42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1996 di dunia terdapat 120 juta penderita diabetes mellitus yang diperkirakan naik dua kali lipat pada tahun 2025. Kenaikan ini disebabkan oleh pertambahan umur, kelebihan berat badan (obesitas), dan gaya hidup. Di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapatkan jauh lebih besar dibandingkan dengan negara maju yaitu 2-4%, prevalensi yang tinggi ini disebabkan kurang pengetahuan penderita akan penyakitnya, kurangnya perhatian dokter terhadap komplikasi ini serta rumitnya cara pemeriksaan yang ada saat ini untuk mendeteksi kelainan tersebut secara dini. Di RSU dr Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penyandang DM pasca 1

Diabetik Foot

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bedah

Citation preview

Page 1: Diabetik Foot

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1996

di dunia terdapat 120 juta penderita diabetes mellitus yang diperkirakan naik

dua kali lipat pada tahun 2025. Kenaikan ini disebabkan oleh pertambahan

umur, kelebihan berat badan (obesitas), dan gaya hidup.

Di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapatkan jauh lebih

besar dibandingkan dengan negara maju yaitu 2-4%, prevalensi yang tinggi ini

disebabkan kurang pengetahuan penderita akan penyakitnya, kurangnya

perhatian dokter terhadap komplikasi ini serta rumitnya cara pemeriksaan yang

ada saat ini untuk mendeteksi kelainan tersebut secara dini.

Di RSU dr Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetes masih

merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu

menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,

masing-masing sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib

para penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3%

akan meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan

meninggal 3 tahun pasca amputasi.4

Pengelolaan kaki diabetes mencakup pengendalian gula darah,

debridemen/membuang jaringan yang rusak, pemberian antibiotik, dan obat-

obat vaskularisasi serta amputasi. Komplikasi kaki diabetik adalah penyebab

amputasi ekstremitas bawah nontraumatik yang paling sering terjadi di dunia

industri. Sebagian besar komplikasi kaki diabetik mengakibatkan amputasi yang

dimulai dengan pembentukan ulkus di kulit. Risiko amputasi ekstremitas bawah

15 – 46 kali lebih tinggi pada penderita diabetik dibandingkan dengan orang

yang tidak menderita diabetes mellitus.

1

Page 2: Diabetik Foot

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Diabetic foot?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Diabetic foot.

1.4 MANFAAT

1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya Diabetic

foot.

1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti

kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.

2

Page 3: Diabetik Foot

BAB II

STATUS PENDERITA

2.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny.Mujiati

Umur : 56 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Alamat : Wonosari

Status perkawinan : menikah

Suku : Jawa

Tanggal MRS : 06 Maret 2013

No. Reg : 314602

2.2 ANAMNESA

1. Keluhan utama : Luka kehitaman di kaki kiri

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien dibawa ke UGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen dengan keluhan

terdapat luka kehitaman di kaki kiri sejak 2 minggu yang lalu, luka awalnya kecil,

semakin lama lukanya semakin membesar, mengeluarkan bau tidak sedap dan

tidak kunjung sembuh. Pasien mengaku awalnya telapak kaki sebelah kiri

terdapat benjolan putih keras seperti kapalan berukuran 2 mm, lalu disudet

menggunakan duri salak. Setelah disudet tidak ada cairan yang keluar dari

kapalan tersebut. Keesokan harinya pasien datang menghadiri acara pernikahan

tetangganya, disana pasien makan makanan yang tidak terkontrol. Setelah 3 hari

berselang luka bekas sudetan terasa perih berwarna kemerahan, kaki terasa

membesar. Pasien tidak mengalami panas, sehingga pasien hanya memberi obat

merah untuk merawat lukanya tersebut.

3

Page 4: Diabetik Foot

Pasien mengatakan luka bekas sudetan ditelapak kaki semakin melebar,

berair, dan keluar nanah berwarna kekuningan. Anak pasien membawa ke mantri,

kemudian di beri cairan berwarna ungu untuk membersihkan luka tersebut lalu

diguyur menggunakan larutan infus kemudian ditutup kembali. Saat

membersihkan luka anak pasien melihat jempol kaki semakin mengecil berwarna

kehitaman, dikira efek dari larutan warna ungu tersebut. Kemudian setiap jam

dilihat lukanya semakin melebar dan semakin banyak mengeluarkan nanah tetapi

apabila dipegang/ dipencet pasien tidak merasakan sakit, kemudian jari kaki ke2

ikut memerah berwarna kehitaman, bengkak, jika dipegang ledeh/lunak dan

mulai mengeluarkan bau yang tidak sedap selama seminggu. Pasien tidak

mengeluh gatal, tetapi mulai seminggu ini badan pasien menjadi demam. Karena

keadaan tersebut anaknya datang ke RS, saat di cek gula darahnya yakni 650

mg/dl.

Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya banyak

tapi berat badannya semakin menurun, dan pasien sering merasa haus, minum ±

3,5 liter/hari. pasien juga mengatakan  sering BAK (kencing lebih dari 4x/hr).

Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak ±5 tahun ini.

3. Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya

Riwayat hipertensi : +

Riwayat diabetes melitus : sejak 5 tahun yang lalu, tetapi jarang

berobat ke dokter, dan tidak rutin minum obat.

Riwayat Asam Urat :+

Riwayat alergi : disangkal

4. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat diabetes melitus : (+)

Riwayat alergi : disangkal

4

Page 5: Diabetik Foot

5. Riwayat pengobatan: Pasien datang ke mantri di beri obat minum analgesik

dan antibiotik, kemudian merawat luka pasien.

6. Riwayat Kebiasaan: Pasien sering menonton di depan TV, suka

mengkonsumsi minuman berenergi, bersoda dan kemasan setiap hari. Pasien

sering mengemil roti dan juga gorengan.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : tampak lemah

2. Vital Sign

tensi : 90/60 mmHg

nadi : 98 x/mnt

RR : 18 x/mnt

suhu : 37 0C

3. Status Generalis

Kepala

Bentuk mesocephal

Mata

Conjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-).

Telinga

Bentuk normotia (+/+), sekret (-/-), pendengaran berkurang (-/-).

Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-).

Mulut dan tenggorokan

Bibir pucat (+), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-), tonsil membesar (-),

pharing hiperemis (-).

Leher

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-).

Paru

Suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).

5

Page 6: Diabetik Foot

Jantung

Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

Perut tampak mendatar, tidak tampak adanya massa, nyeri tekan (-)

4. Status lokalis

Regio ekstremitas sinistra

Inspeksi : Regio Dorsalis Pedis sinistra tampak luka dengan ukuran ± 5

cm x 15 cm, bentuk tidak beraturan, ulkus (+), pus (+), oedem (+), hiperemi

(+), kulit sekitar tepi luka berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi (+)

serta phalang 1 dan 2 tampak kehitaman.

Palpasi : nyeri tekan (-), pulsasi arteri femoralis +, arteri dorsalis pedis

tidak dapat dievaluasi.

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah lengkap

Laboratorium darah

Hemoglobin 8,9 g/dl [L: 13,5-15 P: 12-14]

Lekosit 31.200 sel/cmm [4.000-11.000]

Trombosit 1.069.000 sel/cmm [150.000-450.000]

Hematokrit 27.6 %

Gula darah sewaktu 650 mg/dl [ < 140]

Albumin 2.04 g/dl

Globulin 5.83 g/dl

2.5 RESUME

Ny.M, 56 tahun, datang dengan keluhan terdapat luka di kaki kiri sejak 2

minggu yang lalu, lukanya awalnya kecil, semakin lama lukanya semakin

membesar dan tidak kunjung sembuh. Riwayat telapak kaki kiri kapalan tersudet

dengan duri salak. Luka berwarna merah kehitaman, luka tidak terasa sakit,

6

Page 7: Diabetik Foot

bernanah serta berbau tidak sedap, tidak gatal, kaki juga bengkak sejak 2 minggu

ini.sejak seminggu ini badan pasien teraba demam.

Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya meningkat

tapi berat badannya semakin turun, dan pasien sering merasa haus, sering BAK

(kencing lebih dari 4x/hr). Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak ±5 tahun ini.

Dari pemeriksaan generalis: Konjungtiva anemis (+/+), bibir pucat. Dari

pemeriksaan lokalis pada regio pedis sinistra; Inspeksi: Regio Dorsalis Pedis

Dextra tampak luka ± 5 cm x 15 cm,bentuk tidak beraturan, ulkus (+), pus (+),

oedem (+), kulit sekitar tepi luka berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi

(+). Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Glukosa darah sewaktu 650

mg/dl.

Gambar1: kondisi luka pada pedis sinistra

7

Page 8: Diabetik Foot

2.6 DIAGNOSA

Diabetes mellitus type 2 dengan Ulkus pedis sinistra

2.7 PENATALAKSANAAN

A. Non farmakologis

-         Edukasi

-         Mengatur pola makan/diet sesuai kebutuhan BB atau gizi penderita

-         Olahraga

B. Farmakologi

Ceftriaxon IV 2 X 1 gr

Ketorolac IV 3 X30 mg

Metronidazol IV 3 X 500mg

C. Operatif : - Pro: Debridement (pedis sinistra)

Amputasi (pedis sinistra)

