15
DIABETES MELITUS A. Pengertian Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal. (Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 hal 580). B. Etiologi Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau Diabetes Meluitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel β pulau Langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. C. Patofisiologi Dalam proses pencernaan yang normal, karbohidrat dari makanan diubah menjadi glukosa, yang berguna sebagai bahan bakar atau energi bagi tubuh manusia. Hormon insulin mengubah glukosa dalam darah menjadi energi yang digunakan sel. Jika kebutuhan energi telah mencukupi, kebutuhan glukosa disimpan dalam bentuk

Diabetes Melitus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

DM

Citation preview

DIABETES MELITUS

DIABETES MELITUS

A. Pengertian

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai

berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal.(Kapita Selekta

Kedokteran jilid 1 hal 580).

B.Etiologi

Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau Diabetes Meluitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel pulau Langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya.C.Patofisiologi

Dalam proses pencernaan yang normal, karbohidrat dari makanan diubah menjadi glukosa, yang berguna sebagai bahan bakar atau energi bagi tubuh manusia. Hormon insulin mengubah glukosa dalam darah menjadi energi yang digunakan sel. Jika kebutuhan energi telah mencukupi, kebutuhan glukosa disimpan dalam bentuk glukogen dalam hati dan otot yang nantinya bisa digunakan lagi sebagai energi setelah direkonvensi menjadi glukosa lagi. Proses penyimpanan dan rekonvensi ini membutuhkan insulin. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang mengurangi dan mengontrol kadar gula darah sampai pada batas tertentu.

DM terjadi akibat produksi insulin tubuh kurang jumlahnya atau kurang daya kerjanya, walaupun jumlah insulin sendiri normal bahkan mungkin berlebihan akibat kurangnya jumlah atau daya kerja insulin. Glukosa yang tidak dapat dimanfaatkan oleh sel hanya terakumulasi di dalam darah dan beredar ke seluruh tubuh. Gula yang tidak dikonvensi berhamburan di dalam darah, kadar glukosa yang tinggi di dalam darah akan dikeluarkan lewat urin, tingginya glukosa dalam urin membuat penderita banyak kencing ( polyuria ), akibatnya muncul gejala kehausan dan keinginan minum yang terus menerus ( polydipsi ) dan gejala banyak makan (polypasia), walaupun kadar glukosa dalam darah cukup tinggi. Glukosa dalam darah jadi mubazir karena tidak bisa dimasukkan ke dalam sel sel tubuh.

D.Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan kurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori.

Pasien dengan diabetes melitus tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, samnoen yang terjadi selama beberapa hari atau minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera.

E.Klasifikasi

Tipe I ( Juvenile-onset, insulin-dependent diabetes)

Diabetes melitus tipe I khas timbul pada masa kanak-kanak. Penderita biasanya memperlihatkan terjadinya efek katabolik dan sangat rawan terhadap timbulnya ketoasidosis. Defek sentralnya ialah sekresi insulin oleh sel pankreas yang tidak adekuat dan ini hanya di koreksi dengan pemberian insulin eksogen seumur hidupnya.

Destruksi autoimun. Sebagian besar penderita diabetes tipe I mempunyai antibodi dalam peredaran darahnya terhadap berbagai jenis sel pulau langerhans.

Infeksi virus. Titer antibodi terhadap virus seperti tipe Coxsackie B dan parotitis meningkat pada sebagian penderita diabetes tipe ini; kemungkinan berperan sebagai pemicu terhadap destruksi pulau Langerhans secara langsung atau secara autoimun.Tipe II (maturity-onset, non-insulin-dependent diabetes)

