Upload
hoangkhuong
View
221
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
DETERMINAN STATUS ANEMIA, AKTIVITAS FISIK DAN
PRESTASI BELAJAR SISWA DI SDN PASANGGRAHAN II
PURWAKARTA
DWI RUSMAWATI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul determinan status
anemia, prestasi belajar dan aktivitas fisik siswa SDN Pasanggrahan II Purwakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta
dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2013
Dwi Rusmawati
NIM I14104028
ABSTRAK
DWI RUSMAWATI. Determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi
belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Dibimbing oleh HIDAYAT
SYARIEF dan IKEU TANZIHA
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari determinan status anemia,
aktivitas fisik dan prestasi belajar. Penelitian ini menggunakan desain cross
sectional study. Sampel dalam penelitian ini adalah 52 siswa sekolah dasar. Data
konsumsi diperoleh dengan metode food recall untuk menghitung konsumsi
sumber zat besi, data prestasi belajar menggunakan nilai ujian akhir semester dan
regresi linear berganda digunakan untuk analisis determinan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar murid berada dalam status normal sebanyak
(51.92%) dan anemia sebanyak (48.08%). Pengetahuan gizi pada kedua kelompok
pada kategori kurang, sebagian besar asupan energi pada kategori defisit berat
baik pada kelompok anemia (68%) maupun normal (55.5%). Aktivitas fisik siswa
anemia dan siswa normal dalam kategori ringan. Prestasi belajar dalam kategori
kurang dengan skor kurang dari 60. Hasil uji kolerasi Spearman menunjukan tidak
ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status anemia(p>0.05) dan hasil uji
kolerasi Pearson menunjukan tidak ada hubungan antara prestasi belajar dengan
status anemia (p>0.05). Hasil regresi linear berganda menunjukan konsumsi
daging unggas berpengaruh negatif signifikan terhadap status anemia.
Kata kunci: Konsumsi pangan sumber zat besi, status anemia, aktivitas fisik dan
prestasi belajar.
ABSTRACT
DWI RUSMAWATI. Determinant of anemia status, physical activity and
academic achievement of students at SDN Pasanggrahan II Purwakarta.
Supervised by HIDAYAT SYARIEF and IKEU TANZIHA.
This study was aimed to examine determinant of anemia status, physical
activity and academic achievement of students. This research used a cross
sectional study. The number of samples were 52 elementary school student. Food
consumption recall was used to measure iron source food consumption, academic
achievement data was taken from exam semester and linear regression used for
analysis determinants. Result showed a large number of children in normal status
(51.92%) while the rest was anemia (48.08%). Nutritional knowledge of anemia
student and normal student was low. Both anemia (68%) and normal student
(55.6%) experience severe energy deficit, physical activity of anemia and normal
students was classified as light. Academic achievement of students were very low
with the score only below 60. Spearman correlation showed there was no
relationship between physical activity with anemia status (p>0.05) and Pearson’s
correlation showed there’s no relationship between academic score with anemia
status (p>0.05). The result of regression analysis showed that poultry has negative
significant effect anemia status.
Keywords: Iron source food consumption, anemia status, physical activity and
academic achievement
RINGKASAN
DWI RUSMAWATI. Determinan status anemia ,aktivitas fisik dan prestasi
belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Di bawah bimbingan
HIDAYAT SYARIEF dan IKEU TANZIHA
Penelitian ini bertujuan mempelajari hubungan pengetahuan, konsumsi
pangan sumber zat besi dengan status anemia serta kaitannya terhadap aktivitas
fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Adapun
tujuan khusus yaitu 1) Mempelajari status anemia siswa; 2) Mempelajari
karakteristik siswa dan keluarga siswa berdasarkan status anemia siswa; 3)
Mempelajari pengetahuan gizi siswa berdasarkan status anemia siswa; 4)
Mempelajari kebiasaan makan sumber zat besi siswa berdasarkan status anemia;
5) Mengkaji hubungan kebiasaan konsumsi pangan sumber zat besi dengan status
anemia; 6) Mengkaji hubungan status anemia dan aktifitas fisik
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, Contoh
penelitian adalah siswa kelas empat dan lima sekolah dasar Pasanggrahan II, Desa
Pasanggrahan, Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa
Barat yang berjumlah 52 siswa. Cara penarikan contoh diambil secara purposive
sampling yaitu siswi bersedia berpartisipasi dan diwawancarai sampai selesai dan
telah mengisi inform consent. Jumlah siswa yang mengalami anemia sebanyak 25
siswa (48.1%) dan normal sebanyak 27 siswa (51.9%).
Karakteristik siswa yang diamati meliputi usia siswa, jenis kelamin, dan
uang saku siswa. Usia sebanyak 18 siswa (34.6%) berumur 9-10 tahun, 6 siswa
(11.5%) berumur 11 tahun dan 10 siswa (19.2%) berumur 12 tahun. Jenis kelamin
kelompok siswa anemia sebanyak 14 siswa perempuan (56%) dan 11 siswa laki-
laki (44%) demikian pula pada kelompok siswa normal sebanyak 16 siswi
perempuan (59.3%) dan 11 siswa laki-laki (42.3). Rata-rata uang saku yang
dimiliki kelompok siswa anemia yaitu Rp. 1920±972.9 dan pada kelompok
siswa normal yaitu sebesar Rp. 1740.7 ± 891.96.
Karakteristik keluarga yang diamati meliputi besar keluarga, pendidikan
orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan keluarga. Berdasarkan hasil
diketahui sebagian besar baik kelompok siswa anemia (56%) maupun kelompok
siswa normal (74.1%) merupakan termasuk dalam besar keluarga dalam kategori
sedang (5-7 orang), untuk pendidikan terakhir orang tua yang meliputi ayah dan
ibu diketahui bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (60%) maupun
kelompok normal (77.8%) tingkat pendidikan ayah yaitu SD (sekolah dasar)
demikian pula pada pendidikan ibu, sebagian besar baik kelompok siswa anemia
(84%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) tingkat pendidikan ibu yaitu SD.
Pekerjaan ayah sebagian besar baik kelompok siswa anemia (64%) maupun
kelompok siswa normal (63%) bekerja sebagai buruh bagunan demikian pula
sebagian besar pekerjaan ibu baik kelompok siswa anemia (80%) maupun
kelompok siswa normal (81.5%) sebagai ibu rumah tangga dan untuk pendapatan
perkapita dikelompokan berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Purwakarta
tahun 2010 yaitu Rp 226.118/kapita/bulan. Berdasarkan data diketahui bahwa
sebagian besar baik kelompok siswa anemia (72%) maupun kelompok siswa
normal (78.8%) dikategorikan miskin. Berdasarkan uji beda T-Test diketahui
bahwa niali p>0.05, hal ini menunjukan bahwa kerakteristik keluarga (besar
keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan perkapita)
tidak berbeda signifikan pada kedua kelompok. .
Pengetahuan gizi sebagian besar baik kelompok siswa anemia (88%)
maupun kelompok siswa normal (74.1%) memiliki tingkat pengetahuan dalam
kategori kurang. Berdasarkan uji beda T-Test menunjukan tidak ada perbedaan
signifikan pengetahuan p>0.05 pada kedua kelompok tersebut.
Konsumsi pangan sumber zat besi yang diteliti terdiri dari kebiasaan
makan, khususnya sumber pangan hewani seperti daging berwarna merah,daging
berwarna putih (ayam, burung), telur dan ikan segar. Berdasarkan hasil uji beda
didapatkan hasil bahwa pada kelompok siswa anemia dan normal konsumsi
pangan sumber zat besi (konsumsi daging merah, telur dan ikan segar) tidak
berbeda signifikan sebesar p>0.05, sedangkan untuk konsumsi daging putih
berbeda signifikan terhadap status anemia pada kelompok anemia dan normal.
Berdasarkan uji beda T-test memiliki nilai p<0.05. Konsumsi daging merah baik
kelompok siswa anemia (76%) maupun kelompok siswa normak (74.1%)
sebagian besar pada kategori tidak pernah menkonsumsi. Konsumsi daging
berwarna putih pada kelompok siswa anemia (56%) tidak pernah menkonsumsi
dan kelompok siswa normal (59.3%) dalam kategori jarang. Frekuensi konsumsi
telur baik pada kelompok siswa anemia (56%) dan normal (63%) dalam kategori
jarang dan kemudian pada frekuensi ikan pada anemia (80%) dan normal (58.1%)
dalam kategori jarang.
Tingkat kecukupan energi baik kelompok siswa anemia (68%) maupun
normal (55.5%) tergolong dalam tingkat defisit berat. Tingkat kecukupan protein
pada kelompok siswa anemia (28%) tergolong difisit tingkat berat sedangkan
kelompok normal (29.6%) kategori cukup, demikian pula pada tingkat kecukupan
zat besi kelompok siswa anemia (52%) kategori kurang tetapi kelompok siswa
normal (55.6%) dalam kategori cukup.Tingkat kecukupan kalsium, Vitamin B,
Vitamin C, berada dalam kategori kurang pada kedua kelompok dan tingkat
kecukupan vitamin A tergolong dalam kategori cukup pada kedua kelompok.
Prestasi belajar siswa dilihat bersadarkan evaluasi belajar didapatkan
bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (72%) maupun normal (63%)
mempunyai prestasi belajar pada kategori kurang.
Aktivitas fisik siswa didapatkan sebagian besar kelompok siswa anemia
(64%) maupun normal (55.6%) mempunyai aktivitas fisik pada kategori ringan
Bedasarkan uji beda T-Test didaptkan nilai p>0.05, hal tersebut dapat dikatakan
bahwa status anemia siswa tidak berbeda signifikan pada kedua kelompok. Dan
berdasarkan uji spearman tidak ada hubungan yang nyata antara status anemia
dengan aktivitas fisik.
Berdasarkan analisis regresi linear berganda yang dilakukan bahwa factor
factor yang berpengaruhi status anemia didapatkan hasil bahwa dari semua factor
yang independen yang diuji terlihat bahwa tidak berpengaruh signifikan terhadap
factor dependen (status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar) dengan p>0.05.
Keywords: konsumsi pangan sumber zat besi, status anemia, aktivitas fisik dan
prestasi belajar
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DETERMINAN STATUS ANEMIA, AKTIVITAS FISIK DAN
PRESTASI BELAJAR SISWA DI SDN PASANGGRAHAN II
PURWAKARTA
DWI RUSMAWATI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul : Determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar
siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta
Nama : Dwi Rusmawati
NIM : I14104028
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS
Pembimbing I
Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN
Pasanggrahan II Purwakarta. Terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai
pihak yang telah membantu penyelesaian laporan ini :
1. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan skipsi.
2. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing kedua yang telah
memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan skipsi.
3. dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan
penguji skripsi yang telah memberikan arahan dalam penyusunan skripsi.
4. Yayasan Nurani Dunia, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), serta para
guru dan siswa SDN Pasanggrahan II yang telah banyak membantu dalam
penelitian ini.
5. Komisi Pendidikan Departemen Gizi masyarakat IPB yang telah banyak
membantu penulis selama menempuh pendidikan S1.
6. Kedua orang tua Bapak Mansyur dan Ibu Rusmini tercinta serta keluarga
Besarku karena tanpa dorongan semangat, pertolongan, doa dan kasih sayang
mereka laporan ini tidak akan pernah terselesaikan.
7. Teman-teman gizi masyarakat alih jenis 04 yang telah banyak membantu.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, mengingat
penulis masih dalam tahap belajar sehingga terdapat keterbatasan ilmu
pengetahuan dan pengalaman. Demikian laporan ini dibuat dengan harapan
semoga bermanfaat bagi penulis serta pembaca lainnya
Bogor, Mei 2013
Dwi Rusmawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Kegunaan Penelitian 2
Hipotesis 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
KERANGKA PEMIKIRAN 13
METODE PENELITIAN 15
Desain, Tempat, dan Waktu 15
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 15
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 15
Pengolahan dan Analisis Data 16
HASIL DAN PEMBAHASAN 19
Keadaan Umum Sekolah 19
Status anemia Siswa 19
Karakteristik Siswa 20
Karakteristik Keluarga 21
Pengetahuan Gizi 24
Kebiasaan Makan 26
Asupan Energi dan Protein 31
Prestasi Belajar 33
Aktivitas Fisik 35
KESIMPULAN DAN SARAN 38
Kesimpulan 38
Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 42
RIWAYAT HIDUP 54
DAFTAR TABEL
1. Kecukupan zat besi untuk anak usia sekolah ..................................................... 7
2. Kadar Hb dan volume hematokrit sebagai indikator anemia ............................. 7
3. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................................... 15
4. Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR ................................................ 18
5. Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL .................................... 18
6. Sebaran siswa berdasarkan status anemia ........................................................ 19
7. Sebaran siswa berdasarkan karakteristik siswa dan status anemia .................. 20
8. Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan status anemia ............. 22
9. Sebaran siswa berdasarkan jawaban benar dari pertanyaan pengetahuan
gizi dan status anemia .................................................................................... 25
10. Sebaran siswa berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status anemia ........ 26
11. Sebaran siswa berdasarkan frekuensi makan sehari,sarapan serta status
anemia ............................................................................................................ 27
12. Sebaran siswa berdasarkan konsumsi pangan sumber hewani dan
turunannya serta status anemia ...................................................................... 28
13. Sebaran siswa berdasarkan konsumsi pangan nabati dan status anemia ........ 29
14. Sebaran siswa berdasarkan konsumsi sayur,buah dan status anemia ........... 30
15. Sebaran siswa berdasarkan konsumsi teh dan status anemia .......................... 31
16. Sebaran siswa berdasarkan kecukupan zat gizi serta status anemia ............... 32
17. Sebaran siswa berdasarkan rata-rata asupan zat gizi dan status anemia ........ 33
18. Sebaran siswa berdasarkan uji statistika ........................................................ 34
19. Sebaran siswa berdasarkan rata-rata nilai dan status anemia .......................... 34
20. Sebaran siswa berdasarkan tingkat prestasi belajar dan status anemia ........... 34
21. Sebaran siswa berdasarkan aktivitas fisik dan status anemia .......................... 35
22. Sebaran siswa berdasarkan rata-rata alokasi waktu dan status anemia ........... 35
DAFTAR GAMBAR
1. Penyebab langsung dan tidak langsung anemia gizi besi di Indonesia .............. 9
2. Kerangka pemikiran pengetahuan gizi, konsumsi pangan sumber zat besi,
serta dampaknya terhadap aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa dengan
status anemia di SDN Pasanggrahan II PurwakartaPenyebab langsung dan
tidak langsung anemia gizi besi di Indonesia .................................................. 14
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu modal
dalam pembangunan dan kemajuan suatu Negara. Oleh karena itu kualitas
sumberdaya manusia menentukan kemajuan dan keberhasilan kehidupan. Hal
tersebut akan terwujud apabila individu-individu dalam suatu bangsa bisa
bertahan dari tantangan dan persaingan yang ada. Generasi muda merupakan
ujung tombak sebagai penerus kelangsungan hidup suatu bangsa di masa yang
akan datang.
Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesehatan perorangan
atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat
gizi yang diperoleh dari makanan (Soekirman 2000). Salah satu masalah gizi
utama yaitu kekurangan zat besi, disamping masalah kekurangan energi protein
(KEP), gangguan akibat kekurangan iodium (GAKY), dan kekurangan vitamin A
(KVA).
Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang
lebih baik daripada kelompok balita karena kelompok usia sekolah mudah
dijangkau oleh berbagai upaya perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah
maupun oleh kelompok swasta. Meskipun demikian masih terdapat berbagai
kondisi gizi pada anak sekolah yang kurang memuaskan, misalnya berat badan
yang kurang, anemia defisiensi besi, defisiensi seng dan vitamin A yang banyak
dialami oleh anak sekolah (Sediaoetama 2000).
Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa hendaknya memiliki status
gizi yang baik untuk mendukung proses belajar yang optimal. Saat ini istilah gizi
tidak hanya berkaitan dengan kesehatan tetapi gizi juga dikaitkan dengan potensi
ekonomi seseorang karena berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan
belajar, dan produktivitas kerja (Almatsier 2004).
Fungsi dari zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak adalah
untuk menghasilkan energi yang diperlukan anak untuk melakukan kegiatan dan
aktivitas fisik. Kekurangan energi dan protein pada anak sekolah menyebabkan
anak menjadi lemah daya tahan tubuhnya dan terjadi penurunan konsentrasi
belajar (Depkes 2005).
Fungsi dari Vitamin A, besi dan seng berperan dalam membantu proses
pertumbuhan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh anak (Almatsier 2004).
Defisiensi zat besi pada anak dapat menyebabkan anemia, menghambat
pertumbuhan, menurunkan kemampuan fisik dan dapat menurunkan konsentrasi
belajar serta meningkatkan kejadian penyakit infeksi. Defisiensi zat besi juga
dapat mengganggu perkembangan mental dan motorik anak.
