Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
RISALAH
RAPAT TIM PERUMUS KOMISI VIII DPR RI MENGENAI RUU TENTANG PESANTREN DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN
Tahun Sidang : 2018-2019
Masa Persidangan : I
Jenis Rapat/ke- : RDPU Komisi VIII DPR RI / ke - 7
Sifat Rapat : Terbuka
Hari, Tanggal : Selasa, 27 Agustus 2019
Waktu : Pukul 13.00 WIB
Tempat : Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI Gedung Nusantara II lantai
1 Jl. Jenderal Gatot Subroto – Jakarta 10270
Ketua Rapat : Drs. H. Marwan Dasopang, M.Si
Sekretaris Rapat : Sigit Bawono Prasetyo, S.Sos., M.Si.
Acara : Mendengarkan Masukan terhadap RUU tentang Pesantren
dan Pendidikan Keagamaan
Hadir : 1. 18 orang dari 26 orang Anggota Panja Komisi VIII DPR
RI;
2. Ormas Islam (PBNU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Jamiatul
Wasliyah, Dewan Dakwah, dan Persis)
- 2 -
KETUA RAPAT (Drs. H. MARWAN DASOPANG M.Si):
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Yang terhormat para Anggota dan Pimpinan di Komisi VIII dan Panja,
Yang kami hormati Perwakilan Organisasi Masyarakat Islam, hari ini ada
PBNU, dari Muhammadiyah, Al-Irsyad, Jamiatul Wasliyah, Dewan Dakwah, dan
Persis,
Para hadirin yang berbahagia.
Mengawali rapat kita pada hari ini pertama-tama mari kita mengucapkan puji
syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala. Kita diberi waktu untuk bertemu
perwakilan organisasi masyarakat Islam, mendengarkan rancangan Undang-Undang
tentang pesantren dan pendidikan keagamaan.
Atas berkat rahmat Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan yang maha esa dan
memohon keridoannya maka marilah kita terlebih dahulu memulai rapat kita ini
dengan berdo’a dengan membacakan Al-fatihah, bagi yang beraga Islam dan yang
lain menyesuaikan. Berdoa dimulai.
(BERDOA MULAI)
(BERDOA SELESAI)
Sesuai dengan acara rapat-rapat DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang
2019-2020 yang telah diputuskan dalam Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan
Musyawara DPR RI antara Pimpinan DPR RI dan Pimpinan Fraksi-Fraksi, tanggal
23 Juli 2019, dan sesuai hasil keputusan Rapat Internal Komisi VIII DPR RI tanggal
19 Agustus 2019, maka pada hari ini Selasa, 27 Agustus 2019 Panja Komisi VIII
DPR RI menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Perwakilan
Organisasi Masyarakat Islam.
Hadirin yang saya hormati,
Pada rapat Panja Komisi VIII DPR RI mengenai RUU Tentang Pesantren dan
Pendidikan Keagmaan dengan Perwakilan Masyarakat Islam siang ini tidak
memerlukan kuorum. Namun demikian sudah hadir tandatangan 17 dan hadir 8 dan
8 Fraksi.
Dengan demikian kami membuka rapat kita ini terbuka untuk umum.
- 3 -
(RAPAT : SETUJU)
(RAPAT DIBUKA PUKUL : 14.00 WIB)
Sesuai dengan undangan yang telah disampaikan rapat pada hari ini
diacarakan sebagai berikut:
1. Pengantar, 2. Pemaparan dari pewakilan masing-masing organisai, 3. Tanya jawab, 4. Dan nanti penutup.
Apakah bisa disetujui?
(RAPAT : SETUJU)
Hadirin yang saya hormati,
Kami melaporkan kepada para perwakilan organisasi yang menurut teman-
teman Anggota Panja bahwa Undang-Undang yang kita bahas sekarang ini Undang-
Undang Tentang Pesantren, paling tidak sebagian besar pesantren itu berada
didalam naungan organisasi kemasyarakat islam ini. Karena itu kami perlu
mendengarkan kira-kira apakah Undang-Undang yang sudah kita bahas ini masih
perlu penambahan atau perlu pengurangan. Itu inti pertemuan kita hari ini.
Perlu juga kami laporkan bahwa Undang-Undang ini, usul inisatif DRP yang
berjudul, Rancangan Undang-Undang Pendidikan Keagamaan dan Pesantren.
Setelah sampai di Komisi VIII diputuskan bahwa Undang-Undang ini pada akhirnya
RUU Pesantren, hilang pendidikan keagamaan karena bergabai hal dan agak rumit,
maka karena itu diputuskan kekhusususan dan kekhasan Undang-Undang ini tidak
di campurkan dengan yang lain.
Maka DIM yang sudah di bahas, dan sudah hampir-hampir rampung itu
mengenai Undang-Undang Pesantren. Yang kedua, perlu kami laporkan bahwa
yang menjadi pembahasan krusial dalam Panja ini satu mengenai definisi. Definisi
sudah hampir rampung didalamnya itu termasuk isinya ada isinyan Kiai, ada
khzanah keislaman kitab kuning, ada santri, ada menanamkan nilai-nilai NKRI dan
Islam moderasi.
Itu inti dari definisi. Kemudian di Kelembagaan pesantren ini menjadi tiga
fungsi:
1. Fungsi pendidikan, 2. Fungsi dakwah, 3. Fungsi pemberdayaan masyarakat,
- 4 -
Difungsi pendidikan pesantrean ini mengelola mulai dari diniyyah islamiah
sampai ula. Jadi mulai dari tingkat bawah sampai pergurang tinggi. Itu mengenai
kelembagaan. Dikelembagaan ini karena tadi didefinisi ada Kiai maka Kiai pun ada
satu Pasal yang khusus. Jadi Kiai merawat menjadi khazanah keisalaman kita jadi
ada ke khususan, jadi Kiai ini bagian tersendiri di beberapa Pasal kalau tidak salah.
Kemudian yang menjadi kekhawatiran kita adalah kemandirian pesantren
yang dimaksud kemandirian ini bukan membirakan pesantren mandiri, kalau
membirkan pesantren mandiri tidak usah di tanya lagi. Jauh sebelum Indonesia ada
pun pesantren sudah mandiri. Yang disebutkan mandiri itu negara Pemerintah tidak
boleh masuk subtansi kurikulum pesantren. Maka kemandirian itu dia yang mengatur
yang layak di, menjadi kekhususan pesantren karena satu pesantren dengan
pesantren yang lain itu hampir-hampir tidak ada yang sama, sesuai dengan Kiai nya
sendiri masing-masing. Ada yang konsentrasi di tafsir, ada yang konsentrasi di
tasauf, ada yang di hadis, dan lain-lain. Itu yang menurut para Anggota Panja yang
menjadi krusial.
Kemudian, di Bab Keuangan. Keuangan ada menjadi tiga poin didalam
Undang-Undang ini:
Keuagan tradisionil, itu yang dikelola biasnya ibunyai yang mengelola.itu tidak
di urusi oleh Undnag-Undang. Kemudian Undang-Undang ini memerintahkan
sebagai kewajiban negara dalam sejarah yang panjang ini. Harus masuk tercantum
jelas di APBN dan APBD. Jadi selama ini kita agak kesuliatan, teman-teman di
banggar, semua teman-teman itu selalu ngotot kenapa transfer daerah yang non-
fisik itu di daerah kok tidak masuk ke Pesantren. Karena itu butuh payung Undnag-
Undang karena itu nanti maka masuklah keuangan daerah di APBD itu boleh,
menyalurkan ke pesantren.
Kemudian yang selam ini menjadi kita serasa menjadi anak yatim itu. Selalu
lulusan pesantren ini tidak diakui ijazah kecuali Mu'adalah (penyetaraan) dulu atau
dia membuat formal. Sehingga sebagian besar pesantren itu ada yang non-formal
harus dilakukan formal mengikuti kurikulum Pemerintah. Padahal lulusan-lulusan
yang normal ini sebetulnya jauh melebihi kemampuannya di banding yang formal itul,
mungkin kita mendengarkan bahwa SDM atau mahasiwa luar yang mahir dengan
khazanah keislaman di tingkat mahasiwa itu di bangga-banggakan ahli tafsir, ahli
baca kita kuning, dan lain-lain. Padahal sesungguhnya mereka memperoleh itu bukan
yang formal itu. Tetapi kok tidak kunjung di akui maka Pasal-Pasal itu, kita membuat
Pasal bahwa pesantren yang sudah masuk nanti aka nada kategori sekategori itu
apakah sertifikasi atau paling tidak ada akreditasi. Tidak semua pesantren otomatis.
- 5 -
Maka pesantren yang sudah masuk akreditasi katakan A nanti itu, otamatis
tidak perlu ada mu’adalah, apapun yang ada disitu itu lulusannya di akui mau
melanjutkan atau mau bekerja. Itu menurut kita penting.
Dan yang berikutnya mengenai keuangan tadi karena anggaran APBN, APBD
akan masuk membantu pesantren. Ini saya ingin ilustrasi saja. Ada pesantren di
kampung saya. Kampung saya di Tapanuli, Pimpinan pesantren nya itu sudah diberi
penghargaan sebagai pejuang, pejuang kemerdekaan Pak, jadi berdirilah pesantren
ini pada tahun 1935, dan lulusannya sampai sekarang pesantren ini sudah di
manfaatakan negara sudah dipakai tenaganya, sebagian ada di Kemenag, sebagian
dimana-mana. Peratapakan pesantren itu Pak, sampai sekarang masih itu, masih
yang tahun-35 itu atapnya saja yang bolak-balik di ganti. Inikan pesantren
Pimpinanya, pejuang tetapi negara tidak perduli. SDM anak bangsa sudah di
cerdaskan oleh pesantren, masa tidak malu Pemerintah melihat gedung itu. Karena
itu kita berharap APBN, APBD akan membantu itu. Sekalipun kita memahami
sebagian pesantren tidak perduli itu lagi, kalau hanya anggaran 500 juta ada yang
tidak perduli Pak, tidak butuh kalau 500 juta, tetapi kalau diatas itu dia perduli. Tetapi
sebagian besar masyarakat kita yang sudah mengambil alih tugas negara ini, masih
butuh 100 juta untuk tempat anak kita untuk di didik.
