4
Deviem Yamanda 1206 333 875 Tugas 2 Ekonomi Makro Dampak Multiple License Bank bagi pertumbuhan ekonomi indonesia? Ada beberapa hal penting yang diatur di dalam peraturan tersebut, salah satunya mengenai pembukaan kantor cabang di daerah yang berdasarkan pada besarnya modal inti dasar dan sesuai zona yang telah ditetapkan oleh BI. BI menetapkan empat tingkatan modal inti (BUKU) perbankan, 1. Modal inti tingkat pertama dengan modal inti minimal Rp100 miliar atau dibawah Rp1 triliun. 2. Modal inti kedua dengan modal inti minimal Rp1 triliun dan dibawah Rp5 triliun. 3. Modal inti ketiga dengan modal minimal Rp5 triliun dan dibawah Rp30 triliun. Sedangkan 4. Modal inti tingkat keempat dengan modal minimal sebesar Rp30 triliun. Selain itu, BI membagikan enam zona. 1. Zona pertama meliputi DKI Jakarta dan Luar Negeri. 2. Zona kedua meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. 3. Zona ketiga meliputi Kalimantan Timur, Kepulauan Riau dan Sumatera Utara. 4. Zona empat meliputi Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Papua. 5. Zona kelima meliputi DI Aceh, Jambi, Sumatera Barat, Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Barat dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan 6. Zona keenam meliputi NTB, NTT, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Maluku dan Papua Barat. Pengelompokan atas enam zona ini didasarkan atas jumlah bank yang tersedia di daerah yang bersangkutan serta kondisi persaingan market perbankan. Zona yang paling bawah menunjukkan bahwa keberadaan bank masih sedikit dan persaingan market tidak begitu besar. Dalam hal ini, BI mencoba meramu aturan yang dapat memberikan pemerataan keberadaan bank di daerah. Caranya, setiap bank yang ingin membuka kantor cabang di daerah harus didasarkan pada besaran modal inti dasar serta zona yang telah ditetapkan oleh BI. Setiap bank, tidak diperkenankan membuka cabang pada zona yang berada di atasnya jika jumlah modal inti dasarnya tidak memungkinkan untuk membuka kantor cabang. Jika suatu bank membuka tiga kantor cabang pada zona satu dan dua, maka bank tersebut memiliki kewajiban untuk membuka satu kantor cabang pada daerah yang berada di zona 3, 4, 5 dan 6. Hal tersebut bertujuan agar bank di daerah menjadi kompetitif dan akses mempermudah akses masyarakat terhadap perbankan. Semakin tinggi BUKU dan semakin tinggi modal inti yang dimiliki bank, maka semakin luas cakupan produk dan aktivitas yang dapat dilakukan bank. Hal ini bertujuan untuk manajemen risiko suatu bank.

Deviem Yamanda Tugas 2 Ekonomi Makro

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Macro Economy

Citation preview

Page 1: Deviem Yamanda Tugas 2 Ekonomi Makro

Deviem Yamanda1206 333 875Tugas 2 Ekonomi Makro

Dampak Multiple License Bank bagi pertumbuhan ekonomi indonesia?

Ada beberapa hal penting yang diatur di dalam peraturan tersebut, salah satunya mengenai pembukaan kantor cabang di daerah yang berdasarkan pada besarnya modal inti dasar dan sesuai zona yang telah ditetapkan oleh BI. BI menetapkan empat tingkatan modal inti (BUKU) perbankan,

1. Modal inti tingkat pertama dengan modal inti minimal Rp100 miliar atau dibawah Rp1 triliun.2. Modal inti kedua dengan modal inti minimal Rp1 triliun dan dibawah Rp5 triliun. 3. Modal inti ketiga dengan modal minimal Rp5 triliun dan dibawah Rp30 triliun. Sedangkan 4. Modal inti tingkat keempat dengan modal minimal sebesar Rp30 triliun.

Selain itu, BI membagikan enam zona.