Menurut data Riskesdas (2007), prevalensi penderita anemia Provinsi
Jawa Barat pada tahun 2007 mencapai 18.8%. Anak usia sekolah merupakan
salah satu kelompok yang banyak ditemukan menderita masalah gizi tersebut,
disamping ibu hamil. Penelitian yang dilakukan oleh Munandar (2005) pada anak
sekolah dasar di Kabupaten Purwakarta didapatkan bahwa prevalensi kejadian
anak yang menderita anemia adalah 24.3%. Departemen Kesehatan menetapkan
Cut off Point prevalensi anemia pada anak sekolah sebagai batas masalah
2
kesehatan masyarakat di Indonesia yaitu > 15% (Depkes RI, 1996). Prevalensi
anemia mencapai 40% maka tergolong masalah berat, prevalensi 10-39%
tergolong sedang dan kurang dari 10% tergolong masalah ringan (WHO 2000).
Pengetahuan gizi diperoleh seseorang melalui pendidikan formal dan non
formal. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
keadaan gizinya.
Berdasarkan prevalensi anemia seperti yang disebutkan di atas diketahui
bahwa kejadian anemia merupakan masalah gizi yang masih menyerang anak
sekolah. Efek yang ditimbulkan anemia sangat merugikan bagi perkembangan
anak, akibat yang paling jelas terlihat dari anemia gizi besi pada anak sekolah
adalah menurunnya kemampuan berpikir seperti konsentrasi dan kecerdasan
berkurang dan terganggunya aktivitas fisik karena kondisi badan yang mudah
lelah. Selain itu anemia gizi besi dapat mengganggu respons sistem kekebalan,
terutama sel limfosit-T, sehingga mempermudah terserang penyakit infeksi
(Almatsier 2004). Mengingat pentingnya status anemia terhadap prestasi belajar
anak dan aktivitas fisik maka peneliti tertarik untuk meneliti determinan status
anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II
Purwakarta.
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah determinan status anemia,
aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian adalah sebagai berikut
1. Mempelajari status anemia siswa.
2. Mempelajari karakteristik siswa dan keluarga siswa berdasarkan status
anemia siswa.
3. Mempelajari pengetahuan gizi siswa berdasarkan status anemia siswa.
4. Mempelajari kebiasaan makan sumber zat besi siswa berdasarkan status
anemia.
5. Mengkaji hubungan kebiasaan konsumsi pangan sumber zat besi dengan
status anemia.
6. Mengkaji hubungan status anemia dan aktivitas fisik.
7. Mengkaji hubungan status anemia dan prestasi belajar.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran informasi
bagi siswa, guru dan wali murid tentang pentingnya fungsi zat gizi bagi tubuh kita
khususnya bagi anak sekolah dasar sehingga diharapkan siswa mampu mengatur
konsumsi makannya, sehingga pula dengan pengaturan makanan yang baik dapat
membuat siswa mampu memenuhi gizinya secara lebih baik.
3
Hipotesis
1. Status anemia berhubungan dengan aktivitas fisik siswa sekolah dasar
Pasanggrahan II Purwakarta.
2. Status anemia berhubungan dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar
Pasanggrahan II Purwakarta
TINJAUAN PUSTAKA
Anak Sekolah
Usia anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang
manusia dewasa nantinya. Saat ini masih terdapat perbedaan dalam penentuan
usia anak. Menurut UU no 20 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan WHO
yang dikatakan masuk usia anak adalah sebelum usia 18 tahun dan yang belum
menikah. American Academic of Pediatric tahun 1998 memberikan rekomendasi
yang lain tentang batasan usia anak yaitu mulai dari fetus (janin) hingga usia 21
tahun. Batas usia anak tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik dan
psikososial, perkembangan anak, dan karakteristik kesehatannya. Usia anak
sekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja, awal usia dewasa
hingga mencapai tahap proses perkembangan sudah lengkap (Arisman 2004).
Kebutuhan yang meningkat harus diimbangi dengan makanan yang
ditingkatkan. Suatu peraturan yang baik adalah dengan memberikan makanan
kepada anak yang mengandung minimal tiga zat gizi dalam jumlah yang cukup
banyak sehingga pertumbuhan dan perkembangan fisik tetap berjalan optimal
(Nasoetion & Riyadi 1996).
Kelompok anak usia sekolah ini merupakan kelompok anak yang sedang
berada pada proses tumbuh kembang fisik dan psikososial yang pesat dan bila
berlangsung secara optimal, sangat diharapkan akan terjadi peningkatan prestasi
akademik, produktivitas kerja dan prestasi olahraga di masa kini dan akan
datang. Tetapi apabila anak sekolah mengalami anemia akan menyebabkan
berbagai macam dampak yang tidak menguntungkan. Anak usia sekolah yang
menderita anemia gizi besi akan mengalami penurunan kemampuan kognitif,
penurunan kemampuan belajar, dan pada akhirnya akan menurunkan prestasi
belajar.
Menurut Almatsier (2004), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
defisiensi besi dengan fungsi otak. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap
fungsi otak terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter (penghantar syaraf).
Akibatnya, kepekaan reseptor syaraf dopamin berkurang yang dapat berakhir
dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan
kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi
kelenjar tiroid dan kemampuan mengatur suhu tubuh juga menurun.
Orang tua dan guru adalah sosok pendamping saat anak melakukan
aktivitas kehidupannya setiap hari. Peranan mereka sangat dominan dan sangat
menentukan kualitas hidup anak di kemudian hari, sehingga sangatlah penting
4
bagi mereka untuk mengetahui dan memahami permasalahan dan gangguan
kesehatan pada anak usia sekolah yang cukup luas dan kompleks. Deteksi dini
gangguan kesehatan anak usia sekolah dapat mencegah atau mengurangi
komplikasi dan permasalahan yang diakibatkan menjadi lebih berat lagi.
Peningkatan perhatian terhadap kesehatan anak usia sekolah tersebut, diharapkan
dapat tercipta anak usia sekolah Indonesia yang cerdas, sehat dan berprestasi.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat
gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan
gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah
atau buruk (Suhardjo 1996). Pengetahuan diperoleh seseorang melalui
pendidikan formal, informal dan nonformal. Tingkat pengetahuan gizi seseorang
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizinya
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup
sehat. Perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan
mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal
kesehatan dan gizi. Usia ibu yang relatif masih muda cenderung memiliki sedikit
sekali pengetahuan tentang gizi dan pengalaman dalam mengasuh anak
(Hurlock 1998).
Pengukuran Pengetahuan Gizi
Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan
instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda atau multiple choice test.
Instrumen ini merupakan bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di
dalam menyusun instrumen ini diperlukan jawaban-jawaban yang sudah tertera di
dalam tes dan responden hanya memilih jawaban yang menurutnya benar.
Alternatif jawaban yang benar dari berbagai opsi disebut jawaban, sedangkan
alternatif yang salah disebut distracter. Distracter yang baik mempunyai ciri
karakteristik yang hampir mirip dengan jawaban, dengan demikian responden
harus berpikir dahulu sebelum menentukan pilihan jawaban yang benar. Multiple
choice test dapat digunakan untuk mengukur berbagai aspek yang terkait di dalam
ranah kognitif. Bentuk soal multiple choice test akan menghilangkan antivalensi
dari persoalan yang ditanyakan sehingga pertanyaan dapat dijawab sesuai dengan
yang diminta. Bentuk soal ini mempunyai reliabilitas yang tinggi. Adanya opsi
jawaban sebanyak empat butir pilihan mengurangi kesempatan menebak
(Khomsan 2000).
Pembuatan instrumen untuk mengukur pengetahuan gizi hendaknya
memperhatikan aspek reliabilitas dan validitas alat ukur, selain itu jumlah butir
tes harus cukup memenuhi untuk menggambarkan tingkat pengetahuan gizi yang
sesungguhnya. Dengan jumlah soal 20 butir kiranya cukup untuk mengukur
5
domain pengetahuan gizi tertentu. Tahapan penilaian dilakukan dengan memberi
skor tertentu pada jawaban yang salah atau benar, untuk soal berbentuk correct-
answer multiple choice atau soal dengan satu jawaban benar maka penilaian
dilakukan dengan memberi skor 1 untuk opsi jawaban benar dan 0 untuk opsi
jawaban salah. Sedangkan untuk soal best answer multiple choice, maka opsi
yang paling benar diberi skor tertinggi misalnya 3 kemudian berturut-turut 2,1
dan 0 untuk jawaban yang tingkat kebenarannya kurang. Skor 0 bisa diterapkan
pada opsi tidak tahu (Khomsan 2000).
Kategori pengetahuan gizi bisa dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik,
sedang dan kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut off
point dari skor yang telah dijadikan persen. Kategori pengetahuan gizi yaitu 1)
baik apabila skor > 80%; 2)sedang apabila skor 60-80%; 3) kurang apabila skor
<60% (Khomsan 2000).
Kebiasaan Makan
Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan akan mempengaruhi pilihan terhadap makanan yang
akan dimakan. Apabila hal ini terjadi dan berlangsung dalam waktu lama, maka
akan dapat membentuk pola konsumsi pangan suatu individu atau masyarakat.
Kebiasaan makan yang salah dapat mempengaruhi konsumsi pangan, dalam hal
ini penyerapan zat-zat gizi yang terkandung di dalam makanan. Apabila zat-zat
gizi yang diserap tidak cukup baik kuantitas maupun kualitasnya, maka dalam
jangka panjang dapat mempengaruhi status gizi individu (Suhardjo 1989).
Kebiasaan makan mencakup empat komponen antara lain konsumsi
pangan, preferensi makanan, ideologi makanan dan sosial budaya pangan.
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang
dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Dalam menghitung
jumlah zat gizi yang dikonsumsi kedua informasi ini (jenis dan jumlah pangan)
merupakan hal yang penting (Nasoetion & Riyadi 1996).
Konsumsi pangan baik keluarga, individu, maupun golongan tertentu
dapat diamati dengan cara metode recall. Metode ini umum digunakan untuk
mengetahui konsumsi pangan yang telah lalu (1-3 hari terakhir) baik dari segi
kuantitas maupun dari segi kualitas. Metode ini melibatkan peran serta yang
cukup tinggi dari responden. Responden harus mengingat-ingat lagi apa yang
telah dikonsumsi selama 1-3 hari terakhir. Alat bantu yang dapat digunakan
dalam metode ini adalah ukuran rumah tangga, model pangan (food model) dan
sebagainya untuk menentukan perkiraan konsumsi pangan yang lebih mendekati
(Sanjur 1982).
Frekuensi makan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan
makan. Frekuensi makan bisa menjadi penduga tingkat konsumsi gizi, artinya
semakin tinggi frekuensi makan maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi
semakin besar.
Frekuensi pangan hewani adalah bahan makanan yang berupa atau berasal
dari hewan atau produk-produk yang diolah dengan menggunakan bahan dasar
asal hewan. Pangan hewani mempunyai berbagai keunggulan dibanding pangan
nabati. Pangan hewani terasa gurih atau enak karena mengandung protein dan
6
lemak yang banyak. Pangan hewani mengandung protein yang lebih berkualitas
karena mudah digunakan tubuh dan memiliki komposisi asam amino yang
lengkap (Hardinsyah & Martianto 1989).
Penilaian Konsumsi Pangan dan Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Energi
Energi merupakan tiga macam zat gizi (karbohidrat, lemak, dan protein)
yang jika dioksidasi akan menghasilkan energi dalam bentuk panas yang oleh
tubuh diubah menjadi energi gerak atau mekanis (Moehji 2007). Zat-zat gizi yang
memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi
ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan atau
aktivitas (Almatsier 2002).
Protein
Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik
jaringan tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan, karena itu protein
disebut unsur pembangun. Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun
dan memelihara sel jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekursor untuk
neurotransmitter yang mendukung perkembangan otak. Fungsi otak yang baik
tergantung pada kapasitas menyerap dan memproses informasi. Neurotransmitter
catecholaimes dibentuk dari asam amino penting yaitu Tyrosine dan
neurotransmitter serotonin dibentuk dari Tryptophan. Serotonin menstimulasi
tidur yang penting untuk perkembangan otak dalam memproses informasi,
sedangkan catecholamine berkaitan dengan keadaan siaga yang membantu
menyerap informasi di otak. Sumber protein antara lain seperti ikan, susu, daging,
telur dan kacang-kacangan (Sediaoetama 2010).
Protein sebagai salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh memegang
peranan penting dalam proses pertumbuhan dan pengganti sel tubuh yang rusak.
Fungsi khas protein yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu
membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2002).
Kekurangan konsumsi protein banyak terjadi di kalangan bayi dan anak-
anak, terutama akibat dari kemiskinan. Hal ini tidak saja menyebabkan
pertumbuhan terhambat, tetapi juga perkembangan otaknya, sehingga akan
berakibat pada terbentuknya sumberdaya manusia dengan kualitas rendah
Besi (Fe)
Zat besi (Fe) merupakan komponen penting dalam Hb darah, peranan zat
besi pada umumnya berkaitan dengan proses respirasi sel. Kebutuhan zat besi jika
dihitung berdasarkan jumlah yang dapat diserap sekitar 1-3.2 mg per hari
(Karyadi & Muhilal 1995). Penyerapan besi diatur pada tingkat mukosa intestinal
dan ditentukan oleh kebutuhan tubuh. Jika tubuh memerlukan banyak besi,
transferrin menjadi tidak jenuh dan dapat mengikat lebih banyak besi (Almatsier
2002).
Pemenuhan kebutuhan zat besi dari diet sulit untuk terpenuhi, meskipun
mampu terpenuhi, keadaan zat-zat penghambat penyerapan zat besi menyebabkan
ketersediaan menurun. Zat besi mudah diserap dalam bentuh fero. Fero banyak
terdapat dalam pangan hewani mengandung besi heme. Sedangkan pangan nabati
7
lebih banyak mengandung besi non heme yang sulit untuk diserap tubuh
(Flourenvce & Setright 1994).
Besi heme memiliki penyerapan 10-20% dan besi non heme memiliki
penyerapan 2-5%, agar dapat diasorbsi besi non heme di dalam usus halus harus
berada dalam bentuk terlarut dan besi non heme diionisasi oleh asam lambung.
Zat yang menghambat penyerapan zat besi antara lain adalah asam fitat, asam
oksalat, dan tanin yang terdapat dalam serealia, sayuran, kacang-kacangan dan teh
sedangkan vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi dalam tubuh.
Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga
mudah diabsorpsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar
dimobilisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi besi dalam
bentuk nonhem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Vitamin C
berperan dalam memindahkan besi dari transferrin di dalam plasma ke ferritin
hati (Almatsier 2002).
Vitamin C juga membentuk gugus besi-askorbat yang tetap larut pada pH
lebih tinggi di dalam duodenum, sehingga sangat dianjurkan untuk menyertakan
sumber vitamin C pada setiap waktu makan. Sumber vitamin C pada umumnya
terdapat pada pangan nabati yaitu di dalam sayur daun-daunan dan jenis kol serta
buah terutama yang asam seperti jeruk, nanas, rambutan, pepaya, dan tomat
(Almatiser 2002).
Pangan yang mengandung zat besi dalam jumlah yang cukup tinggi adalah
hati, daging dan makanan laut. Angka kecukupan zat besi untuk anak-anak dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Kecukupan zat besi untuk anak usia sekolah
Kelompok/ Umur Kecukupan Besi (mg)
Anak 7-9 tahun 10
Laki-laki 10-12 tahun 13
Perempuan 10-12 tahun 20
Sumber AKG 2004
Hemoglobin
Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di
dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru
ke seluruh tubuh. Kadar hemoglobin yang cenderung normal akan memungkinkan
seseorang mempunyai ketahanan dalam berkonsentrasi yang baik salah satunya
konsentrasi dalam belajar. Kadar hemoglobin dan volume hematokrit sebagai
indikator anemia dapat disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Kadar hemoglobin dan volume hematokrit sebagai indikator anemia
Usia/Jenis kelamin Kadar Hb (g/L)2 Hematokrit (g/L)
Anak 6bulan-2 tahun <110 <0.33
Anak 5-11 tahun <115 <0.34
Anak 12-14 tahun <120 <0.36
Lelaki Dewasa <130 <0.39
Wanita tak hamil <120 <0.36
Wanita Hamil <110 <0.33
Sumber WHO 2000, diacu dalam arisman 2007
8
Anemia
Anemia merupakan suatu keadaan fisiologis dimana kandungan
hemoglobin (Hb) darah dibawah normal. Anemia dapat diklasifikasikan
berdasarkan ukuran sel darah merah yaitu anemia makrositik, mikrositik dan
normositik serta berdasarkan kandungan hemoglobin didalamnya yaitu anemia
hipokromik dan normokromik. Pada anemia mikrositik yaitu ukuran sel darah
merah dan jumlah hemoglobin dalam tiap sel darah merah berkurang, sehingga
warna sel darah merah menjadi pucat (Stopler 2004).
