195
TESIS PENAMBAHAN SACCHARIDE ISOMERATES 5% DALAM FORMULASI PELEMBAB MENINGKATKAN HIDRASI KULIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN PELEMBAB BIASA DIAN ANDRIANI RATNA DEWI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010

dian andriani ratna dewi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: dian andriani ratna dewi

TESIS

PENAMBAHAN SACCHARIDE ISOMERATES 5% DALAM FORMULASI PELEMBAB

MENINGKATKAN HIDRASI KULIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN PELEMBAB BIASA

DIAN ANDRIANI RATNA DEWI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2010

Page 2: dian andriani ratna dewi

TESIS

PENAMBAHAN SACCHARIDE ISOMERATES 5% DALAM FORMULASI PELEMBAB

MENINGKATKAN HIDRASI KULIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN PELEMBAB BIASA

DIAN ANDRIANI RATNA DEWI

NIM 0790761030

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2010

Page 3: dian andriani ratna dewi

PENAMBAHAN SACCHARIDE ISOMERATES 5% DALAM FORMULASI PELEMBAB

MENINGKATKAN HIDRASI KULIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN PELEMBAB BIASA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik

(Kekhususan Anti-Aging Medicine) Program Pascasarjana Universitas Udayana

DIAN ANDRIANI RATNA DEWI

NIM 0790761030

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2010

Page 4: dian andriani ratna dewi

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila, dr. AAGP Wiraguna, Sp.KK(K) Sp.And.FAACS NIP: 195609121984121001 NIP: 194612131971071001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof. Dr.dr.Wimpie Pangkahila, Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.And.FAACS Sp. S (K) NIP : 194612131971071001 NIP : 195902151985102001

Page 5: dian andriani ratna dewi

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 28 Desember 2010

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No : 254/ H 14.4.9/DT/2010

Ketua (Pembimbing I) : Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila, Sp.And.FAACS

Sekretaris (Pembimbing II): dr. A.A.G.P Wiraguna, Sp.KK(K)

Anggota :

1. Prof. Dr.dr. J Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And.

2. Prof. dr. I Gusti Made Aman, SpFK

3. Prof. Dr. dr. N Adiputra, M.OH

UCAPAN TERIMA KASIH

Page 6: dian andriani ratna dewi

Assalamu alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Pertama-tama penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah

SWT, karena hanya atas berkah dan karuniaNya tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis yang berjudul Penambahan Saccharide Isomerates 5% Dalam

Formulasi Pelembab Meningkatkan Hidrasi Kulit Lebih Tinggi

Dibandingkan Pelembab Biasa ini diselesaikan dalam rangka untuk

memperoleh Gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu

Kedokteran Biomedik (Kekhususan Anti-Aging Medicine), Program Pascasarjana

Universitas Udayana.

Selama penelitian ini, penulis mendapat banyak pengalaman yang dapat

memperkaya wawasan serta menjadi pengalaman berharga dalam proses

pembelajaran hidup penulis, baik dari segi ilmiah maupun aspek nilai sosial.

Semua ini tidak lepas dari peran serta orang-orang di sekitar penulis yang

senantiasa mendukung dan selalu ada pada saat-saat yang sulit. Pada kesempatan

ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku pembimbing I

dan selaku ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Universitas

Udayana dan penguji yang telah memberikan banyak masukan dan tak

henti-hentinya memicu semangat penulis dengan bimbingan yang

diberikan.

2. Dr. AAGP Wiraguna, Sp.KK (K) selaku pembimbing II yang selalu

memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan

penyusunan tesis ini.

3. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK, selaku pembing akademik yang

dengan penuh perhatian telah banyak sekali memberikan dorongan,

bimbingan dan masukan yang sangat bermanfaat selama penyusunan tesis

ini.

4. Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And selaku penguji yang

dengan sabar telah memberikan dorongan dan semangat serta masukan

pada penulis selama penyusunan tesis ini.

Page 7: dian andriani ratna dewi

5. Prof. Dr. dr. N Adiputra, M.OH, selaku penguji yang sangat bersemangat

membimbing dan mengoreksi penyusunan tesis ini dan sangat dirasakan

manfaatnya oleh penulis.

6. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT, M.Kes., selaku Ketua Komisi Etik

Penelitian FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar yang telah

memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian ini sehingga memudahkan

penulis dalam pelaksanannya.

7. Dr. dr. Dewa Made Sukrama, SpMK, M.Si., selaku Ketua Unit Penelitian

dan Pengembangan FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

yang juga memberikan ijin penelitian dan menilai penelitian ini Laik Etik

yang sangat membantu penulis memperlancar pelaksanaan penelitian ini.

8. Drs. Ketut Tunas yang telah membantu penulisan tesis ini terutama dalam

analisis statistik dan telah rela kehilangan waktunya untuk membimbing

dan memberikan masukan.

9. Drs. Sunardi selaku Direktur perusahaan PT. Merapi yang telah

mengijinkan penggunaan alat pengukur hidrasi kulit serta melakukan

kaliberasinya ke Malaysia sehingga memudahkan pelasanaan penelitian

ini. Di samping itu juga tak henti-hentinya memberikan semangat dan

dorongan kepada penulis.

10. Drs. James selaku Manager marketing perusahaan PT Merapi yang juga

tak henti-hentinya meluangkan waktu untuk membantu memudahkan

pelaksanaan penelitian ini.

11. Ibu Tri Andari selaku Manager PT DCM beserta stafnya Dra. Kurnia Eka

Maya, Apt. dan seluruh karyawan yang telah memberikan bantuannya

untuk menyediakan bahan penelitian berupa lotion yang mengandung

saccharide isomerates 5% dan lotion pelembab biasa.

12. Kolonel Ckm dr. Douglas S. Umboh, MARS, selaku Kepala RS Tk. II.

Moh. Ridwan Meuraksa periode 2007-2009 yang telah memberikan ijin

melaksanakan pendidikan hingga penyelesaian penelitian ini.

13. Kolonel Ckm drg. Normadyanto, MARS, selaku Kepala RS Tk. II Moh

Ridwan Meuraksa periode tahun 2009 - saat ini yang memberikan ijin

Page 8: dian andriani ratna dewi

menyelesaikan pendidikan dan melaksanakan penelitian ini di RS Tk. II

Moh. Ridwan Meuraksa, Jakarta yang sangat membantu memperlancar

penyelesaian penelitian ini.

14. Kolonel Ckm dr. Bagus Tjahyono M.P.H, selaku Kakesdam Jaya yang

memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan pendidikan dan

penyusunan tesis ini.

15. Para karyawan dan perawat RS Tk. II Moh. Ridwan Meuraksa yang telah

bersedia membantu penelitian ini dengan menjadi subyek penelitian baik

pada saat penelitian pendahuluan maupun saat penelitian lanjutannya.

16. Karyawan di bagian poliklinik Kulit dan Kelamin RS Tk. II Moh. Ridwan

Meuraksa yang banyak membantu menyiapkan penelitian ini.

17. Rahma Afiati, Indra Dewi dan seluruh staf Komite Medik RS Tk. II Moh.

Ridwan Meuraksa yang telah membantu penulis dalam hal administrasi

dan penyiapan pelaksanaan penelitian ini.

Selanjutnya terimakasih dan penghargaan untuk keluarga tercinta,

Ibunda Hj. Nanik Soebandriyo yang senantisa memberikan dorongan

kepada penulis dan dengan sabar selalu menjadi tumpuan keluh kesah saat

penulis menghadapi hambatan. Suami tercinta Ir. Sri Wahono yang selalu

setia mendampingi dan rela kehilangan waktu bersama saat penulis harus

menyelesaikan pendidikan dan menyusun penelitian ini. Kepada ananda

tercinta Nabila Arkania dan Farrasila Nadhira, terimakasih atas

pengertiannya karena Mama kadang tidak ada di dekatmu saat kalian

membutuhkan kehadiran Mama.

Terimakasih yang tulus kepada dr. Rita Lahirin dan teman-teman

sejawat peserta program studi Ilmu Biomedik (Kekhususan Anti-Aging

Medicine) Universitas Udayana, Angkatan 2007-2008 atas

kebersamaannya selama menempuh pendidikan.

Kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis

mengucapkan terimakasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-

tingginya.

Page 9: dian andriani ratna dewi

Kepada teman-teman dan semua pihak yang namanya tidak dapat

disebutkan satu-persatu yang telah membantu penyelesaian tesis ini,

penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah

SWT membalas budi baik serta senantiasa melimpahkan rahmat dan

hidayah Nya.

Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan. Amin ya robbal alamiin.

Denpasar, Desember 2010

Penulis,

dr. Dian Andriani, Sp.KK

“You recognize birds from their singing, you do people from their talks”

ABSTRAK

PENAMBAHAN SACCHARIDE ISOMERATES 5% DALAM FORMULASI PELEMBAB

MENINGKATKAN HIDRASI KULIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN PELEMBAB BIASA

Page 10: dian andriani ratna dewi

Kekeringan kulit merupakan masalah bagi jutaan orang dan seringkali

menyebabkan rasa tidak nyaman bahkan stres psikologis. Kulit kering

menggambarkan abnormalitas pada stratum korneum epidermis. Peningkatan

kadar air pada stratum korneum dapat dilakukan dengan mengoleskan pelembab

secara rutin dan teratur karena akan memperbaiki kadar lipid dan menghidrasi

epidermis. Dengan berkembangnya peran karbohidrat dalam bentuk

Glycosaminoglycans dalam komunikasi antar dan inter sel, maka berkembanglah

cabang ilmu Glycobiology yang mempelajari struktur, biosintesis, biologi dan

evolusi dari saccharides (rantai gula atau glycan). Saccharide isomerates (SI)

merupakan salah satu jawaban bagi perkembangan Glycobiology. SI akan

membentuk glycans berupa hialuronan (HA) yang mampu mengikat air dalam

epidermis, oleh karena itu maka SI dapat berfungsi mempertahankan hidrasi kulit

dengan meningkatkan kandungan air dalam stratum korneum. Berdasarkan

fenomena ini maka hipotesis pada penelitian ini adalah penambahan saccharide

isomerates 5% dalam formulasi pelembab lebih meningkatkan hidrasi kulit dan

dapat mempertahankan hidrasi tetap kulit lebih tinggi sekalipun telah dihentikan

pengunaannya dibandingkan dengan pelembab biasa.

Subyek penelitian adalah 30 orang wanita berusia 30-45 tahun yang belum

menopause. Secara random dibagi menjadi kelompok kontrol (15 orang) dan

kelompok perlakuan (15 orang) secara double blind. Bahan penelitian adalah

pelembab dengan SI 5% dan pelembab biasa yang diproduksi oleh PT. DCM,

Bekasi. Pelembab digunakan selama 2 minggu berturut-turut lalu dihentikan

penggunaannya. Pengukuran hidrasi kulit dilakukan 3 kali seminggu pada minggu

awal penelitian selama penggunaan pelembab dan pada minggu setelah pelembab

dihentikan penggunaannya. Alat pengukur yang digunakan adalah Multi Skin Test

Center® MC 750 buatan Jerman yang mengukur hidrasi kulit secara non-invasif.

Dari 30 orang subyek penelitian, didapatkan bahwa faktor risiko berupa

kondisi atopik dan kebiasaan merawat kulit tidak bermakna mempengaruhi hidrasi

kulit (p>0,05). Pemberian pelembab pada kedua kelompok memberikan hasil

peningkatan hidrasi kulit setelah 2 minggu penggunaan (p<0,05). Analisis

terhadap efek penggunaan pelembab berdasarkan lokasi pengukuran setiap

Page 11: dian andriani ratna dewi

minggu penelitian, menunjukkan lokasi lengan atas, lengan bawah dan tungkai

bawah setelah 2 minggu perbandingan hidrasi kulit kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan memberikan nilai p<0,05. Pada lokasi tungkai atas minggu 1

sudah menunjukkan perbedaan hidrasi kulit yang bermakna (p<0,05). Setelah

penghentian pemberian pelembab, pada keempat lokasi menunjukkan terdapat

perbedaan hidrasi kulit yang bermakna (p<0,05). Dengan membandingkan hasil

pengukuran hidrasi kulit pada tiap lokasi pengukuran setiap minggu didapatkan

perbedaan yang bermakna (p<0,05) sejak awal penelitian. Untuk mencegah

penuaan kulit, sebaiknya kebiasaan merawat kulit dengan pelembab dilakukan

sejak dini terutama pada lokasi yang terpajan sinar matahari.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Penambahan

saccharide isomerates 5% dalam formulasi pelembab dapat meningkatkan

hidrasi kulit lebih tinggi dan dapat mempertahankan hidrasi kulit tetap lebih

tinggi pula setelah pemberiannya dihentikan dibandingkan dengan pelembab

biasa. Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil bahwa saccharide isomerates

merupakan salah satu formula yang dapat digunakan dalam mencegah penuaan

kulit. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja saccharide

isomerates terutama dalam hal transmisi sinyal antar sel dalam mekanisme

pelembaban kulit.

