48
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT KERJA KOMISI VII DPR RI DENGAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN RI Tahun Sidang : 2016-2017 Masa Persidangan : III (tiga) Rapat ke- : Jenis Rapat : Rapat Kerja Hari, Tanggal : Senin, 20 Februari 2017 Waktu : 14.12 WIB 16.58 WIB Tempat : R. Rapat Komisi VII Ketua Rapat : Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc. (Wakil Ketua Komisi VII/F-PG) Sekretaris Rapat : Dra. Nanik Herry Murti (Kepala Bagian Sekretariat Komisi VII) Acara : Mengenai Implementasi Paris Agreement Hadir : 26 Anggota Dengan rincian: Fraksi PDI-P 6 orang dari 10 Anggota Fraksi Partai Gerindra 3 orang dari 6 Anggota Fraksi Partai Golkar 4 orang dari 6 Anggota Fraksi PAN 3 orang dari 5 Anggota Fraksi Partai Demokrat 4 orang dari 6 Anggota Fraksi PKB 1 orang dari 4 Anggota Fraksi PKS orang dari 4 Anggota Fraksi PPP 3 orang dari 4 Anggota Fraksi Partai Hanura 1 orang dari 2 Anggota Fraksi Partai Nasdem 2 orang dari 3 Anggota JALANNYA RAPAT: KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA … fileMasa Persidangan : III (tiga) Rapat ke- : Jenis Rapat : Rapat Kerja Hari, Tanggal : Senin, 20 Februari 2017 Waktu : 14.12 WIB –

Embed Size (px)

Citation preview

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KERJA KOMISI VII DPR RI

DENGAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN RI

Tahun Sidang : 2016-2017

Masa Persidangan : III (tiga)

Rapat ke- :

Jenis Rapat : Rapat Kerja

Hari, Tanggal : Senin, 20 Februari 2017

Waktu : 14.12 WIB – 16.58 WIB

Tempat : R. Rapat Komisi VII

Ketua Rapat :

Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc. (Wakil Ketua

Komisi VII/F-PG)

Sekretaris Rapat :

Dra. Nanik Herry Murti (Kepala Bagian Sekretariat Komisi

VII)

Acara : Mengenai Implementasi Paris Agreement

Hadir : 26 Anggota

Dengan rincian:

Fraksi PDI-P 6 orang dari 10 Anggota

Fraksi Partai Gerindra 3 orang dari 6 Anggota

Fraksi Partai Golkar 4 orang dari 6 Anggota

Fraksi PAN 3 orang dari 5 Anggota

Fraksi Partai Demokrat 4 orang dari 6 Anggota

Fraksi PKB 1 orang dari 4 Anggota

Fraksi PKS … orang dari 4 Anggota

Fraksi PPP 3 orang dari 4 Anggota

Fraksi Partai Hanura 1 orang dari 2 Anggota

Fraksi Partai Nasdem 2 orang dari 3 Anggota

JALANNYA RAPAT:

KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):

Kita mulai ya Bapak-Ibu sekalian.

F-PPP (H. ACHMAD FARIAL):

Pak Ketua, izin terlambat.

KETUA RAPAT:

Terima kasih atas kesabarannya, kebetulan tadi ada rapat dengan Pimpinan Dewan,

sehingga kami agak sulit untuk meninggalkan tapi alhamdulillah sudah hampir berakhir sehingga

kita bisa, saya bisa keluar untuk memimpin Rapat Kerja yang sangat istimewa ini.

Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Yang kami hormati Bapak-Ibu Anggota Komisi VII DPR RI.

Yang kami hormati Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI beserta jajarannya.

Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Sehingga pada hari ini kita dapat

bertemu guna melaksanakan tugas-tugas konstitusional kita. Pada kesempatan ini kami

mengucapkan terima kasih atas perhatian serta kehadiran Bapak-Ibu Anggota Komisi VII DPR RI

serta para undangan yang hadir dalam acara Rapat Kerja Komisi VII DPR RI.

Sesuai undangan yang telah disampaikan dan berdasarkan jadwal rapat Komisi VII DPR RI

pada Masa Persidangan III Tahun sidang 2016-2017. Maka pada hari ini Komisi VII DPR RI akan

melaksanakan Rapat Kerja dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka

pelaksanaan fungsi pengawasan, dengan agenda membahas implementasi dari pada Paris

Agreement. Berdasarkan data dari Sekretariat Komisi VII DPR RI yang telah hadir dan

menandatangani daftar hadir adalah, mungkin ini sudah tambah yang tercatat 15 Anggota dari 8

fraksi. Sehingga sesuai dengan Pasal 251 ayat (1) Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib rapat ini

telah memenuhi kuorum fraksi. Oleh karena itu dengan mengucapkan bismillahirrahmannirahim

izinkan saya membuka Rapat Kerja Komisi VII DPR RI.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 14.12 WIB)

Sesuai dengan pasal 246 ayat (1) tata tertib DPR RI menyatakan bahwa setiap rapat DPR

bersifat terbuka, Kecuali dinyatakan tertutup. maka kami mengusulkan agar rapat kerja Komisi VII

pada hari ini bersifat terbuka dan terbuka untuk umum. Saya mohon persetujuan dari para

Anggota? Setuju ya.

(RAPAT:SETUJU)

Bapak-Ibu yang saya hormati.

Pertemuan KOP 22 CMP 12 CMA 1 di Maraqas Maroko pada tanggal 7 sampai dengan 18

November 2016 telah berlangsung dan dilaksanakan dengan baik. Pertemuan tersebut sebagai

sesi pertama dari persiapan implementasi aksi daripada Paris Agreement yang menjadi bagian

penting dari perjalanan negara, pihak ya dalam menurunkan emisi gas rumah kaca secara global.

Dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca global di dalam nationally government

contributions atau NDC yang merupakan bentuk janji atau pledge dari negara-negara anggota

United Nation Framework Convention on Climate Change atau UNFCCC yang telah dirundingkan

pada KOP 21 di Paris untuk berkontribusi terhadap pengurusan, penurunan emisi global paska

2020. Indonesia telah menyampaikan rencana penurunan emisi 29% pada 2030 dari skenario

business as ussual dan mendapat tambahan sekitar 12%, apabila mendapatkan international

system atau bantuan internasional yang mencakup beberapa sektor, yaitu energi didalamnya ada

unsur transportasinya, proses industri dan pemanfaatan hasil industri, pertanian dan ada juga

yang dikatakan sebagai lend use and lend use chage forestry perubahan lahan yang di

peruntukan untuk kehutanan serta limbah.

Adanya komitmen Indonesia di dalam mengimplementasikan emisi diharapkan menjadi

refleksi dari keseriusan untuk merespon perubahan iklim melalui adaptasi dan mitigasi. Untuk itu

kebijakan pembangunan saat ini harus mencerminkan keseriusan di dalam upaya penurunan

emisi karbon tersebut. Namun pada pertemuan di Maraqash, Maroko tahun 2016 terdapat isu

krusial yang masih dihadapi dan menjadi pembahasan utama dalam KOP, implementasi seperti

pendanaan yang masih belum memadai dan predictable, belum memadai dan belum predictable.

Upaya mengintegrasikan emisi ke dalam strategi pembangunan nasional dan rencana investasi

nasional. Perlunya perhatian yang lebih besar pada adaptasi, perlunya memajukan capacity

building yang benar-benar didasarkan pada kebutuhan negara berkembang terkait, serta

memperalat keterlibatan pemangku kepentingan. Jadi ada non parties, stakeholders dan non state

actors.

Terkait hal tersebut pemerintah dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

perlu menjelaskan langkah-langkah pemerintah dalam implementasi Paris Agreement paska KOP

22 di Maraqash Maroko. Untuk itu demi efektifnya waktu rapat kerja ini kami berikan kesempatan

kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk menyampaikan pemaparannya

sebagaimana yang sesuai dengan agenda yang baru saja saya sampaikan.

Waktu saya persilakan, silakan Bu.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Selamat sore salam sejahtera.

Om Swastiastu.

Terima kasih.

Yang terhormat Pimpinan Komisi VII DPR RI.

Yang kami hormati Pimpinan dan yang terhormat Bapak-Ibu Anggota Komisi VII DPR RI.

Pertama kami menyampaikan ucapan terima kasih atas undangan ini dan kami juga sangat

berterima kasih atas dukungan dan arahan serta dengan undangan ini saya merasakan perhatian

yang sangat tinggi atas subjek pengendalian perubahan iklim dan izinkan kami untuk melaporkan

kepada yang terhormat Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota Komisi VII DPR RI mengenai progres

paska Marakesh dan paska keluarnya Undang-Undang 16/2016, berupa langkah-langkah

sebagaimana tadi yang disampaikan oleh yang terhormat Pimpinan Komisi VII pada pengantar

rapat kerja hari ini.

Kepada Bapak-Ibu yang terhormat telah kami persiapkan dukungan tertulis dan izinkan

kami menyampaikan beberapa catatan-catatan ini di dalam pemaparan ini. Jadi di dalam

dokumen laporan itu kita menyampaikan tentang target NDC. Jadi komitmen kontribusi penurunan

emisi juga bagaimana peran dari LHK dan energi dan lain-lain, juga perspektif pendanaan iklim

bagaimana instrumen-instrumen kerangka kerja, transparansi juga rencana-rencana kerja untuk

peningkatan kapasitas dan hal-hal yang sudah dilakukan. Demikian pula tentang peran non state

actors jadi peran-peran stakeholders di luar pemerintah pusat dan juga bagaimana program

komunikasi implementasi sebagaimana standar dari Paris Agreement dan hal-hal yang sedang

terjadi ataupun dalam interaksi kami pada forum internasional, juga kami akan nanti melaporkan

komitmen-komitmen kerja sama luar negeri yang sudah ada dan rencana implementasi

selanjutnya.

Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat.

Pada halaman 5 itu jelas bahwa sasaran akhir dari pada Paris Agreement itu adalah

menjaga penurunan suhu untuk tidak lebih dari 2 derajat Celcius dan sedapat-dapatnya 1,5

derajat celcius. Beberapa instrumennya bisa dilihat yaitu secara internasional bagaimana

dialog-dialog difasilitasi juga inventory-inventory global dilakukan dan juga instrumen-instrumen

fasilitasi dan apa namanya penaatan terhadap standar-standar yang telah dikeluarkan secara

internasional. Di Indonesia sebenarnya yang paling penting adalah langkah-langkah mitigasi dan

adaptasi sekaligus Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat. Dengan

instrumen-instrumen utamanya yaitu pendanaan teknologi dan peningkatan kapasitas.

Selanjutnya dalam NDC yaitu komitmen kontribusi nasional kita, kami juga sudah lampirkan

dukungannya Bapak-Ibu yang terhormat di dalam lampiran. Pada dasarnya dia berisi tentang

konteks nasional, kemudian pendekatan strategi dan kerangka kerjanya, mitigasi adaptasi,

perencanaan dan bagaimana dukungan. Kemudian pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016

mengenai pengesahan juga di situ ditegaskan tentang penerapan ataupun implementasi Paris

Agreement yang sudah kita sepakati di Indonesia. Kita sekarang bisa lihat di halaman 9, mungkin

sebelum halaman 9 ini ada satu tambahan sebagai, mungkin di dokumen Bapak belum ada, tapi

tadi saya sudah minta untuk di fotokopi. Jadi NBC atau komitmen penurunan emisi gas rumah

kaca yang kita rencanakan untuk tahun 2030 itu ada 2 skenario yaitu skenario 29% dengan bisnis

as ussual itu di kolom nomor 4 dari kanan dan skenario dengan dukungan capacity building dan

kerja sama teknis luar negeri. Kalau lihat komposisi emisi yang harus kita kontribusikan untuk

diturunkan yaitu dari energi kira-kira 11%, dari sampah dan dari IPP proses produksi dan

olahannya beserta dari pertanian kira-kira kurang dari 1% dan dari forestry sendiri itu kira-kira

17,2%. Jadi memang komposisinya cukup upaya di forestry-nya. Nanti kita lihat masing-masing

per sektor.

Kemudian apabila kita tetapkan target dengan dukungan kerja sama teknik luar negeri

41%, maka dalam exercise kami yang sudah kelihatan yaitu nanti dari energi akan 14%.

Kemudian dari forestry ada baru terecord untuk 23% dan 1% dari waste serta IPPU dan

agriculture kira-kira 0,2%, ini kalau ditotal masih 38%, ini pada exercise sampai dengan tahun

2014. Jadi setelah peristiwa kebakaran kita harus exercise kembali, sebetulnya kalau lihat

prospek dari perkembangan hingga sekarang kita lihat restorasi gambut yang akan sangat kuat,

kita lihat juga pengembangan mangrove, kita lihat juga sudah dikembangkannya hutan adat dan

hutan sosial, Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat. Kita juga lihat sekarang

tentang pengendalian dari alokasi terhadap konsesi dan pembukaan lahan di beberapa tempat,

terutama moratorium dan lain-lain. Maka sebetulnya 41% ini bisa kita proyeksikan, jadi

exercise-nya masih terus dilakukan.

Kita mungkin bisa cek selanjutnya di halaman 9 yaitu pada sektor kehutanan, jadi di sektor

kehutanan nanti ini angka-angkanya metrik ton 920. Kemudian pada tahun 2013 proyeksinya,

kemudian pada tahun 2020-2030 akan, jadi dari 2013 sampai 2020 untuk business as ussual

kira-kira 920 juta metrik ton dan sampai dengan 2030-nya masih ada tambahan lagi 820, sehingga

pada tahun 2030 itu sudah bisa diproyeksikan. Jadi setelah tahun 2030 deforestasi yang tidak

terencana itu diproyeksikan harusnya sudah tidak terjadi lagi, artinya kita sudah harus bisa

mengendalikan deforestasi pada tahun 2030. Jadi nggak boleh lagi ada perambahan, illegal

logging dan sebagainya.

Selanjutnya Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat, kita lihat di sektor

energi itu di halaman 10. Jadi elemen-elemennya adalah efisiensi penurunan energi, pemanfaatan

teknologi, produksi dari listrik untuk energi baru terbarukan, kemudian penggunaan bahan bakar,

penambahan jaminan gas dan SPBG. Kalau kita, kalau kami perhatikan dari intention

Kementerian ESDM ini sangat kuat, jadi saya sebetulnya cukup optimis bahwa ESDM ini

mensupport kita dengan baik. Jadi sebetulnya yang paling kencang memang kerjanya harusnya

Kementerian LHK bersama Kementerian ESDM dan kalau kita lihat di rencana umum

pengembangan energi nasionalnya juga itu semua sudah dirangkum, baik dengan

perhitungan-perhitungan batu bara maupun energi baru terbarukan lainnya, seperti geothermal,

kemudian a cheap woods dan sebagainya.

Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat.

Selanjutnya di sektor limbah, sekarang juga kalau dibandingkan dengan waktu-waktu

sebelumnya intention kita terhadap energi dengan pemanfaatan sampah dan limbah itu sudah

attensinya sudah ada, kita sedang terus mendorong daerah-daerah karena otoritas sampah ini

adanya di pemerintah kabupaten dan kota. Di mana pemerintah pusat lebih mendorong dan

memfasilitasi regulasi-regulasinya. Di sektor limbah ini memang tanggung jawabnya di

Kementerian LHK dan kami coba terus mengikuti perkembangannya dan untuk mendukung

sedapat mungkin regulasi-regulasi pedoman ataupun bahkan percontohan-percontohan di

lapangan. Ini juga terbantu dengan kebijakan pemerintah untuk memperbaiki destinasi wisata, jadi

dengan kebutuhan nasional untuk mem-backup destinasi wisata, maka sebetulnya

langkah-langkah ini sekaligus juga menurunkan emisi gas rumah kaca.

Selanjutnya di sektor industrial proses and product use, jadi proses industri maupun

hasil-hasilnya itu pola dengan smelter dan lain-lain ini juga diharapkan sudah merangkum

mitigasinya.

Selanjutnya di sektor pertanian elemen-elemennya meliputi varietas rendah emisi,

penerapan sistim pengairan yang lebih hemat air. Jadi di sini pendekatannya di lapangan

misalnya manajemen, pengelolaan air ditingkat petani, kemudian pemanfaatan limbah ternak

untuk biogas.

Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat.

Itu kurang lebih langkah-langkah di dalam sektor-sektor dalam upaya mencapai target

komitmen nasional kita dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Selanjutnya strategi di dalam

adaptasi perubahan iklim, dengan sasaran 2 derajat celcius seperti tercantum dalam Paris

Agreement yang masih di contribution Indonesia, baik kementerian, pemerintah daerah maupun

masyarakat bersama-sama dengan national vocal point. National vocal point untuk perubahan

iklim ada di Kementerian LHK, persis Direktur Jenderal pengendalian Perubahan Iklim dan sudah

ada juga peraturan menterinya untuk guide line tentang adaptasi. Kemudian sudah ada juga

sistem indikasi data indikatif kerentanan, jadi kita sudah mengidentifikasi daerah-daerah

rentannya. Kemudian sudah ada juga program-program desa pesisir tangguh dan program

kampung iklim. Jadi sekarang ini sudah ada 692 kampung yang kita sebut desa-desa kapung iklim

sebagai upaya-upaya di tingkat lapangan yang beradaptasi atau yang begitu bernuansa

lingkungan. Sehingga kita bisa sebut dia sebagai desa kampung iklim. Kami juga melakukan

penilaian untuk reward terhadap kampung-kampung yang sudah bernuansa lingkungan seperti ini.

