26
1 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS RUU TENTANG PROTOKOL Tahun Sidang : 2009 - 2010 Masa Sidang : III Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Rapat ke : 3 Dengan : Sekjen MPR RI, Sekjen MK RI, Sekjen KY RI dan Sekretaris MA RI Hari, Tanggal : Rabu, 12 Mei 2010 Waktu : Pukul 13.35 15.10 WIB A c a r a : 1. Menerima masukan terhadap RUU tentang Protokol, 2. Lain - lain T e m p a t : Ruang Rapat Pansus C Gedung Nusantara II, Lt.3 Jl.Jend. Gatot Subroto-Jakarta Pimpinan Rapat : H. TRITAMTOMO, SH Sekretaris Rapat : Drs. Budi Kuntaryo Hadir : …. orang Anggota dari 30 Anggota A. PIMPINAN : 1. H. TRI TAMTOMO, SH ( KETUA ) ( F - PDI PERJUANGAN ) 2. DR. H. SUBYAKTO, SH., MH ( WAKIL KETUA ) ( F - PD ) 3. DRS. TAUFIQ HIDAYAT, M.Si ( WAKIL KETUA ) ( F - PG ) 4. H. Tb. SOENMANDJAJA, SD ( WAKIL KETUA ) ( F- PKS ) B. ANGGOTA PANSUS RUU TENTANG PROTOKOL : I. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT : 1. H. HARRY WITJAKSONO, SH 2. DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si 3. DRS. UMAR ARSAL 4. RUSMINIATI, SH ARSIP DPR RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT UREPUBLIK INDONESIA

R I S A L A H

RAPAT PANITIA KHUSUS RUU TENTANG PROTOKOL

Tahun Sidang

:

2009 - 2010

Masa Sidang : III

Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat

Rapat ke : 3

Dengan : Sekjen MPR RI, Sekjen MK RI, Sekjen KY RI dan Sekretaris MA RI

Hari, Tanggal : Rabu, 12 Mei 2010

Waktu : Pukul 13.35 – 15.10 WIB

A c a r a : 1. Menerima masukan terhadap RUU tentang Protokol,

2. Lain - lain

T e m p a t : Ruang Rapat Pansus C

Gedung Nusantara II, Lt.3

Jl.Jend. Gatot Subroto-Jakarta

Pimpinan Rapat : H. TRITAMTOMO, SH

Sekretaris Rapat : Drs. Budi Kuntaryo

Hadir : …. orang Anggota dari 30 Anggota

A. PIMPINAN :

1. H. TRI TAMTOMO, SH ( KETUA ) ( F - PDI PERJUANGAN )

2. DR. H. SUBYAKTO, SH., MH ( WAKIL KETUA ) ( F - PD )

3. DRS. TAUFIQ HIDAYAT, M.Si ( WAKIL KETUA ) ( F - PG )

4. H. Tb. SOENMANDJAJA, SD ( WAKIL KETUA ) ( F- PKS )

B. ANGGOTA PANSUS RUU TENTANG PROTOKOL :

I. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT :

1. H. HARRY WITJAKSONO, SH

2. DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si

3. DRS. UMAR ARSAL

4. RUSMINIATI, SH

ARSIP D

PR RI

Page 2: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

2

5. RUHUT SITOMPUL, SH

6. HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH

7. DIDI IRAWADI SYAMSUDDIN, SH.,LL.M

II. FRAKSI PARTAI GOLKAR :

1. IR. BASUKI TJAHAYA PURNAMA, M.M

2. DRS. AGUN GUNANDJAR SUDARSA

3. H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, SH., M.Kn

4. DRS. H. MURAD U. NASIR, M.S.i

5. ADITYA ANUGRAH MOHA, S.Ked

0BIII. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN :

1. 1BHELMY FAUZI

2. ARIF WIBOWO

3. 2BBUDIMAN SUDJATMIKO

4. DRS. H. SETIA PERMANA

IV. 3BFRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA :

1. 4BDRS. AL MUZZAMMIL YUSUF

2. 5BKH. BUKHORI YUSUF, Lc., MA

V. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL :

1. DRS. H. ACH RUBAI’E, SH., MH

2. DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si

VI. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN

1. H.A. DIMYATI NATAKUSUMA, SH., MH., M.Si

2. DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si

VII. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA :

1. DRS. H. IBNU MULTAZAM

2. DRS. H. OTONG ABDURAHMAN

VIII. FRAKSI PARTAI GERINDRA :

1. DRS. H. HARUN AL – RASYID, M.Si

IX. FRAKSI PARTAI HANURA :

1. H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH

ARSIP D

PR RI

Page 3: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

3

RAPAT DIBUKA PUKUL 13.35 WIB

H. TRITAMTOMO,SH (KETUA RAPAT / F- PDI PERJUANGAN)

Pimpinan dan Anggota Pansus yang kami hormati,

Yang kami muliakan Saudara Sekjen MPR RI atau yang mewakili,

Saudara Sekretaris Mahkamah Agung RI atau yang mewakili,

Saudara Sekjen Mahkamah Konstitusi RI atau yang mewakili,

Saudara Sekjen Komisi Yudisial atau yang mewakili, serta

Hadirin sekalian yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

Selamat siang, dan Salam sejahtera buat kita sekalian,

Saat ini kita sedang membahas tentang RUU Protokol, olehnya kami perlu untuk

mengundang berbagai pihak agar apa yang kita inginkan. Apa yang kita lakukan hasilnya

komprehensif dan integral dan dapat mewadahi dengan baik. Olehnya mari kita lihat beberapa hal,

yang pertama mari kita lihat pada kondisi yang baru lalu dimana Undang-Undang RI Nomor. 8 Tahun

1987 yang terdiri dari 5 Bab dan 9 Pasal beserta penjelasannya yang telah berumur 23 tahun, kalau

kita lihat ini singkat, jelas tetapi tidak mengikat, isiannya seperti itu. Kemudian kita melihat pada

kondisi yang sedang berlaku dimana kita melihat dan kita mendengar pendapat dari umum yaitu

kegiatan atau pengaturan protokol untuk pejabat dirasakan ada yang berlebihan. Kemudian kedua,

etika penggunaan di jalan raya banyak masyarakat yang mencibir karena itu, kecuali yang digunakan

oleh RI 1 maupun RI 2. Kemudian di sini tanda kutip “perlukah sanksi di dalam rangka kegiatan ini

semua”, karena kita melihat adanya situasi yang sifatnya transisional. Kemudian ketiga mari kita

melihat pada kondisi saat ini, Undang-Undang Dasar 1945 telah diamandemen beberapa kali

tentunya di sini ada konsekuensi logis yang harus kita sikapi dan kita hadapi dimana antara lain

lembaga-lembaga baru ke pusat timbul, kemudian pejabat tinggi negara juga tidak ada, kemudian

ketokohan tentang tokoh-tokoh di daerah dan masyarakat juga perlu untuk diatur.

Oleh karena itu yang kita harapkan perlu adanya RUU Protokol yang jelas dan tegas, isiannya

mengakomodir semua kegiatan yang melibatkan yang terkait di dalam hal ini. Dan coba kita melihat

kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 27 Tahun 2009 antara lain mengenai MD3 yang

mengkait dengan hak dan kewajiban anggota yang kita soroti dalam hal ini adalah hak yang

termaktub di dalam Pasal 78 tentang protokoler untuk Anggota Dewan. Ada tetapi tidak bisa

dirasakan. Nah sehubungan dengan itu kita melihat apa yang diinstruksikan oleh Presiden Republik

Indonesia bahwa beliau menginginkan bahwa RUU Protokol ini tidak boleh diremehkan karena di situ

mengandung isian untuk mencegah, menghindari kesimpangsiuran terhadap jalannya satu kegiatan

agar berjalan tertib, lancar, aman, terkendali dan nyaman. Ini yang menurut Bapak Presiden harus kita

sikapi kemudian kita tindak lanjuti. Oleh karena itu kita sepakat, kita sepaham untuk membicarakan

hal ini untuk kesempurnaannya, oleh karena itu pada sore hari yang berbahagia ini kami mohon

kepada Saudara-saudara, hadirin yang kami sebutkan tadi di depan untuk memberikan masukan,

saran, pandangan, pendapat demi apa yang kita sampaikan di depan dapat berjalan dengan baik.

ARSIP D

PR RI

Page 4: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

4

Oleh karena itu dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim perkenankanlah saya selaku

Ketua Rapat membuka Rapat Dengar Pendapat pada hari ini yang saya nyatakan terbuka untuk

umum.

Selanjutnya kami persilahkan kepada rekan-rekan yang telah hadir dihadapan kami untuk

memberikan masukan, pandangan, pendapat yang diawali dari Saudara MPR RI, kemudian berturut-

turut ke kiri yaitu Komisi Yudisial, kemudian Mahkamah Agung dan terakhir adalah Mahkamah

Konstitusi, waktu dan tempat kami persilahkan.

EDY SIREGAR (WAKIL SEKJEN MPR RI):

Terima kasih.

Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

Selamat siang, Salam sejahtera buat kita semua,

Izinkan kami memperkenalkan diri, nama saya Edy Siregar mewakili Sekretaris Jenderal

MPR, kebetulan Sekjennya sedang keluar, tugas di luar. Dan kami kemarin sudah mendapatkan

undangan dari Pansus ini untuk hadir pukul 10.00 WIB tadi dan kami mohon supaya kami diikutkan

dalam jadwal yang 13.00 WIB.

Terima kasih.

Kami dari Lembaga Sekretariat non departemen atau lembaga negara sudah mengkaji juga

ini masalah keprotokolan ini, dan kami sudah baca konsep-konsepnya, mungkin ada satu yang

dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara pada saat-saat detik-

detik Proklamasi Kemerdekaan karena memang tempatnya seperti itu dan tidak cukup memadai untuk

mengatur semua sehingga yang dikedepankan adalah pimpinan atau hanya ketua-ketua. Dan satu

lagi kalau kita lihat pada saat lazimnya di negara-negara lain ada kehadiran mantan ataupun Pak

Presiden dan Wakil Presiden sebelumnya yang tidak pernah kita lihat di Indonesia ini adalah

ketidakhadiran Presiden dan Wakil Presiden sebelumnya, katakanlah dalam upacara tanggal 17 itu

Pak Habibie juga tidak pernah hadir, kemudian Gus Dur, Pak Gus Dur pernah hadir sekali, lalu Ibu

Mega tidak pernah hadir, ini mungkin perlu juga bagaimana supaya mungkin juga dari segi

protokolernya kehadiran beliau itu ada di situ.

