13
DIAGNOSIS LABORATORIUM BEBERAPA PENYAKIT PARASITER Oleh : Nama : Annisa Aulia NIM : B1J013003 Kelompok : 2 Rombongan : I Asisten : Medina Fadli Latus S LAPORAN PARASITOLOGI

Diagnosis Laboratorium Beberapa Penyakit Parasiter

Embed Size (px)

DESCRIPTION

diagnosa parasiiter

Citation preview

DIAGNOSIS LABORATORIUM BEBERAPA PENYAKIT PARASITER

Oleh :Nama : Annisa AuliaNIM : B1J013003Kelompok: 2Rombongan: IAsisten: Medina Fadli Latus S

LAPORAN PARASITOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO2015I. PENDAHULUANA. Latar BelakangIlmu tentang parasit telah lama menunjukan peran pentingnya dalam bidang kedokteran hewan dan manusia namun masih banyak penyakit baik pada hewan dan manusia yang merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan terjadinya urbanisasi yang tidak diimbangi sarana dan prasarana, telah menambah banyaknya dearah kumuh di perkotaan. Makin berkurangnya air bersih, pencemaran air dan tanah menciptakan kondisi lingkungan fisik yang memungkinkan perkembangan vektor dan sumber infeksi termasuk oleh penyakit parasitik.Identifikasi parasit yang tepat yaitu dengan cara membedakan sifat berbagai spesies parasit, kista, telur, larva dan juga pengetahuan tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit. Teknik pemeriksaan secara laboratoris beberapa penyakit parasit yang lazim digunakan dalam praktikum yakni pemeriksaan kualitatif dan pemeriksaan kuantitatif. Pemeriksaan yang digunakan pada praktikum ini adalah dengan menggunakan metode apung (pemeriksaan kualitatif).Kelompok cacing parasit mempunyai distribusi geografis paling luas dan memiliki prevalensi paling tinggi dibandingkan dengan cacing lain. Distribusinya terutama tergantung beberapa faktor yaitu kebiasaan penduduk pada saat membuang feses, gaya hidup dan sanitasi lingkungan yang kurang diperhatikan. Dalam diagnosis infeksi cacing usus secara parasitologis, bahan yang diperiksa adalah feses penderita. Kepekaan suatu metoda diagnosis sangat penting tidak hanya untuk menentukan ada tidaknya infeksi, namun juga untuk menguji keberhasilan penggunaan obat cacing yang dipakai dalam pengobatan.Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita makan yang dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna.Jumlah normal produksi 100 200 gram / hari. Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel epitel, debris, celulosa, bakteri dan bahan patologis, Jenis makanan serta gerak peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya dengan frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-minggu.Pemeriksaan feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit. Meskipun saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern, dalam beberapa kasus pemeriksaan feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses , cara pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan dan interpretasi yang benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh klinisi.B. Tujuan Tujuan praktikum diagnosa laboratorium beberapa pentakit parasiter adalah mahasiswa mampu :1. Mendiagnosa adanya infeksi cacing parasit melalui pemeriksaan feses2. Mengetahui teknik pemeriksaan telur pada feses3. Mengetahui bentuk-bentuk dari cacing parasit (telur, larva, dan dewasa)

II. MATERI DAN METODEA. MateriAlat alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah gelas objek, cover glass, plastic es mambo, tali raffia, lidi, beaker glass, tabung reaksi, saringan teh, kertas saring, label, dan jepitan bajuBahan yang digunakan adalah eosin 2%, NaCl jenuh, akuadest, feses balita, feses ayam, feses kambing, feses bebek, dan feses sapi.B. MetodeMetode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut:Pemeriksaan secara natif 1. Larutan eosin 2% diteteskan ke atas gelas ojek yang bersih.2. Feses diambil dengan lidi sebesar biji kacang polong, kemudian ditaruh di atas gelas objek yang bersih.3. Kita ratakan dahulu dengan lidi sebelum diberi gelas penutup.4. Periksa di bawah mikroskop.Pemeriksaan dengan metode apung1. 10 gram tinja dicampur dengan 200ml larutan NaCl jenuh (33%), kemudian diaduk sampai larut, apabila terdapat serat-serat selulosa disaring terlebih dahulu dengan saringan teh.2. Larutan dituangkan ke dalam tabung reaksi sampai penuh, yaitu sampai terbentuk cembungan air pada tabung. Diamkan selama 5-10 menit. Gelas objek disinggungkan dan segera angkat, selanjutnya letakkan di atas meja preparat.3. Periksa di bawah mikroskop.Modifikasi Harada Mori1. Plastik diisi akuades steril kurang lebih sebanyak 5ml.2. Tinja dioleskan dengan lidi bambu pada kertas saring sampai mengisi sepertiga bagian tengahnya.3. Kertas saring dimasukkan kedalam plastik, cara memasukkan kertas saring dilipat membujur dengan ujung kertas menyentuh permukaan akuades dan feses jangan sampai tercelup akuades.4. Plastik diberi label, kemudia plastic ditutup dan digantung pada tali rafia dengan menggunakan penjepit rambut.5. Simpan pada suhu kamar selama 3-7 hari.6. Setelah 3-7 hari akuades didalam plastic dipanaskan terlebih dahulu selama 5 menit, kemudian dimasukan ke dalam beaker glass dengan cara menggunting bagian ujung plastik.7. Larutan di teteskan ke atas gelas objek yang steril.8. Periksa di bawah mikroskop.