Kami kira itu yang sebagian besar sudah tercapai didalam Panja, yang tadi itu
saya lupa Pasal Kiai itu kalaupun nanti APBN, APBD tentu akan masuk pengawasan
Pak, karena uang negara harus diawasi, yang diawasi itu operasionalnya bukan
Kiainya. Makanya tadi ada Pasal tentang Kiai, tidak boleh. Nanti akan dibentuk
semacam pengelola keuangan di pesantren, di wilayah-wilayah itulah pengawas
keuangan dari Pemerintah ini yang boleh masuk. Kita tetap menjaga rumah Kiai dan
Kiai itu sendiri.
Kami kira itu perkembangan yang bisa kami laporkan pada para Pimpinan
Ormas Islam. Namun demikian, kami berharap Undang-Undang ini bisa menjadi,
mengukuhkan martabat pesantren. Mengukuhkan pesantren ini sebagai penjaga
nilai-nilai moral kebangsaan kita. Karena itu Undang-Undang ini menurut kami
penting karena itu kami tidak mau Undang-Undang ini luput dari Pasal-Pasal yang
kita butuhkan, itulah makanya hari ini kita mengundang Bapak-Bapak untuk hadir
disini. Itu sifatnya, sebetulnya kami hanya ingin menerima masukan saja, masukan
dari pada Bapak-Bapak, poin apa saja yang perlu ditambah dan kemudian poin apa
yang di khawtirkan bisa memerangkap pesantren dari Pasal-Pasal yang sudah kita
buat. Kalau itu dianggap memerangkap kita buang, kalau perlu tambahan yang lain
kita masukan.
Waktu hari kemarin kita sudah mengundang beberapa pesantren, ada usulan
mereka tambahan untuk memperjelas posisi pesantren bisa membangun jaringan,
jaringan itu bisa nasional, bisa regional, bisa internasional. Jadi keinginan pesantren
- 6 -
kemarin. Apakah di fungsi pendidikan maksudnya atau di fungsi pemberdayaan
masyarakat, atau di fungsi dakwah terserah yang penting pesantren bisa
membangun jaringan seluruh kawasan nasiona, regional, dan internasional. Itu
usulan di pesantren di hari kemarin.
Demikian pengantar dari kami, kami persilakan. Saya persilakan dari urutan
yang di saya ya Pak. ini dari:
1. PBNU ada : Kiai Roby Kin, kemudian ada Kiai Haji Abdul Gofar Rozim, kemudian ada Abdul Waid, kemudian ada Pak Nafis Husni ini dari.
2. Dari Muhammadiyah ada Dr. Maskuri ED, kemudian ada Dr. Trisno Rahajo, M.Hum.
3. Dari Al-Irsyad, Al-Irsyad berhalangan ya. 4. Kemudian Al Jam'iyatul Washliyah ada Dr. H. Halfian Lubis, SH, MA., 5. Kemudian dari Dewan Dakwah ada Romli Kamarudin. 6. Kemudian ada dari Persis ada Bapak Al Furqon.
Kami persilakan dari PBNU dari empat nama ini terserah siapa yang
menyampaikan.
Persilakan.
PBNU:
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
Selamat siang untuk kita semuanya,
Terima kasih pada Pimpinan Panja Komisi VIII yang telah mengundang kami
untuk RDP,
Rekan-Rekan dari pengurus Ormas yang hadir pada kesempatan kali ini, ada
Muhammadiyah, ada Persis, Dewan Dakwah, Al Jam'iyatul Washliyah,
Dan juga seluruh Anggota Panja yang saya hormati.
Nahdatul Ulama setelah ada wacana tentang pembentukan Undang-Undang
pesantren apalagi setelah ada draft RUU Pesantren telah melakukan berbagai
kajian baik dalam bentuk FGD maupun yang lain-lain. Kajian itu dilakukan
menyeluruh, yang digawangi langsung oleh RMI asosiasi pesantren Nahdatul
Ulama, yang ketuanya ada disebelah saya Kiai Haji Abdul Gofar Rosyid.
Dalam pandangan Nahdatul Ulama ada slide yang sudah kami persiapkan.
Dalam pandangan kami ada beberapa hal yang memang masih belum masuk materi
muatan secara tajil. Kajian kami atas draft RUU Pesantren terakhir yaitu 27
September 2019 yang meliputi 10 Bab, 42 Pasal itu ada 8 item pokok:
- 7 -
Yang pertama mengenai definisi pesantren, yang saya kira sudah
disampaikan. Yang kedua mengenai apasih sebetulnya inti dari pesantren itu, kita
sebut saja istilah ada lima rukun pesantren di dalamnya ada Kiai, ada santri, ada
asrama atau pemondokan, ada masjid, ada mushola, dan juga kitab kuning. Itu
menjadi bagian itu yang kita sebut sebagai pesantren.
Yang berikutnya terkait dengan fungsi pesantren yang tadi sudah disebutkan.
Fungsi dakwah, pendidikan, dan dakwah. Kemudian sebagai lembaga dakwah tentu
saja punya turunan, begitu juga lembaga pendidikan dan juga lembaga
pemberdayaan.
Yang ketujuh, saya langsungkan saja disitu ada fungsi pembinaan yang
dilakukan oleh Kementerian Agama dan poin kedelapan dari seluruh rangkuman ini
adalah terkait dengan pendanaan pesantren yang sumber utamanya adalah berasal
dari pesantren, dan kemudian di bantu oleh anggaran negara baik pusat maupun
daerah, APBN maupun APBD.
Slide berikutnya beberapa hal strategis yang menurut hemat kami belum
terakomodir adalah:
Yang pertama, RUU Pesantren yang saat ini belum mengembangkan upaya
dan road map sebagaimana agar pesantren dapat berperan besar untuk mendorong
sebagai Indonesia kiblat Islam moderat di dunia. Jadi masih fokus untuk moderasi
keagamaan di Indonesia saja. Mimpi kami adalah Undang-Undang Pesantren ini
harus menjadi ruang bagi tumbuhnya dan menjadi sentral untuk Islam moderat di
dunia, itu harapan kami.
Yang kedua RUU Pesantren belum menjadi jembatan bagi pesantren untuk
menghadapi persoalan-persoalan atau masalah strategis pesantren dan bangsa,
misalnya bagaimana respon pesantren terhadap perkembangan teknologi mutakhir
terkait Revolusi Industri 4.0 misalnya. Dan bagaimana juga agar pesantren turut aktif
dalam upaya pencapaian target FDGs dan ya itu sama sekali belum terlihat.
Yang ketiga kami melihat RUU Pesantren yang ada ini masih meletakan
pesantren sebagai objek atau bahasa lainnya masih meletakan sasaran program
kelembagaan oleh negara. Sehingga pesantren diprotret sebagai entitas yang masih
lemah yang masih di tolong, padahal dalam pandangan kami RUU Pesantren
pembentukan Undang-Undang Pesantren yang sekarang dalam proses ini,
seharusnya menjadikan pesantren dalam posisi sebagai subjek pembangunan
pencapaian cita-cita bernegara. Dalam hal ini posisi pesantren harus diletakan
hubungannya dengan negara sebagai hubungan yang mutualistik atau bermitra.
Jadi tidak semacam charity negara untuk pesantren, begitu.
- 8 -
Beberapa hal berikutnya mengenai norma-norma yang dirumuskan dalam
materi muatan Pasal didalam Undang-Undang didalam RUU yang ada, yang
berpotensi justru bisa mengintervensi dan mengurangi kemandirian pesantren untuk
mengatur dirinya sendiri. Meskipun ketua Panja sudah menyampaikan bahwa
menjaga kemandirian penting, tetapi kami melihat semangat itu belum tertuang
dalam materi draft Pasal, misalnya Pasal 20 disitu terkait penjaminan mutu
kemudian Pemerintah dalam hal ini Kemenag dapat mengukur konten dan kualitas
pesantren. Tentu ini menjadi pintu masuk yang mengurangi indepedensi atau
kemandirian pesantren. Padahal disampaikan tadi semangat nya adalah untuk
menjaga kemandirian pesantren.
Termasuk yang menjadi kritik kami adalah disitu melalui pintu Kemenag itu
bisa menentukan jenis-jenis kualitas pesantren, dalam hal ini kualitas pendidikannya.
Di sisi yang lain lembaga seperti Dewan Masyaikh jauh lebih relevan. Jadi kalau
Dewan Masyaikh itu artinya bahwa mereka dipilih oleh dan untuk mereka, sehingga
tidak ada kekhawatiran, tidak ada keraguan bahwa memang tidak ada kepentingan-
kepentingan yang lain selain memperkuat dan peran pesantren.
Dengan demikian maka diharapkan materi muatan nanti, di materi muatan
Pasal-Pasal yang ada di Undang-Undang Pesantren ini Pemerintah hanya berfungsi
untuk melakukan fasilitasi bukan mengatur begitu rupa dan mengakibatkan yang
berpotensi mengakibatkan kemandirian/independensi pesantren terkurangi.
Contoh lain adalah Pasal 32 – 34, Pasal ini juga kita tahu bahwa sebaik apa
pun rumusan norma di dalam satu Pasal di Undang-Undang misalnya. Dalam
banyak hal tergantung pada pelaksanaanya. Pasal ini berpotensi memberikan ruang
bagi Pemerintah atas nama pembinaan terhadap pesantren untuk melakukan
sebuah pemaksaan tertentu kepada pesantren. Jadi mohon menjadi bagian yang
dicermati.
Selanjutnya, dengan menyampaikan beberapa hal yang tadi kita sudah
kemukakan, maka kami memandang bahwa partisipasi untuk pembahasan RUU
Pesantren ini masih membutuhkan waktu dan perlu di perluas. Kami berharap
bahwa pengutamaan kualitas dan mutu Undang-Undang yang sekarang dalam
pembentukan jauh dikedepankan dari pada semata-mata mengejar target, meskipun
kami bisa memahami kalau misalnya Pemerintah dan DPR berharap RUU ini selesai
dalam masa sidang periode ini tetapi harapan kami bahwa selesainya RUU ini tidak
menyisakan persoalan di kemudian hari yang sudah kami sampaikan tadi itu.
