
Emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan yang lain, yang tidak saling
melarutkan. Sama hanya dengan pembasahan, maka surfaktant akan menurunkan
tegangan antarmuka, sehingga terjadi emulsi yang stabil.
Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban alami
yamg ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Hasil
pengujian memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak
dengan bahan kima dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi ‘sedang’
pada kulit.
Surfaktan kationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan dengan surfaktan anionik
dan non-ionik. Sisa bahan surfaktan yang terdapat dalam deterjen dapat membentuk
chlorbenzene pada proses klorinisasi pengolahan air minum PDAM. Chlorbenzene
merupakan senyawa kimia yang bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan.
Umumnya surfaktan berinteraksi dengan membran dan enzim. Pengaruh ini dapat
sedang dalam tumbuhan dengan penyerapan surfaktan dan imobilisasi pada dinding sel
sehingga terjadi perubahan struktur ultra seluler. Toksisitas timbul dari penghambatan
enzim atau transmisi selektif ion – ion melalui membran.
Pengaruh lain yaitu penghambatan pertumbuhan dalam tumbuhan, ikan, dan
budding dalam hidra, kerusakan Lepomis gibbosus, kerusakan organ sensoris luar yang
peka sehingga dapat mengganggu pemilihan makanan, mempengaruhi sinergis zat – zat
dan surfaktan subletal menyebabkan pengambilan zat lipofilik yang lebih cepat dan
memperkuat toksisitas zat ini. Toksisitas memperlihatkan suatu korelasi dengan tegangan
permukaan menurut jumlah atom karbon dalam homolog jenis surfaktan.
Toksisitas surfaktan ABS bertambah dengan kelinearan gugus alkil, disebabkan oleh
penerobosan gugus alkil linier yang lebih dalam. Interaksi surfaktan – protein juga
bertambah bila ekor hidrofobik bertambah dan menyebabkan bertambahnya toksisitas.
(Toksisitas surfaktan terhadap beberapa makhluk Perairan sesuai dengan tabel Lundahl &
Cabridenc (1978)).
Sesuai dengan waktu ketahanan surfaktan yang cukup singkat dalam daerah
perairan, maka tidak diakumulasikan sampai batas manapun juga tidak terjadi
biomagnifikasi dalam rantai makanan. Air yang mengandung surfaktan (2 – 4 ppm), tidak
dapat dideteksi perubahan apapun dalam struktur komunitas karena surfaktan. (Hynes dan
Roberts,1962).
B. Deterjen
Produk yang disebut deterjen ini merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari
bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun,
deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta
tidak terpengaruh oleh kesadahan air.
Detergen adalah Surfaktant anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 – C15) atau
garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3
- Na+)
yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin).
Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan akan tetapi karena
gugus utama surfaktant ABS yang sulit di biodegradabel maka pada tahun 1965 industri
mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant LAS
Proses pembuatan detergen dimulai dengan membuat bahan penurun tegangan
permukaan, misalnya : p – alkilbenzena sulfonat dengan gugus alkil yang sangat bercabang
disintesis dengan polimerisasi propilena dan dilekatkan pada cincin benzena dengan reaksi
alkilasi Friedel – Craft Sulfonasi, yang disusul dengan pengolahan dengan basa.
Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut:
1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai
ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang
menempel pada permukaan bahan. Surfaktant ini baik berupa anionic (Alkyl Benzene
Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), Kationik
(Garam Ammonium), Non ionic (Nonyl phenol polyethoxyle), Amphoterik (Acyl
Ethylenediamines)
2. Builder (Permbentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan
dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air. Baik berupa Phosphates
(Sodium Tri Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra
Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat).
3. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai
kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan
dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh : Sodium sulfate
4. Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk lebih
menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak
berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk
maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl
Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan
tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti Redeposisi). Wangi – wangian atau
parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat.
Menurut kandungan gugus aktifnya maka detergen diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Detergen jenis keras
Detergen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan tersebut
dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran air.
Contoh: Alkil Benzena Sulfonat (ABS).
Proses pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan Alkil Benzena dengan
Belerang Trioksida, asam Sulfat pekat atau Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil Benzena
Sulfonat. Jika dipakai Dodekil Benzena maka persamaan reaksinya adalah
C6H5C12H25 + SO3 C6H4C12H25SO3H (Dodekil Benzena Sulfonat)
Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Dodekil
Benzena Sulfonat
2. Detergen jenis lunak
Detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh
mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai .
Contoh: Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS).
Proses pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan Lauril Alkohol dengan asam
Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan reaksi:
C12H25OH + H2SO4 C12H25OSO3H + H2O
Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga dihasilkan
Natrium Lauril Sulfat.
Awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian, namun kini meluas dalam
bentuk produk-produk seperti:
1. Personal cleaning product, sebagai produk pembersih diri seperti sampo, sabun cuci
tangan, dll.
2. Laundry, sebagai pencuci pakaian, merupakan produk deterjen yang paling populer di
masyarakat.
3. Dishwashing product, sebagai pencuci alat-alat rumah tangga baik untuk penggunaan
manual maupun mesin pencuci piring.
4. Household cleaner, sebagai pembersih rumah seperti pembersih lantai, pembersih
bahan-bahan porselen, plastik, metal, gelas, dll.
Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada
kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi
dan meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alat-alat rumah tangga dan peralatan
rumah lainnya, sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan
deterjen, sehingga menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat modern.
Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari,
harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak
negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk
deterjen yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan
tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya.
