Upload
vudung
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE I
MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2015-2016
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
I. KETERANGAN
1. Hari : Selasa
2. Tanggal : 26 Januari 2016
3. Waktu : 10.09 WIB -selesai
4. Tempat : R. Sidang 2A
5. Pimpinan Rapat :
Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua Komite I)
7. Acara : RDPU Komite I dengan Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Luar Negeri
membahas pengawasan UU No. 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara
7. Hadir : Orang
8. Tidak hadir : Orang
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 1
II. JALANNYA RAPAT :
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik, Ibu-Bapak sekalian, seizin Ibu-Bapak sekalian rapat akan kita mulai.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah.
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.
Yang saya hormati Pak Dirjen Hukum dan Perjanjian Nasional Pak Ferry Adamhar,
S.H., LL.M. Kemudian, Pak Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Bapak Ir. Agung
Mulyana yang mewakili Pak Teguh. Kemudian, Dirjen Strategi Pertahanan yang dalam hal
ini diwakili oleh Pak RM. Harahap. RM itu apa, Pak? Raja Murni. Kalau Padang beda lagi
nanti itu. Jawa beda lagi ya, Raden Mas bisa. Kemudian, segenap Ibu dan Bapak Anggota
Komite I Dewan Perwakilan Daerah.
Pertama-tama marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa bahwa
alhamdulillah pada hari ini kita bisa hadir dalam rangka Rapat Dengar Pendapat antara
Komite I dengan Kementerian Luar Negeri , Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian
Pertanahan. Semoga apa yang kita lakukan ini mendapat kelancaran dan menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat bagi kita bersama.
Ibu dan Bapak sekalian. sebelum saya buka saya mohon maaf karena di ruang tunggu
ini kan ramai tadi itu. Ada Menteri Perhubungan, ada Menteri Agama, ada Menteri
Perhubungan Agama, Pak Nono. Yang salah satu kemudian Ketua DPD juga datang, Pak
Lukman dengan kritisnya, “Bagaimana Ketua, kabarnya kok 2,5 tahun?” Begitu kan, nah itu
jadi ramailah di situ. Kira-kira begitu.
Seizin Bapak-Ibu sekalian, dengan ucapan bismillahirrahmanirrahim, RDP dengan
agenda yang saya sampaikan tadi kami nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.
KETOK 1X
Ibu dan Bapak sekalian, sebelum kami melanjutkan pengantar, izinkan kami
memperkenalkan anggota yang hadir. Pertama adalah dari sebelah kanan saya Pak Syarif dari
Lampung. Kemudian, Pak Azis beliau dari Jakarta, siap bersaing dengan Ahok katanya
begitu. Kemudian, Pak Nono Sampono beliau dari Maluku. Kemudian, Pak Jacob Komigi
dari Papua Barat. Kemudian, Pak Yusran Silondae dari Sulawesi Tenggara. Kemudian,
belakang yang di sana itu adalah Pak Hudarni Rani, beliau dari Bangka Belitung.
Pengalaman terakhir, Gubernur Bangka Belitung. Saya kira walaupun kecil, tetapi cabe rawit
begitu, gurunya Ahok. Kemudian, sebelah kiri saya yang berbatik biru, beliau adalah Pak
Cholid, beliau dari Yogyakarta. Kemudian, Bu Eni dari Jawa Barat. Kemudian, Pak Rijal
Sirait dari Sumatera Utara. Kemudian, belakang ada Pak Idris dari Kalimantan Timur.
Kemudian, Pak Asri Anas dari Sulawesi Barat. Kemudian, Bu Antung Fatmawati dari
Kalimantan Selatan. Kemudian, sebelah kanan saya ini Pak Fachrul Razi, beliau dari Aceh,
Wakil Ketua. Kemudian, sebelah kiri saya ini ada Pak Benny Rhamdani dari Sulawesi Utara.
Jadi yang pasti, Pak, tidak ada anggota dari provinsi yang sama dobel di Komite I ini, Pak,
jadi pasti.
Ibu dan Bapak sekalian, kami hadir juga beberapa tenaga ahli Undang-Undang
Kewilayahan ini. Saya ingin kenalkan ini walaupun sudah sangat beken, tetapi terima kasih.
RAPAT DIBUKA PUKUL 10.09 WIB
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 2
Di belakang ada Prof. Indria Samego. Kemudian, ada Ibu Ganewati, doktor. Kemudian, ada
juga yang di sana itu adalah Pak Eddy dari Tanjung Pura kebetulan. Kemudian, belakang Pak
... (kurang jelas, red.) dan Prof Indria dari UI.
Ibu dan Bapak sekalian, perlu saya sampaikan bahwa di dalam Masa Sidang III
pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
menghasilkan tiga rekomendasi:
1. Dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan wilayah perbatasan untuk tercapainya
kesejahteraan masyarakat, peningkatan keamanan, dan pelestarian lingkungan di
daerah perbatasan, serta memperkokoh kedaulatan negara Republik Indonesia, maka
secara regulatif perlu dilakukan perubahan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008
tentang Wilayah Negara atau membentuk undang-undang tersendiri yang khusus
mengatur pengelolaan daerah perbatasan. Jadi, Bapak-Ibu sekalian, antara judul
dengan ada yang di dalam menurut kajian kami ini belum tuntas. Judulnya itu
mestinya adalah mampu menjawab mengenai pasal atau bab wilayah negara dalam
Undang-Undang 1945.
Mampu juga memberikan jawaban terhadap geostrategis, geopolitik dari negara
kesatuan Republik Indonesia. Tetapi, di dalam Undang-Undang Wilayah Negara,
substansi yang saya maksudkan tadi tampaknya belum terakomodasi di dalam
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008. Oleh karena itu, antara mayor judul dengan
minor yang ada di dalam itu kira-kira kegedean judul daripada substansi yang ada di
dalamnya. Karena itu, kami di Komite I, pertama adalah jika mungkin maka revisi
Undang-Undang Nomor 43 itu adalah judulnya wilayah negara, tetapi substansinya
adalah ya termasuk melaksanakan pasal atau bab wilayah negara di dalam Undang-
Undang 1945, kemudian yang kedua adalah merefleksikan kedaulatan, lalu yang
ketiga adalah pertanahan dan keamanan negara. Saya kira di dalam postulat apa pun,
negara terdiri dari wilayah penduduk yang saya kira ini menjadi bagian dari kita.
Dalam hal ini, Bapak-Ibu sekalian, tampaknya undang-undang atau yang kita sebut
Deklarasi Juanda. Kemudian, lanjutnya di dalam apa yang kita sebut sebagai Undang-
Undang berapa, tahun 1985 atau tahun 1982 itu, saya lupa namanya itu UNCLOSE.
Ini namanya belum nyambung dengan wilayah negara. Karena itu, itu satu hal yang
strategis.
Yang lain bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 43 itu mengatur mengenai
bagaimana mengelola wilayah perbatasan yang hari ini itu adalah ditangani oleh
Badan Nasional Pengelola Perbatasan. Jadi, ada sesuatu. Bicara perbatasan ini adalah
bicara bagaimana Vietnam, bagaimana Singapura, bagaimana 11 negara yang lain,
tetapi kita masih juga pada bagaimana mengelola wilayah perbatasan. Baru pada
tataran itu. Padahal, kalau bicara perbatasan maka Kalimantan Barat, Pak Eddy, saya
kira ada satu wilayah yang masih disebut antara kita dan Malaysia. Jadi karena itu,
apakah muncul Wilayah Negara, apakah kemudian undang-undang kedua
Pengelolaan Perbatasan Negara, atau kemudian yang ketiga adalah bagaimana
judulnya tetap Wilayah Negara, tetapi ada substansi yang berkaitan dengan
kewilayahan kedaulatan, ada substansi yang berkaitan pengelolaan perbatasan negara.
Lagi-lagi, apa ya, kita temui satu kenyataan bahwa Badan Nasional Pengelola
Perbatasan pun sulit sekali melakukan direction kepada yang dia kelola, ini Mas
Teguh. Jadi, apa yang dilakukan oleh BNPP sebatas koordinasi. Koordinasi dalam
bahasa saya itu selemah-lemahnya iman, dalam bahasa saya. “Sudah dikoordinasikan,
deh,” itu artinya tidak akan terjadi apa-apa di situ. Ini yang saya kira fakta di
lapangan, Bapak-Ibu sekalian, itu merupakan evaluasi kami atas Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2008.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 3
2. Lalu rekomendasi yang kedua adalah penguatan kelembagaan pengelolaan
perbatasan, baik pada di tingkat pusat ataupun di daerah, baik provinsi ataupun
kabupaten, bahkan sampai di kecamatan. Jadi, ada sekitar 40 kabupaten, 41 kabupaten
kita berbatasan dengan 12 negara. Kita terbentang di puluhan kecamatan yang saya
kira hari ini kalau kita bicara perbatasan, sungguh pun ada nawacita itu masih pada
tataran nawaitu saja, belum kita membangun dari pinggiran, masih nawaitu saja.
3. Kemudian yang ketiga adalah melakukan penguatan penganggaran pengelolaan
kawasan daerah perbatasan dengan mendorong adanya alokasi anggaran khusus yang
bersumber dari APBN atau APBD provinsi dan kabupaten kota yang saya kira inilah
perlu pintu masuk yang lebih konsolidatif di dalam rangka keberpihakan kita kepada
daerah.
Nah, menindaklanjuti hasil rekomendasi tersebut, maka pada Masa Sidang I Komite I
memulai pembahasan dengan pada tanggal 31 Agustus yang lalu kita sudah expert meeting.
Kemudian, pada 4 sampai 7 Oktober kita sudah melakukan kunjungan kerja ke Riau,
Kalimantan Barat, dan Maluku Utara. Kemudian, pada Oktober 18 sampai 24, kita
mengadakan studi referensi ke Inggris dan Perancis. Kemudian, pada Senin yang lalu expert
meeting dengan para pakar. Ada Prof. Indria Samego, ada Prof. Eddy Suratman, kemudian
ada Dr. Ganewati, kemudian Dr. ... (kurang jelas, red.) yang secara keseluruhan ini adalah
bagian dari upaya penghormatan Komite I atas hasil yang diharapkan. Karena itu, Bapak-Ibu
sekalian, hari ini kita RDP harapannya kemudian adalah nanti akan ada raker dengan Menteri
Ketahanan, Menteri Luar Negeri, kemudian Menteri Dalam Negeri untuk memastikan
positioning dari perlu atau tidaknya Wilayah Negara dalam perspektif DPD ini. Ini saya kira
sangat kami perlukan kebijakan, appealing dari Komite I DPD, apakah kemudian juga
disepakati oleh pemerintah sehingga di ujungnya adalah ketika ada DPR, DPD, dan
pemerintah melakukan revisi Undang-Undang Nomor 43, kita sudah dalam trek yang sama.
Saya kira demikian pengantar, Bapak-Ibu sekalian, dan untuk pertama barangkali
bagaimana ini namanya Pak? Luar Negeri, Pertahanan, Dalam Negeri, atau bagaimana ini?
Jadi, dalam negeri, luar negeri, baru pertahanan sebab pertahanan akan tahu tumpasnya kalau
sudah tahu dua-duanya ini. Tumpasi tujuan dan lain-lain itu, Pak. Silakan yang mewakili
Kemendagri.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI
(NARASUMBER)
Terima kasih Pak Pimpinan.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua.
Pak Pimpinan, mohon maaf Pak Ir. Agung Mulyana sebagai Dirjen Administrasi
Kewilayahan sudah pensiun, Pak. Jadi, posisi sekarang kosong, Plt jadi posisinya Plt, sekitar
1,5 tahun kurang lebih, Pak. Jadi, posisinya kosong. Sekarang Plt, tetapi pada waktu yang
sama Plt sudah ada anu, jadi tidak bisa hadir ada tugas lain. Jadi, menugaskan kami untuk
mewakili pada acara DPD ini, Pak.
Perlu kami informasikan kepada Bapak Pimpinan bahwa kinerja pengelolaan itu
sekarang kita Kementerian Dalam Negeri kebijakanya adalah kita mencoba bagaimana untuk
meningkatkan kinerja pengelolaan kawasan perbatasan itu adalah dengan cara
mengoptimalkan undang-undang yang ada. Dari Undang-Undang Nomor 43 itu kan
diperintahkan di situ harus dibuat PP. Jadi, kewenangan pemerintah, kemudian pemerintah
provinsi, dan kabupaten/kota. Jadi, kita akan buat PP dan PP-nya itu diamankan mudah-
mudahan bisa diselesaikan di tahun 2016 ini. Jadi, perintah itu di Undang-Undang Nomor 43
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 4
kalau tadi itu diperintahkan untuk membuat PP tentang kewenangan pemerintah pusat,
provinsi, dan kabupaten/kota, dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan seperti apa,
sehingga tidak lagi yang seperti dikatakan Bapak Pimpinan bahwa kita selemah-lemah
imanlah. Mudah-mudahan sudah sampai tangan begitu, Pak, jadi mudah-mudahan, itu satu.
Kemudian, di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 juga diamanatkan bahwa di itu
harus membuat PP juga, Pak, untuk di dalam pengelolaan kawasan perbatasan, yaitu PP-nya
tentang pengelolaan dan pemanfaatan kawasan perbatasan. Jadi, dua-dua undang-undang ini
sudah mengamanatkan untuk membuat PP dalam agar tataran operasionalisasi pembangunan
di kawasan perbatasan itu bisa dilaksanakan secara optimal. Jadi, melalui dua undang-undang
ini kita mudah-mudahan, Pak, di tahun 2016 ini kita bisa membuat PP. Ya mudah-mudahan
ini salah satu perintah dan sekaligus juga ijtihad mudah-mudahan nanti pelaksanaan di
kawasan bertambah baik.
Karena begini, Pak, kenapa itu tidak bisa dilaksanakan? Pertama, kan namanya di
dalam konsep proses pembangunan kawasan perbatasan itu kalau diproses ke dalam itu kan
seharusnya ada tiga pendekatan ya Pak. Ada pendekatan institusi, pendekatan kewirausahaan
bagaimana untuk bisa men-drive dari kawasan itu bisa terbangun, dan ketiga adalah
pendekatan bagaimana grass root dari masyarakat di kawasan perbatasan itu siap untuk
menyongsong dan berpartisipasi di dalam pembangunan kawasan perbatasan itu. Nah,
ketiganya ini untuk mengintegrasikan ketiga pendekatan ini, memang ini dibutuhkan
kewenangan jelas begitu, baik di pusat, kemudian provinsi, maupun di kabupaten/kota. Kalau
belum ada PP-nya, memang kita mengalami kesulitan. Sebagai contohlah, Pak, bahwa di
Undang-Undang Nomor 23 di situ ada terkait dengan kawasan khusus sebagai contoh.
Kawasan khusus macam-macam ini, Pak, dan bahkan sebelum undang-undang lahir itu
bahwa pusat telah membuat semacam kawasan-kawasan pembangunan, kawasan-kawasan
untuk pertumbuhan, baik yang di perbatasan maupun yang di luar perbatasan. Akhirnya,
karena tidak ada pembagian yang jelas dari kewenangan itu sehingga terjadi dualisme
kewenangan di lokasi itu, baik di kawasan perbatasan maupun nonperbatasan. Akibat ada
dualisme itu akhirnya performance atau kinerja dari pembangunan itu menjadi tidak perform
begitu lho Pak, karena ada dua matahari.