Kata kunci: Kulit kering, Hidrasi kulit, Pelembab, Saccharide isomerates,

Hialuronan, Glycobiology

ABSTRACT

ADDITION OF SACCHARIDE ISOMERATES 5% IN MOISTURIZER FORMULATION HIGHLY INCREASE SKIN

HIDRATION COMPARED WITH COMMON MOISTURIZER

Page 12: dian andriani ratna dewi

Dry skin is an important problem for million people and moreover can

bring to sense of discomfort and psychological stress. Dry skin showed

abnormality in epidermal stratum corneum. Water content in stratum corneum can

be increased by applying moisturizer routinely and regularly, this can improve the

lipid content and hidrate the epidermal. By recognition of the biological role of

carbohydrate as Glycosaminoglycans in information flows inter and intracellular,

the science branch of Glycobiology is developed. Glycobiology study the

structure, biosynthesis, biology an evolution of saccharides (sugar chain or

glycans). Saccharide isomerates (SI) is one of the answer for Glycobiology

developing. SI form a glycan which is similar to hyaluronan (hyaluronic acid/HA)

that can bind water in epidermal. So that SI can maintain skin hydration by

increasing water content in stratum corneum. Based on this phenomenon, this

study was conducted with hypothesis that addition of saccharide isomerates 5% in

moisturizer formulation highly increase skin hydration and can maintain higher

skin hydration compared with common moisturizer even after stop applying them.

In this study, 30 participants of 30-45 years old and not menopause

healthy women were studied. Randomly and double blind they were divided in

two groups. 15 participants served as control and the others were the treated

group. Material in this study were moisturizer with SI 5% and without SI 5%

(common moisturizer) produced by PT. DCM, Bekasi. All of the participants

applied moisturizer two times daily after bathing on both the upper and lower

arms skin and upper and lower legs skin for two weeks. Afterwards the use of

moisturizer was stopped. Skin hydration was evaluated by using non-invasive

corneometer in Multi Skin Test Center® MC 750 made in Germany.

Measurements were done at the beginning of study and 3 times a week in all

location along the study.

In both groups it was found that the risk factors such as atopic condition

and skin care habitual among the participants not significantly influence skin

hydration (p>0,05). The results obtained from this study showed: After using

both of moisturizer for 2 weeks found the skin hydration was significantly

increased in both groups (p<0,05). The effect of applying moisturizer on upper

Page 13: dian andriani ratna dewi

and lower arms and also on lower legs showed significantly difference (p<0,05)

between two groups after 2 weeks moisturizer application. Whereas on the upper

legs showed significantly difference since 1 week moisturizer application

(p<0,05). There were significantly differences (p<0,05) of measurements skin

hydration on all location compared between two groups after stopping moisturizer

application. Among all location there were significantly differences skin hydration

(p<0,05) in each weeks measurement since the beginning of study. For

preventing aging skin, application of moisturizer should be done earlier especially

on exposed areas.

From this study, it is concluded that addition of saccharide isomerates 5%

in moisturizer formulation highly increase skin hydration compared with common

moisturizer and maintain higher skin hydration even after stopping the use of

them. According to this result it was obtained that SI is one of the formulae used

for preventing and treating aging skin. Its needed continuing study for knowing

the SI mechanism of action in skin hydration especially in intercellular

transmission signal.

Key words: Dry skin, Skin hydration, Moisturizer, Saccharide isomerates,

Hyaluronan, Glycobiology

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM………………………………………………….. i

PRASYARAT GELAR…………………………………………….. ii

Page 14: dian andriani ratna dewi

LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………… iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………………… iv

UCAPAN TERIMAKASIH………………………………………… v

ABSTRAK…………………………………………………………… ix

ABSTRACT………………………………………………………… xi

DAFTAR ISI………………………………………………………… xiii

DAFTAR TABEL…………………………………………………… xvii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………… xix

DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA………………...………… xxi

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………… xxii

BAB I

PENDAHULUAN………………………………………………….

1

1.1 Latar Belakang………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah……………………..……………………….... 6

1.3 Tujuan Penelitian……………………..………………………..… 6

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………….…………. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………

8

2.1 Kekeringan pada Kulit…………………….…………………...… 8

2.2 Epidemiologi……………………….……………………………. 9

2.3 Etiologi Kulit Kering……………………………………………. 11

2.4 Struktur dan Fungsi Epidermis……………………………….…. 16

2.4.1 Sel Basal ………………………………..………………. 17

2.4.2 Sel Spinosum …………………………..………………... 17

2.4.3 Sel Granulosum …………………….…………………… 18

2.4.4 Sel Transisional ………………………………………… 19

2.4.5 Sel Kornifikasi…………………………………………... 20

2.4.6 Struktur Lipid pada Epidermis …………………………. 22

2.4.7 Biosintesis Lipid pada Sel hidup………………………… 23

2.4.8 Transformasi Biokimia dan Translokasi Lipid Selama

Page 15: dian andriani ratna dewi

Diferensiasi Epidermis………………………………..…. 24

2.4.9 Intercellular lamellae………………..…………………... 25

2.4.10 Lipid envelope pada Korneosit………………………… 26

2.5 Transformasi Lipid pada Stratum Korneum………………….… 27

2.6 Lipid Epidermal dan Fungsi Barrier…………………………… 28

2.6.1 Corneocyte Lipid Envelope………………………...…… 29

2.7 Struktur dan Fungsi Dermis……………………..…………..…… 30

2.7.1 Kolagen………………………..………………………….. 31

2.7.2 Tipe Kolagen pada Dermis……………………………… 32

2.7.3 Elastin ………………………………….……………….. 33

2.7.4 Glycosaminoglycan……………………………………… 33

2.8 Filagrin dan Kulit Kering……………...……………………… 39

2.8.1 Genotip Filagrin sebagai Penentu Utama Kecenderungan

Kulit Kering……..………………………………………..

39

2.8.2 Filagrin dan Natural Moisturizing Factor……………… 40

2.8.3 Fungsi Filagrin……………….…………………….…… 41

2.9 Proses Deskuamasi………………………………………………. 42

2.10 Kadar Air pada Stratum Korneum dan Hidrasi Kulit….........… 44

2.10.1 Hidrasi Kulit………………..…………………………. 45

2.10.2 Transepidermal Waterloss…………..………………… 47

2.11 Penuaan pada Kulit…………………………………………..…. 48

2.11.1 Perubahan Struktur pada Penuaan kulit…………….…. 48

2.11.2 Perubahan Fisiologis ………………………..…………. 52

2.12 Pelembab………………………………………..…………..…. 57

2.12.1 Bahan-Bahan Pelembab…………..…………………… 60

2.12.2 Mekanisme Aksi Pelembab…………………………….. 61

2.13 Saccharide Isomerates (SI)…………………………………….. 63

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN……………………………………….…………….

66

3.1 Kerangka Berpikir…………………………….………….…….. 66

Page 16: dian andriani ratna dewi

3.2 Kerangka Konsep……………………………………………… 70

3.3 Hipotesis Penelitian………………………………………….…. 71

BAB IV METODE PENELITIAN…………………………….…….

72

4.1 Rancangan Penelitian…………………………..………………... 72

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian……………….…..………..…..…. 73

4.3 Populasi dan Sampel …………………….…….……………….. 73

4.3.1 Populasi Penelitian…………………..…….….…………. 73

4.3.2 Kriteria Subyek …………………………….……………. 74

4.3.2.1 Kriteria Inklusi…………………………….…….…..…. 74

4.3.2.2 Kriteria Drop out…………………………………….….. 74

4.4 Penentuan Besar dan Cara Pengambilan Sampel……………… 74

4.4.1 Penentuan Besar Sampel Minimal ……………………..… 74

4.4.2 Cara Pengambilan Sampel………………….……….…..... 76

4.5 Variabel …………………………………………………….….... 76

4.5.1 Identifikasi……………………………….………………. 76

4.5.2 Klasifikasi……………………………….………….……. 76

4.5.3 Hubungan Antar Variabel.…….………………………….. 76

4.5.4 Definisi Operasional……………………………………… 77

4.6 Bahan Penelitian…………………….…………….……………. 80

4.7 Instrumen Penelitian…………………..………………………… 83

4.8 Prosedur Penelitian………………………………………………. 86

4.9 Alur Penelitian……………………………………..….………… 90

4.10 Analisis Data……………………………….…………………… 91

BAB V HASIL PENELITIAN……………………………………….

93

5.1 Uji Normalitas Data…………………….…………..……….…… 93

5.2 Uji Homogenitas…………………………….………………….. 93

5.3 Karakteristik Subyek……………………………….……………. 94

Page 17: dian andriani ratna dewi

5.4 Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit pada Subyek Penelitian 94

5.5 Efek Penggunaan Pelembab pada Hidrasi Kulit………………… 96

5.6 Efek Penggunaan Pelembab pada Minggu 0 sampai Minggu 3… 97

5.7 Perbedaan Hidrasi Kulit antar Lokasi pada Minggu 0–Minggu 3 100

5.8 Analisis Kemaknaan dengan Uji One Way Anova……………….. 105

BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………

107

6.1 Subyek Penelitian……………………………………………… 107

6.2 Bahan Penelitian………………….….………………………….. 110

6.3 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian………………………… 111

6.4 Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit pada Subyek Penelitian 111

6.5 Efek Penggunaan Pelembab pada Masing-masing Lokasi Penelitian 113

6.5.1 Efek Pelembab Biasa dan SI 5% pada Hidrasi Kulit Setelah

Pemakaian Selama 2 Minggu…..………….………….….

115

6.5.2 Efek Penggunaan Pelembab Berdasarkan Lokasi………… 116

6.6 Perbedaan Hidrasi Kulit antar Lokasi pada Minggu 0 – Minggu 3 120

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN………………….……………

123

DAFTAR PUSTAKA……………………………….…….………….

125

LAMPIRAN…………………………………………………..

136

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Perubahan pada Struktur Kulit Menua……………. 50

Tabel 2.2 Perubahan Fisiologis pada Kulit Menua…………... 57

Page 18: dian andriani ratna dewi

Tabel 4.1 Komposisi Bahan I pada Pembuatan Lotion Pelembab 81

Tabel 4.2 Komposisi Bahan II pada Pembuatan Lotion Pelembab 82

Tabel 4.3 Formulasi Pelembab dengan SI 5% pada Pembuatan

Lotion Pelembab………………………..…………….

82

Tabel 4.4 Pelembab Biasa (Pelembab Tanpa Campuran SI 5%)

pada Pembuatan Lotion Pelembab……………….……

83

Tabel 4.5 Interpretasi Hasil Pemerikasaan Hidrasi Kulit

Berdasarkan Petunjuk Manual Multi Skin Test Center

MC 750……………………………………………….

86

Tabel 5.1 Karakteristik Dasar yang Meliputi Umur, Tinggi Badan

dan Berat Badan………………………………….…..

94

Tabel 5.2 Distribusi Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit

pada Masing-masing Kelompok.………………………

95

Tabel 5.3 Rerata Hidrasi Kulit Sebelum dan Sesudah Penggunaan

Pelembab Biasa Selama 2 Minggu…………………….

96

Tabel 5.4 Rerata Hidrasi Kulit Sebelum dan Sesudah Penggunaan

Pelembab SI 5% Selama 2 Minggu………………..…..

97

Tabel 5.5 Perbedaan Rerata Hidrasi Kulit Lengan Atas Kelompok

Kontrol dan Perlakuan………............................……….

98

Tabel 5.6 Perbedaan Rerata Hidrasi Kulit Lengan Bawah

Kelompok Kontrol dan Perlakuan..………..………….

98

Tabel 5.7 Perbedaan Rerata Hidrasi Kulit Tungkai Atas Kelompok

Kontrol dan Perlakuan…………………….……………

99

Tabel 5.8 Perbedaan Rerata Hidrasi Kulit Tungkai Bawah

Kelompok Kontrol dan Perlakuan.………....……….

100

Tabel 5.9 Rerata Hidrasi Kulit Keempat Lokasi Pengukuran Setiap

Minggu pada Kelompok Kontrol…………………….

105

Tabel 5.10 Rerata Hidrasi Kulit Keempat Lokasi Pengukuran Setiap

Minggu pada Kelompok SI 5%……………………….

106

Page 19: dian andriani ratna dewi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Corneodesmosome………………………………….. 18

Gambar 2.2 Lamellar bodies…………………………………….. 19

Page 20: dian andriani ratna dewi

Gambar 2.3 Stratum Korneum ………………………..………… 21

Gambar 2.4 Proses pembentukan double-bilayer……..………… 25

Gambar 2.5 Struktur Kulit Landmann………………………..… 26

Gambar 2.6 Cornified Envelope………………………………... 27

Gambar 2.7 Natural Moisturizing Factor……………………… 28

Gambar 2.8 Intercellular lipid………………………………..… 29

Gambar 2.9 Cornified Envelope Lipid……………………..…… 30

Gambar 2.10 Kompleks Molekul Gula dan Glycan……………….... 35

Gambar 2.11 Jalur Komunikasi Glycan…………………………... 37

Gambar 2.12 Biosintesis HA……………………………………… 38

Gambar 2.13 Filagrin…………………………………………….. 42

Gambar 2.14 Proses Deskuamasi……………………………….... 44

Gambar 2.15 Pengukuran Hidrasi Kulit dengan Korneometer…… 46

Gambar 2.16 Perubahan Ketebalan Kulit pada Penuaan………… 48

Gambar 2.17 UVA Menginduksi Stres Oksidatif dan Kerusakan Kulit 53

Gambar 2.18 Hidrasi Kulit Sangat Dipengaruhi oleh Kadar GAG dan

Proteoglycan…………………………………………..