8

Page 9: Diabetik Foot

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINIS DIABETES MELLITUS

Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa

gangguan metabolisme karbohidrat, yakni penurunan penggunaan glukosa

yang rendah sehingga  mengakibatkan  adanya  penumpukan  glukosa  di

dalam  darah (hiperglikemia). Adapun penyebab terjadinya penimbunan kadar

glukosa didalam darah tersebut ialah adanya gangguan berupa kurangnya

sekresi enzim insulin pada pancreas (DM tipe 1), atau terjadi gangguan fungsi

pada enzim insulin tersebut dalam metabolisme glukosa (DM tipe 2) maupun

kedua-duanya. 1,2,3

3.2 DIAGNOSIS DIABETES MELLITUS

Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas

DM berupa poliuria, polidipsia, polifagi, lemas dan berat badan yang

menurun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan,

gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria serta pruritus vulvae pada

pasien wanita.4

Pada kasus ini, seorang perempuan dengan usia 56 tahun yang dirawat

dibangsal bedah RSUD kanjuruhan didiagnosis diabetes mellitus tipe 2

dengan gangren pedis sinistra. Diketahui kurang lebih 5 tahun pasien telah

mengalami gejala khas dari DM namun tidak pernah periksa. Secara

kebetulan karena luka dikakinya yang tidak sembuh, kurang lebih 2 minggu

yang lalu pasien pernah di periksa kadar gulanya dan mencapai 650 mg/dL. 5

tahun sebelumnya, pasien mengaku makannya banyak karena sering lapar,

sering haus, dan sering buang air kecil. Keluhan lain yang dirasakan adalah

sering kesemutan pada kakinya, dan badan lemas. Hasil laboratorium

didapatkan Gula Darah Puasa 329 mg/dL dan Gula Darah 2JPP 389 mg/dL.

Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala

9

Page 10: Diabetik Foot

khas, seperti frekwensi kencing meningkat, rasa haus, banyak makan ,serta

mudah terkena penyakit infeksi.

Gambar 2. Algoritma diagnosis Diabetes Mellitus.

Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan jika 5 :

1. Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL pada orang yang memiliki-

tanda klinis diabetes mellitus, atau

2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dL. Puasa berarti tidak ada asupankalori

selama 10 jam sebelum pengambilan sampel darah vena, atau

10

Page 11: Diabetik Foot

3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dL, pada 2 jam sesudah pemberianbeban

glukosa oral 75g.

3.3 ULKUS DIABETIKUM

Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus

yang berupa kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah, biasanya

terjadi dibagian ujung kaki atau tempat tumpuan tubuh. Gambaran luka

berupa adanya ulkus diabetik pada punggung kaki kiri sudah mencapai tendon

atau tulang dan juga didapatkan gangren pada ibu jari dan jari ke 2 sehingga

kaki diabetik pada penderita ini mungkin dapat dimasukkan pada derajat IV

klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner. Namun untuk menegakkan derajat

kaki diabetik pada pasien ini diperlukan rontgen pada kaki  kiri pasien  yang

mengalami  ulkus  untuk  melihat kedalaman  dan mengklasifikasikan derajat

ulkus.

Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan

tanda sebagai berikut :3

1. Sering kesemutan/gringgingan.

2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).

3. Nyeri saat istirahat.

4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).

Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah

kaki diabetic (diabetic foot). Komplikasi ini terjadi karena terjadinya

kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa

sakit pun berkurang.3

11

Page 12: Diabetik Foot

1. Faktor Risiko Terjadinya diabetic foot

Ada 3 alasan orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami

masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat

(neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan

luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering

disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet

akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. 1

Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan

endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah

penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan

pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah

(terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai

menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang

menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang

memerlukan tindakan amputasi. 1Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh

terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap

infeksi.

Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada

penderita diabetes sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan

antara lain :1

- Luka kecelakaan- Trauma sepatu

- Stress berulang - Trauma panas

- Iatrogenik - Oklusi vaskular

- Kondisi kulit atau kuku

Faktor risiko demografis :

- Usia : Semakin tua semakin berisiko

12

Page 13: Diabetik Foot

- Jenis kelamin: Laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan

jenis kelamin tidak jelas – mungkin dari perilaku, mungkin juga dari

psikologis

- Situasi sosial : Hidup sendiri dua kali lebih tinggi

Faktor risiko lain :

- Ulserasi terdahulu (faktor risiko paling utama dari ulkus)