Untuk mencoba untuk bisa menyelesaikan ini, ya kebetulan alhamdulillah melalui
Undang-Undang kita ada PP. Nah, PP ini mudah-mudahan ini Pak, bisa sampai ke tataran
tadi, bisa membagi mana-mana yang menjadi kewenangan, siapa melakukan apa, begitu.
Jadi, sebagai contoh ada satu kawasan nanti jelas apa yang dikerjakan kabupaten, mana yang
dikerjakan pusat, provinsi. Karena kalau tidak Pak, sekarang saja salah satu contoh misalnya,
membangun satu ini, Pak, bangunan saja, mau di kiri-kanan saja di Pontianak itu, Pak. Ada
PLN itu karena dudukan ini kewenangannya siapa begitu, kabupaten harus ngapain, provinsi
ngapain, akhirnya bisa lama. Nah, itu padahal satu bangunan untuk menempatkan satu fungsi
dari untuk agar di kawasan perbatasan itu bisa berjalan dengan baik, ya susah untuk
membangun satu fungsi. Oleh karena itu, untuk menentukan ada posisi di kiri jalan atau di
kanan jalan itu membutuhkan, sempat kebinggungan karena orang daerah pun karena tidak
jelas jadi protes, kenapa di kiri, kenapa di kanan. Mudah-mudahan, Pak, dengan PP itu nanti
kita yang akan kita susun mudah-mudahan bisa memperjelas apa yang harus dilakukan oleh
masing-masing tingkatan pemerintah itu dalam mencapai tujuan penyelenggaraan
pembangunan di kawasan perbatasan.
Dengan demikian, harapan kami mungkin kami arahan ke depan jadi untuk sementara
mengoptimalkan dulu kebijakan undang-undang yang ada, kemudian PP-nya, dan mungkin
cara bekerjanya kita di dalam melaksanakan pembangunan. Saya pikir itu, Pimpinan.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 5
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Jadi pertanyaanya, Mas, kalau kemudian undang-undang itu, jadi posisinya begini,
Kemendagri dalam hal ini sebagai ketua BNPP posisinya sendiko dawuh, makanya betul
mudah-mudahan. Mudah-mudahan itu kalau orang kampung, Mas, ya mudah-mudahan nanti
selamat, mudah-mudahan terus itu, Pak. Menurut saya Kemendagri harus jelas bahwa
rekomendasinya apa. Satu.
Lalu yang kedua, bicara PP sekali lagi PP itu kalau orang Jawa, habis cuci baju,
kemudian di-PP. Kapan keringnya? Ya tergantung situasi, tergantung cuaca. Saya nanti
tolong sampaikan pada Pak Dirjen Plt-nya bahwa straith forward-nya seperti apa, visi dari
Kementerian Dalam Negeri. Cuma mudah-mudahan, mahasiswa pun bisa mudah-mudahan
terus itu, Mas, kalau mudah-mudahan saja oleh itu. Jadi, misalnya menghadapi dualisme tadi
itu, sebaiknya begini, Komite I, jelas Pak. Jangan menggunakan paradigma ......(kurang jelas
red.). Jadi, Sampean muda harus figth bagaimana visi jelas ke depan dalam menghadapi
perbatasan itu.
Terima kasih.
Silakan, Kementerian Luar Negeri.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI (NARASUMBER)
Terima kasih, Pak.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pertama, terima kasih kami telah diundang dalam diskusi ini, Pak, yang menurut
hemat kami, kita mungkin bisa mengusulkan beberapa hal dalam rekomendasi. Bapak-Ibu
sekalian, seperti yang selama ini kita lakukan, yang kita lakukan adalah kita membuat road
map karena kami di dalam bidang ini kita akan menyelesaikan hal-hal yang sifatnya pending
dan malah belum pernah dilaksanakan dalam perundingan ini.
Kami di Kemenlu chief negotiator untuk laut, Pak, ya, perbatasan laut. Road map
yang kita masukkan dan kita lihat dalam quick win pemerintahan Jokowi adalah mengenai
perundingan dengan Palau dan Timor Leste yang kita sudah masukkan dan kita sudah mulai
start dan di sebelah kiri kami adalah Direktur Perjanjian ... (kurang jelas, red.) yang menjadi
chief negotiator untuk ini dan di beberapa negara yang perbatasannya belum selesai, seperti
Vietnam dan juga kita akan membahas lagi dengan Filipina ya. Palau kita sudah mulai, Pak,
dan ada juga yang sudah lama tidak, belum pernah kita inikan, Pak, sudah lama tidur, yaitu
dengan Thailand. Nah, ini yang kita arahkan, Pak.
Lalu, dengan perbatasan darat pun kita lakukan, Pak, karena kita ingin demarkasi ini
kita selesaikan. Kita selesaikan strategi yang kita lakukan of course yang menjadi chief
negotiator untuk darat ini adalah dari Kemdagri. Yang kita ingin lakukan, yang ingin kita
masukan di sini, kita terpikir seperti ini, Pak, perjanjian darat yang sudah selesai dengan
pihak Malaysia, kita seal, Pak, kita seal, kita daftarkan ke PBB, daftarkan ke PBB. Ini yang
sudah selesai ya. Memang ada beberapa tempat, ada segmen yang kita namakan OBP 9
tempat, Pak, yang masih, 9 sampai 10 yang masih dinegosiasikan, Pak. Tetapi, yang sudah
selesai ini, Pak. Malah kami berbicara dengan Kemdagri dan Sesjen Kemdagri kalau
misalnya yang belum selesai, misalnya ini Pak, kita buat virtual tata ruang, virtual tata ruang
misalnya. Kan banyak manfaat yang akan kita dapat di situ. Pertama adalah dengan kita
daftar itu, kita jelas Pak, untuk border kita. Yang kedua, sudah terdaftar di internasional.
Yang ketiga, kita bisa gunakan untuk kita kan, Pak, mau dikembangkan, mau diapakan, dan
segalanya dengan pemda. Ini dari sisi kami pemerintah pusat.
Lalu, di laut kita selesaikan itu dan hal ini yang kita sekarang sedang lakukan, Pak.
Menyangkut dengan undang-undang ini, kita memang dua tahun yang lalu ya, kita selesaikan
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 6
yang namanya Undang-Undang Kelautan, Pak. Memang di situ ada unsur kewilayahan di
sana. Mungkin along the line kita mungkin perlu juga mix making-nya dengan undang-
undang itu ya karena wilayah kita adalah wilayah laut dan wilayah darat.
Benar, Pak, mekanisme yang kita terapkan dengan negara-negara tetangga yang
berbentuk joint border committee, joint border ini sangat bagus, Pak, dan hal-hal ini mungkin
bisa dikembangkan bagaimana peran serta pemerintah daerah di situ, dalam hal ini, Pak. Jadi
itu yang bisa kami masukkan dalam hal ini, Pak, dalam hal perubahan yang akan di-ini-kan
dalam undang-undang ini sesuai dengan apa yang kita lakukan di Kemlu, Pak. Mungkin
direktur kami akan menyampaikan sedikit mengenai apa yang sekarang dilakukan.
Terima kasih.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI (NARASUMBER)
Terima kasih, Bapak Pimpinan.
Atas izin Bapak Pimpinan, Pak Dirjen, kami ingin menambahkan, Pak, dalam konteks
pengantar yang tadi Bapak sampaikan berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun
2008. Kemlu dalam beberapa kajian selama ini memang seperti yang Bapak sampaikan,
judulnya lebih besar daripada isinya. Sementara, Kemlu sendiri selama ini menggunakan kata
diplomasi perbatasan di mana diplomasi perbatasan itu mencakup dua hal. Di dalamnya
sebenarnya ada di sini. Jadi, di dalam diplomasi perbatasan itu ada penetapan garis dan yang
kedua adalah pengelolaan wilayah di perbatasan.
Kalau kita lihat undang-undang ini ketika bicara wilayah negara, maka kita
menentukan garisnya. Kemudian ketika bicara di bab-bab berikutnya mengenai kewenangan,
maka ini masuk ke wilayah pengelolaan. Sehingga, tadi pertanyaannya adalah ketika BNPP,
apakah BNPP itu ikut dalam penetapan atau dalam pengelolaan? Kan ada namanya adalah
pengelolaan. Memang jadi di sini ada banyak ruang kosong atau kalaupun kita katakan tadi
ada PP yang akan diatur sehingga ini diharapkan bisa menjadi satu gambaran yang konkret.
Tadi Pak Dirjen juga melihat Undang-Undang Kelautan juga sebenarnya sudah mengisi
wilayah negara, hanya bedanya kalau di Undang-Undang Kelautan bicaranya wilayah laut,
ini adalah wilayah negara. Nah, wilayah negara mencakup laut di dalamnya. Nah, dalam
konteks ini, Pak, jadi mohon kalau bisa kita melihat secara komprehensif Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2008 dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengenai Pemerintahan Daerah. Dari
dua undang-Undang terakhir itu yang tahun 2014 kita sepakati, ini mungkin bisa menjadi
salah satu penyempurna dari Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008.
Beberapa hal yang juga kami ingin tekankan di sini, ketika bicara hak berdaulat dan
kita memiliki kedaulatan, kita selalu terkotak-kotak membaginya melihat dari kewenangan.
Padahal, kalau kita lihat UNCLOS tadi Bapak sampaikan kalua UNCLOS tidak melihat dari
kewenangan, tetapi melihatnya dari ruangnya. Jadi, kalau dilihat dari undang-undang saat ini,
pertanyaannya adalah kita hanya berdaulat sampai di landas kontinen dan zona ekonomi
ekslusif. Bagaimana dengan laut lepas? Apakah kita tidak memiliki hak berdaulat? UNCLOS
bicaranya kita memiliki. Nah, ini yang tidak diatur. Jadi, di Undang-Undang Kelautan kita
coba masukkan, di laut lepas pun kita bisa memberantas kejahatan, di laut lepas pun kita bisa
mencegah pencemaran, yang tidak ada pengaturannya di sini. Jadi, itu yang sebagai apa ya,
kalau kita mau mengubah mindset-nya, jangan melihat dari hak dan kewajiban kita, tetapi
melihatnya dari ruang atau wilayah itu sendiri secara umum.
Dan, kami memang di awal melihat dalam kajian yang ada undang-undang ini
memang heavy-nya ke darat. Jadi, kalau kita lihat kan di Pasal 1 mengenai batas wilayah
negara itu kawasan perbatasan Pasal 1 Ayat (6) itu kan disebut kawasan untuk batas wilayah
darat kawasan perbatasan di kecamatan. Pertanyaan, kalau memang ini komprehensif yang di
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 7
laut di mana? Kalau dipakainya kecamatan, terlalu kecil. Kita laut bicaranya bisa provinsi
atau beberapa kabupaten yang berbatasan dengan Palau saja itu bisa dua provinsi lebih. Jadi,
ini menjadi pertimbangan kalau memang nanti ke depannya mau direvisi, visinya jangan
hanya melihatnya dari darat. Tadi Pak Dirjen sampaikan, kalau darat berarti kita hanya bicara
tiga negara, padahal mayoritas negara-negara, tujuh negara lainnya itu adalah batas lautnya.
Jadi, ini biar seimbang nanti muatan materinya, Pak. Demikian, Pak.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI (NARASUMBER)
Terima kasih, Pak.
Mudah-mudahan ini bisa lebih meng-ini-kan Pak. Bagi kami di tim perunding ini
penting sekali karena hal-hal ini akan menjadi modal kita dalam berunding. Modal kita, we
can say that this is our law, we have to accelerate it. Malaysia juga bilang begitu misalnya,
yang lain juga bilang begitu. Jadi, along that line mungkin kita bisa inikan di sini dan bisa
menjadi bahan bagi Bapak sendiri mau kasih rekomendasi ke depan.
Terima kasih, Pak.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik, Ibu-Bapak sekalian, saya kira sudah ada gambaran mana wilayah negara, mana
kelautan, mana perairan, ya kan. Wilayah negara undang-undangnya seperti apa hari ini,
masih melihatnya adalah dari sisi land view-nya begitu.
Saya gambarkan begini, Pak Nono barangkali sudah sangat paham, tetapi melihat laut
dari darat itu memang di mana kita berdiri itu perspektif kita tampak. Tetapi, kalau melihat
darat dari laut, nah itu baru ketahuan di mana itu Kendal, di mana itu Batang, di mana itu
Pekalongan, sama. Sama juga ketika satelit, satelit itu di mata satelit di Indonesia itu satu
titik. Kalau kemudian di dalam pembayaran telekomunikasi zona 1, zona 2 itu kan urusan
kita sendiri. Jadi, memang itu ya jadi saya mengandaikan bahwa undang-undang yang ada
seperti ini masih apa ya overlap satu dengan yang lain. Saya kira jika sepakat maka wilayah
negara itu menjadi undang-undang mother law-nya itu di sini menurut saya. Yang lain
supported dalam positioning urgency-nya itu adalah motherland itu wilayah negara.
Jadi, Pak Dirjen, masa 70 tahun merdeka tidak mengerti wilayah kita, sih. Bukan
tidak mengerti, tidak pasti wilayah kita itu kan aneh, Pak. Terakhir Sipadan-Ligitan kenapa?
Karena memang di dalam diplomasi internasional, kita tidak cukup data bahwa iki we kowe
ini milik saya itu, tidak jelas Pak. Maka, di ruangan ini saya sering joke, NKRI itu Negara
Kok Republik Indonesia, begitu lho, Pak. Itulah negara Bapak-bapak sekalian begitu. Jadi,
kalau di Komite I begitu saya jadikan joke-nya itu, Pak.
Baik, terima kasih Pak Dirjen. Belum yang lain masalah misalnya soal derivasi dari
UNCLOS, sedangkan dengan negara sekepal Malaysia saja FIR kita juga masih didikte.
Menurut saya, tidak mengerti ini Republik Indonesia ini yang sekadar Malaysia saja, “eh,
atur dong bagaimana FIR-nya itu kita punya,” flight-nya itu.
Baik, silakan dari Kementerian Pertahanan.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN PERTAHANAN (NARASUMBER)
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yang terhormat Ketua Komite I DPD RI, Wakil Ketua Komite I, dan para Anggota
Komite I.
Kami dari Kementerian Pertahanan, Pak, menyampaikan beberapa hal. Tetapi, pada
prinsipnya bicara wilayah negara ini, Kementerian Pertahanan ini sebenarnya peserta, Pak,
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 8
pengikut. Jadi, motor kita itu berbicara di sini adalah Kementerian Dalam Negeri, kemudian
Kementerian Luar Negeri. Jadi, hampir semua perjanjian-perjanjian itu kami adalah anggota,
Pak, jadi dengan demikian kami penyempurna dari apa yang diinginkan agar kepentingan-
kepentingan Kementerian Pertahanan di wilayah negara ini tidak terabaikan.