Kalau kita review sebetulnya catatan-catatan pendek kami mau menegaskan
hal sebagai berikut :
- 9 -
1. RUU Pesantren ini tidak boleh menempatkan pesantren dalam kondisi tidak berdaya dan butuh pertolongan Pemerintah, butuh pertolongan negara. Jadi sekali lagi butuh perlu pemastian bahwa seluruh materi muatan tidak mengesankan begitu. Oleh karena itu, pesantren tidak di tempatkan sebagai objek tetapi sebagai subjek aktif yang berdaya.
2. Peran Pesantren, sekali lagi kami berharap Pemerintah memfasilitasi pesantren dalam kancah pergaulan dunia. Yang itu tadi adalah untuk memoderasi pemahaman keagamaan dan sekaligus juga menempatkan Indonesia adalah kiblat Islam moderat di dunia, melalui peran pesantren. Yang didaldamnya fungsi dan peran perdamian dan kemanusiaan sehingga dunia menjadikan Indonesia sebagai rujukan utama.
3. Kami berharap betul satupun ada Pasal atau bahkan frase yang ada didalam Pasal atau Ayat tertentu yang membuka ruang bagi berkurangnya independensi dan kemandirian pesantren, apalagi menjadi karpet merah bagi masuknya intervensi negara.
4. Terakhir, imajinasi pesantren. Kami masih melihat bahwa RUU masih fokus terhadap penguatan lembaga belum pada pengembangan imajinasi pesantren yang strategis kedepan.
Dalam hal seperti ini maka sekali lagi yang terakhir kami perlu tegaskan,
kalau hal-hal demikian belum masuk di dalam materi muatan RUU dan ruh nya
belum seperti ini kami berharap untuk tidak dipaksakan, disahkan, dalam periode ini
dan kami meminta menyampaikan secara resmi sikap Nahdatu Ulama agar kalau
masih seperti ini keadaanya, pembahasannya bisa tidak dilanjutkan alias di tunda.
Tetapi dalam hal apa yang kami sampaikan pada akhirnya terakamodasi maka kami
tentu saja bisa menerima.
Saya kira demikian nanti kalau ada penambahan atau nanti kalau ada dialog
dilanjutkan tetapi perkenankan saya dan Kiai Masduki mohon izin, tidak bisa sampai
akhir tetapi Gus Rozin, dan teman-teman masih ada disini. Sehingga kalau dialog
nanti bisa dilanjutkan dengan tim, apalagi kebetulan yang menggodok, yang
menggawangi adalah RMI.
Sekali lagi terimakasih untuk semuanya, pasti ada kurang kata atau kelebihan
kata yang boleh jadi kurang sesuai adab yang seharusnya kami memohon maaf
yang sebesar-besarnya.
Allahummafiq Ila Aqwamith Thoriq,
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT :
Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.
Terima kasih, Kiai Robikin.
- 10 -
Tadi saya mohon maaf memperkenalkan Nafis Husni, ternyata tidak hadir
diganti oleh, oh ada lima ya, berarti ada satu lagi Pak Musdaki, cuma sudah mau
pamit. Ini sepertinya tidak menarik he he.
Terima kasih kepada PBNU, kita persilakan ke Muhammadiyah. Ada Pak
Maskuri, ada Pak Trisno.
Persilakan Pak.
PP MUHAMMADIYAH :
Terima kasih.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pertama kami mohonkan pamit seharusnya juga hadir bersama kami Ketua
Muhammadiyah yang membidangi hukum dan kebijakan HAM, Bapak Busyro
Muqoddas. Namun beliau masih di Jogja karena ada keluarga yang sakit.
Kami sudah menyiapkan pandangan Muhammadiyah terhadap Rancangan
Undang-Undang Pesantren dan telah kami berikan kepada sekertariatan.
Sebelumnya kami ingin sampaikan bahwa Muhammadiyah ini selalu dilihat pada
aspek banyaknya perguruan tinggi, sekolah menengah dasar sampai taman kanak-
kanak, serta rumah sakit. Tapi kami perlu sampaikan, Muhammadiyah juga
mengelola 324 Pesantren. Disebelah saya Dr. Maskruri adalah ketua lembaga
pengembangan pesantren Muhammadiyah.
Muhammadiyah memandang RUU Pesantren tidak dapat dipisahkan dari
Undang-Undang Pendidikan Nasional. Dengan demikian pengaturan yang lebih
tepat menurut pandangan kami adalah memasukan materi dalam RUU Pesantren
dan pendidikan keagamaan dalam naskah perbaikan Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional. Jadi semua muatan materi yang ingin dimasukan dalam
Undang-Undang menurut pandangan Muhammadiyah itu sebaiknya masuk dan
lebih jelas lagi didalam salah satu Bab di Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar 1945 mengingat telah ditegaskan bahwa pendidikan itu berada dalam
satu sistem.
Kemudian, kami Muhammadiyah memandang Rancangan Undang-Undang
yang dibahas di DPR RI yang berawal dari RUU insiatif DPR yang tadi sudah
disampaikan Nomenklaturnya adalah Rancangan Undang-Undang Pesantren dan
Pendidikan Keagamaan, dan telah pula disampaikan saat ini disetujui menjadi RUU
Pesantren ini perlu dibahas dengan sebaik-baiknya. Mengingat ada persolan-
- 11 -
persoalan krusial yang bersifat disintegratif, diskriminatif, dan subordinat. Karena
semula didalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan itu disamping
pesantren ada juga pendidikan-pendidikan keagamaan yang lain, meskipun tadi
sudah disampaikan terlalu kompleks kalau diatur didalam satu Undang-Undang.
Apakah ini berarti kedepan akan ada pula Undang-Undang pendidikan keagamaan
non-Islam. Ini patut di pertimbangkan, perlu ada landasan yang kuat yang mendasari
pijakan filosofis, pijakan sosiologis, dan pijakan yuridis yang baik, sehingga dapat
dipastikan adanya RUU Pesantren ini betul-betul sudah dikaji dengan sebaik-
baiknya. Tidak ada keliru bahwa RUU ini bisa ada tetapi perlu dilakukan kajian yang
mendalam sehingga kami menyatakan Nomenklaturnya adalah pendidikan,
sehingga tidak cukup dibahas oleh Komisi VIII tetapi juga Komisi X, atau Komisi lain
yang dianggap berkopeten untuk berbicara hal ini dan juga melibatkan semua stake
holder yang diperlukan baik Pemerintah maupun didalam masyarakat. Sehingga
betul-betul ada kepastian ini tidak bertentangan dengan Konstitusi.
Kemudian, Muhammadiyah memandang apa yang telah diatur didalam
Pemerintah dan Perturan Menteri Agama telah dapat memberikan ruang
berkembangnya pesantren dan upaya melakukan perbaikan sesuai dengan
perkembangan yang ada, dalam pengelolaan pesantren dan akan lebih dilakukan
karena hanya melibatkan Eksekutif didalam penyusunan perturan. Mutan-muatan
materi yang dianggap baik utuk berkembangnya pesantren itu akan lebih baik di
lakukan dalam tingkat peraturan Pemerintah. Kami melihat ini akan semakin bagus
kebijakan-kebijakan ini di tata dan dilakukan melalui cukup peraturan pemerintah.
Baru nanti yang dianggap apa yang sudah diupayakan sedemikian rupa peraturan
Pemerintah itu belum memberikan ruang gerak pesantren menjadi lebih baik dan
sebagaimana yang tadi dijabarkan dari Nahdahtul Ulama, kami sepakat itu bagus
sekali nah itu materi-materinya kalau sudah bisa di atur dalam peraturan Pemerintah
insyallah kemandirian pesantren akan tetap terjaga dan pesantren menjadi ujung
tombak dalam melakukan moderinisasi dan juga menjadi Islam moderat.
Kemudian kami melihat bahwa tujuan pengaturan RUU Pesantren agar ada
kesetaraan regulasi program kegiatan dan anggaran ini kemungkinan malah tidak
bisa diatur. Tidak bisa tercapai karena ada persoalan-persoalan yang kami sebutkan
tadi sebagai disintegrasi, diskriminasi, dan suboordinasi. Kalau kita melihat dari
rancangan ini menegaskan bahwa pesantren itu dari kemandirian berasal dari
masyarkat. Dan tidak ada pesantren negeri berarti, karena dari masyarakat. Karena
ini jelas menegaskan kepada pengaturan kepada pesantren yang dimunculkan dari
masyarakat, maka pendidikan pesantren dan pendidikan keagamaan itu bisa berada
dalam dua Undang-Undang yang satu ada didala Undang-Undang Pesantren ini bila
disahkan, yang satu ada didalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Mana yang ada dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional? Yaitu semua
pendidikan keagamaan negeri. Karena menereka akan diatur diketentuan sistem
pendidikan nasional, justru satu pendidikan ini dua Undang-Undang ini malah
- 12 -
menunjukan ada dua sistem yang membangun. Maka ini perlu ada kajian yang
sungguh-sungguh yang melihat dari sisi filosofi, sosiologi, dan yuridis pemisahan
yang dimikian.
Kemudian Muhammadiyah setelah mencermati naskah rancangan Undang-
Undang Pesantren yang saat ini tengah dibahas sebagaimana terlampir bersama
undangan rapat dengar pendapat umum dalam Rancangan Undang-Undang
Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, perlu dilakukan pengkajian dan pendalaman
yang menyeluruh. Berdasarkan beberapa DIM yang sudah disampaikan, kami
melakukan pengkajian. Pertama tentang judul kami sudah tegaskan, kalau ini
menjadi pesantren itu menjadi persolan besar, karena naskah akademik pasti tidak
membahas tentang aspek-aspek mengapa tidak terjadi pemisahan antara
pendidikan pesantren ataupun pendidikan kegamaan Islam dengan pendidikan-
pendidikan non-Islam. Ini perlu diperhatikan, apalagi kemudian antara pengaturan
pendidikan Islam sendiri antara swasta dan negeri itu juga diatur dalam Undang-
Undang berbeda kami katakan bisa mengatur suboordinasi karena pendidikan
pesantren dan pendidikan agama Islam itu diatur dalam Undang-Undang.
Sedangkan pendidikan agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu itu diatur
didalam peraturan Pemerintah. Malah justru lebih rendah dari apa yang ada. Apakah
memungkin kan? Itulah yang perlu dikaji secara mendalam.
