13
. Dewi Sartika Dewi Sartika lahir di Bandung, 4 desember 1884. Beliau ialah tokoh perempuan nan menjadi panutan bagi masayarakat Sunda, pahlawan nan memperjuangkan pendidikan buat kaum perempuan di Jawa Barat. Beliau ialah Putri dari Raden Somanegara dan Raden Ayu Permas. Ayah Dewi Sartika ialah Patih di Bandung pada masanya. Ketika orang tua Dewi Sartika diasingkan di Maluku, Ia tinggal bersama pamannya Patih Aria, Patih Cicalengka. Dewi Sartika memperjuangkan nasib perempuan buat mendapatkan pendidikan. Pada tahun 1902, Dewi Sartika mulai merintis buat membangun sekolah bagi perempuan dengan mengajarkan keterampilan, membaca, menulis, merajut, berhitung, pelajaran membina ruma tangga, dll. Lalu kemudian pada tahun 16 juli 1904, beliau mendirikan Sakola Istri di Bandung. Pada tahun 1906, Raden Dewi Sartika menikah dengan pendidik juga yaitu Raden Kanduruan Agah Suriawinata. Dengan memiliki profesi nan sama, membuat Dewi Sartika mendapat dukungan dari suaminya dalam memperjuangkan pendidikan. Pada tahun 1913, Sakola Istri diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri dan diganti lagi menjadi sekolah Raden Dewi di tahun 1929. Sampai saat ini, sekolahnya masih ada di Bandung. Oleh sebab perjuangannya, Raden Dewi Sartika mendapat gelar pahlawan nasional pada tahun 1966 dengan SK Presiden RI no 152/1966. Beliau mati di Tasikmalaya, 11 september 1947, lalu makamnya dipindahkan ke kompleks pemakaman Bupati di jl. Karang Anyar Bandung di usia 63 tahun. BIOGRAFI DEWI SARTIKA Dewi Sartika lahir di Bandung, 4 Desember 1884 dan meninggal di Tasikmalaya, 11 September 1947 pada umur 62 tahun. Ia adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum perempuan, diakui sebagai

Dewi Sartika (2)

  • Upload
    yuni

  • View
    7

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

. Dewi SartikaDewi Sartika lahir di Bandung, 4 desember 1884. Beliau ialah tokoh perempuan nan menjadi panutan bagi masayarakat Sunda, pahlawan nan memperjuangkan pendidikan buat kaum perempuan di Jawa Barat. Beliau ialah Putri dari Raden Somanegara dan Raden Ayu Permas. Ayah Dewi Sartika ialah Patih di Bandung pada masanya. Ketika orang tua Dewi Sartika diasingkan di Maluku, Ia tinggal bersama pamannya Patih Aria, Patih Cicalengka. Dewi Sartika memperjuangkan nasib perempuan buat mendapatkan pendidikan. Pada tahun 1902, Dewi Sartika mulai merintis buat membangun sekolah bagi perempuan dengan mengajarkan keterampilan, membaca, menulis, merajut, berhitung, pelajaran membina ruma tangga, dll. Lalu kemudian pada tahun 16 juli 1904, beliau mendirikan Sakola Istri di Bandung. Pada tahun 1906, Raden Dewi Sartika menikah dengan pendidik juga yaitu Raden Kanduruan Agah Suriawinata. Dengan memiliki profesi nan sama, membuat Dewi Sartika mendapat dukungan dari suaminya dalam memperjuangkan pendidikan. Pada tahun 1913, Sakola Istri diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri dan diganti lagi menjadi sekolah Raden Dewi di tahun 1929. Sampai saat ini, sekolahnya masih ada di Bandung.Oleh sebab perjuangannya, Raden Dewi Sartika mendapat gelar pahlawan nasional pada tahun 1966 dengan SK Presiden RI no 152/1966. Beliau mati di Tasikmalaya, 11 september 1947, lalu makamnya dipindahkan ke kompleks pemakaman Bupati di jl. Karang Anyar Bandung di usia 63 tahun.