Anemia gizi yang umum terjadi adalah anemia defisiensi besi. Anemia
defisiensi besi beresiko terjadi pada anak. Husaini (1989) menyatakan bahwa ada
tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya anemia gizi besi yaitu
kehilangan darah karena perdarahan, kerusakan sel darah merah dan produksi
darah merah tidak cukup. Anemia defisiensi zat besi salah satunya disebabkan
karena kurangnya konsumsi pangan hewani sumber zat besi, seng dan selenium
yang banyak di dalam daging, hati dan telur. Kalsium dan seng berperan dalam
pertumbuhan dan berbagai proses dalam tubuh. Zat besi bersama zat gizi lainnya
berperan dalam pembentukan sel-sel darah merah hemoglobin. Hemoglobin
berguna untuk membawa oksigen ke seluruh bagian tubuh. Bila kadar
hemoglobin rendah (anemia) maka tubuh kekurangan oksigen sehingga badan
menjadi lemah, konsentrasi belajar dan stamina atau produktivitas kerja menjadi
menurun (Hardinsyah 2004).
Raspati (2010), menyebutkan bahwa anemia defisiensi besi merupakan
bentuk anemia yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang
sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia
dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Saat ini di
Indonesia anemia defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama
disamping kekurangan kalori protein, vitamin A dan iodium.
Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh penyebab langsung
maupun tidak langsung. Penyebab tidak langsung berupa ketersediaan zat besi
dalam makanan yang rendah, praktek pemberian makanan yang kurang baik dan
rendahnya keadaan sosial ekonomi sedangkan penyebab langsung berupa jumlah
zat besi dalam makanan yang kurang.
Proses terbentuknya kondisi anemia defisiensi besi terbagi menjadi tiga
fase yaitu deplesi besi, iron defisiensi dan anemia kekurangan besi. Fase pertama
merupakan pengurangan cadangan besi di hati yang tercermin pada penurunan
kadar ferritin serum atau plasma. Fase kedua, terjadi penurunan lebih lanjut
simpanan besi hingga terjadi penurunan kejenuhan transferrin dan fase terakhir,
terjadi kehabisan simpanan besi. Penurunan tingkat sirkulasi besi dan keberadaan
anemia hipokromik mikrositik yang berakibat pada berkurangnya konsentrasi
hemoglobin di sel darah merah atau kondisi ini disebut sebagai anemia defisiensi
besi (Gibson 2005).
Anemia gizi besi dapat disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak
langsung. Berikut adalah gambar penyebab langsung dan tidak langsung anemia
gizi besi di Indonesia. Menurut Depkes (1998) Anemia Gizi Besi (AGB) dapat
terjadi karena :
9
1. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi
kebutuhan. Anemia kekurangan zat besi ini terjadi karena pola konsumsi
makanan masyarakat Indonesia masih di dominasi sayuran
2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, pada masa pertumbuhan
seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat
tajam.
3. Menigkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh, perdarahan atau kehilangan
darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini dapat terjadi pada penderita
1)kecacingan; 2)malaria pada penderita Anemia Gizi Besi yang dapat
memperbesar anemianya; 3)kehilangan darah pada waktu haid.
Menurut Husnaini (1989), Berikut ini gambar modifikasi penyebab langsung dan
tidak langsung keadaan kurang besi di Indonesia
Penyebab tidak langsung Penyebab Langsung Status Besi
Gambar 1 Modifikasi Penyebab langsung dan tidak langsung keadaan kurang
besi di Indonesia (Husaini 1989)
Prestasi Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan melalui mata pelajaran, umumnya ditujukan dengan nilai yang
diberikan oleh guru. Untuk mengetahui prestasi belajar dapat dilakukan melalui
proses penilaian hasil belajar dengan menggunakan tes maupun evaluasi
(Syah 2010). Dari pendapat ahli di atas mengenai prestasi belajar dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan seseorang pada bidang
1. Ketersediaan zat besi
dalam makanan rendah
2. Praktek pemberian
makanan kurang baik
3. Sosek rendah
1. Komposisi makanan
kurang
2. Terdapat zat yang
menghambat absorbsi
1. Pertumbuhan fisik
2. Kehamilan dan
menyusui
1. Perdarahan kronis
2. Parasit infeksi
3. Pelayanan kesehatan
yang kurang
Jumlah zat besi dalam
makanan kurang
Absorpsi zat besi
rendah
Kebutuhan zat besi
meningkat
Kehilangan darah
Keadaan
kurang
besi
Anemia
Gizi Besi
10
tertentu dalam mencapai tingkat kedewasaan yang langsung dapat diukur dengan
tes, penilaian prestasi belajar dapat berupa angka atau huruf.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar
dapat digolongkan menjadi 2 golongan besar yaitu :
1. Faktor internal meliputi aspek fisik, gizi dan kesehatan, minat, motivasi,
konsentrasi, keingintahuan, kepercayaan diri dan faktor intelegensi.
2. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah
(seperti bahan pelajaran, metode mengajar, media pendidikan) dan lingkungan
masyarakat.
Kecerdasan
Kecerdasan didefinisikan sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk
berpikir, bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan
secara efektif. Dua cara yang dapat dilakukan untuk mengukur kecerdasan yaitu
dengan cara pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara
langsung menggunakan tes psikologi yang menghasilkan taraf kecerdasan yang
dikenal dengan menggunakan tes psikologi yang dikenal dengan Intelegence
Quotient (IQ), sedangkan pengukuran tidak langsung dengan cara memonitor
prestasi akademik.
Minat
Minat adalah perasaan seseorang bahwa aktivitas, pekerjaan atau objek
tertentu berharga baginya. Bila seseorang siswa sangat berminat untuk belajar dan
menggangap belajar sebagai sesuatu yang berharga maka prestasi belajar yang
diraihnya akan tinggi. Minat adalah bagian dari sikap karena dari sikap akan
timbul suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek
dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda menyenangi objek
tersebut.
Motivasi
Menurut Winkel (1996), menyatakan bahwa motivasi belajar merupakan
keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah
pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Motivasi memegang
peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat belajar, sehingga siswa
termotivasi kuat memiliki energi banyak untuk melakukan kegiatan belajar.
Menurut Syah (2010), menyatakan bahwa motivasi belajar siswa dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi instrinstik (motivasi yang berasal
dari dalam diri siswa) dan motivasi ekstrinstik (motivasi yang berasal dari luar
diri siswa). Motivasi instrinsik mencakup perasaan menyenangi materi dan
kebutuhan akan materi, sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan movitivasi
yang berhubungan dengan adanya pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib
serta teladan orangtua dan guru.
Cara Belajar
Cara belajar mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Beberapa hal
mengenai cara belajar yang efisien yaitu; 1)konsentrasi sebelum dan saat belajar;
2)segera mempelajari kembali bahan yang telah diterima; 3)membaca secara teliti
11
dan betul bahan yang sedang dipelajari serta menguasainya; 4)menyelesaikan
soal-soal. Kesulitan dalam belajar disebabkan oleh kebiasaan belajar yang kurang
baik seperti pengaturan waktu yang tidak tepat sehingga siswa sering tidak siap
untuk belajar dan hanya menemukan rutinitas tanpa tujuan sebelumnya (Gunarsa
1995).
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga sangat menentukan prestasi belajar siswa di
sekolah. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama
mempengaruhi perkembangan anak. Kegagalan sering dirasakan orangtua karena
ada hal-hal tertentu yang kurang diperhatikan. Benturan nilai antara orang tua dan
anak bisa menimbulkan ketegangan yang berlarut-larut yang mengganggu pula
konsentrasi anak (Gunarsa 1995).
Pengukuran Prestasi Belajar
Pengukuran prestasi belajar adalah pemberian angka atau skala menurut
suatu aturan atau formula tertentu terhadap penguasaan pengetahuan dan
keterampilan yang dikembangkan melalui pelajaran. Pengukuran ini digunakan
oleh seorang tenaga pengajar untuk melakukan penilaian terhadap hasil belajar
anak didiknya, baik menggunakan instrumen tes maupun non tes.
Rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai
kemajuan atau hasil akademik muridnya selama masa tertentu. Prestasi belajar
anak dapat diukur melalui skor prestasi belajar dari beberapa mata pelajaran
meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu
Pengetahuan Sosial. Skor prestasi belajar merupakan hasil yang diwujudkan
dalam bentuk angka. Menurut Syah (2010) tingkat keberhasilan belajar di bagi
menjadi 4 kategori yaitu kurang jika nilai <60, cukup jika skor 60-69, baik jika
skor 70-79, dan sangat baik jika skor ≥80.
Hubungan Prestasi Belajar dengan Anemia
Keadaan tubuh yang sehat merupakan kondisi yang memungkinkan
seseorang untuk dapat belajar secara efektif. Seseorang mungkin yang sering sakit
atau memiliki kondisi tubuh yang kurang sehat biasanya mengalami kesulitan
tertentu dalam belajar misalnya cepat lelah dan tidak bisa berkonsentrasi karena
penglihatan atau pendengaran terganggu.
Menurut Gunarsa (1995), menyatakan bahwa anak yang kurang sehat atau
kurang gizi dengan sendirinya daya tangkap dan kemampuan belajarnya kurang
dibandingkan dengan anak yang sehat. Pertumbuhan dan perkembangan anak
sekolah akan terganggu karena menderita sakit, kurang gizi atau anemia. Keadaan
ini akan mempengaruhi proses belajar yang lebih lanjut akan mengurangi
konsentrasi dan prestasi belajar disekolah.
Kadar hemoglobin dalam darah juga mempunyai peran terhadap
keberhasilan seseorang dalam belajar yang tercermin dalam prestasi belajarnya.
12
Studi menunjukan adanya hubungan signifikan antara konsentrasi hemoglobin
dengan kemampuan kognitif dengan hasil dimana nilai anak-anak yang kurang zat
besi lebih rendah dibandingkan dengan nilai anak-anak dengan zat besi yang
cukup (Almatsier 2002).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi
untuk melakukan berbagai kegiatan fisik seperti berjalan, berlari, berolahraga dan
lain-lain. Setiap kegiatan fisik membutuhkan energi yang berbeda menurut
lamanya intensitas dan sifat kerja otot (Syafiq et al 2009).
Aktivitas fisik selain membuat sehat juga mampu berpengaruh pada
pencapaian hasil belajar yang lebih baik. Anak-anak yang tetap aktif secara fisik
memiliki kebiasaan tidur yang lebih baik, selain itu mereka juga mampu
menangani tantangan fisik dan emosional seperti berlari atau belajar untuk
menghadapi ujian jauh lebih baik dibandingkan anak-anak yang tidak aktif. Ada
beberapa manfaat akademis dari kelas pendidikan jasmani atau anak yang terlibat
aktivitas fisik dalam waktu istirahat selama di sekolah. Beberapa peneliti
menunjukkan adanya pengaruh positif dari aktivitas jasmani terhadap peningkatan
kemampuan kognitif siswa dan juga dapat meningkatkan rentan perhatian mereka.
Hal ini dapat menghasilkan penampilan yang lebih baik secara keseluruhan di
bidang akademik. Aktivitas fisik yang teratur berhubungan dengan peningkatan
kognitif pelakunya.
Seseorang yang melakukan aktivitas jasmani yang teratur ternyata
menunjukkan hasil IQ yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak
melakukan aktivitas fisik secara teratur. Aktivitas fisik dapat berpengaruh
langsung terhadap fungsi kognitif seseorang, seperti meningkatkan fungsi
cerebrovaskular (Syafiq et al 2009).
Menurut Sjostrom et al (2008), menyatakan bahwa terdapat perbedaan
antara aktivitas fisik dengan olahraga. Perbedaannya adalah aktivitas fisik
merupakan bentuk dari perilaku yang menghasilkan energi expenditure karena
pergerakan otot tubuh termasuk lengan dan kaki, sedangkan olahraga merupakan
bagian dari aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, dan dilakukan berulang
berupa pergerakan tubuh untuk meningkatkan atau mencapai kebugaran.
13
KERANGKA PEMIKIRAN
Kelompok anak usia sekolah ini merupakan kelompok yang sedang
berada pada proses tumbuh kembang fisik dan psikososial yang pesat sehingga
bila berlangsung secara optimal, sangat diharapkan akan terjadi peningkatan
prestasi akademik, produktivitas kerja dan prestasi olahraga di masa kini dan
akan datang (Depkes 2003).
Social ekonomi keluarga yang meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan
dan pendapatan yang secara tidak langsung akan mempengaruhi status anemia
siswa. Konsumsi makan yang terbentuk dipengaruhi juga oleh kebiasaan makan,
kebiasaan makan akan mempengaruhi konsumsi asupan zat gizi salah satunya
yaitu konsumsi pangan sumber zat besi, dimana jika konsumsi sumber zat besi
tidak mencukupi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya anemia. Anemia
gizi pada anak sekolah dasar dapat menurunkan semangat dalam konsentrasi
belajar dan pada akhirnya akan menurunkan prestasi belajar siswa.
Menurut Winkel (1996) beberapa hal yang berpengaruh terhadap prestasi
belajar adalah kecerdasan, minat, motivasi, cara belajar dan lingkungan selain itu
apabila anak sekolah mengalami anemia akan mengalami penurunan aktivitas
fisik. Anemia karena defisiensi zat besi sangat menurunkan kapasitas kerja
individual, bahkan anemia karena defisiensi dalam derajat yang ringan sekalipun
dapat menurunkan kemampuan latihan fisik yang singkat tetapi intensif. Dalam
penelitian ini prestasi belajar diukur dengan melihat evaluasi belajar siswa
sedangkan aktivitas fisik dilihat berdasarkan hasil wawancara siswa. Faktor-
faktor yang mempengaruhi status anemia, aktivitas fisik dengan status anemia
dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
14
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel tidak diteliti
: Hubungan yang dianalisis
Gambar 2.Model Kerangka pemikiran determinan status anemia, aktivitas fisik
dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta.
Kebiasaan Makan
Siswa
Social ekonomi keluarga
1. Besar keluarga
2. Pendidikan orang tua
3. Pekerjaan orang tua
4. Pendapatan orang tua
Informasi
Karakteristik Siswa
1. Kadar Hb
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Besar Uang Saku
1. Penyakit Malaria
2. Kecacingan
Ketersediaan
Pangan Keluarga
Pengetahuan Gizi
Siswa
Konsumsi Zat Gizi
(sumber zat besi) siswa
Status Anemia
Aktivitas
Fisik Prestasi
Belajar
15
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu
Penelitian ini merupakan bagian penelitian dengan Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS), LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Nurani Dunia dan
IPB. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, bertempat di SDN
Pasanggrahan II, Desa Pasanggrahan, Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten
Purwakarta Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai
Desember 2012.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Alasan
dipilihnya SDN Pasanggrahan II yaitu karena SDN Pasanggrahan II termasuk ke
dalam sekolah yang berhak menerima zakat. Contoh yang digunakan dalam
penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas empat dan lima di SDN
pasanggrahan II. Pertimbangan diambilnya contoh kelas empat dan lima karena
dapat berkomunikasi dengan baik dan tidak sedang dalam persiapan ujian.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi data karakteristik siswa, karakteristik keluarga siswa,
pengetahuan gizi siswa, dan konsumsi pangan sumber zat besi. Data karakteristik
siswa, kebiasaan konsumsi pangan sumber zat besi dan aktivitas fisik didapat
berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, sedangkan data sekunder meliputi
kadar Hb dan nilai akhir semester siswa yang digunakan untuk mengukur prestasi
belajar serta keadaan umum sekolah untuk mengetahui gambaran umum sekolah.
Data jenis dan cara pengumpulan disajikan dalam Tabel 3 berikut ini
Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data
Variabel Jenis Data Cara Pengumpulan Data Alat Pengumpul
Data
Karakteristik Individu
Identitas Siswa, Uang
saku
Primer
Wawancara Siswa
Kuisioner
Pengetahuan Gizi Primer Wawancara Siswa Kuisioner
Konsumsi Pangan Primer Wawancara Kuisioner
Kadar Hb Sekunder Data hasil screening Hb oleh
Tanziha & Prasodjo (2012)
Evaluasi Belajar Sekunder UAS
Aktivitas Fisik Primer Wawancara Siswa Kuisioner
16
Variabel Jenis Data Cara Pengumpulan Data Alat Pengumpul
Data
Karakteristik Keluarga
Pendidikan Primer Wawancara Kuisioner
Pekerjaan Primer Wawancara Kuisioner
Pendapatan Perkapita Primer Wawancara Kuisioner
Profil Sekolah Sekunder Laporan tahunan sekolah
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan cara pemberian kode data (coding),
pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Data
diolah dengan Microsoft Excel 2007 kemudian data dianalisis dengan SPSS for
windows 16.0. Data yang dianalisis meliputi karakteristik siswa yang terdiri dari
usia, jenis kelamin, uang saku dan status anemia siswa. Data Hb yang diperoleh
berdasarkan data hasil screening Hb oleh Tanziha dan Prasodjo (2012) .