Diabetes melitus tipe II lebih sering ditemukan dibandingkan dengan tipe I dan biasanya timbul pada usia pertengahan, yang menjadi lebih banyak pada obesitas. Penderita tidak rawan terhadap timbulnya ketoasidosis, tetapi kadang-kadang timbul koma non-ketoik dimana terdapat hiperosmolaritas plasma yang ekstrim. Sekresi insulin masih dalam batas normal atau meningkat dan karenanya defek sentralnya mungkin menjadi reduksi pada jumlah reseptor permukaan sel terhadap insulin.Faktor genetik jelas sangat berperan dalam etiologi diabetes melitus tipe II, hal ini ditunjukkan bahwa hamper 100% kembar identik terkena penyakit ini. Terapi umumnya dengan cara menurunkan berat badan, bersama dengan pemberian obat secara oral yang berpotensi meningkatkan kerja insulin.F.Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Penampilan, tanda vital, kesadaran, TB, BB.

b. Kulit

: Keadaan kulit, warnanya, turgor,edema, lesi,

memar.

c.Kepala : Keadaan rambut, warna rambut, apa ada massa.

d.Mata :Bagaimana pupilnya, warna sklera,

kunjungtiva,bagaimana reaksi pupil terhadap

cahaya, apakah menggunakan alat bantal.

e. Hidung : Strukturnya, apa ada polip, peradangan, fungsi

penciuman.

f.Telinga : Strukturnya, apa ada cairan keluar dari telinga,

peradangan, nyeri.

g. Mulut : Keadaan mulut, gigi, mukosa mulut dan bibir, apa ada gangguan menelan.

h. Leher : Keadaan leher, kelenjar tiroid.

i. Dada/pernapasan/sirkulasi : Bentuk dada, frekuensi napas, apa ada bunyi

tambahan, gerakan dinding dada.

j. Abdomen : Struktur, kebersihan, apa ada asites, kembung, bising usus, apa ada nyeri tekan.

G.Pemeriksaan Diagnostik

Glukosa darah meningkat, Asam lemak bebas meningkat, Osmolalitas serum meningkat, Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun, Ureum/kreatinin meningkat/normal, Urine : gula + aseton positip, Elektrolit : Na, K, fosfor .Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.

I.Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan diabetes melitus didasarkan pada :

1. Rencana diet

Rencana diet pada pasien diabetes dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang disarankan bervariasi, bergantung pada kebutuhan apakah untuk mempertahankan, menurunkan atau meningkatkan berat badan.

Untuk mencegah hiperglikemia postprandial dan glikosuria, pasien-pasien diabetik tidak boleh makan karbohidrat berlebihan. Rencana diet harus didapat dengan berkonsultasi dahulu dengan ahli gizi yang terdaftar dan berdasarkan pada riwayat diet pasien, makanan yang lebih disukai, gaya hidup, latar belakang budaya dan aktivitas fisik.2. Latihan Fisik

Latihan fisik dapat mempermudah transpor glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Dengan menyesuaikan waktu pasien dalam melakukan latihan fisik, pasien mungkin dapat meningkatkan pengontrolan kadar glukosa.

Pasien-pasien dengan gejala diabetes melitus tipe 2 dini dapat mempertahankan kadar glukosa darah normal hanya dengan menjalankan rencana diet dan latihan fisik saja.

3. Obat Hipoglikemik

Obat-obat yang digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfonilurea. Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion. Metformin yang merupakan suatu biguanid, dapat diberikan sebagai terapi tunggal pertama dengan dosis 500 hingga 1700mg/hari. Metformin menurunkan produksi glukosa hepatik, menurunkan absorbsi glukosa pada usus dan meningkatkan kepekaan insulin, khususnya di hati. Metformin tidak meningkatkan berat badan seperti insulin sehingga bisa digunakan, khususnya pada pasien dengan obesitas.