Kemudian pengertian pesantren dalam RUU Pesantren menegaskan sebagai
lembaga yang berbasiskan dan dirikan masykarat, menjadikan terjadi pemisahan
secara tegas diselenggarakan oleh lembaga masyarakat dan diselenggarakan oleh
negara dimana pendidikan MI/MTS/MA akan berbeda dasar pengelolaan dan
pendanaan serta penjaminan mutu bahkan sampai ditingkat perguruan tinggi.
Kemudian terkait DIM 144 – 148 penyetaraan pendidikan pesantren non-
formal. Muhammadiyah memandang penyetaraan diperlukan dan diatur sesuai
dengan pendidikan lanjutan yang akan ditumpuh setidak-tidaknya dalam bentuk
matrikulasi dan ini bisa di kaji lebih mendalam lagi. Perlu bagaimana kemudian
pengaturan tetapi tidak terlalu menyulitkan bagi mereka untuk melanjutkan.
Kemudian terkait DIM 144,148 berkaitan dengan akreditasi. Muhammadiyah
juga berpandangan tetap diperlukan akreditasi dilaksanakan sebagai proses
penjaminan mutu. Kemudian Muhammadiyah memandang esensi terkait Pasal 16
terkait dengan DIM 195, khususnya Pasal 16 Ayat 1 dapat dipertahankan karena
diusulkan dihapuskan hanya pada Ayat 1 nya saja. Kaitannya terkait dengan
pengabdian pada masyarakat. tetapi yang kaitannya bahwa ada program-program
Pemerintah yang tadi disamapikan oleh Nahdahtul Ulamah ini menjadikan pesantren
tidak bisa mandiri karena menunggu program tetapi esensi di Ayat 1 nya Pasal 16
ini, itu sudah baik tinggal di perdalam lagi mungkin kalau ada yang masih kurang
tetapi hanya itu saja, untuk menjelaskan pengabdian pada masyarakatnya.
- 13 -
Kemudian terkait DIM 976, 984 pengaturan tentang Pendanaan
Muhammadiyah menyetujui masukan dari Kementerian Keuangan yang menyatakan
pernomaan harus menghindari limitasi dan penyebutan presentase. Bahwa
pesantren dinyatakan sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, sehingga
pesantren memiliki hak 20 persen APBN menegaskan bahwa pesantren berada
dalam ranah pendidikan, sehingga pembahasan pesantren perlu melibatkan Komisi
X DPR RI. Pembagian anggaran APBN perlu diperhatikan agar tidak terjadi
diskriminasi, disentegratif, dan suboordinat mengingat dipisahkannya pendidikan
keagamaan Islam dan pendidikan keagamaan non-Islma, kemudian antara
pendidikan keagamaan Islam dan keagamaan negeri.
Kemudian kami melakukan pengkajian di luar yang ada didalam DIM, saya
kira ini nanti bisa dilihat kami bisa untuk memberikan hasil kajian. Nanti kami bisa
kirimkan ke sekretariatan kaitan dengan isi-isi di luar DIM. Kemudian yang terakhir,
Muhammadiyah merekomendasikan agar RUU Pesantren untuk dilakukan perbaikan
bersama dengan perbaikan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Namun
apabila di pandang RUU Pesantren tetap diperlukan maka pembahasannya harus
kembali dilakukan dengan kajian naskah akademik baru yang didalamnya
melakukan kajian untuk memberikan dasar yang kuat atas pemisahan pesantren
dan pendidikan agama Islam dengan pendidikan keagamaan yang lain, pengkajian
tersebut dengan melibatkan berbagai pihak untuk membahas naskah akademin
RUU Pesantren terutama antara Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan,
serta Komisi VIII dengan Komisi X DPR RI untuk memastikan memuatkan materi
dalam RUU Pesantren melibatkan seluruh komponen yang terkait dengan aspek
pesantren. Menjadi penting agar RUU Pesantren tidak bertentangan dengan
konstitusi, dalam hal ini negara hukum sebagaimana diatur dalam Konstitusi.
Demikian pandangan Muhammadiyah yang kami sampaikan pada
kesempatan kali ini, Terima kasih.
Wabillahi Taufiq wal Hidayah,
Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
KETUA RAPAT:
Wa’alaikumsalam warahmatullaahi wabarakaatuh.
Terima kasih, Pak Maskuri.
Kita lanjut ke Jam'iyatul Washliyah, Pak Halfian Lubis.
- 14 -
AL WASHLIYAH:
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Bapak Pimpinan sidang yang kami hormati dan,
Seluruh Anggota dari Komisi VIII DPR RI yang mulia serta,
Sahabat-Sahabat kami, teman-teman kami dari Ormas Islam yang hadir, yang
di undang pada hari ini.
Izinkan kami, saya dari pengurus besar Al Jam'iyatul Washliyah. Saya
sebagai selain ketua adalah sebagai ketua majelis pendidikan Al Washliyah, nama
saya halfian lubis. Ada yang bilang lubis itu luar biasa atau biasa diluar sama Pak
itu.
Bapak-Bapak yang mulia, yang terhormat di Komisi VIII dan juga,
Hadirin dari Ormas.
Kami sudah mempersiapkan sebetulnya berbagai masukan hanya masukan
ini kami buat sangat awal dulu ketika belum ada penghapusan. Setelah ada dikirim
yang baru, itu ada penghapusan. Memang kami mengingkan perlu di hapus tetapi
sudah di hapus, bagus. Jadi catatan ini tidak banyak lagi yang perlu dikoreksi. Kami
setuju dengan apa yang sudah dirapihkan sampai sekarang draf ini. Walaupun tadi
ada masukan dari PBNU, dari Muhammadiyah, itu hal yang sangat bagus untuk
kesempurnaan dari draf RUU ini. Namun ada satu yang sedikit kami soroti dari sini
Pak dan juga teman-teman.
Masih di wilayah definisi, ketika menyebut santri disini. Istilah definisi santri
yang masih tertera sampai pada ini keingin kami ditambah dan diperluas tertera
disini santri adalah peserta didik yang menempuh berjenjang atau mendalam ilmu
agama Islam di pesantren. Dulu kami pernah mengusulkan tidak hanya di pesantren,
tetapi di pendidikan diniyah. Begini alasan kami Ormas Islam di Indonesia ini sangat
banyak dan rata-rata punya lembaga pendidikan, tetapi tidak semua itu sama. Di
Wasliyah yang lahir tahun 1930, di Sumatera Utara, kultur masyarakat Sumatera
Utara itu tidak mengantarkan anak-anaknya untuk mondok, tidak untuk mondok.
Tetapi ada pola lain yang di … kecuali yang ada pondok pesantren, kita mungkin
Bapak Pimpinan dari Tapanuli, disana itu yang sudah ada hanya di Tapanuli
Selatan, di Madina Purba Baru, dan ada satu dua lain disekitar itu. Kalau yang lain,
yang namanya mondok itu sangat sedikit, sangat langka. Maka Al Wasliyah itu lahir
dengan pendidikan diniyah nya itu, itu sangat kuat dan banyak lahir di kota dan ….
Dulu kita memperjuangkan hari santri nasional, itu semua Ormas terlibat, kita semua
terlibat. Yang masuk diniyah itu termasuk adalah santri, yang belajar keagamaan itu
- 15 -
adalah santri tetapi di RUU ini menjadi lebih sempit ada reduksi, sehingga nanti di
beberapa Ormas Islam termasuk Al Wasliyah itu tidak masuk kelompok pesantren.
Lima rukun yang tadi telah disebutkan ada Kiai, ada santri, ada kitab kuning,
ada masjid, baru yang terakhir itu ada mondoknya atau ada asarama. Kalau di Al
Wasliyah itu dari jumlah ada kurang 1.000 lemabaga pendidikan itu empat ini ada
semua. Kita punya Kiai, punya Ustad yang ahli agama, punya murid-murid, punya
kitab kuning, malah alumni-alumni Al Wasliyah yang belajar sampai kismu a’lli itu
juga bisa di terima di luar negeri, bahkan tanpa … itu sangat di akui, bahkan itu
tidak ada mondoknya, jadi ada empat ini, empat rukun sudah punya, satu tidak
punya. Apakah Al Wasliyah mau di delete tidak bisa masuk kelompok RUU
Pesantren ini. Ini yang kami usulkan, ini agak sedih juga kalau memang pesantren
nya. Makanya kami usulkan definisi di awal itu, santri adalah peserta didik yang
menempuh berjenjang atau mendalami ilmu agama Islam di pesantren atau di
pendidikan diniyah keagamaan, ini kultur. Maaf barang kali, yang terkenal itu kan di
pesantren itukan di Pulau Jawa, kalau di Aceh namanya ada munasah, ada dayah,
surau di Sumatera Barat dan sebagainya kultur masing-masing. … memang diniyah
itu.
Jadi usul kami itu satu, definisi santri itu di perluas ini sama dulu ketika kita
sama-sama Ormas Islam ini memperjuangkan untuk dipisahkannya hari santri itu.
Semua, tanda tanga Ormas Islam apakah kemudian Undang-Undang ini sebagian
Ormas Islam harus ditinggalkan karena tidak punya pondok. Ini mohon Bapak-Bapak
ini tolonglah diperhatikan nasib kami yang belum punya asrama pondok tadi itu ya.
Supaya bisa masuk dalam kelompok ini. Kami sangat kuat, sangat kental itu. Al
Wasliyah ketika membuka lembaga pendidikan tahun 1932 atau dua tahun setelah
berdirinya itu adalah diniyah semua, yang menciptakan ulama yang ahli agama. Jadi
dari lima rukun tadi, empat sudah punya, satu saja tidak punya dan paling ada satu
tetapi belum sempurna pesantren.