62

Gambar 2.19 Rumus Bangun dari Di Saccharide isomerate…….….. 64

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian……………..…….. 70

Gambar 3.2 Disain Penelitian………………………………..……... 72

Gambar 4.1 Multi Skin Test Center® MC 750………………… 83

Gambar 4.2 Cara Penggunaan Multi Skin Test Center® MC 750 84

Gambar 4.3 Gambar Alur Penelitian………………………………… 89

Gambar 5.1 Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit pada Subyek

Penelitian…………………………………………...…

95

Gambar 5.2 Rerata Hidrasi Kulit Lengan Atas Minggu 0-Minggu 3 101

Gambar 5.3 Rerata Hidrasi Kulit Lengan Bawah Minggu 0-Minggu 3 101

Gambar 5.4 Rerata Hidrasi Kulit Tungkai Atas Minggu 0-Minggu 3… 102

Gambar 5.5 Rerata Hidrasi Kulit Tungkai Bawah Minggu 0-Minggu 3 102

Gambar 5.6 Rerata Persentase Peningkatan Hidrasi Kulit pada

Kelompok SI 5% dibandingkan Kelompok Kontrol…….

103

Page 21: dian andriani ratna dewi

Gambar 5.7 Perbandingan Hidrasi Kulit pada Tiap Lokasi Pengukuran

Kelompok Kontrol………………………………………..

104

Gambar 5.8 Perbandingan Hidrasi Kulit pada Tiap Lokasi Pengukuran

Kelompok SI 5%..…………………………………………

104

DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA

AC : Air Conditioned

AHA : Alpha Hydroxy Acid

Page 22: dian andriani ratna dewi

DA : Dermatitis Atopik

DEJ : Dermo-epidermal junction

DNA : Deoxyribonucleic acid

GlcN : N-acetylglucosamine

GlcA : Glucuronic acid

GAG : Glycosaminoglycan

HA : Hyaluronic acid, Hyaluronan

HAS : Hyaluronic acid synthase

MES : Matriks ekstraseluler

NMF : Natural Moisturizing Factor

PUVA : Psoralen dikombinasi dengan Ultra Violet A

RH : Relative Humidity

ROS : Reactive Oxygen Species

RNS : Reactive Nitrogen Species

SCCE : Stratum Corneum Chymotriptyc Enzyme

SI : Saccharide isomerates

TEWL : Transepidermal Waterloss

UDP : Uridine Diphosphate

UV : Ultra violet

UVA : Ultra Violet A

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Informasi untuk Subyek Penelitian………….….. 136

Lampiran 2 Persetujuan Tindak Medik…………………..…... 137

Page 23: dian andriani ratna dewi

Lampiran 3 Status Penelitian…………………………….…... 138

Lampiran 4 Kriteria Dermatitis Atopik dari Hanifin dan

Lobitz, 1977………………………………….…...

142

Lampiran 5 Uji Normalitas Hidrasi Kulit……………………. 144

Lampiran 6 Uji Chi-Square Atopik dan Kebiasaan Merawat

Kulit…………………........................................

147

Lampiran 7 Uji Paired-Sample t Test Setelah Penggunaan

Pelembab Selama 2 Minggu..……………..…

150

Lampiran 8 Uji Homogenitas dan Uji Beda Independent-

Sample t Test antara Kelompok Kontrol dengan

Perlakuan Berdasarkan Lokasi …..………..……

156

Lampiran 9 Uji One Way Anova Lokasi Pengukuran Hidrasi

Kulit………………………………………………

161

Lampiran 10 Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance)…. 167

Lampiran 11 Surat Ijin Melaksanakan Penelitian di RS Tk. II

MRM …………………………………………….

168

Lampiran 12 Foto-foto penelitian……………………………… 169

Page 24: dian andriani ratna dewi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semua orang tidak ingin menjadi tua karena penuaan merupakan penurunan

kondisi dan ketidakmampuan. Dengan bertambahnya usia makhluk hidup akan

diikuti pula dengan proses hilangnya fungsi berbagai jaringan tubuh. Penuaan

adalah akumulasi dari perubahan pada organisme dengan berjalannya waktu

(Atwood, 2004). Terdapat dua macam penuaan, penuaan kronologis yaitu penuaan

berdasarkan perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai

dengan waktu penghitungan usia dan penuaan biologis yaitu penuaan berdasarkan

kondisi sel dan jaringan tubuh yang dimiliki oleh seseorang (Stuart-Hamilton and

Ian, 2006).

Berbagai teori menjelaskan tentang proses terjadinya penuaan, di antaranya

teori radikal bebas, dan teori wear and tear. Menurut teori radikal bebas, suatu

organisme menjadi tua karena akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel

sepanjang waktu. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik

oleh radikal bebas tersebut, sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan

fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dapat

dirusak oleh radikal bebas adalah deoxy nucleic acid (DNA), lemak dan protein

(Goldman and Klatz, 2007).

Menurut teori wear and tear, yang pertama kali dikenalkan oleh Dr. August

Weismann, seorang ahli biologi dari Jerman pada tahun 1882 menyatakan bahwa

Page 25: dian andriani ratna dewi

tubuh dan selnya menjadi rusak karena terlalu sering digunakan dan

disalahgunakan. Sel somatik normal mempunyai kemampuan normal untuk

replikasi dan fungsi terbatas (Troy, 1968).

Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan lainnya, menurun karena

toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula,

kafein, alkohol, nikotin, radiasi sinar ultraviolet, stres fisik dan emosional.

Kerusakan tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi di tingkat sel. Teori

ini menyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak

terlambat dapat mengembalikan proses penuaan. Mekanismenya dengan

merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan

organ tubuh dan sel (Pangkahila, 2007).

Proses penuaan mengakibatkan penipisan epidermis, dermis dan lemak

subkutan. Kulit menjadi kering, tipis dan elastisitasnya berkurang sehingga mudah

mengalami kerusakan (Forbes, 2008).

Kekeringan kulit merupakan masalah bagi jutaan orang dan seringkali

menyebabkan rasa tidak nyaman bahkan stres psikologis. Gejala klinis kulit

kering di antaranya permukaan kulit terasa kencang dan kaku, kasar, kusam,

bersisik, gatal, kemerahan bahkan nyeri. Kulit kering terutama menggambarkan

abnormalitas pada stratum korneum epidermis (Egelrud, 2000). Sebenarnya belum

ada definisi yang dapat diterima secara internasional tentang kulit kering. Karena

kulit kering hanyalah kurangnya air hanya pada 2-3 lapis permukaan stratum

korneum, tetapi pada bagian bawahnya tetap normal (Kligman, 2000).

Page 26: dian andriani ratna dewi

Pada kondisi normal, stratum korneum mengandung sekitar 30% air. Kulit

kering ditandai dengan menurunnya kapasitas retensi air pada stratum korneum

dengan kandungan air kurang dari 10%, pada keadaan ini fungsi kulit akan

terganggu dan kulit menjadi dehidrasi (Tagami and Yoshikuni, 1985).

Kulit kering bukanlah merupakan diagnosis tunggal karena sering

berhubungan dengan keadaan endogen dan eksogen.

Keadaan endogen yang mempengaruhi di antaranya adalah iktiosis, psoriasis,

dermatitis atopik atau dermatosis endogen yang kronik (Vahlquist, 2000;

Takahashi and Ikezawa, 2000), bertambahnya usia serta perubahan hormonal

(Hashizume, 2004).

Keadaan eksogen yang berpengaruh antara lain cuaca, dermatitis yang dipicu

oleh faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia, kelembaban yang rendah dan

radiasi sinar ultraviolet, iritasi kronik, dermatitis kontak alergik, penuaan kulit

akibat sinar matahari (photoaged) dan lain-lain (Kligman, 2000). Kehidupan

modern seperti halnya penggunaan Air Conditioned (AC), bepergian dengan

pesawat udara juga dapat menyebabkan kulit dehidrasi (Finnegan et al., 1984).

Dengan ekstrapolasi statistik berdasarkan data di Amerika Serikat, United

Kingdom dan Australia, diperkirakan penduduk Indonesia yang menderita

kekeringan kulit sebesar 7.392.041 pada tahun 2004 (Health Grade, 2009).

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah wanita berusia di atas 50

tahun pada tahun 2020 diperkirakan jumlahnya akan meningkat menjadi 30,0 juta

atau 11,5% dari total penduduk (Lembaga Demografi FE-UI. 2009). Keadaan ini

Page 27: dian andriani ratna dewi

menunjukkan bahwa masalah kekeringan kulit akan semakin bertambah setiap

tahunnya.

Hidrasi kulit menurun akibat menurunnya fungsi sawar stratum korneum dan

meningkatnya kehilangan air secara difusi melalui epidermis atau transepidermal

water loss (TEWL) (Black et al., 2005). Pada orang tua terjadi penurunan

berbagai lipid barrier utama sehingga fungsi barrier juga menurun (Fore, 2009).

Anti-aging medicine menganggap dan memperlakukan penuaan sebagai suatu

penyakit yang dapat dicegah, dihindari dan diobati, sehingga dapat kembali ke

keadaan semula. Dengan demikian manusia tidak lagi harus membiarkan begitu

saja dirinya menjadi tua dengan segala keluhan dan bila perlu mendapatkan

pengobatan atau perawatan yang belum tentu berhasil (Pangkahila, 2007).

Berbagai penelitian dilakukan untuk mendapatkan penatalaksanaan kulit

kering yang optimal. Salah satunya adalah dengan memproduksi pelembab yang

efektif meningkatkan kandungan air dalam stratum korneum dan menghidrasinya.

Bahkan pasar produk pelembab di Amerika Serikat menduduki peringkat

penjualan kosmetik terbesar yaitu sebesar 1 bilyun dollar per tahun (Bauman,

2002a).

Pelembab bekerja dengan komposisi yang bersifat oklusif dan atau humektan

seperti halnya komponen pada Natural Moisturizing Factor (NMF). Komposisi

yang bersifat oklusif secara fisik memblokir kehilangan air dari permukaan kulit

sedangkan komposisi yang bersifat humektan bekerja dengan menarik air ke

dalam kulit. Kulit yang dijaga kelembabannya dapat mempertahankan diri

terhadap kerusakan akibat proses penuaan (Warner and Boissy, 2000).

Page 28: dian andriani ratna dewi

Dengan berkembangnya peran karbohidrat/Glycosaminoglycans dalam

komunikasi antar dan inter sel, maka berkembanglah cabang ilmu Glycobiology

yang mempelajari struktur, biosintesis, biologi dan evolusi dari saccharides

(rantai gula atau glycan) (Varki and Sharon, 2009).

Pada tahun 2008, industri farmasi Pentapharm di Swiss memproduksi bahan

aktif Saccaride isomerates (SI) yang merupakan kompleks karbohidrat

mukopolisakarida (glycan) yang sama dengan yang terdapat pada stratum

korneum kulit manusia. Sehingga di dalam epidermis akan membentuk hialuronan

atau hyaluronic acid. SI merupakan salah satu jawaban bagi perkembangan

Glycobiology (Pentapharm, 2009).

Sesuai dengan fungsi hialuronan pada epidermis, maka SI dapat berfungsi

mempertahankan kelembaban dengan meningkatkan kandungan air dalam stratum

korneum sekalipun dalam kelembaban udara yang rendah. SI juga dapat berikatan

dengan kulit sekalipun dalam kondisi pH yang sangat rendah (Pentapharm, 2009).

Belum ada penelitian yang dipublikasikan mengenai efek penggunaan SI

pada formulasi pelembab. Penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian dari

pihak produsen produk SI yang menunjukkan SI memiliki kapasitas retensi

kelembaban kulit yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan gliserin

(Pentapharm, 2009).

Dengan penambahan SI pada formulasi pelembab, maka diharapkan dapat

diperoleh formulasi pelembab yang efektif mengatasi masalah kekeringan kulit.

Sehingga dapat menjadi pelembab ideal yang mampu meremajakan kekeringan

kulit akibat penuaan tanpa menimbulkan efek iritasi.

Page 29: dian andriani ratna dewi

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas, maka

dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi

pelembab dapat meningkatkan hidrasi kulit lebih tinggi dibandingkan

dengan pelembab biasa?

2. Apakah penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi

pelembab dapat mempertahankan hidrasi kulit tetap lebih tinggi

dibandingkan dengan pelembab biasa setelah pemberiannya dihentikan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui peningkatan hidrasi kulit setelah pemberian formulasi

pelembab yang ditambahkan saccharide isomerates 5% dan mengetahui

perubahan hidrasi kulit setelah penggunaan pelembab dihentikan.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui penggunaan formulasi pelembab yang ditambahkan

saccharide isomerates 5% dapat meningkatkan hidrasi kulit lebih tinggi

dibandingkan dengan pelembab biasa.