BIOGRAFI DEWI SARTIKADewi Sartika lahir di Bandung, 4 Desember 1884 dan meninggal di Tasikmalaya, 11 September 1947 pada umur 62 tahun. Ia adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum perempuan, diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966. Ayahnya, Raden Somanagara adalah seorang pejuang kemerdekaan. Terakhir, sang ayah dihukum buang ke Pulau Ternate oleh Pemerintah Hindia Belanda hingga meninggal dunia di sana. Dewi Sartika dilahirkan dari keluarga priyayi Sunda , Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara. Meski melanggar adat saat itu, orang tuanya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika, ke sekolah Belanda pula. Sepeninggal ayahnya, Dewi Sartika dirawat oleh pamannya (kakak ibunya) yang berkedudukan sebagai patih di Cicalengka. Dari pamannya, beliau mendapatkan didikan mengenai kesundaan, sedangkan wawasan kebudayaan Barat diperolehnya dari berkat didikan seorang nyonya Asisten Residen bangsa Belanda. Sejak kecil, Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik dan kegigihan untuk meraih kemajuan. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, beliau sering memperagakan praktik di sekolah, mengajari baca-tulis, dan bahasa Belanda, kepada anak-anak pembantu di kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting dijadikannya alat bantu belajar. Raden Dewi Sartika yang mengikuti pendidikan Seko lah Dasar di Cicalengka, sejak kecil memang sudah menunjukkan minatnya di bidang pendidikan. Dikatakan demikian karena sejak anak-anak ia sudah senang memerankan perilaku seorang guru. Sebagai contoh, sebagaimana layaknya anak-anak, biasanya sepulang sekolah, Dewi kecil selalu bermain sekolah-sekolahan dengan teman-teman anak perempuan sebayanya, ketika itu ia sangat senang berperan sebagai guru. Waktu itu Dewi Sartika baru berumur sekitar sepuluh tahun, ketika Cicalengka digemparkan oleh kemampuan baca-tulis dan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan. Gempar, karena di waktu itu belum banyak anak-anak (apalagi anak rakyat jelata) memiliki kemampuan seperti itu, dan diajarkan oleh seorang anak perempuan. Berpikir agar anak-anak perempuan di sekitarnya bisa memperoleh kesempatan menuntut ilmu pengetahuan, maka ia berjuang mendirikan sekolah di Bandung, Jawa Barat. Ketika itu, ia sudah tinggal di Bandung. Perjuangannya tidak sia-sia, dengan bantuan R.A.A.Martanegara, kakeknya, dan Den Hamer yang menjabat Inspektur Kantor Pengajaran ketika itu, maka pada tahun 1904 dia berhasil mendirikan sebuah sekolah yang dinamainya Sekolah Isteri. Sekolah tersebut hanya dua kelas sehingga tidak cukup untuk menampung semua aktivitas sekolah. Maka untuk ruangan belajar, ia harus meminjam sebagian ruangan Kepatihan Bandung. Awalnya, muridnya hanya dua puluh orang. Murid-murid yang hanya wanita itu diajar berhitung, membaca, menulis, menjahit, merenda, menyulam dan pelajaran agama.