Ada kebijakannya sebagaimana Bapak-Ibu yang terhormat bisa lihat di halaman 17 dan 18

yang intinya adalah regulasi, kemudian sistem informasi.

KETUA RAPAT:

Sebentar sedikit Bu Menteri, yang kampung iklim tadi sifatnya bagaimana, masih kurang

mendapatkan elaborasi ini, apakah itu mandiri atau ada intervensi pemerintah.

Silakan.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Ada dukungannya Bapak, ada dukungannya, ada pembinaannya, ada support dari dana

luar negerinya. Ada support dari dana luar negerinya kita kombinasi juga dengan APBN. Jadi

contohnya kita bisa lihat di Yogya ada, di Jawa Tengah sudah ada 692 desa, mungkin nanti bisa

termasuk yang kita bisa lihat karena di lapangannya saya lihat sebagai elemen masuk di sana

termasuk kebersihan, dia juga menanam di gang-gang, kemudian juga cara hidup masyarakatnya

ada bank sampahnya juga. Jadi segala dimensi yang membuat masyarakat itu hidupnya

berwawasan lingkungan, kira-kira seperti itu. Demikian Pak Ketua, jadi bimbingan teknis kepada

pemerintah daerah.

Selanjutnya dalam kaitan dengan bagaimana peran hutan itu bisa dilihat di halaman 20

yang intinyja bahwa kalau kita pakai baseline data, maka secara umum baseline data gas rumah

kaca dari hutan kita itu kira-kira 680 juta ton. Kalau lihat data tahun 2015 dengan kebakaran itu

diperkirakan 1,08 giga ton, jadi 1 milyar ton. Nah tahun 2016 sedang dihitung karena ini

hitung-hitungannya cukup besar, cukup makan waktu juga dan ini sekarang sedang kita

hitung-hitung terus, tetapi saya menyampaikan bahwa tugas kementerian ini dalam kaitan dengan

hutan itu memang menjadi begitu besar dan kita berharap dari dua hal pokok yaitu restorasi

gambut mengendalikan kebakaran hutan dan lahan, serta mendorong hutan-hutan adat dan hutan

sosial dan juga mendorong mangrove, penanaman mangrove dan penanaman secara umum yang

sudah terjadi dan juga yang paling penting adalah kebijakan alokasi lahan, jadi tidak ada

moratorium.

Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat.

Selanjutnya tentang kerangka-kerangka kerja di dalam pengukuran maupun di dalam

pelaporan dan dalam verifikasi bisa dilihat pada halaman 22 dan halaman 23. Jadi ada tim

kerjanya, ada langkah-langkah verifikasinya, kemudian yang sudah dihasilkan di sini adalah

sistem registri nasional. Jadi kita sudah punya sistem yang mendaftarkan semua metode ataupun

gagasan-gagasan dan tim ini punya panel. Sistem ini punya panel untuk melakukan verifikasi

metoda-metoda, sehingga laporan yang kita kirim ke UNFCCC sekretariat itu yang sudah

terkalibrasi, terverifikasi metodanya. Jadi sebagai metoda yang diakui secara internasional, jadi

kita sudah ada sistem registri nasionalnya. Jadi dari kampus-kampus yang melakukan

penghitungan-penghitungan penurunan emisi ini metodanya dikalibrasi. Di dalam kerangka kerja

rencana aksi nasional juga sudah ada mitigasi dalam rencana aklsi nasional maupun rencana aksi

daerah seperti terlihat pada halaman 23.

Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu yang terhormat.

Selanjutnya tentang pendanaan, pendanaan untuk reduksi emisi dari devorestasi dan

degradasi itu terdiri dari pendanaan untuk pekerjaan dan persiapan dan untuk result base

payment. Result base payment itu artinya sudah ada hasil-hasilnya baru dilaporkan dan kemudian

di bayar. Kalau kita tahu bahwa ada dana Norway yang 1 milyar US dolar, dapat kami laporkan

sejak tahun 2010 sampai dengan 2015 sering di bilang lambat-lambat dan sebagainya karena

realisasinya, memang sampai dengan, kita baru kencengin di 2015 setelah ada direktorat

jenderal.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Interupsi Pimpinan, sedikit.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Terima kasih Pimpinan.

Mungkin Bu Menteri bisa disampaikan mungkin berapa anggaran yang masuk untuk

program ini dari luar atau ada dana yang, ini nggak ada dari tadi disampaikan di sini. Jadi

fungsinya anggaran ini digunakan untuk apa, terus apa yang sudah sukses dilakukan di sini,

supaya secara detil kita memahami program yang Ibu jalankan ini gitu, karena kita dari sekarang ,

dari dulu sampai sekarang ini belum tahu apa kinerja dirjen-dirjen masing-masing yang dilakukan

maupun penghasilan PNBP yang masuk dari anggaran APBN maupun anggaran anggaran dan

mungkin yang diberikan dari luar. Mungkin perlu disampaikan Pimpinan supaya kita faham dan

mengerti.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Betul, terima kasih Pak Nasir.

Ibu ada datanya Bu yang.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Di halaman 60 ada nanti kita sampai ke sana.

KETUA RAPAT:

Berarti ada ya di dokumen ini, silakan lanjutkan.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Sebetulnya selama ini yang disebut REP dan dana terkait dengan perubahan iklim karena

konstruksi di waktu yang berstandarnya pada dana Norway, saya kira kita juga tahu tentang itu.

Saya inghin melaporkan bahwa kita baru mulai kencengin sejak akhir Mei 2015 karena direktorat

jenderalnya terbentuk yang menyatukan antara Dewan Nasional Perubahan Iklim, Badan ........dan

lain-lain, baru dia dikonsolidasikan. Kemudian baru mulai kerja, ternyata dananya yang dipakai

baru 70 juta US dolar dan sekarang masuk dengan adanya BRG dan kita sudah mengeluarkan

beberapa aturan termasuk Undang-undang 16/2016, kemudian PP 57 pengganti 71 tentang

restorasi gambut, kemudian internasional atau Norway yakin bahwa ini makin firm policy-nya

maka sudah ada alokasi kepada BRG 57 juta US dolar sampai dengan 200 juta US dolar

ditargetkan sampai dengan 2018 selesai dan seterusnya realisasi dana Norway ini akan

disampaikan, akan diberikan ketika ada realisasi emisi. Jadi sekarang kita sedang

mempersiapkan langkah-langkah untuk kalibrasi metodanya harus pas, melaporkannya harus

pas, termasuk mendaftarkan dari berbagai kegiatan itu juga harus sudah di, sudah harus

dipersiapkan masyarakatnnya. Itu sebabnya ada sistem registri nasional.

Kemudian pada saat ini juga sedang disiapkan, jadi dana-dana luar yang akan masuk ke

Indonesia untuk perubahan iklim ini rata-rata dananya filantrofik dan nggak mau masuk lewat

APBN. Oleh karena itu masuknya ke BLU dan kita harus siapkan badannya, badannya di

Kementerian Keuangan yang isinya itu boleh masuk dari mana saja dananya, dari luar negeri,

termasuk misalnya dari Ford Fondation, dari mana, dari mana, dari negara lain dan sebagainya,

tapi nggak masuk ke port APBN tapi masuk ke dana-dana yang bisa dipakai untuk investasi

rakyat, untuk capacity building.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Izin Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Terima kasih Pimpinan.

Yang di Departemen Keuangan itu maksud Ibu posnya yang 99 itu, terus dana ini udah

keluar, yang tadi yang 70 juta US tadi.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Itu Norway yang lama yang tahun 2010.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Ini yang megang dananya siapa Bu.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Dananya masih mereka dengan UNDP, nggak ke kita.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Yang pengelolaannya di sini.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Campur-campur, jadi programnya tergantung ada di mana, ada di provinsi mana, ada yang

di LHK.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Maksud saya Dirjen itu yang mengelola dirjen yang bersangkutan.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Iya, masing-masing. Ada yang ke pemerintah daerah, ada yang mereka langsung ke

masyarakat gitu. Ini yang kita ingin setting masuk ke badan layanan umum di Kementerian

Keuangan, nanti di situ di kontrol oleh board pengawasnya, oleh segala macam untuk keperluan

.....

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Maksud saya begini Bu Menteri, saya nanya tadi yang poin di sini 70 tadi, sekarang kan

sudah berjalan itu dananya. Nah sekarang yang menjalankan dana 70 ini siapa ini, dirjennya

mana.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Law national vocal point-nya itu Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, artinya dirjen ini

hanya menyetujui ini oke atau nggak, sesuai atau nggak dengan agenda.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Iya lah, maksudnya secara administrasi berjalan di Dirjen.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Nggak juga, jadi tidak, jadi bukan uangnya dikasih ke dirjen, tidak. Jadi programnya dari

UNDP misalnya ke masyarakat adat mana, misalnya uangnya ke sana tapi dia approve dulu ke

kita oke apa nggak ini agenda ini. jadi yang di approve ke direktorat jenderal adalah programnya.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Terus yang melaksanakan program itu di lapangan.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Masing-masing, jadi ada yang UNDP dengan rakyat, jadi ada UNDP misalnya membuat

sekat kanal ya UNDP yang buat gitu, tapi pasti dia banyak LSM-nya, banyak komunitasnya dan

sebagainya.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Interupsi Pimpinan.

Terima kasih Bu Menteri.

Mungkin ini yang mesti didalami bagaimana nanti penggunaan anggaran ini dan lokasinya

di mana saja, nah kita perlu lampirannya supaya, saya mohon izin juga mungkin sudah 2 tahun

lingkungan ini juga harus ada pemantauan yang jelas. Maka mungkin kita bisa membentuk Panja

LIngkungan atau limbah supaya dari sini nanti kita lingkungannya mana yang dibenahi dengan

anggaran ini maupun dana APBN, takutnya tumpang tindih Pimpinan. Ini mungkin perlu

digarisbawahi dengan anggaran-anggaran seperti ini.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Nasir, memang ini sebetulnya dulu ceritanya kan pada waktu masih

menjadi task force dan lain sebaginya kan tidak ada komunikasi dengan DPR RI waktu itu Bu.

Sekarang sudah dibentuk mulai dari Mei 2015, paling tidak sudah ada yang accountable-nya

sudah ada di Ibu Dirjen ini, tinggal nanti mungkin seperti yang Pak Nasir bilang alokasinya,

pengalokasiannya itu approval-nya lewat dirjen, tetapi peruntukannya tergantung dari pada

masing-masing bidang kan begitu ininya.

Silakan dilanjutkan Bu.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Kalau kita lihat di halaman 27 dan 28 itu sebetulnya desainnya yang sedang kita rancang,

jadi instrument pendanaannya itu diatur dengan PP namanya Instrumen Ekonommi Lingkungan

HIdup dan harus ada badan pengelola dana lingkungan hidupnya. Itu yang dananya dari luar

negeri, badannya harus nyantel di Menteri Keuangan.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Izin Pimpinan.

inikan belum dibentuk ya Bu, yang saya tanya tadi yang sudah turun dananya tadi 70 juta

US dolar, nah ini kita perlu rinciannya supaya dana APBN ibu ini ada enggak nempel di sini.

Takutnya nanti yang ngerjain pakai dana itu dana APBN-nya masuk lagi ke situ gitu, kan ini perlu

pendalaman yang perlu kita lakukan Pimpinan, supaya kita jelas anggaran ini ke mana dan siapa

yang menggunakan, siapa yang bertanggung jawab. Nah ini yang paling penting, mungkin itu

Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Oke, silakan Bu dilanjut.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Saya jawab aja langsung, dananya dana Norway dari tahun 2010 sampai 2016 dana ini

dikelola oleh UNDP. Dia memang berpartner dengan kita untuk lihat keperluan-keperluannya,

lokasi, keperluan, programnya, tapi seluruhnya yang mengelola mereka. Kemudian sejak tahun

2017 Norway, ini juga yang nentuin Norway siapa yang mengelolanya. Di tahun 2017 itu yang

mengelola adalah LSM kemitraan, partnership dan kalau nanti misalnya badan yang kita plan ini

jadi maka uangnya masuk badan ini yang dikontrol oleh dewan pengawas yang multi stakeholder,

pengendali-pengendalinya itu nanti rencananya seperti itu.

KETUA RAPAT:

Ya itu mungkin lebih bagus ya Bu, karena kalau lewat ini kan ceritanya sebetulnya ini G to

G iya kan, tapi diawasi sama UNDP, terus habis itu LSM kemitraan kan tidak benar sebetulnya ini.

Mungkin kita tunggu saja sampai terbentuk BLU, BPTLH itu.

Silakan Bu dilanjutkan.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Terima kasih Pimpinan yang terhormat.

Mungkin nanti draft price-nya juga atau desain badan layanannya bisa kita komunikasikan

secara ekstra gitu di luar Rapat Kerja ini Bapak Pimpinan.

Dalam hitung-hitungan oleh Bappenas sebetulnya untuk keperluan kita menyelesaikan

komitmen kita dalam penurunan gas rumah kaca, itu selama periode 2016-2020 diperkirakan kita

perlu 68 milyar US dolar, ini ada di halaman 29 catatannya, ini dengan beberapa pertimbangan

misalnya landscape, kerangka kebijakan dan sebagainya. Ini proyeksi-proyeksi dananya di

halaman 30. Kemudian di dalam pelaksanaan atau operasionalnya, yang desainnya yang tadi

direncanakan di keuangan itu sebetulnya untuk 3 hal. Pertama untuk keperluan investasi, kedua

untuk keperluan small grand, jadi dikasih kepada rakyat, dikasih kepada kelompok tani atau

dikasih kepada masyarakat adat, itu namanya small grand. Yang ketiga, capacity building. Nah

yang lewat APBN itu capacity building karena dia untuk pemerintah, aparat pemerintah dan

sebagainya itu dalam desain yang disusun oleh kita bersama Norway dan Menteri Keuangan.

Yang selama ini dana-dana luar negeri lewat Bappenas itu yang capacity building. Jadi

nanti apabnila beberapa unit kerja pemerintah juga memerlukan capacity building, dia bisa ambil

yang pos ini dari BLU, dari badan yang di Menteri Keuangan. Jadi kurang lebih rencananya

seperti itu. Jadi tentu saja, lalu dalam kaitan dengan kerja secara keseluruhan tetap saja untuk

unit-unit kementerian dan lembaga itu tetap dibutuhkan APBN. Kemudian juga ada dana-dana

swasta dalam negeri, CSR, juga perdagangan karbon, dan juga ada dukungan dari multilateral,

kemudian dan bilateral dan dana-dana filantropik dan sebagainya.

KETUA RAPAT:

Sebentar Bu Menteri, ini 68 milyar itu source-nya semua dari, oh dari seluruh sumber, bisa

digambarkan komposisinya berapa Bu. Jadi isinya dari Norway semuanya masuk jadi satu Bu ya,

nanti kita tentunya menginginkan mendapatkan breakdown-nya ya supaya kita bisa

membayangkan, yang tadi Pak Nasir sampaikan itu jangan sampai ada dana APBN yang double

deeping kira-kira begitu. Itu yang kita memerlukan breakdown-nya tadi, bisa disusulkan nanti Bu.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Nanti kami komunikasika lagi dengan Bappenas dan Menteri Keuangan Bapak.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Sedikit izin Pimpinan.

Mungkin sekalian Bu Menteri, kita ingin lihat programnya apa saja sih yang bisa di bawa ini,

nanti kita tahu gitu bahwa oh di Dapil kita itu ada kegiatan dari dana mana gitu. Jadi kita jelas

seperti Ibu pendanaan inikan swasta, dalam negeri, CSR, perdagangan dan karbon domestic.

Nah ini apa saja yang kita bisa buat di sini yang kita juga tahu wah bisa mengawasi bahwa ini

dananya dana bantuan dan ini dana APBN. Nah itu yang perlu detil Bu, perinciannya kita ingin

tahu seperti apa gitu karena kan sudah mengalir sebesar itu, kita juga nggak tahu di mana dana

ini sekarang, mungkin itu.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Oke, terima kasih.

Silakan Bu.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Jadi kami lanjutkan bahwa sudah ada komitmen dari 11 negara untuk, ini baru

komitmennya untuk pendanaan di halaman 32 Australia, Kanada, Jerman, Italia, Belanda, New

Zealand, Swedia, Swiss, Inggris, Amerika dan Belgia untuk komitmen capacity building. Kemudian

juga ada beberapa dai Swedia, Jerman, Italia, Belgia untuk adaptasi. Sesuai dengan, selanjutnnya

pada halaman 34 sesuai dengan metoda yang sudah ada standarnya di secretariat pengendalian

perubahan iklim di PBB. Maka ada persyaratan dan kerangka kerja transparansi yang untuk

Indonesia sekali lagi kami laporkan bahwa kita sudah punya sistem registry nasional jadi

bagaimana verifikasi, pendaftaran, evaluasi, analisis sampai pada kesimpulannya itu dibicarakan

secara terbuka, kemudian dilaporkan lagi di secretariat di sana untuk istilahnya validasi dan

pengukuhan standarnya. Jadi ini di halaman 34-37 itu sampai 39, sam,pai halaman 40, di sini juga

ada web-nya dan sudah terbuka. Jadi ada penyajian informasinya dengan web.