Umumnya pada deterjen anionik ditambahkan zat aditif lain (builder) seperti
golongan ammonium kuartener (alkyldimetihylbenzyl-ammonium cloride, diethanolamine/
DEA), chlorinated trisodium phospate (chlorinated TSP) dan beberapa jenis surfaktan seperti
sodium lauryl sulfate (SLS), sodium laureth sulfate (SLES) atau linear alkyl benzene
sulfonate (LAS). Golongan ammonium kuartener ini dapat membentuk senyawa nitrosamin.
Senyawa nitrosamin diketahui bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan kanker.
Senyawa SLS, SLES atau LAS mudah bereaksi dengan senyawa golongan ammonium
kuartener, seperti DEA untuk membentuk nitrosamin. SLS diketahui menyebabkan iritasi
pada kulit, memperlambat proses penyembuhan dan penyebab katarak pada mata orang
dewasa.
Dalam laporan lain disebutkan deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan
organ pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang
kandungan oksigennya rendah menjadi menurun. Keberadaan busa-busa di permukaan air
menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen
terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat
menyebabkan kematian.
Builders, salah satu yang paling banyak dimanfaatkan di dalam deterjen adalah
phosphate. Phosphate memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener
air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan
magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat.
Phosphate yang biasa dijumpai pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate
(STPP). Phosphate tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu
nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak,
phosphate dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di
badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae
(phytoplankton) yang berlebihan yang merupakan makanan bakteri.
Populasi bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen yang terdapat dalam
air sampai suatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya justru
membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya. Di beberapa negara, penggunaan
phosphate dalam deterjen telah dilarang. Sebagai alternatif, telah dikembangkan
penggunaan zeolite dan citrate sebagai builder dalam deterjen
Deterjen Sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk
garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dan magnesium yang biasa terdapat dalam
air sadah. Deterjen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat
asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang
mengendap suatu karakteristis yang tidak nampak pada sabun.
Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif permukaan, yang
beraksi dalam menjadikan air menjadi lebih basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang
lebih baik. Surfaktan terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dengan gas (udara),
padatan-padatan (debu), dan cairan-cairan yang tidak dapat bercampur (minyak). Hal ini
terjadi karena struktur “Amphiphilic“, yang berarti bagian yang satu dari molekul adalah
suatu yang bersifat polar atau gugus ionik (sebagai kepala) dengan afinitas yang kuat untuk
air dan bagian lainnya suatu hidrokarbon (sebagai ekor) yang tidak suka air.
Deterjen Sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk
garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dan magnesium yang biasa terdapat dalam
air sadah. Deterjen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat
asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang
mengendap suatu karakteristis yang tidak nampak pada sabun.
C. Sabun
Sabun adalah suatu gliserida (umumnya C16 dan C18 atau karboksilat suku rendah)
yang merupakan hasil reaksi antara ester (suatu derivat asam alkanoat yaitu reaksi antara
asam karboksilat dengan alkanol yang merupakan senyawa aromatik dan bermuatan netral)
dengan hidroksil dengan residu gliserol (1.2.3 – propanatriol). Apabila gliserol bereaksi
dengan asam – asam yang jenuh (suatu olefin atau polyunsaturat) maka akan terbentuk
lipida (trigliserida atau triasilgliserol).
Sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno (egyptian) beberapa ribu tahun yang lalu.
Pembuatan sabun oleh suku bangsa Jerman dilaporkan oleh Julius Caesar. Teknik
pembuatan sabun dilupakan orang dalam Zaman Kegelapan (Dark Ages), namun ditemukan
kembali selama Renaissance. Penggunaan sabun meluas pada abad ke – 18.
Gliserida (lelehan lemak sapi atau lipida lain) dididihkan bersama – sama dengan
larutan lindi (dulu digunakan abu kayu karena mengandung K-karbonat tapi sekarang
NaOH) terjadi hidrolisis menjadi gliserol dan garam Sodium dari asam lemak, setelah sabun
terbentuk kedalamnya ditambahkan NaCl agar sabun mengendap dan dapat dipisahkan
dengan cara penyaringan. Gliserol, lindi dan NaCl berlebih dipisahkan dengan cara destilasi.
Sabun yang masih kotor dimurnikan dengan cara pengendapan berulang – ulang
(represipitasi). Akhirnya ditambahkan zat aditif (batu apung, parfum dan zat pewarna)
Jenis – jenis Sabun :
1. Sabun keras atau sabun cuci.
Dibuat dari lemak dengan NaOH, misalnya Na – Palmitat dan Na – Stearat.
2. Sabun lunak atau sabun mandi.
Dibuat dari lemak dengan KOH, misalnya K-Palmitat dan K-Stearat
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion.
Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat – zata non polar,
sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai
hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar – benar larut dalam
air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni
kumpulan (50 – 150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan
ujung – ujung ionnya menghadap ke air.
Sifat umum Sabun dan Detergen:
1. Bersifat basa
R – C-O- + H2O R – C-OH + OH-
2. Tidak berbuih di air sadah (Garam Ca, Mg dari Khlorida dan Sulfat)
C17H35COONa + CaCl2 Ca (C17H35COO)2 + NaCl
3. Bersifat membersihkan
R- (non polar dan Hidrofob) akan membelah molekul minyak dan kotoran menjadi
partikel yang lebih kecil sehingga air mudah membentuk emulsi dengan kotoran dan mudah
dipisahkan. Sedangkan -C-O- (polar dan Hidrofil) akan larut dalam air membentuk buih dan
mengikat partikel – partikel kotoran sehingga terbentuk emulsi.