KONTRIBUSI DEWI SARTIKAIa berusaha keras mendidik anak-anak gadis agar kelak bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, bisa berdiri sendiri, luwes, dan terampil. Maka untuk itu, pelajaran yang berhubungan dengan pembinaan rumah tangga banyak diberikannya. Untuk menutupi biaya operasional sekolah, ia membanting tulang mencari dana. Semua jerih payahnya itu tidak dirasakannya jadi beban, tapi berganti menjadi kepuasan batin karena telah berhasil mendidik kaumnya.hasratnya untuk membuka sekolah bagi gadis-gadis remaja semakin besar. Hal ini didorong oleh keluarganya sendiri. Untuk mewujudkan keinginannya Dewi Sartika menghadap bupati Bandung. Pada mulanya Bupati Bandung tidak menyetujui keinginan Dewi Sartika untuk membuka sekolah untuk anak-anak perempuan, karena menurut pendapatnya akan mendapat tantangan yang keras dari masyarakat. Sekolah untuk perempuan yang diusahakan oleh puteri priyayi jelas bertentangan dengan kode kebangsawanan. Akan tetapi, penolakan ini tidak membuat Dewi Sartika putus asa. Berulangkali permohonan ini diajukan kepada bupati, dan akhirnya bupati menyetujui maksud memajukan pendidikan kaum perempuan ini dalam hatinya yang sebenarnya, meluluskan permintaan ini

NILAI YANG DAPAT DIAMBIL

Terlepas dari bentuk atau cara perjuangannya, seorang pahlawan pasti telah berbuat sesuatu yang heroik untuk bangsanya sesuai kondisi zamannya. Demikian halnya dengan Raden Dewi Sartika. Jika pahlawan lain melakukan perjuangan untuk bangsanya melalui perang frontal seperti angkat senjata, Dewi Sartika memilih perjuangan melalui pendidikan, yakni dengan mendirikan sekolah. Berbagai tantangan, khususnya di bidang pendanaan operasional sekolah yang didirikannya sering dihadapinya. Namun berkat kegigihan dan ketulusan hatinya untuk membangun masyarakat negerinya, sekolah yang didirikannya sebagai sarana pendidikan kaum wanita bisa berdiri terus, bahkan menjadi panutan di daerah lainnya.