Variabel uang saku siswa dengan cara pemberian kategori yang
digolongkan berdasarkan nilai skor dengan menggunakan teknik skoring Slamet
(1993) dengan menggunakan rentang kelas dengan rumus sebagai berikut :
Rentang Kelas : Skor Maksimum – Skor Minimum
Jumlah Kategori
Uang saku dikelompokkan menurut interval dibagi menjadi 3 kategori yaitu
dikategorikan kurang (<Rp1.000 – Rp2.333), sedang (Rp2.334 - Rp3.666) dan
besar (>Rp3667– Rp5000). Status anemia siswa berdasarkan WHO (2000),
anemia jika nilai hemoglobin dalam darah <11.5g/dl dan normal jika ≥11.5g/dl
Data Karakteristik keluarga yang diamati meliputi besar keluarga,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan per kapita keluarga.
Besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari
suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Besar
keluarga dikelompokan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang dan
keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga
kurang dari empat orang, keluarga sedang adalah keluarga dengan jumlah anggota
lima hingga tujuh orang, sedangkan keluarga lebih besar lebih dari tujuh orang
(BKKBN 1998).
Pendidikan orang tua dikelompokan berdasarkan pendidikan terakhir orang
tua, yaitu 1)tidak sekolah; 2)SD (Sekolah Dasar); 3)SMP (Sekolah Menengah
Pertama; 4)SMA (Sekolah Menengah Atas) dan 5)perguruan tinggi demikian pula
pekerjaan orang tua yang dikelompokkan berdasarkan 1)tidak bekerja; 2)petani;
3)buruh bangunan; 4)guru, PNS dan Polisi; 5)wiraswasta 6)lainnya (ojek, supir,
dan sebagainnya) serta pendapatan per kapita dikelompokan berdasarkan garis
kemiskinan Kabupaten Purwakarta sebesar Rp.226.118, dikatakan keluarga
miskin jika pendapatan perkapita keluarga kurang dari Rp.226.118 dan dikatakan
tidak miskin jika lebih atau sama dengan Rp.226.118.
Pengetahuan gizi yang diukur dengan memberiakan pertanyaan sejumlah
20 pertanyaan yang meliputi pengetahuan gizi umum, anemia dan jajanan
makanan kemudian diberi skor 0 bila salah dan 1 bila benar kemudian
dijumlahkan dan dihitung persentase jawaban yang benar secara keseluruhan.
Persentase jawaban benar dikategorikan menjadi baik apabila skor pengetahuan
17
gizi lebih dari 80%, sedang apabila skor pengetahuan gizi 60-80% dan kurang
apabila skor kurang dari 60% (khomsan 2000).
Data konsumsi pangan hasil 2 x 24 jam food recall diolah menggunakan
program microsoft excel 2007 untuk mengetahui jumlah zat gizi yang dikonsumsi,
data konsumsi pangan yang telah didapatkan juga diolah dengan cara
mengkonversi jumlah zat gizi dalam satuan energi (kkal), protein (g), kalsium,
vitamin A (RE), vitamin C (mg) dan besi (mg) yang merujuk pada daftar konversi
bahan makanan (DKBM 2004). Konversi dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut
KGij : (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan :
KGij : Kandungan zat gizi dalam makanan j
Bj : Berat makanan j yang dikonsumsi (g)
Gij : Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j
BDDj : Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan
Tingkat kecukupan energi dan protein dihitung dengan membandingkan
asupan energi dan protein siswa dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
dianjurkan per orang per hari. Selanjutnya tingkat kecukupan (TK) energi dan
protein dikategorikan defisit tingkat berat apabila TK<70%, defisit tingkat sedang
apabila TK 70-79%, defisit tingkat ringan apabila TK 80-89%, normal apabila TK
90-119%, dan lebih apabila TK≥120% (Depkes 2003), berbeda dengan energi dan
protein, tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan sebagai kurang
apabila TK<77% dan cukup apabila TK≥77% (Gibson 2005).
Penilaian prestasi belajar dapat dilihat dengan cara mengevaluasi hasil
belajar siswa, Menurut Syah (2010) tingkat keberhasilan belajar di bagi menjadi 4
kategori yaitu, kurang jika nilai <60, cukup jika skor 60-69, baik jika skor 70-79,
dan sangat baik jika skor ≥80.
Data aktivitas fisik didapatkan dengan metode wawancara langsung dan
hasilnya akan diolah dengan cara mengalikan bobot nilai per aktivitas dikalikan
dengan lamanya waktu yang digunakan untuk beraktivitas. Menurut
FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa besarnya aktivitas fisik yang
dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical activity
level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut:
Keterangan :
PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PAR :Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis
aktivitas per satuan waktu tertentu)
Jenis aktivitas yang dapat dilakukan dikategorikan menjadi 18 jenis
kategori berdasarkan PAR disajikan dalam Tabel 4.
18
Tabel 4 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR
Kategori Keterangan PAR
PAL1 Tidur (tidur siang dan malam) 1
PAL2 Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan membaca 1.2
PAL3 Duduk sambil menonton TV 1.72
PAL4 Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias 1.5
PAL5 Makan dan minum 1.6
PAL6 Jalan santai 2.5
PAL7 Berbelanja (membawa beban) 5
PAL8 Mengendarai kendaraan 2.4
PAL9 Menjaga anak 2.5
PAL10 Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) 2.75
PAL11 Setrika pakaian (duduk) 1.7
PAL12 Kegiatan berkebun 2.7
PAL13 Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan
mengetik)
1.3
PAL14 Office worker (berjalan-jalan mondar-mandir membawa
arsip)
1.6
PAL15 Olahraga (badminton) 4.85
PAL16 Olahraga (jogging, lari jarak jauh) 6.5
PAL17 Olahraga (bersepeda) 3.6
PAL18 Olahraga (aerobik, berenang, sepak bola, dan lain-lain) 7.5
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Selanjutnya PAL akan dikategorikan menjadi empat kategori menurut
FAO/WHO/UNU (2001). Data kategori tingkat aktivitas fisik disajikan dalam
tabel 5 berikut ini.
Tabel 5 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL
Kategori Nilai PAL
Aktivitas Sangat Ringan < 1.40
Aktivitas Ringan 1.40-1.69
Aktivitas Sedang 1.70-1.99
Aktivitas Berat 2.00-2.40
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Data tersebut diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2007 dan hasil
pengolahan data selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif
dilakukan terhadap data karakteristik siswa dan keluarga siswa kemudian
dilakukan uji beda untuk menganalisis perbedaan antara karakteristik siswa,
karakteristik keluarga, aktivitas fisik dan prestasi belajar berdasarkan status
anemia. Analisis korelasi bivariat menggunakan uji korelasi pearson untuk
mengetahui hubungan antara prestasi belajar dengan status anemia dan uji
korelasi spearman mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan status
anemia serta analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisa
determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa melalui
program SPSS for windows 16.0.
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Sekolah
Sekolah dasar Negeri Pasanggrahan II berdiri sejak Tahun 1974 yang
terletak di Kampung Cilanggohar, Desa Pasanggrahan, Kecamatan Tegal Waru,
Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Sekolah ini mendapatkan jenjang
akreditasi C. Kegiatan belajar mengajar (KBM) di SDN Pasanggrahan II
berlangsung dari hari senin hingga jumat dengan jam belajar berkisar antara
empat hingga enam jam.
Sumber daya manusia yang dimiliki oleh SDN Pasanggrahan II berjumlah
sembilan orang, yang terdiri dari satu kepala sekolah, dua orang guru tetap dan
tujuh orang tenaga pengajar tidak tetap. Fasilitas sarana dan prasarana yang
dimiliki sekolah terdiri dari tujuh unit ruang kelas, satu unit ruang kantor,
lapangan olahraga, satu unit kamar mandi dan tempat mencuci tangan. Fasilitas
yang terdapat di dalam kelas yaitu meja dan kursi yang disesuaikan dengan
jumlah siswa tiap kelas dilengkapi pula satu buah meja dan kursi guru, satu buah
whiteboard dan papan tulis, satu buah papan absensi contoh, satu buah jam
dinding dan tempat sampah di depan ruang kelas. Sekolah ini mempunyai
kegiatan ekstrakulikuler yaitu pramuka dan PMR, Kegiatan ini dilaksanakan
seminggu sekali di luar jam pelajaran sekolah.
Kegiatan belajar mengajar untuk kelas satu sampai kelas tiga pada hari
Senin sampai Kamis dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 11.00 WIB,
sedangkan pada hari Jumat dimulai pukul 07.15 hingga pukul 10.00. Kegiatan
belajar mengajar untuk kelas empat sampai kelas enam pada hari Senin sampai
Kamis dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 13.00 WIB. Pada hari
Jumat kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul
10.30 WIB. Sekolah SDN Pasanggrahan II. Kondisi lingkungan lahan pada area
sekolah kering dan banyak batu-batuan besar sehingga tanaman hijau sulit
tumbuh.
Status Anemia Siswa
Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar
hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2007). Menurut WHO (2000)
yang diacu dalam Arisman (2007), menyatakan bahwa kadar Hb normal untuk
anak usia lima hingga sebelas tahun yaitu 11.5 g/dl. Kadar hemoglobin menurut
WHO dikategorikan dalam dua kelompok yaitu anemia dan normal, dikatakan
anemia jika kadar Hb ≥11.5 g/dl dan anemia jika kadar Hb <11.5 g/dl Data
sebaran siswa berdasarkan status anemia yang disajikan dalam Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan status anemia
Status Anemia n %
Anemia 25 48.08
Normal 27 51.92
Total 52 100
20
Berdasarkan Tabel 6 didapatkan hasil sebanyak 25 siswa (48.08%)
mengalami anemia dan sebanyak 27 orang (51.92%) dengan status normal. Hal
ini sejalan dengan penelitian Astina (2012) yang menyatakan bahwa prevalensi
anemia di Kabupaten Purwakarta sebesar 66.7%. Menurut Depkes (1998)
menyatakan bahwa anemia gizi besi (AGB) dapat terjadi karena 1)kandungan zat
besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan; 2)meningkatnya
kebutuhan tubuh akan zat besi dan 3)meningkatnya pengeluaran zat besi dari
tubuh.
Karakteristik Siswa
Data karakteristik siswa yang diamati yaitu meliputi usia, jenis kelamin dan
uang saku siswa, contoh dalam penelitian ini merupakan siswa kelas empat dan
lima SDN Pasanggrahan II Purwakarta yang berjumlah 52 siswa dengan usia
berkisar antara 9 sampai 12 tahun. Menurut Hurlock (2004) kategori usia dibagi
menjadi dua yaitu masa akhir kanak-kanak atau late chilhood (6-12 tahun) dan
masa remaja awal (13-14 tahun). Uang saku dikelompokkan menurut interval
dibagi menjadi 3 kategori, yaitu dikategorikan kurang (<Rp1.000 – Rp2.333),
sedang (Rp2.334 - Rp3.666) dan besar (>Rp3667– Rp5000). Data sebaran siswa
berdasarkan karakteristik siswa dan status anemia yang disajikan dalam Tabel 7
berikut ini.
Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik siswa dan status anemia
Karakteristik Anemia Normal Total p
n % n % n %
Usia
9 11 44 7 25.9 18 34.6 0.48
10 7 28 11 40.7 18 34.6
11 2 8 4 14.8 6 11.5
12 5 20 5 18.5 10 19.2
Total 25 100 27 100 52 100
Jenis Kelamin
Perempuan 14 56 16 59.3 30 57.7 0.28
Laki-laki 11 44 11 40.7 22 42.3
Total 25 100 27 100 52 100
Uang Saku
Kurang 19 76 24 88.9 43 82.7 0.051
Sedang 5 20 2 7.4 7 13.5
Besar 1 4 1 3.7 2 3.8
Total 25 100 27 100 52 100
Berdasarkan Tabel 7 sebaran karakteristik siswa menurut status anemia,
sebagian besar pada kelompok siswa anemia berusia 9 tahun (44%) dengan rata-
rata usia siswa pada yaitu 10±1.2, sebagian besar pada kelompok siswa normal
berusia 10 tahun (40.7%) dengan rata-rata usia siswa yaitu 10.2±1.05
Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil sebesar p>0.05. Hal tersebut
menandakan bahwa tidak ada perbedaan usia yang signifikan pada kedua
kelompok. Jenis kelamin menurut status anemia didapatkan hasil bahwa sebagian
besar jenis kelamin baik kelompok siswa anemia (56%) maupun kelompok siswa
normal (57.7%) berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan uji beda T-Test
21
didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa tidak ada
perbedaan jenis kelamin yang signifikan pada kedua kelompok.
Uang saku menurut status anemia didapatkan hasil sebagian besar baik
kelompok siswa anemia (76%) maupun kelompok siswa normal (88.9%)
memiliki uang saku dalam kategori Kurang (>Rp1.000 – Rp 2.333). Berdasarkan
uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa
tidak ada perbedaan uang saku yang signifikan pada kedua kelompok. Uang saku
yang dimiliki siswa rata-rata yaitu untuk kelompok anemia sebesar
Rp.1920±942.9 dan kelompok normal sebesar Rp.1740.74±891.9. Alokasi uang
siswa yang digunakan sebagian besar yaitu untuk membeli jajanan pangan selama
disekolah, contoh yang dibeli oleh sebagian besar siswa yaitu adalah minuman
ringan dan chiki. Uang saku yang diperoleh siswa tergantung dari pendapatan
yang yang dimiliki orang tua, sehingga pada kedua kelompok siswa rata-rata
memiliki uang saku yang kurang.
Uang saku yang diperoleh siswa merupakan pemberian orang tua yang
digunakan untuk memenuhi keperluan mereka sehari-hari baik untuk jajan,
transportasi atau keperluan lainnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi
pemberian jumlah uang saku kepada anak sekolah dasar yaitu besarnya
pendapatan orang tua. Jumlah uang saku yang semakin besar membuat membuat
anak dapat memilih makanan yang beragam dan berkualitas. Besar uang saku
anak merupakan indikator sosial ekonomi keluarga. semakin besar uang saku,
maka semakin besar peluang anak untuk membeli makanan jajanan, baik di kantin
maupun di luar sekolah (Andarwulan et al 2008).
Karakteristik Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas ayah, ibu,
dan anak (keluarga inti). Besar keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga
yang tinggal dalam satu rumah (Suhardjo 1989). Karakteristik keluarga data yang
diambil yaitu meliputi besar keluarga, pendidikan orang tua (ayah dan ibu),
pekerjaaan orang tua (ayah dan ibu) dan pendapatan per kapita.
Besar keluarga di bagi menjadi 3 kategori yaitu kecil (≤4 orang), sedang
(5-6 orang) dan besar (≥7 orang) demikian pula tingkat pendidikan orangtua
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak terutama
pemberian makan, konsumsi pangan dan status gizi.
Menurut Suhardjo (1989) pendapatan merupakan faktor yang menentukan
kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi, semakin tinggi pendapatan
maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya
pendapatan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam susunan
makanan. Tingginya pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan
jenis pangan yang dikonsumsi. Data sebaran siswa berdasarkan karakteristik
keluarga dan status anemia dapat disajikan dalam Tabel 8 berikut ini.