Kemudian menyangkut kami bicara secara global dulu, Pak, nanti bisa dari teknisnya, kalau

kita bicara soal kewenangan yang dimiliki dalam Undang-Undang Dasar 1945 atau mungkin lembaga

yang disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 ada Komisi Yudisial, kebetulan di sini ada teman

kami dari Komisi Yudisial, yang tidak disejajarkan dengan pimpinan-pimpinan lembaga negara yang

ada, dia menempati posisi di bawah mantan, disetarakan dengan para wakil lembaga-lembaga

negara, tidak disetarakan dengan ketua lembaga negara. Kemudian mungkin ini kalau kita lihat

berdasarkan ada beberapa bisa karena kelahirannya, bisa disebut duluan dalam Undang-Undang

Dasar 1945, bisa karena fungsinya, mungkin Komisi Yudisial itu ada setelah Mahkamah Agung atau

kalau dilihat dari fungsinya berdasarkan kelahirannya dia ada di bawah Badan Pemeriksa Keuangan,

sehingga menempati posisi huruf i.

ARSIP D

PR RI

Page 5: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

5

Kemudian ada tadi pesan dari Pimpinan, masalah kemungkinan MPR, DPR, dan DPD itu

adalah kolektif kolegial, jadi ada pesan supaya disetarakan. Tetapi sempat saya menjawab sambil

guyon “tunjangan Bapak dengan Ketua kan beda berarti memang ada perbedaan status”, jadi tidak

setuju kalau harus disetarakan, jadi kolektif kolegial itu harus duduk bersama-sama, padahal yang

mewakili adalah Ketua kalau dalam satu event tertentu walaupun kemudian wakilnya bisa ditugaskan

oleh Ketua untuk menggantikan.

Maka berikutnya dalam hal kehadiran protokoler itu mestinya tidak hanya dalam upacara

tetapi juga dalam hal kehadiran ke daerah atau kunjungan kerja ke daerah, jadi tidak hanya protokoler

semata-mata dalam upacara kenegaraan atau upacara di daerah, tetapi ketika kunjungan kerja juga

ke daerah mereka harus dapat perlakuan protokoler, misalnya dengan penyediaan jemputan atau

kendaraan sehingga dalam beberapa hal kejadian Pimpinan MPR ke daerah itu harus sewa mobil

sendiri, tidak disediakan oleh Pemda sebagai cost di sana, sebagai tuan rumah, tetapi Pimpinan MPR

melalui Sekretariat harus mencari mobil dan menyewa mobil sendiri, sehingga dengan demikian

mestinya protokol itu tidak hanya semata-mata ada di dalam upacara baik itu di Jakarta, di pusat

maupun di provinsi atau kabupaten.

Untuk sementara demikian,Pak, dari kami, nanti kami berikan tertulisnya.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, secara berurutan kami berikan waktu untuk Saudara dari Mahkamah Agung,

disampaikan.

SUBAGIO (KEPALA BADAN URUSAN ADM. MAHKAMAH AGUNG):

Terima kasih.

Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

Selamat siang, Salam sejahtera bagi kita semua.

Pimpinan dan Anggota Dewan yang kami hormati,

Kami perkenalkan nama saya Subagio di Mahkamah Agung sebagai Kepala Badan Urusan

Administrasi. Khusus mengenai rancangan ini kami pernah diundang dari pemrakarsa atau dari

Sekneg sudah pernah dibahas dan beberapa masukan-masukan sudah kami sampaikan di sana.

Namun masih ada beberapa yang perlu menjadi pemikiran atau penyempurnaan dalam kata saja.

Salah satu yang kami perlu sampaikan yaitu di Mahkamah Agung ini pimpinan kita ada Ketua

Mahkamah Agung, ada Wakil Ketua Mahkamah Agung ada dua orang dan Ketua Muda ada 8 orang,

jadi kolegial juga. Yang tersebut dalam konsep ini baru Ketua dan Wakil Ketua, Pak. Sehingga untuk

Pasal 9 mungkin di huruf o itu perlu ditambah dengan Ketua Muda Mahkamah Agung, jadi itu

Pimpinan Mahkamah Agung.

Kemudian untuk Pasal 10, kami hanya ingin meluruskan saja di huruf d itu Ketua Pengadilan

Tinggi semua badan peradilan ini istilahnya saja, kami mohon diubah menjadi Ketua Pengadilan

Tingkat Banding dari semua lingkungan peradilan. Jadi kalau tingkat banding di pengadilan itu ada

Pengadilan Tinggi, ada Pengadilan Tinggi Agama, ada Pengadilan Tinggi Militer serta barangkali nanti

ARSIP D

PR RI

Page 6: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

6

PTUN, ada empat lingkungan di provinsi itu. Jadi istilahnya menjadi Ketua Pengadilan Tingkat

Banding dari semua lingkungan peradilan.

Kemudian di Pasal 10 juga belum tercantum di tingkat provinsi, ini tidak dicantumkan yaitu

Wakil Ketua tadi Pengadilan Tingkat Banding, mohon juga setelah huruf e, antara huruf e dan huruf f

itu ada tambahan “Wakil Ketua Pengadilan Tingkat Banding” dari empat lingkungan peradilan.

Kemudian untuk Pasal 11 demikian juga di huruf e disebutkan “Ketua Pengadilan Semua

Badan Peradilan”, itu mohon jadi diganti menjadi “Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dari semua

lingkungan peradilan”. Jadi istilahnya saja, kalau pengadilan tingkat pertama ada Pengadilan Negeri,

ada Pengadilan Agama, ada Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Militer. Demikian juga

setelah huruf e ada Wakil Ketua belum tercantum mohon menjadi tambahan juga “Wakil Ketua

Pengadilan Tingkat Pertama dari semua lingkungan peradilan”.

Kemudian ada catatan juga bagi kami yaitu di Pasal 23 ayat (2) “dari kelengkapan upacara

sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi …”, khusus untuk huruf c ini kadangkala di lapangan ini ada

beberapa penafsiran, di sini disebutkan penanggung jawab upacara. Jadi konotasinya kalau

penanggung jawab ini ada penanggung jawab secara keseluruhan, padahal yang dimaksud ini adalah

prawira lapangan mungkin, setingkat itu, sehingga perlu ada ditambah “penanggung jawab

pelaksanaan upacara”. Ini kalimat saja.

Yang perlu juga menjadi catatan kami selama ini untuk instansi sipil setiap upacara bendara

selalu ada Pembina dan Pemimpin Upacara, tetapi di dalam ini di semua Inspektur Upacara dan

Komandan Upacara. Ini menjadi catatan mana yang akan dibakukan karena kalau Inspektur Upacara.

Komandan Upacara ini adalah konotasinya di militer, sedangkan di sipil biasanya Pembina dan

Pemimpin Upacara. Ini apakah akan dibedakan atau akan disamakan, disatukan, mohon menjadi

catatan dari yang terhormat para Anggota Dewan.

Saya rasa itu yang sementara kami sampaikan, sedangkan tadi yang disampaikan rekan dari

MPR dalam masukan dalam rapat-rapat sebelumnya memang menggunakan pendekatannya adalah

pendekatan kekuasaan, trias politica, eksekutif, yudikatif dan legislatif. Nah inilah yang menjadi forum

utama dalam rangka penyebutan atau tata urutan nantinya di dalam protokolernya, sehingga yang

menjadi perhatian adalah pendekatan tiga kekuasaan tadi.

Terima kasih. Untuk sementara kami sampaikan.

Wassalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Dari Bapak Mahkamah Agung masukan, saran tadi kami mohon nanti diserahkan kepada

Sekretariat sehingga menjadi masukan buat kita karena kita nangkap agak susah karena begitu

cepat, nanti disampaikan kepada kami.

Terima kasih banyak, Pak, masukannya, kami persilahkan untuk rekan-rekan dari Mahkamah

Konstitusi, disampaikan Pak.

ARSIP D

PR RI

Page 7: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

7

NUR SIDARTA (KARO UMUM/PLT KARO HUMAS DAN PROTOKOL MAHKAMAH

KONSTITUSI):

Terima kasih.

Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

Selamat siang, dan Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang kami muliakan Pimpinan Panitia Khusus RUU tentang Protokol DPR RI,

Yang kami muliakan Anggota Panitia Khusus RUU tentang Protokol DPR RI, dan

Ibu/Bapak dari lembaga negara yang kami hormati, serta tamu undangan.

Pertama-tama kami ingin memperkenalkan diri, nama saya Nur Sidharta, saya Kepala Biro

Umum merangkap PLT Kepala Biro Humas dan Protokol dari Mahkamah Konstitusi, dan karena

Sekjen kami sedang ditugaskan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi sesuai dengan surat yang telah

kami sampaikan kepada Pimpinan, mohon maaf belum bisa menghadiri pertemuan pada siang hari

ini.

Kami ingin menyampaikan beberapa pertanyaan sebetulnya Bapak, pada prinsipnya RUU

yang telah kami terima draftnya ini tidak ada sesuatu yang menurut kami terlalu krusial, jadi kami pada

prinsipnya setuju, hanya ada dua pertanyaan mungkin yang ingin kami sampaikan. Yang pertama itu

senada dengan apa yang telah disampaikan oleh Wakil Sekjen dari MPR tadi, ini mengenai tata letak

Ketua Lembaga Negara pada waktu upacara Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang

dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus mengenai tata letak, karena sejak tahun 2006 itu telah ada

semacam konvensi penempatan di dalam, mohon maaf itu kalau boleh kami katakan, di dalam kotak

yang sudah disediakan di Sekretariat Negara itu, itu adalah Presiden, Wakil Presiden beserta Ibu,

kemudian dibelakangnya itu adalah Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, Ketua Mahkamah Agung,

Ketua Mahkamah Konstitusi dan Ketua BPK beserta Ibu, itu di dalam satu kotak yang telah

disediakan, dan itu mungkin seperti apa yang disampaikan Bapak dari Mahkamah Agung tadi

mungkin yang sesuai dengan pembagian kekuasaan berdasarkan Trias Politica tadi. Jadi mengenai

konvensi itu kami melihat belum tercantum di dalam rancangan undang-undang yang telah disusun.

Itu yang pertama. Mungkin kami ingin menyampaikan kalau itu dianggap penting mungkin bisa

dicantumkan di dalam rancangan undang-undang ini, itu yang pertama.