1. Zona pertama meliputi DKI Jakarta dan Luar Negeri. 2. Zona kedua meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. 3. Zona ketiga meliputi Kalimantan Timur, Kepulauan Riau dan Sumatera Utara. 4. Zona empat meliputi Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi

Utara, Sulawesi Selatan dan Papua.5. Zona kelima meliputi DI Aceh, Jambi, Sumatera Barat, Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung,

Kalimantan Barat dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan 6. Zona keenam meliputi NTB, NTT, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara,

Maluku dan Papua Barat.

Pengelompokan atas enam zona ini didasarkan atas jumlah bank yang tersedia di daerah yang bersangkutan serta kondisi persaingan market perbankan. Zona yang paling bawah menunjukkan bahwa keberadaan bank masih sedikit dan persaingan market tidak begitu besar.

Dalam hal ini, BI mencoba meramu aturan yang dapat memberikan pemerataan keberadaan bank di daerah. Caranya, setiap bank yang ingin membuka kantor cabang di daerah harus didasarkan pada besaran modal inti dasar serta zona yang telah ditetapkan oleh BI. Setiap bank, tidak diperkenankan membuka cabang pada zona yang berada di atasnya jika jumlah modal inti dasarnya tidak memungkinkan untuk membuka kantor cabang.

Jika suatu bank membuka tiga kantor cabang pada zona satu dan dua, maka bank tersebut memiliki kewajiban untuk membuka satu kantor cabang pada daerah yang berada di zona 3, 4, 5 dan 6. Hal tersebut bertujuan agar bank di daerah menjadi kompetitif dan akses mempermudah akses masyarakatterhadap perbankan. Semakin tinggi BUKU dan semakin tinggi modal inti yang dimiliki bank, makasemakin luas cakupan produk dan aktivitas yang dapat dilakukan bank. Hal ini bertujuan untuk manajemen risiko suatu bank.

Page 2: Deviem Yamanda Tugas 2 Ekonomi Makro

Adapun persyaratan perluasan jaringan kantor dilihat melalui tingkat kesehatan, alokasi modal inti berdasarkan jenis kantor dan zona, pendekatan pengawasan seperti besaran pangsa kredit atau pembiayaan umkm trhdap total portofolio kredit, efisiensi dan pemupukan laba. Pembukaan jaringan kantor di zona padat wajib diikuti dengan pembukaan jaringan kantor di zona yang tidak padat berdasarkan rasio tertentu.

Aturan pembukaan kantor cabang bank yang diatur di dalam multiple license tersebut bagus. hal tersebut dapar membuat industri jasa perbankan bergerak ke daerah. karena sejauh ini jasa perbankan hanya bertumpuk di kota yang padat penduduk.

Aturan baru akan membuat sektor perbankan Indonesia lebih sehat dan lebih bijaksana, karena akan membatasi resiko ekspansi bank-bank kecil dengan modal terbatas. Aturan ini akan mendorong bank-bank kecil untuk melakukan merger untuk memperoleh modal yang lebih kuat . Dengan modal kuat , perbankan kita maka akan memiliki kapasitas yang lebih besar untuk merespon guncangan masa depan dan krisis. Peraturan ini akan melarang bank perluasan dari luar kapasitas mereka yang sebenarnya . Banyak bank saat ini adalah ' overleveraged ' , yang berarti mereka memiliki modal yang rendah tetapi ingin memperluas ke daerah-daerah terpencil dan menawarkan berbagai layanan.

Gubernur BI Darmin Nasution telah sering dipromosikan pentingnya konsolidasi antara bank-bank kecil dengan modal yang lemah . Saat ini , 120 bank komersial beroperasi di Indonesia , sebuah angka yang telah dikritik oleh para analis sebagai terlalu tinggi dan hal yang membuat pengawasan perbankan di dalam negeri sulit.

Aturan BI juga akan mewajibkan bank untuk mengalokasikan setidaknya 20 persen dari portofolio kredit mereka untuk usaha kecil dan menengah ( UKM ). Selain itu, bank juga harus mengalokasikan persentase tertentu dari portofolio kredit mereka untuk sektor riil , tergantung pada kategori mereka dari modal inti .