22
Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan status anemia
Karakteristik Anemia Normal Total p
n % n % n %
Besar Keluarga
Kecil(≤ 4 orang) 8 32 6 22.2 14 26.9 0.46
Sedang (5-7 orang) 14 56 20 74.1 34 65.4
Besar (≥ 7 orang) 3 12 1 3.7 4 7.7
Total 25 100 27 100 52 100
Pendidikan Ayah
Tidak sekolah 7 28 4 14.8 11 21.2 0.55
SD 15 60 21 77.8 36 69.2
SMP 1 4 1 3.7 2 3.8
SMA 2 8 0 0 2 3.8
Perguruan Tinggi 0 0 1 3.7 1 1.9
Total 25 100 27 100 52 100
Pendidikan Ibu
Tidak sekolah 3 12 6 22.2 9 17.3 0.58
SD 21 84 20 74.1 41 78.8
SMP 0 0 0 0 0 0
SMA 0 0 0 0 0 0
Perguruan Tinggi 1 4 1 3.7 2 3.8
Total 25 100 27 100 52 100
Pekerjaan Ayah
Petani 3 12 2 7.4 5 9.6 0.58
Buruh bangunan 16 64 17 63 33 63.5
Guru,PNS 1 4 1 3.7 2 3.84
Wiraswasta 5 20 6 22.2 11 21.2
Lainnya 0 0 1 3.7 1 1.9
Total 25 100 27 100 52 100
Pekerjaan Ibu
Ibu rumah tangga 20 80 22 81.5 42 80.8 0.64
Petani 0 0 1 3.7 1 1.9
Guru,PNS 1 4 1 3.7 2 3.8
PRT 1 4 1 3.7 2 3.8
Wiraswasta 3 12 2 7.4 5 9.6
Total 25 100 27 100 52 100
Pendapatan Perkapita
Miskin 18 72 23 85.2 41 78.8 0.25
Tidak Miskin 7 28 4 14.8 11 21.2
Total 25 100 27 100 52 100
Berdasarkan Tabel 8 sebaran karakteristik menurut status anemia
didapatkan hasil bahwa sebagian besar kelompok siswa anemia (32%) termasuk
dalam besar keluarga kategori kecil), (56%) siswa termasuk dalam besar keluarga
kategori sedang dan (12%) siswa termasuk dalam kategori keluarga besar.
Kemudian pada kelompok siswa normal (22.2%) termasuk dalam besar keluarga
kategori kecil, (74.1%) termasuk dalam besar keluarga sedang dan (7.7%)
termasuk dalam besar keluarga besar. Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan
hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan
besar keluarga siswa pada kedua kelompok.
Menurut Suhardjo (1989), menyatakan bahwa semakin banyak anggota
keluarga maka makanan untuk setiap anggota keluarga akan berkurang dan
semakin banyak anggota keluarga maka kebutuhan hidup juga akan meningkat
sehingga diperlukan suatu upaya guna peningkatan pendapatan agar kebutuhan
23
dalam keluarga dapat terpenuhi. Pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari
akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga lebih banyak, hal ini menyebabkan
kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi
kebutuhannya (Sediaoetama 2000).
Menurut Sukandar (2007), menyatakan bahwa tingkat pendidikan
orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak
terutama pemberian makan, konsumsi pangan dan status gizi. Umumnya
pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih
makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai jenis pangan yang
tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat
terpenuhi dengan baik.
Berdasarkan tingkat pendidikan ayah didapatkan hasil bahwa sebagian
besar baik kelompok siswa anemia (60%) maupun kelompok siswa normal
(77.8%) pendidikan terakhir ayah yaitu SD (sekolah dasar). Berdasarkan uji beda
T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa pendidikan
terakhir ayah tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok.
Sukandar (2007), menyatakan bahwa orang yang berpendidikan tinggi
cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai
dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga
kebutuhan gizi dapat terpenuhi dengan baik. Menurut Atmarita (2004)
menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi akan memberi
stimulasi lingkungan (fisik, social, dan psikologis) bagi anak-anaknya
dibandingkan dengan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah.
Berdasarkan pendidikan ibu didapatkan hasil bahwa sebagian besar baik
kelompok siswa anemia (84%) maupun kelompok siswa normal (74.1%)
pendidikan terakhir ibu yaitu pada tingkatan SD (sekolah dasar). Berdasarkan uji
beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa
pendidikan terakhir ibu tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua
kelompok.
Pekerjaan orang tua yang terdiri dari pekerjaan ayah dan ibu, didapatkan
hasil bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (64%) maupun
kelompok siwa normal (63%) pekerjaan ayah siswa adalah sebagai buruh
bangunan. Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal
tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan pekerjaan ayah pada
kedua kelompok.
Menurut Suhardjo (1989), menyatakan bahwa jenis pekerjaan yang
dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan
kualitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan
yang diterima.
Pekerjaan ibu didapatkan hasil bahwa sebagian besar baik kelompok
anemia (80%) maupun kolompok siswa normal (81.5%) pekerjaan ibu siswa
adalah tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Berdasarkan uji beda T-Test
didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pekerjaan ibu pada kedua kelompok. Menurut
Suhardjo (1989) ibu yang bekerja tidak lagi memiliki waktu untuk
mempersiapkan makanan bagi keluarga, namun seseorang istri yang turut bekerja
akan meningkatkan pendapatan keluarga.
24
Pendapatan perkapita dikelompokan berdasarkan garis kemiskinan
Kabupaten Purwakarta tahun 2010 yaitu 226.118/kapita/bulan. Berdasarkan data
pendapatan perkapita dapat dilihat bahwa sebagian besar baik kelompok status
anemia (72%) maupun kelompok siswa normal (85.2%) tingkat pendapatan
keluarga dikategorikan pada keluarga miskin. Berdasarkan uji beda T-Test
diketahui nilai p>0.05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan
pendapatan perkapita pada kedua kelompok. Pendapatan perkapita pada kedua
kelompok sebagian besar dikategorikan pada keluarga miskin, hal tersebut akan
mempengaruhi terhadap kuantitas dan kualitas makan yang akan dikonsumsi dan
daya beli makanan sehingga akan mempengaruhi kebiasaan makan siswa,
khususnya kebiasaan pangan sumber zat besi yang salah satu faktor penyebab
langsung anemia.
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas
makanan yang dikonsumsi, semakin tinggi pendapatan maka semakin besar
peluang untuk memilih pangan yang baik (Suhardjo 1989). Penurunan kuantitas
dan kualitas konsumsi pangan serta aksesibilitas yang rendah akan berdampak
negatif pada kesehatan anak yang rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi
(Hardinsyah 2007).
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi dan kesehatan adalah pengetahuan tentang peranan
makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan dan makanan yang
aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit serta cara mengolah
makanan yang baik agar zat gizi tidak menimbulkan penyakit (Notoatmodjo
1993).
Pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga pernyataan yaitu
1)status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan;
2)setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal;
3)ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga masyarakat dapat belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.
Tingkat pengetahuan gizi sanagatberpengaruh terhadap sikap dan perilaku
hidu sehat. Perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan. Tingkat pendidikan akan lebih mudah menyerap informasi dan
mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup, khusunya dalam hal
kesehatan pangan dan gizi (Hurlock 1998).
Pertanyaan - pertanyaan pangan dan gizi yang diajukan dalam penelitian
ini sebanyak 20 pertanyaan yang meliputi pengetahuan gizi umum, pengetahuan
jajanan dan pengetahuan tentang anemia, dimana dari masing-masing pertanyaan
diberikan skor kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu kurang,
sedang dan baik. Data sebaran siswa berdasarkan jawaban benar dari pertanyaan
pengetahuan gizi dalam Tabel 9 berikut ini.
25
Tabel 9 Sebaran siswa berdasarkan jawaban benar dari pertanyaan pengetahuan
gizi dan status anemia
No
Pertanyaan
Anemia
(n:25)
Normal
(n:27)
Total
(n:52)
n % n % n %
1 Pengertian makanan bergizi 20 80 22 81.5 42 80.8
2 Manfaat makanan bergizi 11 44 12 44.4 23 44.2
3 Sumber makanan yang mengandung
vitamin dan mineral
10 40 10 37.0 20 38.5
4 Sumber makanan yang mengandung
karbohidrat
15 60 8 29.6 23 44.2
5 Sumber makanan yang mengandung
lemak
15 60 14 51.9 29 55.8
6 Sumber makanan yang mengandung
proteinhewani
14 56 19 70.4 33 63.5
7 Sumber makanan yang mengandung
protein nabati
5 20 7 25.9 12 23.1
8 Sumber makanan yang mengandung
vitamin A
18 72 19 70.4 37 71.2
9 Pengertian makanan sehat 17 68 24 88.9 41 78.8
10 Contoh makanan seimbang 17 68 23 85.2 40 76.9
11 Contoh makanan jajanan sumber
karbohidrat
15 60 10 37 25 48.1
12 Contoh makanan jajanan sumber
hewani
0 0 4 14.8 4 7.7
13 Contoh makanan jajanan sumber
nabati
8 32 4 14.8 12 23.1
14 Contoh minuman yang baik untuk
tubuh
19 76 23 85.2 42 80.8
15 Pengertianmakanan jajanan 3 12 8 29.6 11 21.2
16 Pengertian anemia 12 48 13 48.1 25 48.1
17 Penyebab anemia 4 16 10 37 14 26.9
18 Tanda-tanda anemia 5 20 7 25.9 12 23.1
19 Cara pencegahan anemia 2 8 6 22.2 8 15.4
20 Contoh makanan yang tidak
termasuk makanan sumber zat besi
7 28 10 37 17 32.7
Anak usia sekolah dasar berada pada usia pertumbuhan dan
perkembangan. Kelompok usia ini beresiko mengalami masalah kekurangan gizi,
hal tersebut terjadi karena nafsu makan yang kurang selama periode tertentu.
Berdasarkan Tabel 9 didapatkan hasil bahwa pertanyaan yang masih sama-sama
belum dimengerti kedua kelompok siswa baik kelompok siswa anemia maupun
normal yaitu mengenai pertanyaan contoh makanan sumber jajanan hewani
(7.7%), sumber makanan yang mengandung protein nabati (23.1%), contoh
makanan jajanan sumber nabati (23.1%), pengertian makanan jajanan (21.2%),
tanda-tanda anemia (23.1%) dan cara pencegahan anemia (15.4%), sehingga perlu
adanya pendidikan pengetahuan gizi terhadap pengetahuan jajanan pangan dan
pengetahuan tentang anemia dan pencegahannya.
Pertanyaan yang paling banyak dijawab oleh kedua responden yaitu
tentang pengertian makanan bergizi (80.8%) kemudian dari jawaban pertanyaan
pengetahuan gizi dikategorikan berdasarkan Khomsan (2000) yang membagi
26
pengetahuan gizi menjadi tiga, yakni baik dengan skor >80%, sedang dengan skor
60-80%, dan kurang dengan skor <60%. Data sebaran siswa berdasarkan tingkat
pengetahuan gizi dan status anemia disajikan dalam Tabel 10 berikut ini.
Tabel 10 Sebaran siswa berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status anemia
Pengetahuan gizi
Anemia Normal Total p
n % n % n %
Kurang (<60) 22 88 20 74.1 42 80.8 0.34
Sedang (60-80) 3 12 7 25.9 10 19.2
Baik (>80) 0 0 0 0 0 0
Total 25 100 27 100 52 200
Berdasarkan Tabel 10 sebaran kategori tingkat pengetahuan gizi
didapatkan hasil bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan baik kelompok siswa
anemia (88%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) memiliki tingkat
pengetahuan gizi dalam kategori kurang dan tidak ada seorangpun siswa yang
mempunyai tingkat pengetahuan dalam kategori baik. Berdasarkan uji beda T-
Test didapatkan hasil nilai p >0.05. Hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan
yang signifikan pengetahuan gizi siswa pada kedua kelompok.
Menurut Irawati et al (1992), menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang, maka akan cenderung memilih makanan yang murah
dengan nilai gizi yang lebih tinggi sesuai dengan jenis pangan yang tersedia
sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi, berdasarkan pertanyataan tersebut
diharapkan contoh dapat lebih memenuhi kebutuhan zat gizinya.
Kebiasaan Makan
Kebiasaan Makan Sehari dan Kebiasaan Sarapan
Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia
dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang berpengaruh terhadap sikap,
kepercayaan dan pemilihan makanan. Frekuensi makan akan menentukan jumlah
makanan yang masuk ke dalam tubuh seseorang sehingga akan menentukan
tingkat kecukupan gizi.
Kebiasaan makan akan mempengaruhi pilihan terhadap makanan yang akan
dikonsumsi. Apabila hal ini terjadi dan berlangsung dalam waktu lama maka
dapat membentuk pola konsumsi pangan suatu individu atau masyarakat.
Kebiasaan makan yang salah dapat mempengaruhi konsumsi pangan, dalam hal
ini penyerapan zat-zat gizi yang terkandung di dalam makanan. Apabila zat-zat
gizi yang diserap tidak cukup baik kuantitas maupun kualitasnya maka dalam
jangka panjang dapat mempengaruhi status gizi individu (Suhardjo 1989). Data
sebaran siswa berdasarkan frekuensi makan sehari, frekuensi sarapan dan status
anemia disajikan dalam Tabel 11 berikut ini.
27
Tabel 11 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi makan sehari, frekuensi sarapan
dan status anemia
Frekuensi
Anemia Normal Total p
n % n % n %
Frekuensi makan sehari
1 kali 1 4 1 3.7 2 3.8 0.24
2 kali 10 40 19 70.4 29 55.8
3 kali 14 56 7 25.9 21 40.4
4 kali 0 0 0 0 0 0.0
Total 25 100 27 100 52 100
Frekuensi sarapan pagi
Tidak pernah 0 0 0 0 0 0 0.27
Jarang (<4kali/minggu) 15 60 11 40.7 26 50
Sering (4-6kali/minggu) 7 28 7 25.9 14 26.9
Selalu (7 kali/minggu) 3 12 9 33.3 12 23.1
Total 25 100 27 100 52 100
Berdasarkan Tabel 11 sebaran kebiasaan frekuensi makan sehari
didapatkan hasil bahwa pada kelompok siswa anemia (56%) sebagian besar
memiliki frekuensi makan yaitu 3 kali dalam sehari dan pada kelompok siswa
normal (70.4%) sebagian besar siswa memiliki frekuensi makan yaitu 2 kali
dalam sehari demikian pula untuk kebiasaan sarapan baik kelompok siswa anemia
(60%) maupun kelompok siswa normal (40.7%) melakukan sarapan dengan
kategori jarang (<4kali/minggu). Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil
nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan
frekuensi makan sehari dan kebiasaan sarapan siswa pada kedua kelompok siswa.
Kebiasaan sarapan pada kedua kelompok rata-rata sebagian besar jenis pangan
yang biasa mereka konsumsi yaitu nasi uduk dan mie instan sedangkan untuk
kebiasaan makan sehari sebagian besar kelompok siswa anemia dan normal
tergolong kurang bergizi, beragam dan berimbang.
Seseorang sebaiknya makan utama beberapa kali dalam sehari. Secara
kuantitas dan kualitas akan sulit untuk memenuhi kebutuhan zat gizi apabila
hanya dari satu atau dua kali makan dalam sehari. Keterbatasan volume lambung
menyebabkan tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah banyak. Hal inilah yang
menyebabkan makan dilakukan beberapa kali sehari termasuk makan pagi
(Khomsan 2002).
Frekuensi makan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan
makan. Frekuensi makan bisa menjadi penduga tingkat konsumsi gizi, artinya
semakin tinggi frekuensi makan maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi
semakin besar. Konsumsi yang beraneka ragam relatif akan menjamin
terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur bagi
anak.Kebiasaan sarapan memiliki arti penting dalam hal penyediaan energi untuk
menunjang aktivitas di pagi hari sampai tiba saatnya waktu makan selanjutnya
karena melakukan sarapan dapat menunjang 25% dari total kebutuhan energi
harian (Khomsan 2002).
Kebiasaan Mengkonsumsi Pangan Hewani dan Turunannya
Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan
zat gizi. Konsumsi pangan yang cukup dapat membuat keadaan kesehatan
28
seseorang menjadi lebih baik. Anak-anak dalam kehidupannya sangat aktif dan
sedang dalam masa pertumbuhan yang cepat sehingga harus mendapatkan
makanan yang bergizi. Data sebaran siswa berdasarkan konsumsi pangan hewani
dan turunannya serta status anemia disajikan dalam Tabel 12 berikut ini.
Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan konsumsi pangan hewani dan
turunannya serta status anemia
Frekuensi Anemia Normal Total p
n % n % n %
Frekuensi konsumsi daging berwarna merah
Tidak pernah 19 76 20 74.1 39 75 0.43
Jarang (<4kali/minggu) 6 24 7 25.9 13 25
Sering (4-6 kali/minggu) 0 0 0 0 0 0
Selalu (7kali/minggu) 0 0 0 0 0 0
Total 25 100 27 100 52 100
Frekuensi konsumsi daging berwarna putih (daging ayam, daging burung)
Tidak Pernah 14 56 7 25.9 21 40.4 0.04
Jarang (<4kali/minggu) 8 32 16 59.3 24 46.2
Sering(4-6 kali/minggu) 2 8 3 11.1 5 9.6
Selalu (7kali/minggu) 1 4 1 3.7 2 3.8
Total 25 100 27 100 52 100
Frekuensi konsumsi telur
Tidak pernah 0 0 1 3.7 1 1.9 0.7
Jarang (<4kali/minggu) 14 56 17 63.0 31 59.6
Sering(4-6 kali/minggu) 9 36 7 25.9 16 30.8
Selalu (7kali/minggu) 2 8 2 7.4 4 7.7
Total 25 100 27 100 52 100
Frekuensi konsumsi ikan segar
Tidak pernah 2 8 2 7.4 4 7.7 0.16
Jarang (<4kali/minggu) 20 80 13 48.1 33 63.5
Sering(4-6 kali/minggu) 3 12 10 37.0 13 25.0
Selalu (7kali/minggu) 0 0 2 7.4 2 3.8
Total 25 100 27 100 52 100
Frekuensi konsumsi susu
Tidak pernah 4 16 4 14.8 8 15.4 0.87
Jarang (<4kali/minggu) 14 56 20 74.1 34 65.4
Sering(4-6 kali/minggu) 5 20 2 7.4 7 13.5
Selalu (7kali/minggu) 2 8 1 3.7 3 5.8
Total 25 100 27 100 52 100
Berdasarkan Tabel 12 sebaran kebiasaan konsumsi pangan hewani
didapatkan hasil bahwa pada kelompok siswa anemia sebagian besar baik
frekuensi konsumsi daging berwarna merah (76%) maupun konsumsi daging
putih (56%) seperti daging ayam dan burung menyatakan bahwa meraka tidak
pernah mengkonsumsinya selama satu minggu, frekuensi konsumsi telur (56%)
maupun ikan segar (80%) memiliki frekuensi makan dalam kategori jarang.