Yang kedua kami ingin bertanya juga sifatnya, rancangan undang-undang di halaman 12 Bab

VII mengenai Tamu Negara itu Pasal 32. Di sini disebutkan di ayat (2) “tamu negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi tamu yang berkunjung secara resmi ke negara Indonesia yang

dilakukan oleh kepala/wakil kepala negara, kepala/wakil kepala pemerintah dan/atau menteri atau

pejabat setingkat menteri” atau bagaimana dengan tamu lembaga negara, misalnya tamu DPR atau

tamu MPR yang mempunyai posisi setingkat. Nah ini mungkin belum diatur di sini, mungkin kalau bisa

usulan kami bila diperkenankan mohon juga bisa dicantumkan mengenai lembaga negara dan

kebetulan kami pada bulan Juli nanti akan mengundang Ketua-ketua MK se-Asia dan beberapa Ketua

MK dunia untuk berkunjung ke kita ada suatu konferensi internasional. Kami juga memerlukan

ARSIP D

PR RI

Page 8: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

8

pedoman sementara bagaimana pengakuan terhadap kepala-kepala lembaga negara yang sejenis

dari negara lain.

Itu mungkin dua pertanyaan dari kami. Atas perhatian dari Bapak/Ibu sekalian kami ucapkan

terima kasih.

Wassalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, selanjutnya kami sampaikan kepada rekan dari Komisi Yudisial, disampaikan, Pak.

MUZAYYIN MAHBUB (SEKJEN KOMISI YUDISIAL):

Terima kasih.

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

Selamat siang dan Salam sejahtera buat kita semua.

Pertama saya ingin memberikan ucapan terima kasih atas kesempatan yang diberikan

kepada kami. Perkenankan saya memperkenalkan diri nama saya Muzayyin Mahbub, saya Sekjen

Komisi Yudisial.

Pimpinan dan anggota yang kami hormati,

Saya yang pertama kali ingin menggarisbawahi apa yang disampaikan oleh Wakil Sekjen

MPR tentang tata urutan, tata tempat dan acara dimana dalam draft yang disampaikan kepada kami,

Ketua Komisi Yudisial ditempatkan bersama-sama dengan wakil ketua lembaga negara yang lain

sementara usulan dari Wakil Sekjen dari MPR kalau Ketua Komisi Yudisial selayaknya ditempatkan

diurutan sebelum mantan presiden apakah itu di huruf i ataukah mungkin di huruf yang lain tetapi

intinya adalah sejajar dengan lembaga-lembaga negara yang lain.

Kami telah membuat sebuah kajian dan oleh karena terus terang saya memang bukan ahli

hukum tata negara saya hanya ingin menyampaikan kutipan-kutipan pendapat yang menunjukan

bahwa sebenarnya Komisi Yudisial adalah merupakan lembaga negara yang juga strip/setara dengan

lembaga-lembaga negara yang lainnya. Yang pertama saya mengutip dari panduan pemasyarakatan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang dibuat oleh MPR tahun 2007

yang intinya pada panduan pemasyarakatan Undang-Undang Dasar ini disampaikan bahwa

pembentukan lembaga-lembaga baru seperti Mahkamah Konstitusi, Dewan Perwakilan Daerah,

Komisi Yudisial dan Badan Pemeriksa Keuangan yang diatur menjadi bab tersendiri dalam Undang-

Undang Dasar itu adalah merupakan wujud dari perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-

cita Negara Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

Tahun 1945. Yang kedua bahwa Undang-Undang Dasar 1945, perubahan Undang-Undang Dasar

1945 perubahan Undang-Undang 1945 itu melahirkan dua lembaga baru dalam kekuasaan

kehakiman yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Saya tidak akan membacakan seluruhnya

tapi intinya bahwa dari sumber panduan pemasyarakatan yang dibuat oleh MPR ini menempatkan

Komisi Yudisial sebagai lembaga Negara yang baru hasil dari perubahan Undang-Undang Dasar

1945.

ARSIP D

PR RI

Page 9: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

9

Yang kedua, saya ingin mengutip pendapat dari Prof. dr. Farida Indarti, beliau adalah Hakim

Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia bahwa yang pertama sebelum perubahan

Undang-undang Dasar 1945 lembaga-lembaga Negara itu terdiri dari MPR, Presiden, DPA, DPR, BPK

dan Mahkamah Agung. Sedangkan lembaga Negara setelah perubahan Undang-undang Dasar 1945

adalah yagn pertama adalah MPR, ini Pasal 2 Ayat (1), kemudian Presiden Pasal 4 Ayat (1), DPR

Pasal 19 Ayat (2), DPD Pasal 22c Ayat (3), BPK Pasal 23g Ayat (2), Mahkamah Agung Pasal 24a

Ayat (5) Komisi Yudisial. Pasal 24 Ayat (4) dan Mahkamah Konstitusi Pasal 24c Ayat (6).

Prof. Maria juga menyebutkan beberapa lembaga lainnya yang ditunjuk oleh Undang-undang

Dasar 1945 berdasarkan perubahan itu yaitu Dewan Pertimbangan Presiden Pasal 16, Menteri

Negara Pasal 27, DPRD Pasal 18 Ayat (3), gubernur bupati walikota Pasal 18 Ayat (4), KPU Pasal

22e Ayat (5) dan Bank Central Ayat (3). Tetapi beliau menegaskan bahwa ini adalah lembaga lainnya,

tapi yang disebut Lembaga Negara adalah yang 8 tadi yang kami sampaikan.

Kemudian kami juga ingin mengutip pendapat dari Prof. Mahfud MD Hakim Konstitusi yang

sekarang adalah Ketua Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimuat dalam News Letter KHN 2008,

beliau menyatakan bahwa pandangan MK bahwa KY hanyalah Supporting Institution, seperti itu dapat

diterima dalam kaitannya dengan kekuasaan kehakiman dalam arti bahwa KY bukanlah lembaga

pemegang kekuasaan kehakiman seperti MA dan MK. Tetapi dapatlah ditegaskan bahwa sebagai

lembaga pengawas eksternal kedudukan KY bukan supporting melainkan juga disebut sebagai Main

Institution. Oleh sebab itu sebagai lembaga Negara kedudukan KY tidak berada dibawah MK maupun

MA.

Kemudian Beliau juga menegaskan dalam bunga rampai Komisi Yudisial dan Reformasi

Peradilan, beliau menyampaikan bahwa dari perspektif tadi tertentu misalnya bisa benar ketika MK

mengatakan bahwa KY adalah akselari agent atau lembaga negara penunjang, karena dia merupakan

lembaga negara yang bukan pemegang kekuasaan kehakiman tetapi memiliki tugas yang berkaitan

dengan kekuasaan kehakiman dan karenanya KY tidak bisa dijadikan bandul check and balances

dengan MK maupun MA. Tapi dari sisi lain bisa ditegaskan bahwa tak ada satupun ketentuan

Undang-Undang Dasar kita maupun dalam sejarah pembahasan ketika membentuk KY, bahwa KY

adalah lembaga penunjang, pendapatnya Prof. Mahfud.

Kemudian pendapatnya Prof. Abdul Gani Abdullah adalah Hakim Agung juga beliau

mengatakan bahwa kedudukan KY dalam konstitusi sudah tepat intinya seperti itu. Kemudian

pendapat Prof. DR. Gayus Lumbuun, beliau adalah Anggota DPR yang dimuat dalam buletin KY.

Beliau mengatakan bahwa pada sisi kekuasaan yudikatif Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan 3

lembaga yang terkait pelaksanaan kekuasaan ini yudikatif yaitu MA, MK dan KY. Ketika lembaga

negara dalam kamar kekuasaan yudikatif tersebut, kekuasaan dan wewenangnya diatur dalam

Undang-Undang tersendiri.

Kemudian yang penting lagi adalah pendapat Prof. DR. Taufik Sri Sumantri, SH, ini dimuat

dalam bunga rampai refleksi satu tahun KY. Beliau mengatakan bahwa lembaga negara adalah badan

yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang

ARSIP D

PR RI

Page 10: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

10

Dasar. Badan apa saja yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar adalah lembaga

negara. Beliau mengacu pada pasal 24 c Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur tentang

Mahkamah Konstitusi yang mengatakan bahwa lembaga negara adalah saya kutip langsung

pasalnya, Pasal 24 c disini disebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada

tingkat pertama dan tingkat terakhir yang putusannya bersifat final dan menguji Undang-Undang

terhadap Undang-Undang Dasar, mohon maaf 24 c ya. Memutus sengketa kewenangan lembaga

negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai

politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Berdasarkan Pasal 24 c ini Prof.

Sumantri mengatakan bahwa oleh karena itu maka lembaga-lembaga negara yang disebut

berdasarkan Pasal 24 c itu adalah MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, MA, MK, KY dan

BPK. Badan-badan tersebut merupakan badan negara didasarkan Pasal 24 c ayat (1) tentang

Mahkamah Konstitusi.

Beliau juga menyatakan bahwa setelah perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945

tidak ada lagi lembaga tertinggi dan lembaga tinggi. Kedudukan lembaga-lembaga negara

berdasarkan tugas dan wewenangnya. Dengan demikian KY dan ketujuh lembaga lainnya kedudukan

sederajat, ini pendapat dari Prof. DR. Sri Sumantri.

Kemudian ada pendapatnya Bapak Tri juga senada, kemudian bahkan ada pendapat dari DR.

Bunyamin Alamsyah dalam disertasinya tentang kedudukan dan struktur dalam disertasinya yang

berjudul kedudukan Komisi Yudisial dalam struktur ketatanegaraan Indonesia yang menyatakan

beliau membuat bagan dimana semua lembaga negara ini adalah sejajar dan beliau juga menyitir

pendapatnya dari Prof. Mahfud bahwa KY tidak ada alasan KY diletakan sebagai lembaga penunjang.

Saya juga ingin menyampaikan pendapat dari Majelis Pakar ICM ketika mengekseminasi

putusan MK yang menyatakan bahwa kedudukan MK. MK dan KY adalah sama sebagai lembaga

negara karena memiliki kewenangan atribusi menurut Undang-Undang Dasar 1945. Disamping

pendapat-pendapat tersebut saya ingin menyampaikan hal-hal yang bersifat faktual. Seperti Bapak

Ibu ketahui bahwa akhir-akhir ini sering diadakan forum komunikasi antar lembaga negara, dalam

forum komunikasi itu Komisi Yudisial selalu diundang sehingga ketika forum itu berlangsung yang

hadir pasti adalah Ketua DPR, Ketua DPD, Ketua MA, Ketua MK, Ketua KY dan Ketua BPK serta

Presiden. Terakhir pertemuan diselenggarakan beberapa hari yang lalu di hotel Dharmawangsa.

Kemudian saya ingin menyampaikan tentang beberapa ketentuan hukum, yang pertama

adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Pasal 2 disebutkan bahwa

KY merupakan lembaga negara bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan kewenangannya bebas dari

campur tangan atau pengaruh ke pasal. Pasal 6 Ayat (2) dikatakan bahwa Anggota KY adalah

Pejabat Negara, kemudian Pasal 8 nya dikatakan bahwa kedudukan protokoler dan hak keuangan

Ketua dan Wakil Ketua dan Anggota Komisi Yudisial diberlakukan Peraturan Perundang-Undangan

bagi pejabat negara.