Suatu gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil sebagai “kepala” dengan
hidrokarbon yang panjang sebagai “ekor ” :
H H H H H H H H H H H H H H H H H O
H – C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-O
H H H H H H H H H H H H H H H H H
Dengan adanya minyak, lemak, dan bahan organik tidak larut dalam air lainnya,
kecenderungan untuk “ekor” dan anion melarut dalam bahan organik, sedangkan bagian
“kepala ” tetap tinggal dalam larutan air. Oleh karena itu sabun mengemulsi atau
mensuspensi bahan organik dalam air. Dalam proses ini, anion-anion membentuk partikel-
partikel koloid micelle.
Keuntungan yang utama sebagai bahan pencuci karena terjadi reaksi dengan kation-
kation divalen membentuk garam-garam dari asam lemak yang tidak larut. Padatan-padatan
tidak larut ini, biasanya garam-garam dari magnesium dan kalsium.
2 C17H35COO- Na+ Ca2+ Ca (C17H35CO2)2 (s) + 2 Na+
Sabun yang masuk kedalam buangan air atau suatu sistem ekuatik biasanya
langsung terendap sebagai garam – garam kalsium dan magnesium. Oleh karena itu
beberapa pengaruh dari sabun dalam larutan mungkin dapat dihilangkan. Akibatnya dengan
biodegradasi, sabun secara sempurna dapat dihilangkan dari lingkungan.
D. Sistem pengolahan
Pengolahan air sangat tergantung dari karakteristik atau kualitas air baku yang
digunakan, metode pengolahan air yang digunakan berkaitan dengan pencemaran-
pencemaran yang ada dalam air. Pencemaran-pencemaran yang harus diperhatikan pada
kebanyakan persediaan air adalah :
1. Bakteri pathogen
2. Kekeruhan dan bahan-bahan terapung
3. Warna
4. Rasa dan bau
5. Senyawa-senyawa organic
6. Kesadahan
Faktor-faktor ini terutama berhubungan dengan kesehatan dan estetiks (Ray.K dan
Joseph. B, 1991)
Tujuan pengolahan air baku menjadi air bersih pada prinsipnya menurut Geyer dan
Okun (1968) meliputi :
1. Penjernihan, proses ini diperlukan karena dalam air yang berasal dari badan air
banyak membawa kotoran yang berupa butiran-butiran baik kasar maupun halus, ada
yang tersuspensi berupa koloid dan harus diendapkan terlebih dahulu.
2. Desinfeksi, pemberian desinfektan dengan dosis tertentu untuk mematikan virus dan
bakteri pembawa penyakit, juga menekan pertumbuhan lumut (algae) untuk menjaga
nilai estetika. Pengolahan air yang akan digunakan dapat digolongkan menurut sifatnya
yang akan menghasilkan perubahan yang diamati.
Pengolahan air secara umum dapat digolongkan menjadi :
1. Pengolahan Fisis
Pengolahan air yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kotoran-
kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir serta mengurangi zat-zat organik dalam air
yang akan diolah.
Contoh : filterisasi, evaporasi, sekrining, sentrifugasi, flotasi, RO, dan sebagainya.
2. Pengolahan Kimiawi
Proses pengolahan dengan penambahan bahan kimia tertentu dengan tujuan untuk
memperbaiki kualitas air.
Contoh : koagulasi, ion exchange resin, khlorinasi, ozonasi, dan sebagainya.
3. Pengolahan Biologis
Bertujuan menghilangkan atau mengurangi kandungan senyawa organik atau
anorganik. Fungsi ini dapat dicapai dengan bantuan aktifitas mikroorganisma gabungan
(mixed culture) yang heterotrofik.
Mikroorganisma mengkonsumsi bahan-bahan organik untuk membentuk biomassa
sel baru serta zat-zat organik, dan memanfaatkan energi yang dihasilkan dari reaksi oksidasi
untuk metabolismenya
Contoh : lumpur aktif, filter trickling, kolam oksidasi, fermentasi metan, dekomposisi materi
toksik, denitrifikasi, dan sebagainya.
Pengolahan air secara teknik dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Teknik koagulasi dapat diterapkan dengan bantuan koagulan kimia seperti
Polyelektrolit (misalnya : PAC atau Poly Aluminium Chloride, PAS atau Poly Aluminium
Sulfat), garam Aluminat (misalnya : Alum, Tawas), garam Fe, khitin, dan sebagainya. Untuk
Flokulasi dapat digunakan polimer kationik, anionik, atau nonionik (misalnya : poliakrilik,
poliakrilamida). Sedangkan untuk pengendapan dapat digunakan teknologi baffle, settler,
lumpur aktif, aerasi, dan lain – lain. Untuk lakuan yang optimal teknik tersebut dapat
digabung.
Teknik filtrasi dapat diterapkan dengan bantuan media filter seperti pasir (misalnya :
dolomit, diatomae, silika, antrasit), senyawa kimia atau mineral (misalnya : kapur, zeolit,
karbon aktif, resin, ion exchange), membran (Osmosis, RO, dialisis, ultrafiltrasi), biofilter
atau teknik filtrasi lainnya.
Teknik Redoks dapat diterapkan dengan bantuan inhibitor seperti senyawa khlor
(misalnya : Cl2, kaporit, Na-Hypo, Isosyanurat), non khlor (misalnya : H2O2, O3, UV, KMnO4,
garam sulfit, terusi), oksida asam basa (HCl, NaOH, H2SO4, garam kalsium, karbonat,
amonium) atau teknik redoks lainnya.
Bioremoval merupakan teknik pengolahan menggunakan biomaterial. Biomaterial
tersebut antara lain lumut, daun teh, sekam padi, dan sabut kelapa sawit, atau juga dari
bahan non biomaterial seperti perlit, tanah gambut, lumpur aktif dan lain-lain.