2. Mengetahui penggunaan formulasi pelembab yang ditambahkan

saccharide isomerates 5% dapat mempertahankan hidrasi kulit tetap lebih

tinggi dibandingkan dengan pelembab biasa setelah pemberiannya

dihentikan.

Page 30: dian andriani ratna dewi

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Dari hasil penelitian diharapkan akan diperoleh informasi ilmiah tentang

efektivitas penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi pelembab

terhadap hidrasi kulit dibandingkan dengan pelembab biasa. Data ini dapat

menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengatasi

masalah kekeringan kulit dan peremajaan kulit pada penuaan.

Page 31: dian andriani ratna dewi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kekeringan pada Kulit

Kulit kering ditandai dengan menurunnya kapasitas retensi air pada stratum

korneum dengan kandungan air kurang dari 10% sedangkan pada kondisi normal

mengandung 30% air (Tagami and Yoshikuni, 1985). Kehilangan air terjadi akibat

penurunan fungsi sawar stratum korneum dan peningkatan TEWL (Black et al.,

2005).

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh kondisi kulit kering sangat bervariasi dari

sangat ringan sehingga diabaikan tetapi dapat menjadi sangat berat sehingga

mengakibatkan kulit pecah-pecah dan terinfeksi. Pada umumnya kulit kering

ditandai dengan keadaan kulit yang bersisik dan pecah-pecah, seringkali disertai

rasa gatal (Wildauner et al., 1971).

Kulit kering pada orangtua berhubungan dengan pruritus, gatal yang sering

mengganggu tidur dan penurunan kualitas hidup. Garukan akan merusak struktur

kulit sehingga dapat mengakibatkan infeksi kuman piogenik (Kligman, 2000).

Kulit yang kering dapat menyebabkan masalah yang serius bahkan dapat

menjadi prekursor dekubitus pada pasien rawat inap yang tidak berubah posisi

berbaringnya (Allman et al., 1995)

Kekeringan kulit dapat terjadi pada semua orang dengan berbagai penyebab

baik eksogen maupun endogen dan bukanlah merupakan diagnosis tunggal

(Kligman, 2000).

Page 32: dian andriani ratna dewi

Stratum korneum berperan sebagai sawar yang memiliki fungsi proteksi.

Sawar kulit mampu melindungi terhadap bahan kimia, fisik dan mekanik, serta

pelindung terhadap infeksi bakteri, jamur, juga sebagai storage untuk obat-obatan

topikal yang bersifat lipofilik. Fungsi proteksi lain adalah melindungi kulit dari

kekeringan (Kligman, 2000).

Pelembaban kulit terjadi karena pada ruang di antara ikatan sel junctional

bridges atau desmosomes dipenuhi oleh substansi yang mengandung lemak lipid

rich. Lemak ini adalah ceramide, kolesterol dan asam lemak berperan sebagai

sawar utama terhadap kehilangan air (water loss). Kulit yang sehat memiliki rasio

lipid rich yang proporsional (Downing and Stewart, 2000).

Perubahan konfigurasi komposisi lipid menyebabkan barrier pada lapisan

terluar menjadi lebih lemah. Kadar ceramide yang tinggi menjaga ikatan antar sel,

sebaliknya kadar ceramide yang rendah menyebabkan kulit menjadi kering dan

bersisik (Downing and Lazo, 2000).

Untuk mengetahui hal yang mendasari terjadinya kulit kering maka perlu

pemahaman tentang struktur dan fungsi stratum korneum (Egelrud, 2000).

2.2 Epidemiologi

Menurut US Census Bureau, Population Estimates 2004, diperkirakan di

Amerika Serikat tahun 2004, terdapat 3,1% atau 8,4 juta penduduk yang

menderita kekeringan kulit. Diperkirakan penduduk Indonesia yang menderita

kekeringan kulit sebesar 7.392.041 pada tahun 2004. Data ini didapat dengan

Page 33: dian andriani ratna dewi

ekstrapolasi statistik berdasarkan data di Amerika Serikat, United Kingdom, dan

Australia (Health Grade, 2009).

Perubahan hormonal dan penuaan berhubungan erat dengan menopause pada

wanita. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah wanita berusia di atas

50 tahun akan meningkat dua kali lipat menjadi 30,0 juta atau 11,5% dari total

penduduk pada tahun 2020 (Lembaga Demografi FE-UI, 2009). Keadaan ini

menunjukkan bahwa masalah kekeringan kulit akan semakin bertambah setiap

tahunnya.

Sekalipun stratum korneum membentuk lapisan yang mencegah terjadinya

difusi air, tetapi pajanan yang berulang terhadap surfactant dapat menyebabkan

dermatitis kontak iritan yang mengakibatkan kekeringan kulit (Schwindt et al.,

1998).

Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis

kontak dan dermatitis kontak alergik kira-kira hanya 20%. Insiden dermatitis

kontak alergik terjadi pada 3-4% dari populasi penduduk. Bila dibandingkan

dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih

sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya hipersensitif (Sularsito and

Soebaryo, 1994).

Kekeringan kulit didapatkan juga pada penderita psoriasis. Insidens psoriasis

adalah 78.9 per 100,000 pada tahun 2000, jumlah penderita psoriasis sekitar 4,5

juta di Amerika Serikat dan diderita lebih banyak oleh laki-laki dibandingkan

wanita (Icen et al., 2009). Sedangkan Iktiosis vulgaris autosomal dominan dan

Page 34: dian andriani ratna dewi

iktiosis vulgaris X-linked recessive memiliki frekuensi 1/300 dan 1/2500 dalam

populasi (Traupe, 1989).

2.3 Etiologi Kulit Kering

Etiologi kulit kering didasari oleh berkurang dan atau adanya

ketidakseimbangan lipid termasuk perubahan komposisinya dalam kulit (Schûrer,

2006). Lipid ekstraseluler pada stratum korneum yang berperan sebagai sawar air

disusun oleh >40% ceramide, 25% asam lemak dan 20% kolesterol. Perubahan

kadar komposisinya akan mengakibatkan gangguan fungsi sawar kulit (Laudanska

et al., 2003).

Banyak perubahan yang sangat kompleks yang mendasari terjadinya

kekeringan pada kulit. Faktor yang dapat mempengaruhi komposisi lipid dalam

hidrasi dan sawar kulit adalah:

1. Faktor internal:

a. Genetik:

Ditemukan adanya pewarisan genetik untuk gen yang berpengaruh

terhadap protein filagrin yang unik yang merupakan penentu dominan

apakah seseorang akan menderita kekeringan kulit atau tidak (Scott,

2005).

Pada penderita iktiosis vulgaris terdapat peningkatan produksi

korneosit yang menunjukkan adanya kelambatan proses deskuamasi.

(Simon, 2002). Pada iktiosis vulgaris juga terdapat kekurangan NMF

Page 35: dian andriani ratna dewi

memberikan gambaran kulit yang kering dan bersisik (Sybert et al.,

1985).

Psoriasis adalah keadaan inflamasi pada kulit akibat adanya defek

pada sistem imun. Kulit akan tumbuh secara cepat, kering dan

mengelupas (Icen et al., 2009).

b. Riwayat atopik :

Dermatitis atopik, merupakan gangguan kulit dengan ciri khas

kekeringan kulit. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada

dermatitis atopik terdapat kekurangan ceramide (Imokawa et al.,

1991). Tetapi pada pasien yang menderita kekeringan kulit dan kadar

air yang sangat menurun dapat saja tanpa disertai penurunan kadar

ceramide (Akimoto et al., 1993). Oleh karena itu diduga bahwa

kekeringan kulit berhubungan dengan struktur lamellar dan lipid

intraseluler dalam stratum korneum (Bauman, 2002a).

c. Jenis Kelamin:

Secara visual kulit pada laki-laki berbeda dibandingkan dengan kulit

wanita. Perbedaan yang utama adalah ketebalannya karena

penyebaran rambut pada laki-laki lebih banyak. Keadaan ini juga

yang menyebabkan kulit laki-laki lebih terlindung dari kerusakan

akibat aktivitas enzim kolagenase dengan adanya radiasi sinar ultra

violet (UV) (Draelos, 2006).

Selain karena kulit wanita lebih tipis, wanita juga lebih sering

mengalami dermatitis kontak alergik maupun iritan akibat seringnya

Page 36: dian andriani ratna dewi

mengoleskan bahan-bahan iritatif untuk perawatan kulit dibandingkan

laki-laki (Schûrer, 2006).

Wanita lebih sering mengoleskan bahan anti aging topikal yang dapat

menyebabkan kerusakan barier kulit seperti halnya tretinoin, asam

glikolat, asam laktat dan lain-lain. Wanita juga lebih sering menjalani

prosedur perawatan seperti peeling wajah, mikrodermabrasi, spa

treatment dan lain-lain (Draelos, 2006).

Keseimbangan hormon testosteron, estrogen dan progesteron pada

wanita dan laki-laki juga berbeda. Testosteron dan estrogen keduanya

mempengaruhi produksi sebum (Hashizume, 2004).

d. Usia :

Sebelum pubertas produksi sebum dan kelenjar ekrin masih minimal.

Hal ini yang mendasari seringnya terjadi kekeringan kulit dan

dermatitis pada anak-anak. Pada usia pubertas, keluhan alergi dan

kekeringan kulit menurun karena fungsi kelenjar sebasea, dan ekrin

serta apokrin berfungsi dengan baik (Hashizume, 2004).

e. Menopause (hormonal):

Pada wanita usia 40 an, produksi sebum mulai menurun dan lipid

interselular berkurang terutama pada kondisi menopause. Dengan

menurunnya produksi estrogen, maka kualitas kulit juga menurun,

menjadi mudah rusak dan kering karena menurunnya kolagen pada

dermis. Proses keratinisasi melambat, mudah gatal karena pelindung

pada akhiran saraf juga menurun (Hashizume, 2004).

Page 37: dian andriani ratna dewi

f. Penyakit kronik:

Kondisi kronik yang juga menyebabkan kekeringan kulit di antaranya

adalah Diabetes melitus, penyakit ginjal, uremia, hipotiroidisme,

defisiensi vitamin A, dan keganasan (Health Grade, 2009).

2. Faktor eksternal:

a. Bahan kontak dan iritasi kronik:

Kulit kering dapat disebabkan oleh kerusakan akibat polusi, bahan

kimia dan surfactant. Kulit yang teriritasi fungsinya akan terganggu

sama halnya dengan kondisi penyakit kulit. Sekalipun stratum

korneum membentuk lapisan yang mencegah terjadinya difusi air,

tetapi pajanan yang berulang terhadap surfactant dapat menyebabkan

dermatitis kontak iritan yang mengakibatkan kekeringan kulit

(Pedersen and Jemec, 2006).

b. Cuaca dan iklim:

Perubahan mendadak pada kelembaban udara akan mempengaruhi

kelembaban kulit. Lingkungan dengan kelembaban yang rendah akan

merusak sawar kulit, sehingga terdapat respons peningkatan sintesis

DNA (Deoxyribonucleic acid) epidermis (Denda et al., 1998).

Penelitian terhadap hewan menunjukkan, TEWL menurun sekitar

30% pada hewan yang dipajankan pada udara yang kering (<10%

RH). Hal ini terjadi karena terdapat peningkatan biosintesis lipid,

peningkatan lamellar bodies dan penebalan stratum korneum.

Sedangkan pada hewan yang dipajankan udara yang lembab (80%

Page 38: dian andriani ratna dewi

RH) akan menginduksi penurunan biosintesis lipid. Setelah

dipindahkan dari lingkungan yang lembab (80% RH) ke lingkungan

yang kering (10%RH), terdapat peningkatan TEWL 6 kali lipat (Sato

et al., 2001).

c. Gaya hidup (Lifestyle):

Sekalipun tanpa memiliki kelainan kulit, kondisi kulit kering dapat

saja terjadi akibat pengaruh lifestyle. Akhir-akhir ini semakin

meningkat dengan kebiasaan mandi dengan shower dan air panas

yang terlalu sering dilakukan atau berendam dalam air yang

ditambahkan bath salt dan busa sabun.

Berbagai kondisi yang dapat mempengaruhi ikatan air dalam stratum

korneum dan menyebabkan kekeringan kulit di antaranya (Bauman,

2002a):

(1) Mandi dengan air panas: berendam dengan air panas dalam

waktu yang lama akan mengakibatkan lipid natural pada kulit

mudah hilang.

(2) Gesekan pakaian

(3) Kebiasaan bepergian dengan pesawat udara

(4) Berada di ruang ber AC dalam waktu lama

d. Photoaged :

Secara garis besar penuaan terbagi atas, penuaan akibat usia dan

photoaging. Penuaan akibat usia hanya disebabkan oleh kondisi yang

dipengaruhi dengan bertambahnya usia saja, sedangkan photoaging

Page 39: dian andriani ratna dewi

disebabkan oleh pajanan kronik dan kumulatif terhadap sinar ultra

violet (UV). Pada umumnya penuaan terjadi akibat kedua hal di atas.

Photoaged ditandai dengan kondisi kulit yang kasar, kering, berkerut

dan hiperpigmentasi yang tidak beraturan. Kondisi yang lebih berat

dapat disertai kulit yang hipertrofik atau atrofik, purpura, dan lesi

prakanker (Christina et al., 2010).