ARSIP D

PR RI

Page 11: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

11

Kemudian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dimana mengisyaratkan bahwa dalam

beberapa pasal disitu mengisyaratkan bahwa MA dan KY posisinya adalah sejajar.

Kemudian yang terakhir yang lebih penting lagi adalah perlu kami sampaikan adalah

Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2009 tentang hak keuangan administratif bagi Ketua, Wakil

Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial serta mantan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Komisi Yudisial

beserta janda dan dudanya antara lain diputuskan bahwa hak keuangan administratif Ketua, Wakil

Ketua dan Anggota Komisi Yudisial adalah sama dengan hak keuangan atau administratif bagi Ketua,

Wakil Ketua dan Hakim Anggota pada Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 12 tahun 1980. Jadi hak-hak keuangan yang selama ini diterima oleh Ketua Anggota Komisi

Yudisial adalah sama dengan hak-hak keuangan yang diterimakan kepada Ketua MA dan Hakim

Agung.

Saya kira itu beberapa hal yang ingin kami sampaikan untuk mendukung apa yang

disampaikan oleh Wakil Sekjen MPR. Terima kasih.

Wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih penjelasan dari Bapak Muzayyin Mahmud, Bapak Sidharta, kemudian

Bapak Subagyo, maupun Bapak Siregar cukup memberikan gambaran kepada kita sekalian. Oleh

karena itu saya garis bawahi apa yang disampaikan oleh Bapak Mahmud, yang pertama beliau

menginginkan bahwa hakim ditempatkan sejajar dengan lembaga tinggi Negara yang lain. Ini

diperkuat dengan pendapat pandangan dari para pakar. Kemudian dari Pak Sidharta beliau ingin

menanyakan tentang tata tempat bagi ketua lembaga dalam menghadiri kegiatan HUT Republik

Indonesia sesuai dengan konvensi yang berlaku. Kemudian yang mengkait dengan perlakuan

terhadap tamu lembaga Negara yang datang ke Republik Indonesia ini. Kemudian yang disampaikan

oleh Bapak Subagio yaitu beliau pada prinsipnya sependapat, setuju dan perlu ini diundangkan, beliau

hanya mengkoreksi dari redaksional yaitu tentang penempatan Ketua Muda yang jumlahnya 8 orang

kemudian perubahan-perubahan sedikit di pasal-pasal mulai Pasal 10 berturut-turut sampai dengan

ke Pasal 11 berturut ke bawah. Wakil Ketua ditingkat I disemua unit peradilan, ini yang kedua.

Kemudian yang ketiga, supaya tidak terkooptasi bahwa upacara hanya Irup dengan Danhup,

apakah Pembina dan Pimpinan perlu dimasukan karena di draft yang ada belum dicantumkan hal

tersebut.

Kemudian dari Bapak Siregar beliau menyampaikan tentang yang terundang mantan-mantan

pejabat Negara apakah Presiden, Wakil Presiden beliau minta ini perlakuannya sebagaimana. Oleh

karena itu untuk mempersingkat waktu karena kita dibatasi sampai pukul 15.00 WIB tentunya kita

perlu tanggapan dari rekan-rekan sekalian.

Kami lemparkan kepada floor, kepada rekan-rekan sekalian untuk menanggapi hal ini. waktu

tolong dibatasi karena kita pukul 15.00 harus jeda.

ARSIP D

PR RI

Page 12: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

12

F-PD (RUSMINIATI, SH):

Terima kasih.

Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Terima kasih Bapak Pimpinan serta teman-teman dari Pansus RUU Protokol

Dan para tamu yang saya hormati,

Disini saya ingin menanyakan kepada beberapa lembaga mungkin bisa dijawab untuk ada

selama ini yang terjadi di masing-masing di MPR, KY, MA dan Mahkamah Konstitusi, apakah dalam

acara kenegaraan atau resmi yang merupakan, yang misalnya MPR menjadi tuan rumah itu tata

urutannya bagaimana apakah Presiden dan Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil

Presiden hadir dan semua Lembaga Negara itu hadir, dan tempat kedudukannya dimana dan

biayanya itu dari mana. Apakah ada pos tersendiri untuk menyelenggarakan upacara resmi

kenegaraan atau upacara resmi kenegaraan itu apakah ada pos tersendiri untuk pembiayaan

tersebut.

Terima kasih.

Wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

F-PD (DRS. GUNTUR SASONO, MSi):

Langsung ini Pak Ketua, terima kasih Bapak Pimpinan.

Teman-teman Anggota Pansus yang saya hormati,

Dan Bapak-Bapak narasumber yang saya hormati,

Yang pertama kami ingin mendapatkan penjelasan dari Mahkamah Konstitusi, Bapak ini yang

bisa menggagalkan undang-undang supaya nanti undang-undang ini kalau sudah kita selesaikan

tidak Bapak patahkan, mumpung hadir saya akan bertanya Pak. Di dalam tata tempat ini memang

Mahkamah Agung pada posisi yang diatas, kemudian Mahkamah Konstitusi berada di bawahnya. Jadi

kalau urutan kursinya bisa diatur dari depan ke belakang mungkin Mahkamah Konstitusi di

belakangnya Mahkamah Agung, begitu kalau dari depan ke belakang. Tetapi sekali lagi mengenai

urutan kursi saya kira tidak terlalu harus rigit karena ini pengaruh situasi lapangan. Namun satu sisi

kita mengetahui secara histori Mahkamah Agung ini di beberapa Negara memang lebih senior namun

secara kewenangan, maaf Mahkamah Agung lebih senior maka Mahkamah Konstitusi ini secara

kewenangan mengadili daripada institusi-insitusi.

Perdebatan kemarin memang cukup sengit mana yang lebih didahulukan antara Mahkamah

Agung dan Mahkamah Konstitusi ini, mumpung Bapak ada dan dihadapan Mahkamah Agung kira-kira

apakah draft seperti ini sudah bisa diterima oleh Mahkamah Konstitusi supaya nanti tidak digagalkan

di sana.

Yang kedua, draft RUU ini memang semangatnya adalah pada penguatan demokrasi, saya

hanya ingin pendapat Bapak dari sisi hukumnya saja. Ada masalah-masalah misalnya penempatan

ketua partai, itu harus lebih didahulukan daripada Anggota DPR atau bagaimana karena sesuai

dengan amanat presiden kemarin titipannya itu ada tiga, satu kita tidak meninggalkan adat, etika,

sopan santun. Yang kedua, protokoler secara nasional maupun internasional, dan yang ketiga adalah

ARSIP D

PR RI

Page 13: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

13

tidak melupakan masalah-masalah penghormatan. Keberadaan Anggota Dewan adalah merupakan

output daripada ketua partai politik. Disini terjadi suatu diskusi kemarin yang cukup menajam. Ini saya

mohon kiranya dari sisi hukum yang kami mohonkan dari Bapak. Terima kasih.

F-PG (MURAD U. NASIR, MSi):

Terima kasih Pimpinan.

Para Anggota Pansus yang saya hormati,

Dan para narasumber yang saya banggakan,

Ini kepada semua saja baik MPR RI, Komisi Yudisial, MA dan MK, dari pengalaman Bapak-

Bapak di dalam melaksanakan berbagai hal yang berkaitan dengan protokol kira-kira menurut

pemahaman dan pengalaman tersebut apa yang paling prinsip yang harus masuk ke dalam RUU ini

selain hal tadi yang diungkapkan yang selama ini agak terabaikan, yang selama ini mungkin agak

tidak dihargai. Ini berkaitan dengan upaya tadi disampaikan oleh anggota lain bagaimana kita

mendapatkan semacam kepastian protokoler dan tentu juga ingin memperkuat hal-hal yang berkaitan

melalui anggaran terdahulu yang berkaitan jika ada suatu yang diadakan berkaitan dengan aturan-

aturan protokoler ini terus dia bersinggungan dengan masalah anggaran misalnya, apakah ada

terbersit terpikir bahwa anggaran tersebut harus secara khusus disitu atau dia nebeng di tempat yang

lain. Karena kita berpikir bagaimana Undang-undang Protokol ini kita bakukan punya aturan-aturan

yang baik secara standar nasional maupun internasional tapi kemudian kalau tidak ditunjang secara

otonom anggarannya mungkin akan kesulitan dalam hal-hal tertentu. Ini mohon pendapat

pertimbangan dan mendapatkan pandangan dari Bapak-Bapak yang sudah melaksanakan kegiatan

keprotokolan. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Lanjutkan.

F- PDI PERJUANGAN (HELMI FAUZI):

Baik, terima kasih Pimpinan.

Saya mohon penjelasan atau saran pertimbangan dari narasumber yang berkaitan masalah

tempat duduk. Persoalannya seperti ringan tapi kadang-kadang bermasalah, itu yang namanya

tempat duduk itu di tempat upacara lay out itu kadang-kadang bisa satu blok, dua blok, kadang tiga

blok. Masalah tempat duduk yang ideal apakah bersaff atau berbanjar ke belakang. Karena disini

berurutan, ini pertimbangannya seperti apa, mohon saran ini. disini berurutan, urutan ke samping atau

ke belakang karena blok tadi.

Kemudian ini menyangkut tata hubungan, yang kadang-kadang ini bisa berkelahi antara

protokoler jika penyelenggaraannya di daerah. Penyelenggara protocol di daerah kabupaten/kota

ataupun di tingkat provinsi itu sudah merencanakan sedemikian rupa, tapi kemudian datang

penyelenggara protokoler dari tingkat pusat. Ini kadang-kadang berubah semuanya, ini apakah perlu

diatur dalam pasal tata hubungan penyelenggara protokoler tingkat pusat dan daerah, apakah perlu

diatur dalam sebuah pasal.

ARSIP D

PR RI

Page 14: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

14

Kemudian yang berkaitan dengan masalah anggaran, anggaran itu kadang-kadang kalau dari

pusat itu inginnya ini sekian orang datang sekian hari sebelumnya macam-macam sehingga ini

merupakan beban-beban APBD. Apakah tidak perlu juga diatur, tentang masalah anggaran ini.

kadang-kadang itu misalkan dari pusat datang 50 orang, 30 orang minta hotel ini, sementara daerah

juga APBDnya dari mana anggarannya, apakah juga perlu diatur disini bahkan jangan-jangan

bermasalah berhadapan dengan BPK dengan pemeriksa, ini tamu apa dan sebagainya. Ini barangkali

ada pintu masuk untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tadi mulai tata hubungan penyelenggaran

protocol pusat dan daerah sampai kepada anggaran. Ini barangkali pandangan-pandangan yang perlu

dimasukan disini atau barangkali saran, pendapat dan sebagainya.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Lanjut.