Bioremidiasi merupakan pengembangan dari teknik bioremoval dengan bantuan
mikroorganisma seperti bakteri, kapang dan jamur baik aerobik maupun anaerobik atau
dengan menggunakan alga, tanaman dan hewan.
Teknik pengolahan lainnya yaitu adalah Elektrolisa. Elektrolisa mampu memisahkan
kation – anion dengan menggunakan efek beda potensial dari masing – masing muatan
elektrolit. Apabila ion – ion ditangkap oleh membran selektif atau media lain maka disebut
Elektrodialisis. Sedangkan bila digabung dengan koagulasi maka disebut elektrokoagulasi.
Elektrodialisis adalah proses pemisahan elektrokimia dengan ion – ion berpindah
melintasi membran selektif anion dan kation dari larutan encer ke yang lebih pekat akibat
aliran arus searah (DC).
Elektrodialisis memisahkan bahan (ion) dari larutan, proses ini menggunakan
perbedaan tegangan listrik sebagai driving force, membrane pertukaran ion (ion exchange
membrane) diatur sedemikian rupa sehingga terjadi perpindahan ion secara bolak
balikdiantara dua elektroda dalam suatau larutan. Pengembangan proses dilaksanakan
dengan muatan eletroda bolak – balik (elektrodialisa bolak – balik).
Reverse osmosis adalah kebalikan dari proses osmosis alami. Osmosis adalah
perpindahan cairan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah yang melewati membran
semipermeabel sedangkan untuk reverse osmosis adalah perpindahan cairan dari
konsentrasi rendah ke konsentrsai tinggi. Reverse osmosis memiliki keunggulan, seperti :
efisiensi yang tinggi, biaya yamg rendah dan kualitas air yang dihasilkan sangat berkualitas.
Pengolahan air dapat menggunakan sistem adsorpsi maupun absorpsi. Media
adsorben diantaranya adalah kaliksarena (calixarene), karbon aktif, zeolit, bioabsorpsi, dan
lainnya. Beberapa jenis mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bioabsorpsi terutama adalah dari golongan alga yakni alga dari divisi Phaeophyta,
Rhodophyta dan Chlorophyta.
Pembahasan
Zat aktif permukaan mempunyai sifat khas, yaitu mempunyai kecenderungan untuk
berpusat pada antarmuka dan mempunyai kemampuan menurunkan dan menaikkan
tegangan antarmuka atau tegangan permukaan.
Suatu molekul dalam rongga cairan akan mengalami tarik – menarik dan tolak
menolak kesegala arah, tetapi suatu molekul pada antarmuka tak sama tarik menariknya
kesegala arah, sehingga molekul akan mengalami gaya tarik total kedalam dan terjadi
tegangan permukaan (surface tension) atau tegangan antar muka (interface tension).
Permukaan disini adalah perbatasan dan perbedaan fasa dari yang bersangkutan.
Dalam hal ini perbatasan permukaan antara fasa gas dan cair.
Dijelaskan bahwa molekul – molekul yang ada di tengah – tengah cairan mengalami
gaya tarik atau tolak dari segala jurusan (intermolekul). Sedangkan molekul – molekul di
permukaan mengalami gaya tarik dan tolak kurang seimbang, karena diatas permukaan
terdapat moleku-molekul gas yang letaknya tidak serapat molekul cairan, sehingga gaya
yang ditimbulkan oleh molekul – molekul gas tidak sebesar gaya tarik dan tolak dari molekul
– molekul cairan. Sehingga didalam cairan, molekul – molekul dari dalam cairan ke
permukaan, diperlukan energi.
Energi ini menyebabkan molekul menyusup disamping molekul-molekul lain di
permukaan, sehingga permukaan harus menjadi besar dan ini berarti tegangan permukaan
terpaksa berkurang setiap satuan luas. Disini terjadi pengurangan tegangan permukaan,
disertai dengan pemakaian sejumlah molekul permukaan. Peristiwa ini dinamakan adsoprsi
positif dan keadaan sebaliknya adsorpsi negatif.
Sifat surfaktant bergantung pada suatu molekul yang memiliki sifat lipofilik dan
hidrofilik. Pada batas antarfase (misalnya, minyak lemak dan air atau udara dan air),
molekul surfaktant bergabung menyebabkan turunnya tegangan permukaan. Keberadaan
busa menyebabkan terbentuknya perluasan daerah antarfase dan akumulasi surfaktant
dalam air busa dan akibatnya terjadi penurunan kepekatan surfaktant dalam massa air.
Surfaktant ABS terutama dalam garam – garam Na, terdapat dalam jalur alamiah
sebagai garam kalsium. Garam ini memiliki kelarutan dalam air yang rendah dan terdapat
sebagai suatu suspensi yang tidak stabil dan memasuki sedimen dalam bentuk deposit.
Surfaktant dalam sedimen bertindak sebagai dua fraksi yaitu sebuah fraksi labil dan
sebuah fraksi yang lebih kuat dijerap. Pada saat sedimen disuspensikan kembali (menurut
angka Reynold), fraksi labil tersebar kembali menyebabkan keberadaan surfaktant pada
massa air dan menurunkan tegangan permukaan.
Beberapa molekul lipofilik yang dapat dibiodegradasi dapat dilindungi sementara
dari degradasi oleh adanya surfaktant. Misel yang mengandung molekul yang rentan
menjadi terkurung oleh molekul surfaktant. Misel terdiri dari sebuah struktur teraliminasi
secara membulat yang mana kulit bagian luar terdiri dari gugus bermuatan dan kulit bagian
dalam mengandung bagian lipofilik molekul. Lapisan kulit luar mencegah kontak dengan
misel lainnya dan membentuk suatu lapisan yang dapat menyediakan perlindungan
sementara kepada molekul lipofilik internal.