Konsumsi pangan daging merah pada kedua kelompok menyatakan tidak pernah
dalam seminggu dikarenakan, sebagian besar konsumsi daging merah hanya pada
saat perayaan-perayaan besar tertentu seperti idul firi dan idul adha.
Kelompok siswa normal sebagian besar frekuensi konsumsi daging
berwarna merah (74.1%) menyatakan tidak pernah demikian pula untuk daging
berwarna putih (59.3%), telur (63%) dan ikan segar (48.1%) memiliki frekuensi
29
makan dalam kategori jarang (<4kali/minggu). Berdasarkan uji beda T-Test
didapatkan hasil konsumsi daging berwarna merah, konsumsi telur, dan konsumsi
ikan segar memiliki nilai p>0.05, hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan
yang signifikan antara frekuensi pangan sumber hewani yang meliputi daging
berwarna merah, telur dan ikan terhadap kedua kelompok, sedangkan berdasarkan
uji beda T-Test didapatkan hasil untuk frekuensi daging putih atau unggas
(daging ayam dan daging burung) berbeda signifikan antara kelompok siswa
anemia dengan normal dengan nilai p<0.05.
Berdasarkan hasil sebaran kebiasaan konsumsi susu, didapatkan hasil
bahwa baik kelompok siswa anemia (56%) maupun kelompok siswa normal
(74.1%) jarang mengkonsumsi susu. Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan
hasil nilai p>0.05 hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan
frekuensi konsumsi susu siswa pada kedua kelompok. Jenis konsumsi susu yang
dikonsumsi pada sebagian besar siswa yaitu susu kental manis (SKM).
Kebiasaan Pangan Nabati
Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik
jaringan tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan, karena itu protein
disebut unsur pembangun. Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun
dan memelihara sel jaringan tubuh. Data sebaran siswa berdasarkan kebiasaan
konsumsi pangan nabati dan status anemia disajikan dalam Tabel 13 berikut ini.
Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan konsumsi pangan nabati dan status
anemia
Frekuensi Anemia Normal Total p
n % n % n %
Konsumsi Pangan Nabati
Tidak pernah 1 4 0 0.0 1 1.9 0.53
Jarang (<4kali/minggu) 17 68 17 63.0 34 65.4
Sering (4-6 kali/minggu) 6 24 9 33.3 15 28.8
Selalu (7kali/minggu) 1 4 1 3.7 2 3.8
Total 25 100 27 100 52 100
Berdasarkan Tabel 13 sebaran kebiasaan konsumsi pangan nabati,
didapatkan hasil bahwa baik kelompok siswa anemia (68%) maupun kelompok
siswa normal (63%) jarang mengkonsumsi pangan nabati. Berdasarkan uji beda
T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan tidak ada
perbedaan yang signifikan frekuensi konsumsi pangan nabati pada kedua
kelompok. Pangan nabati yang sering dikonsumsi siswa baik siswa anemia
maupun siswa normal yaitu tahu dan tempe.
Kebiasaan konsumsi sayur dan buah
Sayuran dan buah merupakan bahan pangan yang mengandung vitamin
dan mineral. Selain itu, di dalam sayuran hijau mengandung zat besi yang cukup
Akan tetapi, beberapa jenis sayuran hijau juga memiliki kandungan asam oksalat
yang dapat menghambat penyerapan zat besi seperti yang terdapat dalam bayam.
Data sebaran siswa berdasarkan konsumsi sayur dan buah serta status anemia
disajikan dalam Tabel 14 berikut ini.
30
Tabel 14 Sebaran siswa berdasarkan konsumsi sayur dan buah serta status anemia
Frekuensi
Anemia Normal Total p
N % n % n %
Frekuensi konsumsi sayur berwarna hijau
Tidak pernah 2 8 1 3.7 3 5.8 0.77
Jarang (<4kali/minggu) 18 72 21 77.8 39 75.0
Sering(4-6 kali/minggu) 2 8 4 14.8 6 11.5
Selalu (7kali/minggu) 3 12 1 3.7 4 7.7
Total 25 100 27 100 52 100
Frekuensi konsumsi sayur berwarna putih
Tidak pernah 2 8 4 14.8 8 15.4 0.96
Jarang (<4kali/minggu) 21 84 20 74.1 41 78.8
Sering (4-6 kali/minggu) 1 4 3 11.1 4 7.7
Selalu (7kali/minggu) 1 4 0 0.0 1 1.9
Total 25 100 27 100 52 100
Frekuensi konsumsi buah berwarna
Tidak pernah 3 12 2 7.4 9 5 0.77
Jarang (<4kali/minggu) 19 76 23 85.2 6 42
Sering (4-6 kali/minggu) 2 8 2 7.4 5 4
Selalu (7kali/minggu) 1 4 0 0.0 7 1
Total 25 100 27 100 27 100
Frekuensi konsumsi buah tidak berwarna
Tidak pernah 2 8 0 0 2 3.8 0.96
Jarang (<4kali/minggu) 20 80 26 96.3 46 88.5
Sering (4-6 kali/minggu) 2 8 0 0 2 3.8
Selalu (7kali/minggu) 1 4 1 3.7 2 3.8
Total 25 100 27 100 52 100
Berdasarkan Tabel 14 sebaran siswa menurut konsumsi sayur dan buah
didapatkan hasil bahwa sebagian besar konsumsi sayuran berwarna hijau baik
kelompok siswa anemia (72%) maupun kelompok siswa normal (77.8%)
tergolong pada kategori jarang demikian pula frekuensi konsumsi sayuran
berwarna putih seperti kol dan kubis, sebagian besar kelompok siswa anemia
(84%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) tergolong dalam kategori jarang.
Adapun jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh siswa yaitu bayam, sop
sedangkan buah yang sering dikonsumsi yaitu pisang, mangga dan jeruk.
Konsumsi sayur yang rendah pada kedua kelompok salah satunya dikarenakan
lingkungan rumah yang kering sehingga tidak dapat menanam sayuran dan akses
ke pasar kurang memadai merupakan salah satu faktor rendahnya konsumsi
sayuran pada kedua kelompok siswa.
Konsumsi buah berwarna baik kelompok siswa anemia (76%) dan
kelompok siswa normal (85.2%) pada kategori jarang demikian pula pada
frekuensi konsumsi buah tidak berwarna baik kelompok siswa anemia (80%)
maupun kelompok siswa normal (96.3%) tergolong pada kategori jarang. Sayur
dan buah mempunyai fungsi yang sangat penting bagi. Berdasarkan uji beda T-
Test didapatkan hasil nilai p>0.05, hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan
yang signifikan frekuensi konsumsi sayuran berwarna hijau, sayuran berwarna
putih, buah berwarna dan buah tidak berwarna pada kedua kelompok. Riskesdas
(2007), menyatakan bahwa prevalensi nasional didapatkan bahwa prevalensi
kurang makan sayur dan buah pada penduduk umur >10 tahun sebesar 93.6%.
31
Kebiasaan konsumsi Teh
Raspati (2010) menyatakan bahwa makanan selain memiliki zat yang
membantu peningkatan penyerapan zat besi terdapat pula zat yang menghambat
penyerapan zat besi. Jenis makanan yang mengandung asam tanin (terdapat dalam
teh dan kopi) akan mengurangi penyerapan zat besi. Zat besi dengan senyawa
tersebut akan membentuk senyawa kompleks yang sulit untuk diserap usus.
Kebiasaan konsumsi teh pada siswa SD. Data sebaran siswa berdasarkan
kebiasaan konsumsi the dan status anemia disajikan dalam Tabel 15 berikut ini.
Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan konsumsi teh dan status anemia
Frekuensi
Anemia Normal Total p
n % n % n %
Frekuensi konsumsi teh
Tidak pernah 1 4 0 0 1 1.9 0.96
Jarang (<4kali/minggu) 11 44 14 51.9 25 48.1
Sering (4-6 kali/minggu) 12 48 9 33.3 21 40.4
Selalu (7kali/minggu) 1 4 4 14.8 5 9.6
Total 25 100 27 100 52 100
Berdasarkan Tabel 15 sebaran kebiasaan konsumsi teh menurut status
anemia, dari data diperoleh sebagian besar baik kelompok siswa anemia (48%)
frekuensi konsumsi teh dalam kategori sering sedangkan pada kelompok siswa
normal (48.1%) konsumsi teh tergolong dalam kategori jarang. Berdasarkan uji T-
test didapatkan nilai p>0.05, itu berarti bahwa konsumsi teh pada kelompok
anemia dan normal tidak berbeda signifikan. Konsumsi teh yang dikonsumsi
berasal dari jajanan minuman teh dingin yang biasa dikonsumsi disekolah. Rata-
rata konsumsi jajanan teh pada kedua kelompok yaitu 1 gelas per hari atau 200 ml
teh. Jenis makanan yang mengandung asam tanin (terdapat dalam teh dan kopi),
kalsium, fitat, polifenol, oksalat, fosfat dan obat-obatan (antasid, tetrasiklin dan
kolestiramin) akan mengurangi penyerapan zat besi. Zat besi dengan senyawa
tersebut akan membentuk senyawa kompleks yang sulit untuk diserap usus.
Tanin dalam teh dapat menghambat penyerapan zat besi pada waktu makan
sebesar 70% (Raspati 2010)
Asupan Energi dan Zat Gizi
Konsumsi pangan diukur menggunakan metode recall 2x24 jam,
kemudian data tersebut diolah dan dikategorikan menurut tingkat kecukupan
zatgizi. Jenis zat gizi yang dianalisa meliputi berberapa zat gizi makro yaitu
energi dan protein sedangkan zat gizi mikro yaitu kalsium, besi, Vit A, Vit B dan
Vit C.
Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak yang berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan,
pengatur suhu tubuh dan kegiatan fisik (Sinaga et al 2012). Menurut Widyakarya
Naional pangan dan Gizi (WNPG) 2004 menetapkan kecukupan energi anak usia
10-12 tahun sebesar 2050 kkal. Data sebaran siswa berdasarkan kecukupan zat
gizi dan status anemia disajikan dalam Tabel 16 berikut ini.
32
Tabel 16 Sebaran siswa berdasarkan kecukupan zat gizi dan status anemia
Zat Gizi
Anemia Normal Total
N % n % n %
Energi
Defisit Tingkat Berat 17 68 15 55.5 32 61.5
Defisit Tingkat Sedang 6 24 4 14.8 10 19.2
Defisit Tingkat Ringan 1 4 5 18.5 6 11.5
Cukup 1 4 3 11.1 4 7.7
Lebih 0 0 0 0.0 0 0.0
Total 25 100 27 100 52 100
Protein
Defisit Tingkat Berat 7 28 5 18.5 12 23.0
Defisit Tingkat Sedang 2 8 3 11.1 5 9.6
Defisit Tingkat Ringan 3 12 4 14.8 7 13.4
Cukup 7 28 8 29.6 15 28.8
Lebih 6 24 7 25.9 13 25
Total 25 100 27 100 52 100
Kalsium
Cukup 2 8 2 7.4 4 7.7
Kurang 23 92 25 92.6 48 92.3
Total 25 100 27 100 52 100
Besi
Cukup 12 48 15 55.6 27 51.9
Kurang 13 52 12 44.4 25 49.1
Total 25 100 27 100 52 100
VitA
Cukup 25 100 27 100 52 100
Kurang 0 0 0 0 0 0.0
Total 25 100 27 100 52 100
VitB
Cukup 2 8 1 3.7 3 5.8
Kurang 23 92 26 96.3 49 94.2
Total 25 100 27 100 52 100
VitC
Cukup 8 32 4 14.8 12 23.1
Kurang 17 68 23 85.2 40 76.9
Total 25 100 27 100 52 100
Berdasarkan Tabel 16 diperoleh hasil bahwa baik kelompok siswa anemia
(68%) maupun kelompok siswa normal (70.4%) sebagian besar mengalami defisit
tingkat berat untuk asupan energi. Tingkat kecukupan protein kelompok siswa
anemia (28%) sebagian besar siswa yang mengalami defisit tingkat berat dan
cukup (28%) kategori cukup, sedangkan kelompok siswa normal (29.6%). Zat-zat
gizi yang memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi
zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan
kegiatan atau aktivitas (Almatsier 2002).
Tingkat kecukupan kalsium baik kelompok siswa anemia (92%) maupun
kelompok siswa normal (92.6%) berada dalam kategori kurang demikian pula
pada tingkat kecukupan zat besi kelompok siswa anemia (52%) kategori kurang
tetapi kelompok siswa normal (55.6%) dalam kategori cukup.
Zat gizi mikro lainnya yang diteliti yaitu vitamin A, vitamin B, vitamin C
.Pada kelompok siswa anemia (100%) maupun kelompok siswa normal (100%)
diperoleh bahwa pada tingkat kecukupan vitamin A dalam kategori cukup
33
sedangkan tingkat kecukupan vitamin B kedua kelompok siswa dalam kategori
kurang demikian pula pada tingkat kecukupan vitamin C. Zat-zat gizi yang
memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi
ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan atau
aktivitas (Almatsier 2002).
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Semua kelangsungan hidup sel
sangat berhubungan dengan zat gizi protein. Nama protein berasal dari kata
Yunani protebos, yang artinya yang pertama atau yang terpenting. Fungsi protein
didalam tubuh sangat erat hubungannya dengan hayati hidup sel selalu
bersangkutan dengan fungsi protein (Sediaoetama 2000). Data sebaran siswa
berdasarkan rata-rata asupan zat gizi dan status anemia disajikan dalam tabel 17
berikut ini
Tabel 17 Sebaran siswa berdasarkan rata-rata asupan zat gizi dan status anemia
Jenis Zat Gizi Anemia Normal
Rata-rata±Sd Rata-rata±Sd
Energi (kkal) 1067.0±155.8 1084.7±196.1
Protein (g) 42.5±27 51.5±52.2
Kalsium 262±250.2 223.6±253.5
Besi 7.2±4.18 10.3±7.53
Vitamin A 1057.5±427.5 883.5±326.9
Vitamin B 1.45±46.75 1.49±7.08
Vitamin C 30.5±38.8 20.9±31.0
Berdasarkan Tabel 17 hasil recall konsumsi 2 x 24 jam, diketahui bahwa
asupan energi rata-rata pada kelompok anemia yaitu 1067.0±155.8 lebih kecil
dibandingkan rata-rata asupan energi pada kelompok normal yaitu 1084.0±196.1,
sedangkan rata-rata asupan protein pada kelompok anemia sebesar 42.5±27 lebih
kecil dibandingkan asupan protein rata-rata pada kelompok siswa normal yaitu
sebesar 51.5±52.2. Rata-rata asupan zat micro seperti Fe asupan kelompok siswa
normal lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa anemia, tetapi untuk
asupan kalsium, Vit A dan Vit C, rata-rata asupan lebih tinggi pada kelompok
siswa anemia dibandingkan dengan siswa normal.
Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan cara pengukuran kecerdasan kognitif secara
tidak langsung. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan
dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap,
tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan-perubahan
aspek lain yang ada pada individu belajar. Penilaian prestasi belajar yang
dilakukan di sekolah adalah dengan melihat hasil evaluasi belajar siswa. Menurut
Rina (2008) dalam Masruroh (2011) menyatakan bahwa prestasi belajar anak
dapat diukur melalui skor prestasi belajar dari beberapa mata pelajaran meliputi
Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan
Sosial. Data sebaran siswa berdasarkan uji statistika disajikan dalam Tabel 18
berikut ini.