- Berat badan

- Merokok

2. Klasifikasi Menurut Wagner

Klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner adalah sebagai berikut : 6,7,12

o Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh

o Derajat I : Ulkus superficial, tanpa infeksi, terbatas pada kulit

o Derajat II : Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau kehilangan

tulang

o Derajat III : Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang

dalam hingga mencapai  tendon  dan  tulang,  dengan  atau  tanpa os-

teomyelitis

o Derajat IV : gangren terbatas, yaitu pada ibu jari kaki atau tumit

o Derajat V : gangren seluruh kaki

3. Klasifikasi diabetic foot, modifikasi Brodsky

Kedalaman Luka Definisi

0

1

2

3

Kaki berisiko tanpa ulserasi

Ulserasi superfisial, tanpa ulserasi

Ulserasi yang dalam sampai mengenai tendon

Ulserasi yang luas/absesLuas Daerah Iskemik Definisi

13

Page 14: Diabetik Foot

A

B

C

D

Tanpa iskemik

Iskemik tanpa gangrene

Partial gangrene

Complete foot gangrene

4. Stadium dari Fontaine 5

Stadium Gejala dan Tanda Klinis

I

II

IIa

IIb

III

IV

Gejala tidak spesifik seperti kesemutan , rasa berat

Claudicatio intermitten yaitu sakit bila berjalan, hilang bila istirahat

Bila keluhan sakit pada jarak jalan >200 m

Bila keluhan sakit pada jarak jalan <200 m

Rest pain : sakit meskipun waktu istirahat (malam hari)

Ulkus / gangrene

Gambar 3. Perkembangan Ulkus8

14

Page 15: Diabetik Foot

c. Patogenesis

a. Sistem Saraf

Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem

saraf pusat. Neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena

abnormalitas metabolisme intrinsik sel Schwan yang melibatkan lebih

dari satu enzim. Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal

tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang

nyeri yang diterima kaki cepat mendapat respon  dengan cara merubah

posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar.

Pada  penderita  DM,  adanya neuropati  diabetikum  akan

menyebabkan  seorang penderita  DM  kurang atau  tidak merasakan

adanya trauma, baik mekanik, kimia, maupun termis, keadaan ini

memudahkan terjadinya lesi atau ulserasi yang kemudian masuknya

mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren.

Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan

rutin adalah  penurunan  sensasi  (rasa  raba,  panas,  dingin,  nyeri),

nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, hilangnya rasa vibrasi dan

posisi, anhidrosis, pembentukan kalus pada daerah tekanan, perubahan

bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi.

Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi

luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat

adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka

akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan

bahkan amputasi. neuropati juga dapat menyebabkan deformitas

seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot. 3

Gambar 4. Salah satu bentuk deformitas pada

kaki diabetik.

15

Page 16: Diabetik Foot

Gambar 5. Predileksi paling sering terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah bagian

dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal.

Distribusi tempat terjadinya kaki diabetik secara anatomik :3

- 50% ulkus pada ibu jari

- 30% pada ujung plantar metatarsal

- 10 – 15% pada dorsum kaki

- 5 – 10% pada pergelangan kaki

- Lebih dari 10% adalah ulkus multipel

Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh

- Respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma

- Macam, besar dan lamanya trauma

- Peranan jaringan lunak kaki

Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya

kerusakan saraf baik saraf sensoris maupun otonom. Kerusakan

sensoris akan menyebabkan penurunan sensoris nyeri, panas dan raba

16

Page 17: Diabetik Foot

sehingga penderita mudah terkena trauma akibat keadaan kaki yang

tidak sensitif ini. 3Gangguan saraf otonom terutama diakibatkan oleh

kerusakan serabut saraf simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan

mengakibatkan peningkatan aliran darah, produksi keringat berkurang

atau tidak ada, hilangnya tonus vaskuler. 3Hilangnya tonus vaskuler

disertai dengan adanya peningkatan aliran darah akan menyebabkan

distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan parsial oksigen di

vena. Dengan demikian peran saraf otonom terhadap timbulnya kaki

diabetik neuropati dapat disimpulkan sebagai berikut : neuropati

otonom akan menyebabkan produksi keringat berkurang, sehingga

menyebabkan kulit penderita akan mengalami dehidrasi serta menjadi

kering dan pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya

timbulnya selullitis ulkus ataupun gangren. Selain itu neuropati

otonom akan mengakibatkan penurunan nutrisi jaringan sehingga

terjadi perubahan komposisi, fungsi dan keelastisitasannya sehingga

daya tahan jaringan lunak kaki akan menurun yang memudahkan

terjadinya ulkus.

Gambar 6. Gangren jari kaki.

b. Sistem Vaskuler

Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien

DM. Dua kategori kelainan vaskuler :

17

Page 18: Diabetik Foot

1) Makroangiopati

Makroangiopati  yang  berupa  oklusi  pembuluh  darah  ukuran

sedang maupun besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan

adanya DM, proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih

berat dengan keterlibatan pembuluh darah multiple. Sembilan

puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh

darah dengan oklusi  yang segmental  serta  lebih  panjang

dibanding  non DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun

sering berhubungan dengan oklusi arteri distal bawah lutut,

terutama arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis,

metatarsalis, serta arteri digitalis. Faktor  yang menerangkan

terjadinya  akselerasiaterogenesis  meliputi  kelainan metabolisme

lipoprotein, hipertensi,  merokok,  faktor  genetik  dan ras, serta

meningkatnya trombosit.