Surfaktan dapat mengubah sifat aliran hidraulik media porous suatu mineral.
Pembentukan misel garam kalsium tensides ABS dalam sistem alamiah memungkinkan
surfaktan menjadi lebih mudah diendapkan daripada garam Natrium. Pengendapan
surfaktant ini menyebabkan pembentukan suatu lapisan gelatin garam kalsium yang dapat
menghalangi aliran melalui sistem porous. Lapisan permukaan molekul surfaktant pada
batas antarfase udara – air dapat mencegah perpindahan Oksigen menurut bertambah
panjangnya rantai alkil dalam surfaktan.
Gugus yang bercabang sukar dibiodegradasi dibanding gugus yang lurus (linier).
Biodegradabilitas bertambah sampai panjang alkil kira – kira 15 atom Karbon dan kemudian
menurun, memperlihatkan kenaikan biodegradabilitas pada panjang rantai yang lebih
panjang lagi. Gugus alkil terdegradasi secara cepat dan surfaktant aslinya menghilang,
tetapi moiety polietilat tertinggal untuk waktu yang lama (gugus yang tertinggal ini
kemungkinan toksik terhadap kehidupan perairan).
Detergen merupakan suatu derivatik zat organik sehingga akumulasinya
menyebabkan meningkatnya COD dan BOD dan angka permanganat sehingga dalam
pengolahannya sangat cocok menggunakan teknik biologi.
Proses biologis dapat dikelompokkan berdasarkan pemanfaatan oksigen, sistem
pertumbuhan, proses operasi.
Ditinjau dari pemanfaatan oksigennya, proses biologis untuk mengolah air buangan
dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama, yaitu : proses aerobic, proses
anaerobic, proses anoksid dan kombinasi antara proses aerobik dengan salah satu proses
tersebut.
Berdasarkan sistem pertumbuhannya, proses pengolahan biologis terbagi atas :
sistem pertumbuhan tersuspensi, sistem pertumbuhan yang menempel pada media inert
yang diam atau kombinasi keduanya.
Proses biologis dapat pula dikelompokkan atas dasar proses operasinya. Ada tiga
macam proses yang termasuk dalam cara pengelompokan ini, yaitu :
1. Proses kontinu dengan atau tanpa daur ulang2. Proses batch
3. Proses semi batch
Proses kontinu biasa digunakan untuk pengolahan aerobik, sedangkan proses batch
atau semi batch lebih banyak digunakan untuk sistem anaerobic.
Apabila BOD tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih
ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih
ekonomis.
Pada beberapa penelitian membuktikan bahwa alkyl-benzena sulfonat dapat
diuraikan dengan bakteri Staphylococcus epidermis, Enterobacter gergoviae,
Staphylococcus aureus, Pseudomonas facili, Pseudomonas fluoroscens, Pseudomonas
euruginosa, Kurthia zopfii, dan sebagainya. [27
Bakteri ini akan merombak detergen yang juga merupakan zat organik sebagai
bahan makanan menjadi energi. Degradasi lebih efektif jika menggunakan lumpur aktif.
Dengan cara tersebut air limbah dengan lumpur aktif yang, megandung mikroba diaerasi
(untuk memasukkan oksigen) hingga terjadi dekomposisi sebagai berikut :
Organik + O2—-> CO2 + H20 + Energi
Sumber : [23
Cara lumpur aktif yang telah dilakukan dapat menurunkan COD, BOD 30 – 70 %,
bergantung pada karakteristik air limbah yang, diolah dan kondisiproses lumpur aktif yang
dilakukan.[1
Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain:
oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif
konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan
BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih
sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai
kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam).
Dengan tangki septic-filter up flow yang berisi pecahan batu bata sebagai media
hidup mikroba sanggup mereduksi kandungan Metylene Blue Active Surfactan atau MBAS
(untuk mendeteksi kandungan detergen) hingga mencapai efesiensi 87,93 persen. Dari
sampel, air limbah yang sebelum dimasukkan tangki memiliki kandungan MBAS sekitar 2,7
mg per liter. Setelah keluar tangki, air hanya mengandung MBAS sekitar 0,326 mg per liter,
atau lebih rendah dari baku mutu yang digariskan, yakni 0,5 mg per liter. Adapun BOD yang
didapat adalah 483,75 mg per liter (sebelum proses) dan 286,25 mg per liter (setelah
proses) atau kandungan BOD berkurang 40 persen lebih. [10
Detergen mempunyai sifat koloid. Karakteristik dari partikel koloid dalam air sangat
dipengaruhi oleh muatan listrik dan kebanyakan partikel tersuspensi bermuatan negative.
Cara mendestabilkan partikel dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan mengurangi
muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari koloid, proses ini lazim
disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah memberikan kesempatan kepada partikel untuk
saling bertumbukan dan bergabung, cara ini dapat dilakukan dengan cara pengadukan dan
disebut sebagai flokulasi.
Pengurangan muatan elektris dilakukan dengan menambahkan koagulan seperti
PAC. Di dalam air PAC akan terdisosisi melepaskan kation Al3+ yang akan menurunkan zeta
potensial dari partikel. Sehingga gaya tolak-menolak antar partikel menjadi berkurang,
akibatnya penambahan gaya mekanis seperti pengadukan akan mempermudah terjadinya
tumbukan yang akan dilanjutkan dengan penggabungan partikel-partikel yang akan
membentuk flok yang berukuran lebih besar. Flok akan diendapkan pada unit sedimentasi
maupun klarifikasi. Lumpur yang terbentuk akan dibuang menggunakan scraper.