F- PDI PERJUANGAN (BUDIMAN SUDJATMIKO, M.Sc.,M.Phil):

Terima kasih Pimpinan.

Saya sedikit saja, pada dasarnya dalam memperlakukan Pejabat Negara tentu ada aturan-

aturan tersendiri, kita tidak perlu berbicara dalam soal upacara resmi kenegaraan yang memang pasti

akan kita atur lebih mudah tanpa ada kontroversi. Tapi bagaimana misalnya ada sebuah forum yang

kita anggap itu sebenarnya tidak diatur atau cukup ganjil dari perspektif tata Negara, contoh pada

waktu Presiden memanggil pimpinan-pimpinan lembaga Negara di Istana Bogor yang dengan

temanya…(Tidak jelas)….ada pertemuan seperti itu. Itu dari aspek dan perspektif ketata negaraan itu

ganjil. Bagaimana protokol akan mengatur kearah sana, apakah itu harus diperlakukan sebagai

pertemuan antara pimpinan lembaga tinggi Negara ataukah misalnya contoh kehadiran Ketua DPR

yang itu tidak representing lembaga, bahwa misalnya Marzuki misalnya tentu saja orang terhormat,

bagaimana tata aturannya seperti itu. Jadi aspek politis dari segi protokolnya, kalau dia

memperlakukan Pak Marzuki sebagai Pimpinan DPR misalnya. Padahal prosedur misalnya itu masih

jadi kontroversial, prosedur kehadiran beliau misalnya seperti itu, bagaimana soal protokoler ini

menurut Bapak-bapak mengaturnya terhadap problem-problem politis dibalik itu.

Terima kasih.

F- PD (HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH):

Terima kasih Pimpinan.

Saya mungkin mempertegas dan menambahkan sedikit dari rekan-rekan yang pada

prinsipnya tujuan dari protokol itu adalah seperti tata tempat atau upacara tapi dalam pelaksanaannya

mungkin saya mohon masukan dari yang Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, artinya begini

kalau untuk upacara kenegaraan dan ada juga upacara resmi selama ini adalah yang bakunya dan itu

sampai kepada provinsi karena contohnya saya baru saja menghadiri acara yang dihadiri oleh Ibu

Negara kemudian dari DPR mendapatkan undangan. Karena saya dari mengikuti undang-undang ini

kami pikir undangan itu resmi karena ada namanya, ada judulnya tentunya tata letak seperti yang

diatur di dalam undang-undang ini berlaku. Tapi yang terjadi adalah seperti yang disampaikan Bapak

ARSIP D

PR RI

Page 15: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

15

tadi hampir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena baik tata letak yang disampaikan dalam

undang-undang ini sebagai hasil yang baik itu tidak terlihat dimana letaknya misalkan di provinsi,

gubernur dimana karena Ibu Negara tentunya walikota yang mempunyai acara itu harusnya ada

disebelahnya, artinya bukan untuk penghormatan saja tapi paling tidak Ibu Negara bisa

berkomunikasi. Jadi saya lebih kepada implementasinya ternyata Undang-Undang Protokol ini sudah

ada dari tahun 1987 tapi hal-hal yang kecil itu terjadi kesalahan yang berkali-kali dan itupun dilakukan

oleh protokoler provinsi, artinya walikota atau gubernur. Jadi mungkin kalau ini nanti digulirkan yang

baru jadi perlu sosialisasi atau pembakuan yang undang-undangnya tidak terlalu menjelimet tapi tidak

dilaksanakan, terima kasih.

Wabillahit Taufiq Wal Hidayah

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, kami merujuk ke sebelah kanan.

F- PG (DRS. H. MURAD U. NASIR, M.Si):

Terima kasih Pimpinan.

Para tamu yang kami hormati narasumber,

Undang-Undang yang mengatur tentang tata tempat, tata upacara maupun tata

penghormatan adalah satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Substansi materi ini saling

komplementer tapi ada hal yang dalam perdebatan sering terjadi perlu penguatan yuridisnya, contoh

begini kalau ada upacara di daerah siapa yang mesti mendampangi Presiden misalnya ada upayakan

dilaksanakan secara nasional di daerah misalnya hari keluarga nasional tapi tempatnya di sebuah

daerah kabupaten. Pada waktu Presiden ada biasanya di daerah yang mestinya mendampingi itu

Kepala Daerah Kabupaten setempat sebab apabila ada hal-hal yang diinginkan oleh Presiden yang

langsung mengetahui daerah setempat adalah Bupati Kepala Daerah, ternyata yang mendampingi

adalah Gubernur. Kira-kira bagaimana yang sebaiknya menurut kacamata hukum supaya pengaturan

dalam undang-undang ini tidak akan terjadi suatu hal yang rancu. Saya kira itu Pak, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sampaikan berturut-turut kanan.

F.PG (ADITYA ANUGRAH MOHA, S.Ked):

Terima kasih Pimpinan.

Narasumber yang kami hormati,

Saya terutama melihat dari acuan dan tentunya dari kompare dengan negara-negara lain

dimana tata keprotokolerannya diatur juga tata tempat, tata upacara yang dimana disitu dihargai

tempat-tempat mantan-mantan daripada lembaga-lembaga yang ada misalnya di Australia itu mantan

Mahkamah Agungnya diberikan satu kursi, disini saya tanyakan kepada Mahkamah Konstitusi,

Mahkamah Agung, Komisi Yudisial apakah itu pernah atau akan diatur, ini pertama.

Yang kedua, ini adalah menyangkut konsekuensi daripada pembiayaan dimana ketika aturan

maupun tata pelaksanaan daripada acara keprotokoleran ini dilaksanakan ini menyangkut tentang

ARSIP D

PR RI

Page 16: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

16

sanksi apakah menurut Bapak-Bapak ini penting untuk diperhatikan menyangkut dnegan konsekuensi

pembiayaan tadi. Dan yang ketiga saya melihat dari aspek landasan sosiologis kita dimana ada

daerah-daerah otonom khusus seperti Aceh yang sangat-sangat signifikan diatur dalam gerakan pola

dari hal-hal yang menyangkut budaya sampai kepada adat istiadat. Disini apakah menurut Bapak

tidak adakah suatu ganjalan baik itu secara frame undang-undang dengan otonomi daerah itu sendiri

ketika ini diatur dalam protokolerannya dan mereka daerah mempunyai keutamaan dan keistimewaan

tersendiri, mungkin seperti itu. Terima kasih Pimpinan.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

F - PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si):

Terima kasih Pimpinan.

Bapak dan Ibu Anggota Pansus yang saya hormati,

Para tamu undangan yang sangat saya muliakan.

Terima kasih yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada Bapak-Bapak yang pada hari

ini memberikan masukan-masukan untuk pendalaman Pansus protokoler ini. Ada beberapa halyang

mungkin akan saya dalami, yang pertama memang rancangan yang disusun oleh Baleg tentang

Undang-Undang Protokol ini, itu hanya melingkupi tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan.

Kalau tadi misalnya ada dari Bapak yang mengatakan bagaimana kalau misalnya itu juga menyangkut

hal-hal yang lain seperti tadi dari MPR mengatakan tentang penjemputan pimpinan misalnya. Memang

disini tidak diatur, apa mungkin belum diatur, tapi menurut saya memang tidak diatur untuk hal-hal

seperti itu, mungkin barangkali nanti ada usulan-usulan yang sekiranya bisa kami akomodasikan di

dalam draft ini, kami ingin mendapatkan bagaimana bentuk rumusannya.

Yang kedua tentang kepemimpinan lembaga itu kolektif kolegial, saya kira didalam urutan tata

tempat yang coba dirumuskan oleh Baleg ini sudah mencerminkan tentang semangat draft politika.

Hanya tadi persoalannya ada bagaimana posisi Wakil-wakil Ketua yang dia merupakan satu kesatuan

dari pimpinan. Memang disini dipisahkan posisi Wakil Ketua, Wkil-wakil Ketua kalau didalam tata

tempat untuk acara kenegaraan pada tingkat pusat itu pada butir m misalnya itu semua Wakil-wakil

Ketua diakomodasikan disitu. Persoalannya ada yang menanyakan kenapa dibawahnya mantan

presiden dan juga perintis kemerdekaan, saya kira hal itu menurut saya kita sudah mencoba mengkaji

di beberapa ketentuan protokol di beberapa negara yang lain, ketentuannya kelihatannya seperti itu.

Kemudian tentang kolektif kolegialnya itu juga diakomodasikan didalam Pasal 17. Ketika

pejabat negara itu berhalangan hadir otomatis pejabat yang dia mendapatkan mandat dari pimpinan

itu dia akan menempati tempat yang seharusnya ditempati oleh ketua itu. Jadi disinilah sesungguhnya

semangat kolektif kolegial itu muncul di situ.

Kemudian ada pertanyaan bagaimana tentang kalau misalnya lembaga-lembaga negara itu

menyelenggarakan kegiatannya misalnya mengundang tamu undangan, itu juga sudah

diakomodasikan di Pasal 19. Pasal 19 itu sepenuhnya diserahkan oleh masing-masing lembaga

negara yang bersangkutan tentunya mengacu ketentuan undang-undang yang akan kita rumuskan ini.

untuk itulah kami berharap dari Bapak-Bapak semua yang ada disini untuk memberikan masukan-

ARSIP D

PR RI

Page 17: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

17

masukan yang kami sangat perlukan itu. Posisi MA terhadap MK, kemudian MK terhadap KY ini kami

diskusikan luar biasa Pak dan memang cukup alot. Bahwa cukup tegang juga, Bang Ruhut bisa

menjadi saksi disitu bagaimana Beliau berdebat keras dengan ketua misalnya, bahkan beliau

mendukung dan saya kira ini memang tapi kalau misalnya ada masukan-masukan yang lebih menarik

barangkali juga akan diakomodasikan. Saya kira begitu, terima kasih Pimpinan.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Mengingat waktu yang sangat terbatas, dengan waktu 30 menit.

F- PD (HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH):

Ijin meninggalkan ruangan ketua karena saya harus berangkat ke Riau.

KETUA RAPAT:

Mungkin masih ada lagi dari rekan-rekan yang baru datang yang pada posisi belakang,

sampaikan silakan Pak singkat.