2) Mikroangiopati

Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil,

arteriola, kapiler  dan  venula. Kondisi  ini  merupakan  akibat

hiperglikemia menyebabkan  reaksi  enzimatik  dan  non

enzimatik glukosa kedalam membrana basalis. Penebalan

membrana basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh

darah.

Gambar 7. Kaki Iskemik12

c. Sistem Imun.

18

Page 19: Diabetik Foot

Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan

monosit (makrofag)  meliputi  proses  kemotaksis,  perlekatan

(adherence), fagositosis dan proses-bunuh mikroorganisme

intraseluler (intracelluler  killing).  Semua proses  ini  terutama

penting  untuk membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya.

Empat tahapan tersebut diawali dengan kemotaksis,kemudian

fagositosis, dan mulailah proses intra seluler untuk membunuh kuman

tersebut oleh radikal bebasoksigen (RBO=O2) dan hidrogen peroksida.

Dalam keadaan normal kedua  bahan  dihasilkan  dari glukosa  melalui

proses hexosemonophosphate  shunt  yang  memerlukan NADPH

(nicotinamideadenine dinucleotide phosphate). Pada keadaan

hiperglikemia, glukosa tersebut oleh aldose reduktase (AR) diubah

menjadi sorbitol, dan proses ini membutuhkan NADPH. Akibat dari

proses ini sel akan kekurangan NADPH untuk membentuk O2 dan

H2O2 karena NADPH digunakan dalam reaksi. Gangguan ini akan

lebih parah apabila regulasi DM memburuk.

d. Proses Pembentukan Ulkus

Ulkus diabetikum merupakan suatu kaskade yang dicetuskan oleh

adanya hiperglikemi. Tak satupun faktor yang bisa berdiri sendiri

menyebabkan terjadinya ulkus. Kondisi ini merupakan akumulasi

efek hiperglikemia  dengan akibatnya  terhadap  saraf,  vaskuler,

imunologis,  protein  jaringan,  trauma serta  mikroorganisme  saling

berinteraksi menimbulkan ulserasi dan infeksi kaki. Ulkus diabetikum

terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu

masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses

pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek

terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan

adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki

yang  mengalami beban  terbesar.  Neuropati  sensoris

perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan

19

Page 20: Diabetik Foot

terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya

terbentuk kavitas yang  membesar  dan  akhirnya  ruptur sampai

permukaan  kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan

penyembuhan luka abnormal menghalangi  resolusi.  Mikroorganisme

yang masuk  mengadakan kolonisasi di daerah ini. Drainase yang

inadekuat menimbulkan closed space  infection.  Akhirnya  sebagai

konsekuensi sistem imun  yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan

dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.8

20

DIABETES MELLITUS

Penyakitpembuluhdarah tepi

Neuropati otonom Neuropati perifer

Sumbatan Aliranoksigen, nutrisi,antibiotik

Keringat Alirandarah

Inderaraba

Gerak

Luka sulitsembuh

Kultkering,pecah

Resorpsitulang

Kerusakansendi

Kerusakankaki

Tumpuan beratyang baru

Kehilanganrasa sakit

Trauma

Atropi

Kehilanganbantalanlemak

ULKUSINFEKSISindrom jari biru

Gangren mayor

Gangren

AMPUTASI

Page 21: Diabetik Foot

Gambar 8. Patogenesis Ulkus Diabetik12

d. Pengelolaan

Berdasarkan  patogenesisnya,  maka  langkah  pertama  yang harus

dilakukan pada pasien diabetes mellitus adalah pengendalian glukosa

darah. Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and

ComplicationTrial  (DCCT) dan  United  Kingdom  Prospective  Study

(UKPDS) membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah,

komplikasi kronik diabetes dapat dikurangi. 6

Pengendalian kadar glukosa darah dapat dilakukan antara lain dengan

cara mengatur pola makan, latihan fisik teratur, serat dengan obat-obatan

anti-hiperglikemi.  Salah  satu  obat anti-hiperglikemi yang diberikan pada

pasien ini adalah insulin. Pemberian secara regular insulin yaitu actrapid

pada pasien ini dikarenakan pasien ini menderita DM yang disertai infeksi

pada kaki kirinya.