Selanjutnya untuk peningkatan kapasitas, Indonesia sesuai dengan standar dari Paris

Agreement di UNFCCC-nya itu untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan, maka dilakukan

peningkatan kapasitas dan di standar sana ada keanggotaannya dan ada 12 Anggota, yang dari

Indonesia perwakilan Asia Pasifik juga ……juga sudah dilakukan kegiatan dan

pemahaman-pemahaman kepada ahli-ahli ataupun akademisi-akademisi di daerah.

Bapak Pimpinan.

Selanjutnya kami ingin melaporkan pada halaman 45 bagaimana peran non state actors

atau peran-peran stakeholder di luar pemerintah pusat yang sebetulnya oleh Paris Agreement

sangat di dorong. Jadi di dalam dikumen ini yang disebut non partie stakeholder seperti civil

society, private sector, lembaga-lembaga keuangan, kota-kota dan ataupun otoritas sub nasional

lainnya, jadi seperti asosiasi, kelompok-kelompok masyarakat, masyarakat adat, dan sebagainya.

Jadi di dalam Paris Agreement itu memang mereka harus diundang dan harus bersama-sama

juga termasuk seperti kami sampaikan tadi masyarakat hukum adat. Jadi ini saya kira sudah kita

mulai dan bahkan di dalam interaksi-interaksi internasional juga mereka juga sudah ikut serta.

Selanjutnya Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat. Kita di kementerian

memang sebagai national vocal point pada halaman 49, itu memikirkan untuk dan sudah kami

mulai untuk adanya semacam pusat data pengetahuan dari perubahan iklim yang muncul dari

inovasi-inovasi masyarakat karena Indonesia yang begitu luas, sangat jauh berbeda misalnya

dibandingkan dengan Singapura yang luasnya hanya sekota Jakarta. Itu ternyta secara kenyataan

inovasinya sangat banyak, tadi ada pola masyarakat adat, ada pola-pola kampus, ada pola-pola

komunitas, ada pola-pola perusahaan. Itu yang punya inovasi-inovasi dan kita memang perlu

mengumpulkannya dan itu kita lakukan dalam dialog mingguan setiap hari Rabu. Jadi sekarang

sudah terkumpul beberapa tema, di sini ada ya, di halaman, nanti kami laporkan ada di,

hasil-hasilnya menurut tema-tema dari pengetahuan apa saja yang sudah terangkum. Jadi itu

rencananya seperti di halaman 50 dan di 51 ini juga sudah memulai ditampilkan, jadi setiap ada

masukan atau inovasi yang masuk dari public. Jadi kalau ada, kalau ketahuan oleh kami ataupun

terinformasi kepada nasional vocal point bahwa ada inovasi misalnya apakah Aren, apakah zat

kimia yang bisa mengatasi pori-pori gambut dan sebagainya itu biasanya dia paparkan, kemudian

kita tabung itu sebgai pengetahuan dari masyarakat untuk inovasi perubahan iklim.

KETUA RAPAT:

Sebentar Bu, inikan positif sekali sebetulnya apakah itu juga mendapatkan bantuan dari

pemerintah kalau memang rakyat-rakyat yang sangat kecil memunya ide-ide besar yang mau

berkontribusi sebetulnya atau kita cuma sekedar mengapresiasi sekedar tampung, kita biarkan

mereka survive sendiri.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Setuju Ketua, itu yang penting tadi.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Jawabannya jujur Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat, belum. Jadi

saya melihat bahwa ini juga baru, ini bener-bener murni dari diskusi kita. Saya melihat bahwa

harus ada recognition dulu pertama bahwa rewards-nya sih nggak langsung diberikan dana untuk

pembinaan atau apapun tetapi sebagai contoh misalnya masyarakat adat yang kita tahu punya

inovasi dan anak sekolah punya inovasi itu yang kita bawa waktu ke Marakesh. Jadi masih sangat

konvensional, jadi ini memang sedang kita fikirkan harus seperti apa, bahkan pojok iklimnya

sendiri sebetulnya ini ada dananya nggak di APBN, pojok iklim, nggak dia pakai konsumsinya

secretariat jenderal saja saya suruh taruh karena ini betul-betul memang mungkin sudah berjlan

6-7 bukan ya, tapi koleksi pengetahuannya saya lihat sudah cukup banyak. Ini bisa kelihatan

Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Interupsi sedikit Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Menindaklanjuti yang Ibu Menteri sampaikan tadi, saya ada menemukan Bu anak ini

sekolah di Jerman 5 keluarga. Dia punya jaringan kultur yang cukup bagus bisa merubah dari

bahan yang tidak, dari tumbuhan yang tidak bagus menjadi bagus. Nah kemarin saya telepon Pak

Sekjen melihat balai benih yang ada di Riau, saya prihatin Bu. Nah kalau dengan anggaran,

mungkin saya mau lihat berapa anggaran pengadaan benih yang kita lakukan untuk nanam

kembali, tapi apakah kualitas pohon-pohon yang disiapkan ini sudah berkualitas atau lebih baik

dari sebelumnya. Nah ini harus digarisbawahi Bu Menteri, ini mau dbawa kemana anggaran

seperti ini. Saya Tanya saja benih bibit duren yang harusnya dia sudah bisa di stek atau sudah

dibuat yang lebih bagus, nah dia hanya ditanam biji, mungkin bijinya dapet dari pinggir jalan di

bawa ke situ, ditanami. Nah ini nggak tahu prosesnya seperti apa, anggarannya dari mana, nah

harus ada kualitas Bu. Saya telpon Pak Sekjen waktu itu, saya minta teleponkan dan saya berada

di situ, nggak ada kemajuan yang dibuat, tapi anggarannya setiap tahun turun. Nah saya punya

fotonya, orangnya di Sumatera Utara, Ibu bisa hire, bisa jadi konsultan, bisa mungkin

mengeluarkan dana awal untuk teknologi yang seperti ini. Ini bisa lebih baik, membina balai-balai

yang ada di Kementerian Kehutanan lingkungan ini, tapi dia bnisa lebih baik.

F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):

Izin Pak Ketua, saya juga sudah punya 14 pertanyaan ini. Jadi maksud saya biar Bu

Menteri menyelesaikan terlebih dahulu baru.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Sebentar Bu, saya punya hak politik, berikan hak saya di sini karena saya.

F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):

Sama Pak.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Makanya nanti ada porsi Ibu karena saya mesti interupsi.

KETUA RAPAT:

Sebentar, kalau sifatnya interupsi saya izinkan yang masih berhubungan dengan sini, tapi

kalau di luar pendalaman nanti ada sesi pendalaman, nanti paling tidak sesuai dengan ini saja

dulu Pak, nanti didalamkan lagi.

Silakan Bu dilanjutkan lagi.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Terima kasih.

Ini juga sudah hampir selesai tinggal satu aspek lagi yaitu dana hibah dan implementasi,

rencana implementasi.

Pak Pimpinan, pada halaman 67, 68 dan 69, serta 70 itu kelihatan daftar inovasi yang

keluar selama diskusi mingguan itu, misalnya inmovasi Bios 44 yaitu untuk tadi yang saya bilang

menutup pori-pori di gambut sehingga tidak mudah terbakar. Kemudian NOzel, Nozel yang

diciptakan buat di bor, kemudian itu sambu kontinnu Nozel dan sebagainya. Kemudian restorasi

ekosistem juga di verifikasi legalitas kayu, kemudian game, juga ada game-ame perubahan

klimnya dan sebagainya itu kelihatan datanya.

Selanjutnya izinkan saya melaporkan yan dana hibah, di catatan kami ada 8 di halaman 60.

Ada 8 kegiatan yaitu hidrokloro karbon faseout, kemudian juga di foam-nya partnership juga

peningkatan kelembagaan dan strategic planning dan action untuk climate resilition, kemudian

ada untuk dukungan kepda komunikasi ke UNFCCC, serta infrastruktur untuk kapasitas redplast

dan climate change respon. Ini kalau di total kira-kira dananya 51,6 juta US dolar, ini di luar dana

Norway. Ini yang sekarang sedang berlangsung.

Selanjutkan Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat, saya ingin

melaporkan bahwa dalam tahun 2018 dalam rencaa kerja pemerintah, pada tanggal 1 Februari

sudah ada sidang cabinet paripurna di situ dipaparkan oleh Menteri Bappenas bahwa satu

diantaranya mainsteaming perencanaan pembangunan nasional adalah perubahan iklim. Jadi ini

satu progress yang sangat baik atas dukungan yang terhormat Bapak Pimpinan dan Anggota

Komisi VII. Jadi setelah Undang-undang Ratifikasi berbgai dorong kami terus berinteraksi dengan

kementerian-kementerian dan melaporkan juga kepada Bapak Presiden. Lalu ada 4

mainstreaming rencana pembangunan nasional yaitu good governance, gender, kemudian

revolusi mental dan perubahan iklim. Jadi di dalam RKP 2018 diproyeksikan ada 10 prioritas

nasional di mana mainstreaming perubahan iklim ini juga masuk dan yang terkait langsung

dengan perubahan iklim seperti di pendidikan, kesehatan, perumahan, juga pariwisata, energy,

pangan juga penanganan kemiskinan.

Demikian yang ingin kami laporkan sebagai progress, mohon berbagai catatan dan arahan

untuk pengembangan agenda dan koreksi-koreksi program selanjutnya,

Terima kasih kurang lebih mohon maaf.

Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Om shanti-shanti om.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Kepada Ibu Menteri Lingkunan Hidup atas penjelasannya yangn sangat baik

dan tadi sudah terlihat antusiasme dari para Anggota Dewan untuk mendalami karena memang

program ini menjadi concern dari pada Anggota Komisi VII, terutama paska ratifikasi Bu karena

kita merasa kita me-ratify, jadi kita betul-betul ingin ada suatu, punya keinginan untuk konsistensi

dari pada pemerintah di dalam mengimplementasikan. Jadi tidak heran kalau tadi banyak yang

bersahutan gitu untuk nantinya otomatis akan menanyakan lebih jauh lagi gitu. Di meja Pimpinan

sudah ada beberapa yang terdaftar, nomor satu sebetulnnya Pak Muhtar tapi.

F-PDIP (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST.):

Boleh nambah Pak, sebelum di rolling.

KETUA RAPAT:

Bu Mercy ya, oke yang kedua Ibu Andi Yuliani Paris.

Silakan Bu Andi.

F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):

Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yang saya hormati Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bapak-Ibu Dirjen dan

Direktur yang hadir pada hari ini.

Yang saya cintai Bapak-Ibu Anggota Komisi VII.

Saya ada 15 poin Bu yang ingin saya sampaikan dan yang ingin saya tanyakan, tapi saya

biasanya ringkas-ringkas saja walaupun banyak. Pertama Bu, terima kasih kepada jajaran

lingkungan hidup dan kehutanan telah menginisiasi diskusi tentang ulat sutera yang merupakan

kebutuhan yang sangat penting khususnya di daerah pemilihan saya Kabupaten Sopeng dan

Wajo. Pertanyaan saya adakah rencana Kementerian LHK ini untuk menghidupkan kembali balai

kesutraan dan balai mangrove, itu 2 balai itukan sudah dihapus padahal penting di Dapilnya Pak

Nasir, itu penting sekali BU balai mangrove itu ada, di Dapil saya juga dan beberapa Dapil-dapil ini

perlu dihidupkan, apakah ada rencana karena kalau tidak ada seperti yang terjadi, saya mau

minta mangrove sampai saat ini di Sulawesi Seltan itu nggak pernah saya dapatkan, saya sudah

datangi balai BPDAS-nya ya.

Kedua Bu terkait dengan halaman 56-58, di sini ada perjuangan Indonesia di luar forum

UNFCCC dan non. Biasanya ini Bu, kelemahan kita ini orang Indonesia ketika mengirim delegasi,

mereka hanya datang tapi tidak punya notulensi yang lengkap tentang apa yang telah dibicarakan,

yang telah diperjuangkan terdahulu. Mereka coba kita belajar dari kasus Sipa dan Ligitan karena

kita nggak punya dokumen, tidak pernah jelas tantang apa yang telah kita perjuangkan. Kita

sekedar hanya pergi ke luar negeri, tidak punya notulensi yang cukup, tidak punya

agenda-agenda perjuangan yang penting yang untuk di golkan pada tahap negosiasi di luar negeri

tersebut. Nah untuk halaman 56-58, apakah sudah ada notulensinya yang cukup, siapapun

menterinya siapaun dirjennya, siapapun direkturnya, yang bisa membaca kembali apa yang perlu

ditindaklanjuti terkait perjuangan Indonesia di forum-forum UNFCCC itu tersebut. Kemudian

technical assistant Bu, saya ini pernah kerja di GT set, pernah kerja di UNDP kita harus hati-hati

sekali apalagi Ibu berkali-kali mengatakan tentang civil society. Tadi saya diskusi sama Pak Tjatur,

sekarang ini negara dilemahkan, partai politik dilemahkan, lama-lama pemerintah tidak punya role,

tidak punya peran kembali. Civil society yang jadi kuat, apa agendanya Bu, mereka itu

menginginkan data-data kita, apakagi data tentang hutan, sebenarnya bukan tentang hutannya

Bu, mereka punya data penginderaan jarak jauh tentang berapa sih wilayah, di mana wilayah

perbatasan, berapa manusia yang ada di situ. Bu Menteri ini lulusan terbaiknya Lemhanas nih,

simetrik world, roxy world itu bisa lewat itu semua Bu, salah satunya lewat kerja sama luar negeri.

Saya tidak anti kerja sama luar negeri, tapi ini mungkin harus hati-hati sekali sekali dengan

technical asisten-asisten yang terkait dengan data. Bu Menteri mungkin masih ingat waktu

2004-2009 di Komisi II saya sangat menolak kerja sama dengan luar negeri tentang data

kependudukan, walaupun mau dikasih duit berapapun Indonesia dan itu akhirnya dibatalkan. Nah

hati-hati terhadap technical asisten yang biasanya mereka memperkuat civil society, kalau civil

society terlalu kuat, di dikte dari luar, apalagi salah satu yang kerja sama dengan dulu namanya

GT set Jerman technical corporation sekarang namanya GIZ sesama, jadi z-nya itu zezament

arbate, jadi kerja sama. Itu mereka di Aceh, saya nggak yakin mereka hanya mau pure kerja sama

hutan tapi mereka punya agenda-agenda. Ini perlu harus hati-hati sekali.

Kemudian pertanyaan halaman 67, 68, 69, 70 tentang inovasi pojok iklim. Di sini ada 1, 2,

3, 4, 5, 6, 7 dari aksi ketahanan perubahan iklim, restorasi ekosistem sampai yang banyak sekali

ini. Pertanyaan saya Bu, ini tolong dijelaskan atau mungkin saya minta tambahan penjelasan nanti

tidak perlu dijelaskan sekarang, tapi bentuk dalam tabulasi mana yang sudah selesai, mana yang

on going proses, mana yang akan dilanjutkan dengan tahun anggaran 2017 karena ini terkait juga

dengan pertanyaannya Pak Nasir tadi, mana sih yang bisa kita kerjakan di Dapil kita ini banyak

sebetulnya dari aksi ketahanan perubahan iklim, kemudian restorasi ekosistem, kemudian ada

instrument-instrumen kebijakan. Saya juga ada pertanyaan terkait instrument kebijakan, halaman

berapa itu, ada Perda-perda yang akan dibuat, maaf bukan, peraturan dirjen. Pertanyaan saya Bu,

cukupkah dengan peraturan dirjen untuk memayungi atau memaksa, karena peraturan itu

sebenarnya untuk memaksa, untuk melakukan sesuatu, cukup tidak, coba dikaji, apakah dia harus

lewat peraturan menteri.

Kemudian tentang CSR internasional sama pertanyaannya ini Bu, harus jelas bentuk kerja

samanya. Kemudian halaman 32 pernyataan kontribusi pendanaan, kadang-kadang dengan pihak

Dodor itu kita dikasih uang, jumlahnya besar, tapi mereka sebenarnya banyak untuk gaji mereka

sendiri. Ibu saya tahu saya, ibu-ibu kalaupun kerja sama internasional bapak-bapak di

kementerian ini nggak pegang uang kan sebenarnya, tetapi yang perlu diperhatikan sebenarnya

jangan sampai kita menyerahkan kedaulatan kita secara halus melalui pendanaan-pendanaan

luar negeri ini, ini yang menjadi catatan. Kemudian di halaman 60 di situ hibah/pinjaman, ini hibah

semua ya Bu, nggak ada pinjaman ya, hibah semua ya, mungkin berarti pinjamannya coret di situ

untuk judul tabel. Kemudian pertanyaan saya terkait dengan koordinasi ataupun perjuangan di

UNFCCC dan non, ini saya minta Bu secara tertulis apa yang menjadi PR bagi bangsa kita di

dalam negosiasi di forum-forum internasional. Ini penting Bu, karena contohnya misalnya

outsounding border area di Kalimantan, di Indonesia itu masih banyak dan itu berpuluh-puluh

tahun nggak pernah selesai negosiasinya di tingkat internasional, jangan sampai kita juga punya

negosiasi, kita misalnya Paris Agreement, kita punya kewajiban-kewajiban, tapi kita jangan

sampai juga dihukum oleh negara lain, kita tidak bisa mengirim produk kikta karena kita tidak

mengikuti aturan-aturan, ini juga perlu diketahui.