F- PARTAI GERINDRA (DRS. H. HARUN AL-RASYID, M.Si):

Terima kasih.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ada titipan ini, kalau kita masuk di bandara airport tanda-tanda kita itu tidak berlaku walaupun

dikatakan DPR, MPR, tapi kalau tidak Angkasapura tidak laku. Tapi kalau yang bangsa tahok ini

keturunannya itu cepat dilayani, mungkin dikasih duit duluan barangkali, ini sekedar ilustrasi.

Yang kedua, kalau seumpamanya para Anggota itu selain dari Ketua dan Wakil Ketua dan

datang per Anggota lain dalam undangan itu sedangkan deretan yang pertama itu ketua-ketua atau

wakil, duduknya dimana, apa deret belakang sedang kursinya sudah terbatas. Ini juga perlu

dipertimbangkan kalau pada saat datang itu sudah ditambah atau bagaimana, atau konfirmasi dulu

kehadirannya, ini juga yang melihat daripada kenyataan mereka itu kadang-kadang lebih penting

Ketua dan Wakil Ketua, yang lainnya ya termasuk juga anggota DPR itu barangkali perlu diatur

didalam pelaksanaan protokol.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Lanjut.

F- PD (RUHUT SITOMPUL, SH):

Terima kasih Pimpinan.

Saya rasa karena apapun narasumber equal sama, saya rasa permintaan daripada Komisi

Yudisial perlu kita perhatikan Pak, apalagi memang dasar hukumnya sangat kuat tadi dengan

literaturnya. Saya rasa posisinya sama dengan ketiga mahkamah karena apapun Komisi Yudisialnya

ini bentuknya juga kita tahu pengawasan. Jadi saya mendukung apa yang disampaikan oleh Sekjen

Komisi Yudisial, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, forum selanjutnya kami mintakan kepada, ada terakhir satu menit Pak.

ARSIP D

PR RI

Page 18: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

18

F- PDI PERJUANGAN (HELMY FAUZI):

Terima kasih Pimpinan.

Helmy Fauzi Fraksi PDI Perjuangan.

Tadi telah dibahas menyangkut soal tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan. Ini

barangkali perlu juga kita menyinggung sedikit soal tata iring-iringan Pak, karena seringkali dalam

persaoalan itu penempatan dalam iring-iringan ini praktek pengalaman berkali-kali ketika kemudian

ada upacara penyambutan di airport kemudian menuju suatu tempat lokasi, ini rangkaian ini perlu

dipertegas protokol ini seperti apa. Seringkali mungkin Anggota Dewan menjadi tidak jelas harus

berada di tempat dimana di rangkaian ini. Ini saya pikir yang perlu juga kita singgung juga disini dalam

tata iring-iringan, terima kasih.

F- PG (H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, SH., M.Kn):

Terima kasih Pimpinan.

Ini mungkin pengalaman saja mungkin Pimpinan masalah tata tempat duduk. Jadi mungkin

perlu sosialisasi karena sampai di daerah juga Kabupaten saya mengalami kemarin waktu saya ke

kampung, ini protokolnya Pemda dengan protokolnya Kabupaten berantem gara-gara tempat duduk

saya. Tapi saya tidak, saya tidak minta tempat duduk, tidak pernah sama sekali untuk duduk di depan.

Jadi protokolnya Pemda ini memberikan tempat duduk saya di belakang sekali dan di depan itu

Gubernur, Anggota DPRD tingkat I, terus Ketua DPRD Tingkat I, Sekda Tingkat I, saya duduk

dibarisan ketiga, itu keinginan daripada Pemda Tingkat II, akhirnya Tingkat I marah-marah

protokolnya, ini tidak boleh, ini karena dibilang ini mengatakan ini pejabat negara. Saya juga tidak lihat

waktu itu, tapi setelah acara baru diberitahu bahwa ada kejadian begini, akhirnya tempat duduk saya,

saya tahu bahwa ini tempat duduk saya, saya memang tidak mau duduk didepan situ, terus terang

saja karena apa, karena yang duduk di depan sini adalah orangtua saya semua. Saya kalau ada

acara yang sifatnya silahturahmi saya tidak mau duduk di depan, karena saya berpikir ini adalah

orangtua saya. Saya mengatakan bahwa saya adalah anak, tapi kalau hal kenegaraan hal-hal yang

berbau protokol saya tetap minta didepan. Ini tapi disini dua karena ini peresmian mesjid, jadi ini

sedikit curhat saya dalam arti ini perlu disosialisasikan sampai ke bawah. Mungkin itu yang pertama.

Yang kedua adalah apa yang disampaikan oleh teman-teman, contoh lagi yang kedua dalam

hal mobil. Lambang negara, lambang DPR yang didalam yang ada di mobil Anggota DPR RI yang

dipasang, ini saya tidak tahu keistimewaan apa ini kita dikasih lambang itu. saya terus terang saja

bingung, saya maunya lambang itu ada fungsinya, kalau ada lahan three in one. Yang kedua mungkin

kalau lajur ambil kiri kita bebas macet, ini nanti ditangkap juga kita. Apa gunanya lambang itu, itulah

yang mungkin sedikit. Sekian, terima kasih.

H. TB. SOENMANDJAJA, SD ( WAKIL KETUA / F.PKS)

Baik, Pimpinan dan Anggota Pansus yang terhormat.

Dan Para undangan yang kami muliakan,

Para narasumber dari lembaga-lembaga negara lainnya,

ARSIP D

PR RI

Page 19: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

19

Yang pertama tadi sudah kita simak bersama adanya pandangan usul, saran juga pertanyaan

dari Anggota Pansus kepada para narasumber. Yang kedua juga kita melihat tampaknya ada

penggunaan naskah yang berbeda pasti tampaknya begitu. Tapi mengingatkan dari meja pimpinan

sesungguhnya naskah yang kita pergunakan sebagaimana Supres adalah yang lembar ini, tapi

memang juga beredar lembar yang seperti kita itu pendampingan seperti tim ini, jadi yang benar

adalah inikan kajian awal-awal ya Pak jadi yang resmi ini. ini Pak Budiman, sudah dapat ini. inikan

lampiran Supres ya Pak, Surat Presiden disertakan jadi wajar saja dari Mahkamah Agung tadi Bapak

menyampaikan berbeda mungkin disimak dari yang disini begitu ya Pak, tapi Bapak menggunakan

sumber yang sama kalau para tamu diantara anggota maksud saya ada yang menggunakan sumber

yang lainnya. Ini kadang-kadang kedapatan begitu Pak, ada sumber resmi dan sumber tidak resmi.

Kemudian sesungguhnya sampai saat inikan Undang-Undang Nomor 8 yang menjadi acuan

protokol kita tahun 1987 itu masih digunakan sebagaimana mestinya. Namun demikian kami menginfo

juga kepada Bapak-Bapak yang terhormat dari lembaga negara lainnya yang memang apabila ada

komunikasi dengan lembaga asing lainnya Pak itu perlu kita tanyakan juga kepada beliau-beliau

apakah mereka memiliki tata protokoler itu di luar negeri. kalau itu punya tentu harus disesuaikan.

Biasanya lazimnya protokol itu adalah menggunakan tata krama yang digunakan oleh tamu selama

tidak mengacaukan kegiatan protokol dalam negeri saya kira, itu yang pertama.

Demikian juga seperti Pak Siregar contohkan tadi ketika MPR mempunyai protokol sendiri

untuk digunakan diseluruh wilayah Republik Indonesia ini, ini juga tentu kan harus dikomunikasikan

dengan teman-teman dimana Bapak Pimpinan MPR berkunjung ke sana. Diharapkan dengan adanya

Undang-Undang Protokol yang baru ini Pak bisa kita integrasikan, barangkali bahwa peristiwa

pembahasan tentang integritas sistem Pak itu bisa menjadi inspirasi katakan dengan adanya

perubahan Undang-Undang Dasar sehingga kedudukan lembaga-lembaga negara itu dalam konteks

protokoler bisa kita satu padukan dengan Undang-Undang yang akan datang ini.

Oleh karena itu kami menghimbau khususnya kepada para tamu, dapat kiranya seandainya

ada usulan menyusul atau pandangan-pandangan yang berkembang hendak direspon kami mohon

disampaikan secara tertulis dan nanti akan menjadi bahan penyempurna untuk kami melaksanakan

rapat selanjutnya dengan pihak Pemerintah.

Saya kira pandangan-pandangan kami Ketua, berkaitan dengan diskusi kita sore hari ini bisa

dicukupkan sekian dan saya kembalikan kepada Ketua.

Terima kasih.

DRS. TAUFIQ HIDAYAT, M.Si ( WAKIL KETUA / F.PG )

Terima kasih.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua

Memang kesan pertama ketika mau membahas undang-undang ini adalah undang-undang

yang sangat teknis dan lebih berat pada persoalan manner menempatkan pejabat, menempatkan

aturan hubungan antara yang dilayani dan yang dilayani. Sebenarnya bagi kita sebagian barangkali

ARSIP D

PR RI

Page 20: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

20

mungkin pengaturan yang terlalu menjelimet itu juga sebuah persoalan, bagi kita juga sebagian akan

mengatakan iya kita tidak akan mati tanpa protokoler seperti ini. Apalagi Pak Budiman ini harus tiap

hari, ketika misalnya ke daerah harus didampingi protokol ke sana ke mari gitu, apalagi kalau malam

hari apa didampingi protokol semua. Tidak, ini saya kira sesuatu yang menurut saya juga kalau over

regulated itu juga tidak baik dan bagi kita misalnya sebagai Anggota DPR adalah seringkali menjadi

pihak yang dilayani mungkin tidak terasa berat, tetapi yang melayani tentu akan merasa berat gitu,

oleh karena itu satu hal yang perlu dipegang dalam membuat regulasi ini adalah bagaimana aturan ini

tidak terlalu memberatkan orang yang terkena kewajiban untuk melaksanakan aturan ini, itu suatu

prinsip saya kira yang perlu kita pegang. Walaupun juga kita sering menyaksikan, kalau tadi Saudara

Rio menyatakan seringkali menjadi perselisihan antar protokol, kadang-kadang juga menjadi suatu

perselisihan juga antara orang yang harus dilayani dengan yang melayani ini ketika memang aturan

ini belum ada gitu loh, misalnya Anggota DPR ke daerah merasa dirinya sebagai pejabat tinggi ada

harapan-harapan atau standar-standar yang secara sepihak ditetapkan mesti begini gitu loh,

sementara pejabat Pemda atau Pemerintah Provinsi tidak merasa bahwa itu sebuah aturan, yang

begini ini terus akhirnya menjadi percekcokan memang gitu. Ke bandara tidak didampingi saja terus

jadi pertanyaan gitu atau ketika memasuki airport walaupun sudah menggunakan lambang garuda

tetap diperiksa juga jadi persoalan gitu, “kenapa saya diperiksa tidak lihat ini?”, katanya. Begitu-begitu

yang juga terjadi, Pak, di dalam keseharian di Dewan ini. Jadi walaupun ini sangat teknis saya kira

penting untuk bisa dijadikan pegangan bersama baik itu pejabat tinggi yang bersangkutan maupun

aparat yang menjalankan tugas itu sehingga menjadi standar dan tidak menimbulkan suatu

percekcokan.