Cara koagulasi umumnya berhasil menurunkan kadar bahan organik (COD,BOD)
sebanyak, 40-70 %.[1
Molekul organik bersifat polar sehingga salah satu ujungnya akan cenderung tertarik
pada air (disebut sebagai hidrofilik/suka air) sedangkan ujung yang lain bersifat hidrofobik
(benci air). Permukaan molekul aktif seperti ini akan tertarik pada antarmuka air-gas pada
permukaan gelembung udara, sehingga molekul-molekul tersebut akan membentuk suatu
lapisan tipis disana dan membentuk buih/busa. Dalam suatu protein skimmer; ketika
gelembung udara meninggalkan air menuju tampungan busa, gelembung udara tersebut
akan kolaps sehingga pada akhirnya bahan-bahan organik akan tertinggal pada tampungan
busa.
Detergen dan sabun mampu memecah minyak dan lemak membentuk emulsi
sehingga dapat diendapkan dengan menambahkan inhibitor garam alkali seperti kapur dan
soda. Buih yang terbentuk akan dapat dihilangkan dengan proses skimming (penyendokan
buih) atau flotasi.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung
juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau
pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas
(air flotation).
Adsorpsi menggunakan karbon aktif dapat digunakan untuk mengurangi kontaminasi
detergen. Detergen yang merupakan molekul organik akan ditarik oleh karbon aktif dan
melekat pada permukaannya dengan kombinasi dari daya fisik kompleks dan reaksi kimia.
Karbon aktif memiliki jaringan porous (berlubang) yang sangat luas yang berubah-ubah
bentuknya untuk menerima molekul pengotor baik besar maupun kecil.
Permukaan karbon yang mampu menarik molekul organik misalnya merupakan salah
satu contoh mekanisme jerapan, begitu juga yang terjadi pada antar muka air-udara, yaitu
mekanisme yang terjadi pada suatu protein skimmer. Jerapan adalah suatu proses dimana
suatu partikel “menempel” pada suatu permukaan akibat dari adanya “perbedaan” muatan
lemah diantara kedua benda (gaya Van der Waals), sehingga akhirnya akan terbentuk suatu
lapisan tipis partikel-pertikel halus pada permukaan tersebut. Disamping karbon aktif
sebagai adsorben juga tergolong sebagai zat pemberat.
Zeolit dapat menurunkan COD 10-40%, dan karbon aktif dapat menurunkan COD 10-
60 %.[1
Detergen mempunyai ikatan – ikatan organik. Proses khlorinasi akan memecah
ikatan tersebut membentuk garam ammonium khlorida meskipun akan menghasilkan
haloform dan trihalomethans jika zat organiknya berlebih.
Dari pembahasan diatas umumnya pengolahan detergen secara teknik dapat
mengadopsi prinsip pengolahan limbah cair dimana skemanya dapat dilihat seperti dibawah
ini :
Kesimpulan
1. Detergen merupakan salah satu polutan air yang harus dihilangkan.
2. Teknik pengolahan detergen dapat dilakukan menggunakan berbagai macam teknik
misalnya biologi yaitu dengan bantuan bakteri, koagulasi-flokulasi-flotasi, adsorpsi
karbon aktif, lumpur aktif, khlorinasi dan teknik representatif lainnya tergantung dari
efektifitas kebutuhan dan efisiensi financial.
http://smk3ae.wordpress.com/2008/07/15/metode-pengolahan-detergen/
Tujuan
Mengetahui dan menganalisi dampak air yang tercemar detergen terhadap organisme yang hidup di air, dalam hal ini ikan mas (cyprinus carpio)
Materi EssensialPolusi atau pencemaran adalah keadaan dimana suatu lingkungan sudah tidak alami lagi karena telah tercemar oleh polutan. Misalnya air sungai yang tidak tercemar airnya masih murni dan alami, tidak ada zat-zat kimia yang berbahaya, sedangkan air sungai yang telah tercemar oleh detergen misalnya, mengandung zat kimia yang berbahaya, baik bagi organisme yang hidup di sungai tersebut maupun bagi makhluk hidup lain yang tinggal di sekitar sungai tersebut.Polutan adalah zat atau substansi yang mencemari lingkungan. Air limbah detergen termasuk polutan karena didalamnya terdapat zat yang disebut ABS. Jenis deterjen yang banyak digunakan di rumah tangga sebagai bahan pencuci pakaian adalah deterjen anti noda. Deterjen jenis ini mengandung ABS (alkyl benzene sulphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras. Deterjen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Rubiatadji, 1993). Lingkungan perairan yang tercemar limbah deterjen kategori keras ini dalamkonsentrasi tinggi akan mengancam dan membahayakan kehidupan biota airdan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.Ikan mas (cyprinus carpio) adalah organisme air yang responsif atau peka terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungannya. Insang adalah alat yang digunakannya untuk bernafas. Pada insang terjadi pertukaran O2 dan CO2. Mekanismenya adalah tutup insang menutup, mulut terbuka, air masuk melalui mulut, lalu air melewati insang, terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida, lalu mulut menutup, tutup insang (operculum) terbuka, dan akhirnya air keluar dari insang. Oksigen masuk ke aliran darahnyaDifusi adalah perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Mekanisme pernafasan ikan melalui insang