Kemudian untuk lampiran 73, 74, 75 Bu, halaman itu. Tadi di salah satu halaman, di situ

disebt, oh di halaman 49. Ada pusat data ya, ini kalau saya datangin ke kementerian Ibu bisa saya

lihat nggak di mana pusat data ini. Ini pasti terkait dengan namanya yang tadi sebenarnya mau

menjelaskan tentang knowledge manajemen. Knowledge manajemen itu adalah manajemen

pengetahuan, jadi kegiatannya untuk mengidentifikasi sampai bisa digunakan kembali. Ini kalau

dilihat bisa nggak Bu, apa yang ada di pusat data yang dijelaskan di halaman 49, ada tidak

misalnya apa yang sudah dilakukan di halaman 73, 74, 75 itu ada tidak di pusat data yang Ibu

sebutkan di halaman 49. Ini yang ingin saya sampaikan, sekali lagi terkait nyambung

pertanyaannya Pak Nasir apa saja sih misalnya untuk desa iklim itu bisa yang kita lakukan di Dapil

kita.

Terima kasih Bu, semoga balai kesutraan, balai mangrove dihidupkan kembali, jjustru

disitulah pentingnya salah satu pelaksanaan dari terutama mangrove itu untuk implementasi dari

Paris Agreement.

Terima kasih.

Wabillahuitaaufiq wal hidayah.

Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Bu Andi.

Selanjutnya Pak Muhammad Nasir, nambah satu lagi ya, oke.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Terima kasih Pimpinan.

Yang saya hormati Pimpinan Sidang dan teman-teman Komisi VII.

Yang saya hormati Saudara Menteri dan seluruh jajarannya.

Mungkin menindaklanjuti yang Ibu Menteri sampaikan tadi, kita ingin melakukan

pendalaman Bu, saya ingin, izin Pimpinan mungkin interaktif. Salah satu contoh saja yang saya

tahu anggaran yang digunakan sebesar 70 juta US dolar ini, salah satu contoh mungkin kita ingin

Bu, dimana lokasinya. Mungkin mohon izin pimpinan untuk interaktif.

Terima kasih, salah satu lokasi Bu, apa kira-kira yang dilakukan.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Itu karena blocking itu termasuk, karena blocking di Riau banyak itu yang dilakukan oleh

UNDP, saya nggak ingat datanya secara hitung-hitungan angkanya tapi ada dan saya tahu persis.

Jadi bagaimana UNDP memfasilitasi kelompok-kelompok masyarakat termasuk di Riau, di

Kalimantan Tengah, itu salah satu contohnya.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Tapi datanya ada di dirje ya Bu, mungkin nanti saya minta data itu. Mungkin yang lain saya

kemarin didatangi beberapa Anggota DPRD dari beberapa kabupaten termasuk juga Ketua

DPRD-nya di Dapil saya. Mereka mempermasalahkan satu kawasan-kawasan yang belum

memiliki Amdal Bu, tapi karena dengan adanya edaran Ibu yang kemarin itu tapi

permasalahannya karena terjadinya mereka membangun di satu kawasan yang terlarang. Ini

mungkin perlu didalami, mungkin di dirjen hukum maupun dirjen lingkungan. Ini mungkin datanya

saya serahkan ke Bu Menteri atau dirjen bersangkutan.

Terus kawasan-kawasan Bu yang mungkin tadi yang saya sampaikan hutan-hutan lindung

seperti yang pernah Ibu Menteri sampaikan yang terjadi kabupaten Rohul yang mungkin sudah

diproses juga seperti Ibu Menteri sampaikan punya DL Sitorus, tapi itu aktivitasnya masih jalan

dan dikelola oleh yang bersangkutan. Ini kita minta penegasan bagaimana proses lingkungan ini,

maupun proses kawasan yang salah yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Itu mungkin yang

kedua.

Dan yang ketiga untuk kita masuk ke angaran 2017, tapi kita minta mungkin perlu

pendalaman Pimpinan nanti di waktu yang khusus. Pendalaman anggaran 2016, bagaimana

penggunaan anggaran 2016, di mana saja pos lokasinya, dia dibuat seperti apa, ini mungkin kita

minta waktu khusus, mungkin sekjen dan seluruh dirjen menjelaskan untuk anggaran 2016.

Yang keempat tadi, kita kemarin ada kunjungan spesifik kita mendapatin ada beberapa

pabrik-pabrik yang posisi limbahnya masih banyak bermasalah. Ini perlu pendalaman dan saya

sangat kritis karena sudah beberpa kali melakukan kunjungan di Riau tentang kondisi di

limbah-limbah ini, tapi tindak lanjutnya tidak ada juga kejelasan dan laporan secara terperinci.

Maka mungkin Komisi VII bisa membantuk Panja itu Panja Lingkungan atau Limbah supaya kita

bisa mengawasi perusahaan-perusahaan yang bermasalah maupun limbah-limbah yang tidak

sesuai yang dibuang tidak pada tempatnya arau disempurnakan sebaik mungkin seperti yang kita

lakukan pada waktu itu kunjungan juga ke Chevron, Bu Dirjen juga ikut. Bu Dirjen juga tidak tahu

proses itu yang selama ini tidak dilaporkan Chevron. Nah sekarang mereka ingin mengelola

limbah tersebut dengan anggaran sebesar 13 trilyun. ini juga harus kita berikan pengawasan,

untuk pengawasa ekstra ataupun seperti apa karena anggaran itu akan di cost recovery oleh

perusahaan tersebut. Ini perlu catatan penting karena kementerian yang Ibu Menteri tangani

cukup banyak kompeten dengan lingkungan. Lingkungan ini perlu Bu penanganan khusus karena

sudah terjadi kasus hukum dan sekarang yang terlibat kasus hukum menjadi pengelola untuk

me-launching pengadaan tersebut. Diangkat kembali itu namanya Bachtiar atau apa ada dikirimin

wartawan dari Riau, itu perlu dibatalkan Pak menurut saya karena masih banyak orang-orang lain

yang bisa melaksanakan itu, ini menjadi miring nanti karena dia sudah pernah kena kasus hukum

terpidana 4 tahun. Sekarang oleh Chevron diangkat untuk melaksanakan proses lelang tersebut

sebesar 13 trilyun. jadi ini menjadi catatan penting, mungkin Bu Menteri, nanti kita minta juga SKK

dan ESDM. Ini kita minta dibatalkan dan perlu didiskusikan dulu ke pihak kementerian bagaimana

proses limbah tersebut dan daerah-daerah yang menghasilkan minyak juga bisa memproses

limbah tersebut untuk menjadi penghasilan mereka juga, menjadi pemasukan APBD. Ini mungkin

perlu masukan-masukan dan penilaian dari kementerian bagaimana memproses limbah tersebut

karena masih banyak juga lahan yang dipergunakan di daerah tersebut yang bisa menjadi

pemasukan BUMD ataupun daerah yang penghasil minyak tersebut karena anggarannya cukup

besar, dia 5 tahun ini diadakan sebesar 13 trilyun. ini mungkin menjadi catatan penting kepada bu

menteri, itu yang bnetuknya limbah Bu. Beberapa perusahaan besar juga ada di Riau, nah ini

perlu penanganan dan pendalaman tentang kondisi limbah yang ada di Riau karena mencemari

seluruh sungai yang ada di Riau.

Mungkin catatan penting pimpinan, mungkin kita bisa membahas dalam intern untuk

membentuk panja untuk penanganan limbah maupun lingkungan yang ada di Komisi VII.

Mungkin mohon izin terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Selanjutnya Pak Ramson.

F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

Terima kasih Pak Ketua.

Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam sejahtera untuk kita semuanya.

Pak Ketua, Rekan-rekan Anggota yang terhormat.

Bu Menteri dan Pak Sekjen dan semua Pak Dirjen jajaran yang saya hormati.

Ini maaf tadi Pak Ketua, sebentar rapat di Badan Legislasi, jadi bagi-bagi waktu Bu Menteri,

ya itulah kalau rangkap jabatan.

Bu Menteri tadi penjelasannya lumayan lengkap, tetapi seperti tadi mungkin sudah

disampaikan oleh teman-teman Anggota yang terhormat. Kita memerlukan formulasi perhitungan

kompensasi dan juga realisasi yang dilakukan, program-program yang telah dilaksanakan untuk

meng-spend atau mengeluarkan uang kompensasi itu apa saja gitu Bu. Itu yang pertama.

Yang kedua, di daerah pemilihan saya kabupaten Pekalongan ada hutan Ketungkriyono. Itu

tolong penjelasan Bu Menteri, kira-kira nanti berapa kompensasi yang bisa diperoleh hutan

Ketungkriyono karena itu termasuk juga bagian yang akan memperoleh kompensasi.

Terus yang ketiga, Pak Bupati juga kalau boleh di sana dibangun rumah persinggahan di

Ketungpriyono itu mungkin Pak Sekjen bisa menganggarkan itu bupati kabupaten Pekalongan

menitipkan usulan ke Bu Menteri melalui saya. Jadi karena anggaran dari Pemda itu ada untuk itu,

untuk hutan Ketungpriyono di kabupaten Pekalongan.

Terus yang keempat tadi memang birokrasi mungkin di Kementerian Kehutanan ini masih

perlu dibenahi Bu Menteri, tadi ada keluhan dari teman-teman Anggota yang terhormat. Saya juga

mengalami Bu Menteri, ada surat dari Bupati, tetapi pengajuan itu sudah lengkap sampai ke

tengah di direktur-direkturnya nggak tahu persoalannya. Saya waktu itu bersama staf saya sudah

rapat dengan 2 direktur, tetapi nggak tahu kalau ada surat pengajuan yang dari Bupati kabupaten

Pekalongan, eh bupati kabupaten Pemalang maaf. Kalau tadi Ketungpriyono di kabupaten

Pekalongan, kalau ini di kabupaten Pemalang terkait hutan mangrove yang sudah terjadi erosi

besar-besaran. Tadi ada usulan, ini sudah saya sampaikan ke Bu Menteri, sudah 2 kali juga Pak

Sekjen, tapi pas rapat dengan direktur, direktur hanya bicara soal bibit produktif, yang semua juga

dapat bibit produktif, tetapi justru yang ada surat dari bupati kabupaten Pemalang,

direktur-direkturnya tidak faham gitu. Jadi saya ini agak kurang nyambung, ini memang masih

kelemahan juga di dalam mengelola anggaran negara ini di banyak-banyak sektor, di Pemda juga

kadang-kadang seperti itu ada birokrasi yang memerlukan surat dari kepala dinas ke kementerian,

bukan hanya Kementerian KLH tapi juga kementerian lain yang saya juga perjuangkan, saya lihat

untuk membuat surat juga bupati sudah perintahkan tapi kepala dinas juga tidak membuat surat

juga, nggak nyambung. Jadi ini yang saya lihat kelemahan target reformasi birokrasi yang saya

juga ikut menyusun itu waktu saya di Komisi XI Tahun 2007 dulu bersama Menteri Keuangan

yang sekarang kembali menjadi Menteri Keuangan.

Ini tolong Bu Menteri, diperhatikan karena itu belum masuk ke program yang sudah surat

itu disampaikan, malah sebelum Oktober, sebelum APBN 2017 diputuskan. Itu yang saya lihat

perlu penjelasan seperti tadi saya sengaja di sini tidak agak keras mengkritisi, cuma memang

perlu pembenahan karena manajemen itu kan kita harus lihat goalnya di mana, realisasinya

bagaimana. Jadi saya melihat kadang-kadang proses pelaksanaan APBN ataupun belanja negara

itu banyak jadi suatu rutinitas, kurang bisa menyesuaikan kalau ada terobosan, jadi bukan ke soal

target. Memang itu kelemahan dari sistem penganggaran berbasis kinerja, jadi hanya itu-itu saja.

Jadi kalau itu jalan naik 5%, naik 6% padahal kadang-kadang ada terobosan, seperti misalnya

bahwa terjadi erosi di satu kabupaten hutan mangrove dan itu juga bisa kalau itu diatasi bisa

menjadi destinasi pariwisata yang juga akan bagus untuk tambah lapangan pekerjaan dan juga

untuk PAD kabupaten yang bersangkutan. Hal-hal seperti ini yang saya lihat tadi itu masih lemah,

saya cek di tengahnya dibawah Bu Menteri di level direktur malah tidak tahu, suratnya pun tidak

lihat. Nah itu Bu Menteri untuk tolong diperhatikan termasuk juga nanti ini soal implementasi dari

Paris Agreement ini tentunya ini tidak hanya sebagai normative saja dibuat laporan di sini, kalau

nanti pada waktunya sebenarnya sudah harus bentuk-bentuk kegiatan yang sudah ada di

lapangan gitu. Jadi kalau inikan saya lihat kebanyakan masih bersifat normative, belum langsung

apa yang sudah di lapangan, bagaimana realisasinya, angka-angkanya, kuantitatifnya, belum

terlihat di sini.

Mudah-mudahan Pak Ketua, di waktu yang akan datang periodic kita adakan rapat dengan

Bu Menteri agar kita mengetahui progresnya karena memang ini bukan dari APBN, mungkin ini

bukan di audit oleh BPK, tetapi kita sebagai DPR RI harus mengetahui progress dari implementasi

dari Paris Agreement ini. Itu yang perlu Pak Ketua, jadi secara periodic harus kita mendengarkan

atau menerima laporan perkembangan kemajuannya, jadi dan tidak hanya bersifat normative,

sudah harus bentuk-bentuk yang direalisasikan di lapangan. Jadi kalau saya lihat ini masih

normative semua ini, seperti sistem inventarisasi, ….nasional, sistem MLV untuk mitigasi,

transparansi framework, tapi di mana dan apa yang dilakukan belum kelihatan dan juga secara

kuantitatif juga belum kelihatan.

Sementara itu Pak Ketua, jadi secara periodic perlu karena dari situlah baru kita ketahui

bagaimana sebenarnya hasil dari Paris Agreement ini, jalan nggak di lapangan. Itu yang perlu,

jangan hanya kita menyetujui suatu Undang-undang tetapi tidak implementatif di lapangan. Kalau

kurang implementatif apa yang perlu didukung Komisi VII DPR RI, jadi juga harus sama-sama

mencari solusi karena di republic, saya di DPR RI sejak……dulu saya di luar sistem, dulu saya

betul-betul mengkritisi pemerintah yang lama dulu sampai pergerakan-pergerakan dulu juga saya

di bawah, istilahnya di bawah tanah. Tetapi di dalam saya lihat sulit juga, saya sudah 18 tahun di

dalam sistem ini. Jadi masih, saya lihat kemajuan di republic belum sesuai yang diharapkan,

padahal hutang sudah makin banyak, bunga hutang kita sudah harus hutang membayar bunga

hutang kalau kita dalam struktur APBN. Itu salah satu variable untuk melihat bagaimana kemajuan

bangsa ini, kemajuan kompetitif kita juga lemah, kita udah menyetujui Asean Free Trade Area,

tetapi kemampuan kompetitif industri kecil itu kita juga lemah. Jadi semua saling terkait termasuk

juga soal birokrasi, jadi kalau reformasi birokrasi itu saya lihat juga kurang efektif jalan di

lapangan, hanya melihat dari sisi tanggung jawab anggarannya berapa, ada bonus-bonusnya

berapa, padahal di lapangan kadang-kadang nggak jalan. Ini terpaksa saya keluarkan Bu Menteri

karena saya lihat itu, saya kecewa kok masih seperti itu. Jadi kelemahan ini selalu yang paling

merasakan adalah rakyat kecil karena saya baru 2 minggu yang lalu acara di salah satu desa, di

desa Belik di kawasan Pemalang, ketemu di salah satu rumah warga 100 orang ketemu dari 100

orang itu 96 orang adalah buruh tani. Jadi bukan Simarhein lagi Bu, kalau Simarhein itu punya alat

produk sendiri oleh Bung Karno yang diketemukan di Bandung 1927, tetapi nggak punya alat

produksi lagi, mereka memang susah hidupnya. Makanya saya juga menanyakan mereka apa

yang bisa produktif di sekitarnya, ada memang disampaikan dan saya mau kerja sama dengan

institusi lain bukan Kementerian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Itu saloah satu contoh saya minta ke institusi lain ini bikin terobosan, apa yang bisa saya

perjuangkan, saya perjuangkan, supaya memang yang 96 orang ini bisa ada penghasilannya. Itu

salah satu contoh, bahwa kelemahan sistem birokrasi di semua hampir institusi itu yang korban

rakyat juga biarpun anggaran sudah ribuan trilyun. Ini makanya saya menyampaikan ini bahwa

kelemahan di suatu institusi pemerintah, bukan hanya akibatnya di sisi pemerintah itu. Itu

akibatnya berdampak secara nasional, memang tidak terasa. Misalnya dulu kelemahan dari

lambatnya realisasi konverter BBM ke BBG, itu juga menurunkan tingkat kemampuan

kesejahteraan nelayan. Juga yang terkait dengan institusi Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan pasti ada yang seperti itu juga, termasuk tadi soal tadi hutan mangrove tadi.