Peranan Perempuan Di Masa Perang KemerdekaanPeran perempuan dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Selain berperan sebagai ibu dan istri yang sudah merupakan kodrat seorang perempuan yang telah berumah tangga. Kehidupan wanita terus berkembang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Perempuan turut ikut serta membawa perubahan yang tidak sedikit bagi perkembangan bangsa Indonesia. Pada masa-masa revolusi pisik, seluruh lapisan masyarakat saling bahu-membahu bersama para pejuang untuk menggapai dan mempertahankan kemerdekaan. Dapat dipastikan bahwa kaum perempuan Indonesia pun turut membantu bahkan terjun langsung dan terlibat dalam perjuangan, mengabdikan seluruh hidupnya untuk kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia tercinta.Tokoh-tokoh pahlawan perempuan Indonesia.Kebanyak pahlawan Indonesia tersebut adalah pria , ini wajar karena sebelum kemerdekaan peran perempuan kebanyakan hanya membantu suaminya. Tetapi walaupun begitu tetap saja masih ada pahlawan perempuan di Indonesia walaupun masih didominasi dari kalangan pria. Seperti halnya Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Meutia, Cut Nyak Dhien, R. A. Kartini, dan Dewi Sartika.Mereka berjuang di tempat, musuh, dan kesulitan yang berbeda. Namun, tujuan mereka sama, yaitu mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Dewi Sartika, adalah salah satu tokoh pelopor pendidikan perempuan di Indonesia. Dia tak hanya sekedar bermain dalam tataran konsep, gagasan, atau ide kemajuan perempuan saja, tetapi sudah selangkah lebih maju. Dewi Sartika berhasil mewujudkan cita-citanya memajukan pendidikan kaum perempuan dengan mendirikan Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan) di tahun 1904 di kota Bandung. Sekolah ini merupakan Sekolah Perempuan pertama di tanah Jawa, bahkan Sekolah Perempuan pertama se-Hindia Belanda.. Sekolah ini bediri di tahun wafatnya Kartini. Sedangkan sekolah Kartini sendiri didirikan 11 tahun setelah kematiannya. Sekolah Kartini didirikan oleh adik-adiknya yaitu Kardinah dan Roekmini. Jadi semasa hidupnya Kartini belum berhasil mendirikan sekolah, beliau baru sebatas mengeluarkan ide-ide dan gagasannya tentang pendidikan kaum perempuan lewat surat-menyurat dengan para sahabatnya di Belanda.Dewi Sartika merupakan seorang bangsawan Sunda. Ia lahir pada tanggal 8 Desember 1884. Ibunya bernama Raden Ayu Rajapermas, sedangkan ayahnya bernama Raden Somanegara. Raden Ayu Rajapermas merupakan putri dari Raden Aria Adipati Wiranatakusumah VI (cucu dari the founding father Bandung). Dewi merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Raden Somanegara diangkat menjadi Patih Bandung ketika Dewi Sartika berumur 7 tahun. Raden Somanegara, ayah Dewi Sartika sangat mencintai rakyatnya. Ia mengutamakan kepentingan rakyatnya diatas kepentingan pemerintah kolonial. Jika kebijakan Belanda dianggap merugikan rakyatnya, maka tanpa ragu Raden Somanegara menentang kebijakan tersebut. Raden Somanegara dianggap membangkang terhadap pemerintah kolonial Belanda, akhirnya beliau di buang ke Ternate hingga wafatnya.Sepeninggal ayahnya yang dibuang ke Ternate, Dewi Sartika tinggal bersama pamannya, seorang Patih di Cicalengka. Sebagai seorang keturunan bangsawan, Dewi bersekolah di sekolahan Belanda yaitu sekolah tingkat dasarEerste Klasse School. Di sekolah ini Dewi belajar berbagai hal, termasuk bahasa Inggris dan bahasa Belanda. Dewi juga belajar adat istiadat kesundaan dari pamannya. Sedangkan wawasan kebudayaan Barat diperolehnya dari nyonya Asisten Residen bangsa Belanda.Kecerdasan Dewi sudah terlihat sedari kecil. Dia juga memiliki bakat mengajar yang cukup kuat. Dewi kecil sering mengajari baca-tulis serta bahasa Belanda kepada anak-anak para pembantu di kepatihan. Ketika Dewi berumur 10 tahun, Cicalengka dihebohkan dengan berita anak-anak pembantu kepatihan yang bisa baca tulis serta bisa bahasa Belanda sedikit-sedikit. Pada masa itu kebanyakan rakyat jelata buta huruf dan tidak bisa berbahasa Belanda. Hanya kaum bangsawan saja yang bisa