Menurut Tjokroprawiro (1992), indikasi penggunaan insulin antara lain:9

1. DM tipe I

2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

3. DM dengan kehamilan

4. Nefropati diabetic tipe B3(stadium III) dan Bc (stadium IV)

5. DM dengan gangguan faal hati yang berat

6. DM dan TB paru yang berat

7. DM dengan infeksi akut (sellulitis, gangren)

8. Ketoasidosis diabetik dan koma lain pada DM

9. DM dan operasi

10. DM dengan patah tulang

11. DM dengan underweight

12. DM dan penyakit gravid

21

Page 22: Diabetik Foot

Pada  pasien  ini  untuk  perawatan  luka  infeksi  dilakukan  dengan

dressing menggunakan NaCl untuk membersihkan dan membilas lalu

menggunakan semprotan  metronidazole  sebagai antibiotika  topikal.

Penanganan  infeksi secara  sistemik  diberikan antibiotika  broad

spectrum dan narrow spectrum yang diberi secara kombinasi antara oral

maupun secara injeksi seperti cefotaxime.  Menurut  adam  (1998)  pada

keadaan  infeksi  berat, penggunaan antibiotika harus dilakukan

semaksimal mungkin, dengan pemikiran bahwa infeksi berat umumnya

disebabkan oleh lebih dari satu jenis kuman, disamping itu juga sering

disertai kuman anaerob.6

Terapi simptomatik pada pasien dengan  ulkus  pedis  diabetik

meliputi semua  tindakan  medis yang bertujuan  menghilangkan  atau

mengurangi gejala  sekunder akibat peningkatan glukosa darah. Pada

pasien diabetes melitus dengan ulkus pedis, seringkali ditemukan

penyebaran infeksi melalui ulkus, demam, nyeri dan gangguan

pencernaan.6, 10

Eradikasi total diabetik foot jarang terjadi. Meskipun dapat mengering,

resiko timbulnya ulkus berulang tetap tinggi jika glukosa  darah

tidak terkendali. Oleh karena itu, edukasi pasien untuk beradaptasi

dengan situasi  tersebut  menjadi sangat  penting  dalam  pengelolaan

diabetes mellitus dengan ulkus. Ward et al11 meneliti bahwa kepuasan

pasien paska perawatan  ulkus  pedis  diabetikum lebih  tinggi  pada

mereka  yang sebelumnya diberikan edukasi dan psikoterapi. Perlu

penjelasan terhadap pasien tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi

rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada setiap pertemuan dengan

dokter, dan perlunya evakuasi secara teratur terhadap kemungkinan

timbulnya kembali ulkus pedis paska perawatan sebelumnya.12

e. Tindakan Bedah

Berdasarkan klasifikasi Wagner, dapat ditentukan tindakan yang tepat

sesuai dengan derajat ulkus yang ada. Tindakan tersebut yaitu:7

22

Page 23: Diabetik Foot

- Derajat 0 : tidak ada perawatan lokal secara khusus

- Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor 

- Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan

bedah mayor misalnya amputasi.

Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah.

Debridemen harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang

mengelilinginya sampai tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai

adanya perdarahan. Pasien bahkan dokter kadang ragu terhadap tindakan

ini, namun akan terkejut saat melihat munculnya jaringan baru yang

tumbuh.

Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut

tingkatan sebagai berikut:

jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan)

mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat)

osteomioplasti: memotong bagian tulang diluar sendi

amputasi miodesis (dengan otot jari/kaki)

amputasi transmetatarsal

amputasi syme

Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi

bawah lutut  atau  bahkan  amputasi  atas  lutut. Tujuan  amputasi  atau

mutilasi adalah :

membuang jaringan nekrotik 

menghilangkan nyeri

drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder 

merangsang vaskularisasi baru.

rehabilitasi yang terbaik8

f. Pencegahan

Pemakaian sepatu harus pas dengan lebar serta kedalaman yang cukup

untuk jari-jari. Sepatu kulit lebih dianjurkan karena mudah beradaptasi

23

Page 24: Diabetik Foot

dengan bentuk kaki serta sirkulasi udara yang didapatkan lebih baik. Kaos

kaki juga harus pas, tidak boleh melipat. Hindari pemakaian sandal atau

alas kaki dengan jari terbuka. Jangan sekali kali berjalan tanpa alas

kaki.Trauma  minor  dan infeksi kaki  seperti  terpotong,  lecet-lecet,

lepuh, dan tinea pedis bila diobati sendiri oleh pasien dengan obat bebas

dapat menghambat penyembuhan luka. Membersihkan dengan hati-hati

trauma minor serta aplikasi antibiotika topikal bisa mencegah infeksi lebih

lanjut  serta  memelihara  kelembaban  kulit  untuk mencegah

pembentukan ulkus. Perawatan kaki yang dianjurkan antara lain:

Inspeksi kaki tiap hari  terhadap adanya lesi, perdarahan diantara jari-

jari. Gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit.

Cuci kaki tiap hari dengan air sabun dan keringkan, terutama diantara

jari.