Berikutnya sudah banyak perbaikan disini kemarin juga masih ada kata-kata
tenaga pendidik dan kependidikan itu tidak ada di Nomenkelatur itu, yang benar
adalah pendidik dan tenaga kependidikan. Tetapi sudah mulai bagus disini, sudah
ada perubahan. Hanya di Pasal 13 Pak, masih tidak perubahan, masih ada disebut
terutama di 45 tadi kita lihat. Ketika menjelaskan pendidikan pesantren atau diniyah
yang mudalah dan pendidikan diniyah yang formal. Diniyah muadalah itu disebutkan
pada Ayat berikutnya itu tentang masa belajarnya itu enam tahun. Tetapi yang
diniyah belum ada tersebut disini, belum di usulkan, yang disebut dengan ula,
wustha, dan ulya berapa tahun sebetulnya? Karena dilapangan ini menjadi suatu
problema, apakah empat tahun itu baru bisa disebut diniyah formal atau enam
tahun? Muadalah jelas empat tahun ini sudah jelas disini. Tetapi tentang diniyah
yang formal, ula, wustha, dan ulya ini belum di perjelas disini. Mohon ini
- 16 -
ditambahkan disini sehingga menjadi draf, menjadi Undang-Undang dia sudah
sangat sempurna,
Dan beberapa masukan lain, karena sudah banyak perubahan ada istilah-
istilah yang dipakai di Kementerian itu, terutama di Kementerian Agama. Kalau
sudah di kabupaten/kota itu yang mengurusi pesantren sebetulnya bukan bidang
urusan agama, urais, bukan ini yang mengurusi pesantren disana, itu lebih disana
kepada PD Pontren, kalo di pusat itu kan PD Pontren (Pendidikan Diniyah dan
Pondok Pesantren). Kalau sudah di Kanwil atau kabupaten/kota disini disebutkan
urais, urais ini lebih banyak ngurusin orang-orang nikah ini Pak. Jadi artinya di draft
ini kita baguskan sampai detail kesana, sehingga menjadi sempurna tidak ada yang
menggelitik disitu.
Masih tertulis disitu, tentang pendidik sudah cukup. Dari Al Wasliyah saya kira
sudah tidak ada lagi karena sudah banyak tentang penjenjangan. Penjejangan itu
selama ini kan, sebagaimana yang ada di PP No. 55 Tahun 2007 itu dia ada tiga,
yang ada di pesantren itu. Ada pesantren yang menyelenggarakan didalam itu
sebuah lembaga kependidikan SMP, SMA, atau SMK nya itu. Ada pesantren yang
melaksanakan tsanawiyah, atau Aliyah seperti tadi yang mengambil pendidikan
formal. Ada yang murni keagamaan tadi. Saya kira kita mengacu kepada tiga ini,
tidak membentuk satu yang lain, kalau ada sistem lain nanti mengganggu kepada
Undnag-Undang Nomor 20 Tahun 2003 atau PP 55 itu, atau ada pemikiran lain.
Kami … disitu saja, sehingga itu dikatakan pesantren itu.
Saya kira demikian pandangan kami, kami sangat meng appreciate dengan
upaya ini sehingga masalah pesantren ini menjadi Undang-Undang, tidak hanya PP
yang selama ini ada, atau mungkin yang lebih rendah dari itu. Demikian kami
sampaikan.
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
KETUA RAPAT:
Wa’alaikumsalam warahmatullaahi wabarakaatuh.
Terima kasih, Bang Alfian.
Kita lanjut dulu Dewan Dakwah, Pak Romli Kamarudin.
DEWAN DAKWAH:
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
…. Romli Komarudin dari pusat kajian Dewan Dakwah.
- 17 -
Yang pertama menghaturkan terima kasih, kepada yang mulia Pimpinan
sidang dan rekan-rekan Ormas lain.
Sebelum memasuki pada beberapa pandangan, kami ingin menyampaikan
prolog terlebih dahulu. Bahwa Dewan Dakwah dan hubungannya dengan pesantren
serta pendidikan dan keagamaan, itu tidak bisa dilepaskan dari pendefinisian
terhadap makna tafaqquh fiddin dan tafaqquh finnas dalam filosofis pendidikan Pak
Natsir. Kami harus menyebu Pak Natsir karena ketika menyebut Dewan Dakwah
tidak bisa terlepas dari Masyumi, Pak Natsir dari Masyumi.
Yang kedua Pak Natsir memberikan terjemahan tafaqquh fiddin dan tafaqquh
finnas itu menjadi sebuah rumusan yang disebut dengan benteng umat atau bengkel
umat. Pertama beliau sebut masjid, kedua pondok pesantren, dan ketiga kampus.
Dan nanti akan dijabarkan dalam visi misi Dewan Dakwah di kemudian.
Para Peserta Rapat terhormat,
Jadi ketika bicara soal, pondok pesantren dan pendidikan kegamaan bagi
Dewan Dakwah sangat percaya terhadap Ormas-Ormas Islam yang ada, yang
memang sudah bergelut sejak lama dalam dunia pendidikan. Karena itu kami
mengenalkan ketika berbicara Dewan Dakwah dan hubungan dengan Pondok
Pesntren dan pendidikan keagamaan, baru beberapa decade belakangan saja
Dewan Dakwah memiliki pondok pesantren Dewan Dakwa. Atau sekolah Dewan
Dakwah dalam makna menengah, dan pertama, lulusan pertama dan lulusan
menengah, dan kampus. Karena pada prispinya Dewan Dakwah, seluruh Ormas
Islam yang berjuang dalam pendidikan dan dakwah itu tidak biesa lepas sentuhan
Allah ya rob, Pak Natsir dulu agar memperhatikan tiga bengkel tadi. Masjid,
pesantren, dan kampus. Karena ini ada hubungan dengan, nanti persoalan kaitan
antara seperti apa lulusan pesantren. Walaupun Pak Natsir tidak membangun
pondok pesantren, tetapi dulu sudah menyerahkan ke Ormas-Ormas dengan
membagi semua hadiah. Yang diberikan oleh Amir Faisal, agar anak-anak pribumi,
agar anak-anak Muslim di negeri ini bisa menyekolahkan anaknya, bisa beasiswa di
Timur Tengah khususnya.
Maka untuk sekedar mengingatkan sejarh ada kader yang sangat hebat dari
Nahdatul Ulamah, Profesor Ali Mustofa Yakub itu tidak terlepas dari sentuhan Pak
Natsir, ada Profesor Yunahar Ilyas dari Muhammadiyah itu tidak bisa lepas dari
sentuhan Pak Natsir, dari K.H. Adnan Lubis dari Al Wiyah, kemudian dari banyak
lagi Madlaul Anwar, hampir tidak bisa lepas dari sentuhan Pak Natsir terkait dengan
kependidikan dan kepesantrenan, begitu sangat di junjung tinggi maksud saya.
Artinya ketika Panja DPR menyangkut persoalan pentingnya Rancangan Undang-
Undang yang lebih Paripurna, dan Dewan Dakwah sebagai terundang kami sangat
- 18 -
apresiasi sekali dan mengucapkan terima kasih, dan mohon maaf Pimpinan tidak
bisa hadir, saya Romli Komarudin dari pusat kajian Dewan Dakwah.
Adapun beberapa hal yang perlu kami sampaikan. Pertama soal
pendefinisian pesantren, tadi sudah disinggung dari rekan kami dari Al Wasliyah.
Memang betul tidak semua lembaga pendidikan Ormas memiliki lima rukun dan
tentu pendidikan yang kami rintis pun, tidak sampai pada lima rukun itu. Mungkin
agak mirip-mirip dengan Persis yang namanya pesantren persatuan Islam namun
tidak semua, artinya bisa mencukupkan dari lima rukun yang tadi tetapi bagi kami
namanya tetap pesantren. Perluasan definisi antara Salafiyah asriyah, ini perlu
ditegaskan agar tidak terjadi dalam kesimpula akhir, ketika menyebut pesantren itu
konotasinya salafiyah dalam makna yang lebih sempit lagi, gitu. Artinya yang asriyah
yang lain tidak masuk pada kategori pondok pesantren, padahal namanya sudah
pondok pesantren. Adapun kalau memang ada kekurangan justru disini Pemerintah
hadir untuk menyempurnakan. Kalau memang ada yang perlu dibantu disitulah
Pemerintah memiliki kewajiban untuk membantu menyempurnakan saya fikir. Agar
tercapainya lima unsur tadi.
Kemudian yang kedua soal pengembangan literasi Dewan Dakwah melihat
kitab kuning sudah pasti wajib. Bagi pesantren, tidak sah dikatakan pesantren kalau
disitu tidak ada kitab kuning. Tetapi pemaknaan terhadap kitab kuning ini harus lebih
dikembangkan kemabli artinya menjadi kitab putih, Kitab putih yang dimaksud
meliputi literature-literatur yang dilupakan selama ini oleh pondok pesantren itu
sendiri adalah literature ketokohan.
Ini ada beberapa pengalaman dari saudara-saudara kita di Malaysia hampir
tiap tahun datang ke Jakarta, ketika kami tanya ABIMM (Angkatan Belia Islam Muda
Malaysia). Apa yang menyebabkan anda semua terdorong untuk datang ke Jakarta
sampai ruti tiap tahun, ingin belajar ketokohan Indonesia masa lampau, itu
jawabannya. Nah nampaknya kami dapat … (Suara Terputus)
F-P.NASDEM (KH. DJA’FAR SODIQ, SH.):
Mohon maaf Pimpinan.
Sebentar Pak, kalau boleh minta fotokopi nya. Ini saya bersaran Anggota
tidak hadir bisa mendapatkan juga.
Terima kasih.
- 19 -
DEWAN DAKWAH:
Rekan-rekan ABIMM ketika ditanya, jawabannya ya kami banyak perlu belajar
kepada tokoh-tokoh di Jakarta. Karena kami bisa berkembang di Malaysia, karena
belajar pada tokoh-tokoh Jakarta. Lalu kami tanya, apa yang mendorong, yang
menjadi catatan dari tokoh-tokoh kami di Jakarta? Kegigihannya katanya. Sampai-
sampai kami mendapat undangan, justru ketokohan Buya Hamka, ketokohan Hasan,
ketokohan Natsir, ketokohan K.H. Wahid Hasyim, dan lain sebagainya banyak di kaji
di Malaysia. Nampaknya di pondok pesantren kita, kering dari ketokohan itu.