Alat dan Bahan- 5 buah Aqua gelas bekas- Larutan detergen 0,1% (100cc air murni + 0,1 gram detergen)- Larutan detergen 0,5% (100cc air murni + 0,5 gram detergen)- Larutan detergen 1% (100cc air murni + 1 gram detergen)- Larutan detergen 1,5% (100cc air murni + 1,5 gram detergen)- 5 ekor ikan mas kecil (cyprinus carpio)- 3,1 gram detergen perkelompok- StopwatchCara Kerja- Buat larutan detergen dengan konsentrasi 0,1% , 0,5% , 1% , dan 1,5%
- Beri label pada masing-masing aqua gelas- Tuangkan larutan detergen ke masing-masing aqua gelas sesuai dengan labelnya- Masukkan ikan secara bersamaan ke dalam aqua gelas lalu mulai penghitungan waktu- Amati ikan pada setiap menit lalu catat. Lakukan selama 5 menit. Apakah ikan aktif, lemas, mengambang, mengeluarkan lendir, atau keluarkah insangnya? Atau langsung mati?Hasil Pengamatan
PembahasanIkan mas yang berada di air murni terus bergerak aktif dan tidak mengalami gangguan apapun terhadap insangnya karena lingkungannya normal, tidak tercemar. Sedangkan empat ikan lainnya berenang di air yang telah tercemari detergen, mulai dari 0,1% sampai 1,5%, sehingga mereka mengalami gangguan pada organnya, terutama insang. Insangnya sampai membengkak dan mengeluarkan lendir. Ikan-ikan itu pun akhirnya mengambang dan mati.Mengapa insang ikan-ikan dalam larutan detergen itu membengkak, keluar, lalu mengeluarkan lendir? Jawabannya adalah difusi. Difusi adalah perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Konsentrasi larutan detergen lebih tinggi dari sitoplasma sehingga partikel detergen berdifusi dari larutan ke sel-sel pada insang ikan. Larutan detergen terus-menerus berdifusi ke sel-sel insang dan insang pun akhirnya membengkak. Lama kelamaan sel-sel insang mengalami plasmolisis (pecahnya sel) karena partikel detergen terus berdifusi. Karena selnya pecah, sitoplasma pun keluar, sehingga insang ikan terlihat mengeluarkan lendir. Setelah sel-sel insangnya pecah, tentu saja ikan kehilangan organ untuk bernapas sehingga akhirnya ikan-ikan pada larutan detergen lemas dan kemudian mati satu per satu.Cepat lambatnya insang ikan tersebut membengkak lalu mati dipengaruhi oleh konsentrasi detergen pada air. Semakin tinggi konsentrasi detergen pada air, semakin cepat ikan itu akan mati.KesimpulanAir yang tercemari detergen dapat mengancam kehidupan organisme yang hidup di dalamnya, salah satunya adalah ikan. Selain ikan masih banyak organisme lain, seperti fitoplankton, zooplankton/protozoa, cyanobacteria, dan lain-lain. Jika organisme-organisme seperti
fitoplankton mati, maka zooplankton akan mati karena tidak ada makanan, ikan-ikan pun akan mati karena zooplankton yang biasa dimakan tidak ada. Dengan kata lain detergen dan polutan lainnya yang mencemari air dapat memusnahkan seluruh organisme yang hidup di dalamnya.Besar tidaknya pengaruh detergen dan polutan lainnya pada ikan dan makhluk hidup lain tergantung pada konsentrasi polutan tersebut. Semakin tinggi konsentrasi polutan, semakin besar pengaruhnya.SaranGunakanlah detergen sebijaksana mungkin, jangan buang air cucian ke perairan yang banyak organisme yang hidup di dalamnya. Gunakanlah ilmu pengetahuan kita untuk menciptakan solusi masalah ini, misalnya detergen yang ramah lingkungan. Dan yang paling penting, mari kita memohon ampun pada Allah Swt., karena selama ini kita telah meracuni alam-Nya, alam sekitar kita.Sumber Materi Essensial- Modul PLH berupa fotokopi dari Bu Timi- Microsoft Encarta 2004 Reference Library- Karmana, Oman. 2007.
http://tutorjunior.blogspot.com/2009/10/mengetahui-dampak-air-limbah-detergen.html
Deterjen yang selama ini kita gunakan untuk mencuci pakaian sebenarny merupakan hasil sampingan dari proses penyulingan minyak bumi yang diberi berbagai tambahan bahan kimia seperti fosfat, silikat, bahan pewarna, dan bahan pewangi. Generasi awal deterjen pertama kali muncul dan mulai diperkenalkan ke masyarakat sekitar tahun 1960-an dengan menggunakan bahan kimia pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) sebagai penghasil busa.(Wikipedia, 2009).
Awalnya inovasi yang dianggap cemerlang ini ini mendapatkan respon yang menggembirakan. Namun seiring berjalannya waktu, ABS setelah diteliti lebih lanjut diketahui mempunyai efek destruktif (buruk) terhadap lingkungan yakni sulit diuraikan oleh mikroorganisme. Hal ini menjadikan sisa limbah deterjen yang dikeluarkan setiap hari oleh rumah tangga akan menjadi limbah berbahaya dan mengancam stabilitas lingkungan hidup kita.
Beberapa negara di dunia secara resmi telah melarang penggunaan zat ABS ini dalam pembuatan deterjen dan memperkenalkan senyawa kimia baru yang disebut Linier Alkyl Sulfonat, atau lebih sering jika kita lihat di berbagai label produk deterjen yang kita pakai dengan nama LAS yang relatif lebih ramah lingkungan. Akan tetapi penelitian terbaru oleh para ahli menyebutkan bahwa senyawa ini juga menimbulkan kerugian yang tidak sedikit terhadap lingkungan. Menurut data yang diperoleh bahwa dikatakan alam lingkungan kita membutuhkan waktu selama 90 hari untuk mengurai LAS dan hanya 50% dari keseluruhan yang dapat diurai.