34
Tabel 18 Sebaran siswa berdasarkan uji statistika nilai
Uji B.Indonesia Matematika IPA IPS
Rata-rata 57.3 50.2 61.4 60.7
Stdev 7.4 9.5 11.0 6.5
Min 40 30 40 50
Max 70 75 90 75
Berdasarkan Tabel 18 sebaran nilai UAS (ujian akhir semester) yang
dilakukan pada bulan september 2012, didapatkan hasil yaitu nilai rata-rata
terendah yaitu pada mata pelajaran matematika dengan nilai yaitu sebesar 50.2
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelajaran matematika masih sulit
dimengerti oleh siswa dibandingkan mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, IPA
dan IPS. Data sebaran siswa berdasarkan rata-rata nilai dan status anemia
disajikan dalam Tabel 19 berikut ini.
Tabel 19 Sebaran siswa berdasarkan rata-rata nilai dan status anemia
Mata pelajaran
Anemia Normal
rata-rata±Sd rata-rata±Sd
Indonesia 60.3±6.21 61.3±8.4
Matematika 52.6±8.16 54.8±10.5
IPA 61.12±10.4 66.2±10.7
IPS 63.4±5.96 63.5±7.4
Berdasarkan Tabel 19 didapatkan hasil bahwa pada kedua kelompok
anemia memiliki nilai rata-rata terbesar yaitu pada mata pelajaran IPA dan IPS,
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelajaran IPA dan IPS lebih mudah
dimengerti oleh siswa. Rata-rata nilai kelompok anemia lebih rendah
dibandingkan dengan nilai kelompok normal pada keempat mata pelajaran yang
diuji. Menurut Syah (2010) tingkat keberhasilan belajar di bagi menjadi 4
kategori yaitu, kurang jika nilai <60, cukup jika skor 60-69, baik jika skor 70-79,
dan sangat baik jika skor ≥80. Data sebaran siswa berdasarkan tingkat prestasi
belajar dan status anemia disajikan dalam Tabel 20 berikut ini.
Tabel 20 Sebaran siswa berdasarkan tingkat prestasi belajar dan status anemia
Kategori prestasi
belajar
Anemia Normal Total
n % n % n % p
Kurang 18 72 17 63.0 35 67.3
Cukup 6 24 9 33.3 15 28.8 0.43
Baik 1 4 1 3.7 2 3.8
sangat baik 0 0 0 0.0 0 0.0
Total 25 100 27 100.0 52 100.0
Berdasarkan Tabel 20 sebaran tingkat prestasi belajar menurut status
anemia didapatkan hasil bahwa sebagian besar kelompok siswa anemia (72%)
maupun kelompok siswa normal (63%) mempunyai prestasi belajar dalam
kategori kurang Berdasarkan uji beda T-Test diketahui bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan tingkat pengetahuan pada kedua kelompok dengan
nilai p>0.05.
Menurut Almatsier (2004), akibat yang paling jelas terlihat dari anemia
gizi besi pada anak sekolah adalah menurunnya kemampuan berfikir
(konsentrasi dan kecerdasan berkurang) dan terganggunya aktivitas fisik
35
karena kondisi badan yang mudah lelah. Selain itu, anemia gizi besi dapat
mengganggu respons sistem kekebalan, terutama sel limfosit-T sehingga
mempermudah terserang penyakit infeksi (Almatsier 2004).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal
dan membutuhkan pengeluaran energi (Hoeger & Hoeger 2005 dalam Astina
2012). Aktivitas fisik dikategorikan menjadi empat kategori menurut
FAO/WHO/UNU (2001), yaitu aktivitas sangat ringan, aktivitas ringan, aktivitas
sedang, dan aktivitas berat. Data sebaran siswa berdasarkan aktivitas fisik dan
status anemia disajikan dalam Tabel 21 berikut ini.
Tabel 21 Sebaran siswa berdasarkan aktivitas fisik dan status anemia
Jenis Aktivitas
Anemia Normal Total p
n % n % n %
Sangat Ringan 7 28 10 37.0 17 32.7 0.62
Ringan 16 64 15 55.6 31 59.6
Sedang 1 4 2 7.4 3 5.8
Berat 1 4 0 0 1 1.9
Sangat Berat 0 0 0 0 0 0
Total 25 100 27 100 52 100
Bedasarkan Tabel 21 sebaran aktivitas fisik menurut status anemia,
didapatkan hasil bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (64%)
maupun kelompok siswa normal (55.6%) aktivitas fisik dalam kategori ringan.
Berdasarkan uji T-test didapatkan nilai p >0.05, hal tersebut dapat dikatakan
bahwa tidak ada perbedaan signifikan terhadap aktivitas fisik pada kedua
kelompok.
Anak usia sekolah sedang berada pada proses tumbuh kembang fisik
dan psikososial yang pesat, dan bila berlangsung secara optimal, sangat
diharapkan akan terjadi peningkatan prestasi akademik, produktifitas kerja
dan prestasi olahraga di masa kini dan akan datang (Depkes, 2003). Data
sebaran siswa berdasarkan rata-rata alokasi waktu siswa dan status anemia
disajikan dalam Tabel 22 berikut ini.
Tabel 22 Sebaran siswa berdasarkan rata-rata alokasi waktu dan status anemia
No Kegiatan
Anemia Normal
Rata-rata±Sd
(Menit)
Rata-rata±Sd
(Menit)
1 Tidur (tidur siang dan malam) 458 ± 56 432 ± 73
2 Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan
membaca
89 ± 56 107 ± 73
3 Duduk sambil menonton TV 109 ± 64 105 ± 67
4 Berdiri diam, beribadah,berhias 28± 71 30 ± 72
5 Makan dan minum 28 ± 15 25 ± 10
6 Jalan bolak-balik kesekolah 121 ± 47 114 ± 53
7 Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) 41± 32 84 ± 76
8 Belajar (Sekolah dan Pengajian) 409 ± 110 395 ± 98
9 Berjalan-jalan (Main dan menjaga adik) 60 ± 56 53 ± 32
10 Olahraga 28 ± 4 38 ± 19
11 Olahraga (sepak bola, dan lain-lain) 50 ± 23 51 ± 23
36
Berdasarkan Tabel 22 rata-rata alokasi waktu aktivitas siswa selama 24
jam berdasarkan status anemia siswa didapatkan hasil bahwa rata-rata kegiatan
terlama siswa yang mengalami anemia dan normal dilakukan untuk tidur yaitu
tidur dimalam hari dan siang hari, untuk siswa anemia (458.4 ± 56) dan siswa
normal (432 ± 73) dan alokasi waktu yang dilakukan terlama selain tidur yaitu
baik kelompok siswa anemia (409 ± 110) maupun kelompok siswa normal (395 ±
98), rata-rata alokasi waktu mereka dilakukan untuk duduk didepan meja dan
menulis, pada kedua kelompok ini mengatakan bahwa rata-rata waktu mereka
dilakukan untuk belajar disekolah dan mengikuti pengajian diluar sekolah.
Hubungan pengetahuan gizi, konsumsi sumber zat besi, prestasi
belajar dan aktivitas fisik dengan status anemia
Hasil uji kolerasi spearman yang telah dilakukan, tidak ada hubungan
nyata antara pengetahuan gizi dengan status anemia. Sehingga pada penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan gizi tidak berhubungan signifikan dengan
status anemia dengan nilai p>0.05. Menurut Nasoetion dan khomsan (1995),
menyatakan individu yang memiliki pengetahuan gizi baik akan mempunyai
kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan pangan.
Hubungan antara pangan sumber zat besi terhadap status anemia,
berdasarkan uji spearman didapatkan hasil bahwa konsumsi pangan sumber zat
besi daging merah terhadap status anemia tidak berhubungan signifikan dengan
nilai p>0.05 sedangkan konsumsi pangan sumber zat besi daging putih terhadap
status anemia berhubungan signifikan dengan nilai p <0.05.
Hasil uji kolerasi pearson yang telah dilakukan bahwa prestasi belajar
tidak ada hubungan signifikan dengan status anemia dengan nilai p>0.05. Hal ini
berbeda dengan penelitian Sinaga (2005), yang menyatakan bahwa status anemia
berhubungan dengan prestasi belajar. Sedangkan berdasarkan hasil uji kolerasi
spearman yang dilakukan bahwa aktivitas fisik tidak ada hubungan signifikan
dengan status anemia dengan nilai p>0.05.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status anemia, aktivitas fisik dan
prestasi belajar
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengatahui pengaruh
antara dua atau lebih variabel independen dengan satu variabel dependen yang
ditampilkan dalam bentuk persamaan regresi. Persamaan regresi linear pada
penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah variabel independen seperti
pengetahuan gizi dan konsumsi pangan sumber zat besi berpengaruh terhadap
status anemia yang dilihat dari kadar hemoglobin darah siswa, berikut ini adalah
Persamaan 1 regresi linear
Y1 : a+ b1X1+ b2X2
Y1 : 10.036 + 0.011 X1 +0.034 X2
Keterangan :
Y1: Status anemia siswa (kadar Hb)
X1 : Skor pengetahuan gizi siswa
37
X2 : Konsumsi pangan sumber zat besi
Hasil analisis regresi linear berganda menunjukan bahwa skor
pengetahuan gizi dan konsumsi pangan sumber zat besi tidak berpengaruh
signifikan terhadap status anemia dengan p>0.05. Hal ini menunjukan bahwa
pengetahuan gizi dan konsumsi pangan sumber zat besi tidak berpengaruh
terhadap status anemia, kemudian dilakukan analisis determinasi yang bertujuan
untuk mengetahui presentase sumbangan pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen, berdasarkan hasil uji didapatkan nilai Adjusted R Square
sebesar 0.004 atau 0.4%. Hal ini menunjukan bahwa presentase sumbangan
pengaruh variabel independen (pengetahuan gizi dan konsumsi pangan sumber
zat besi) terhadap variabel dependen (status anemia (Hb)) sebesar 0.4%.
Persamaan II regresi linear bertujuan untuk menguji apakah variabel
independen seperti status anemia (Hb) dan konsumsi pangan sumber zat besi
berpengaruh terhadap aktivitas fisik siswa, berikut ini adalah Persamaan II regresi
linear
Y2 : a+ b1X1+ b2X2
Y2 : 1.143 + 0.029 X1 +0.00 X2
Keterangan :
Y2: Aktivitas Fisik
X1 : Status anemia siswa (kadar Hb)
X2 : Konsumsi pangan sumber zat besi
Hasil analisis regresi linear berganda menunjukan bahwa status anemia
dan konsumsi pangan sumber zat besi tidak berpengaruh signifikan terhadap
aktivitas fisik dengan p>0.05. Hal ini menunjukan bahwa status anemia dan
konsumsi pangan sumber zat besi tidak berpengaruh terhadap status anemia,
kemudian dilakukan analisis determinasi yang bertujuan untuk mengetahui
presentase sumbangan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen,
berdasarkan hasil uji didapatkan nilai Adjusted R Square sebesar 0.009 atau
0.9%. Hal ini menunjukan bahwa presentase sumbangan pengaruh variabel
independen (status anemia dan konsumsi pangan sumber zat besi) terhadap
variabel dependen (aktivitas fisik) sebesar 0.9%.
Persamaan III regresi linear bertujuan untuk menguji apakah variabel
independen seperti aktivitas fisik, status anemia dan konsumsi pangan sumber zat
besi berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, berikut ini adalah Persamaan III
regresi linear
Y3 : a+ b1X1+ b2X2+ b3X3
Y3 : 42.247 + 2.068 X1 + 0.814 X2 + 0.097 X3
Keterangan :
Y3: Prestasi Belajar
X1 : Aktivitas Fisik
X2 : Status anemia siswa (kadar Hb)
X3 : Konsumsi pangan sumber zat besi
Hasil analisis regresi linear berganda menunjukan bahwa aktivitas fisik,
status anemia dan konsumsi pangan sumber zat besi tidak berpengaruh signifikan
terhadap prestasi belajar dengan p>0.05. Hal ini menunjukan bahwa aktivitas
fisik, status anemia dan konsumsi pangan sumber zat besi tidak berpengaruh
terhadap prestasi belajar, kemudian dilakukan analisis determinasi yang bertujuan
untuk mengetahui presentase sumbangan pengaruh variabel independen terhadap
38
variabel dependen, berdasarkan hasil uji didapatkan nilai Adjusted R Square
sebesar 0.021 atau 2.1%. Hal ini menunjukan bahwa presentase sumbangan
pengaruh variabel independen (aktivitas fisik, status anemia dan konsumsi pangan
sumber zat besi) terhadap variabel dependen (prestasi belajar) sebesar 2.1%.
Berdasarkan hasil dari ketiga persama regresi tersebut diketahui bahwa semua
faktor-faktor variabel independen yang diuji tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen yang diuji.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sebanyak 25 siswa (48.08%) mengalami anemia dengan persentase 48.08%,
dan sebanyak 27 orang (51.92%) dengan status normal. Usia berkisar antara 9
sampai 12 tahun, terdiri dari 25 siswa perempuan (48.1%) dan 27 siswa laki laki
(5.19%), sebagian besar kelompok siswa anemia mempunyai uang saku minimal
yang diberikan orang tua yaitu sebesar Rp. 1000 dengan rata-rata uang saku
sebesar Rp.1920±942.9 pada kelompok siswa normal, uang saku minimal yang
diberikan orang tua yaitu sebesar Rp. 1000 dengan rata-rata jumlah uang saku
sebesar Rp. 1740.7±891.9.
Tingkat pendidikan ayah pada kelompok siswa anemia (60%) maupun
kelompok siswa normal (77.8%) pada tingkatan SD. Demikian pula tingkat
pendidikan ibu baik kelompok siswa anemia (84%) maupun kelompok siswa
normal (74.1%) pada tingkatan SD. Pekerjaan ayah baik kelompok anemia (64%)
maupun kelompok siswa normal (63%) bekerja sebagai buruh bangunan.
Pekerjaan ibu pada kedua kelompok sebagian besar sebagai ibu rumah tangga.
Berdasarkan pendapatan perkapita keluarga baik kelompok siswa anemia (72%)
maupun kelompok siswa normal (85.2%) dikategorikan sebagai keluarga miskin.
Tingkat pengetahuan gizi siswa berada pada kategori kurang sebesar
(80.8%) dan tidak ada seorangpun siswa yang mempunyai tingkat pengetahuan
gizi dalam kategori baik. Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai
p>0.05 hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara status
anemia terhadap pengetahuan gizi siswa.
Berdasarkan nilai kedua kelompok memiliki nilai rata-rata terbesar yaitu
pada mata pelajaran IPA dan IPS, hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelajaran
IPA dan IPS lebih mudah dimengerti oleh siswa. Hasil uji kolerasi pearson yang
telah dilakukan bahwa prestasi belajar tidak ada hubungan nyata dengan status
anemia
Aktivitas fisik, pada kelompok anemia sebagian besar (64%) aktivitas
fisik dalam kategori ringan, demikian pula kelompok normal sebagian
besar(55.6%) tergolong pada aktivitas ringan. Hasil uji korelasi spearman yang
telah dilakukan bahwa aktivitas fisik tidak ada hubungan nyata dengan status
anemia. Hasil uji regresi linear berganda menunjukan bahwa semua variabel
independen yang diuji tidak berepengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
39
Saran
Status anemia pada sekolah dasar sebaiknya lebih diperhatikan karena
pada penelitian ini masih terdapat 48.08% siswa anemia,sehingga disarankan
penggunaan suplementasi zat besi untuk menanggulai anemia, diberikan
pendidikan gizi khusunya tentang jajanan pangan, pengetahuan anemia dan
pencegahannya. Untuk penelitian lanjutan faktor-faktor yang berhubungan
dengan prestasi belajar sebaiknya diteliti seperti motivasi belajar siswa dan pola
belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan N, Madanijah S, & Zulaikhah. 2009. Laporan Penelitian: Monitoring
dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
Nasional Tahun 2008. Southeast Asian Food and Agricultural Science
and Technology (SEAFAST) Center IPB dan Direktorat Surveilan dan
Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM RI, Bogor
Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Arisman MB. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Kedokteran FGC.
Arisman. 2007. Gizi dalamDaur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC.
BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.Jakarta: Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Pendapatan Perkapita. www.bps.go.id. [13
Oktober 2012]. Depkes. 1998a. Informasi Tentang Anemia Gizi dan tablet Tambah darah untuk
Calon Pengantin wanita. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta
Depkes, 1996. Pedoman Operasional Penanggulangan Anemia Gzi di
Indonesia. Jakarta, Depkes RI
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2003. Gizi dalam Angka. Direktorat Jenderal
Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat Jakarta.
Depkes] Departemen Kesehatan. 2007. Riset Kesehatan Dasar. www.depkes.go.id [13
September 2012].
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar. www.depkes.go.id [06
Desember 2012]
Ernst et al. 1998. Iron status, menarche, calcium supplementation in adolescent
girls. Am J Clin Nutr 68:880-7.