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil Tabel 1. Hasil Pengamatan Diagnosa Penyaktir ParasiterKelompokFesesMetode

Direct slideMetode apungHarada mori

1Ayam -Terdapat telur Ascaridia galli (> 10 telur)Terdapat cacing Ascaridia galli

Sapi ---

Kambing ---

Bebek ---

Balita ---

2Ayam --Terdapat cacing Ascaridia galli

Sapi ---

Kambing -Terdapat telur Haemoncus contortus-

Bebek --Terdapat larva Ascaridia galli

Balita ---

3Ayam ---

Sapi ---

Kambing ---

Bebek - -

Balita --

4Ayam

Sapi

Kambing

Bebek

Balita

B. PembahasanPemeriksaan parasit dengan sampel feses pada manusia atau hospes dapat dilakukan dengan pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan feces secara kualitatif, yaitu pemeriksaan yang didasarkan pada ditemukkan telur pada masing-masing metode pemeriksaan tanpa dihitung jumlahnya. Metode pemeriksaan yang termasuk dalam pemeriksaan kualitatif adalah pemeriksaan secara natif (direct slide), pemeriksaan Metode Apung (floating methode), Metode Selotip, Metode Konsentrasi, Metode Sediaan Tebal, dan Metode Sedimentasi Formol Ether. Pemeriksaan feces secara kuantitatif yaitu pemeriksaan feces yang didasarkan pada penemuan telur pada tiap gram feces. Metode pemeriksaan yang termasuk pemeriksaan kuantitatif adalah Metode Kato Katz, Metode Stoll. Pemeriksaan larva dilakukan dengan dua cara yaitu metode pembiakan larva menurut bearmann dan modifikasi Harada-Morin (Natadisastra, 2009).Setiap metode penelitian memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan Penelitian Kuantitatif adalah menghasilkan teori yang kuat yang probabilitas kebenaran dan toleransi kesalahannya dapat diperhitungkan, kebenaran teori yang dihasilkan selalu terbuka untuk diuji kembali, analisa yang dilakukan atas angka menghindarkan unsur subjekivitas sedabgkan ekurangan dari metode kuantitatif adalah tidak dapat mengungkap makna yang tersembunyi, pengembangan teori lambat dan kegunaannya rendah karena pengambil kebijakan berada di luar. Kelebihan Penelitian Kualitatif adalah kemampuannya memahami makna di balik prilaku dan mampu menemukan teori baru untuk setting kebudayaan yang diteliti sedangkan kekurangannya adalah hasil penelitian bersifat subjektif, temuan teori hanya berlaku untuk setting kebudayaan yang terbatas dan kegunaan teori yang dihasilkan rendah karena belum tentu dapat dimanfaatkan (Alsa, 2003).Keberadaan metode kualitatif dan metode kuantitatif tidak perlu diperdebatkan karena keduanya justru saling melengkapi satu dengan yang lain. Metode penelitian kualitatif cocok digunakan untuk meneliti dimana masalahnya belum jelas dilakukan pada situasi social yag tidak luas, sehingga hasil penelitian lebih mendalam dan bermakna. Metode penelitian kuantitatif cocok digunakan untuk penelitian yang masalahnya sudah jelas, dan umumnya dilakukan pada populasi yang luas sehingga hasil penelitian kurang mendalam (Sugiyono, 2010).Metode Pemeriksaan kualitatif yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah metode natif dan metode apung, sedangkan metode pemeriksaan kuantitaf adalah menggunkan metode Harada-Mori. Pemeriksaan telur cacing kualitatif secara natif dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Digunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Larutan eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur cacing dengan kotoran di sekitarnya (Natadisastra, 2009). Pemeriksaan telur cacing dengan metode apung menggunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula jenuh dan terutama dipakai untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya berdasarkan berat jenis, telur telur yang lebih ringan daripada berat jenis larutan yang digunakan sehingga telur-telur terapung dipermukaan, dan juga untuk memisahkan partikel-partikel besar yang erdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistosoma, Dibotriosefalus, telur yang berpori-pori dan familia Taeniidae, telur-telur Acanthocepala ataupun telur Ascaris yang infertil (Natadisastra, 2009).Pemeriksaan larva cacing menurut modifikasi Harada-Mori digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva infektif dari Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Strongyloides stercoralis dan Trychosstrongylus sp. yang didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknik ini memungkinkan ttelur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama kurag lebih 7 hari. Larva ini akan ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastic (Natadisastra, 2009).Berdasarkan diagnosa laboratorium beberapa parasiter yang diidentifikasi melalu feses penderita didapatkan hasil sebagai berikut, pada feses ayam terdapat telur melalui metode apung, larva dan cacing Ascaridia galli melalui metode Harada-Mori, pada feses kambing ditemukan telur Haemoncus contortus melalui metode apung, pada feses bebek ditemukan Ascaridia galli dengan metode Harada-Mori, dan pada feses balita ditemukan Necator Americanus dengan metode Harada-Mori. Berdasarkan pengamatan saat praktikum telur Ascaridia galli memiliki bentuk oval dengan dinding tebal dan berbinttik berwarna kekuning-kuningan, sedangkan larva dan cacing dewasanya memiliki tubuh yang panjang agak tebal, tidak bersegmen dan berwarna putih. Hal ini sesuai dengan pustaka bahwa telur Ascaridia galli memiliki bentuk oval dengan kuli tebal berbintik, berwarna kekuning-kuningan, diliputi lapisan albuminoid yang tidak rata, tampilan larva dan cacing dewasa adalah semitransparan, berukuran besar, dan berwarna putih kekuning-kuningan. Cacing ini memiliki kutikula ekstraseluler yang tebal untuk melindungi membran plasma hypodermal nematoda cacing dewasa, pada bagian anterior terdapat sebuah mulut yang dilengkapi dengan tiga buah bibir, satu bibir terdapat pada dorsal dan dua lainnya pada lateroventral. Padakedua sisi terdapat sayap yang sempit dan membentang sepanjang tubuh (Balqis, 2009).