Jadi tolong dimasukan pengembangan literasi, literasi ketokohan agar kita
tidak kehilangan arah pijakan tokoh-tokoh. Jujur minggu-minggu ini kami suka
mendapatkan tawaran dari salah satu Deputi Kementerian Kerajaan Saudi Arabiah,
Dr. Abdul Azis Amar, agar ketokohan-ketokohan di negeri ini dipopulerkan di Saudi
Arabia. Yang pertama mereka minta salah satu tokoh kita begitu. Muhammad Natsir
yang Alhamdulillah sedang dirancang dan akan diterjemahkan kedalam dua bahasa,
bahasa Inggris dan bahasa Arab, dan itu permintaan.
Kemudian yang ketiga, soal kelembagaan dakwah. Bagi kami dakwah include
di dalamnya pendidikan, termasuk didalamnya ya pondok pesantren, terjaring dalam
dua kalimat binaan dan bifaan, begitu ya. Umat di bina, umat juga di jaga, di kawal
akidahnya. Maka ini terlahir visi-misi Dewan Dakwah yang disitu terkait dengan
pendidikan, tidak bisa lepas dari lima pokok misi kami dan itu kami sebarkan juga ke
pesantren-pesantren. Mengawal akidah Islam, menegakan syariah Islam, merekat
ukhuwa Islamiah, menjaga keutuhan NKRI, mendukung solidaritas Dunia Islam.
Jujur senag tidak senang, suka tidak suka pandangan selama ini, ada pandangan-
pandangan miring terhadap pesantren ataupun pesantren tertentu Dewan Dakwah
mempunyai kewajiban melakukan pembelaan terhadap mereka.
Ini soal pesantren, saya mohon dalam Rancangan Undang-Undang pun bisa
dimasukan sejauhmana pesantren bisa berekspresi tentang lembaganya tanpa ada
rasa takut untuk mengembangkan apa yang ada filosofi pendidikannya dan ini perlu
pengawalan. Saya pikir tidak etis, ketika ada satu yang dijunjung tinggi, ada yang
satu merasa tadi, teranak-tirikan. ini lebih teranak tiri kan lagi barang kali. Ini bisa
berbahaya.
Saya fikir adapun hal-hal yang lain, karena tadi sudah terwakili dengan yang
lain pada prinsipnya kita setuju bahwa konsep rahmatan lil alamin, itu perlu kita
bangun berkemajuan, ke nusantaraan perlu kita bangun, tetapi dalam definisi-
definisi yang wajar, yang tentu selama tidak keluar koridor kebangsaan. Saya fikir
demikian.
Terima kasih.
- 20 -
Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
KETUA RAPAT:
Wa’alaikumsalam,
Kita lanjut dulu Persis, Pak Furqon.
PERSIS:
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Yang saya hormati Pimpinan Komisi VIII,
Yang saya hormati Anggota Panja Pesantren,
Yang saya hormati juga Kesekertariat Komisi VIII,
Begitu juga sahabat-sahabat kami dari PBNU, PP MUHAMMADIYAH, Al
Jamiatul Wasliyah, dan juga dari Dewan Dakwah.
Saya akan awali, penyampaian pemaparan ini, kata-kata Cak Nur. Cak Nur ini
pernah mengatakan, seandainya kita tidak pernah dijajah oleh Belanda mungkin
pesantren Krapiak, pesantren di Jombang itu sama akan berdiri sama seperti
Harvard University atau Oxford University, kenapa karena Harvard, Oxford adalah
asalnya sekolah keagamaan, kalau dikita ini ya pesantren lah. Bagi kami orang
pesantren, alumni pesantren yang pernah mondok di pesantren. Suka tidak suka,
diakui atau tidak diakui selama ini sistem pendidikan di pesntren itu jadi anak tiri.
Namun demikian pendidikan di pesantren berjalan terus. Bayangkan untuk
mendirikan pesantren cari tanah wakaf, bangun sekolahnya wakaf, iuran dari
masyarakat, bayar iuran dari masyarakat, bayar buruhnya juga lillah. Orang yang
datang ke pesantren cukup membawa beras, kitab juga dihutangi santrinya
bermacam-macam lah. Jadi seakan-akan kami ini mengembangkan pendidikan ya
sendiri saja, Negara tidak ada, Pemerintah tidak ada. Saya terus terang sebagai
alumni pesantren merasa bersyukur akan lahirnya RUU ini. Namun demikian
memang perlu beberapa hal dijadikan catatan. Namun sebelum masuk hal tersebut,
saya ingin menyampaikan sedikit tentang Persatuan Islam (Persis) dan juga
hubungannya dengan pesantren.
Persis didirikan seperti juga Ormas-Ormas Islam yang lain, Sarekat Islam
1905, Muhammadiyah 1912, Persis 1923, Nahdatul Ulam 1926, Jamiyatul Wasliyah
1930. Ini pada dasarnya adalah berdirinya pesantren atau Ormas-Ormas ini adalah
untuk anti-tesa terhadap pendidikan Hindia Belanda, sebetulnya itu. Persis dan
- 21 -
Ormas lainnya berkontribusi terhadap tumbuhnya gerakan nasional lawan
penjajahan Belanda dan juga Jepang.
Persis berdiri di Bandung, 12 September 1923 bermula dari study club
kemudian Persis fokus pada gerakan dakwah pendidikan terutama pendidikan
keagamaan. Sejak 1932 Persis telah mendirikan sekolah pendidikan Islam (Pendis)
di Bandung. Kemudian 1936 Persis mendirikan pesantren di jalan Pejagalan, di Kota
Bandung. Hingga kini telah ada 327 sekolah dan madrasah, serta 353 pesantren
didiriakn Persisi baik di Sumater Barat, Riau, Jawa Barat, khususnya Banten, DKI
Jakarta, Jawa TImur, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo.
Pesantren Persis ditujukan sebagai lembaga tafaqquh fiddin. Pesantren
Persis dikelola sebagai lembaga pendidikan kader ulama, persis dibawah naungan
Ormas Islam dengan ciri khas penomoran pesantren, Persis nomor 1,2, dst…
Di sini saya ingin menegaskan, bahwa sistem pesantren di Persis, pesantren
itu milik Ormas bukan milik pribadi-pribadi Pimpinan pesantren. Oleh karena itu, di
Persis pesantrennya selalu bernomor, nomor-1, nomor-2, nomor-3, nomor-4, dan
seterusnya. Itu juga untuk menunjukan kapan dia didirikan. Kalau pesantren
Pejagalan, nomor-1 dan juga nomor-2 karena memang itu yang pertama. Jadi
semua bisa dilihat sejarahnya, karena apa karena memang dikelola oleh Ormas.
Oleh karena itu, kaitannya dengan Rancangan Undang-Undang ini kalau tidak salah
saya Pasal 11, bahwa pesantren harus berbadan hukum. Ini menjadi keberatan bagi
kami, mengapa karena nanti Ormas, lembaga induknya tidak bisa berbuat apa-apa.
Kenapa karena ini berbadan hukum sendiri “Menjadi kerajaan sendiri”. Jadi ini perlu
juga ditinjau.
Yang kedua alasanya terhadap Ayat tersebut. Kalau memang nanti ini mau
diberikan bantuan oleh Pemerintah dan Pemerintah perlu meng audit bantuan
tersebut, karena ini uang negara, kalau diberikan masing-masing Ormas agak sulit.
Mengontrolnya seperti juga kesulitan mengontrol bantuan keuangan untuk desa,
saking banyaknya agak kesulitan. Sekarang …. Untuk pesantren, pesantren yang
tidak punya standar akuntansinya ini akan semakin kesulitan, begitu. Dan alangkah
kami tidak menginkan naudzubillah, mungkin tidak sampai korupsi, mungkin salah
tulis dan juga administrasi pesantren dituduh korupsi, ini kan bisa kacau. Bukan
dikorupsi bukan diambil cuman salah nulis karena tidak terbiasa kami harus ngurusin
akuntansi, fotokopi harus ada kuitansinya, itu-ini harus ada kuitansinya. Sementara
basic pesantren adalah trust (percaya) begitu.
Itu dua hal yang menjadi concern bagi kami. Oleh karena itu, jadi …
kemudian yang kedua juga adalah seperti Jamiah Al Washliyah juga, meski di kami
mayoritas rukun pesantren itu sudah ada. Jadi ini rukun pesantren ini diambil dari
Zamakhsyari Dhafir, intelektual kita yang lulus dari … yang mendefinisikan
- 22 -
pesantren itu harus ada lima rukun itu. Tetapi juga sebagian, sekitar 30 persen
banyak yang diniyah, begitu. Saya rasa, saya sepakat juga dengan apa yang
didefinisikan oleh Jamiah Al Washliyah supaya ini diperhatikan, begitu.
Kemudian pendidikan mualimin di kami disetarakan madrasah aliyah. Namun
dengan penguatan pengetahuan agama yang lebih banyak serta keterampilan
khusus mengajar dan Tabligh. Out put dan out come pendidikan muallimin adalah
keberedaan dan kaderisasi para pengajar agama untuk tingkat dasar atau madrasah
diniyah ula. Melihat faktor sejarah pendidikan Islam yang dibangun secara khas oleh
Persis, maka diusulkan hal-hal sebagai berikut :
Mendukung RUU Pesantren dengan catatan bahwa ciri khas pesantren yang
berbasis Ormas tetap dipertahankan. Diantaranya pesantren berbasis Ormas tidak
perlu berbadan hukum tersendiri.
Kemudian harus jelas juga pesantren kategori pesantren salaf dan pesantren
khalaf modern, yang tetap dipertahankan dan itu ada ciri khasnya masing-masing.
Dan itu harus diakui juga, gitu.
Untuk istilah pesantren khalaf, kami menginkan untuk pesantren modern
khalaf tetap ada dalam ketentuan umum RUU ini, serta bagian isinya. Kemudian
diusulkan ada Pasal khusus terkait dengan kategori pesantren shalaf dan pesantren
modern.
Kemudian yang terkahir seperti juga dari PBNU, sekiranya memang masih
ada waktu dan tidak kejar target ini perlu pendalaman yang lebih lanjut dan kalau
memang tidak perlu disahkan dalam periode ini, masih bisa dibahas pada periode
berikutnya juga tidak apa-apa. tetapi kalau memang harus pada periode ini
masukan-masukan dari kami tolong di pertimbangkan dengan secara seksama.
Demikian yang bisa saya sampaikan.
Akhirulkalam,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Wa'alaikum salam warahmatullah.