menempuh pendidikan. Adalah hal yang aneh ketika anak-anak para pembantu kepatihan bisa baca tulis. Ternyata Dewi lah tokoh di balik itu semua. Dewi pun menjadi buah bibir rakyat Cicalengka, mereka kagum dengan kepandaiannya.Ketika remaja, Dewi meninggalkan Cicalengka dan kembali ke Bandung. Dewi tinggal bersama ibundanya di Bandung. Ayahnya dalam masa pembuangan di Ternate. Dewi remaja semakin cerdas dan kritis. Dia prihatin dengan kondisi para perempuan disekitarnya yang terkungkung oleh kebodohan. Dia merasa sedih mendapati fenomena perempuan yang hidupnya stagnan, bodoh, dan terkungkung oleh adat Sunda yang masih memarjinalkan kaum perempuan. Paradigma masyarakat Sunda waktu itu masih memandang perempuan hanyalah pemain di belakang layar saja, hanya mengurusi rumah tangga, tak perlu menjadi public figure. Jadi perempuan tidak perlu baca tulis, tidak perlu sekolah, tidak perlu pintar. Sungguh Dewi tidak setuju dengan pandangan masyarakat Sunda waktu itu, dia berontak dan bertekad memajukan pendidikan kaum perempuan di daerahnya.Dewi adalah sosok yang cerdas, gigih dan pantang menyerah. Dia bertekad untuk mendirikan sekolah khusus perempuan. Dewi mengungkapkan impiannya kepada pamannya. Kemudian pamannya mendukung penuh cita-cita Dewi. Di tahun 1902 Dewi merintis sekolah tersebut. Bertempat di bagian belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi mulai mengajar remaja-remaja putri di lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya dengan berbagai ketrampilan. Dewi mengajar baca tulis, menjahit, menyulam dan menenun.Kegiatan Dewi tercium oleh pemerintah kolonial Belanda. AdalahC. Den Hammer, pejabat Inspektur Pengajaran Hindia Belanda di Bandung. Pada awalnya Den Hammer menilai kegiatan Dewi Sartika sebagai suatu kegiatan liar yang membahayakan dan patut dicurigai. Tapi akhirnya pemerintah Belanda menyetujui kegiatan Dewi tersebut. Bahkan Den Hammermengusulkan Dewi untuk meminta bantuan Bupati Bandung Raden Adipati Martanegara untuk memfsilitasi kegiatannya. Hal ini sangat berat bagi Dewi. Salah satu alasan ayahnya dibuang ke Ternate hingga wafatnya adalah karena menentang pelantikan Martanegara sebagai bupati.Setelah melalui pergulatan bathin yang cukup panjang, Dewi Sartika memutuskan memberanikan diri berbicara dengan bupati. Akhirnya bupati beserta jajarannya merestui pendirian sekolah impian Dewi. Dewi berhasil mendirikan Sakola Istri di tahun 1904. Sekolah ini didirikan tanggal 16 Januari 1904 dan merupakan sekolah perempuan pertama se-Hindia Belanda. Paseban barat pendopo kabupaten Bandung digunakan sebagai ruang belajarnya. Murid pertamanya berjumlah 20 orang. Tenaga pengajarnya terdiri dari 3 orang, yaitu : Dewi Sartika, Nyi Poerwa, dan Nyi Oewid. Saat mendirikan sekolah ini Dewi masih lajang dan baru berusia 20 tahun. Sungguh prestasi yang luar biasa. Seorang putri pribumi berhasil mendirikan sekolah perempuan pertama se-Hindia Belanda bagi rakyatnya.Masyarakat sangat antusias menyambut Sakola Istri tersebut. Dewi sampai kewalahan menerima murid. Setahun kemudian, di tahun 1905, Pendopo Kabupaten Bandung sudah tidak muat menampung murid-murid Dewi. Akhirnya Dewi menambah kelas dan pindah ke Jalan Ciguriang, Kebon Cau. Lokasi baru ini dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan pribadinya, serta bantuan dana pribadi dari Bupati Bandung. Lulusan pertama keluar pada tahun 1909. Mereka berhasil menempuh pendidikan selama empat tahun. Mereka juga berhasil membuktikan kepada bangsa bahwa perempuan memiliki kemampuanyang tak ada bedanya dengan laki-laki.Kesuksesan Dewi mendirikan Sakola Istri merebut simpati banyak pihak. Banyak pemuda yang terpesona, menaruh hati dan kagum pada kepandaiannya. Tapi Dewi sangat selektif dalam memilih pendamping hidup. Dia menginginkan seorang pendamping hidup yang memiliki visi dan misi yang sama dalam hal memajukan pendidikan kaum perempuan. Akhirnya Dewi menikah di tahun 1906 dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, seseorang yang memiliki visi dan cita-cita yang sama. Dia adalah seorang