Perubahan histologis yang terjadi pada photoaged, adalah epidermal

dysplasia dan atypia, meningkatnya jumlah sel Langerhans, dermal

elastosis (deposit serabut elastin yang abnormal) serta menurunnya

respons imunologis dan antiinflamasi (Schûrer, 2006).

2.4 Struktur dan Fungsi Epidermis

Kulit tersusun atas 3 lapisan primer: epidermis, dermis dan subkutan. Tiap

lapisan memiliki karakter dan fungsi masing-masing. Sekalipun merupakan

struktur dan jaringan yang menyatu, epidermis merupakan lapisan terluar dan

sangat penting perannya dalam segi kosmetik, karena memberikan kelembaban

dan tekstur kulit (Bauman, 2002a).

Penelitian tentang struktur dan fungsi epidermis memerlukan pembesaran

dengan mikroskop elektron agar dapat secara jelas mengetahui struktur lamellar

granules pada sel spinosum dan granulosum serta gambaran struktur sel lainnya

(Madison et al., 1987).

Keratinosit atau dikenal dengan korneosit adalah sel utama pada epidermis.

Diproduksi oleh stem cells yang disebut sel basal. Stem cells akan membelah dan

memproduksi sel anakan yang secara perlahan bergerak ke bagian atas epidermis.

Page 40: dian andriani ratna dewi

Proses maturasi dan pergerakan sel anakan menuju sel di atasnya disebut

keratinisasi (Kimyai-Asadi et al., 2003).

Selama pergerakan, sel akan mengalami perubahan karakteristik. Lapisan

paling bawah adalah sel basal, di atasnya adalah sel spinosum karena memiliki

banyak penghubung sel yang berbentuk seperti duri disebut desmosom.

Desmosom merupakan struktur kompleks adhesi molekul dan protein. Lapisan di

atasnya lagi adalah sel granulosum karena mengandung granula keratohialin, dan

lapisan paling luar adalah sel kornifikasi atau stratum korneum, merupakan massa

sel padat yang sudah kehilangan inti dan granulanya. Stratum korneum dilapisi

material protein yang disebut cell envelope yang mempertahankan kadar air dan

absorpsi (Bauman, 2002a).

2.4.1 Sel basal

Sel basal adalah bagian sel paling bawah yang berfungsi meregenerasi sel

dengan cara membelah (Kimyai-Asadi et al., 2003). Tiap sel saling melekat

karena ada desmosom dan hemidesmosom, sel basal melekat ke dermis dengan

bantuan anchoring fibril (Chu et al., 2003).

2.4.2 Sel spinosum

Merupakan anakan sel dari hasil pembelahan sel basal yang memiliki duri,

saling melekat antar sel dengan diperantarai desmosom (Gambar 2.1) Terdapat

bundle serabut keratin yang menyeberangi tiap sel yang menguatkan perlekatan

desmosom dan nukleus. Bila sel spinosum matur, akan mengakumulasi organel

Page 41: dian andriani ratna dewi

yang disebut “Oldland bodies”, membrane-coating granule, lamellar bodies dan

lamellar granules (Oldland, 1991).

Gambar 2. 1 Corneodesmosome

Paku yang melekatkan korneosit satu sama lain adalah struktur protein spesial

yang disebut corneodesmosomes. Struktur ini juga merupakan bagian dari analogi

"mortar" pada "brick and mortar" analogy. Corneodesmosomes merupakan

struktur utama yang harus rusak agar kulit dapat mengelupas dalam proses

deskuamasi (Brannon, 2007).

2.4.3 Sel granulosum

Sel ini memiliki granul yang merupakan deposit keratohialin yang dapat

terlihat dengan mikroskop cahaya, berbeda dengan lamellar granule yang hanya

biasa terlihat dengan mikroskop elektron karena ukurannya sangat kecil. Biasanya

terdapat 2-4 lapis sel granulosum dan granula keratohialin ukurannya semakin

bertambah (McGrath et al., 2004).

Page 42: dian andriani ratna dewi

2.4.4 Sel transisional

Bagian atas sel granulosum menjadi sel mati dan lebih datar, sel transisional

ini secara bertahap kehilangan struktur organ subselulernya termasuk nukleus dan

struktur membran sitoplasma. Selama proses ini granula keratohialin bergabung

dengan bundle filamen keratin sehingga gambaran sel yang bergranul menjadi

hilang. Lamellar granule keluar dari sel dan masuk ke dalam ruang interseluler di

atasnya dengan cara berfusi dengan membran sel, diikuti dengan keluarnya granul

yang mengandung lamellar disk (Gambar 2.2) (Downing and Lazo, 2000).

Gambar 2. 2 Lamellar Bodies

Lamellar bodies dibentuk dalam keratinosit pada stratum spinosum dan stratum

granulosum. Pada saat keratinosit matur, enzim pada stratum korneum akan

merusak bagian luar envelope lamellar bodies dan membebaskan lipid tipe asam

lemak bebas dan ceramides (Brannon, 2007).

Page 43: dian andriani ratna dewi

2.4.5 Sel kornifikasi

Stratum korneum terdiri atas sel yang tidak memiliki inti dan DNA sehingga

tidak dapat mensintesis apapun, tetapi sel ini ternyata tetap hidup (Steinert and

Freedberg, 1991).

Setelah lamellar granule keluar sampai berada di ruang interseluler, sel

transisional berubah menjadi datar dengan diameter 30 µm dan tebal 0,3 µm.

Proses ini akan menjadikan sel kehilangan organel subselulernya sehingga hanya

memiliki keratin fibril yang tersusun paralel pada panjang sel (Gambar 2.3). Di

antara keratin fibril terdapat matriks keratohialin yang tersisa (McGrath et al.,

2004).

Protein pada matriks ini tampaknya berdegradasi dengan susunan material

yang berat molekulnya rendah, termasuk asam amino. Selama proses kornifikasi,

protein envelope pada korneosit selalu ditambahkan di antara permukaan internal

membran sel dan melekat pada serabut keratin (Polakowska and Goldsmith,

1991).

Page 44: dian andriani ratna dewi

Gambar 2. 3 Stratum Korneum

Stratum korneum merupakan lapisan terluar dari epidermis. Lapisan pada epidermis

memiliki peran penting dalam fungsi sawar kulit yang vital. Sebelum pertengahan tahun

1970 stratum korneum diduga inert secara biologis seperti lapisan plastik tipis yang

melindungi lapisan di bawahnya yang lebih aktif. Dalam 30 tahun terakhir terutama 5

tahun terakhir para ilmuwan telah menemukan bahwa aktivitas biologis dan kimiawi

stratum korneum sangat kompleks (Brannon, 2007).

Keratin envelope terutama mengandung protein yang membentuk ikatan iso

peptida antara residu glutamine dan lysine. Protein envelope sulit dicernakan oleh

enzim dan substrat dimana lipid eksternal melekat secara kimiawi (Wertz et al.,

1987a).

Keratin merupakan material yang sangat hidrofilik yang dapat mengikat

substansi yang mengandung air. Struktur korneosit yang merupakan sawar kulit

tersusun atas dua komponen utama. Terdapat substansi hidrofobik (water

repellent) merupakan sawar lipid dan komponen hidrofilik (water-attracting)

(Wertz et al., 1989).

Page 45: dian andriani ratna dewi

Sawar lipid terutama mengandung lipid netral (asam lemak dan kolesterol)

serta ceramides yang berfungsi mengontrol dan membatasi transpor air melalui

kulit (Wertz et al., 1987a). Difusi air melalui keratinosit tidak dapat terjadi secara

bebas karena keratin membatasinya (Bodde et al., 1990).

2.4.6 Struktur lipid pada epidermis

Lipid termasuk dalam struktur anatomi sel epidermis dan memiliki fungsi

serta struktur yang bermakna pada jaringan. Lipid epidermis di antaranya terdapat

pada membran plasma sel, membran sitoplasma internal, retikulum endoplasma,

badan Golgi dan bounding membrane pada lamellar granule serta lipid pada

struktur intercellular lamellae di antara sel kornifikasi (Wertz et al., 1988).

Lipid pada jaringan kulit yang dapat diekstraksi adalah: fosfolipid, kolesterol

dan glycosylceramides, sedikit asam lemak bebas, trigliserida dan ceramide.

Glycosylceramides di dapat dari lamellar granule sel spinosum dan sel

granulosum (Swartzendruber et al., 1988 ; Downing, 1992).

Selama 2-3 minggu pembelahan, sel basal akan kehilangan sel anakan dari

permukaan kulit tetapi komposisi lipid akan tetap konstan. Biosintesis,

transformasi dan translokasi lipid epidermal dalam tiap sel akan terus berlanjut

dan berubah tiap waktu (Wertz and Downing, 1987b ; Downing and Stewart,

2000).

Page 46: dian andriani ratna dewi

2.4.7 Biosintesis lipid pada sel hidup

Sel basal mengandung sedikit lipid dibandingkan dengan membran sel

permukaan dan sitoplasmanya. Pada membran sel permukaan terutama terdapat

fosfolipid dan kolesterol. Fosfolipid banyak mengandung linoleic acid sehingga

dapat diduga bahwa kulit mendapat lipid dari darah (Monger et al., 1988). Tetapi

terdapat bukti bahwa sel yang telah bermigrasi dari sel basal tidak mampu lagi

mengabsorpsi lipid dari sirkulasi dan harus mensintesisnya sendiri dengan

menggunakan prekursor berat molekul rendah, yaitu glukosa (Doering,et al.,

2002).

Hal di atas menunjukkan bahwa biosintesis epidermis berdiri sendiri dan

tidak bergantung pada glukosa dalam sirkulasi (Feingold and Elias, 2000). Lipid

yang disintesis harus mampu membentuk lamellar granule pada sel spinosum dan

sel granulosum (Robson et al., 1994).

Biosintesis lipid pada epidermis sangat bergantung pada adanya matriks

ekstraseluler hyaluronic acid (HA) yang memegang peranan penting dalam

aktivitas sel. HA merupakan mukopolikasarida yang secara kovalen berikatan

dengan protein. Molekul HA mengikat air dalam jumlah besar sekalipun dalam

konsentrasi yang sangat rendah. HA memiliki viskositas yang sangat tinggi. HA

dalam matriks ekstraseluler dermis berperan mengatur keseimbangan kadar air,

tekanan osmotik, mengatur aliran ion dan sebagai lubrikan pada permukaan sel

(Neudecker et al., 2004). Fungsi dan peran HA akan dijelaskan kemudian.

Page 47: dian andriani ratna dewi

2.4.8 Transformasi biokimia dan translokasi lipid selama diferensiasi

epidermis

Lamellar granule dikeluarkan dari sel granulosum sebelum sel berubah

menjadi stratum korneum. Sel granulosum hanya mengandung glucosylceramides

sedangkan sel kornifikasi hanya mengandung ceramides. Hal ini menunjukkan

bahwa setelah berdiferensiasi menjadi sel kornifikasi, glucocylceramides

mengalami deglikosilasi dan berubah menjadi ceramides (Lavker, 1970).

Membran akan berikatan melekat dengan lamellar granule dan menjadi

bagian membran sel (Wertz and Downing, 1987b).

2.4.9 Intercellular lamellae

Isi lamellar disk akan keluar dari lamellar granule kemudian terdistribusi ke

dalam ruang interseluler, melekat edge to edge dan bergabung membentuk

intercellular lamellae. Lamellar disk akan membentuk double lipid bilayers

dengan membuat liposome menjadi datar (Downing and Lazo, 2000). Proses

pembentukan double–bilayer tampak pada Gambar 2.4.

Page 48: dian andriani ratna dewi

Gambar 2. 4 Proses Pembentukan Double–Bilayer

Skema hipotesis formasi double lipid bilayer dalam lamellar disks, lamellar

granules dan intercellular lamellae dari stratum korneum (Downing and Lazo,

2000).

Lamellar bilayer pada stratum korneum membentuk pola yang unik terdiri

atas struktur electron-lucent dan electron-dense yang disebut unit Landmann.

Struktur ini tersusun dalam stratum korneum pada bagian dalam, tengah dan luar

(Gambar 2.5). Unit Landmann bagian tengah dan dalam tidak konstan karena

dipengaruhi oleh usia dan penyakit, sedangkan yang terletak pada stratum

korneum bagian luar sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (Warner and

Boissy, 2000).

Pada usia muda struktur unit Landmann tersusun teratur dengan ruang

interseluler yang sempit, sedangkan pada usia di atas 40 tahun struktur ini tidak

penuh lagi dan pada kulit kering susunannya tidak beraturan disertai pelebaran

ruang interseluler (Warner and Boissy, 2000).

Page 49: dian andriani ratna dewi

Pemakaian sabun yang mengeringkan kulit akan membuat struktur unit

Landmann ini menjadi rusak, dan membaik dengan pemakaian pelembab yang

teratur (Warner and Boissy, 2000).

Gambar 2. 5 Struktur Unit Landmann

(a) Morfologi unit Landmann pada stratum korneum bagian luar tampak teratur

pada kulit wanita 24 tahun yang normal, sedangkan (b) gambaran unit Landmann

yang tidak teratur pada stratum korneum bagian luar disertai material amorf pada

ruang interseluler pada kulit seorang wanita 28 tahun yang kering (Warner and

Boissy, 2000).