Bicara masalah Undang-Undang Nomor 43 ini, wilayah negara, sebetulnya kita
sekarang sudah kami dalam kita sudah ada PP Nomor 68 tentang Tata Ruang Pertahanan.
Jadi, sebetulnya sudah masuk di sana apa yang menajdi tugas kita yang lebih detail. Namun
demikian, kami sedikit mengomentari di undang-undang ini. Memang saya lihat juga
undang-undang ini kalau bicara tadi wilayah negara tadi Ketua sudah menyampaikan
bahwasanya wilayah negara harusnya mencakup semua wilayah. Nah, di dalam definisinya
juga perlu dicantumkan saya kira di sini lebih detail lagi wilayah darat, laut, udara, dan itu
perlu ditentukan ketinggiannya. Darat juga belum disebutkan bawah daratannya, berapa
kilometer sebenarnya bawah darat itu kita berkuasa, itu wilayah kita. Karena suatu saat
teknologi semakin tinggi, maka di bawah ini diperlukan. Kalau kita tusuk terus sampai ke
bawah barangkali keluarnya di Amerika, Pak. Jadi, barangkali karena bulat, Pak, jadi kita
tidak tahu. Makanya, harus ditentukan sebetulnya bawahnya berapa. Kita saja belum punya
undang-undang bawah permukaan, bawah tanah, sehingga ketika dibuat jalan di bawah tanah
ini harus ada ininya, harus. Jadi, saya kira harus disebutkan juga di dalam wilayah negara ini,
jadi harus ada itu .
Kemudian, juga tadi udara juga dengan adanya FIR tadi Bapak sudah sampaikan
bahwasanya ke atas itu juga ada aturannya, Pak. Berapa sebetulnya luas yang boleh kita
inikan. Kita ketahui bahwasanya satelit-satelit berkeliaran di atas kita, Pak. Nanti tanggal 30
salah satu perwira kita akan menjadi security officer kapal Cina yang mengendalikan
satelitnya dari Indonesia. Jadi, ada satelitnya Cina itu pengendalinya kerja sama dengan
Lapan, Pak. Mengendalikannya, meyakinkannya di orbitnya adalah dari posisi di Indonesia,
salah satu dari Sulawesi Utara. Kemarin itu dari Maluku dia mengendalikannya. Artinya apa?
Perlu juga diatur, Pak, bahwasanya wilayah negara kita juga sampai sana.
Juga jumlah pulau, Pak, wilayah negara harusnya menyebutkan juga jumlah pulau
dan seterus juga di sini juga sudah disebutkan sebetulnya toponimi, penamaan. Saya sudah
baca juga sedikit. Tetapi, sebetulnya di sini juga disebutkan kalau wilayah negara itu pulau
apa saja. Kita baru dari sekian, 17.000 sekian, baru 14.629 yang diberi nama yang dideposit
ke PBB. Berarti masih ada tantangan seharusnya di Undang-Undang Wilayah Negara ini
harus disebutkan.
Kemudian, kami juga berbicara masalah perbatasan. Di perbatasan Kalimantan tadi
disampaikan juga dari Kemenlu bahwasanya perbatasan darat memang belum selesai, Pak,
kita masih rapat terus. Ada 9 OBP tadi, mudah-mudahan dalam waktu dekat ini kita bisa
selesaikan satu demi satu. Ketuanya adalah dari Sekjen Kemdagri. Saya ketua di bidang OBP
saja, Pak. Jadi, ada beberapa bagian perjanjian itu yang menjadi ketuanya hanya kita tiga,
kemudian nanti ada lagi BNPB dan seterusnya. Jadi, memang alot di sana. Alotnya
disebabkan oleh barangkali selama ini kita tidak punya target yang jelas, timeline-nya.
Seharusnya timeline-nya itu ditetapkan. Tetapi, itu juga bisa juga merugikan kita karena
memang Malaysia ini juga mereka sangat cerdik melihat kelemahan kita. Namun demikian,
mudah-mudahan ada kemajuan ke depan karena kemarin waktu kita berunding, saya
sampaikan posisi kita di mana. Jadi, kalau dahulu posisinya kita tidak pernah jelas, tetapi
memposisikan diri dulu, baru kami minta posisi mereka. Setelah kami sampaikan begitu,
mereka makin kebingungan karena posisi kita berdasarkan perjanjian antara Belanda dengan
Inggris. Itu yang kita pegang, buku itu yang kita pegang, itu yang menjadi patokan kami
untuk membicarakan perbatasan. Ke depan mudah-mudahan bisa selesai.
Demikian juga di Papua. Papua sebenarnya tidak terlalu banyak permasalahan di
perbatasannya. Hanya saja cara pengukurannya mereka masih, ahli mereka dari Australia,
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 9
menunggu bosnya mereka di Australia. Jadi, agak alotnya di situ. Dengan Timor Leste juga
masih ada hal-hal yang belum selesai sehingga juga berkaitan dengan lautnya. Ketika di darat
itu belum ditentukan titiknya, maka ke lautnya susah dilakukan. Maka, tantangan kita dengan
Timor Leste adalah perbatasan daratnya belum tuntas semuanya, terutama yang di pinggir
lautnya. Dengan demikian, penarikan ke lautnya susah sekali dilakukan.
Selanjutnya untuk perbatasan juga, kami berpatokan pada Perpres. Perpres yang di
perbatasan ada sembilan. Yang mengemuka adalah di Kalimantan, di Kalimantan itu ada itu
sudah kita laksanakan tahun 2015 kemarin beberapa pengelolaan perbatasan, Perpres No. 31.
Kemudian, tahun ini rencana di Papua kita akan kegiatan di perbatasan. Perpres Nomor 32 ini
bagaimana kita membangun perbatasan di Papua. Kami mohon di perbatasan ini memang ini
adalah daerah strategis. Kalau di amanatnya kita ketahui bahwasanya di perbatasan ini ada
dua, memperhatikan soal pertahanan dan lingkungan hidup. Jadi, dua itu yang menonjol di
perbatasan. Jadi, mohon nanti di wilayah negara ini juga tetap dicantumkan bahwasanya
perbatasan itu domain yang besar itu ada dua, jadi pertahanan dengan lingkungan hidup
karena bagaimanapun kita harus mempertahankan pertama kali negara kita dari perbatasan
dulu.
Selanjutnya, barangkali dari staf saya, Pak, menambahkan. Sudah? Saya kira sudah,
sudah semua kita sampaikan, Pak.
Terima kasih atas perhatiannya.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih Pak Harahap dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
Jakarta ini untung jauh dari perbatasan, Pak, sehingga kalau ada tamu negara, wajah
jelek kita itu tidak tanpak, Pak. Coba kalau misalnya ibu kota kita di Jayapura, mau ditaruh di
mana wajah jelek Indonesia ini, Pak. Kalau misalnya di Entikong sana tampak sekali wajah
bopeng-bopeng kita. Taruh kemudian di misalnya di Belu yang perbatasan dengan Timor
Leste, akan nampak bopeng-bopeng kita. Indonesia memang dalam istilah yang lain disebut
srigunung. Dari jauh kelihatan cantik, begitu dekat masya Allah naudzubillahi mindzalik.
Itulah NKRI, Negara Kok Republik Indonesia tadi itu. Nah, jadi karena itu, untungnya
Jakarta ini jauh dari perbatasan.
Coba, Pak Dirjen, Bapak kalau misalnya mau di Amerika, mau di Asia, di Timur
Tengah, mau di Eropa, begitu mengalirnya perbatasan itu, begitu regulatifnya mereka
sehingga tidak tahu, tahu-tahu dari Jerman sudah di Perancis. Tidak berasa tahu-tahu sudah
lagi di Belgia. Mereka sudah selesaikan ini semua, Pak. Jadi, border itu buat mereka tidak
ada soal. Tetapi, kalau lihat di Entikong sekali lagi, ini kalau Indonesia ini anak tiri, sedang
mereka itu adalah anak kandung. Begitu Entikong kita masuk, owalah mak luas betul
Sarawak ini, Pak. Hebat sekali Serawak ini, Pak. Begitu tengok belakang, itulah negara
Bapak-bapak sekalian.
Jadi, saya kira konsen dari Komite I ini memang sudah geram, Pak. Ini teman-teman
dari daerah semua ini kan ada dari NTT, ada dari Papua, ada dari Sulawesi Utara Pak Benny
ini. Jadi, nama Sulawesi Utara pun banyak yang berhimpitan dengan nama orang-orang dari
General Santos di sana. Misalnya ada Sambuanga, ada Sambuaga, kan beda tipis itu. Theo
Sambuaga itu orang Sulawesi Utara, tetapi kalau Sambuanga itu orang dari sebelah sana, kan
begitu. Jadi, ini kultur yang mungkin sama, tetapi bahwa di dalam yurisdisi kewilayahan
tentu berbeda.
Baik, Bapak-Ibu sekalian, saya kira nafsu Bapak-bapak Komite I sudah sangat
meninggi. Kalau bicara masalah begini ini karena memang kita sepakat output yang kita
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 10
harapkan optimal. Saya akan daftar, satu, Pak Nono. Dari sisi kanan cukup, Pak? Pak Jacob
ngomonglah. Itu Palau itu tidak kenal namanya Papua Barat. Ini, Pak, dari Papua Barat.
Palau itu istilah Jakarta-nya, orang Pala itu, Pak. Palau itu kan di atasnya Raja Ampat itu,
Pak, tetapi begitu ketemu di Eropa, tanya di mana itu Indonesia? Kurang ajar kan itu, padahal
negara sekepal di atas Raja Ampat itu. Mau ngomong tidak? Ya harus ngomong Bapak kan
mewakili Palau dan Papua Barat. Kiri, Kaltim, Pak Idris. Bu Eni ini perbatasan dengan DKI,
urusan dengan Jabodetabek nanti itu.
Baik, pertama silakan, Pak Nono.
PEMBICARA: Letjen TNI (Marinir) Purn. Dr. NONO SAMPONO, M.Si. (MALUKU)
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi untuk kita semua.
Ketua, Pimpinan, dan teman-teman Anggota DPD Komite I, khususnya Bapak dan
Ibu pejabat dari Menteri Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian
Pertahanan
Hari ini secara spesifik memang kita ingin melihat kembali kita membahas tentang
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Saya kira apa yang
disampaikan oleh Ketua tadi mengambarkan betapa hari ini kita menghendaki sesuatu,
sesuatu yang berarti bukan sekadar hanya kita bicara tentang bagaimana kita mengusulkan
adanya perubahan-perubahan pasal, termasuk turunan-turunan yang kita dengar dari pejabat
kementerian yang terkait. Tetapi, menurut saya hari ini sebenarnya kalau boleh saya sarankan
ditunda saja pertemuan ini karena kita tidak bicara masalah teknis. Kita menghendaki hal
yang lebih besar. Kalau memang menteri berhalangan, kita tunda saja. Bukan mengecilkan
arti pejabat yang ada di depan kita ini, bukan, tetapi yang kita inginkan lebih jauh dari itu
karena kita bicara adalah wilayah negara.
Negara memiliki tiga komponen besar: satu, rakyatnya, bangsanya; yang kedua,
wilayahnya; dan yang ketiga, pemerintah. Kita ingin mendapatkan hal penting berkaitan
dengan kewilayahan. Wilayah ini harus kita kuasai, harus kita kelola, dan harus kita
amankan. Ini tiga hal penting. Makanya....
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Saya konfirmasi, saya interupsi dulu, Pak Nono. Memang kita RDP hari ini, belum
raker, Pak. Jadi, nanti pada satu kali kita akan minta final pendapat dari kementerian dan ini
dirjen yang diharapkan hadir. Memang hari ini RDP, Pak Nono, bukan raker, Pak.
Terima kasih, Pak.
PEMBICARA: Letjen TNI (Marinir) Purn. Dr. NONO SAMPONO, M.Si. (MALUKU)
Oke. Saya teruskan, Pak.
Karena saya melihat tadi saya kok ada yang dikehendaki oleh kita DPD RI yang tadi
disampaikan oleh Pak Ketua adalah soal perbatasan secara spesifik. Karena, bicara wilayah
bukan hanya perbatasan masalahnya, terlalu luas untuk kita bahas memang masalahnya.
Kalau memang harus ada hal-hal yang bersifat sektoral, mungkin semua dirjen kita undang,
mungkin kira-kira begitu. Tetapi, tidak apa-apalah. Izinkan saya menyampaikan pandangan.
Jadi, kembali kepada kita bicara wilayah. Memang kita ketahui negara ini kalau
dalam keadaan tertentu, maaf presiden berhalangan, wakil presiden, maka tiga menteri ini
sebagai penguasa negara ini, bukan Menpolhukam, bukan. Konstitusi adalah Menteri Dalam
Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan dan Keamanan, bukan yang lainnya.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 11
Saya kira sepakat untuk itu. Oleh karena itu, betapa pentingnya kita melihat bahwa wilayah
negara ini sangat-sangat memiliki tempat atau posisi yang begitu tinggi dalam kepentingan
negara ini. Oleh karena itu, dalam pemahaman saya mari kita bicara. Jangan kita
mempersempit, apalagi memperkecil, mengkerdilkan masalah ini menurut saya. Oleh karena
itu, kita sering jangan sekadar bicara, betul tadi yang disampaikan jangan kita melihat
kedaulatan semata, jangan melihat ini sebagai ruang. Tetapi, dari undang-undang ini
sebenarnya akan ada turunan undang-undang lagi.
Jadi, kita selalu melihat sektoral. Apa yang terjadi? Lahirlah undang-undang yang
berkaitan dengan ya itu sektoral. Telurnya didahulukan daripada induknya sehingga menjadi
pabaliut. Ini termasuk, maaf di harian Pelita yang kemarin maaf saya bagikan itu mulai dari
halaman 1 dan 15 terkandung di belakangnya ada masalah wilayah juga. Oleh karena itu,
memang agak lucu. Kita bicara kelautan, Undang-Undang Kelautan. Terlahir enam belas atau
lima belas undang-undang terdahulu yang sektoral dan akhirnya menyulitkan Undang-
Undang Kelautan itu sendiri. Ini nanti Undang-Undang Teroris, Undang-Undang TNI,
Undang-Undang Polri, dan lain sebagainya nanti mempersulit Undang-Undang Keamanan
Nasional. Ini juga sama sehingga menjadi masalah kita. Wilayah juga begitu nanti punya
masalah yang sama. Kalau kita tidak hati-hati dalam undang-undang ini, maka itu yang
terjadi.
Nah, kembali kepada masalah yang kita bicara tentang perbatasan secara spesifik,
saya melihat ada beberapa pertimbangan penting. Pertama, pengalaman lepasnya Sipadan
dan Ligitan, Timor Timur termasuk. Mungkin juga nanti akan muncul yang lain. Kita tampil
dalam forum pengadilan internasional, mereka bertanya apakah ada undang-undang tentang
perbatasan di Indonesia? Kita katakan sudah ada bagian sub dari undang-undang yang lain.