guru di Sekolah Karang Pamulang, yang pada waktu itu merupakan Sekolah Latihan Guru.Di tahun 1910 Dewi melakukan renovasi fisik dan inovasi kurikulum di sekolahnya. Renovasi ini murni dari dana pribadinya. Dewi bekerja keras membanting tulang mencari dana untuk perbaikan sekolahnya. Usaha Dewi tersebut didukung sepenuhnya oleh sang suami. Sedangkan inovasi kurikulum dilakukan dengan cara mengadaptasi kurikulumTweede Klasse Schooldi sekolahnya. Dewi juga membentuk Perkumpulan Kautamaan Istri dengan tujuan memperluas sekolah ke luar Bandung.Masyarakat Sunda sangat tertarik dengan sekolah Dewi. Mereka yang diluar Bandung pun menginginkan sekolahan tersebut membuka cabang di daerahnya. Keinginan tersebut disambut hangat oleh Dewi. Karena Dewi memang bercita-cita memajukan perempuan di seluruh tanah Pasundan khususnya dan Hindia Belanda umumnya. Berkat kegigihannya, di tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten. Pada waktu itu terdapat 18 kota Kabupaten se-Pasundan. Berarti Dewi berhasil membuka sekolahnya di separuh wilayah Pasundan.Pada tahun 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Di tahun yang sama, Dewi berhasil membuka cabang sekolahnya yang ke-14. Berarti tinggal empat kota kabupaten di Pasundan yang belum membuka cabang sekolahnya. Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920, ditambah beberapa yang berdiri di kota kewedanaan. Kesuksesan Sekolahan Dewi menjadi buah bibir masyarakat, tak hanya di tanah Pasundan tapi juga hingga pulau Sumatra. Sakola Kautamaan Istri didirikan di Bukittinggi oleh Encik Rama Saleh.Sakola Kautamaan Istri berhasil membawa angin perubahan bagi perempuan Indonesia. Sejak saat itu pendidikan bukanlah monopoli kaum pria ataupun kaum bangsawan saja. Banyak perempuan rakyat jelata yang bersekolah dan menjadi melek huruf. Bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian berganti nama menjadi Sakola Raden Dwi. Di tahun 1929 pula Dewi berhasil memilki gedung sendiri bagi sekolahannya. Sungguh Dewi tak pernah menyerah untuk selalu memberikan yang terbaik bagi sekolahnya. Ia melakukan berbagai cara pencarian dana, baik melalui kerja kerasnya sendiri maupun dari bantuan para donatur. Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.Pada masa perang kemerdekaan, kota Bandung berhasil diduduki pasukan Belanda. Rakyat berbondong-bondong mengungsi, begitupun dengan Dewi. Ia menghentikan segala aktifitasnya dan meninggalkan sekolah yang amat dicintainya. Bersama rakyat lainnya Dewi berusaha menyelamatkan nyawanya. Dewi mengungsi ke kecamatan Cineam. Di tempat pengungsian inilah Dewi meninggal dunia di usia 63 tahun. Dewi meninggal pada tanggal 11 September 1947 dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon, Desa Rahayu, Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian jasadnya dipindahkan ke kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar Bandung.Perjuangan Dewi tak hanya diakui masyarakat Pasundan, tetapi pemerintah kolonial Belanda pun menaruh hormat kepadanya. Pada tanggal 16 Januari 1939 Dewi Sartika mendapat Bintang Emas dari Pemerintah Belanda sebagai penghargaan atas jasa-jasanya bagi masyarakat. Sebelumnya ia juga memperoleh Bintang Perak dari Pemerintah Belanda sebagai penghargaan atas jasa-jasanya. Selanjutnya pada tanggal 1 Desember 1966 Presiden Soekarno menetapkan Dewi Sartika sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional yang disahkan dengan SK PresidenNo.252 Tahun 1966 .Dewi telah menorehkan baktinya bagi kaum perempuan Indonesia. Ia telah berhasil mewujudkan mimpinya. Ia berhasil melihat kesetaraan kaum perempuan dan laki-laki dalam bidang pendidikan semasa hidupnya. Jiwanya telah damai dan bahagia melihat kemajuan kaum perempuan. Namanya pun abadi sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Semoga perjuangan Dewi Sartika dapat dilanjutkan tanpa henti oleh para perempuan hebat Indonesia lainnya di setiap masa, di sepanjang zaman....amin.

1. Hukum Ohm & Kirchoff (Biru)2. Hukum Archimedes dan Vektor (Merah)3. Koefisien Ekspansi Termal (Hijau)