Itu Bu Menteri, ini tolong diperhatikan karena kalau itu tidak realisasi terpaksa di publik

saya krituik habis ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan nanti. Saya ini karena saya

kurangi saya bicara-bicara di TV belakangan ini, 6-8 bulan terakhir. Tadi saja saya di telepon

salah satu TV, saya bilang Pak Satya saja, saya lagi nahan diri 6-8 bulan ini Pak Satya. Bener ini

ada SMS-nya ini istri saya, saya oper ke Pak Satya biarpun semalam waktu di Pemalang saya

bilang lihat besok, tapi saya pikir agak ada hal kontroversi saya sedang menahan diri, tapi pada

saatnya nanti sampai dulu saya berdebat-debat dengan Pak Daryatmo itu, dulu, tapi saya sudah

menahan diri sekarang, contohnya waktu dulu kan, 8 bulan pertama saya di DPR RI periode

sekarang, tapi sudah sabar sekarang, tetapi sabar juga waduh jadi lewat-lewat begitu saja, iya Bu

Menteri ya.

Artinya saya bicara ke Bu Menteri juga ke Pak Dirjen sama direkturnya gitu, ada perlu

receiving instropeksi sana receiving. Itu ajaran Bung Karno itu Pak Dirjen sama Bu Menteri, jadi

ada re-thinking, ada instropeksi dulu baru re-thinking, baru recieving, merubah strategi

pelaksanaan di lapangan supaya lebih baik.

Demikian Pak Ketua, terima kasih.

Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Wa 'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.

Terima kasih Pak Ramson.

Sekarang ke Pak Mukhtar Tompo.

F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):

Terima kasih Pimpinan.

Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Banyak tanggapan, masukan, saran dari Pak Ramson tapi ada satu yang membuat saya

garisbawahi pernyataan dari beliua, bahwa Pak Ramson dalam posisi bagian dari sistem

pemerintah. Itu pernyataan yang menarik walaupun Pak Ramson ini di Gerindra.

Pimpinan, saya hanya ingin menyampaikan lewat rapat ini sebagaimana yang tadi

dijelaskan oleh Bu Menteri, terkait dengan dana Norway. Saya inghin mengulang pernyataan saya

pada rapat-rapat yang lalu bahwa saya pernah berkunjung ke Norway pada hari Rabu 7

September 2016, saya catat Pak Pimpinan. Saya bertemu dengan Kementerian Luar Negeri

Norway, kemudian di situ juga saya mendapatkan penjelasan utuh tentang komitmen Norway

sejak 2008, di mana Norway ini adalah negara pendonor terbesar untuk menghentikan deforestasi

di hutan-hutan tropis di Indonesia. Ini terkait dengan ancaman global warming karena Norway ini

adalah negara paling kutub utara, negara yang paling terancam apabila tidak melakukan

upaya-upaya kepada Indonesia dalam menghentikan deforestasi itu. Tapi dampak dari pada ini

Indonesia ini harus kehilangan 40% bahkan mungkin lebih dari 110 hektar luas lahan atau hutan

yang tidak bisa dikelola masyarakat Pak, karena terjadi pewilayahan-pewilayahan hutan akibat

dari ini. Kita tahu bahwa ada hutan lindung, konservasi dan ada juga hutan produksi terbatas.

Kemudian kita tidak bisa membangun infrastruktur di area ini, juga tidak bisa membangun

areal pertanian dan mengembangkan perkebunan dan lain-lain, semua sebuah dana komitmen

yang tidak jelas dan tidak pasti. Saya mendapatkan angka yang cukup besar pada pertemuan Bu

dan mohon diklarifikasi karena jauh beda dengan besaran dana yang disampaikan Ibu tadi.

Besaran dana komitmen itu yang saya catat adalah 522 juta USD per tahun atau setara dengan

6,7 triliun per tahun dan ini komitemen sejak tahun 2008 gitu. Jadi lewat kesempatan ini saya

mengapresiasi kepada pemerintah, lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

tentunya yang telah membuat inisiasi Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup. Saya kira itu pak

dan saya membutuhkan klarifikasi tentang besaran dana itu Bu.

Terima kasih banyak.

Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Selanjutnya Pak Tjatur dan siap-siap Bu Mercy.

F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):

Terima kasih Pak Ketua.

Bu Menteri dan jajaran, Pak Bambang, Pak Imam dan Saudara semua.

Saya sedikit saja Bu Menteri, agenda perubahan iklim mitigasi dan adaptasi ini yang

bertanya memang seharusnya dilakukan mainstreaming di pemerintahan. Dan yang kedua

menginternalisasi itu dalam kehidupan masyarakat, tanpa 2 ini saya kira berat, tidak mungkin ini

dikerjakan sendiri oleh kementerian ini. Saya meng-appeal adanya kegiatan-kegiatan yang bisa

memberikan kesadaran tentang perubahan iklim ini, agenda adaptasi dan mitigasi ini di tingkat

masyarakat. Buatlah kampanye-kampanye yang langsung ke masyarakat, buatlah film-film

menarik, layar lebar bekerja sama dengan sineas-sineas kita yang menggambarkan pentingnya

hal tersebut, satu. Yang kedua bekerja sama dengan tokoh-tokoh sosial dan agama, supaya

masyarakat itu bisa disampaikan ke masyarakat dalam berbagai kesempatan, dalam berbagai

forum-forum yang itu bisa cepat gitu, karena sepanjang saya amati kesadaran tentang perubahan

iklim ini masih dengan elite ini sekarang ini, masyarakat itu belum merasakan padahal kalau ada

perubahan itu dampaknya langsung ke masyarakat terutama golongan masyarakat bawah,

miskin, ustad-ustad, para pendeta dan lain-lain itu tokoh agama itu harus mulai inform soal ini.

Saya minta ini jadi fokus, itu yang pertama.

Yang kedua, berkenaan dengan itu pula, ini saya lihat di lampiran-lampiran ini ada berbagai

macam kegiatan yang hampir semua itu ada di kantor kementerian, walaupun pesertanya ada

juga dari daerah. Saya berharap ini teman-teman Komisi VII itu kegiatannya disebar di Dapil

teman-teman Komisi VII, apa namanya sosialisasi tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim

ini. minimun ada 1-2 kegiatan di tiap Dapil karena yang paling bertanggung jawab teman-teman ini

juga terhadap suksesnya program pemerintah ini.

Halaman 73 itu juga kita minta inovasi pojok iklim ini di rinci lagi Bu, kita tidak banyak tahu

ini kegiatannya di mana saja, saya minta ini bisa disampaikan. Kemudian juga terkait dengan itu

pula, kalau kita lihat sumbangan terbesar dari mitigasi perubahan iklim ini adalah Kehutanan 17%

bisa diturunkan, kemudian energi baru terbarukan dan sampah. Saya mendalami itu saja dulu.

Yang pertama pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini, saya ulangi pertanyaan saya yang

pada pertemuan terdahulu. Itu sekarang terkendala oleh perubahan Undang-Undang 23 itu,

sehingga KPH-KPH yang dulu bisa langsung kerja sama dengan masyarakat ini sekarang terhenti

karena Juknis untuk penyesuaian terhadap Undang-Undang itu belum dikeluarkan. Ini saya

mohon ini bisa mendapat perhatian karena ini saya kira dampaknya besar gitu, dampaknya besar

karena untuk menahan laju deforestasi ini karena mengikut-sertakan masyarakat atau masyarakat

menjadi subjek utama itu lebih penting dari pada pemerintah yang jadi subjek utama.

Berikutnya adalah men-streaming di tingkat pemerintah terutama energy dan teknologi.

Saya tidak melihat mitra kita Kementerian Ristek itu kan sebetulnya banyak di situ, banyak sekali,

teknologhi-teknologi yang bisa dikembangkan, harusnya perubahan iklim itu masuk di,

menginternalisasi di dalam membangun teknologi kita itu. Juga terhadap meskipun kemauan

ESDM ini besar, tapi saya lihat produk-produk dari kebijakan itu masih lambat Bu. Terutama

Permen-permen berkaitan dengan mendorong penggunaan energi baru terbarukan ini lambat

betul ini, kalau bisa ya kita dorong, terus kemudian dari kementerian, ini vokal poinnya siapa ya

ada Menkonya khusus nggak Bu, Menko Maritim atau Menko Maritim ya yang jadi panglimanya.

Terus kemudian ini aspirasi Dapil ini Bu berkenaan dengan ini, di sini pengelolaan di adaptasi ini,

pengelolaan sumber daya air, DAS yang di Dapil kami yang memerlukan perhatian ini, DAS-nya

Progo, ya kita melihat itu parah itu, cukup parah, kalau bisa ada program khusus di DAS-nya

Progo tentu saya kerja sama dengan PU Sumber Daya Air, tapi setidaknya ada kebijakan khusus

di kementerian dan perusakan lingkungan di lereng Merapi Bu karena ini kalau Merapi itu

gemanya itu sampai internasional itu. Saya berharap kalau yang taman nasionalnya sudah bagus

kerja dari kehutanan, saya kasih apresiasi, saya sudah masuk ke situ semua sudah bagus. Tapi

saya minta penegakan hukum ini Pak Roy di situ, ada 1-2 simbolis lah karena di situ perusakan

lingkungan dan semuanya tidak ada izinnya itu. Saya berharap kalau dihentikan saya kira

tantangannya kaya kemarin itu berat sekali, tapi kalau setidaknya ada action lah, ada simbolis

kerja dari pemerintah pusat untuk menghentikan kerusakan itu saya kira itu sudah lebih dari cukup

karena ratusan perusakan itu sama sekali tidak ada izin dan kemudian masyarakat yang terkena

dampaknya, pertaniannya hancur, sumber airnya hilang dan kehidupannya terancam betul.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan.

Terima kasih Ketua.

Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Tjatur.

Silakan Bu Mercy, siap-siap Pak Sayed.

F-PDIP (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST.):

Terima kasih Pak Ketua.

Ibu Menteri yang saya hormati dan seluruh jajaran.

Rekan-rekan Komisi VII yang saya hormati dan banggakan.

Terkait dengan pembahasan kita hari ini terhadap implementasi Paris Agreement, saya kira

memang riwayatnya tidak bisa kita pisahkan dari apa yang sudah diimplementasikan di dalam

Red Plus, dalam program Red Plus. Program Red Plus sendiri yang kita pahami ini kan

sebenarnya satu mekanisme atau instrumen internasional ya yang disepakati bersama-sama di

tingkat UNTUK untuk mengurangi emisi, tingkat kerusakan deferostasi dan berbagai hal-hal yang

merugikan lingkungan hidup dan kehutanan kita. Sebelum kita masuk diimplementasi Paris

Agreement mungkin kita minta beberapa catatan dari ibu, implementasi Red Plus ini dananya itu

sudah dikucurkan sejak tahun berapa. Kalaupun misalnya sampai dengan hari ini menjadi

pertanyaan kami karena sampai dengan hari ini ini, update progres yang kita dapat semuanya

masih di tingkat persiapan. Nah kalaupun dana implementasinya jalan itu baru dia akan masukkan

di dalam BLU berdasarkan Perpres yang akan ditetapkan. Ini menjadi catatan sehingga kita minta

ini disampaikan dan diinformasikan berapa banyak dana yang telah digelontorkan.

Dalam pemahaman kami yang kedua, program red atau sekarang ini disebut Red Plus ini

kan sebenarnya dia masuk dalam mekanisme sukarela ya antara negara maju dan negara

berkembang untuk sama-sama menegosiasikan, jadi sebenarnya di dalam implementasi Red Plus

ini ada prinsip carbon trading juga gitu lah, ada timbal balik antara negara maju dan negara

berkembang. Yang kami takutkan terjadi karena ini dia sifatnya unregulated market, kesukarelaan

yang sifatnya apa itu tidak diatur, apa namanya eksplisit karena semuanya baru akan

dinegosiasikan jumlahnya dan seterusnya, dan seterusnya. Mungkin antar setiap negara berbeda

satu dengan yang lain, tata cara perhitungannya dan yang lain-lain. Jadi kita juga minta

mekanisme ini sampaikan juga ke kami, sehingga kita clear antar negara maju mana saja yang

kemudian mengajukan proses implementasi carbon trading bersama-sama negara Indonesia. Itu

yang pertama.

Dan yang kedua adalah tata cara penentuannya Bu, karena buat kami agak tidak clear ya

kalau dia masuk dalam mekanisme kesukarelaan, saya menganggap ini bisa jadi mafia di sana

bisa juga terjadi atas dasar kesukarelaan pasar itu unregulated market itu terjadi

tindakan-tindakan apa namanya sub ordinasi yang tidak kita inginkan antara negara maju dan

negara berkembang. Negara maju tinggal hanya membeli sertifikasi pengurangan emisi dari

negara-negara berkembang, mereka nggak punya beban apapun karena mereka pemilik kapital

seperti itu. Padahal kita ingin kalau misalnya, kalau misalnya terjadi perdagangan karbon

harusnya kan mesti ada mandatory di negara maju juga. Mereka menyiapkan uang, kita

menurunkan emisi di negara berkembang, tetapi berapa besar emisi juga yang turunin negara

maju juga ini kan perlu kita tahu juga. Kalau tidak ada obligasi itu di negara maju buat saya nggak

ada artinya kita bicara hari ini, kalau beban ini hanya ketiban saja ke negara-negara berkembang

Yang kedua, ini juga berkaitan dengan Undang-Undang terbaru yang keluar,

Undang-Undang Nomor 23 di mana urusan kehutanan dialihkan sekarang ini ke tingkat provinsi.

Padahal urusan hutan termasuk hak ulayat masyarakat adanya di tingkat kabupaten kota Bu.

Yang kami takutkan jangan sampai kemudian mekanisme internasional ini merugikan kepentingan

Mahkamah Agung skecil karena pemunculan hak-hak hutan kerakyatan dan seterusnya, dan

seterusnya terjadi bisnis karbon trading yang buat saya tidak relevan untuk kepentingan

masyarakat adat yang ada di bawah. Mungkin ini menjadi perhatian kita bersama sehingga di atas

kertas kita tidak sekedar mekanisme, saya baru bicara Red Plus ya. Red Plus dengan seluruh

instrumennya, tetapi kemudian di tingkat rakyat kecil ini tidak terkelola dengan baik. Itu yang

pertama, yang kedua Bu ini berkaitan dengan penataan seluruh instrumen peraturan dan

instrumen pendanaan. Dari dokumen kita coba baca cepat ada sekitar, ada sekitar 3 atau 4

instrumen dana ini kita bisa dapat, dari perencanaan makro yang ibu sampaikan ke kami, dana

MDC yang coba dikembangkan dalam 5 tahun dari 2016 sampai dengan 2020 ini kami catat ini

ada 68 miliar US dollar dalam 5 tahun, kalau per tahun kurang lebih sekitar 14 miliar US dolar,

kalau kita rupiahkan dikali 13 ribu artinya 1 tahun ada kurang lebih mudah-mudahan saya tidak

salah ya kurang lebih Rp. 182 triliun. Ini tidak main-main Bu, sementara dana yang ada di

Kementerian LHK untuk keseluruhannya kurang lebih sekitar hanya 10 trilyun. Maka hari ini

mestinya ada skenario besarnya dulu Bu kita dapatkan 182 triliun per tahun atau kurang lebih

sekitar 60, 182 triliun kalau di kali 5 saya tidak tahu itu jumlahnya mungkin ada sekitar 700 trilyun,

900 trilyun sekian Bu, hampir sekitar 1000 triliun, setengah dari APBN kita gitu loh. Mestinya kan

ini harus ada derivasi dari, derivasi dari kebijakan makro yang ada di atas, kemudian program

dalam 5 tahun dan anggarannya melekat sebesar kurang lebih yang telah ibu paparkan 68 miliar

US dolar itu. Yang kedua mestinya juga diderivasi lagi dari 68 milyar US dollar gitu kita punya dari

dana APBN hanya 10 triliun. Kita masih harus cari lagi dari berbagai tempat secara bertahap

dalam 5 tahun ini, apakah itu memungkinkan atau tidak mestinya kan ini kita kaji secara

menyeluruh dengan seluruh simulasi-simulasi yang kita punya. Kalau dalam 5 tahun ini kita dapat

68 miliar US dollar miliar bagaimana caranya, dari filantrofi sekian, dari mekanisme dan yang

kedua APBN, dari dana yang ketiga CSR. Dana CSR juga saya agak bingung Bu karena dana

CSR di poin 2 itu dana CSR yang berasal dari swasta internasional. Dana CSR yang di poin 4 itu

berasal dari dana CSR swasta nasional ya, kalau saya tidak salah seperti itu. Nah sementara

dana CSR yang dari dalam BUMN dan yang lain-lain, saya belum tahu ini mekanismenya juga

masuk di mana Bu.