Efek paling nyata yang disebabkan oleh limbah deterjen rumah tangga adalah terjadinya eutrofikasi (pesatnya pertumbuhan ganggang dan enceng gondok). Limbah deterjen yang dibuang ke kolam ataupun rawa akan memicu ledakan pertumbuhan ganggang dan enceng
gondok sehingga dasar air tidak mampu ditembus oleh sinar matahari, kadar oksigen berkurang secara drastis, kehidupan biota air mengalami degradasi, dan unsur hara meningkat sangat pesat. Jika hal seperti ini tidak segera diatasi, ekosistem akan terganggu dan berakibat merugikan manusia itu sendiri, sebagai contoh saja lingkungan tempat pembuangan saluran selokan. Secara tidak langsung rumah tangga pasti membuang limbah deterjennya melalui saluran selokan ini, dan coba kita lihat, di penghujung saluran selokan begitu banyak eceng gondok yang hidup dengan kepadatan populasi yang sangat besar.
Selain merusak lingkungan alam, efek buruk deterjen yang dirasakan tentu tak lepas dari para konsumennya. Dampaknya juga dapat mengakibatkan gangguan pada lingkungan kesehatan manusia. Saat seusai kita mencuci baju, kulit tangan kita terasa kering, panas, melepuh, retak-retak, gampang mengelupas hingga mengakibatkan gatal dan kadang menjadi alergi.
Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa deterjen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan bersifat karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Sedangkan tinja merupakan jenis vektor pembawa berbagai macam penyakit bagi manusia. Bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik adalah mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja, karena dapat menularkan beragam penyakit bila masuk tubuh manusia, dalam 1 gram tinja mengandung 1 milyar partikel virus infektif, yang mampu bertahan hidup selama beberapa minggu pada suhu dibawah 10 derajat Celcius.
Dalam jangka panjang, air minum yang telah terkontaminasi limbah deterjen berpotensi sebagai salah satu penyebab penyakit kanker (karsinogenik). Proses penguraian deterjen akan menghasilkan sisa benzena yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena yang sangat berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada pengolahan air minum, mengingat digunakannya kaporit (dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai pembunuh kuman pada proses klorinasi
Pada percobaan tersebut dapat dianalisa bahwa deterjen itu memang mempunyai dampak buruk terhadap berbagai lingkungan kehidupan kita. Baik itu lingkungan terrestrial dimana kita hidup, kemudian lingkungan perairan termasuk organisme yang hidup di dalamnya, atau bahkan juga lingkungan kesehatan manusia sendiri yang sebenarnya tanpa kita sadari mulai perlahan-lahan menyerang kesehatan kita.
http://www.rajagrosir.com/news/1/Bahaya-Deterjen-Bagi-Kesehatan-Lingkungan
Bahan macam makhluk yang hidup dalam air antara lain bermacam-macam ikan, buaya, penyu, katak, mikroorganisme, ganggang, tanaman air dan lumut. Kesemuanya termasuk dalam kehidupan akuatik. Apabila sumber air tempat kehidupan akuatik tercemar, maka siklus makanan dalam air terganggu dan ekosistem air/kehidupan akuatik akan terganggu pula. Misal organisme yang kecil/lemah seperti plankton banyak yang mati karena banyak keracunan bahan tercemar, ikan-ikan kecil pemakan plankton banyak yang mati karena kekurangan makanan, demikian pula ikan-ikan yang lebih besar pemakan ikan-ikan kecil bila kekurangan makanan akan mati.
Kehidupan akuatik dapat pula terganggu karena:
a) Perairan kekurangan kadar oksigen atau sinar matahari yang disebabkan air menjadi keruh oleh pencemaran tanah/lumpur.
b) Permukaan perairan tertutup oleh lapisan bahan pencemar minyak atau busa deterjen, sehingga sinar matahari dan oksigen yang diperlukan untuk kehidupan akuatik tidak dapat menembus permukaan air masuk ke dalam air.
c) Berkurang/habisnya kadar oksigen dalam proses pengairan bahan pencemar senyawa organik.
d) Permukaan air tertutup oleh tanaman air seperti enceng gondok sebagai bahan pencemar yang tumbuh subur oleh adanya bahan pencemar berupa makanan penyubur tanaman seperti senyawa-senyawa fosfat, nitrat.
e) Peningkatan suhu air karena adanya bahan pencemar panas dari industri-industri yang menggunakan air sebagai pendingin, atau sebagai air bangunan dari pembangkit tenaga listrik.
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/pencemaran-air/pengaruh-pencemaran-air-terhadap-kehidupan-akuatik/
Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, detergen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.
o
Komposisi
Pada umumnya, detergen mengandung bahan-bahan berikut:
Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Secara garis besar, terdapat empat kategori surfaktan yaitu:
a. Anionik :
-Alkyl Benzene Sulfonate (ABS)
-Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS)
-Alpha Olein Sulfonate (AOS)
b. Kationik : Garam Ammonium
c. Non ionik : Nonyl phenol polyethoxyle
d. Amphoterik : Acyl Ethylenediamines
Builder
Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air.
a. Fosfat : Sodium Tri Poly Phosphate (STPP)
b. Asetat :
- Nitril Tri Acetate (NTA)
- Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA)
c. Silikat : Zeolit
d. Sitrat : Asam Sitrat
Filler
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh Sodium sulfat.
Aditif
Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzim, Boraks, Sodium klorida, Carboxy Methyl Cellulose (CMC
http://id.wikipedia.org/wiki/Deterjen