Nah selain itu mungkin dimensinya harus kita perluas supaya tidak ini terkesan hanya sebagai

suatu bentuk pejabat tinggi mengatur dirinya sendiri, ini sesuatu yang juga harus kesan ini kita tepis.

Bagus sekali tadi ditanya soal misalnya iring-iringan. Ya iring-iringan ini kan bukan misalnya sekedar

mempertanyakan lantas di DPR itu posisi mobil ke berapa, kan tidak hanya itu. Iring-iringan itu juga

punya suatu resiko di tengah jalan yang bisa menimbulkan kecelakaan. Ini juga mesti diatur dan itu

sudah terjadi saya kira di pintu tol Cibubur ketika itu pernah terjadi seperti itu. Jadi misalnya

maksimum iring-iringan itu standar undang-undang itu berapa kendaraan, maksimum gitu loh untuk

tidak bisa menimbulkan resiko yang besar buat masyarakat. Ini sesuatu yang juga perlu kita pikirkan,

karena memang masyarakat sudah berkorban ketika dia harus di-stop, harus dialihkan jalannya,

apalagi kalau jadwal kerja sudah mendesak ketika tiba-tiba dialihkan. Ini juga problem. Ada hal yang

terkurangi di masyakat itu, sehingga kita merasa perlu untuk memberikan suatu bentuk kompensasi

dalam aturan ini yaitu mengenai misalnya jumlah kendaraan yang tidak terlalu besar, terus berapa jam

masyarakat itu diberi tahu ketika ada pengalihan-pengalihan lalu lintas ini gitu. Kita mengalami betul

sebelum jadi Anggota DPR, mengalami betul itu, beberapa teman yang sudah menjadi Anggota DPR,

dalam hati saya ini mereka mau rapat saja korbannya harus saya ketika saya sebagai rakyat waktu

itu. Jadi ini pengalaman-pengalaman seperti itu akhirnya saya buka kembali dalam ingatan saya

ARSIP D

PR RI

Page 21: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

21

sehingga dalam pengaturan melalui regulasi inilah saya pikir bentuk keramahan negara atau bentuk

keramahan pejabat itu tetap terjaga melalui protokol atau tata cara pengaturan hubungan.

Dan satu hal lagi saya kira juga kita bisa mengerti kenapa protokol ini harus diatur berkaitan

dengan pejabat-pejabat yang sangat tinggi. Taruhlah misalnya Presiden, perlu ada pengaturan yang

kuat di situ. Di negara yang demokrasinya sudah maju seperti Amerika sekalipun protokol ini juga

sangat ketat kepada kehidupan Presiden, karena memang nilai pentingnya itu bukan pada tingginya

jabatan, tidak saya kira, tetapi nilai penting adalah orang yang dalam posisi itu adalah memiliki

keputusan yang itu berkaitan langsung dengan nasib orang banyak. Filosofi itulah yang membuat

pejabat tinggi itu perlu dilindungi, dijaga dengan protokol itu. Kita pernah mengalami Presiden kita

akhirnya terjatuh secara politik oleh hal-hal yang barangkali protokol yang sangat longgar. Gus Dur

ketika itu misalnya jatuh dengan masalah Bulog Gate II. Orang seperti Suwondo itu bisa mengakses

informasi kenegaraan yang sangat tinggi …(tidak jelas)… dan dikomersialisasikan di luar dan muncul

kasus Bulog Gate II itu. Nah itu pengalaman historis yang menurut saya memang penting protokol ini

diatur gitu sehingga Presiden itu berkomunikasi, berinteraksi itu dengan orang-orang yang memang

perlu gitu bukan tidak perlu, tetapi yang perlu di dalam konteks kenegaraan itu. Ini suatu dimensi juga

yang mungkin saya perlu ingatkan mungkin saya tidak atau belum menukik pada rumusan pasal-pasal

apa yang perlu kita angkat tetapi berbagai hal yang menjadi pengalaman kita ini juga merefleksikan

suatu kebutuhan tentang Undang-Undang Keprotokoleran. Tetapi sekali lagi protokol jangan sampai

membunuh diri kita sendiri.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, sebelum kita masuk pada acara tutup karena dibatasi oleh ruang dan waktu yang

sangat mepet, kami minta dari apa yang disampaikan oleh rekan-rekan Pansus kami minta masukan

dari masing-masing bagian dua menit, dua menit, dua menit, dua menit sebelum clossing statement.

Disampaikan, kita mulai dari Bapak Nursidharta. Disampaikan Pak.

NUR SIDHARTA (KARO UMUM/PLT KARO HUMAS DAN PROTOKOL MAHKAMAH

KONSTITUSI):

Terima kasih Bapak.

Mungkin ini pertanyaannya mungkin cukup banyak, Bapak, jadi saya mohon izin kepada

Bapak-bapak dari lembaga negara yang lain, dan kami hanya yang mungkin yang bisa kami jawab,

kami mencoba menyampaikan. Pertama mengenai tadi ada pertanyaan mengenai bagaimana

penyusunan-penyusunan penempatan maksud saya, penempatan Kepala Lembaga Negara dalam

satu upacara. Jadi biasanya kami di dalam konteks protokol itu biasanya itu nomor satu itu katakanlah

Presiden, nomor satu itu berada di taruh di tengah, yang kedua misalnya Wakil Presiden, itu

ditempatkan di sebelah kanan, itu nomor dua. Nomor tiganya di sebelah kirinya, nomor empat di

sebelah kanan dari yang sebelah kanan tadi. Jadi sifatnya dari tengah itu nomor dua, nomor tiga,

nomor empat, nomor lima dan seterusnya. Jadi basical seat biasanya ganjil itu dibentuk seperti itu.

ARSIP D

PR RI

Page 22: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

22

Jadi mungkin itu bicara bukan seperti dari depan ke belakang, itu setahu kami memang cara

pengaturannya itu adalah seperti itu.

Kemudian mengenai pembiayaan, ini pembiayaan ini mungkin kami juga mempunyai masalah

yang sama terutama kita tidak bisa memberikan pembiayaan itu secara detail, secara khusus untuk

protokol, tetapi itu adalah perkomponen. Jadi karena itu perkomponen sehingga tidak masuk

katakanlah pengadaan kendaraan, misalnya kendaraan yang disewakan, itu kami bentuknya itu

adalah dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh Kementerian Keuangan yang mempunyai standar

biaya umum, jadi memang tidak boleh melebihi dari harga-harga yang telah ditentukan. Itu sering di

lapangan kami menemukan kendala memang.

Untuk di daerah mohon maaf Bapak/Ibu sekalian, di daerah itu memang kami mengalami

masalah yang sama yang disampaikan oleh Bapak Wakil Sekjen MPR tadi, bahwa pada waktu di

daerah ternyata kita tidak disambut atau tidak mendapat perlakukan khusus sehingga untuk menjaga

dari Pimpinan kami, kami itu harus menyediakan biaya tersendiri. Jadi kami lebih mudah akhirnya

mengelola biaya sendiri. Sedangkan dari daerah misalnya dari provinsi ataupun dari kabupaten/kota

itu mereka memberikan bantuan dalam akses ataupun SDM, sedangkan pembiayaan misalnya biaya

mobil, biaya itu kami kan biaya sendiri karena itu bisa dipertanggungjawabkan secara mudah karena

bentuknya adalah add cost, jadi itu bisa.

Mungkin itu Bapak Pimpinan dan Bapak-bapak Anggota RUU Protokol, mungkin sedikit yang

bisa kami sampaikan, dan mungkin ada dari Bapak/Ibu dari kelembagaan lain bisa memberikan

tambahan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Selanjutnya kami mohon kepada Bapak Subagio, disampaikan Pak.

F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si.):

Interupsi Pimpinan.

Ada pertanyaan kami yang belum dijawab tentang tata tempat tadi Mahkamah Konstitusi

bagaimana posisi seperti itu.

Terima kasih.

NUR SIDHARTA (KARO UMUM/PLT KARO HUMAS DAN PROTOKOL MAHKAMAH

KONSTITUSI):

Apa yang disampaikan oleh draft yang ada di sini kami tidak keberatan Bapak, ini sudah

seperti yang sudah disampaikan. Oleh tetapi ini kami merasa nyaman jadi kami tidak memberikan

pendapat yang berlawanan dan kami pikir penempatan ini sudah sesuai dengan yang seharusnya.

Karena, mohon maaf, Mahkamah Konstitusi ini memang di beberapa negara itu tidak ada, jadi kita

merupakan biasanya bagian dari supreme court atau dari Mahkamah Agung tugas-tugas yang

dilaksanakan oleh Mahkamah Konstitusi seperti Mahkamah Konstitusi di Indonesia, hanya ada sekitar

90 negara saja yang mempunya Mahkamah Konstitusi dari 200 negara yang ada.

Terima kasih.

ARSIP D

PR RI

Page 23: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

23

KETUA RAPAT:

Silahkan, Pak Subagio.

SUBAGIO (KEPALA BADAN URUSAN ADMINISTRASI MAHKAMAH AGUNG):

Terima kasih Bapak Pimpinan.

Jadi pada intinya kami hampir sama dengan rekan dari MK karena semuanya mengacu pada

undang-undang yang lama seperti itu dan adat kebiasaannya sudah sama kita menggunakan …(tidak

jelas).. atau tata tempatnya.

Untuk yang lainnya seperti tadi yang sama disampaikan oleh salah satu anggota mengenai

tata hubungan pusat dan daerah ini memang perlu, itu yang diperlukan, walaupun tidak terlalu detail

itu. Yang kebetulan khusus di Mahkamah Agung ini mempunyai aparat atau mempunyai lembaga

juga di daerah dengan pengadilan-pengadilan di bawah tetapi rekan-rekan yang tidak ada di situ

memang agak kesulitan dalam protokoler itu. Kalau Mahkamah Agung sendiri juga tidak mengikuti

otonomi daerah, kalau pengadilan itu masih jiwa pusat ke daerah, sentralisasi, sehingga tidak menjadi

masalah apa yang menjadi tamu yang sifatnya instansional itu tidak ada masalah, sehingga kita

mengatur sendiri dengan standar operasional prosedur untuk keprotokolan kita untuk khusus di

lingkungan Mahkamah Agung dan pengadilan di daerah.