Jadi 2 mekanisme dana CSR ini, ini kita juga minta klarifikasi apakah dia digelontorkan

nanti semua satu pintu nanti lewat BLU, sehingga kita clear seperti itu dan yang keempat mungkin

ada dana lain-lain, dana dari rakyat sendiri juga. Jadi saya kira mungkin kita jangan terjebak

bahwa urusan dana 68 milyar ansih itu uang, bisa saja kan dalam bentuk inkind. Rakyat

menginvestasikan lahannya, rakyat menginvestasikan hutannya dan sebagainya mungkin bisa

kita hitung sehingga kita bisa cover ini dana 68 miliar US dollar dalam 5 tahun ini. sehingga bisa

memperlihatkan kontribusi rakyat, kontribusi pihak ketiga, kontribusi pemerintah dan kontribusi

internasional.

Yang keempat Bu, kami mau apa itu bicara tentang mulai dari perencanaan implementasi

monitoring dan evaluasi. Posisi DPR hari ini kalau dari sisi kebijakan, ketentuan Undang-Undang

kita memonitoring dana, melakukan pengawasan atas implementasi dana APBN. Terhadap

dana-dana CSR, terhadap dana-dana filantropi, hibah dan lain-lain yang jumlahnya mungkin

ratusan triliun itu, maka kita minta ada satu mekanisme yang bisa kita sepakati bersama karena

biar bagaimanapun kesepakatan Paris Agreement itu ditandatangani bersama, disepakati

bersama apa ratifikasinya dengan DPR. Oleh sebab itu kita minta satu mekanisme pengawasan

bersama untuk sedapat mungkin seluruh implementasi dana-dana yang berasal dari dana non

budgeter APBN, entah itu filantropi, CSR dan yang lain-lain juga dapat disampaikan kepada kami

sebagai bentuk dari apa bentuk pengawasan DPR. Sehingga kita tahu setiap tahun bahwa

implementasi seluruh program dari Paris Agreement ini sesuai dengan apa yang kita ratifikasi di

DPR.

Saya kira mungkin itu 4 poin besar yang dapat kita sampaikan bagi ibu dan seluruh jajaran

di sore hari ini.

Sekian dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Bu Mercy.

Selanjutnya Pak Said

F-PD (H. MAT NASIR, S.Sos.):

Interupsi Pimpinan, sebentar hanya ingin mengingatkan kita ....jam 16.00 WIB ada rapat,

tolong kasih waktu sampai kapan saja kita, sampai malam juga tidak masalah, setidaknya ada

waktunya Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Nasir.

Bahwa memang kita ada rapat dengan Panitia Pansel BPH Migas yang sudah tertunda

sekian kali. Maka saya mohon kesepakatannya supaya rapat ini bisa kita akhiri jam 16.30 WIB,

bisa kita sepakat?.

F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

Pak Ketua, interupsi jangan diputuskan dulu sampai jam berapa saja terserah. Itu

Pansel-pansel itu kan di Undang-undang sudah mau kita ganti dengan BUAK.

F-PD (H. MAT NASIR, S.Sos.):

Inikan pendalaman juga Pimpinan, jadi kita perlu pendalaman atau kita sesuaikan saja.

KETUA RAPAT:

Kita sesuaikan saja, kita sepakati dulu sekarang jam 16.30 WIB, nanti kitab perpanjang.

F-PD (H. MAT NASIR, S.Sos.):

Jam 17.00 WIB lah kita sepakati Pimpinan, jadi nanti kita tinggal menyesuaikan lagi, mohon

izin Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Jam 16.30 WIB atau 17.00 WIB? Jam 16.30 WIB dulu Pak, nanti kita bisa perpanjang,

16.30 WIB ya.

(RAPAT:SETUJU)

Silakan Pak Sayed.

F-PD (SAYED ABUBAKAR A. ASSEGAF):

Baik, terima kasih.

Pimpinan, rekan-rekan Komisi VII, Ibu Menteri dan jajarannya.

Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Baik, saya hanya sedikit saja menanyakan kegiatan-kegiatan yang menggunakan dana dari

luar ini khusus untuk provinsi Riau. Bisa enggak ibu memberikan detail sedikit di daerah-daerah

mana saja penggunaan itu dan berapa nilai anggaran itu, karena kita yakin kegiatannya sudah

dilakukan tapi kita enggak tahu. Bahkan masyarakat di provinsi Riau kita tahu bahwa ada kegiatan

itu. Jadi coba nanti ibu menteri bisa menjelaskan secara detil, di mana saja penggunaan

anggaran-anggaran itu sudah dilakukan di provinsi Riau karena provinsi Riau untuk termasuk

daerah yang lingkungannya sangat rusak. Mulai dari penebangan hutan, kebakaran hutan sampai

dengan pabrik-pabrik besar yang limbahnya sangat-sangat berbahaya bagi masyarakat. Jadi

anggaran-anggaran seperti ini sebetulnya sangat diperlukan di provinsi itu, tapi kita tidak pernah

tahu di mana penggunaannya dan berapa jumlahnya, itu satu.

Yang kedua, tadi seperti yang ibu menteri sampaikan bahwa penggunaan anggaran itu ada

metodenya bahwa yang meng-acc penggunaan anggaran itu adalah Dirjen. Apa-apa saja metode

tolak ukurnya untuk bisa dapat menggunakan anggaran itu karena banyak juga daerah

penggiat-penggiat lingkungan hidup itu ingin berpartisipasi untuk memperbaiki lingkungan itu, tapi

enggak punya dana. Setiap kali mereka meminta anggaran itu mereka selalu tidak pernah

disetujui. Sementara menurut Ibu kan banyak kegiatan-kegiatan seperti itu di daerah, sementara

LSM-LSM tempatan itu mereka lebih tahu daerah mana, sasarannya lebih tepat kalau mereka

menggunakan anggaran itu. Termasuk yang di daerah kabupaten Siak, biosfir, Giam Siak itu kan

hutannya sudah benar-benar dirambah sekian besar, tapi masyarakat di sana ingin mereboisasi

itu pun nggak tahu mau minta anggaran dari mana karena mereka sudah mencoba juga ke

beberapa instansi, tapi enggak pernah dapat itu.

Yang ketiga juga saya kemarin suatu kunjungan ke daerah pemilihan saya, itu saya pergi

ke kabupaten Meranti. Itu di kabupaten Meranti itu sangat banyak pabrik puluhan jumlahnya,

pabrik arang. Itu mereka semua memakai kayu dari mangrove, jadi mangrove yang kita tanam,

kita semai di sana, mereka yang tukang tebang, dibikin arang dan arang itu di ekspor keluar

negeri. Ekspor ke Jepang, ke Arab Saudi, ke Cina dan ini pabrik kecil kelihatannya tapi

jumlahnya banyak-banyak dan ekspor mereka keluar negeri. Ini rupiah yang besar dan saya

pernah turun ke wilayah itu mempertanyakan sama mereka. Bahkan mereka itu enggak ada pajak

untuk daerah karena mereka dalam bentuk koperasi, bukan dalam bentuk PT atau CV. Sehingga

mereka enggak perlu lagi untuk membayar pajak menurut mereka seperti itu. Ini artinya dari

Kementerian Lingkungan Hidup harus benar-benar memperhatikan, kalau perlu nanti kita minta

waktu kita turun bersama-sama melihat ke sana, kepada Dirjen hukum ya, coba kita tindak yang

benar, supaya mereka ini, keberadaan mereka di daerah kita bermanfaat dan jangan juga mereka

merusak lingkungan. Kalau kira-kira mereka merusak lingkungan ya kita tutup karena ini sangat

berbahaya BU, karena kita yang menanam sekarang itu jadi selat itu membesar terus karena

mangrove-mangrove yang ada di puinggir itu habis, dibabat sama mereka dijadikan arang.

Jadi saya rasa ini penting menjadi perhatian kita, nanti kalau umpama ada waktu kita coba

tinjau ke sana dengan Dirjen Hukum mungkin yang lebih berkait dengan ini.

Saya rasa itu saja yang dapat saya sampaikan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Sayed.

Selanjutnya Pak Daryatmo.

F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):

Terima kasih.

Yang terhormat Ketua Rapat.

Yang terhormat Anggota Komisi VII dan jajaran mitra kita Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan.

Saya ingin menambahkan beberapa catatan yang mungkin terlewati dari pembahasan yang

ada Bapak-Ibu sekalian. Yang pertama adalah ketika kita akan melakukan ratifikasi terhadap Parsi

Agreement ini dilakukanlah pembahasan di tingkat komisi dan pada bagian masing-masing

persetujuan itu dilakukan juga oleh atau melalui pendapat akhir fraksi-fraksi. Saya mengulang, ijin

bahwa salah satu materi yang disampaikan dalam persetujuan oleh Fraksi PDI Perjuangan di

Komisi VII adalah menyampaikan catatannya. Bahwa persetujuan itu disampaikan dengan

pertimbangan bahwa ada satu masukan, bahwa kerja sama internasional yang menyangkut

perubahan iklim dan sebagainya, itu harus dilihat dari sejarah Indonesia. Yang pada waktu itu

bahwa ketika kita sedang melakukan pembangunan nasional dengan berbagai halnya, maka di

negara-negara maju telah melaksanakan pembangunan dengan sangat baik sekali melalui

industrialisasi. Maka ketika kemudian episodenya sudah berkembang lebih banyak, bahwa

akibat-akibat industrialisasi itu juga mengakibatkan perubahan iklim ataupun emisi gas rumah

kaca dan sepertinya. Terjadilah pertemuan internasional yang untuk mempertanggung jawabkan

keseluruhan, tanda petik bencana dunia itu dengan mengikutsertakan Indonesia didalamnya.

Dengan mengikutsertakan Indonesia sebagai sebuah keharusan, untuk ikut bertanggung jawab

terhadap berbagai perubahan iklim, emisi gas rumah kaca maupun penurunan emisi.

Dengan demikian ini adalah sebuah kondisi yang harus dilihat secara cermat. Fraksi PDI

Perjuangan tentu menghargai untuk ratifikasi itu, tetapi kemudian tentu harus diposisikan secara

setara atau mempertimbangkan unsur kesetaraan dari proses industrialisasi yang berkembang di

Indonesia melalui pengusahaan tambang, pengusahaan kehutanan dan sebagainya. Itulah

standing point yang kita sampaikan ketika melakukan persetujuan itu di dalam rapat di Komisi ini.

Oleh karenanya ketika kemudian ini muncul catatan-catatan atau rencana-rencana seperti ini, izin

untuk memberikan catatan. Pada posisi ini, ketika kemudian ada 2 hal adalah soal, pertama soal

kelompok-kelompok masyarakat yang tadi dirumuskan di dalam kelompok masyarakat adat,

kelompok masyarakat yang seperti. Itu masuk dalam kesan kami, masuk di dalam program yang

berhubungan dengan dana-dana internasional yang merupakan ratifikasi ini.

Saya ingin bertanya pada kesempatan ini, di manakah letaknya tanda petik dosa

lingkungan dari kelompok-kelompok masyarakat adat ini. Apakah itu sebanding dengan tanda

petik dosa-dosa lingkungan yang ada di dalam kelompok-kelompok kegiatan industri, yang

menyangkut tambang, yang menyangkut industri kehutanan dan barangkali industri-industri

lainnya. Dengan demikian mengkedepankan kelompok masyarakat dalam posisi untuk kemudian

melakukan deskripsi program-program seperti ini rasanya menjadi tidak adil. Saya kira itu yang

penting untuk dikemukakan, penegakan hukum lungkungan itu hampir tidak mengenai pada

kelompok masyarakat adat. Justru kelompok masyarakat adat, justru dikorbankan pada

kegiatan-kegiatan industrialisasi di Indonesia, justru dilakukan program penegakan lingkungan

hidup melalui persetujuan Undang-Undang yang diputuskan oleh kita, DPR RI tersebut.

Maka kami ingin mengharapkan gambaran menyeluruh terhadap kondisi Indonesia yang

memerlukan penanganan yang mengakibatkan perubahan iklim atas dasar perusakan lingkungan

hidup yang diturunkan dari program yang namanya Paris Agreement ini di Indonesia pada 5 tahun

menurut catatan 2016 sampai 2020. Saya kira itu yang pertama, dari situ akan kelihatan dalam

catatan kami tidak nampak.

Kemudian yang kedua, kalau itu disebutkan tadi Bu Mercy menyampaikan 68 milyar tadi

Pak, Bu Mercy menyampaikan itu dari 2016 sampai 2020. Dalam bagian akhir ini paper

menuliskan implementasi itu baru akan dimulai pada RKP 2018, sekali lagi baru akan dimulai

implementasi pada RKP menyusun concer mainstreaming perubahan iklim pada RKP 2018.

Yang itu akan baru kita bicarakan pada bulan-bulan ke depan menyusun APBN 2018. Dengan

demikian maka ketika ada statement alokasi atau pun usulan dari 2016 sampai 2020, 16, 17, 18,

19, 20 ya maka izinkan lah kita memperoleh catatan, pekerjaan yang dilakukan berkaitan dengan

ini yang mulai tahun 16 dan kemudian rencana 17 itu sendiri.

Kemudian yang ketiga, ketika itu mekanisme BLU sudah dikemukakan tadi, menurut saya

kira itu menurut cara yang akan kita lakukan. Maka BLU ini RPP-nya kalau itu diberikan pada

2000, saya tidak tahu tadi turunannya, RPP-nya ada, Perpresnya segera ada maka praktis akan

dapat dilaksanakan pada periode APBN 2018. Maka sekarang program yang berkaitan dengan

2017 itu kantong management keuangannya, kantong pencatatan itu diletakkan gimana itu di

mana Bapak-Ibu sekalian. Berbeda dengan Badan Reformasi apa itu mangrove, gambut maaf ya,

itu jelas berasal dari APBN. Tetapi sumber-sumber ini disampaikan Bu Mercy tadi kan ada

beberapa kegiatan itu. Maka kontrol pelaksanaan itu tempatnya di goverment ataukah di

pemerintah itu apakah memang eksplisit di Kementerian LHK ataukah ada instansi diatasnya

untuk periode 16 dan 17, khususnya menyangkut setelah Paris Agreement ditandatangani,

khususnya menyangkut 2017 ini.

Saya kira ini beberapa yang ingin kami sampaikan. Lalu yang terakhir yang digarisbawahi

oleh Bu Mercy dan teman-teman, maka dengan pelaksanaan fungsi legislasi anggaran dan

pengawasan tentu yang menyangkut itu kami ingin mengulang, nanti menjadi bagian dari kita,

kesimpulan kita supaya ada konfirmasi maupun catatan, laporan seperti keinginan LHK yang akan

memberikan informasi tentang Red Plus tadi menurut kami baik sebagai program kemitraan ini.

maka tentang keuangan, tentang program dan sebagainya tentu dapat disampaikan, apakah itu

menjadi program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, apakah itu program

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan plus karena ada alokasi anggaran dari luar. Maka

ketika itu berkaitan dengan LSM, istilah barunya tadi ada istilah non state actor, ada LSM, NGO

kemarin ada NSO non state actor saya kira hampir sama, kalau salah ya saya mohon dimaafkan,

tapi kalau sama seperti itu. Maka dia akan mengerjakan itu pada kegiatan masyarakat langsung.

Hal tersebut apabila berjalan dengan baik, dia akan merupakan report dari raport Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan ataukah dia report dari rapot yang berasal dari kegiatan

penggunaan dana-dana internasional. Apalagi di sana disebutkan pendekatan investasi, padahal

di situ disebutkan pendekatan investasi justru menyangkut apakah itu investasi pada lingkungan

masyarakat kecil sebagai masyarakat kelompok adat itu, apakah dia juga masuk dalam kerangka

investasi. Saya kira kami pernah menyampaikan hal itu contoh masyarakat-masyarakat Jambi itu,

kemudian masyarakat di Badui dan sebagainya ketika dia memperoleh perhatian itu tempatkanlah

dia sebagai bagain dari APBN murni. Apakah itu akan ditempatkan sebagai bagian dari bantuan

internasional yang bermuara pada Paris Agreement, maka lingkungan masyarakat kelompok

Badui dan sebagainya diposisikan sebagai elemen kelompok masyarakat yang terkait dengan

perubahan iklim. ....... yang perlu dipertanyakan dengan sirius.

Oleh karenanya Bapak-Ibu sekalian, mohon kiranya dalam kesempatan itu ada

hubungan-hubungan kita yang baik dalam bnetuk reportase maupun komunikasi dan barangkali

persetujuan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan fungsi anggaran serta fungsi legislasi.

Demikian Pak Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Dar atas penjelasannya.

Kalau tidak ada pertanyaan dari Anggota, saya ingin menyampaikan mengenai komitmen

dari pada kita terhadap implementasi dari pada MDC. Saya baru menyadari sekarang kemarin

data yang saya peroleh itu sedikit berbeda ya, apakah itu memang ada perubahan atau tidak

mohon konfirmasi saja. Bahwa ternyata sektor kehutanan masih mendominasi Bu ya untuk

penurunan itu karena saya pikir di dalam conditional navigation scenario saya pikirt energi lebih

banyak.

Silakan Bu.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Terima kasih Ketua.

Di dalam diskusi dan negosiasi kita dia kuat nggak berani dia, energi nggak berani. Jadi

memang kalau dia situasi lapangannya juga memang sektor kehutanan lebih banyak sebetulnya b

berpotensi untuk dibenahi.