Bank-bank di kategori pertama (BUKU 1) wajib menyalurkan 55 persen dari portofolio kredit mereka ke sektor riil , bank-bank di kategori kedua (BUKU 2) harus menyalurkan 60 persen dari portofolio kredit mereka , bank - kategori ketiga (BUKU 3), 65 persen , dan bank - kategori keempat(BUKU 4) , 70 persen .

Tentunya jika bank menyalurkan jumlah tertentu pinjaman kepada sektor riil akan memiliki dampak positif pada perekonomian. "Sektor riil” , yang mencakup hal-hal seperti proyek-proyek infrastruktur , memiliki efek multiplier yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Page 3: Deviem Yamanda Tugas 2 Ekonomi Makro

Efektifkah Loan to Value mengendalikan bubble property di Indonesia?

Mulai 30 September 2013, Bank Indonesia memberlakukan ketentuan baru tentang Loan To Value (LTV) / Financing To Value (FTV) untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun properti. Ketentuan ini dituangkan dalam Surat Edaran Eksternal Bank Indonesia No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Ketentuan ini berlaku untuk Kredit/Pembiayaan Pemilikan Properti (KPP/KPP iB), meliputi KPR/KPR iB, KPRS/KPRS iB, KPRukan/KPRukan iB, dan KPRuko/KPRuko iB; dan Kredit/Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti (KKBP/KKBP iB).

Kebijakan LTV/FTV ini ditujukan untuk lebih meningkatkan aspek kehati-hatian bank dalam penyaluran kredit properti. Hal ini mempertimbangkan bahwa pertumbuhan kredit pemilikan properti (KPP) masih tinggi terutama di tipe-tipe tertentu. Tingginya pertumbuhan KPR disertai dengan tingginya kenaikan indeks harga properti residensial di pasar primer (sebesar 12,1% , y.o.y, pada Tw2-2013). Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa indeks pertumbuhan harga properti pada Tw2-2013 dimaksud telah melampaui indeks pertumbuhan PDB/kapita.

Sumber data : www.bi.go.id

Perhatian terhadap pertumbuhan harga properti dan pertumbuhan KPR ini diperkuat dengan tambahan informasi bahwa di lapangan terdapat pembelian properti secara bulk (lebih dari 1 unit, bahkan 10 unit sekaligus), baik menggunakan KPR ataupun secara tunai/tunai bertahap. Data Sistem Informasi Debitur (SID) per April 2013 menunjukkan bahwa terdapat 35.298 debitur memiliki fasilitas KPR lebih dari satu (sekitar 4,6% dari total debitur KPR), dengan nilai baki debet Rp 31,8 T (12,4% dari total baki debet KPR). Dengan perilaku demikian, maka permintaan terhadap perumahan diperkirakan akan terus meningkat dan dikhawatirkan terus mendorong kenaikan harga rumah.

Page 4: Deviem Yamanda Tugas 2 Ekonomi Makro

Kenaikan harga yang cukup tinggi dikhawatirkan dapat menjadi pemicu instabilitas keuangan apabila terjadi “gagal bayar” oleh masyarakat yang memanfaatkan jasa perbankan sebagai sumber pembiayaan dalam pembelian properti.

Pengaturan mengenai rasio LTV/FTV ini diharapkan dapat mendorong penguatan manajemen risiko bank, mendukung aspek perlindungan konsumen, serta mendukung terpenuhinya kebutuhan akan perolehan rumah hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Pengaturan mengenai rasio LTV/FTV ini juga diberlakukan di Hong Kong, Hungaria, India, Singapura, Thailand, Cina, Yunani dan Latvia.

Dengan adanya kebijakan LTV itu tentunya akan mengantisipasi terjadinya bubble property karena aturan ini akan berpengaruh terhadap pergeseran motif pembelian dari spekulasi ke pasar investasi jangka panjang atau "end user".