Kemudian mengenai yang diatur di dalam RUU ini hampir sepenuhnya memang kami pahami

masalah tata tempat, upacara, dan penghormatan saja sehingga tidak sedetail seperti apa yang

disampaikan tadi mengenai iring-iringan, itu semua itu mungkin perlu ada pendelegasian wewenang

dari undang-undang ini ke masing-masing instansi atau ke peraturan pemerintah yang lebih detail lagi.

Kami juga sependapat kalau di dalam RUU ini nanti mengatur over regulated ada di sini malah

menyulitkan dalam pelaksanaannya karena adat dan kebiasaan masing-masing instansional berbeda,

sehingga kita di instansional ini mempunyai suatu standar operasional prosedur sendiri yang mana

dipayungi oleh undang-undang ini nanti. Kami mengharapkan undang-undang ini adalah payung yang

dapat kami jadikan sebagai standar operasinal di masing-masing instansi kita. Sedangkan yang

secara umum yang kenegaraan secara umum memang undang-undang inilah nanti mudah-mudahan

dari Sekneg juga akan mengatur sendiri itu, ya kami mengharapkan begitu, Pak.

Untuk yang satu mengenai di dalam undang-undang in disebutkan ada penganggaran ini

yang kami tunggu-tunggu, karena selama ini kalau kita mengadakan suatu upacara atau dalam

kegiatan-kegiatan rapat-rapat yang sifatnya besar ngambil anggarannya darimana itu pun agak sedikit

kewalahan. Oleh karena itu apabila ini nanti sudah dicantumkan adanya APBN di sini, itu yang sangat

membantu dari instansi masing-masing untuk kegiatan protokoler ini.

Kemudian yang kedua mengenai sanksi, Pak, di Pasal 35 saya hanya berpikir ini sanksi ini

bagi pelaksana atau instansional atau apa? Dan bagaimana bentuknya sanksi administrasi ini? Ini

agak sedikit mengganjal bagi kami, mungkin karena ini tidak perlu ada suatu pemaksaan undang-

undang ini. Karena untuk menetapkan sanksinya ini sanksi pelaksananya protokol itu sendiri atau

instansionalnya atau unitnya. Itu yang agak nanti saya khawatir dicantumkan ada sanksi tetapi tidak

ARSIP D

PR RI

Page 24: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

24

bisa dijalankan, ini mubazir juga. Mohon menjadi pertimbangan nantinya di dalam penetapannya

adanya sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ini.

Sementara itu, Pak. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, kami serahkan kepada Pak Siregar, disampaikan, Pak.

EDY SIREGAR (WAKIL SEKJEN MPR RI):

Terima kasih Pak.

Pertanyaan tadi soal anggaran saya kira memang itu ada dianggarkan di dalam seperti ada

anggarannya untuk itu. Kemudian tata tempat ketika di MPR kegiatannya kami ambil perbandingan

ketika dulu masih ada Sidang Tahunan itu Presiden dan Wakil Presiden duduk di depan, kalau isteri

Presiden dan Wakil Presiden hadir, mereka duduk di ujung sebelah sini, karena kanan itu adalah,

fakta yang tertinggi, karena itu semestinya kursi Presiden tetapi kursi Presiden itu melekat dengan

isteri, sehingga isteri ada di sebelah situ, kemudian Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah

Konstitusi kemarin, lalu BPK, lalu Komisi Yudisial baru mantan Presiden, baru menteri atau mantan-

mantan Ketua MPR baru menteri, itu yang kami lakukan, sehingga itulah posisinya. Kami berikan

penghargaan kepada mantan Presiden dan Wakil Presiden. Sementara Komisi Yudisial sudah kami

perlakukan sama dengan lembaga negara lainnya.

Lalu pertanyaan tadi mengapa di daerah itu sering berbeda pelaksanaannya, sebenarnya

tidak berbeda tetapi mungkin karena interfensi, misalnya ketika Presiden datang ke sini saja interfensi

dari protokol istana pun cukup besar kecuali kalau kita tidak bisa mengendalikan sehinga untuk

menghindari hal-hal seperti itu kami koordinasi dulu dengan Protokol Kepresidenan untuk mengatur

supaya yang berlaku adalah seperti ini standar operasionalnya gitu.

Lalu ini tadi, Pak, soal Pak Rio tadi itu yang soal apa pentingnya…(tidak jelas)… juga dimobil

itu, memang itu tidak jadi ukuran itu karena itu hanya untuk aksesoris saja, Pak. Jadi kalau Bapak

melanggar lalu lintas ya tetap saja melanggar lalu lintas namanya, Pak.

Lalu soal tadi, Pak, kami setuju/sependapat itu kami sudah memberikan alasan tertulis di sini

soal sanksi, mestinya itu pasal itu dihapuskan saja karena akan memberikan peluang karena sifat

pelayanan teknis protokoler secara taktis dan situasional membuka ruang bagi terlaksananya

pelayanan keprotokolan yang kadang-kadang harus diputuskan secara tepat berdasarkan konvensi

atau kebiasaan protokoler yang tidak ada rujukan hukumnya, misalnya dalam hal tata tempat bagi

pejabat yang kehadiran bersifat tentatif, terlambat hadir pada hal acara sudah berlanjut/berjalan baru

datang atau pengaturan tata tempat bagi pejabat negara yang kehadirannya diwakili oleh

bawahannya yang kedudukannya beberapa tingkat di bawah pejabat yang bersangkutan sehingga ini

banyak masalah yang timbul dengan adanya sanksi itu.

Demikian, Pak. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik Pak Mahbub silahkan.

ARSIP D

PR RI

Page 25: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

25

MUZAYYIN MAHBUB (SEKJEN KOMISI YUDISIAL):

Terima kasih Bapak Pimpinan.

Yang pertama saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat Pak

Ruhut yang sudah memberikan dukungan terhadap apa yang kami sampaikan dan juga terima kasih

kepada MPR yang sudah selama ini menempatkan Ketua KY sebagai Pimpinan lembaga negara

setara dengan lembaga MPR lain, dan di beberapa tempat DPR juga seperti itu, mudah-mudahan ini

menjadi konvensi. Itu yang pertama.

Yang kedua kalau saya melihat dari rancangan undang-undang ini yang diatur di sini adalah

semua pejabat negara dan mantan pejabat negara, ada satu yang mungkin malah berdasarkan

pengalaman kami kerumitan kami itu menempatkan tokoh masyarakat, misalnya ada dalam satu

acara di daerah atau di tempat kami juga katakanlah misalnya ada Ketua PP Muhamadiyah atau Rois

NU datang gitu, Pak, kalau berdasarkan tata urutan draft undang-undang ini, ini kan pasti di

tempatkan tidak ada aturannya sehingga cenderung di tempatkan di tempat yang agak-agak

kebelakanglah itu. Nah barangkali juga usulan-usulan kami, kalau memungkinkan untuk tokoh-tokoh

masyarakat yang bersifat nasional barangkali juga dapat dipertimbangkan untuk dipertimbangkan

masuk dalam tata urutan tempat ini. Itu yang kedua.

Yang ketiga, terkait dengan anggaran, ini pengalaman dengan penyelenggaraan kegiatan-

kegiatan di daerah, misalnya yang paling besar itu adalah tidak hanya di daerah tetapi kami di pusat

juga adalah kalau menghadirkan Presiden, kalau menghadirkan Presiden itu anggarannya luar biasa,

Pak, karena banyak sekali yang harus untuk pengamanan dan lain sebagainya. Oleh karena itu

mungkin kalau ingin diusulkan misalnya khusus untuk kegiatan kepresidenan baik di daerah maupun

di instansi lain gitu mungkin bagaimana kalau anggaran kehadirannyanya itu dibebankan pada

lembaga kepresidenan itu. Barangkali kalau itu mungkin bisa agak terpecahkan, karena terus terang

paling besar itu kalau menghadirkan Presiden itu anggarannya, dan itu pasti juga saya yakin itu

mencari-cari itu anggarannya nanti dari tempat-tempat yang mungkin tidak seharusnya. Itu usulan

kami, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih dari saran, masukan, pendapat dari narasumber. Perlu kami sampaikan

dari Pak Siregar tadi kalau dibilang asesoris semata, mari kita merujuk pada Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3, kemudian kita lihat juga pada Pasal 10 huruf

n dari Pak Mahbub, Tomas, Toda dan lain sebagainya sudah diwadahi, tinggal nanti aplikasinya di

lapangan kita atur.

Yang saya hormati Saudara-saudara Sekretaris Lembaga Negara,

Pimpinan dan Anggota Pansus yang kami hormati, serta Hadirin sekalian yang

berbahagia,

Rapat pada hari ini yang cukup melelahkan Saudara-saudara sekalian dalam memberikan

seluruh pandangan dan pendapat dari apa yang disampaikan tentunya dalalm hal ini, ini akan

memperkuat rancangan undang-undang yang ada ini untuk lebih baik. Akhirnya, kami selaku

ARSIP D

PR RI

Page 26: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-060117...2017/04/28  · dilupakan upacara yang sangat krusial atau kritis ketika terjadi di Istana Negara

26

Pimpinan Rapat perkenankan sekali lagi untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada Saudara

Sekjen MPR RI atau yang mewakili, Sekretaris Mahkamah Agung atau yang mewakili, Sekjen

Mahkamah Konstitusi atau yang mewakili dan Sekjen Komisi Yudisial atau yang mewakili atas

pendapat dan pandangan yang telah disampaikan. Dan terima kasih pula kami sampaikan kepada

rekan-rekan Anggota Pansus atas kebersamaan, kesabaran serta ketekunannya di dalam mengikuti

rapat pada sore hari ini.

F- PDI PERJUANGAN (DRS. H. SETIA PERMANA):

Pak Ketua, boleh saya kelola sedikit?

Menyambung soal pernyataan dari Wakil Sekjen MPR tadi …(tidak jelas)… tersebut, bikin

saja dalam surat edaran dari Sekjen MPR kepada Anggota DPR/MPR bahwa itu adalah asesoris dan

tidak ada manfaatnya apa-apa.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, ini sebagai catatan saja, Pak. Sekali lagi dengan mengucapkan

Alhamdulillahirrabilalamin rapat pada sore hari ini kita nyatakan ditutup.

(RAPAT DITUTUP PADA PUKUL : 15.10 WIB)

( KETOK PALU 3 X )

Jakarta, 12 Mei 2010

a.n. KETUA RAPAT

SEKRETARIS RAPAT,

ttd

UDRS. BUDI KUNTARYO.

NIP. 19630122 199103 1 001

ARSIP D

PR RI