2.4.10 Lipid envelope pada korneosit

Bila stratum korneum diekstraksi maka didapatkan 2% ω hydroxyceramides.

Lipid ini cukup untuk membentuk monomolecular layer lipid pada seluruh

permukaan sel kornifikasi (Polakowska and Goldsmith, 1991). Struktur lipid

envelope dapat dilihat pada Gambar 2. 6.

Page 50: dian andriani ratna dewi

Gambar 2. 6 Cornified Envelope

Tiap korneosit dikelilingi oleh selubung protein yang disebut cell envelope. Cell

envelope tersusun dari terutama 2 protein loricrin dan involucrin. Protein ini

memiliki ikatan yang kuat satu sama lain sehingga membuat cell envelope

menjadi struktur pada korneosit yang paling sulit larut. Sub tipe dari cell envelope

dapat "rigid" atau "fragile" bergantung pada interaksi lamellar bilayer dengan cell

envelope (Brannon, 2007).

2.5 Transformasi Lipid pada Stratum Korneum

Natural Moisturizing Factor (NMF) terdapat dalam stratum korneum

sehingga bersifat humektan (mampu mengikat air) (Gambar 2.7). NMF

merupakan senyawa kimia yang sangat larut dalam air (water soluble), sangat

mudah keluar dari sel bila berkontak dengan air. Itulah sebabnya kontak dengan

air yang berulang justru akan mengeringkan kulit (Bauman, 2002a).

NMF terdiri atas asam amino dan metabolitnya dibebaskan oleh lamellar

granules dengan memecah filagrin. Pada kulit normal apabila sering terpajan

sabun, maka kadar NMF permukaan kulitnya akan menurun dibandingkan dengan

Page 51: dian andriani ratna dewi

yang tidak sering terpajan sabun. Dengan bertambahnya usia, maka kadar NMF

juga akan menurun (Scott and Harding, 2000).

Gambar 2. 7 Natural Moisturizing Factor (NMF)

Natural moisturizing factor (NMF) merupakan kumpulan substansi water-soluble

yang hanya didapatkan pada stratum korneum, kadarnya sekitar 20-30%. Lapisan

lipid yang mengelilingi korneosit menyelubungi dan mencegah hilangnya NMF

(Brannon, 2007).

2.6 Lipid Epidermal dan Fungsi Barrier

Lipid pada stratum korneum memiliki “melting point” dan polaritas yang

tinggi sehingga dapat membentuk lipid bilayer yang kuat, diperkuat lagi dengan

adanya intercellular lamellae dan corneocyte lipid envelope yang meningkatkan

efektivitas fungsi sawar lipid (Linberg and Forslind, 2000).

Intercellular lamellae adalah barrier terhadap air dan molekul polar lainnya

dengan adanya multiple lipid lamellae dalam tiap intercellular space akan

meningkatkan sawar (Gambar 2. 8) (Guy et al., 1994).

Page 52: dian andriani ratna dewi

Gambar 2. 8 Intercellular Lipid

Asam lemak bebas dan ceramides yang dibebaskan dari lamellar bodies akan

berfusi bersama dalam stratum korneum untuk membentuk continuous layer

lipids. Karena terdapat dua tipe lipid, maka lapisan ini juga disebut lamellar lipid

bilayer. Lipid bilayer berperan penting dalam memelihara sawar kulit dan analog

dengan "mortar" pada model brick and mortar (Brannon, 2007).

2.6.1 Corneocyte lipid envelope

Corneocyte envelope membentuk bagian yang penting dalam sawar

permeabilitas epidermis. Strukturnya terdiri atas dua bagian: (1) bagian yang tebal

yang melekat pada sitoplasma tersusun oleh protein dan (2) bagian yang tipis

merupakan bagian yang menyusun sisi luar protein yang tersusun dari lipid. Ikatan

lipid pada corneocyte lipid envelope sama dengan lipid pada intercellular

lamellae (Bauman, 2002a).

Corneocyte lipid envelope dapat menahan asam amino dengan berat molekul

rendah dan berperan penting dalam sawar permeabilitas epidermis

(Swartzendruber et al., 1987 ; Lévêque, 2002).

Page 53: dian andriani ratna dewi

Gambar 2. 9 Cornified Envelope Lipid

Lapisan lipid ceramides melekat pada cell envelope dan menolak air. Karena

lamellar lipid bilayer juga menolak air, maka molekul air akan berada di antara

cell envelope lipid dan lipid bilayer. Ini akan memelihara keseimbangan kadar air

dalam stratum korneum dengan memerangkap molekul air dibandingkan dengan

membiarkannya terabsorpsi ke dalam lapisan epidermis yang lebih dalam

(Brannon, 2007).

2.7 Struktur dan Fungsi Dermis

Dermis terdapat di antara epidermis dan lemak sub kutan dan berperan

terhadap ketebalan kulit. Ketebalan kulit bervariasi pada bagian tubuh yang

berbeda dan dipengaruhi oleh usia. Pada penuaan lapisan basal akan menurun

ketebalan dan kelembabannya (Bauman, 2002b).

Pada dermis terdapat saraf, pembuluh darah, kelenjar keringat dan kolagen.

Pada bagian terluar dermis di bawah epidermis disebut dermis papila dan bagian

bawahnya disebut dermis retikuler. Struktur pada dermis retikuler lebih padat

dibandingkan pada dermis papila. Sel yang dominan pada dermis adalah fibroblas

yang memproduksi kolagen, elastin dan protein matriks lain serta enzim. Bagian

Page 54: dian andriani ratna dewi

yang terdapat di antara epidermis dan dermis disebut dermal-epidermal junction

(DEJ) (McGrath et al., 2004).

Pada mulanya perhatian terhadap struktur kulit ditujukan pada sel yang

menyusun lapisan epidermis, dermis dan subkutan. Saat ini yang menjadi pusat

perhatian adalah material yang berada di antara sel. Ternyata komponen matriks

ekstraseluler (MES) memiliki peran yang sangat besar terhadap aktivitas sel.

Dengan mikroskop elektron komponen MES ini tampak sebagai massa yang

amorf. Struktur ini terdiri atas glycosaminoglycan (GAG), proteoglycan,

glycoprotein, growth factor peptide dan struktur protein kolagen serta elastin.

Komponen yang paling dominan pada kulit adalah HA (Neudecker et al., 2004).

2.7.1 Kolagen

Kolagen merupakan salah satu dari protein natural yang paling kuat dan

berperan terhadap kekuatan dan kelenturan kulit. Berbagai produk maupun

prosedur peremajaan kulit memiliki target kerja pada kolagen. Seperti halnya

produk kosmetik yang mengandung asam glikolat dan asam askorbat yang

diklaim dapat meningkatkan sintesis kolagen (Bauman, 2002b).

Kolagen merupakan protein kompleks, yang terutama terdapat pada dermis.

Letak serabut kolagen tersusun tegak lurus dengan serabut elastin. Serabut yang

imatur terdapat pada dermis superfisial, sedangkan yang matur terdapat pada

lapisan yang lebih dalam pada dermis (McGrath et al., 2004).

Tiap tipe kolagen tersusun atas 3 rantai. Kolagen disintesis pada fibroblas

dalam bentuk prekursor prokolagen. Residu prolin pada rantai prokolagen berubah

Page 55: dian andriani ratna dewi

menjadi hidroksiprolin dengan adanya enzim prolyl hydroxylase. Proses ini

membutuhkan Fe ++, vitamin C dan α-ketoglutarate. Demikian juga dengan

residu lisin, berubah menjadi hidroksilisin dengan adanya enzim lysil hydroxylase.

Proses ini juga membutuhkan Fe ++, vitamin C dan α-ketoglutarate. Kekurangan

vitamin C akan menurunkan produksi kolagen (McGrath et al., 2004).

2.7.2 Tipe kolagen pada dermis

Kolagen tipe I merupakan tipe kolagen yang terbanyak dan 80-85% terdapat

pada dermis, berpengaruh pada kekuatan dan kelenturan dermis. Jumlah kolagen

tipe I menurun pada photoaged dan merupakan kolagen yang sangat

mempengaruhi penuaan kulit (Kimyai-Asadi et al., 2003).

Kolagen tipe III terdapat pada matriks dermis 10-15%, diameternya lebih

kecil dibandingkan kolagen tipe I. Dikenal juga dengan istilah “fetal collagen”,

karena ditemukan terbanyak pada masa embrional. Terutama didapatkan di sekitar

pembuluh darah di bawah epidermis (Kimyai-Asadi et al., 2003).

Kolagen tipe IV terdapat pada basement membrane zone. Kolagen tipe V

tersebar secara difus pada dermis sekitar 4-5%. Tipe VII membentuk anchoring

fibril pada DEJ. Sedangkan kolagen tipe XII terdapat pada hemidesmosom

(Kimyai-Asadi et al., 2003).

Page 56: dian andriani ratna dewi

2.7.3 Elastin

Serabut elastin terdapat di perifer serabut kolagen, tersusun dalam bentuk

mikrofibril yang merupakan gabungan fibrilin. Fibrilin merupakan tempat elastin

dideposit. Bila sering terpajan sinar matahari elastin menjadi substansi yang amorf

pada dermis dan rusak (Kimyai-Asadi et al., 2003).

2.7.4 Glycosaminoglycans

Glycosaminoglycans (GAG) adalah rantai polisakarida yang tersusun oleh

unit disakarida yang berulang dan berikatan secara kovalen dengan protein inti.

GAG merupakan senyawa yang mampu mengikat air dan berperanan dalam

pelembaban kulit (Jung et al., 1997).

Proteoglycans merupakan makromolekul kompleks yang terdiri atas protein

utama dan satu atau lebih rantai GAG yang terikat secara kovalen. GAG terutama

didapatkan dalam matriks ekstraseluler tetapi terutama disintesis oleh apparatus

Golgi yang terdapat dalam sel (Jung et al., 1997).

Bagian utama dari GAG adalah gula yang berupa konjugat molekul kompleks

yang disebut glycan. Glycan terdapat dalam berbagai bentuk dan ukuran dari

rantai linier (polisakarida) sampai molekul dengan banyak cabang. Glycan

merupakan bagian terbesar yang menempati ekstraselular matriks dan berperan

penting dalam transmisi sinyal biokimia ke dalam dan antar sel (Tzellos et al.,

2009).

Dermatan sulfate adalah GAG yang terutama didapat dalam kulit tetapi juga

pada pembuluh darah, katup jantung, tendon dan paru. Dermatan sulfate berperan

Page 57: dian andriani ratna dewi

dalam koagulasi, penyakit jantung, karsinogenesis, infeksi, penyembuhan luka dan

fibrosis (Tzellos et al., 2009).

Chondroitin sulfate adalah GAG yang tersulfatasi tersusun atas rantai

gula ((N-acetyl-galactosamine dan glucuronic acid). Biasanya melekat pada

proteoglycan. Rantai chondroitin dapat memiliki 100 gula dalam berbagai variasi

posisi dan jumlah. Chondroitin sulfate merupakan struktur komponen utama dari

kartilago dan berfungsi melindungi dari regangan dan benturan (Bertozzi and

Rabuka, 2009).

Struktur kompleks molekul gula dari glycan, disajikan pada Gambar 2.10

yang menggambarkan permukaan sel dan matriks ekstraseluler di antara sel.

Page 58: dian andriani ratna dewi

Gambar 2.10 Kompleks Molekul Gula dari Glycan Merupakan diversi dari struktur yang membentuk permukaan sel dan matriks

ekstraseluler yang berada di antara sel. Polisakarida ini tampak tersusun seperti

manik-manik yang berwarna-warni yang melekat pada protein (berwarna biru)

dengan ikatan kovalen. Glycan dapat merupakan rantai linier (GAG) atau

memiliki cabang molekul gula. Glycan dibentuk dalam Golgi. Terdapat vesikel

lipid yang mengangkut glycan yang sudah dimodifikasi menjadi protein ke

permukaan sel (Bertozzi and Rabuka, 2009).

Page 59: dian andriani ratna dewi

Perkembangan teknologi terbaru untuk mengeksplorasi struktur rantai gula

dipelajari dalam cabang ilmu yang disebut Glycobiology. Istilah ini pertamakali

dikenalkan oleh Rademacher, Parekh, dan Dwek pada tahun 1988 untuk

menunjukkan pengetahuan modern tentang kimia karbohidrat dan biokimia serta

biologi molekuler dari glycan. Sampai saat ini istilah tersebut tetap digunakan

(Rademacher et al., 1988).

Ilmu ini terutama mempelajari tentang struktur, biosintesis dan biologi dari

saccharide (rantai gula atau glycan). Saat ini merupakan dasar ilmu bagi

perkembangan bioteknologi, farmasi dan laboratorium. Glycobiology sangat

bergantung pada disiplin ilmu genetika molekuler, biologi sel, fisiologi dan kimia

protein (Bertozzi and Rabuka, 2009).

Dalam perkembangan Glycobiology akan dibahas lebih jauh tentang peran

utama molekul kompleks karbohidrat dalam komunikasi sel. Paradigma sentral

dari biologi molekuler modern adalah tentang alur informasi dari DNA ke RNA.