KETUA RAPAT:

Betul, Cuma yang kemarin yang pernah saya mendapatkan nilai kehutanan sedikit lebih

rendah dari pada energi. Itu bayangan saya karena Red Plus kan sudah diimplementasikan cukup

lama, sehingga kita anggap bahwa ke depannya mereka akan lebih jauh managable gitu

dibandingkan energi. Tapi ternyata sekarang masih tetap sektor kehutanan lebih tinggi.

Oke, kalau begitu hanya ingin mengkonfirmasi saja kalau tidak nanti kita kalah di dalam

berbicara.

F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

Pak Ketua, interupsi sedikit.

Hanya menekankan saja ke Bu Menteri, bahwa tadi yang diminta oleh rekan-rekan Anggota

yang terhormat termasuk saya perhitungan itu dasarnya dari Undang-undang Paris Agreement

B1D. Pendekatan kebijakan dan insentif positif untuk aktivitas penurunan emisi dan deforestasi

dan degradasi hutan serta pengelolaan hutan berkelanjutan, konservasi dan peningkatan

cadangan karbon hutan termasuk melalui pembayaran berbasis hasil. Jadi hitung-hitungan itu

arahnya ke sana itu tadi yang beberapa menyampaikan itu basisnya Paris Agreement yang poin

1D ini Bu Menteri. itu yang kita perlukan bagaimana realitas di lapangannya, sama metodenya

seperti Pak Sayed yang terhormat tadi katakan.

Terima kasih Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Melanjutkan lagi kita juga menginginkan matriks nantinya Bu mengenai, bukan kontribusi,

penyebaran tanggung jawab terhadap penurunan emisi ini dari seluruh kementerian karena kami

yakin walaupun sektor yang besar adalah energi dan forestry karena di IPPU itu tentu itu akan

meliputi banyak kementerian karena tidak Cuma Kementerian Perindustrian, tapi ini dimaksud

agar apabila capaiannya nanti ternyata tidak sebagaimana yang ada dalam skenario, DPR RI bisa

berkontribusi di dalam pembahasan-pembahasan di Badan Anggaran misalkan ya, supaya di situ

ketemu dengan seluruh kementerian agar apa yang kita gariskan sama-sama akan tercapai.

Yang ketiga, tadi sudah saya sampaikan juga menyangkut mengenai pertanggungjawaban

dari seluruh pendanaan yang sifatnya hibah ataupun juga pendanaan-pendanaan yang lain.

Hanya kita pengen mengklarifikasi, apakah ini ada pending agreement apa tidak, misalkan hibah

itu disertai dengan persyaratan-persyaratan yang bagaimana, supaya kita mengetahui persis

jangan sampai nanti kita menerima dana tapi sejatinya banyak hal yang kita terikat gitu di

kemudian hari. Itu mohon supaya nanti bisa di breakdown begitu ya, jadi supaya masuk

semuanya, apakah 63 milyar tadi yang tergabung itu juga apa, ada persyaratannya. Jadi kita

mengetahui paling enggak DPR RI terinformasi ya dari pendanaan itu, risiko-risiko dan juga apa

yang mesti dilakukan oleh pemerintah Indonesia di dalam rangka memenuhi keinginan mereka

karena tidak mungkin ada pendanaan tanpa ada keinginan dari pihak donor gitu, tentunya itu

menjadi hal yang sangat perlu mendapatkan gambaran dan penjelasan supaya nanti ditabelkan,

kalau tidak bisa disampaikan bisa dijawab, terutama yang menyangkut mengenai data ini. jadi

saya usul supaya itu bisa disampaikan secara tertulis, jadi tidak hanya stop di sini.

Saya rasa itu dari saya selanjutnya saya minta Ibu Menteri untuk menjawab, kalau yang

satu berkaitan dengan yang lain mungkin bisa disimbolkan menjadi satu.

Silakan Bu.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Terima kasih.

Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu yang terhormat.

Saya mohon izin, karena memang ini materinya relatif berat, struggle kami juga tidak hanya

di DPR RI dalam memberikan pemahaman tentang ini dan juga di kabinet dan di jajaran Eselon I

lintas kementerian. Jadi saya mohon izin, sambil juga supaya dirinya jejek gitu, ini seluruh

pertanyaan kita ingin jawab tertulis saja, tetapi izinkan saya untuk menyampaikan beberapa hal

yang prinsip-prinsip. Jadi semua termasuk yang kasus dan lain-lain kami ingin memberikan

jawaban dalam bentuk jawaban tertulis.

Yang paling prinsip adalah saya melihat, pertama bahwa semua data, informasi detol

program dan lain-lain yang diminta kita akan sedapat-dapatnya kita collect dan kita laporkan.

Yang saya tahu persis, yang Norway.

KETUA RAPAT:

Sebentar Bu.

Silakan, singkat saja ya Pak, silakan.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Interupsi Pimpinan.

Mungkin kalau yang untuk hal lain Bu, Ibu sampaikan tertulis monggo. Cuma kalau untuk

yang kasus-kasus tolong djawab karena kita ingin penanganan kasus itu sampai di mana,

prosesnya seperti apa dan kita ingin lihat kinerja dirjen-dirjen ini sampai di mana gitu. ini yang

ingin kita dalami Bu, suoaya penuntasan kasus itu tuntas gitu. Kalau belum makanya saya minta

itu perlu kita bentuk Panja supaya Panja ini nanti yang mengontrol proses-proses ini.

Mungkin itu Pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Silakan Bu dilanjut.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Yang tadi saya sebutkan bahwa persetujuan dana luar negeri dari nasional vocal point Ibu

Dirjen adalah yang Norway. Tapi sangat banyak dana-dana luar negeri yang bekerja, yang kita

juga nggak tahu nanti kita coba collect sedapat-dapatnya. Saya kira ini bukan hal yang sekarang

sdejak tahun 1999-2000 ketika saya Sekjen Depdagri juga disitulah pertama kali bahwa

dana-dana luar negeri masuk ke masyarakat tanpa perlu diberitahukan kepada pemerintah. Jadi

memang ini sudah ada proses yang terjadi begitu rupa, tapi khusus Norway memang Norway

selalu berinteraksi dengan kami, dengan direktur jenderal sebagai national vocal point. Itu mereka

pegang betul, tapi saya tahu persis banyak dana-dana lain yang bekerja juga. Nah secara umum

saya juga termasuk yang berusaha untuk sangat hati-hati dalam kaitan dengan kedaulatan

negara. Kita di dalam kebijakan-kebijakan kementerian untuk infrastruktur, untuk pangan dan

untuk energi dan lain-lain kita punya kebijakan prioritas, di mana kebijakan-kebijakan itu dalam

trade off antara ekonomi dan lingkungannya itu tidak boleh terganggu. Jadi Indonesia ya

Indonesia, sedang maju ya harus maju begitu kira-kira, tapi kita sangat hati-hati saja melihatnya.

Misalnya kalau jalannya bisa jalan hutan yang sekunder atau hutan yang sudah blukar, kenapa

harus menembus hutan primer misalnya seperti itu. Jadi ada hal-hal yang memang kita sangat

hati-hati.

Kemudian hal yang paling terakhir adalah kemarin hari Jumat ya Pak Sekjen, hari Kamis,

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kalah di dalam Komisi Informasi Penyiaran ada

tuntutan dari Greenpeace bahwa seluruh data safe file, jadi data prosesing itu boleh dibuka dan

boleh diminta oleh Greenpeace. Kita kalah lalu kita di keep, lalu kita maju di PTUN, kita jelaskan

situasinya seperti ini. jadi yang diminta adalah semacam seluruh data resources termasuk data

prosesing, perizinan, batas sampai segala macam konsesi-konsesi yang sebetulnya kan ada yang

sudah diagunkan di bank dan lain-lain, itu kita jelaskan di PTUN, kita gugat ke PTUN dan baru

hari Kamis kemarin diputuskan bahwa pemerintah dikabulkan gugatannya. Jadi tidak perlu data

safe file itu diberikan kepada Greenpeace, dibuka kepada publik karena itu bisa mengacaukan,

karena datanya bisa diubah-ubah, garisnya bisa diubah, bunyi teksnya juga bisa diubah, nama

lokasinya juga bisa diubah. Itu kita jelaskan bahwa ini akan membuat kegaduhan yang luar biasa.

Kami juga merasakan bahwa tanda kutip tekanan seperti ini cukup umayan kepada

pemerintah Indonesia dan kita sedang terus waspada. Terakhir hari Minggu dan hari ini data

tentang polusi udara kota Jakarta, itu juga di realease oleh Greepeace dikatakan bahwa udara

tidak baik, harap penduduk tidak keluar kota, ini bisa menjadi potensi baru lagi kegaduhan dan

sebagainya. Tadi saya minta Pak Dirjen, dirjennya yang ngurus pencemaran karena Greenpeace

merasa bekerja sama dengan satu universitas, lalu tadi di ajak diskusi universitasnya, dijelaskan

bahwa dengan cara seperti itu potensi kegaduhan kepada negaranya juga cukup lumayan. Jadi

memang hal-hal seperti ini, saya terima kasih mendapat dukungan yang kuat dari Komisi VII untuk

kita menjaga dan saya berterima kasih juga di ingat-ingatkan ini, sekaligus berarti kalau ada

apa-apa saya yang ngadu juga ke Komisi VII karena memang sangat berat kita rasakan.

Kemudian tentang pendanaan, kami akan coba eksplorasi begitu rupa sampai dengan rinci

seperti yang dimaksudkan karena itu juga kita membutuhkan pemilahannya, perinciannya dan

sebagainya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan inikan bukan biaya sendiri karena dia

sebagai national vocal point, maka dia merangkum dari seluruh kementerian, termasuk dari

swasta, termasuk dari LSM dan sebagainya dan yang dimaksud dengan dana yang disebutkan

secara keseluruhan di kebutuhan tadi sebetulnya seperti yang dimaksudkan oleh Ibu yang

terhormat Ibu Mercy, bahwa yang dimaksud itu adalah dana-dana termasuk menyeluruh. Jadi ada

APBN, APBD, luar negeri, investasi masyarakat, inkind, swasta dan lain-lain, tapi nanti kita coba

eksplor sedapat-dapatnya, kami akan berinteraksi dengan Bappenas dan Menteri Keuangan lagi

untuk meng-collect secara keseluruhan. Nah kita memang sangat hati-hati terhadap mekanisme

perdagangan karbon, ini sekarang aturannya sedang mulai di collect. Jadi bagaimana miasalnya

tadi diminta oleh yang terhormat Pak Ramson kompensiasi hutannya terus dapat apa gitu. nah itu

yang disebut oleh Norway bahwa pembayaran berdasarkan kinerja adalah sampai dihitungnya

berapa karbon yang disimpan, yang ditahan emisinya.

F-PDIP (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST.):

Pak Ketua, mungkin sampai di bagian ini mungkin juga bisa dijelaskan. Kita prinsipnya

kalaupun misalnya dapat kompensasi dari sisi carnon trading, tapi kan tadi saya memberikan

suatu namanya stressing yang cukup tegas karena jangan sampai kemudian dibisniskan begitu.

Pengelolaan hutan kerakyatan kemudian dia dbisniskan oleh pihak ketiga dan bukan dikelola oleh

hak masyarakat, hak ulayat atau hak adat gitu. Jadi ini menjadi satu catatan yang sangat

mendasar gitu, buat kami apa artinya kemudian dana kompensasi itu didapat, hutan rakyat

berkembang tetapi manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat yang ada di sana gitu loh,

masyarakat lebih dipinggirkan dan dimiskinkan.

Mungkin itu catatan saja, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sebelum kita lanjutkan saya perpanjang lagi sampai jam 17.00 ya.

(RAPAT:SETUJU)

Silakan Bu.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Terima kasih Ketua.

Jadi memang sekarang aturan tentang karbon kreditnya sedang kita collect substansinya

untuk dibuat aturannya, yang pasti karena kita punya kewajiban juga untuk emisi maka kita harus

bikin kuota, mana yang mereka boleh atur bisnis to bisnis dan sebagainya. Sehingga kita memang

harus jaga yang kita punya, tetapi yang paling penting sekarang adalah yang kami sedang minta

terus kepada jajaran teknis adalah buat semua pihak mengerti bahwa ini ada kaitannya dengan

karbon kredit. Jadi dari awal harus sudah punya record bahwa rekaman misalnya dia nanam

tanggal berapa, nanti record-nya akan ketahuan berapa jumlahnya sampai nanti sesuai aturan

akan ada sertifikat dan sebagainya. Jadi jangan sampai ketika sudah tanam besar, banyak

ternyata nggak ada sertifikatnya, loh nggak ada record-nya, nggak ada kejelasannya. Jadi hal-hal

seperti ini memang.

KETUA RAPAT:

Perlu sosialisasi berarti Bu ya, sebelumnya disosialisasikan supaya mereka seakan-akan

mereka akan mengikuti kompetisi supaya mendapatkan karbon kredit iya kan.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Kita tetap jaga kuotanya, jadi mana yang boleh dibeli oleh luar negeri sehingga ada kerja

sama yang lalu dengan Jepang yaitu joint credit mechanisme kami tahan dulu karena dia kan kita

punya kuota, jadi tidak bisa Jepang main ambil saja bagian mana yang mau dibeli misalnya

seperti itu. Jadi ada hal-hal seperti itu Pak Ketua, oleh karena itu kami sangat sependapat bahwa

harapan untuk dilakukan sosialisasi ke daerah-daerah dengan bersama-sama para yang

terhormat para Anggota Dewan dan tim teknis, kita juga sudah punya multi stakeholders forumnya

dan juga bersama-sama dengan tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat karena ini menyangkut

lifestyle dan menyangkut aktivitas masyarakat yang luas. Ini saya kira saya sangat sependapat

dan nanti kita akan coba rinci lagi secara menyeluruh kegiatannya.

Demikian Pak Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih atas penjelasannya, jadi nanti banyak hal-hal yang akan disampaikan secara

tertulis karena itu menyangkut mengenai data dan lain sebagainya. Tadi Bu Eni kalau ada

interupsi tadi.

Silakan.

F-PG (ENI MAULANI SARAGIH):

Terima kasih.

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Terima kasih Pimpinan Komisi VII, teman-teman Anggota, Ibu Menteri dan jajarannya yang

saya hormati.

Saya mohon maaf karena saya telat datangnya, ini aspirasi dari Dapil saya pada saat

melakukan kunjungan kerja perorangan di kabupaten Lamongan saya menerima beberapa media

dan masyarakat di sekitarnya. Jadi ini aspirasi tentang kondisi lingkungan di Lamongan yang

tercemar oleh limbah cair dan padat. Jadi saya sampaikan kronologisnya Ibu Menteri. Yang

pertama, karena sejak tahun 2012 di desa Lamongrejo kecamatan Limbang kabupaten Lamongan

berdiri pabrik tebu bernama PT Kebun Mas atau PT KTM dan di tahun 2016 pabrik ini mulai

berproduksi. Terlepas dari itu pabrik yang bernama PT KTM ini membuang limbah cair dan limbah

padat berupa butiran padat dari tebu dibuang langsung ke kali Lamongrejo. Hal ini karena

masyarakat melihat cerobong pembuangan limbah diarahkan langsung ke kali atau sungai

Lamongrejo.

Yang ketiga, air kali berubah warna hitam dan berbau yang menyebar sampai radius 5

kilometer. Selanjutnya yang keempat, sejak tahun 2016 pembuangan limbah dari PT KTM ini

dibuang di lokasi khusus pembuangan limbah yang didirikan oleh PT KTM, namun belakangan

limbang langsung dibuang ke kali dan dampaknya kali Lamong mengalami pencemaran.

Selanjutnya efek lain yang dirasakan masyarakat karena warga sekitar mudah sakit akibat udara

yang tercemar dan banyak tanaman warga yang mati akibat limbah padat yang dibuang begitu

saja. Pihak perusahaan belum punya tikad yang baik untuk memperbaiki keadaan dan pemerintah

belum pernah mengecek kondisi kali sampai saat ini.

Alhamdulillah karena pada Rapat Kerja hari ini saya ketemu dengan Ibu Menteri, saya

mohon kepada Ibu Menteri dan jajarannya menurunkan tim investigasi dan memonitoring kondisi

lingkungan yang ada di desa Lamongrejo kecamatan Limbang kabupaten Lamongan. Saya

berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bisa mengecek status perizinan Amdal

dari PT KTM dan melakukan pengecekan atas limbah ini, apakah termasuk B3 atau tidak.

Demikian Ibu Menteri, terima kasih.

Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Ibu Eni.

Jadi ini materi yang sebetulnya bisa dilakukan kunjungan spesifik ini kalau memang

betul-betul hal yang demikian karena itu juga merupakan hal yang mungkin perlu ditindaklanjuti.

Silakan Bu, kalau mungkin ada data atau merespon yang Ibu Eni.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Iya, saya juga jadi ingat harus menjawab beberapa hal dari yang terhormat Pak Nasir juga.

Jadi yang terhormat Ibu Eni, saya kira ini Pak Roy sudah bisa langsung saja sebelum ke

Gafung sebetulnya harus di pengawasan pencemaran dulu Ketua. Jadi sebetulnya Ibu kalau kita

sudah turun itu segala macem sebetulnya terus bisa kelihatan dan terbuka. Jadi saya mkinta Pak

Charly ya tim pengawasannya turun dulu, nanti bisa baru gabung ke investigasi.