Artinya, tentang perbatasan sendiri tidak jadi bagian penting. Cina misalnya, tentang
Hongkong, tentang Taiwan, itu undang-undang sendiri. Artinya, kalau begitu tampil di forum
internasional, resiprokal. Ini teman-teman di luar negeri juga mengerti itu. Resiprokal itu ada
kesetaraan dalam melihat prioritas masalah itu. Begitu berhadapan dengan luar negeri, kita
tidak bicara hanya batas wilayah. Kita bicara tentang pengelolaannya bagaimana, sistem
pengamanannya bagaimana. Jadi, ada yang bersifat mengatur.
Apa artinya Badan Nasional Penanggulangan Bencana, apa artinya itu? Ulangi, Badan
Nasional Pengelola Perbatasan. Posisinya di bawah menteri. Menteri sendiri juga sektoral.
Nah, kalau saya melihat mungkin lembaga badan nasional penanggulangan bencana itu
disejajarkan dengan menteri ya. Kenapa ini tidak, misalnya? Agar kewenangannya diperluas
misalnya kalau memang kepentingannya ke sana. Kalau tadi Pak Ketua mengatakan sebagai
ilustrasi ibu kota pindah, kita akan melihat wajah. Tetapi secara teori, kalau kita melihat
manajemen perbatasan itu mengambarkan manajemen negara itu. Kalau amburadul ya berarti
negara itu sistemnya amburadul. Kita tahu semua itu teman-teman di kementerian. Oleh
karena itu, kita harus letakkan ini dalam posisi yang lebih.
Tentang kewilayahan, bukan hanya perbatasan saya kira. Tentang tata ruang nasional
tadi sudah disinggung, tentang laut. Pasti harus ada Undang-Undang tentang Tata Ruang
Nasional. Di sana ada tata ruang laut nasional, darat nasional, udara nasional bahkan tadi dari
Kementrian Pertahanan di bawah. Misalnya di Batam, sekarang tiba-tiba pemerintah
Singapura untuk kepentingan tertentu, dia membuat tembus di Batam. Saya ambil contoh
Inggris dengan Perancis membuat hubungan kereta bawah tanah, bawah laut. Itu kan melalui
kedaulatan negara lain. Bagaimana kalau nanti ini muncul? Kan itu masalahnya, nah oleh
karena itu saya kira ini tata ruang nasional sangat penting juga diturunkan ke bawah,
kemudian termasuk geografi. Misalnya wilayah pulau besar atau daratan seperti apa, provinsi
kepulauan seperti apa, saya kira ini bagian dari itu semua. Jadi, jangan hanya melihat dari
aspek, maaf di teman-teman Kementerian Dalam Negeri, hanya karena uang kemudian ini
dikecilkan persoalannya.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 12
Oleh karena itu, saya mengusulkan yang pertama usulan untuk lahirnya Undang-
Undang tentang Perbatasan ini penting. Karena, ini bukan sekadar menyangkut batas
wilayah, bukan, tetapi jauh lebih penting dari itu dan karena ini lintas sektoral di sini. Kalau
tidak ada payung hukum, hanya sekadar PP, tidak cukup. Atau diberikan kewenangan,
menteri sekalipun, jangankan kepada Badan Penanggulangan Pengelola Perbatasan, satu
kementerian pun, kementerian lain tidak akan patuh. Walaupun dengan PP kayak apa pun
juga. PP artinya banyak, Pak Ketua. Itu bisa juga PP, bukan, kalau Pak Benny orang timur
bilang PP itu lain, Pak. Sama dengan tempe, Pak, orang Jawa bilang tempe itu kalau dibikin
logat yang lain juga artinya lain. Jadi, Undang-Undang Perbatasan menurut saya layak untuk
kita munculkan, di samping yang lainnya.
Yang kedua, Badan Nasional, untuk sementara, Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (Badan Nasional Pengelola Perbatasan, red.) disejajarkan dengan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana karena menyangkut mengatur juga kementerian yang lain. Kalau
tidak, dia mandul begitu saja. Misalnya contoh, dia mendapatkan anggaran tahun ini kalau
tidak salah 13, sekian triliun dari 16 yang turun tahun ini karena adanya di kementrrian lain
uang itu. Tidak sanggup dia untuk mengkoordinasikan itu.
Jadi, jangan kita berpikir sekadar hanya efisien, tetapi juga efektif. Kita harus berpikir
efisien, tetapi juga efektif sehingga apa pun yang kita hasilkan di sini dengan pertimbangan
yang tadi itu menurut saya menjadi bagian yang. Saya kira itu.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik Pak Nono, jadi tanda Inggris, Prancis ini kan sudah melintas antarnegara.
Negara berbeda, kedaulatan berbeda-beda, tetapi bahwa taste-nya, Pak. Itu mana Inggris,
mana Prancis tidak kita rasa, Pak. Serviceability itu jelas bahwa inilah pelayanan, antarnegara
pun tidak ada soal. Barangkali kalau di sini antarprovinsi barangkali itu sudah kita nikmati.
Tetapi, kalau di Jawa ini kan ketika di Jawa Timur naik bis kita bisa tidur, dulu begitu Pak.
Begitu grunjal-grunjal, ah ini Jawa Tengah, kira-kira begitu. Begitu agak pabaliut itu pasti
Jawa Barat. Jadi, yang membedakan itu infrastrukturnya, Pak, bukan karena yurisdiksinya
itu, Pak. Jadi, itulah NKRI, Negara Kok Republik Indonesia itu yang secara horisontal dan
vertikal itu selalu ada lack structural, bukan hanya kultural
PEMBICARA: Letjen TNI (Marinir) Purn. Dr. NONO SAMPONO, M.Si. (MALUKU)
Sedikit tambahan, masih yang tertinggal. Pengalaman kita yang lalu dengan Malaysia,
kita membentuk yang namanya GBC (General Border Committee). Di sana diketuai oleh
wakil perdana menteri, di sini diketuai oleh pada masa itu hanya panglima TNI. Malah
sekarang ini itu SPC ya di bawahnya lagi, ini GBC. Nah, kadang-kadang kita kan terlihat
betul, di sana wakil perdana menteri, di sini setingkat menteri. Jadi tidak, jomplang, tidak
resiprokal. Itulah Indonesia ya, jadi akhirnya ya begitu saja.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Masya Allah, 70 tahun merdeka kok masih begini. Semua ruang yang kita lihat tidak
beres semua, Pak. Itulah negara Bapak-bapak sekalian. Capek juga, Pak. Saya makanya
kerasan di Senayan karena memang bisa ngomong bebas. Kalau di eksekutif kan tidak bebas
kan, pokoknya ikut undang-undanglah, kan begitu tadi kan. Betul Pak, ya? Ya kayak Pak
Marwan Jafar, undang-undang begini-begini. Niatannya pada undang-undang, tidak
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 13
ngomong bahwa revisi prepres, tidak berani, revisi undang-undang. Begitu dia ngomong
revisi prepres, posisinya direvisi oleh presiden, reshuffle kan begitu, Pak.
Baik Pak Jacob mewakili Papua Barat saya kira ya, jangan visi Palau-nya yang
kelihatan.
PEMBICARA: JACOB ESAUKOMIGI, S.E., M.M. (PAPUA BARAT)
Terima kasih, Pimpinan.
Bapak dan Ibu yang saya hormati, ada beberapa catatan yang ingin saya share dari
pengelolaan perbatasan. Yang pertama yang menjadi catatan saya bahwa paradigma berpikir
dan mengelola perbatasan masih bersifat pada pendekatan keamanan sehingga ketika
pasukan pengamanan ditempatkan di situ, maka dianggap semua selesai. Dan, kondisi yang
kita lihat sepanjang perbatasan di hampir semua wilayah, khususnya tiga wilayah negara
yang berbatasan darat, kondisi masyarakatnya hampir sama; terisolasi, kualitas hidupnya
yang rendah, dan bahkan di Atambua misalnya di situ masih menggunakan sinyal dari Timor
Leste. Sehingga, paradigma berpikir dan bertindak terhadap perbatasan ini mungkin tidak
bersifat pertahanan keamanan saja, tetapi juga bersifat ekonomi. Jadi, manfaatkan
perbatasan-perbatasan ini sebagai nilai ekonomi yang bisa bertumbuh dan masyarakat yang
berhuni di sekitar perbatasan itu bisa menikmati.
Sehingga, pada waktu-waktu yang lalu saya mendengar kunjungan teman-teman yang
ke perbatasan Malaysia dan Indonesia di Kalimantan. Anak-anak di sana sering menyanyi
garuda di dada, malaysia di perut. Itu terkandung maksud. Walaupun demikian, tetap kita
bangga sama NKRI, Pak Ketua. Kalau orang Papua yang tidak bangga sama NKRI nanti
dipikirnya lain. Kalau Pak Ketua yang bela negara, kok Indonesia itu dianggap biasa-biasa,
tetapi kalau orang Papua yang bela negara kok Indonesia atau orang Aceh itu. Biasa makar,
Pak.
Kemudian, kemarin dari hasil kita dengar pendapat dengan para intelektual Papua,
ada satu pernyataan yang disampaikan oleh mantan Bupati Merauke John Gluba Gebze itu di
wilayah perbatasan Papua NKRI itu ada satu wilayah yang ketika sang saka Merah Putih
dinaikkan itu dipaksa diturunkan oleh tentara Papua Nugini karena salah pengelolaan
perbatasan. Nah, sehingga kondisi begini saya pikir kalau tidak kita manage dengan baik
akan terjadi pengurangan wilayah NKRI karena salah mengelola.
Kemudian, yang berikut mengenai perbatasan laut Indonesia dan Palau yang ada di
paling dekat dengan wilayah Raja Ampat. Ini baru satu tahun atau dua tahun terakhir ini
terjadi hubungan diplomatik antara Palau dengan Republik Indonesia yang sampai hari ini
masih bergabung dengan kedutaan Filipina ya, kalau tidak salah. Ini laut kita zona ekonomi
eksklusifnya terjadi overlapping sehingga terjebak para nelayan-nelayan kita yang kemudian
karena ketidaktahuan, mereka masuk ke wilayah Palau dan kemudian mereka dihukum, baik
itu hukuman fisik maupun pembakaran alat-alat tangkapnya. Untuk itu, saran saya dalam
pengelolaan perbatasan ini adalah kita mengubah paradigmanya. Bukan lagi semata-mata
pengamanan keamanan, tetapi lebih daripada itu untuk kesejahteraan. Demikian, Pak Ketua.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Pak Yacob, ketika kita masuk ke DMZ Korea, saya kira sebegitu menegangkan ya.
Apakah memang karena psikologinya diciptakan begitu bahwa sana itu ganas sehingga kita
pun hati-hati, sepertinya itu harus pakai rompi dan macam-macam itu begitu ke DMZ itu.
Lalu yang kedua, Malaysia Serawak dalam hal ini dia tidak membangun pada batas yang
dekat dengan perbatasan Indonesia. Jauh itu, Pak. Kita aja yang kumpul di perbatasan,
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 14
kemudian nyumpel aja di situ di Entikong itu. Begitu masuk ke sana, wah memang hebat
negara Republik itu. Kayak di penerbangan, Pak Dirjen, begitu Bapak terbang dari Jakarta ke
Singapura, begitu mendarat memang negara ini negara besar, begitu Pak ya. Sebaliknya
kalau Bapak dari pulang luar negeri ke Jakarta, langsung ini jidatnya ngerucut, bayangin
kemacetanlah, inilah, itulah, begitu Pak. Itu fakta. Itu Palau.
Kemudian saya kira sekali lagi yang tampak itu di Kalimantan Barat bagaimana kita
kalah bersaing dengan mereka. Di NTT saya kira itu terjadi penjajahan oleh diri sendiri.
Bayangkan Telkomsel operator di Timur Leste, dia memasukkan 7 kilometer dari perbatasan
ke dalam wilayah roaming Timor Leste. Ini gendeng saya pikir ini, Pak. Akhirnya kemudian,
di rapat sini ketika ketemu dengan Pak Rudiantara, kita minta coba BTS di sana itu
dibenerin, Pak. Bayangkan 1 menit 7 ribu mereka harus bayar. Itulah NKRI sekali lagi, Pak,
Negara Kok Republik Indonesia itu. Soal jajahan, jadi menjajah diri sendiri, Pak. Baik, ini
menambahkan informasi saja.
Bu Eni, ini perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah barangkali persoalkan Cisadane ini.
Silakan.
PEMBICARA: Dra. Ir. Hj. ENI SUMARNI, M.Kes. (JABAR)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih, Pimpinan, rekan-rekan senator yang saya banggakan, dari Kemendagri
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertahanan.
Memang saya dari Jawa Barat, jadi perbatasannya juga hanya Laut Cina Selatan. Jadi,
saya tidak punya batas-batas darat yang jelas. Tetapi, kita berpikir adalah duduk di sini
adalah berpikir nasionalisme. Memang betul sampai saat ini belum ada batas wilayah yang
jelas. Jangankan antarnegara ya Pak, antarkecamatan dengan kecamatan saja masih ramai,
antardesa dengan desa masih ramai. Inilah yang kita harus segera pemetaan yang maksud
saya belum jelas itu tadi.
Pertama, karena kita ini adalah rapat dengar pendapat dengan tiga kementerian,
mungkin hal pertama yang saya seharusnya saya dapat adalah pendapat-pendapat yang ingin
diungkapkan dari para pelaksana di lapangan, dalam hal ini adalah pemerintah. Karena kita
judulnya akan merevisi UU, akan mengubah UU, mungkin hal-hal apa saja yang dirasa
belum memenuhi harapan Bapak dari perundang-undangan yang ada sehingga bisa kita
masukkan dalam undang-undang yang baru. Nanti kalau lebih luas dan lebih banyak yang
tidak bagusnya atau belum match dengan yang kita butuhkan, mungkin bukan perubahan
lagi, akan tetapi mungkin membuat undang-undang yang baru. Nah, ini langkah pertama
yang saya mohon dari ketiga kementerian ini untuk sampai kepada meja kami atau apakah ini
masih difotokopi atau memang belum ada materi tentang pendapat dari tiga kementerian
mengenai hal tentang akan diadakannya perubahan terhadap undang-undang tersebut.
Bahkan, kalau lebih besar lebih dari 50% akan kita ubah undang-undang tersebut sehingga
Bapak para pelaksana di lapangnan itu nyaman dalam melaksanakan pengabdian kepada
bangsa dan negara ini. Tadi dari yang pertama.
Yang kedua, Pak, saya sepakat dengan Pak Senator yang lain tadi, Pak Nono dan Pak
Yacob bahwa kita pendekatan di perbatasan itu tadi jangan hanya kewilayahan saja. Tadi
sudah jelas kewilayahan saja hanya banyak daratan daripada mengurus pada lautan. Akan
tetapi, kita berulangkali, Pak, bahkan rapat dengar pendapat dengan menteri bahwa
pelaksanaan rencana 2015 di perbatasan-perbatasan itu akan diberikan touch infrastructure
yang memadai. Itu dari Kemendagri bahwa di sana yang tadinya pendekatan keamanan, akan
diubah menjadi pendekatan sosial ekonomi di mana akan dibangun infrastruktur, peningkatan
derajat indeks kualitas manusia Indonesia, yaitu ditinjau dari ekonomi, pendidikan, dan
kesehatan, itu yang akan menjadi acuan dari pemerintah untuk touch terhadap daerah
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 15
perbatasan. Ini yang saya ingin tanyakan ke Bapak-bapak semua, sampai hari ini apa yang
sudah dilakukan apakah dari segi infrastruktur, maupun dari segi pengamanan kewilayahan,
karena ini adalah keamanan dalam pembangunan adalah sesuatu yang harus sinergi. Jadi,
keamanan saja di-strike, tetapi infrastrukturnya tidak dibangun ya akhirnya seperti sekarang
ini di daerah perbatasan ini seolah-olah keangkeran yang terlihat, ketegangan yang terlihat
bukannya angle light bagi bangsa Indonesia yang ada di perbatasan dan dipandang oleh
dunia luar bahwa kita ini sudah benar-benar memanusiakan manusia untuk bangsa Indonesia.