Konsep utama dari informasi ini bukan hanya presisi dalam template-driven tetapi

juga kemampuan memanipulasi tiap kelas molekul berdasarkan pengetahuan

tentang pola urutan homologi dan hubungannya dengan fungsi dan evolusi.

Dengan selesainya urutan genom manusia (human genom project) dan

pengetahuan berbagai model organisme akan menjadi salah satu pengetahuan

yang sangat berharga bagi perkembangan sistem biologi (Bertozzi and Rabuka,

2009).

Page 60: dian andriani ratna dewi

2.11 Jalur Komunikasi Glycan

Merupakan petunjuk komunikasi yang penting bagi

perkembangan sel dan jaringan serta fungsi fisiologisnya (Bertozzi

and Rabuka, 2009)

Untuk menunjukkan peran glycan dalam komunikasi sel dapat digambarkan

dengan salah satu contoh sebagai berikut. Salah satu interaksi protein dan GAG

adalah fibroblast growth factor akan menerima sinyal dari GAG sehingga

fibroblast growth factor dapat berinteraksi dengan reseptornya pada permukaan

sel. Pengikatan growth factor pada reseptornya merupakan gerakan akibat sinyal

kaskade yang berakhir dalam nukleus sel dan memicu gen yang memodulasi

proliferasi sel. Untuk mempercepat sinyal bertingkat ini reseptor pada permukaan

sel harus berubah struktur yaitu dengan melekat pada reseptor kedua (glycan)

secara simultan (Esko and Linhardt, 2009). Jenis GAG yang terbanyak pada

dermis adalah hyaluronic acid (HA) atau hyaluronan (Gambar 2.12) (Varki, et al.

2009).

Volume HA yang besar berhubungan dengan kandungan air dan hidrasi kulit,

kemampuan memelihara kegiatan sel. Kadarnya meningkat pada aktivitas

Page 61: dian andriani ratna dewi

proliferasi, regenerasi dan penyembuhan luka (wound healing). Dengan demikian

HA memiliki potensial sebagai anti penuaan. HA terutama diproduksi dalam

mesenkim jaringan konektif dan paling banyak oleh fibroblas. Dapat mencapai

sirkulasi darah melalui saluran limfatik (Neudecker et al., 2004).

Gambar 2. 12 Biosintesis HA

Biosintesis HA oleh HA synthase (HAS) terjadi dengan penambahan gula (N-

acetyl-glucosamine/GLcN and glucuronic acid/GlcA) pada akhir polimer. M++

adalah metal ion cofactor, UDP= Uridine Diphosphat (Varki and Sharon, 2009).

HA terdiri atas disakarida yang berulang yang disusun oleh N-

acetylglucosamine (GlcN) dan glucuronic acid (GlcA) dan membentuk matriks

yang menghidrasi. Berperan pada pertumbuhan sel, berfungsi sebagai reseptor

membran dan adhesi sel. Dalam produk kosmetik, HA berfungsi sebagai

humektan (Neudecker et al., 2004).

Page 62: dian andriani ratna dewi

HA terutama terdapat ekstraselular pada lapisan stratum spinosum dan

stratum granulosum. Sedangkan pada lapisan basal HA didapatkan terutama

intraselular (Tammi et al., 1991). HA pada dermis lebih banyak dibandingkan

dengan pada epidermis. HA total terutama didapatkan pada kulit sekitar 50 %.

Kadarnya lebih banyak pada dermis papila dibandingkan pada dermis retikuler

(Neudecker et al., 2004).

Perkembangan genetika molekuler dan kemajuan dalam human genom

project disempurnakan dengan pengetahuan tentang metabolisme HA. HA

disintesis oleh HA syntases (HAS), sedangkan enzim yang memiliki peran dalam

reaksi katabolik adalah hyaluronidase. HA memiliki reseptor yang mengontrol

sintesis HA, deposisi, menyusun sel dan protein tertentu dan kemudian

mendegradasinya (Varki and Sharon, 2009).

2.8 Filagrin dan Kulit Kering

Di luar mekanisme kompleks yang disebutkan di atas, terdapat beberapa

orang yang menderita kekeringan kulit sekalipun terlepas dari pengaruh stres

lingkungan, udara dingin, kering, angin, kerusakan akibat detergen dan lain-lain.

Hal ini menunjukkan terdapat juga peranan intrinsik dalam menentukan terjadinya

kekeringan kulit (Irvine and Mc Lean, 2006).

Filagrin merupakan protein yang penting dalam kulit dan mempunyai efek

dominan terhadap resistensi stres. Kadar filagrin dalam kulit menjadi penentu

terjadinya kekeringan kulit.

Page 63: dian andriani ratna dewi

2.8.1 Genotip filagrin sebagai penentu utama kecenderungan kulit kering

Filagrin dikode oleh gen profilagrin yang terletak pada kompleks diferensiasi

epidermal lokus 1q21 pada kromosom 1 bersama dengan gen yang terlibat dalam

proses diferensiasi epidermal lainnya. Gen ini mengkode sejumlah protein

prekursor yang disebut profilagrin terdiri atas 10-12 protein filagrin yang

bergabung dengan ikatan peptida (Scott, 2005).

Profilagrin disintesis dalam jumlah besar pada permukaan luar epidermis,

33% diproduksi dalam stratum granulosum. Filagrin memiliki komposisi asam

amino histidin dan arginin. Profilagrin berkumpul di dalam sel membentuk granul

keratohialin dan merupakan salah satu protein yang sensitif terhadap protease

(Irvine and Mc Lean, 2006).

2.8.2 Filagrin dan Natural Moisturizing Factor

Pada saat stratum korneum bergerak ke permukaan kulit, maka akan terpajan

dengan kondisi yang kering. Aktivitas air akan menurun di bawah 95%. Pada saat

ini protease dalam stratum korneum menjadi aktif dan secara lengkap akan

mendegradasi filagrin menjadi asam amino individual. Proses ini dipicu oleh

peningkatan konsentrasi ion karena sel kehilangan air. Asam amino bebas hasil

pembongkaran filagrin akan mengalami berbagai perubahan. Glutamine akan

kehilangan ammonia dan berubah menjadi pyrrolidone carboxylic acid melalui

reaksi non enzimatik, histidine kehilangan ammonia akibat pengaruh enzim

Page 64: dian andriani ratna dewi

histidine ammonia lyase kemudian akan memproduksi urocanic acid (Scott,

2005).

Proses ini sangat penting bagi stratum korneum, pyrolidone carboxylic acid

bersifat sangat higroskopik sehingga dapat menarik air dalam kondisi kering

sekalipun. Pembentukan kompleks asam amino yang disebut sebagai NMF ini

membuat stratum korneum tetap terhidrasi (Irvine and Mc Lean, 2006).

2.8.3 Fungsi filagrin

Dalam proses keratinisasi, filagrin mempunyai fungsi (Irvine and Mc Lean,

2006) :

a. Mengagregasi keratin sehingga menjadi struktur matriks yang close-

packed

b. Mengkatalisa ikatan disulfida di antara keratin

c. Membentuk NMF

d. Membentuk acid mantle kulit

e. Memproduksi urocanic acid yang berperan dalam imunomodulator

dan sebagai tabir surya

Page 65: dian andriani ratna dewi

Gambar 2. 13 Filagrin

Akibat mutasi homozigot, kulit tidak memiliki filagrin. Immunostaining dengan

filaggrin repeat domain mAb 15C10 (Novocastra, Newcastle upon Tyne, United

Kingdom) menunjukkan granula keratohialin pada kulit normal (kiri) berbeda

kontras dengan hilangnya lapisan granulosum pada individu homozigot yang

kehilangan filagrin (kanan). Pasien remaja ini menderita iktiosis vulgaris dan

dermatitis atopik yang sedang sampai berat sejak bayi (Irvine and Mc Lean,

2006).

2.9 Proses Deskuamasi

Proses deskuamasi yang normal merupakan hal yang penting dalam menjaga

fungsi stratum korneum yang normal, kohesi stratum korneum dan peran enzim

proteolitik mempengaruhi proses ini (Chu et al., 2003).

Bagian yang mengendalikan proses deskuamasi adalah intercellular space

dari stratum korneum karena didalamnya mengandung campuran lipid complex

yang menyusun struktur protein, enzim, dan nonstructural protein, substansi

Page 66: dian andriani ratna dewi

dengan berat molekul rendah dan berbagai derajat hidrofilik yang berinteraksi

dengan rendahnya kadar air (Egelrud, 2000).

Pada kondisi menurunnya kadar air dalam stratum korneum, maka enzim

yang merusak desmosom menurun sehingga proses deskuamasi terganggu.

Permukaan kulit akan tampak kasar dan dan kering (Orth and Appa, 2000).

Desmosom memperantarai kontak antar sel stratum korneum bentuknya bulat

oval dengan diameter 0,2 – 1 mm. Berikatan dengan intracellular keratin filament

dan glycoprotein. Corneodesmosome berikatan dengan intercellular keratin

filament yang lebih padat, degradasi corneodesmosome akibat reaksi enzim

proteolitik stratum corneum chymotriptyc enzyme (SCCE) akan menyebabkan

terjadinya proses deskuamasi karena menurunkan kohesi stratum korneum (Simon

et al., 2002).

Kegagalan desmosom menyelesaikan program self destruction pada proses

deskuamasi akan mengakibatkan kulit bersisik. Bila stratum korneum mengalami

penurunan water-binding capacity, maka elastisitas kulit akan menurun (Scott,

2005).

Page 67: dian andriani ratna dewi

Gambar 2. 14 Proses Deskuamasi.

Deskuamasi atau eksfoliasi merupakan proses pada stratum korneum yang sangat

kompleks dan sampai saat ini baru sebagian yang terungkap. Telah diketahui

beberapa enzim yang merusak corneodesmosomes dengan pola spesifik, tetapi

belum diketahui sifat alami dari enzim ini dan bagaimana mulai mengaktivasi

proses eksfoliasi ini sekalipun diketahui bahwa air dan pH berperan penting

terhadap aktivitas enzim ini (Brannon, 2007).

2.10 Kadar Air Pada Stratum Korneum dan Hidrasi Kulit

Pengukuran hidrasi stratum korneum untuk meneliti biofisik dan fungsi sawar

kulit sangatlah penting artinya. Dengan memonitor parameter ini dapat secara

efisien menjadi dasar dalam mencegah kambuhnya penyakit kulit dan membantu

mengevaluasi efektivitas pengobatan kulit (Primavera et al., 2005).

Page 68: dian andriani ratna dewi

2.10.1 Hidrasi kulit

Selain sebagai sawar yang melindungi dari pengaruh luar, stratum korneum

juga mencegah hilangnya molekul endogen termasuk kehilangan air dari lapisan

dalam epidermis. Kulit kering tidak berarti berlawanan dengan kulit berminyak,

lawan dari kulit kering adalah kulit yang tidak kering sedangkan kulit berminyak

lawannya adalah kulit yang tidak berminyak, sehingga pengukuran produksi

sebum tidak dapat mengukur kekeringan kulit (Kligman, 2000).

Sejak tahun 1980 dikenal alat korneometer yang dapat mengukur kadar air

dalam kulit. Prinsip pengukuran korneometer berdasarkan kapasitans dari media

dielektrik. Setiap perubahan pada dielektrik yang diakibatkan variasi hidrasi kulit

akan mengubah kapasitans pada kapasitor pengukur. Keunggulan prinsip

pengukuran ini adalah tidak dipengaruhi oleh kondisi permukaan kulit di luar

hidrasi kulit, dan dapat mengukur perubahan tingkat hidrasi kulit serta hanya

membutuhkan waktu yang singkat dalam pengukuran. Pengukuran ini secara tidak

langsung mengukur fungsi sawar kulit (Heinrich et al., 2003)

Kulit yang menua ditandai dengan perubahan histopatologi dan biologi. Hal

yang mempengaruhi keadaan ini adalah peningkatan ukuran korneosit,

peningkatan ketebalan stratum korneum akibat akumulasi korneosit yang

disebabkan gangguan deskuamasi. Dengan bertambahnya usia, berbagai lipid

barrier utama menurun sehingga fungsi sawar kulit juga menurun dan terjadilah

kekeringan kulit (Fore, 2009).

Page 69: dian andriani ratna dewi

Gambar 2. 15 Pengukuran Hidrasi Kulit dengan Korneometer

Probe yang digunakan merupakan bahan elektronik yang berkualitas dan stabil

terhadap perubahan temperatur serta tidak dipengaruhi oleh fluktuasi sumber

listrik. Adanya pegas pada probe membuat penekanan pada permukaan kulit tetap

konstan. Luas permukaan probe 49 mm2 memudahkan pengukuran pada semua

bagian tubuh dan mudah dibersihkan. Seluruh kaliberasi data ada pada probe

(Heinrich et al., 2003).

Hidrasi kulit dan TEWL merupakan pengukuran non invasif yang penting

dalam dermatologi dan kosmetologi karena nilai pengukuran TEWL dan kadar air

stratum korneum dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan efikasi

berbagai produk yang dioleskan pada kulit terutama pelembab (Pedersen and

Jemec, 2006). Pengukuran kelembaban kulit dengan korneometri lebih mudah dan

lebih reliabel dibandingkan dengan pengukuran TEWL (Heinrich et al., 2003).