Alhamdulillah sudah menyampaikan semua sungguh luar biasa, sekalipun
yang diperbincangkan tadi itu sudah dibahas di Panja. Namun demikian catatan-
catatan ini menurut kami penting. Seperti usul Al Wasliyah didukung oleh Persis tadi
itu, saya teringat Pak tentang diri saya, waktu begitu tamat SD tidak tahu tamat
- 23 -
sekolah, karena keluar dari desa itu tidak memungkinkan buat saya. Mungkin faktor
orang tua terlalu jauh, lama-lama ada yang arif juga orang tua di kampung itu
mendirikan madrasah, kami menyebutnya pesantren, tetapi kalau definisi ini tidak
masuk didirikan ini. Akhirnya tamatan SD yang sudah tiga tahun bertumbuh masuk
di situ semua. Persis Pak, bangunannya dia, mencari guru dia, membeli kitab dia,
dihutangi kita. Saya kayany belum lunas sama yang punya sekolah itu. Tetapi itulah
tanggung jawab para orang tua yang arif, bahwa dia tidak memikirkan apa yang
dapat dari sekolah itu, tetapi dia prihatin melihat anak-anak tidak ada tempat
sekolahnya. Saya fikir sekalipun kategori itu tidak masuk kategori pesantren tentu
tidak boleh luput dari Undang-Undang ini.
Saya fikir ini masukan yang luar biasa.
Tadi saya melihat Anggota Panja masih banyak, ini pandang kiri-kanan
kemana Anggota, sekalipun ini hanya menambah masukan Pak, tidak perlu kuorum,
tidak perlu kita perdebatkan. Bagi kami masukan ini sudah luar biasa.
Hari ini masih ada Ibu Weni dari Fraksi Partai Golkar, Dapil Depok-Bekasi. Ini
sudah periode akan ke-2, dan luar biasa mengalahkan beberapa Menteri. Menteri
Agama dikalahkan, Menteri Tenaga Kerja dikalahkan. Kemudian ada Pak Iskan
Qolba Lubis, ini sama-sama luar biasa, tetapi kalau yang ini biasa di luar. Wakil
Ketua di Komisi VIII, Dapilnya sama dengan saya, sama-sama Sumatera Utara II,
dari Fraksi PKS, pesantren juga. Pesantrennya di … dekat-dekat KH. Mukhtar Muda
Nasution. Saya Marwan Dasopang, dari Fraksi PKB, Wakil Ketua Komisi VIII dalam
hal ini menjadi ketua Panja.
Karena tinggal dua orang kami persilakan Bu Weni dahulu.
F-PG (WENNY HARYANTO, SH.) :
Terima kasih, Pimpinan.
Yang saya hormati Pimpinan dan Wakil Pimpinan,
Serta para undangan Ormas yang saya banggakan.
Setelah menampung usulan-usulan dari para wakil-wakil Ormas yang hadir.
Yang saya tangkap ini ada tiga hal penting yang sudah saya catat.
Pertama, Kelihatannya ada keinginan supaya Undang-Undang Ormas ini
jangan terburu-buru, jadi memgingat pentingnya RUU Pesantren ini maka
diharapkan untuk dibahas secara hati-hati, seperti itu. Supaya nanti hasilnya betul-
betul bisa digunkan. Karena percuma juga kita membuat Undang-Undang terburu-
buru tetapi ternyata tetap tidak bisa diterapkan, seperti itu.
- 24 -
Kemudian yang kedua juga ternyata kalau kita melihat dikonsepnya itu ada
rukun pesantren itu yaitu, yang pertama harus ada Kiai, kemudian harus ada santri,
kemudian harus ada masjid atau mushola, dan ada kitab kuning, kemudian yang
terakhir asrama/pondokan. Itu kelihatannya pesantren di Indonesia, ini baru wakil
beberapa tetapi ternyata sudah tertampung bahwa tidak serta semua pondok
pesantren itu memiliki pondokan asrama. Jadi itu juga tentunya harus menjadi
pertimbangan kita supaya jangan ada reduksi dari pondok pesantren, sehingga nanti
jadi merugikan pondok pesantren yang sudah ada, yang bisa jadi banyak sekali
pondok pesantren, yang tidak memiliki asrama seperti itu.
Kemudian terkait dengan pondok pesantren yang juga harus berbadan hukum
seperti itu. Dan juga tadi dari Ormas Persis ya, yang saya tampung harus berbadan
hukum. Kemudian kalau mau menerima ini, anggaran dari APBN/APBD tidak usah
mempertanggungjawabkan penerimaan dananya karena basic dari pondok
pesantren Ormas adalah trust seperti itu, nah itu tentunya masukan-masukan yang
perlu kita kaji mendalam sebetulnya, apasih yang ini nanti. Karena kita, nanti kita jadi
ada di tengah-tengah ini Pemerintah tentunya harus mempertanggungjawabkan
dana APBN/APBD sementara juga pondok pesantren tidak terbiasa
mempertanggungjawabkan hal-hal seperti itu. Tentunya itu akan ada masalah
tersendiri lagi.
Seperti saja sementara dari saya, dan mudah-mudahan ini nanti bisa dikaji
lebih mendalam lagi nanti mungkin kita ada masukan-masukan dari pihak-pihak lain
lagi yang belum masuk di sini, seperti itu.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PERSIS :
Mohon maaf Pak Pimpinan.
Sedikit klarifikasi sedikit.
Maksud saya Bu, pesantren itu tidak perlu berbadan hukum, kalaupun ada
bantuan tidak ke pesantren tetapi ke Ormas-nya, karena pesantren itu milik Ormas.
Sehingga akuntabilitasnya jauh bisa lebih dipertanggungjawabkan ketimbang satu-
satu ke pesantren, begitu. Dan pemberian bantuan ke pesantren pada Ormas-nya
juga sesuai tingkatan ada yang di daerah, ada yang di wilayah, ada yang di pusat.
Sehingga dengan demikian Pemerintah mudah mengauditnya.
Demikian Bu, terima kasih.
- 25 -
KETUA RAPAT :
Sebelum kita tutup, kami persilakan Pak Iskan Qolba
F-PKS (H. ISKAN QOLBA LUBIS, M.A./PIMPINAN) :
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Teman-teman Komisi VIII, dan juga Bapak-Bapak Ormas yang kami hormati.
Saya tamatan dari Madrasah Itidawiyah, Madrasah Tsanawiyah, Aliyah.
Pernah dulu sekolah guru, empat tahun, tetapi saya tidak begitu mengerti mengajar,
saya dulu sekolah PGNU, paman saya H. Mukhtar Muda Nasution, itu tokoh NU di
Sumatera Utara, mungkin dekat dengan Pak Gusdur dulu itu sering kalau utusan
dari Sumatera Utara itu beliau, tamatan Mekah.
Tadi saya berimajinasi, saya perhatikan Oramas ini luar biasa kekayaannya.
Jadi kalau sekiranya Indonesia di gempur Amerika pun, Indonesia ini tidak hilang
begitu. Karena cukup dikuasi oleh Ormas-Ormas ini. jadi seperti Muhammadiyah
tadi, kekayaannya luar biasa seperti itu mungkin salah satu kekuatan Ormas ini,
pertama tidak masuk ke politik praktis. Kalau dia sudah jadi partai umpanya mungkin
agak seru berisisannya jadi itu sikap yang sangat arif ya. Bukan berarti dia tidak
masuk politik, tetapi tidak masuk percaturan itu. Tetapi dia membina umat, tetapi
saya lihat tadi, saya perhatikan itu salah satu universitas terbesar di dunia itu, kalau
di Eropa, Oxfor ada semacam lembaga, semacam wakaf, artinya ada orang kaya
yang mewakafkan. Azhar juga begitu, ini sudah ada di Persis dan juga di
Muhammadiyah. Tetapi saya bisa membayangkan juga NU punya kekayaan luar
biasa begitu, walaupun belum ada induknya yang langsung seprti itu, tetapi
administrasi, dia bisa disatukan dengan kultur itu juga luar bisasa.
Mungkin kedepannya kalau kita bisa bangun satu kekuatan dari pesantren,
katakan kita jualan kacang saja umpamanya dibeli orang pesantren semuanya kita
sudah mengalahkan perusahan kacang Garuda itu barangkali. Jadi kita berharap
memang nanti kalau bisa di Undang-Undang itu kita buat Pasal yang bisa membuat,
menjadi satu kekuatan dari masyarakat. Jadi ketika kekuatan negara itu goyang,
masyarakat masih tetap kuat.
Yang kedua, dengan … keberagaman ciri khas masing-masing ini harus kita
jaga, kita pelihara, dan orang semua bilang unik Indonesia ini. Ada pesantren tidak
ada uangnya dari awal begitu, bisa hidup begitu, orang tidak bisa kebayang. Hampir
diseluruh dunia itu pendidikan itu semua dikelola oleh negara atau ada badan wakaf
tadi. Jadi mungkin yang saya tadi menarik itu usulan dari teman-teman dari NU, itu
- 26 -
sudah kita masuk kepada IT 4.0 tadi ya, ini salah satu pemikiran yang sangat maju
menurut saya dan saya rasa itu sangat mungkin anak-anak pesantren itu sangat
pintar-pintar ya. Apalagi akhlak mereka, jadi itu mungkin juga, jadi tetap nilai-nilai itu
kita pertahankan tetapi sudah dia boleh juga menerima fasilitas, fasilitas modern
yang bisa kita bisa jaga.
Insyallah kami dari Komisi VIII akan meng-back up cuman. Kami memang
ingin memisahkan antara Kiai dengan lembaga ini karena jangan sampai
umpamanya ada anggaran negara itu masuk ke Kiai, begitu ya. Tetapi masuk
kesitunya saja, ke sekolahnya begitu. Artinya badan administrasinya itu ya. Ada
kepala sekolah, atau siapa itu saja. Sebab seperti yang dibilang tadi di Undang-
Undang kita kadang-kadang Undang-Undang nya sudah bagus, tetapi pelaksana
hukumnya dia main-main saja di Undang-Undang itu, “Cari-cari kesahalannya”.
Padahal umpamanya sedikit yang masuk, tiba-tiba nama Kiainya itu hancur dari situ.