Terima kasih, Bapak, itu saja minta tanggapan.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Ini Mas Teguh Depdagri, bayangkan ini perkara Cilacap sama Ciamis, sodetan
Citandui sampai sekarang tidak selesai coba. Jawa barat, Jawa Tengah ini, Pak, berantem
saja terus-terus, Pak. Jawa barat punya Mang Ihin (Solihin G. P.), Jawa Tengah punya Bibit
Waluyo, berantem-berantemlah kan begitu pada waktu itu. Dan anehnya, Pak dari
Kementerian Pertahanan, yang lucu adalah itu atas saran Menteri Lingkungan Hidup, bukan
begitu Pak Nono? Siapa itu, Pak Nabil Makarim itu. Dan, saya dorong setuju dengan
Kementerian Dalam Negeri bahwa katanya ini konon belum raker lagi dengan Kementerian
Dalam Negeri bahwa di 2016 itu akan menyelesaikan batas-batas wilayah kabupaten dan
provinsi karena ribuan batas yang belum beres di Republik ini, Pak. Itu ke dalam. Kalau mau
cerita ya misalnya di Musi Banyu Asin itu ketika saya masih bupati itu wilayah saya. Tetapi,
begitu Musirawas yang menjadi bupati kemudian saya tidak jadi bupati, Musi Rawas yang
jadi bupati adalah saudara saya, wilayah itu masuk ke sana. Aneh bin ajaib. Sekarang saya
jadi gubernur kan begitu kira-kira. Jadi, wilayah itu bisa berubah karena ada sumber daya
yang bisa diduitkan kan begitu, Pak. Jadi, NKRI lagi sekali Pak, Negara Kok Republik
Indonesia tadi itu.
Baik, kemudian Pak Idris ini punya perbatasan dengan Malaysia saya kira. Silakan.
PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S. (KALIMANTAN TIMUR)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bapak Ketua dan Wakil Ketua DPD RI yang kami hormati dan seluruh Senator yang
kami cintai, Bapak-bapak pejabat Kementerian Dalam Negeri dan Luar Negeri dan pejabat
Dirjen Pertahanan Nasional, para pakar yang hadir pada kesempatan tadi ini yang kami
muliakan, dan hadirin sekalian berbahagia.
Intinya begini, Pak, kami dari 132 orang DPD RI ini menjadi rungguhan masyarakat
yang kami wakili. Dan, kami mewakili dua provinsi saat ini sementara; Provinsi Kalimantan
Timur dan Kalimantan Utara, yang tentu Bapak-bapak pejabat hadirin sekalian berbahagia
tahu persis bahwa Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara itu berbatasan dengan Malaysia,
Brunei Darussalam, dan sekitarnya. Sungguh sangat prihatin, Pak, kalau daerah perbatasan
ini tidak ditinjau, tidak ditentukan, tidak diperhatikan secara seksama. Kenapa? Karena, di
Kalimantan Utara beberapa tahun ini pernah ribut itu gara-gara Pulau Ambalat. Kenapa
rebut? Karena, Indonesia tidak rela kalau itu diambil oleh Malaysia. Malaysia juga kepingin
supaya itu merasa itu adalah miliknya. Belum lagi masuk ke daerah Bulungan, daerah
Nunukan. Daerah Nunukan, Pak, ini selalu saya sampaikan kalau berbicara masalah
perbatasan sebab rumah malah justru rumah-rumah yang ada disana di Nunukan dan
Bulungan itu separuh itu masuk di Indonesia, tetapi separuh juga masuk di Malaysia. Betapa
sulitnya untuk menentukan daerah di mana batasnya? Kemarin di Kucing berbatasan dengan
Kalimantan Barat ini juga masyarakatnya di sana, kami langsung datang ke sana, apa kata
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 16
orang Indonesia di sana, Pak? Sudah 70 tahun, Pak, kami di sini. Indonesia Merdeka sekian
puluh tahun kami ada di sini, tetapi kami sampai saat ini belum pernah dikunjungi, belum
pernah diperjelas, mana itu batasan-batasannya antara patok dengan patok sana itu saja.
Kadang-kadang masyarakat sendiri yang memindahkan patoknya karena dia kepingin masuk
di wilayah Malaysia. Ini karena apa? Karena, kepeduliannya yang tidak barangkali sampai ke
sana. Oleh karenanya, mohon Pak supaya daerah perbatasan ini ada prioritas.
Ya saya sependapat tadi dengan Pak Ketua bahwa kalau kita pakai mudah-mudahan,
kita pake insya Allah, insya Allah-nya yang benar-benar itu ada standar kaidah-kaidah hukum
agama yang kita pakai, bukan sekadar penyelamat seperti itu. Untuk itu, kira-kira berapa
tahun lagi, Pak, ini Indonesia sudah 70 tahun ini. Berapa tahun lagi kira-kira insya Allah-nya
atau mudah-mudahan batas wilayah ini bisa ditentukan? Berapa tahun lagi kira kira ini batas
wilayah negara Republik Indonesia ini bisa ditentukan? Atau, insya Allah lagi atau mudah-
mudahan saja lagi atau saya tidak tahu latar atau teman-teman di samping saya ini katakan
apa dibiarkan jadi proyek untuk mendapatkan sesuatu. Di Kalimantan Timur, Pak, ini tadi
pernyataan saya itu berapa tahun lagi kira-kira baru bisa itu diketahui secara jelas bahwa
Indonesia ini seperti ini gambarannya.
Yang kedua, pembangunan ini, Pak, pembangunan yang ada di negara Republik
Indonesia ini setelah kita tahu ini perbatasannya wilayahnya apakah itu daratnya, lautnya,
dan udaranya, yang kedua kami berharap supaya nanti pembangunannya jangan selalu
dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada. Kalau hanya selalu dibandingkan dengan
jumlah penduduk yang ada ya kapan dibangun Indonesia Timur? Seperti kapan dibangun
Kalimantan Timur? Ini, Pak, barangkali perlu ada perubahan sedikit pola pikir bahwa
membangun Indonesia ini bukan hanya di Pulau Jawa saja, bukan hanya di Pulau Sumatera
atau di Sulawesi, tetapi seluruh negara Republik Indonesia ini barangkali butuh perhatian
secara sungguh-sungguh, secara serius. Karena, kami ini, Pak, selaku dikatakan perwakilan
provinsi itu ada tiga paling tidak itu selalu menjadi takaran berhasil atau tidak.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Pak Idris, kereta api cepat setuju tidak, Bapak?
PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S. (KALIMANTAN TIMUR)
Setuju, Pak.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Setuju?
PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S. (KALIMANTAN TIMUR)
Eh, maaf, Pak?
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Kereta api cepat, setuju tidak?
PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S. (KALIMANTAN TIMUR)
Oh, tidak setuju, Pak.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 17
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Sama. Ya lanjut.
PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S. (KALIMANTAN TIMUR)
Ya, karena apa? Di sini saya tidak setujunya kenapa? Di sini kan sudah bagus sarana
perhubungan sudah bagus, udara sudah bagus, di Kalimantan Timur, Pak, aduh susah sekali.
Kemudian, yang kedua Pak tadi saya memberikan pemahaman.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Yang ketiga, Pak.
PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S. (KALIMANTAN TIMUR)
Yang ketiga, eh saya belum selesai Pak yang kedua. Pembangunan jangan dikaitkan
hanya sekadar dengan batas jumlah penduduk, Pak. Tolong ada pemikiran yang lebih jernih
melihat secara ke depan bahwa kalau saya membuat aturan pelaksanaan pembangunan
berdasarkan jumlah penduduk, tidak akan pernah merata pembangunan seluruh Indonesia.
Yang ketiga, saya berharap supaya kita ini punya standardisasi. Seperti DPD ini, Pak,
akan didengar apa yang dia perjuangkan daerahnya untuk menjadi bagian di Indonesia.
Yang kedua, yang di daerah kepingin lihat apa hasil perjuangannya yang bisa dilihat
oleh masyarakat.
Yang ketiga, Pak, masyarakat yang kita wakili ini ingin merasakan apa sebenarnya
yang bisa kita rasakan dengan Anda diutus ke daerah mewakili provinsi-provinsi.
Saya kira itu, Pak, jadi mudah-mudahan dengan keinginan ini, musyawarah kita ini
awalnya meliput sebagai kebajikan dan akhirnya nanti ada titik temunya untuk mendapatkan
apa yang diharapkan oleh masyarakat seluruh Indonesia.
Terima kasih, Pak.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Terima kasih, Pak Idris. Mudah-mudahan ini.
Jadi, Mas Teguh, gara-gara Sampeyan sih, pemerintah itu tidak ngomong mudah-
mudahan. Ini tidak pede Sampeyan itu. Mau jadi dirjen tidak pede, bagaimana.
Jadi, ini semua sudah disampaikan. Saya khawatir nanti kalau Pak Adrianus tanya
soal pertanahan. Ini pertahanan, Pak. Ya walaupun Gus Dur dulu mengangkat Pak Mahfud
itu sebetulnya Menteri Pertanahan, bukan Menteri Pertahanan dulu itu, tetapi karena sudah
jadi ya sudahlah begitu kan. Sama juga ketika ini, Pak Nono, ada dokter Syaiful Yusuf toh di
istana itu. Pak Hamzah itu kalau bicara kan agak groyok-groyok begitu ya. “Syaiful, Syaiful,
suruh Syaiful Yusuf.” Maksudnya Syaiful Yusuf yang Ketua Umum Anshor, bukan Syaiful
Yusuf yang dokter itu begitu lho. Yang datang itu adalah dokter itu. Ya sudah periksalah
saya begitu. Maksudnya Syaiful Yusuf yang BP Anshor itu begitu. Sama juga ketika Pak
Hamzah Haz, Faisal Basir. Maksudnya Faisal Basri yang ekonomi itu. Karena dulu ada
anggota DPR Faisal Basir, ya Faisal Basir yang datang. Ya bukan ini maksud saya, yang
ekonomi itu lho maksud saya. Tetapi, ya sudahlah saya silaturahim jadi ketemu juga Faisal
Basir itu. Sama lagi Gusdur pada waktu jadi mengangkat Menteri PU Menteri Negara
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 18
Pekerjaan Umum, yang jadi kan Freeport itu sebelum Pak Ma’ruf ini, Pak Bambang siapa itu.
Itu Menteri Negara Pekerjaan Umum yang jadikan Freeport itu sebelum Pak Bambang siapa
itu. Itu Dirjen PU suruh jadi Menteri PU. Padahal, beliau itu dari geolog dari Pertambangan
Umum, jadi Menteri PU. Bingung sendiri dia. Itu waktu Gus Dur. Ya itulah Indonesia, Pak.
Baik, ada lagi? Cukup ya. Pak Anas tidak ada perbatasan ya. Baik, saya ingin
memberikan kepada Kemendagri ini. Jangan hanya berdoa, Bapak, sambil bekerja juga
silakan.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI
(NARASUMBER)
Oke, Pak, terima kasih, Pak.
Jadi pertama, jadi begini untuk solusi kan jadi begini, Pak. Kita ini ada alternatif
untuk solusi dalam jangka pendek apa yang bisa dilakukan dalam rangka mendorong
pembangunan di kawasan perbatasan. Kalau revisi, kita juga tidak menutup kemungkinan
kalau memang ini revisi juga harus disiapkan karena memang ada beberapa content yang
seperti disampaikan para hadirin Bapak-bapak dari anggota DPD ini yang tadi disampaikan,
tetapi kita juga ada bahan-bahan yang memang untuk menyempurnakan itu, Pak. Untuk
jangka pendek, kita akan selesaikan di tahun 2016 ini PP tentang kewenangan pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota. Saya harapkan ini content-nya nanti bisa sampai ke tingkat
pedoman sehingga para pelaksana di lapangan tidak bingung lagi apa yang mesti para pihak
itu mengerjakan. Tetapi, pada prinsipnya PP ini adalah ingin menjadikan corner stone, jadi
batu penjuru. Jadi, seluruh KL atau seluruh UU peraturan lain bisa mengacu ke situ. Jadi,
kalau sudah begitu menyangkut kepentingan perbatasan, maka PP-PP yang membawahi
seperti tata ruanglah, itu tata ruang harus menyesuaikan mengkalibrasi diri sesuai dengan
rencana tata ruang kawasan biar ada kepastian dari pembangunan di kawasan perbatasan itu
sendiri.
Kami sepakat juga, Pak, mohon dengan Pak Nono, jadi....
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Pak, mohon maaf, Pak. Coba anu deh baca Undang-Undang No. 12 Tahun 20111
deh, Kementerian PU juga punya undang-undang sendiri. Jadi karena itu, kalau PP itu ya
begini mejen, Pak. Mejen itu nanti. Jangan penah punya cita-cita PP melawan undang-
undang, pasti kalah. Sektoral pasti menang lagi di situ.
Dilanjut.
Mas, mohon ini soal Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, kemudian di... (kurang
jelas, red.) PP No. 27 Tahun 2008. Beda lagi Mas, itu adalah khusus spesifik tata ruang.
Sedangkan, BNPP itu adalah maunya itu menjadi juragan dari semua sektoral. Mestinya,
undang-undang seperti Pak Nono tadi disampaikan. Kalau PP, sampai lebaran kuda pun tidak
akan ada koordinasi, Pak.
Silakan.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI
(NARASUMBER)
Terima kasih, Pak.
Ya ini jangka pendeklah, Pak. Untuk jangka menengah, mudah mudahan bisa pas
direvisi, bisa semoga pelaksanaan ini bisa efektif.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 19
Oke, kemudian yang tadi apa namanya kapan ini target harus dipenuhi begitu ya, Pak,
jadi apa tahun depan, tahun lagi? Yang jelas begini, Pak, ini khusus untuk Kementerian
Dalam Negeri, kebetulan saya mau ke sektoral sebetulnya. Jadi, kecamatan perbatasan itu
kalau kami tugasnya Kementerian Dalam Negeri adalah menyediakan infrastuktur
pemerintahan, jadi seperti kantor kecamatan, kantor lurah, kantor pertemuan di kawasan,.
Untuk itu, seluruh kecamatan di kawasan perbatasan hampir seluruhnya sudah dibangun.
Barangkali yang sudah bobrok dan lainnya sekarang lagi direvitalisasi di beberapa kecamatan
di wilayah Kalimantan itu. Jadi, teragenda kapan? Ini setiap tahun kita untuk paling untuk
memperbaiki dari kantor-kantor kecamatan.