Gunakan cream atau lotion pelembab

Jangan gunakan larutan kimia/asam untuk membuang kalus.

Potong kuku dengan hati-hati, jangan memotong melengkung jauh ke

proksimal.

Jangan merokok 

Hindari suhu ekstrem8

g. Prognosis

Walaupun telah terdapat banyak obat-obatan yang efektif sebagai

penurun kadar gula darah, pada penderita DM komplikasi jangka panjang

tetap saja berlangsung , namun pada pasien dengan kadar gulanya tidak

terkontrol dengan baik, komplikasi yang terjadi lebih serius dibandingkan

dengan yang kadar gulanya terkontrol baik. Tingkat penyembuhan ulkus

tergantung kepada tingkat klasifikasi luka, sedangkan tinggi tingkat dera-

jat luka semakin sulit suatu luka akan sembuh dengan demikian akan

meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas

24

Page 25: Diabetik Foot

BAB IV

KESIMPULAN

Ny.M ,56 tahun, datang dengan keluhan terdapat luka di kaki kiri sejak 2

minggu yang lalu, lukanya awalnya kecil, semakin lama lukanya semakin

membesar dan tidak kunjung sembuh. Riwayat telapak kaki kiri kapalan tersudet

dengan duri salak. Luka berwarna merah kehitaman, luka tidak terasa sakit,

bernanah serta berbau tidak sedap, tidak gatal, kaki juga bengkak sejak 2 minggu

ini.sejak seminggu ini badan pasien teraba demam.

Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya meningkat

tapi berat badannya semakin turun, dan pasien sering merasa haus, sering BAK

(kencing lebih dari 4x/hr). Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak ±5 tahun ini.

Dari pemeriksaan generalis: Konjungtiva anemis (+/+), bibir pucat. Dari

pemeriksaan lokalis pada regio pedis sinistra; Inspeksi: Regio Dorsalis Pedis

Dextra tampak luka ± 5 cm x 15 cm,bentuk tidak beraturan, ulkus (+), pus (+),

oedem (+), kulit sekitar tepi luka berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi

(+). Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Glukosa darah sewaktu 650

mg/dl.

Pasien didiagnosa diabetes mellitus tipe 2 dengan Ulcus pedis sinistra,

dengan penatalaksanaan regulasi gula darah, debridement, dan amputasi.

25

Page 26: Diabetik Foot

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah, Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2004. Hal 571-705.

2. Isselbacher, Baraundwald, Wilson, Harrison’s Principles of internal medicine,

International edition, Mcgraw Hill Book Co.,Singapore,1994.

3. Staf Pengajar Bagian Bedah FK UI, Vaskuler, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,

Binarupa Aksara Jakarta, 1995; hal: 241-330

4. Sjamsuhidayat R, De Jong WD : Buku ajar ilmu bedah, EGC; Jakarta, 1997

5. Frykberg R.G. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management, American

Family Physician, November 1, 2002.

6. Cunha BA: Diabetic foot infections. Emerg Med, 1997; 10: 115-24. 

7. Author: Kenneth Patrick L Ligaray, MD, Fellow, Department of Endocrinology,

Diabetes and Metabolism, St Louis University Coauthor(s): William L Isley, MD,

Senior Associate Consultant, Associate Professor of Medicine, Division of

Endocrinology, Diabetes, Metabolism, and Nutrition, Mayo Clinic of Rochester

8. Author: Burke A Cunha, MD, Professor of Medicine, State University of New York

School of Medicine at Stony Brook; Chief, Infectious Disease Division, Winthrop-

University Hospital http://emedicine.medscape.com/article/237378-overview

Diabetic Ulcers

9. Author: Richard M Stillman, MD, FACS, Honorary Medical Staff, Northwest

Medical Center; Former Chief of Staff and Medical Director, Wound Healing Center,

Department of Surgery, Northwest Medical

Centerhttp://emedicine.medscape.com/article/460282-overview.

10. Karam JL. Pancreatic Hormon and Diabetes Mellitus, In : Greenspen FS (ED) Basic and Clinical Endocrinology, 5nd Connecticut, Appleton and Lange 1997; 605-62

11. Sarwono W. Kiat-Kiat Menghadapi Masalah Kaki Diabetes. Dalam : Siti S, Idrus A, Yoga IK, dkk, eds. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine, Jakarta 2002:73-77.