Kemudian saya yang soal Chevron, sebetulnya kalau pada pemahaman saya itu LHK itu

Cuma standar sebetulnya. Sedangkan karena dia akan dikaitkan dengan pengembalian oleh

APBN lagi kan cost recovery. Maka kalau itu kalau lihat regulasinya di SKK Migas, saya minta

betul dirjen sudah tidak boleh lakukan persetujuan-persetujuan karena KLHK hanya berikan

standar begitu.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Izin Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Nasir.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Mungkin itu Bu, perlu pihak dirjen waktu kita kunjungan dengan Bu Dirjen proses itu kita

ingin bagaimana memproses limbah itu yang sebenarnya, itu yang perlu didalami. Iya itukan ruang

lingkup Ibu, nah itu yang perlu kita lihat bagaimana memprosesnya. Itu yang perlu kita jawaban

dari Bu Menteri, nanti bagaimana peraturan yang dilakukan SKK itu memang tanggung jawab

SKK.

Terus satu Bu, mungkin saya tambahin Ibu ada buat edaran masalah Amdal yang baru Ibu

keluarkan SK-nya, edaraannya itu sorry, edarannya saya minta tolong edaran itu Ibu berikan

kepada seluruh Polda se-Indonesia karena banyak kasus-kasus hukum yang membuat

perusahan-perusahaan yang membangun suatu kawasan itu terlibat dengan proses Amdal tadi Bu

karena dia mungkin awalnya bangun 1 hektar, dia nggak perlu Amdal dan dia hanya urus IMB.

Terus setelah proses itu berkembang, berkembang proses di daerah itu tidak seperti kita gitu.

mungkin prosesnya lama, tidak terbit, terlalu sulit gitu. nah hukum masuk di situ Bu, perusahaan

ini tidak bersalah dengan proses ini menjadi bersalah. Edaran Ibu itu sekarang berlaku surut tapi

tolong Ibu berikan edaran kepada seluruh Polda mungkin adakan sosialisasi juga Bu, supaya ini

tidak menjadi ruang hukum, menjadi sulit perusahaan-perusahaan yang membangun kawasan itu,

mungkin itu Bu karena di Riau sekarang ada satu perusahaan yang dia tidak memiliki masalah,

terakhir kepala dinasnya disalahkan oleh pihak hukum nanti akan merembet ke perusahaan

tersebut. Nah saya dilaporin itu, saya dapet edaran Ibu itu baru terbit. Saya minta itu juga

dilakukan mungkin dirjen bisa komunikasi dengan seluruh Polda proses hukum itu seperti ini gitu.

Mungkin itu Bu, catatan penting.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Nasir.

Sudah cukup jelas ya, silakan kalau ada tambahan lagi.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Iya ini memang karena kami juga dikritik oleh yang terhormat Pimpinan Dewan, bahwa

pada saat konsultasi mengenai Paris Agreement waktu rencana akan RUU, di mana

proyek-proyek termasuk proyek pemerintah tidak ada Amdalnya. Misalnya jalan-jalan dia main

buang tanah saja di tengah-tengah jalan dan lain sebagainya. Oleh karena itu memang kami

mengeluarkan surat edaran itu sebetulnya secara menyeluruh, tetapi sebetulnya di Amdal sendiri

ada gradasinya, ada yang Amdal, ada yang upaya UPL UKL saja, ada yang Cuma surat

keterangan saja sebetulnya dari yang bersangkutan bahwa dia mengantisipasi karena kan pada

dasarnya Amdal kan dokumen perencanaan begitu.

F-PD (MUHAMMAD NASIR):

Sedikit mungkin Bu, jadi ini ada 100 gudang dia bangun, dia IMB-nya ada, tapi mungkin

pembangunannya bertahap. Sekarang dia kena proses hukum gitu, jadi yang dijadikan tersangka

itu kepala dinas. Kepala dinas pada waktu itu dia hanya melihat tata ruang keluarkan IMB,

sekarang dengan peraturan yang berubah-berubah itu haharus membuat Amdal. Nah payung

hukumnya sudah Ibu berikan, mungkin belum dikomunikasikan dengan pihak kepolisian. Jadi ini

Bu mungkin yang menjadi Ibu harus menjelaskan ke pihak kepolisian bahwa proses itu tidak salah

karena mereka sudah mengikuti aturan yang ada gitu, tapi itu akan jadi ruang hukum kalau tidak

disampaikan payung hukum yang Ibu sampaikan tadi.

Terima kasih Bu.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Iya saya minta nanti 2 dirjen lah yang tanganin karena yang satu punya Pak Sanafri, baru

nanti selanjutnya di Pak Roy.

Demikian Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Selanjutnya kita akan masuk di dalam kesimpulan, mohon ditayangkan. Saya akan

bacakan, draft kesimpulan Rapat Kerja dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI

Republik Indonesia, Senin 20 Februari tahun 2017.

1. Komisi VII DPR RI meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk

mendorong tumbuhnya inovasi-inovasi perubahan iklim, terutama yang terkait dengan

adaptasi dan mitigasi bencana di masyarakat dengan mengalokasikan anggaran yang

memadai untuk kegiatan tersebut.

Bisa disepakati? Anggota setuju ya, pemerintah.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Setuju Ketua.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Setuju ya.

(RAPAT:SETUJU)

2. Komisi VII DPR RI memibnta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk

menyampaikan secara detil kebutuhan pendanaan dan program MBC yang untuk

periode 2016-2020 sebesar 68 milyar US dolar kepada Komisi VII DPR RI yang dirinci

dalam rencana kerja tahunan dan laporan perkembangannya.

Jadi ini lebih pemanfaatan dana atas di breakdown menjadi rencana kerja tahunan, supaya

memudahkan kita di dalam melakukan pengawasan, bisa?.

F-PDIP (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST.):

Ketua, informatory saja 68 milyar US Dolar jangan sampai salah.

KETUA RAPAT:

Sudah betul, ini US Dolar.

Silakan Bu.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Terima kasih Ketua.

Kalau boleh saya mohon disebutkan sebesar indikatif Ketua karena ini masih global dari

Bappenas.

KETUA RAPAT:

Iya sebesar indikatif ya, kita bisa sepakati ya.

(RAPAT:SETUJU)

3. Komisi VII DPR RI meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk

membuat mekanisme pengawasan terhadap penggunaan dana-dana non APBN

termasuk konsekuensi hukumnya dan dilaporkan secara berkala ke Komisi VII DPR RI

sebagai fungsi pengawasan atas implementasi Paris Agreement yang telah diratifikasi.

F-PD (H. MAT NASIR, S.Sos.):

Izin Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Iya silakan.

F-PD (H. MAT NASIR, S.Sos.):

Mungkin ada penambahan non APBN dan APBN Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Bisa saja kita masukkan, kalau APBN sudah ada mekanisme RKA KL-nya.

F-PD (H. MAT NASIR, S.Sos.):

Supaya tidak tumpang tindih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Bagaimana pemerintah memahami atau membingungkan.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Secara operasional dilakukan oleh KLHK, saya sebagai national vocal point saja untuk

memberikan pemahaman itu datang dari satu menteri ke menteri lain, saya datang sendiri karena

kita kan nggak pakai instrumen, instruksi, perintah dan sebagainya. Jadi saya betul-betul datang

menghadap satu-persatu kepada menteri-menteri.

Kemudian yang dana-dana luar negeri yang langsung ke masyarakat kan juga banyak

betul, kita nggak punya instrumen juga untuk kontrol, nggak ada, tetapi kalau ......meminta,

berusaha itu bisa. Tapi kalau dibunyikan seperti inikan akhirnya saya jadi wajib dan kalau nggak

laporan nanti saya jadi jelek terus di Komisi VII.

KETUA RAPAT:

Saya pikir bisa dimaklumi ya karena tingkat dari pada kesulitan dan juga pengakuan

sebetulnya. Inikan kalau yang non APBN kan di luar dari pada kewenangan Kementerian

Lingkungan Hidup, coba bisa disempurnakan kalimatnya, bisa dibantu Bu.

F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

Interupsi Pak Ketua.

Bu Menteri itu yang ke NGO atau LSM itukan sebagai insentif dari penurunan emisi, ya

seharusnya olah pemberi itu harus memberikan laporan informasi ke Menteri KLH karena kita kan

itu bisa dilaksanakan karena adanya Undang-undang ini, kenapa DPR RI punya hak

konstitusional untuk mengawasi, baik secara reguler karena mengawasi juga pelaksanaan

Undang-undang ini. Undang-undang ini yang mensahkan DPR RI bersama pemerintah, jadi

seharusnya tadinya Pak Ketua, sebenarnya Undang-undang ini tidak perlu, tidak cukup hanya

meratifikasi Paris Agreement, mesti ada lagi bahwa setiap insentif atau kompensasi itu harus

dilaporkan siapapun pelaksanaannya di seluruh wilayah Indonesia kan gitu. jadi itu terkait

terhadap kesimpulan rapat Pak Ketua.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Iya sebentar, ini berbeda dari apa yang disampaikan Pak Ramson, mungkin masukannya

bagus sekali. Yang nomor 3 itu sebetulnya hanya kita meminta membuat mekanismenya Bu,

mekanisme pengawasan. Jadi bagaimana instrumen KLHK yang bisa lakukan di dalam rangka

melakukan pengawasan begitu sebetulnya lebih kepada mekanismenya Bu, apakah selama ini

diserahkan begitu saja secara volunterr mereka melaporkan ke kementerian atau Ibu bisa

membuat semacam instrumennya gitu. soal nanti itu bisa jalan atau tidak kan bisa dilaporkan.

Silakan.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Terima kasih Ketua, kalau gitu saya nangkep yang dimekasud oleh Ketua, kalau gitu saya

nggak berani yang laporan yang berkalanya, kalimat selanjutnya yang berat sebetulnya Pak. Saya

mau kasih contoh LSM world resources institute itu punya uang 27 juta US untuk melakukan

mapping seluruh resources di Indonesia dan dia minta dengan kami, dengan Dirjen Planologi dan

kita belum mau gitu dan saya nggak tahu tiba-tiba sudah adac di situ duitnya. Sekarang kita

tinggal main cerdik-cerdik saja harus bagaimana, harus diapain supaya yang disampaikan oleh

Bapak-Ibu yang terhormat.

F-PDIP (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST.):

KETUA RAPAT:

Sebentar Bu, itu WRI itu apa dia sudah mengalokasikan dana, dia mau melakukan

pendataan kan begitu, lantas mau kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan atau meminta kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, oh

minta izin berarti dia minta akses data semuanya kalau begitu. Itu mengkhawatirkan, maksudnya

WRI dari mana gitu, dia membawa dana itu.

F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

Pak Ketua, interupsi.

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

Seperti itu kegiatan ke kitanya apa saja itu di Indonesia Bu Menteri, maksud saya NGO

yang punya dana 27 juta US dolar itu kegiatannya apa saja.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Hanya untuk mapping.

F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

Contohnya misalnya hutan Petungkriyono, itukan termasuk juga hutan yang berdampak

penurunan emisi, seperti itu cara hitungnya bagaimana itu, bisa nggak, ada nggak diantara dirjen

bisa nggak, berapa kira-kira dapat kompensasi itu atau insentif.

KETUA RAPAT:

Nggak sebentar, kita menyelesaikan kesimpulan dulu Pak Ramson.

F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

Karena itu terkait Pak Ketua, kalau kita buat kesimpulan inikan kita mau tahu

hitung-hitungannya.

KETUA RAPAT:

Kalau hitung-hitungan berarti.

F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

Kesimpulan nomor 3 ini terkait dengan itu, itu yang mau kita awasi.

KETUA RAPAT:

Bisa ditambahkan karena ini tulisannya kita menginginkan kementerian membuat

mekanisme pengawasan terhadap dana Pak, yang Ibu keberatan tadi adalah laporan secara

berkalanya.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Kalau boleh Ketua, termasuk konsekuensi hukumnya sebagai fungsi pengawasan kan

tetap saya akan bikin.

KETUA RAPAT:

Kalau gitu dihapus saja.

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

Dan dilaporkan secara berkalanya itu yang dibuang, tetapi mekanismenya saya memang

sangat ingin punya mekanisme mengontrol anggaran itu. Jadi iya sebagai fungsi pengawasan

atas implementasi Paris Agreement, itu memang kita.

KETUA RAPAT:

Ini bisa diterima ya.

Silakan Pak.

F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):

Boleh saya usul.

KETUA RAPAT:

Nomor 3 ini ya.

F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):

Iya nomor 3 ini, ini sebetulnya dampaknya besar, kerja besar dan KLHK itu menjadi bagian

dari situ. Jadi kalau saya lebih meng-appeal bahwa Komisi VII meminta kepada KLHK ini untuk

mendorong pemerintah, pemerintah secara keseluruhan, Menteri Keuangan di situ, ada Menko di

situ, untuk melakukan itu semua, termasuk mengawasi non actor, non state actor tadi

penggunaan-penggunaan dana itu semua dan pelaporan secara berkala. Jadi kita mendorong

KLHK untuk itu karena kalau kita KLHK saja itu kita tidak dapat picture-nya itu. Jadi bunyi

kalimatnya saya kira seperti itu Ketua.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Coba karena kita, mitra kita LHK lantas LHK itu sebagai vocal point ya di dalam hal ini,

national vocal point. Jadi kita mau bagaimana menggabungkannya Pak, misalnya meminta

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI sebagai national vocal point untuk mendorong

Pemerintah RI.

F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):

Membuat mekanisme itu begitu Pak.

KETUA RAPAT:

Coba ditambahin, bagus Pak Tjatur.

F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):

Bu, perlu payung hukumnya atau sudah cukup atau mekanisme saja.

KETUA RAPAT:

Sebagai national vocal point.

F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):

Iya, pertama kali membuat payung hukum dulu baru kemudian pengawasan.

KETUA RAPAT:

Untuk mendorong Pemerintah Republik Indonesia.

F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):

PP-nya belum selesai kan, iya itu maksud saya.

KETUA RAPAT:

Mendorong Pemerintah Republik Indonesia atau RI, biar jelas maksudnya Pak Tjatur

masuk, Pemerintah membuat mekanisme pengawasan terhadap penggunaan dana.

F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):

Pertama membuat payung hukum dan mekanisme pengawasan.

KETUA RAPAT:

Untuk membuat payung hukum dan mekanisme pengawasan, ini bisa diterima ya Bu

Menteri, bisa ya. Jadi saya ulang lagi, Komisi VII DPR RI meminta Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan RI sebagai national vocal point untuk mendorong pemerintah membuat payung

hukum dan mekanisme pengawasan terhadap penggunaan dana-dana non APBN termasuk

konsekuensi hukumnya sebagai fungsi pengawasan atas implementasi Paris Agreement yang

telah diratifikasi.

Ini sebetulnya sudah melekat job desk-nya natinal vocal point ini, jadi bisa disepakati ya.

(RAPAT:SETUJU)

Silakan.

F-PPP (Dr. ANDI JAMARO DULUNG, M.Si.):

Ketua, itu kalimat national vocal point bisa nggak di-Indonesia-kan itu.

KETUA RAPAT:

Iya ditulisnya miring Pak, ya itu nanti bahasa yang penting itu saja supaya nanti biar

sekretariat nyari bahas bakunya national vocal point, oke.

4. Komisi VII DPR RI meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk

menyusun matriks tentang skema penurunan emisi karbon di masing-masing

kementerian terkait.

Setuju ya.

(RAPAT:SETUJU)

5. Komisi VII DPR RI meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk

menyampaikan jawaban tertulis atas semua pertanyaan Anggota Komisi VII DPR RI

yang disampaikan pada Komisi VII DPR RI paling lambat tanggal 27 Februari 2017.

(RAPAT:SETUJU)

Terakhir Pak Ramson yang tadi masukannya mungkin bisa masuk menjadi salah satu

kesimpulan sebelum kita tutup.

F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

Yang mana lagi itu Pak Ketua, yang tadi Pak Ramson bilang

KETUA RAPAT:

F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

KETUA RAPAT:

F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):

KETUA RAPAT:

F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):

KETUA RAPAT:

F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):

KETUA RAPAT:

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:

KETUA RAPAT:

Masih. Gitu ya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada kementerian itu. Kehutanan

beserta jajarannya atas kerja sama yang baik. Dalam rapat ini. Dan mohon maaf apabila da 1

dan hal yang tidak berkenan. Karena kami tidak bermaksud untuk melakukannya tapi lebih

bagaimana kita untuk mencari saya sebagai. Kita belum melakukan penyelesaian masalah

bangsa di sektor ini.

Kami atas nama pimpinan komisi 2 DPR RI juga mengucapkan terima kasih kepada bapak

ibu anggota atas kehadirannya. Iya. Kesemua dibacakan. Akhirnya dengan mengucapkan

syukur alhamdulillah kepada Allah SWT rapat kerja pada hari ini saya tutup. Nah arah Aloi

Walhidaya assalamu'alaikum wr. Wb.. Pak.

pak. pak.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 16.58 WIB)

a.n. KETUA RAPAT

SEKRETARIS RAPAT

Dra. Nanik Herry Murti

NIP. 196505061994032002