Tiazolidinedion meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan produksi glukosa hepatik. Dua analog tiazolidinedion yaitu rosiglitazon dan dengan dosis 4 hingga 8 mg/hari dan pioglitazon dengan dosis 30 hingga 45 mg/hari dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau dikombinasikan dengan metformin, sulfonilurea, atau insulin. Obat-obatan ini dapat menyebabkan retensi air dan tidak dianjurkan untuk diberikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.4. Terapi Insulin

Insulin diklasifikasikan sebagai insulin masa kerja pendek, masa kerja sedang, atau masa kerja panjang, berdasarkan waktu yang digunakan untuk mencapai efek penurunan glukosa plasma yang maksimal yaitu waktu untuk meringankan efek yang terjadi setelah pemberian suntikan. Insulin masa kerja pendek mencapai kerja maksimal dalam waktu beberapa menit hingga 6 jam setelah penyuntikan dan digunakan untuk mengontrol hiperglikemia postprandial. Insulin masa kerja pendek juga digunakan untuk pengobatan intravena dan penatalaksanaan pasien dengan ketoasidosis diabetik. Insulin masa kerja pendek juga dapat dikombinasikan dengan insulin masa kerja panjang.

Insulin masa kerja sedang mencapai kerja maksimal antara 6 hingga 8 jam setelah penyuntikan dan digunakan untuk pengontrolan harian pasien dengan diabetes.

Insulin masa kerja panjang mencapai kadar puncaknya dalam waktu 14 hingga 20 jam setelah pemberian dan jarang digunakan untuk pemakaian rutin pada pasien-pasien diabetes. Satu dari dua analog insulin yang terbaru adalah lispro, yaitu analog insulin dengan masa kerja sangat singkat yang menurunkan kemampuan gabungan dan absorbsinya yang lebih cepat; lispro memiliki awitan kerja yang sangat cepat dan dapat digunakan sesaat sebelum atau sesudah makan.

Tipe insulin lain adalah glargine. Analog insulin ini memiliki masa kerja yang sangat panjang tanpa puncak dan dapat digunakan untuk menetapkan kadar basal insulin pada pasien dalam program terapi insulin yang intensif. Pengendalian glukosa darah pada pasien-pasien diabetes yang memerlukan insulin dapat dicapai dengan pemberian insulin masa kerja sedang sebelum sarapan dan makan malam, dengan dosis yang lebih besar diberikan sebelum sarapan.

Suntikan biasanya diberikan di abdomen atau lengan secara subkutan. Pastikan bahwa tempat penyuntikan tersebut bergerak dan insulin tidak disuntikkan masuk ke dalam pembuluh darah atau ke dalam jaringan parut. Terapi insulin yang intensif dapat diberikan melalui pompa infuse insulin subkutan.5. Pengawasan glukosa di rumah dan pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri.

Pasien diabetes relatif dapat hidup normal asalkan mereka mengetahui dengan baik keadaan dan cara penatalaksanaan penyakit yang dideritanya. Mereka dapat belajar menyuntikkan sendiri insulin, memantau kadar glukosa darah mereka, dan memanfaatkan informasi ini untuk mengatur dosis insulin dan merencanakan diet serta latihannya sehingga dapat mengurangi hiperglikemia atau hipoglikemia. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 yang mengalami obesitas, asimtomatik dan mempunyai kadar glukosa yang cukup tinggi, pengobatan pilihan adalah pembatasan diet dan penurunan berat badan.J.Komplikasi

Komplikasi komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor : (1) Komplikasi Metabolik akut, dan (2) komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang.

1. Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif

akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis diabetik.

Hiperglikemia, hipeeosmolar, koma nonketoik adalah komplikasi metabolik akut lain dari diabetes tipe 2 yang lebih tua. Komplikasi metabolik lain yang sering dari diabetes adalah hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin), terutama komplikasi terapi insulin.

2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang

Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh pembuluh kecil, mikroangiopati dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar, makroangiopati. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit.

K.WOC

Sumber : Arif Mansjoer,dkk.Kapita Selekta KedokteranDAFTAR PUSTAKAGanong F William.2003.Fisiologi Kedokteran Edisi 20.Jakarta.EGC

Anderson, Sylvia, dkk. Patofisiologi ( Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit ) Edisi 6 Vol 2. Jakarta : EGCSudoyo W,Aru.2006.Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid III.Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.