Florence TM, Setright RT. 1994. The handbook of preventive medicine (a
complete guide to diet, dietary supplements and lifestyle faktors in the
prevention of disease). newYork: Kingsclear Books.
Gibney, Michael J. et all. Gizi Kesehatan Masyarakat. Gibney, Penerjemah,
Andry Hartono. Jakarta: EGC, 2005
40
Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assesment 2nd
edition. USA:Oxford
University Press.
Gunarsa, S.A & Y.S.A Gunarsa. 1995. Psikologi Praktis, anak, Remaja, dan
keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta
Hardinsyah. 2004. Manfaat dan Kiat Memilih. Makalah yang disajikan dalam
Seminar Nuansa Pangan Gizi Keluarga VI. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Hardinsyah & Martianto D. 1989. Menaksir Kebutuhan Energi dan Protein serta
Penilaian Menu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta: Wisari
Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta:Erlangga
Husain MA, Husain YK. 1989. Study Nutritional Anemia and Assessment of
Information Compilation for Supporting and Formulating National Policy
and Program. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Bogor: Depkes RI &
Puslitbang Gizi.
Irawati, Damanhuri, Fachrurrozi.1992. Pengetahuan Gizi Murid SD dan SLTP di
Kotamadya Bogor. Penelitian Gizi dan Makanan (15);21-28.Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Gizi
Karyadi D, Muhilal. 1995. Angka kecukupan ghizi yang dianjurkan. Jakarta:
Gramedia.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi.Diktat Departemen Gizi
Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
Khomsan A. 2002. Studi evaluasi PMT-AS terhadap kesehatan dan status gizi
anak. Media Gizi dan Keluarga. XXIV 1, 103-107
Lucas BL. 2004. Nutrition in Childhood. Di dalam : LK, Escott-Stump E.
Krause:Food, Nutrition and Diet\
Moehji, Sjahmien. 2007. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan
Penyakit. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Muhilal & S. Saidin. 1980 ketelitian hasil penetuan Hemoglobin dengan cara
sianmethoglobin, cara sahli dan Sianmethoglobin tidak langsung.
Penelitian Gizi dan Makanan Jilid 4. Depkes RI, Jakarta.
Muhilal, F. Jalal & Hardinsyah. 1998. Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.
Dalam Widya Karya Pangan dan Gizi VI. LIPI, Jakarta.
Munandar, Abdul Haris. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Anemia pada Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Purwakarta Tahun
2004. Depok : Skripsi FKM UI, 2005.
[NAAC] National Anemia Action Council. 2002. Anemia Hidden Epidemic. Los
Angeles: NAAC.
Nasoetion A, Riyadi H.1994. Gizi Terapan. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Nasoetion A, Riyadi H. 1996. Gizi Terapan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Riyadi H. 2006. Materi Pokok Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas
Terbuka
Sanjur, D. 1982. Social and cultural perspective in nutrition. New Jersey:
Prentice Hall Inc.
Sediaoetama AD. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta:
Dian Rakyat.
41
______________ . 2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta:
Dian Rakyat.
Sinaga, E. 2005. Hubungan antara kadar Hb dengan prestasi belajar pada murid
SD Negeri kecamatan Palipi Kabupaten Samosir. Jurnal Mutiara
Kesehatan Indonesia. Vol. 1, No.2 Edisi Desember 2005.
Sinaga T, et al. 2012. Dampak Menu Sepinggan Terhadap Konsumsi dan Tingkat
Kecukupan Energi serta Zat Gizi lain pada Siswa SD. Jurnal Gizi dan
Pangan, 7(1),27-34.
Sjostrom M, Ekelund U, Yngve A. 2008. Assessment of Physical Activity. Di
dalam: Gibney MJ, Magetts BM, Kearney JM, Arab L, editor. Public
Health Nutrition. Oxford: Blackwell Publishing.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Soewondo S, Husaini M & Pollitt E. 1989. Effect of Iron Deficiency on Attention
and Learning Processes in School Children: Bandung, Indonesia. Am J
Clin Nutr, 50, 667-74.
Spear B. 2004. Nutrition in Adolescence. Di dalam: Mahan LK & Stump SE,
editor. Krause’s Food, Nutrition and Diet Therapy 11th
edition. USA:
Elsevier.
Stopler. 2004. Medical Nutrition Therapy for Anemia. Di dalam: Mahan LK &
Stump SE, editor. Krause’s Food, Nutrition and Diet Therapy 11th
edition.
USA: Elsevier.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas, Pangan dan
Gizi, Institut Pertanian Bogor.
_______ . 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukandar, D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi.
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Supriasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
Syafiq, A et al. 2005. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Syah M. 2010. Psikologi Pendidikan dengan pendekatan baru .PT Remaja Prima
Karya. Bandung
Thanthowi. 1991. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan baru. PT Remaja
Rosdakarya. Bandung
Winkel W .S. 1991. Psikologi Pengajaran. Grasindo. Jakarta
[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan
Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.Jakarta: LIP
42
Lampiran 1. Uji Hubungan antar variabel
a. Hubungan Konsumsi Pangan Sumber Hewani dengan Status Anemia
Uji Variabel Sig (2-tailed)
Spearman Daging berwarna Merah 0.33
Daging berwarna putih 0.019
Ikan 0.205
Telur 0.717
b. Hasil hubungan aktivitas fisik dan prestasi belajar dengan Status Anemia
Uji Variabel Sig (2-tailed)
Spearman Aktivitas fisik 0.63
Pearson Prestasi Belajar 0.22
c. Hasil regresi linear berganda pengaruh pengetahuan gizi dan konsumsi
pangan terhadap status anemia
Variabel B Beta T p
Konstanta 10.036 9.989 0.000
Pengetahuan Gizi 0.011 0.117 0.836 0.407
Kebiasaan makan 0.034 0.164 1.192 0.239
d. Hasil regresi linear berganda pengaruh status anemia dan konsumsi pangan
terhadap aktivitas fisik
Variabel B Beta T p
Konstanta 1.143 5.117 0.000
Status Anemia 0.029 0.220 1.553 0.127
Kebiasaan Makan 0.000 -0.004 -0.031 0.975
e. Hasil regresi linear berganda pengaruh aktivitas fisik, status anemia,
konsumsi pangan terhadap prestasi belajar
Variabel B Beta T p
Konstanta 42.247 3.572 0.000
Aktivitas fisik 2.068 0.049 0.339 0.736
Status anemia 0.814 0.148 1.004 0.320
Kebiasaan makan 0.0097 0.985 0.519 0.557
43
Lampiran 2 Kuisioner Penelitian
KODE:
KUESIONER PENELITIAN
DI SDN PASANGGRAHAN 11 KABUPATEN PURWAKARTA
Nama Responden : …………………………………………………
SD/MI : SDN Pasanggrahan II Purwakarta
Enumerator : ………………………………………………….
Tanggal Wawancara : …………………………………………………..
DEPA RT EMEN G I ZI MAS YAR AK AT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
44
Karakteristik Responden
A. Anak Sekolah
1. Nama siswa : ………………………………………………………….
2. Kelas : ……………………………………………………….....
3. Umur/ TTL : ……………………………………………………….....
4. Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
5. Anak ke- : …….. dari …….. bersaudara
6. Kadar Hb : …….. mg/dL
7. Besar uang saku : …………/hari
8. Alokasi uang saku:
Jajan makanan/minuman : Rp……..
Membeli peralatan sekolah : Rp……..
Transportasi : Rp……..
Menabung : Rp……..
Lainnya, sebutkan : Rp……..
B. Keluarga No. Nama Tanggal
lahir
Jenis
kelamin
Pendidikan
terakhir
Pekerjaan
Utama Tambahan
1.
2.
3.
4.
5.
Jenis kelamin:
Perempuan (P) atau laki-laki
(L)
Pekerjaan:
Tidak bekerja/ibu rumah
tangga
Petani
Buruh bangunan
Guru, ABRI, polisi, PNS
Wiraswasta
Pembantu rumah tangga
Wirausaha (pedagang,
Lainnya (supir, ojek, ....)
Pendidikan:
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
45
Nama : ……………
Kelas : ……………
Tanggal : ……………
A. Pengetahuan Gizi
Berikan tanda (x) pada jawaban yang paling benar
1. Makanan bergizi adalah
a. Makanan yang menyenangkan
b. Makanan yang menyehatkan
c. Makanan yang member tenaga
d. Makanan yang tidak bersih
2. Tubuh yang terpenuhi zat gizinya akan
a. Kuat dan pintar
b. cerdas dan pintar
c. sehat dan aktif
d. sehat dan kuat
3. Makanan sumber vitamin dan mineral adalah
a. Ayam c. susu
b. Sayur dan buah d. nasi
4. Makanan sumber karbohidrat adalah
a. roti c. apel
b. ayam d. tempe
5. Makanan sumber karbohidrat adalah
a. roti c. apel
b. mentega d. tempe
6. Makanan sumber protein hewani adalah
a. roti c. apel
b. ayam d. tempe
7. Makanan sumber protein nabati adalah
a. roti c. apel
c. ayam d. tempe
8. Makanan sumber vitamin A adalah
a. tahu c. nasi
b. wortel d. ikan
9. Makanan yang sehat adalah
a. makanan yang mengandung gizi yang cukup dan hygiene
b. makanan yang mudah didapat dan pengolahannya praktis
c. makanan yang mahal dan enak
d. makanan yang sudah basi
10. Contoh makanan yang seimbang adalah
a. makanan yang banyak mengandung karbohidrat
b. makanan yang banyak mengandung protein
c. makanan yang berimbang antar zat gizi
d. makanan yang banyak mengandung lemak
11. Makanan jajanan yang mengandung sumber karbohidrat adalah
a. biskuit
b. bakso
c. bubur kacang hijau
d. buah papaya potong
46
12. Makanan jajanan yang mengandung sumber protein hewani
a. bubur ayam
b. chiki
c. buah jeruk
d. tahu goring
13. Makanan jajanan yang mengandung sumber protein nabati
a. tahu goring
b. lontong sayur
c. bubur ayam
d. buah papaya potong
14. Minuman yang paling baik untuk tubuh adalah
a. jas jus c. teh kotak
b. teh sistri d. air putih
15. Makanan jajanan adalah
a. makanan yang dijual diwarung, dikemas untuk dinikmati
b. makanan yang diual di kantin sekolah atau pedagang kaki lima
c. makanan cemilan atau selingan yang dipersiapkan untuk dimakan
langsung
d. jawaban a, b dan c benar
16. Apakah itu anemia
a. tidak tahu
b. tekanan darah rendah
c. darah tinggi
d. rendahnya kadar Hb dalam darah dibawah kadar normal
17. Apa salah satu penyebab seseorang menderita anemia
a. olah raga teratur
b. sering makan sayuran hijau
c. kurang aktifitas fisik
d. kurang makanan kaya zat besi
18. Apakah tanda-tanda anemia
a. cepat letih
b. bersemangat
c. tidak bisa konsentrasi belajar
d. jawaban a dan c benar
19. Bagaimana cara mencegah seseorang agar tidak menderita anemia
a. tidak tahu
b. banyak mengkonsumsi makanan sumber protein hewani
c. banyak konsumsi sayuran hijau
d. banyak makan sayuran hijau dan sumber protein hewani
20. Makanan sumber zat besi, kecuali’
a. anggur
b. hati sapi
c. tempe
d. kacang hijau
21. Menurut kamu apakah manfaat sarapan itu
adalah……………………………………………………..
22. (khusus wanita) apakah adik sudah datang
bulan/haid/mentruasi…………….
47
Bila sudah, sejak kapan pertama kali datang
bulan/haid/menstruasi…………..
B. Kebiasaan makan
1. Berapa kali kamu makan dalam sehari?
a. 1 kali c. 3 kali
b. 2 kali d. 4 kali
2. Apakah kamu biasa sarapan pagi?
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
3. Apa yang paling sering kamu makan saat sarapan? (jika tidak pernah,
jangan diisi)
a. Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah
b. Nasi, lauk hewani, lauk nabati, dan sayur
c. Nasi dan lauk hewani
d. Lainnya,
sebutkan……………………………………………………………
4. Berapa gelas kamu minum air putih dalam sehari……………………
5. Apakah kamu biasa mengkonsumsi sayur-sayuran
a. Setiap hari
b. 4-6 kali dalam seminggu
c. 1-3 kali dalam seminggu
d. Tidak pernah
6. Sebutkan jenis sayuran yang sering kamu konsumsi
7. Apakah kamu biasa mengkonsumsi sayur berwarna hijau (kangkung,
bayam,brokoli)
Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
8. Apakah kamu biasa mengkonsumsi sayur berwarna putih (kol, sawi
ptuih,lobak)
Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
9. Apakah kamu biasa mengkonsumsi buah-buahan
a. settiap hari
b. 4-6 kali dalam seminggu
c. 1-3 kali dalam seminggu
d. Tidak pernah
10. Sebutkan jenis buah-buahan yang sering kamu konsumsi
11. Berapa sering kamu makan buah berwarna merah (apel dan rambutan)?
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
12. Berapa sering kamu makan buah berwarna kuning (jeruk)?
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
13. Berapa sering kamu makan daging berwarna merah (daging sapi, kambing
dan kerbau)?
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
48
14. Berapa sering kamu makan daging berwarna putih (daging ayam, daging
burung, daging bebek)?
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
15. Berapa sering kamu makan telur?
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
16. Berapa sering kamu makan ikan segar (ikan mas, mujair, nila, lele, bawal,
gurame)?
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
17. Berapa sering kamu makan ikan asin?
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
18. Berapa sering kamu makan protein nabati (tahu, tempe, kacang-
kacangan)?
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
19. Apakah kamu suka minum susu?
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
20. Jenis susu apakah yang biasa kamu minum?
a. Susu kental manis c. Susu cair
b. Susu bubuk d. Lainnya, sebutkan…
21. Apakah kamu sering miNum teh?
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
22. Apakah kamu sering jajan?
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
23. berikut ini jenis makanan jajanan apa yang sering anda konsumsi
a. mie ayam
b. chiki
c. bakso
d. lainnya, sebutkan…
24. Apakah kamu biasa minum-minuman yang bersoda
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
25. Apakah kamu biasa minum-minuman yang bergula ( contoh : teh manis,
susu, sirup)
a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu)
b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
26. sebutkan jenis minuman yang sering kamu konsumsi………..
27. Apakah kamu biasa mengkonsumsi suplemen
a. ya b. tidak
28. Jika ya, sebutkan jenis suplemen apa saja dan alasannya
49
………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
…………………………………………………………
29. Apakah ada makanan yang dipantang?
a. Ya b. Tidak
Jika ya, sebutkan jenis makanannya apa saja…
………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
…………………………………………………………
Alasan mengapa makanan tersebut menjadi pantangan?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
50
Konsumsi Pangan (Kuantitatif)
Recall konsumsi pangan 2 x 24 jam (Hari Sekolah)
Nama :
Kelas :
Tanggal :
Waktu
Makan
Menu Bahan pangan URT Berat (gram)
Pagi
Selingan1
Siang
Selingan 2
Malam
51
Recall konsumsi pangan 2 x 24 jam (Hari Libur)
Nama :
Kelas :
Tanggal :
Waktu
Makan
Menu Bahan pangan URT Berat (gram)
Pagi
Selingan1
Siang
Selingan 2
Malam
52
AKTIVITAS FISIK
Nama :
Kelas :
Tanggal :
Waktu
24 Jam
Lama Aktivitas (menit)
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
04.00
(Pagi)
05.00
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
53
Waktu
24 Jam
Lama Aktivitas (menit)
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
1.700
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
00.00
01.00
02.00
03.00
54
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 09 Desember 1989 di Bogor, anak dari
pasangan Bapak Mansyur dan Ibu Rusmini. Penulis lulus sekolah dasar di SD
Kebon Pedes 1 Bogor, setelah itu penulis melanjutkan sekolah menengah pertama
di SMP Negeri 12 Bogor dan menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA plus
YPHB Bogor jurusan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei 2007 melalui
jalur reguler di Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan Diploma
IPB. Penulis melakukan Praktek kerja lapang di PT. Indofood Sukses Makmur
Cibitung tahun 2010. Penulis Praktek Kerja Lapang di RSUD Cibinong pada
tahun 2013. Setelah menempuh pendidikan diploma, penulis melanjutkan
pendidikan ke jenjang selanjutnya di program alih jenis (ekstensi) ilmu gizi IPB
pada tahun 2010. Selama kuliah di program alih jenis, penulis pernah menjadi
anggota kegiatan Seminar Pangan dan Gizi Nasional ”FIT FESTIVAL” yang
dilaksanakan di Hotel Brajamustika. Selain itu, penulis pernah melakukan kuliah
kerja profesi di Kabupaten Brebes selama 2 bulan.