Khusus yang BNPP ini, Pak, sampai kapan itu memang sebaiknya Pak, kami juga
sempat lapor ke Pak Pimpinan kenapa BNPP tidak diundang karena dia yang masterplan
grand design keseluruhannya BNPP. Jadi, target harus lima tahun menyelesaikan apa dan
lain sebagainya. Tetapi, yang jelas tadi untuk khusus Kementerian Dalam Negeri, kita
sekarang ini sedang merevitalisasi kantor-kantor kecamatan di kawasan perbatasan.
Kemudian, yang daerah, Bu, mohon maaf ini kebetulan ini batas daerah, kalau batas
daerah memang dari 799, sekarang baru 30%. Jadi, sekarang itu akhirnya kita pun sedang
menyempurnakan metodologi cara kerja ini supaya cepat. Misalkan yang sebelumnya kartu
matrik supaya tanpa kita ke lapangan, tetapi bisa kita lihat peta, bisa dilakukan. Nah,
sekarang lagi menyempurnakan lagi Permen supaya akselerasi dari penyelesaian batas daerah
itu bisa segera diselesaikan.
Jadi itu, Pak, kami itu solusinya solusi jangka pendek tadi yang untuk PP itu. Jadi,
kita optimalkan betul betul PP ini content-nya betul-betul bisa menyelesaikan beberapa
persoalan yang dihadapi di lapangan. Tetapi, seperti apa yang Bapak sampaikan tadi memang
ketika berbenturan dengan undang-undang memang, Pak, kita akhirnya agak susah. Nah, ini
saran akan saya sampaikan ke sana ke pimpinan bahwa ketika ini ada Undang-Undang
Perbatasan seperti disarankan Pak Nono tadi, kita akan sampaikan. Mudah-mudahan kita pun
kita melihat itu menjadi sesuatu yang penting karena itu apalagi akan dijadikan corner stone
bahwa kawasan perbatasan itu adalah satu kawasan yang memang betul-betul penting
adanya. Tidak hanya dari aspek pembangunan, tetapi juga aspek keamanan dan aspek
kedaulatan. Saya pikir itu, Pak, respons sementara dari kami.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Terima kasih.
Lanjut Kementerian Luar Negeri. Silakan, Pak Dirjen.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI (NARASUMBER)
Terima kasih, Pak Ketua.
Kami memang menyimak seluruh intervensi dan juga pernyataan dari Bapak-bapak
dan Ibu-ibu Senator yang terhormat yang mungkin ada beberapa hal yang bisa kami
sampaikan atau mungkin sedikit klarifikasi. Kebetulan kami pun juga ikut di dalam
pembahasan-pembahasan di bidang penanganan wilayah perbatasan. Maaf sejujurnya kalau
kami sampaikan di sini, pemerintah yang sekarang memang sangat serius untuk men-deal
dengan masalah perbatasan ini. Bahkan, presiden sendiri menunjukkan target waktu Pak,
seperti Entikong menimbulkan dua hal. Pertama, bangunan untuk pembangunan perbatasan
tidak boleh lebih jelek dari negara tetangga, itu satu. Lalu kedua, dibangun dalam jangka tiga
tahun harus selesai, dan itu pun selalu dilakukan di daerah Kalimantan Barat dan juga Timur.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 20
Menyangkut usulan Pak Nono mungkin kita lihat ini dari broad minded, ya Pak ya,
just very very useful untuk kita, Pak, dalam hal kita menegosiasikan. Tetapi, yang perlu kami
sampaikan juga di sini bahwa seperti yang saya sampaikan tadi dari awal kita punya juga
roadmap-nya, Pak, dalam berunding. Jadi, kami lihat dalam ... (kurang jelas, red.)
pembentukan undang-undang ini yang perlu waktu kita pun melakukan juga yang secara
paralel, Pak. Jadi, kita lihat dari sisi seperti itu.
Mengenai BNPP mungkin Kementerian Dalam Negeri yang akan lebih menjelaskan.
Bapak Senator dari Papua, kami sedikitnya sepakat, Pak. Kami kemarin berunding
dengan pihak PNJ, Pak, di Bandung yang kita juga melihatnya bukan hanya dari pendekatan
keamanan, Pak. Kita coba memilah-milah ya Pak ya, pertama dari pendekatan keamanan
terutama kita minta dengan sangat dan mereka menyetujui dan ada dalam record kita bahwa
minta maaf tidak akan ada kejadian yang mengenai penurunan bendera itu. Mereka setia
untuk minta maaf ini. Dan, juga kita minta bahwa mereka punya yang dinamakan kalau ada
pasukan yang jalan itu pakai pangkat dan ininya. Ini yang membedakan dengan gerombolan.
Lalu, menyangkut no man’s land kita juga sepakat untuk menamakan bukan no man’s land
karena itu wilayahnya berdasarkan basic agreement yang kita tandatangani adalah wilayah
Indonesia. Nah, itu kita tegaskan di situ dan nanti mungkin akan jadi zone militer.
Nah, satu hal yang kami ... (kurang jelas, red.) pertemuan di Bandung itu adalah
bagaimana menyikapi jika terjadi cross border dan terjadi penangkapan dan kejahatan, dua-
duanya, Pak. Jadi, kita mengusulkan yang namanya mandatory consular notification, yaitu
kalau sekiranya orang warga negara Indonesia tertangkap di sana, mereka harus memberitahu
kepada konsulat dan juga kita punya embassy di... (kurang jelas, red.). Begitu juga kita, Pak.
Jadi, kalau ada warga Papua Nugini yang cross ke tempat kita, tertangkap, pertama kita harus
wajib memberi tahu. ... (kurang jelas, red.), kita sudah tanda tangani dengan Australia, Pak.
Mungkin tambahan di sini, Pak, kami menyetujui menginikan sekali, Pak,
ketertarikan mereka untuk membuka lebih luas kesempatan border di daerah Vanimo.
Ternyata, Bapak Ketua, daerah sana perkembangan perekonomiannya luar biasa, Pak, sampai
miliaran. Jadi, banyak orang sekarang lebih tertarik pergi ke Jayapura ketimbang pergi ke
Papua Nugini, eh Port Moresby, sorry, karena Port Moresby juga kurang aman di situ mereka
bilang. Tetapi, kalau ke Jaya Pura mereka dapatkan semua, Pak, bisa ke kafe, bisa ke mana-
mana, Pak. Ini promosi yang bagus. Kita sekarang lagi menyelesaikan dengan teman-teman
dari imigrasi, Pak, adalah untuk membuat cross border-nya itu sedemikian nyaman, Pak.
Jadi, mereka bisa keluar masuk dengan melakukan pembahasan di antara tim teknis, Pak.
Dan, juga dikembangkan tempat yang dinamakan karantina. Jadi, karantina kedua belah
pihak sekarang sudah berunding untuk melakukan ini. Kami lihat ada perubahan di situ
dalam kita menyelesaikan masalah perbatasan, bukan melulu kita melihat dari sudut
keamanan saja, tetapi kesejahteraan juga dilihat untuk itu.
Untuk Pak Idris, saya sih agak optimis untuk pengembangan. Memang kita dari awal-
awal di tingkat Asia pun kita kembangkan yang kita namakan dalam konsep DNG. Jadi,
konsep wilayah-wilayah yang akan kita kembangkan yang tidak di dalam mainstream -nya di
perbatasan-perbatasan antara beberapa wilayah kita. Yang di Kalimantan salah satunya
adalah dengan Sabah dan wilayah Sabah dan wilayah Kalimantan Utara. Mungkin ini masih
kita bahas terus dengan negara Malaysia, Pak. Nah, terlepas dari ini, Pak, saya melihat
mungkin juga kita bisa lakukan dengan tentunya teman-teman di Kemendagri melihat
sesuatu yang di luar dari scope ini, Pak. Mungkin kita pakai mekanisme sister city, Nunukan
dengan wilayah lainnya. Jadi, apa pun export dari wilayah yang sebelah sana, harus melalui
tempat kita, Pak. Ini along that line untuk inikan, Pak Idris, bagaimana kita memperjuangkan
wilayah itu bukan hanya wilayah perbatasan. We are ready to do that, Pak, untuk melakukan
ini.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 21
Kembali yang dapat kami tambahkan di sini, kita harus sangat fleksibel, Pak, tetapi
yang sebenarnya kami sampaikan tadi bahwa roadmap dengan agenda kita adalah kita
menyelesaikan hal-hal yang masih tersisa dengan perbatasan ini. Syukur-syukur kita punya
time table, Pak, karena seperti perbatasan yang belum selesai di Kalimantan, di wilayah darat
memang agak lama sekali. Kita mudah-mudahan selesai itu dan bagaimana kita memasukkan
itu ke dalam yang tadi Pak Nono sampaikan tata ruang nasionalnya, Pak. Ini yang kami lihat
secara garis besarnya yang mungkin bisa juga paralel yang bisa Bapak-bapak lakukan di sini
dalam hal melihat atau pengubahan mengenai Undang-Undang Nomor 38 ini. Mungkin kalau
mohon izin Bapak Pak Direktur bisa menyampaikan.
Terima kasih.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI (NARASUMBER)
Terima kasih, Pak Dirjen. Atas izin Pak Pimpinan, jadi hanya menambahkan, Pak,
untuk Pak Nono mungkin untuk berkaitan dengan UU tentang Perbatasan. Kalau kita lihat
dengan tadi Tiongkok misalnya atau Vietnam atau Filipina, jadi memang yang paling penting
undang-undang tersebut mungkin harus jelas peta yang kita pakai yang mana karena di dalam
Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 kan hanya membuat titik-titik koordinat seperti itu,
tetapi ditanya mana petanya, mana tadi mungkin Pak Harahap juga sampaikan jumlah
pulaunya ada berapa itu belum muncul di dalam undang-undang ini. Kalau ini nanti akan
berubah, apalagi pulau tidak semuanya dinamai, akan ada lagi tambahan nama-namanya
paling tidak list koordinat yang sudah kita depositkan ke PBB dengan PP-nya itu kan PP-nya
sudah ada PP No. 37 Tahun 2008 itu tentunya bisa ditingkatkan menjadi undang-undang.
Jadi, itu kalau berkaitan dengan Undang-Undang Perbatasan. Sedangkan, pengelolaan ini
yang memang ini, Pak, hampir sama dengan Undang-Undang Kelautan harus benar-benar
dipastikan semua masuk di dalamnya, termasuk peran BNPP. Kita ambil contoh Undang-
Undang Kelautan saat ini misalnya dengan adanya Bakamla dimasukkan di dalamnya, itu
pun setelah satu tahun masih belum bisa berjalan karena memang pada akhirnya
permasalahnya adalah apakah badan ini nanti menjadi aktor baru atau menjadi juragan, kalau
tadi Pak Ketua sampaikan menjadi juragan dari semua kementerian lembaga. Ketika dia
menjadi juragan, kita berharap jadi semacam Pankorwilnas yang dulu pernah ada, tetapi
kalau menjadi aktor baru ya contohnya sekarang ini Bakamla menjadi aktor baru yang bisa
membantu menyelesaikan masalah atau malah menambah permasalahan yang ada. Jadi,
kajian mengenai keberadaan BNPP, apalagi kalau rumusan yang sekarang ini antara pusat
dan daerah, BNPP pusat dan daerah sifatnyanya hanya koordinatif, bagaimana dia bisa
membuat satu instruksi kepada daerah kalau tidak ada kesamaan dalam pengunaan anggaran
atau dalam pelaksanaan tugasnya.
Kemudian untuk Pak Jacob, saya hanya menambahkan untuk nelayan kita di Palau itu
memang permasalahannya adalah kalau untuk pengamanan, ini wilayah perairan kita dengan
Palau yang begitu luas yang selalu sering kita sampaikan kepada KKP agar Satgas IUU
Fishing itu juga tidak hanya sekadar di Kepulauan Natuna atau yang ada di Laut Sulawesi
atau di Selat Malaka, tetapi juga sampai ke sekitar Palau karena itu yang tadi Bapak
sampaikan, lebih banyak nelayan kita yang kemudian ditangkap dan yang menangkap juga
mungkin tidak hanya Palau karena Palau mendelegasikan wilayah zona ekonomi
eksklusifnya kepada negara ketiga, apakah kepada Taiwan atau kepada Jepang. Jadi, kita
berhadapan dengan negara-negara lain di wilayah yang sebenarnya wilayah Palau. Kalau kita
lebih tegas karena garis kita sebenarnya jelas ada di Peta NKRI, kita beroperasi sesuai garis
yang kita klaim ini sebenarnya tidak perlu ada kekhawatiran bahwa kita akan ditangkap.
Apalagi, kalau kita lihat kan berhadapan dengan Filipina kita berani menangkap, kemudian
kita bakar atau kita tenggelamkan. Melihat kasus serupa dengan Malaysia juga sama, dengan
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 22
Vietnam apalagi, banyak sekali kapal mereka yang kita tangkap dan kita tenggelamkan. Jadi,
hal serupa mestinya dengan Palau bisa kita lakukan. Jadi, itu untuk Palau, Pak.
Untuk kaitannya dengan kita dilarang menaikkan bendera di wilayah kita sendiri Ini,
Pak, termasuk kategori pengelolaan kawasan perbatasan karena kalau dari garis batasnya
sudah jelas itu di wilayah kita sekitar satu kilometer di dalam wilayah kita. Permasalahannya
adalah penduduk yang tinggal di situ ternyata penduduk yang berasal dari wilayahnya Papua
Nugini sehingga mereka gunakan mata uang Cina, kemudian KTP-nya juga ada KTP Papua
Nugini. Jadi, ada 92 warga negara Indonesia dari ... (tidak jelas, red.) yang kita pertanyakan
apakah dia ini ilegal atau dia ini orang asing dari Papua atau orang kita. Hal yang sama
kemarin juga di koran, Pak, yang berkaitan dengan batas kita dengan Timor Leste kan
dikatakan di media ada 55 kepala keluarga yang mendapat KTP Timor Leste. Jadi, kita punya
permasalahan di aspek kependudukan. Seringkali tidak bisa dimonitor apakah benar yang
tinggal di situ WNI atau WNA. Ketika mayoritas adalah WNA, maka wajar saja aparat
pengamanan negara tetangga kita masuk ke dalam dan melarang kita menaikkan bendera
Indonesia. Jadi, benderanya itu symbol, tetapi itu merupakan ujung dari permasalahan yang
lebih luas, penduduknya yang harus kita data. Kita sudah sepakat dengan Papua Nugini, kita
akan melakukan pendataan. Kalau tidak salah 2015 kemarin sudah sebagian kita data, tetapi
tidak hanya di sekitar Merauke itu, masih ada di beberapa kabupaten lain yang perlu kita data
ulang, khususnya mengenai siapa yang mendiami wilayah kita, apakah tadi Pak Dirjen
sampaikan termasuk daerah steril itu kadangkala OPM-nya bisa masuk, terus kitanya tidak
bisa ngapa-ngapain, nah ini juga pengawasan atau Pamtas kita itu harus diperkuat. Berkaitan
dengan Pamtas, kemarin juga kita melihat mungkin Pak Harahap nanti bisa sampaikan, itu
bahkan di wilayah-wilayah yang masih bersengketa, perangkatnya pun dibawa dari Jawa.