Kalau politisinya sudah hancur-hancuran, jangan sampai Ormas-Ormas kita, jadi
itulah yang perlu kita atur. Tetap dia peran negara juga harus ada, dan bahkan kita
sedang membahas juga 20 persen anggaran juga belum adil sebetulnya. Seperti
madrasah-madrasah pesantren itu 90 persen dikelola oleh masyarakat. tetapi
perhatian … sangat sedikit, ini minimal pengakuan saja, pengakuan dimudahkan
kepada mereka. Kalau kita ini seperti tamatan pesantren, waktu dulu di mesir tidak
mudalah terima. Tetapi ada teman kita sebagian dari Medan, sudah diakui disana
jadi kalau masuk keluar negeri itu mualimin itu di luar negeri itu sudah dianggap
magister. Diterima disana dirasah ulya, dirasah ulya-nya 4 tahun tidak lulus-lulus.
Jadi itu membuktikan pesantren-pesantren itu sangat kuat bahasa arabnya.
Dan kita sekarang masih ragu juga tamatan-tamatan yang tidak menguasai bahasa
arab itu jadi ulama sepertinya berat. Jadi maksud kita ada juga sekolah yang
mempersiapkan para ulama-ulama kedepan dan saya lihat di Persis itu kuat ya.
Sudah lama saya dengar Persis itu, pokonya kalau saya dengar Persis itu, dia jago
masalah hadis hujahnya kuat, seperti itu kita butuh sekali pengawas ulama. Jadi kita
ucapkan terima kasih, insyallah Undang-Undang ini kita usahakan selesai karena
banyak masukan, semua pesantren juga nanti kita masukan, walaupun tidak bisa
dapat semua, jangan semua ditinggalkan. Karena ini mendesak dari pesantren-
pesantren juga permintaan itu.
Target kita diakhir periode ini kita sudah disahkan. Masukan ini sudah sangat
banyak, dan semuanya ini sudah di rekam, nanti akan ada tim yang akan mengolah
ini masukan-masukan. Walaupun tidak terlihat banyak ini direkam ini diolah lagi, dan
memang Anggota-Anggota yang sedang ada pelatihan kebangsaan di Lemhanas,
jadi banyak teman-teman kesana.
Terima kasih.
- 27 -
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih, Pak ketua.
Terima kasih para tamu undangan.
Saya tidak mengulas lagi satu per satu pandangan yang disampaikan,
kembali kami menyampaikan bahwa RUU ini memang target harus disahkan
periode, kalau kita undur lagi di periode yang akan datan itu akan mengulang dari
awal. Belum tentu cara pandangnya seperti itu, tetapi semua usulan yang
disampaikan ini tentu akan coba kami godok lagi, dan ini terima kasih cukup luar
biasa bagi kami masukan ini. Kami akan rumuskan kembali poin-poin yang diberikan
ini, dan kami berjanji rumusan akhir yang telah masuk ini nanti kami sampaikan
kembali lagi, sebelum kita putuskan. Kami berharap Undang-Undang ini betul-betul
bisa menjaga martabat pesantren. Yang kedua bisa mempertahankan independesi
pesantren. Jadi ciri-ciri itu Pak Furqon tetap kalau di Persis itu, lembaganya ada di
Ormas, kita pertahankan seperti itu kalau bantunya ada di sekolah, tetapi masuknya
lewat organisasi jadi ini semua bentuk-bentuk itu kita pertahankan.
Kemudian keinginan teman-teman diperlakukan adillah pesantren ini jadi
lulusan itu jangan dipersulit. Dari sejarha yang sudah ada, lulusan pesantren ini
jangan dipertanyakan lagi kualitasanya tentu kita setuju yang disampaikan oleh dari
Muhammadiyah, harus ada kualitasnya harus dijaga juga tidak semua pesantren
langsung lulusannya di akui. Tetapi harus ada semacam akreditasi. Kalaupun
akreditasi ini kita harus hati-hati jangan menjadi perangkap seperti yang dijelaskan
PBNU tadi. Jadi jangan menjadi titik masuk untuk mengatur kita, tetapi bagaimana
cara membuatnya, nanti kita coba kita rumuskan.
Kami kira itu terima kasih sekali lagi kepada kita semua. Kami tidak bisa ...
PP MUHAMMADIYAH:
Sedikit.
Saya ingin menambahkan kawan tadi, mungkin kalau memang harus
disahkan di periode ini. Definisi itu perlu clear dahulu, tadi diusulkan oleh Al Wasliya,
oleh Persis dan kalau definisi yang ada pesantren Muhammadiyah pun tidak masuk
disitu. Kerena pesantren Muhammadiyah didalamnya formal sekolah atau
madrasah, mondok ada kalau definisi disinikan kitab kuning dan dirasah Islamiyah
dengan pola pendidikan mualimin. Pola pendidikan mualimin ini mengikat, dirasah
Islamiyah dengan pendidikan mualimin yang selain ini tidak bisa masuk. Kami punya
mualimin tetapi yang banyak bukan mualimin, itu yang perlu ditegaskan.
- 28 -
Kemudian mah’ad aly pesantren luhur, pesantren tinggi kami punya, tetapi
bukan bentuknya asalnya pesantren tetapi ada di perguruan tinggi. Ini juga perlu
diakomodir kami ada punya pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah itu adanya di
UMY dan UAD. Jadi itu saringannya khusus dan dibiayai perserikatan, bagian dari
universitas, dia pesantren di perguruan tinggi. Ini juga harus masuk sebab definisi
yang ada di sini dia tidak akan masuk. Jadi definisi perlu clear untuk mengakomodir
keberagaman. Sehingga semau tipologi pesantren fariasi pesantren yang ada di
Indonesia itu tidak mendapatkan tempat.
Kemudian memang sekarang itu trend Pemerintah, ketika memberikan
bantuan itu harus ada badan hukum yayasan. Padahal seperti Muhammadiyah
badan hukumnya satu. Ketika sekolah, ketika madrasah harus mendirikan badan
hukum sendiri, inikan terpisah dari induknya ini, jadi ya badan hukumnya ya satu itu,
sama persis. Ini juga perlu dipertimbangkan dalam menyusun, terima kasih
Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Kita sudah catat mengenai definisi tadi. Kemudian mengenai badan hukum,
maksud badan hukum yang kita inginkan itu sebetulnya menyalurkan APBD/APBN
itu. Letaknya di mana? Nanti kita carikan seperti apa caranya. Itu saja tujuannya.
Kami kira begitu ya Pak.
AL WASHLIYAH:
Ustad mungkin ada sedikit tambahan.
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
Kami sangat teratarik ini dengan pertemuan hari ini, dengan kita diundang
walaupun ada sedikit yang kami ingin minta penjelasan sebagai mungkin oleh-oleh
informasi yang bagus.
Kalau kita cermati sebelum inikan dia hanya ada pada PP 55/2007 dengan
pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, baru pada tataran PP (Peraturan
Pemerintah) dan ketika menyebutkan tentang pendidikan keagamaan, pesantren itu
ada diangkat di situ. Ini sekarang ini satu lompatan yang sangat jauh pendidikan
keagamaannya ditinggal situ suka pesantrennya langsung dijadikan Undang-
Undang. ini kira-kira politisnya apa Pak? Mohon kami diberikan itu, barangkali.
- 29 -
KETUA RAPAT:
Tidak ada politisnya Pak, tetapikan semuanya gerakan kita bernegara ini
pada akhirnya politis juga, terutama aspek kesejarahan. Aspek kesejarahan itu
dikajian Naskah Akademiknya itu disebutkan tiap pesantren, sebelum ada Indonesia
itu sudah ada pesantren. Dan bahkan pesantren itu yang menanamkan nilai-nilai
kebangsaan, perjuangannya liar biasa dan akhirnya ikut melahirkan Republik
Indonesia ini. Sebegitu besar perjuangannya, lulusannya masih dipertanyakan harus
muadalah. Itulah yang tidak adil itu, masa diragukan lagi lulusannya layak atau tidak
layak harus muadallah Pak, itu saja.
Jadi karena itu, selain memberikan kebebasan dan menjamin ekstitensi
pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua dan terunik di dunia, keragaman yang
tadi itu harus ada Undang-Undang yang menjamin itu berlangsung, itulah tujuan
yang Undang-Undang ini. Selain itu, karena tadi kita sudah mendengarkan paparan,
ini semua dikerjakan tanpa negara sampai sekarang masih ada. Kata Pak Iskan
“Uangnya dari mana, lanjut terus, semuanya tak terduga-duga” kapan gaji guru
besok ada, bayaran gurunya, selalu begitu. Masa dibiarkan terus menurus Undang-
Undang menyebutkan mencerdaskan anak bangsa itu tugas negara. Yang
dikerjakan pemerintah ini sudah diambil alih oleh masyarakat, bolehlah dari
kekayaan negara ini diberikan. Ya menambah bangunan, ya menggaji guru,
memberikan kesempatan kepada anak-anak.
Kira-kira begitu, anaknya tidak bisa melanjutkan sekolah ijazahnya itu boleh
bekerja. Muadallah itu juga tidak murah Pak, penyetaraan itu ujian lagi kesekolah
sana jauh, kira-kira begitu.
Itu kalau dianggap politis itulah politisnya. Kalau tidak dianggap politis
sebetulnya ini hak pesantren yang belum ada payungnya. Nanti kita tentu
mencarikan bagaimana pemisahan atau apakah included didalam Diknas seperti
yang disampaikan oleh dari Muhammadiyah tadi, nanti kita carikan seperti apa
Naskah Akademiknya supaya ini menjadi tidak bertentangan. Kita setujulah pikiran-
pikiran yang ada tadi.
Kami kira ini dari kita, cukup kami kira dan sudah kaya betul kami dengan ide-
ide ini, dan kita masukan kemabali lagi nanti ke Tim Perumus, kita akan masukan di
mana poin-poin nya itu nanti. Kami kira itu sekali lagi, terima kasih.
Mohon maaf atas kehadiran Bapak-Bapak disini kurang layanan dari kami
dan pemikiran ini kami ucapkan terima kasih, sekali lagi. Akhirul kalam wallahul
muwafiq kita tutup dengan mengucapkan Alhamdulillah hirobbil alamin.
(KETOK PALU : 3 KALI)