12. Boulton AJM. The diabetic Foot. Journal of Family Practice,2000

26

Page 27: Diabetik Foot

13. Sutjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik Pada Kaki Diabetes. Dalam : Askandar T, Hendromarto, Sutjahjo, Hans T, eds. Naskah Lengkap Simposium Nasional Diabetes & Lipid 1994 Pusat Diabetes dan Nutrisi RSUD Dr. Sutomo – FK UNAIR, Surabaya 1994

14. Cook RC. Complexity of the Diabetic foot. Available from : http/www.acofp.org/member-publications/1103-1.html

15. Valk GD, Kriegsman DMW, Assedelft WJJ. Patient Education for Preventing Diabetic foot Ulceration: A Systematic Review. In : Endocrinology And Metabolism Clinics. Departemant of General Practice Institute for Research in Extramural Medicine, Amsterdam 2002 ; 31 : 3

16. Morrison B.W, Lederman P.H Work-up of the Diabetic Foot. Radiologic Clinic of north America. Department of Radiology Thomas Jefferson University Hospital, Philadelphia, USA 2000 ; 40 : 5

17. Erman Fauzi, Dharma Lindarto, Chairul Bahri, dkk : Profil Diabetisi Rawat Inap di SMF Penyakit Dalam RSUP H.Adam Malik Medan dari Januari 1977 s/d Desember 1997. Kongres Persadia, Bali 1998.

18. Kadri. Gangrene Diabetik. Dalam : Piliang S, Nuraisyah, Kadri, eds. Naskah Lengkap Simposium Gangrene Diabetik, Medan 1985 : 104-114

19. Nuraisyah. Kaki, Daerah Rawan Pada Diabetes. Dalam : Piliang S, OK.Alfien S, Edi S, Harun A, eds. Kumpulan Makalah Peringatan Hari Diabetes, Medan 1996 : 51-6

20. Culleton JL. Preventing Diabetic Foot Complications: Tight Glucose Control and Patient Education are the Key. Postgrad Med 1999; 106 : 73-83

21. Palumbo PJ, Melton LJ. Perifer Vasculer Disease and Diabetes. Available from : http://www.diabetes.niddk.gov/dm/pubs/america/pdf/chapter 17.pdf

22. Lavin ME. Management of the Diabetic Foot : Preventing Amputation. South Med J 2002;95:10-20

23. Sumpio BE. Foot Ulcer. N Engl J Med 2000;343:787-92

24. Alfien S. penyakit Vaskular Periferal Diabetik. Dalam: OK. Alfien S, Alwinsyah A, Gontar A, eds; Kumpulan Makalah Simposium “Diabetic Peripheral Vascular Disease and It’s Management”, Medan 2000

25. Stephens E. peripheral Vascular Disease. Available from: http://www.footcare4u.com/ailments/disease.html

26. Bhargava A. Problem, Pathophysiology and Examination of A Diabetic Foot. In: Office Management of Diabetic Foot. AAPM & Annual Assembly Orlando, 2002

27

Page 28: Diabetik Foot

27. Sri Hartini KSK. Pengelolaan Aterosklerosis Perifer pada Penderita Diabetes Melitus. KONAS VI PERKENI medan,2002

28. Armstrong DG, Lavery LA. Diabetic Foot Ulcers: Prevention, Diagnosis and Classification. American Family Physician, 2000

29. Power KB, Vacek JL, Lee S. Noninvasive Approaches to Periferal Vascular Disease. Postgraduate Medicine. Available from: http://www.postgradmed.com/issues/199/09 99/powers.htm

30. Watkins PJ. The Diabetic Foot. BMJ, 2003 ; 326

31. Hiat WR. Medical treatment of Periferal Arterial Disease and Claudication. Drug Therapy. N Engl.J Med, 2001;344;21;1608-21

32. Soliman E, Gellido C. diabetic Neuropathy. Available from: http://www.emedicine.com/neuro/topics 88.htm

33. Meliala L. Strategi Baru Penatalaksanaan Nyeri Neuropati Diabetika. KONAS VI PERKENI Medan,2002

34. Pham H, Armstrong DG, Harvey C, Harkles LB, Giurini JM, Vaves A. Screening Technique to Identify People at High Risk for Diabetic Foot Ulceration. Diabetes Care 2000;23;5:606-11

35. 27. Setter SM, Paton A, Camphel RK. Current and Future Therapies of Diabetic Neuropathy. Available from: http://www.Uspharmacist.com/oldformat.asp?url=nwelook/files/fear/acf3017.htm

36. 28. Warner W,Dowling JPF, Carroll R, Calhoun JH, Mader JT. In: Current Treatment Options in Infectious Diseases 2000, 2 : 214-225

37. Frykberg RG. Diabetic foot Ulsers: Pathogenesis and Management. American Family Physician,2002.

38. Oyibo SO, Jude FB, Tarawneh I, Nguyen HC, Lawrence LB, Boulton AJM. A Comparison of Two Diabetic Foot Ulcers Classification Systems. The Wagner and the University of Texas Wound Classification Systems. Diabetes Care 2001;24:84-88.

28

Page 29: Diabetik Foot

29