Jadi, kalau mengandalkan fasilitas yang ada di Pamtas, petugas kita tidak bisa secara
maksimal melaksanakan tugasnya. Belum bicara bensin atau bicara kelengkapannya. Jadi, ini
sering masih membawa, jadi batalion punya satu kelengkapan yang ada di Udayana atau di
tempat lain itu dibawa sampai ke wilayah perbatasan. Nah, ini menambah biaya juga. Jadi,
itu mungkin.
Sedangkan, untuk Pak Idris ya memang kalau kita bicara time line, Pak, untuk
pembangunan ini kami menjadikan satu benchmark yang ada di Sebatik, Pak, karena Sebatik
itu Presiden Jokowi sudah hadir melihat langsung. Kami memang concern-nya di batas
maritim, Pak, saat itu jetinya diperintahkan untuk diperluas. Dan, ini 100% BNPP biayanya,
Pak, tetapi memang sampai sekarang masih belum selesai. Jadi, bagaimana kita bisa
merealisasikan apa yang menjadi instruksi presiden kalau memang dalam waktu satu tahun
ini tidak juga ada kemajuan. Jadi, dalam konteks ini untuk pembangunan itu memang
sifatnya wajib bagi kita di eksekutif untuk melaksanakan, apalagi sekarang Presiden Jokowi
sudah dua kali ke Kupang, jadi dua kali ke NTT, dan nanti tinggal tunggu waktu akan ke
Kaltim ataukah Kalimantan Utara dan ini semua akan dicek. Jadi, mohon kami juga
diingatkan, Pak, kalau memang ada janji atau instruksi yang saat itu disampaikan dan tidak
tindak lanjuti. Itu mungkin.
Kalau Bu Eni mungkin ya masalah yang perlu disempurnakan dari Undang-Undang
No. 43 Tahun 2008 tadi diawal sudah kita sampaikan ini heavy-nya lebih ke darat, jadi udara
dan laut tadi juga sudah disampaikan FIR itu belum masuk, kemudia, yang lain masalah
kewenangan. Jadi, harapannya nanti undang-undang ini bisa komprehensif seperti Undang-
Undang Kelautan yang sifatnya lintas sektor, lintas matra, dan mungkin ini kerjanya panjang,
tetapi mudah-mudahan ya kita sama-sama sepakati apakah ini akan dimasukkan sebagai
Prolegnas atau tidak karena sepanjang yang kami lihat dalam nampaknya dari pemerintah
belum, mungkin dari Kemendagri nanti bias. Demikian, Pak.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 23
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik, Pak. Terima kasih dari Kementerian Pertahanan. Jadi, memang sebaiknya
pemerintah itu integrated dalam hal melihat misalnya Sebatik. Sebatik itu meraung-raung
mau menjadi kota saja susahnya minta ampun. Sudah jelas tahu bahwa wilayah itu strategis
nasional. Tetapi, ya itulah kalau ada koordinasi baik itu bukan Indonesia, Pak, repot kita ini.
Silakan Kementerian Pertahanan.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN PERTAHANAN (NARASUMBER)
Terima kasih.
Yang pertama kami coba komentari apa yang disampaikan oleh Pak Nono, masalah
Undang-Undang Perbatasan. Saya kira betul, Pak, jadi undang-undang ini sebenarnya
menurut pendapat saya ini kebetulan kami dari Kemhan, Undang-Undang Wilayah Negara
ini harus lebih tinggi posisinya dibandingkan Undang-Undang Tata Ruang, Pak, karena
Undang-Undang Tata Ruang ada, Undang-Undang Wilayah Negara ada, tetapi ini perlu
disinkronkan keduanya karena memang pemberdayaan itu larinya di tata ruang. Demikian
juga di perbatasan, yang ada adalah PP, Pak. Saya sampaikan tadi bahwasanya Indonesia
dikelilingi oleh 9 PP, perpres, 9 perpres mengelilingi Indonesia ini, termasuk di Kalimantan
itu 31, Papua 32, 179 NTT, kemudian kemudian Maluku dan seterusnya sampai 9. Baru 5
yang diini, Pak, yang lainnya belum juga diumumkan. Jadi, belum kuat sekali, Pak, jadi kalau
dengan adanya barangkali Undang-Undang Wilayah Negara ini yang lebih kuat lagi, strong
ini akan bagus sekali. Hanya kami menitipkan, Pak, masalah pertahanan di perbatasan ini
masih masih lemah sekali, sedikit sekali disinggung, bahkan tidak disinggung sama sekali di
di Undang-Undang No. 43 ini. Mohon nanti dimasukkan karena bagaimana pun di perbatasan
itu ada tiga faktor yang harus diperhatikan di sana: ekonomi, pertahanan, dan lingkungan
hidup, sehingga peran dari pertahanan ini mohon dicantumkan betul di 43 nanti ketika ada
perubahan-perubahan.
Kemudian, menyangkut sedikit masalah perbatasan tadi, tadi disinggung memang
kami mengharapkan di perbatasan itu kalau itu peralatan TNI, di perbatasan seharusnya
memang tidak dibawa dari pasukan di pangkalannya karena itu untuk tempur. Perbatasan
perlakuannya pasti khusus. Karena itu, kami memang mencoba sekarang ini untuk
melengkapi itu, tetapi ini belum lagi optimal, Pak. Jadi, barangkali dari DPD ini mohon
bantuannya sehingga ini didorong lagi agar pemerintah memfasilitasi lebih besar lagi
anggarannya karena tahun ini di Kalimantan saja belum tuntas, Pak. Masih ada tambahan-
tambahan dan perkiraan kita mungkin lima tahunan baru bisa tuntas sesuai dengan, supaya
bisa mengimbangi yang di sebelah. Kami bukan menonjol banget, tetapi mengimbangi di
sebelah. Di Papua juga begitu.
Kemudian, berbicara wilayah tadi, Pak, di Undang-Undang No. 43 ini kami lihat
memang berbicaranya masih terlalu dangkal, Pak. Jadi, wilayah laut juga masih belum. Kita
bicara wilayah laut ini kita sekarang ini mengemuka di bawah permukaan laut, Pak, didsana
ada pipa, ada kabel, ada pengeboran, dan lain sebagainya, dan bahkan seringkali penempatan
pipa-pipa itu sangat berpengaruh kepada pembangunan-pembangunan yang dilakukan oleh
daerah. Satu contoh kita liat di Batam itu ketika mau dikembangkan pelabuhannya itu sangat
sulit karena beberapa pipa itu sudah salah tempat dulunya, Pak. Itulah Indonesia, Pak, tetapi
ke depan kalau bisa jangan salah, Pak. Tetapi, memang kalau kita salah itu wajar karena saya
teringat itu, Pak, tahun ‘45 itu sudah, tahun ’40-an sudah ada buku Salah Asuhan, Pak. Jadi,
sejak itu sudah salah asuhan Indonesia ini, Pak. Jadi, mohon dari DPD barangkali
memperpaiki salah asuhan ini sehingga tidak salah lagi, Pak.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 24
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Kalau ngga salah, ngga ada proyek lagi, Pak.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN PERTAHANAN (NARASUMBER)
Terima kasih, Pak.
Kemudian, kami tambahkan masalah di Sebatik tadi sudah disampaikan juga karena
ketepatan Ketua Delegasi untuk OBB di Sebatik itu adalah saya, Pak. Kita coba
pendekatannya memang pendekatan sosial, Pak. Jadi, kalau kita pendekatan berdasarkan
garis delimitasi yang sudah ditentukan patok-patok itu, maka tadi terjadi seperti apa yang
disampaikan oleh Bapak tadi Pak Idris tadi, ada rumah orang kita yang sudah di sana, di
daerah sana. Kalau ke depan, harapan kita nanti melalui Kementerian Luar Negeri,
kelihatannya batas itu tidak bisa lurus, Pak, tetapi mungkin belok-belok nanti berdasarkan
rumah mereka yang masuk ke dalam. Itu yang kita coba sedang nogosiasi, Pak. Jadi, kalau
ada masyarakat kita yang rumahnya sudah masuk daerah mereka, semoga Malaysia
mengizinkan. Nanti kita ganti di tempat lain begitu, jadi nanti belok-belok. Itu yang kita coba
asalkan masyarakat kita tidak merasa dirugikan. Itu yang kita coba diplomasinya, nanti yang
menyampaikan diplomasinya dari Kemenlu, kami hanya teknisnya saja, Pak, agar
masyarakat kita tidak terasa bahwasanya ada penetapan-penetapan. Tetapi, ke depan itu
harapan kita memang tidak ada lagi mereka bertempat tinggal di tempat yang lain.
Kemudian, barangkali tadi juga perlu saya sampaikan masalah penaikan bendera itu.
Itu memang terus terang kita sangat sangat merasa bertanggung jawab juga,Pak, Kementerian
Pertahanan karena kita bertanggung jawab di perbatasan. Itu sudah minta maaf, Pak, ya
kemarin itu jelas karena kami juga langsung mengunjungi yang namanya Desa Yakyu itu,
Pak. Jadi, memang ya tidak semudah di Jawa ataupun di tempat lain kalau kita bicara di
Papua itu karena tanah adat itu memang ceritanya sangat panjang, Pak. Jadi, boleh dia
bertempat tinggal di sana, tetapi mata pencariannya di Indonesia itu sering terjadi atau yang
di Indonesia ada tanah wilayahnya di derah sana. Jadi, memang untuk itu saya kira butuh
waktu yang cukup panjang, Pak, karena memang kita masih memperhatikan adat ini. Ketika
negara tidak memperhatikan adat barangkali akan mudah, Pak, tetapi ketika adat ini masih
menjadi diperhatikan oleh negara, maka saya yakin akan sulit, Pak. Saya kira itu, Pak, yang
kami sampaikan.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik, Ibu-Bapak sekalian, saya kira baik eksplisit atau tidak bahwa Bapak-bapak yang
di depan saya, baik Kementerian Pertahanan, Luar dan Dalam Negeri masih merasakan
bahwa optimum regulasi belum ada di dalam wilayah negara dan perbatasan negara. Ini
faktanya bahwa masih ada situasi satu fakta bahwa bahwa uncoordinate itu menjadi satu
fakta di lapangan. Jadi karena itu, ya tetap saja jangan kemudian apa yang menjadi nawacita
Pak Jokowi itu tidak ada, baru hanya masuk pada wilayah nawaitu saja. Jadi, sekali lagi
nawacita jangan sekadar nawaitu, itu penting. Pada waktu orde baru juga begitu, mulai Pak
Harto sampai dengan RT ngomong SDM semua, sumber daya manusia. Ngomong doang
begitu lho, Pak. Optimize-nya tidak ada. Itu orang NU ditolak SDM itu, masa yang dibangun
cuma SD Muhamadiyah saja, SD NU-nya kapan, katanya begitu, Pak.
Baik, saya tidak menyimpulkan, tetapi paling tidak ada catatan-catatan yang akan
disampaikan oleh Prof. Indria. Ada yang mau disampaikan, Prof.? Silakan.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 25
PEMBICARA: Prof. Dr.INDRIA SAMEGO, M.A. (STAF AHLI)
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang, Bapak-Ibu sekalian, dan terima kasih sekali pada Bapak Pimpinan,
khususnya Pak Ketua, serta Bapak-Ibu Anggota Bapak-Ibu Senator yang saya hormati dan
Bapak-bapak dari Kementerian Pertahanan, Luar Negeri, serta Kemendagri, dan teman-
teman, Bu Ndari yang sama-sama diminta untuk hadir di sini. Saya punya catatan sedikitnya
tiga.
Pertama, sebagai pribadi saya berterima kasih karena diundang dilibatkan dalam
forum DPD yang dulu ketika embrionya ini dipikirkan, saya berharap DPD menjadi kamar
yang lain dari sebuah proses politik yang lebih demokratis di samping DPR RI. Jadi, istilah
bikameral itu bisa ditemukan di sini ya. Tetapi, ya tadi Negara Kok Republik Indonesia itu.
Jadi, bikameralnya ditambahi, kata Pak Jimly itu, soft bicameral-lah. Anda jangan tuntut
macam-macam katanya kan begitu. Saya bilang, itu harus ada upaya-upaya yang lebih
konkret untuk meningkatkan peran lembaga ini. Tetapi, walaupun masih samar-samar peran
dalam penyusunan undang-undang Republik Indonesia, sekali lagi secara pribadi saya
melihat ada dinamika, ada dialog-dialog yang terbuka antara eksekutif dengan dewan. Dan,
Anggota DPD menurut saya masing-masing memiliki kemerdekaan dari 132 itu.
Kemerdekaan karena tidak ada ketua fraksinya sehingga beda sekali kalau misalnya Pak
Muqowam ngomong di sana itu ada yang jewer itu. Kalau di sini tidak ada, jadi bebas
berpendapat. Moga-moga pendapatannya juga bebas lagi. Ya, Ketua Komite makanya.
Nah, saya tentu saja pada tataran wacana senang ini adalah satu kejujuran untuk
melakukan evaluasi diri suatu momen-momen reflektif untuk menilai di mana posisi kita,
kemana kita akan pergi sebagai bangsa modern rupanya saya temukan di sini. Jujur, Pak
Ketua, dibandingkan di sana. Tetapi, ya tadi karena NKRI tadi perannya minimum yang bisa
disampaikan, walaupun begitu kita sudah ditantang untuk menyampaikan gagasan tentang
undang-undang yang sebetulnya sangat mendasar bagi kita sebagai negara yang 70 tahun
merdeka itu memiliki regulasi yang bukan hanya berlaku ke dalam, tetapi ke luar juga
dengan negara tetangga yang kita semua tahu ada banyak negara tetangga bersebelahan
dengan kita. Nah, saya punya catatan bisik-bisik dengan Saudara Ndari bahwa sebetulnya
kalau kita bicara wilayah negara itu kalau boleh digunakan istilah undang-undang induk,
walaupun setiap undang-undang equal, tetapi undang-undang utama seperti dulu saya awal-
awal transisi menginginkan ada satu undang-undang politik yang lengkap di dalamnya
menyangkut parpol, pemilu, kemudian undang-undang mengenai DPR, DPD begitu plus
undang-undang terkait. Jadi, kita melihat secara total, secara keseluruhan. UU Wilayah
sebagai induk, kemudian di dalamnya ada undang-undang wilayah darat, wilayah laut
wilayah udara, apakah itu undang-undang atau PP. PP dalam arti peraturan pemerintah,
bukan PP berjemur itu. Itu satu.
Tetapi kemudian yang kedua, kita ingin memberdayakan wilayah masyarakat supaya
perbatasan tidak left behind, dianggap sebagai backyard, tetapi sungguh-sungguh ini wilayah
yang menjadi semacam etalase kita berhadapan dengan negara lain. Jadi, contoh yang
disampaikan oleh Pak Ketua, yaitu mengenai Entikong, saya juga berapa kali lihat sana beda
sekali antara kantor imigrasi kita dengan imigrasi Malaysia saja, padahal jaraknya cuma
berapa meter begitu, dari situ kelihatan. Belum lagi ketika seberang sana kita lancar jalannya,
semacam highway begitu, tetapi masuk sini wilayah kita dari Pontianak sampai ke Entikong
mungkin sekarang sudah rusak jalannya. Jadi, itu menunjukkan ignorance kita terhadap
daerah. Dari sisi politik dan saya merasakan secara empiris bahwa mungkin sentralisasi
selama ini terlau kuat sehingga pendekatan yang tadi Bung Jacob sampaikan tetap terikat
pada security approach, belum pada society dan state, belum pada society dan prosperity.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 26
Jadi, mestinya tidak ada beda antara pinggiran dengan center. Jadi, mau mana yang dibangun
karena Jakarta atau daerah besar itu tidak perlu dibangun lagi, sudah bisa jalan sendiri.
Kasarnya kalau ekonomi bilang, ini sudah autopilot begitu ya kalau kota-kota besar, tetapi
pinggiran itu harus di-drive sehingga pendekatannya bukan ekonomisentris, tetapi
pendekatan yang kalau bicara NKRI sesungguhnya ya itulah NKRI. Jadi, kalau Jakarta
dicubit, Nunukan juga merasa, atau sebaliknya Nunukan dicubit, Jakarta merasa, itu baru
NKRI. Tetapi kalau seperti sekarang, menurut saya masih melanjutkan tradisi sentralisme
yang terlalu kuat sehingga daerah itu orientasinya ke atas. Bupati dan lain-lain ke atas karena
penilaian itu datang dari atas, bukan dari rakyat. Nah, ini memerlukan aturan yang sungguh-
sungguh diubah berdasarkan yang saya usulkan kemarin itu ada pemikiran yang lebih
mengarah kepada paradigm shift, pergeseran paradigma di dalam mengelola itu. Nah, jadi
walaupun DPD posisinya tidak equal dengan DPR RI, tetapi kalau usulan-usulan kita lebih
konkret, what should be done-nya itu jelas. Apakah kita bicara undang-undang induk
"wilayah negara" yang katanya itu sudah bisa di-Prolegnas-kan 2016 atau 2017 atau
membuat undang-undang baru yang khusus membicarakan soal pemberdayaan atau
pembangunan wilayah perbatasan. Ini suatu yang ditunggu-tunggu supaya punya dasar
hukum yang jelas. Jadi, di samping soal batas wilayah yang bersifat fisik itu sampai sekarang
jadi joke saja di antara kita. Punya 17.500 pulau, tetapi tidak jelas, namanya pun tidak jelas,
batasnya tidak jelas. Kita cuma berhenti pada joke dari masa ke masa. Mari kita selesaikan
itu. Kemudian, yang lain soal memberdayakan secara sosial ekonomi.
Jadi, saya mengusulkan forum, terutama Komite I ini menggulirkan ini dan betul
seperti Pak Nono tadi harapkan ini kita serius bicara mengenai roadmap, bicara mengenai
elemen-elemen yang terkait di situ. Saya kaget teringat juga, bukan kaget benar, tetapi
teringat ada Undang-Undang Kelautan. Ada lagi nanti UU, mari kita coba untuk integrasikan
itu sehingga mendekati persoalan itu secara tadi bahasanya Pak Nono itu efisien dan efektif.
Jadi, efisien oke, tetapi kalau tidak efektif, ya.... Mungkin itu dari saya.
Terima kasih.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Waalikumsalam.
Jadi what should be done itu kadang-kadang begini, Prof, what should be don’t. Sama
dengan law enforcement menjadi low enforcement. Nah, jadi inilah banyak sekali joke-joke
yang faktanya memang low enforcement, bukan law enforcement. NKRI. Allah, jadi Negara
Kesatuan Republik Insya Allah.
Baik, jadi Bapak-Ibu sekalian, saya kira kerisauan kita menghadapi fakta seperti ini
sebetulnya ya kita di DPD ini, Pak Indria, ya memang keakraban kita itu karena bicara
republic, bukan bicara yang sifatnya faksional, tidak. Jadi karena itu, mulai barat sampai
timur kalau sudah bicara Indonesia ini asyik saja di sini ini, Pak. Bicara Golkar apalagi muak
di sini, bicara PPP mbahnya muak kan begitu kira-kira begitu kan. Ini kira-kira begitu, Pak
Indria. Jadi, ya fakta memang kita konsen pada hal seperti itu dan ruang-ruang Indonesia
terlalu banyak yang harus kita berikan apresiasi untuk solve the problem berbagai daerah tadi
itu. Kalau Pak Jimly ngomong masih baguslah soft bicameral. Yang repot lagi kalau ada by
cameral, repot lagi itu. Bukan bi, tetapi by cameral.
Baik, dan di sini pun saya katakan kepada teman-teman bahwa jangan pernah berpikir
kita itu seperti DPR. Pegang Pasal 22c dan 22d Undang-Undang Dasar 1945, itu kuat kita.
Jadi, kalau Komite I sudah satu visi, yang lain barangkali yang belum satu visi karena
memang 22c dan d itu menjadi pegangan kita. Karena itu, dalam negeri pertahanan
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 27
keamanan luar negeri pun persis cara pandang kita, perspektif kita adalah daerah
kewilayahan.
Saya kira demikian, Bapak-Ibu sekalian, terima sekali. Saya sekali lagi tidak
menyimpulkan karena ada pakar-pakar yang ada dua hari ini yang nanti output-nya dua hal.
Pertama, NA (nasakah akademik, red.). Lalu, yang kedua adalah sudah barang mesti draf
revisi Undang-Undang No. 43 Tahun 2008. Mau tambah? Silakan, Pak Dirjen kalau mau
tambah.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI (NARASUMBER)
Terima kasih, Pak.
Kalau boleh izin, ini mungkin sudah kedua kali kami sudah menghadiri acara ini yang
kami merasakan dan melihat manfaatnya di sini. Karena, pertama yang iklim yang Bapak
kembangkan di komisi ini yang sangat juga kita akan membuka suatu diskusi yang jujur
mengenai membangun Indonesia. Itu pertama, Pak.
Yang kedua, mungkin kesempatan ini dan supaya juga fungsi dan juga peran Bapak
dan Ibu Senator bisa juga mendorong pemerintah dalam rangka membangun dari pinggiran
itu, Pak. Seperti saya sampaikan seperti ini, misalnya Pak dalam sisi ekonomi di daerah
perbatasan, siapa yang tidak bilang bahwa wilayah Kalimantan yang kurang dari sumber
energinya. Mungkin start dari sekarang mungkin Bapak-bapak dari senator yang dari wilayah
itu bisa memaksakan pemerintah daerah misalnya membuat zona yang tidak ada, zona
khusus yang tidak ada tax di situ. Tentu dengan itu para penguasa ataupun pebisnis mereka
akan tertarik ke situ. Kami dulu pernah jadi konjen di Hongkong, Pak, energi 85%, 90%
energi Hongkong dari Kalimantan. Mungkin daripada ... (kurang jelas, red.) itu mampir ke
Singapura, akan lebih efisien dan jika langsung dari Kalimantan naik ke atas ke Hongkong.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
... (kurang jelas, red.) lewat Jakarta, Pak.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI (NARASUMBER)
That’s exactly, Pak. Nah, untuk ini mungkin Bapak-bapak dari Senator dan Ibu-ibu
dari Senator bisa mendorong pemerintah daerah untuk memberikan preferable cost. Kami
waktu di New York tinggal di New Jersey, tetapi kenapa orang-orang New York belanja ke
New Jersey? Karena, New Jersey kasih tax hanya 3%. Semua ... (kurang jelas, red.), semua
dipasang di sana, Pak. Harga murah, Pak. Jadi, yang seperti ini mungkin bisa dimainkan
peranan oleh Bapak-bapak, Ibu-ibu Senator melalui bukan menekan ke pemerintah pusat,
tetapi pressure juga ke pemerintah daerah. Look what to see you advantage, Pak. Kami
waktu itu pergi ke wilayah Kuching, Pak. Wilayah Kuching mereka sudah menyebutkan
yang dinamakannya ... (kurang jelas, red.), mereka invest di sana. Mungkin Bapak-bapak
berasal dari Pontianak akan mendorong juga pemda di sana untuk menyetujui ini, Pak, jadi
produksi yang akan kita ... (kurang jelas, red.) bisa melalui hal-hal seperi itu. Jadi, hal-hal
preferable ini bisa dimainkan olehBapak-bapak, Ibu-ibu Senator, bukan mem-push
pemerintah. Off course pemerintah akan melihat ke situ, tetapi juga pemerintah daerah karena
tanggung jawab seperti yang disampaikan Pak Idris ke sana, Pak. Produksi dari Pak Idris
nanti mekanismenya kita akan bicarakan, Pak, misalnya melalui sister city dengan pihak
Malaysia dan lainnya.
Ini mungkin tambahan dari kami. Sekali lagi terima kasih kami sudah dilibatkan dan
Pimpinan Kemlu menugaskan ini, Pak, selalu memperhatikan seperti ini. Jadi, kita selalu full
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 28
team ke sini, Pak, dengan maksudnya adalah dikskusi yang bisa berkembang dan juga
penghormatan kami kepada lembaga ini.
Terima kasih, Pak.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik, ini catatan saja, Ibu-Bapak sekalian, saya kira menarik yang beliau sampaikan
tadi. Jangan hanya minta ke atas, tetapi bagaimana bahwa daerah pun atas basis otonomi itu
bisa melakukan direction networking dengan berbagai macam di luar negeri. Ini menarik ini,
jadi Kemendagri juga harus paham ini lho ya. Jadi, karena itu jangan hanya Bapak tekan-
tekan saja daerah. Beri ruang untuk mereka mengapresiasi luar negeri, jangan hanya
kunjungan kerja saja.
Pak Nono silakan, Pak Nono.
PEMBICARA: Letjen TNI (MARINIR) Purn. Dr. NONO SAMPONO, M.Si
(MALUKU )
Iya, karena Pak Dirjen juga minta ditambahkan, saya izinkan minta tambah,
Pimpinan. Saya hanya ingin tadi oleh Ketua katakan bahwa tidak akan membuat kesimpulan,
tetapi izinkan saya untuk sedikit untuk menggiring saja beberapa poin-poin penting di
samping tadi saya sampaikan, juga apa yang tadi disampaikan oleh kita semua.
Yang pertama, saya perlu mengingatkan lagi bahwa wilayah negara itu adalah hal
yang sangat penting buat kita, termasuk perbatasan karena itu menyangkut berbagai aspek.
Saya setuju dengan teman saya, yang pertama adalah menyangkut kedaulatan karena itu
menyangkut martabat negara dan itulah standing posisi politik kita menurut saya di situ,
harus kita. Yang kedua, perbatasan juga menyangkut masalah kesejahteraan ekonomi, saya
setuju. Oleh karena itu, bahkan sosial budaya ada di situ juga karena banyak masalah yang
muncul di sana yang perlu kita selesaikan. Dan, yang terakhir tentu menyangkut keamanan,
bukan hanya pertahanan, tetapi keamanan negara karena keamanan nasional, keamanan
negara di dalamnya menyangkut masalah pertahanan itu sendiri. Oleh karena itu, wilayah ini
pertama harus kita kuasai. Bukan hanya dikuasai secara fisik, tetapi juga dengan konstitusi,
dengan undang-undang. Dan, bukan hanya menyangkut domestik kepentingan, tetapi juga
kepentingan internasional, mau itu wilayah perbatasan, wilayah laut, wilayah apa pun juga.
Yang kedua, wilayah itu harus dikelola dengan benar, baik secara ekonomi dan lain
sebagainya katakanlah begitu. Dan yang terakhir, harus diamankan dan dilindungi. Oleh
karena itu, penting sekali undang-undang sebagai payung hukum buat kita semua. Tanpa
undang-undang nonsense, tanpa konstitusi nonsense. Legal formal kita untuk posisi kita itu
lemah kalau tanpa itu. Kita bisa memberikan payung hukum, maaf bukan mengiri, tetapi
kepada Yogya sebagai daerah istimewa, kepada Papua dan Aceh otsus dengan undang-
undang secara spesifik, masa perbatasan ini tidak.
Oleh karena itu, ada tiga hal yang saya usulkan, Pak Ketua. Pertama adalah perlunya
undang-undang tentang perbatasan, ini penting. Tentu yang lainnya nanti akan menyertai,
tata ruang misalnya, tentang laut, darat, dan lain sebagainya. Yang kedua, perlu kita membuat
kajian, mungkin DPD RI membuat stratifikasi. Tadi Prof. Samigo mengatakan bahwa antara
telur dan ayam ini harus jelas dulu. Kita buat kajian mana undang-undang yang secara
stratifikasi berada pada, walaupun ini sama undang-undang, tetapi tentu berbeda. Ini kan ada
kan induk dan ini turunannya sektoral, jangan disamakan kira-kira begitu. Ini penting saya
kira buat kajian kita ke arah itu. Dan yang ketiga, kepentingan perbatasan mungkin untuk
sementara jangka pendek kita dorong agar BNPP ini menjadi sebuah badan. Saya ini pernah
Kepala Badan, Badan Nasional SAR ya, tetapi beda posisinya dengan Badan Nasional
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 29
Penanggulangan Bencana. Nah ini bisa, kenapa BNPP tidak bisa karena ini penting sekali
menurut saya di situ. Dan oleh karena itu, memang ada badan yang semua badan di bawah
presiden, tetapi posisinya satu-satunya badan yang setingkat menteri adalah Penanggulangan
Bencana. Saya pikir ke depan, Pengelolaan Perbatasan pun harus didorong ke sana.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Terima kasih, Pak Nono.
Jadi, Badan Nasional apa bencana itu? Bukan, yang bencana. Penanggulangan
Bencana, kalau di Jepang itu tujuh belas kementerian di bawah perdana menteri itu adalah ini
sudah perdana menteri, bukan hanya menteri, tetapi sudah perdana menteri, tujuh belas
kementerian langsung directly urusan apa pun dengan badan ini. Lalu yang kedua, pilihan
pada waktu adalah di setingkat kementerian atau menteri. Ini kan dulu dari badan koordinasi,
dulu badan koordinasi apa itu namanya yang sebelum Pak Syamsul Maarif itu, yang
kemudian sekarang Pak Syamsul Maarif. Jadi, karena sekarang memang sudah perkuatan,
tetapi bahwa tidak masuk pada kelas kementerian. Waktu itu afiliasinya adalah masuk
kementerian sosial atau kementerian sendiri atau kemudian lembaga setingkat menteri.
Sekarang ini lembaga setingkat menteri.
Baik Pak Nono, jadi kuasai, kelola, dan amankan, maka istri TNI Angkatan Laut pasti
aman menjadi istri Angkatan Laut itu. Kuasai, kelola, dan amankan, wah ini, wilayah laut,
udara, belum termasuk kepolisian, tetapi mereka menguasai semua.
Terima kasih, Ibu-Bapak sekalian. Alhamdulillahirabbil'alamin rapat kami tutup.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETOK 3X
RAPAT DITUTUP PUKUL 12.21 WIB