Page 70: dian andriani ratna dewi

2.10.2. Transepidermal water loss (TEWL)

TEWL mencerminkan penguapan dari permukaan kulit. Salah satu

karakteristik kulit yang sehat adalah perbandingan yang proporsional antara

TEWL dan hidrasi kulit (Primavera et al., 2005).

Pengukuran TEWL hanya valid di dalam batas lapisan yang mengalami difusi

pada tubuh manusia yang kedalamannya sekitar 10 -30 µm pada kondisi normal.

Sensitivitas instrumen juga dapat mengganggu hasil pengukuran TEWL (Black et

al., 2005).

Usia tidak terlalu banyak mempengaruh TEWL, tetapi pada periode

kehidupan tertentu dapat terjadi perubahan yang bermakna, misalnya pada bayi

prematur dengan kehamilan kurang dari 30 minggu akan mengalami gangguan

sawar epidermal tetapi dalam beberapa hari setelah kelahiran akan terjadi maturasi

sawar kulit (Primavera et al., 2005).

Pengukuran TEWL menggunakan evaporimeter. Alat ini mempunyai probe

yang mengukur tekanan penguapan air parsial pada dua lokasi di atas permukaan

kulit, 3 mm dan 9 mm dengan bantuan dua pasang humidity transducer dan

thermistor. Perbedaan tekanan penguapan air parsial pada kedua lokasi tersebut

kemudian dikalkulasi dan dinyatakan sebagai gr/m2 per jam. Nilai TEWL normal

adalah antara 2-5 gr/m2 per jam. Nilainya dapat mencapai 90-100 gr/m2/ jam

setelah stripping kulit atau pada keadaan adanya lesi dermatitis atopik (Black et

al., 2005).

Page 71: dian andriani ratna dewi

2.11 Penuaan pada kulit

2.11.1 Perubahan struktur pada penuaan kulit

Proses penuaan akan berlangsung heterogen pada tingkat struktur jaringan,

sel dan subseluler. Penuaan secara global terjadi pada seluruh tubuh dimulai pada

usia 30-45 tahun. Terdapat berbagai variasi regional dalam seluruh tubuh.

Berbagai organ akan menunjukkan manifestasi penuaan yang berbeda

tingkatannya. (Gerald et al., 2010)

Perubahan ketebalan dan karakteristik lain pada kulit tampak pada gambar di

bawah ini.

Gambar 2.16 Perubahan Ketebalan Kulit pada Penuaan (Farage et al., 2007)

Kulit dewasa akan menipis secara progresif dengan berjalannya waktu. Kulit

yang tidak terpajan sinar matahari akan menipis sampai 50% antara usia 30-80

tahun. Tetapi yang paling mencolok adalah penipisan kulit pada area yang

terpajan yaitu, pada wajah, leher, bagian atas dada, tangan dan lengan. Penipisan

Page 72: dian andriani ratna dewi

epidermis terjadi 6,4% per 10 tahun. Penipisan kulit lebih cepat terjadi pada

wanita dibandingkan pria (Farage et al., 2010).

Penipisan vaskuler dan seluler lapisan dermis juga berlangsung sesuai usia.

Penurunan lapisan kolagen dan elastin adalah hal yang paling utama menipiskan

kulit secara total. Pada postmenopause penipisan ketebalan kulit terjadi 1,1 % per

tahun paralel dengan penurunan kolagen 2% per tahun. Sedangkan pada membran

basal justru akan meningkat dengan penuaan (Vázquez et al., 1996).

1. Epidermis

Jumlah sel epidermis dan turn over epidermal rate akan menurun.

Perubahan karakteristik akan terjadi pada setiap tipe sel epidermis. Sel

basal ukurannya menjadi hampir tidak sama sekalipun rata-rata ukuran sel

justru meningkat. Keratinosit menjadi lebih pendek dan datar, korneosit

menjadi lebih besar akibat penurunan turn over epidermal (Brégégère et

al., 2003). Berbagai perubahan yang terjadi pada struktur kulit yang menua

ditampilkan pada tabel 2.1 (Farage et al., 2010)

Page 73: dian andriani ratna dewi

Tabel 2.1 Perubahan pada Struktur Kulit Menua

Lapisan kulit Efek pada kulit yang menua Penurunan kadar lipid Epidermis Pendataran dermal-epidermal junction Jumlah melanosit yang aktif secara enzimatik menurun 8-

20% per 10 tahun Penurunan jumlah sel Langerhans Penurunan kapasitas reepitelisasi

Peningkatan jumlah pori-pori Dermis Atrofi (penipisan kulit) Penurunan vaskularitas dan elastisitas Penurunan sintesis kolagen Degenerasi korpuskulum Meissner dan Paccini Perubahan struktur kelenjar keringat dan jumlah kelenjar

yang berfungsi menurun Penurunan serabut elastin Penurunan jumlah pembuluh darah Penurunan jumlah akhiran syaraf Hipodermis Perubahan distribusi lemak subkutan Penurunan volume secara keseluruhan Lain-lain Penurunan pigmen rambut Penipisan rambut Penurunan kelenjar minyak Abnormalitas kuku Produksi sebum menurun (Sumber: Farage at al,. 2010)

Sel Langerhans menjadi heterogen dan jumlah serta dendritnya berkurang

sehingga imunitas kulit berkurang. Sekalipun jumlah kelenjar sebasea

tidak berkurang tetapi produksi sebum menurun. Dengan demikian maka

kadar air dalam stratum korneum kulit menua akan lebih rendah

dibandingkan kulit yang muda. Sesuai dengan bertambahnya usia maka

komposisi asam amino juga berubah dan mengakibatkan NMF berkurang

disertai penurunan water binding capacity. Keadaan inilah yang juga

memperlambat terjadinya proses deskuamasi dan menyebabkan

permukaan kulit menjadi kering dan kasar. Sawar kulit sangat bergantung

Page 74: dian andriani ratna dewi

pada kandungan dan susunan lipid pada stratum korneum. Total lipid akan

berkurang sampai 65% pada kulit yang menua. Kadar ceramide terutama

linoleat sangat menurun. Demikian juga sterol ester pada lipid kulit.

Karena kadar air yang menurun pada stratum korneum maka TEWL juga

ikut menurun (Gunin et al., 2010)

2. Dermis

Komponen utama dermis adalah komponen ekstraseluler berupa kolagen,

elastin dan asam hialuronat. Kolagen akan menurun kadarnya seiring

dengan meningkatnya enzim metalloproteinase yang menghancurkan

kolagen. Sintesis kolagen dan enzim yang mensintesis kolagen akan

menurun. Susunan kolagen menjadi tidak beraturan dan elastin mengalami

kalsifikasi. Komposisi GAG menurun sehingga water binding capacity

juga menurun. Jumlah sel mast dan fibroblas yang menurun

mengakibatkan penyembuhan luka terhambat (Farage et al., 2010).

3. Subkutan

Secara umum volume lemak subkutan menurun dengan penuaan sekalipun

proporsi lemak subkutan pada bagian tubuh tertentu meningkat sampai

usia 70 tahun. Distribusi lemak menurun pada wajah, tangan dan kaki

sedangkan pada paha perut dan pinggang relatif meningkat. Secara

fisiologis fungsi termoregulasi pada organ internal akan meningkat

(Farage et al., 2010).

2.11.2 Perubahan Fisiologis

Page 75: dian andriani ratna dewi

Secara fisiologis terdapat berbagai perubahan pada kulit yang menua sebagai

berikut:

1. Perubahan biokimia

Sintesis vitamin D berkurang akibat berkurangnya sintesis prekursor 7-

dehydrocholesterol menurun. Kondisi pH kulit tetap konstan 5,5 sampai

usia 70 tahun kemudian meningkat dengan menurunnya sirkuasi darah

(Tuohimaa, 2009). Keadaan pH yang asam akan mencegah kolonisasi

bakteri. Peningkatan pH kulit meningkatkan risiko infeksi, alergi dan

iritasi (Gerber et al., 1979).

Penuaan intrinsik sangat dipengaruhi oleh kadar berbagai hormon. Pada

klimakterium dan awal timbulnya penuaan intrinsik berjalan seiring

dengan menurunnya kadar estrogen (Hashizume, 2004).

Peningkatan radiasi UV akibat penipisan lapisan ozon dapat meningkatkan

risiko kerusakan fotooksidatif yang diinduksi oleh Reactive Oxygen

Species (Tetrahedron, 2010).

Page 76: dian andriani ratna dewi

Gambar 2.17 UVA Menginduksi Stres Oksidatif dan Kerusakan Kulit

Eritema solaris, fotodermatitis, fotoaging dan kanker kulit merupakan efek

dari radiasi sinar UV. WHO memperkirakan antara 2-3 juta kanker kulit

non melanoma dan 130.000 melanoma maligna terjadi setiap tahunnya

(WHO, 2008).

Radiasi UV merupakan generator dari ROS dan reactive nitrogen species

(RNS) yang memegang peranan dalam menimbulkan efek biologis.

Dibawah kontrol antioksidan endogen, spesies ini akan terlibat dalan

pengaturan redox dependent metabolism dalam sel akibat stress UV, tetapi

tidak seimbang sehingga akan menginduksi kerusakan oksidatif yang

Page 77: dian andriani ratna dewi

terakumulasi dan merupakan faktor risiko fotoaging, fotoimunosupresi dan

fotokarsinogenesis (Setlow et al., 1993).

Yang pertama kali terlibat dalam produksi ROS adalah singlet oxygen

(1O2), superoxide anion (O2•¯) dan hydrogen peroxide (H2O2). singlet

oxygen memegang peranan penting pada jalur ini dan jumlahnya akan

meningkat dalam kulit akibat radiasi UVA. Oksigen ini akan semakin

banyak dengan transfer fotoenergi dari lO2 ( Wood et al., 2006).

Modifikasi akibat ROS dan RNS akan menghasikan mutasi gen dan

perubahan membran sehingga akan menunjukkan ekspresi dari tumor

suppressor gene p53 dan pembebasan ceramide (Grether-Beck et al.,

2000).

2. Permeabilitas

Permeabilitas akan menurun diikuti dengan penurunan absorpsi stratum

korneum pada epidermis dan papilla dermis. Hal ini terjadi akibat

penurunan kadar lipid dan mikrosirkulasi (Davis et al., 1997).

Kemampuan absorpsi perkutan berhubungan dengan komponen hidrofobik

relatif dari lipid kulit sehingga bahan yang bersifat hidrofobik lebih mudah

diabsorpsi dengan kadar lipid kulit yang tinggi. Sebagai contoh, wajah

memiliki kadar lipid kulit 12-15% akan mudah menerima komponen

hidrofobik. Sedangkan telapak kaki memiliki kadar lipid kulit 1-2%

sehingga lebih mudah mengabsorpsi bahan hidrofilik (Wohlrab et al.,

2010).

3. Vaskularisasi dan termoregulasi

Page 78: dian andriani ratna dewi

Kapiler dan pembuluh darah kecil pada kulit menua mulai kurang

beraturan dan berkurang jumlahnya sehingga reaksi vasokonstriksi otonom

akan menurun. Kemampuan berkeringatpun akan berkurang. Suhu pada

wajah akan lebih rendah dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya

(Farage et al., 2008).

4. Respons terhadap bahan iritan

Respons inflamasi terhadap bahan eksogen menurun pada usia di atas 70

tahun, oleh sebab itu kerusakan kulit dapat terjadi tanpa tanda-tanda klinis

yang jelas. Bahkan tes sensitisasi alergik dapat tidak berarti. Manifestasi

iritasi kulit menurun, uji tempel akan menghasilkan tanda eritematosa,

vesikel, pustul dan edema yang menurun di samping penurunan TEWL

(Farage et al., 2008).

5. Respons imun

Respons imun pada penuaan menurun, jumlah sel Langerhans pada

epidermis menurun 50% pada usia 25-70 tahun. Limfosit total yang

bersirkulasi menurun baik limfosit T maupun limfosit B sehingga

kapasitas fungsionalnyapun menurun. Reaksi terhadap berbagai tes alergi

menurun. Kadar autoantibodi yang bersirkulasi justru akan meningkat

(Sunderkötter et al., 1997).

Page 79: dian andriani ratna dewi

6. Kapasitas regenerasi dan respons terhadap luka

Pada kulit sehat, satu lapis korneosit akan mengalami deskuamasi setiap

hari. Artinya seluruh stratum korneum akan berganti dalam 2 minggu.

Pada penuaan akan membutuhkan waktu 2 kali lipat. Reaksi perbaikan

memerlukan komposisi 3 lipid kulit utama dengan kadar yang

proporsional. Selain reaksi yang lebih lambat, penyembuhan luka juga

berlangsung dalam waktu yang lebih panjang. Misalnya luka berukuran 40

cm pada usia 20 tahun akan menurun dalam waktu 40 hari sedangkan

pada usia 80 tahun akan menyembuh dalam waktu 2 kali lipatnya.

(Worley, 2006).

Penyembuhan luka operasi meningkat 600% pada usia 80 tahun

dibandingkan usia 30 tahun. Hasil penyembuhan luka juga kehilangan

elastisitasnya pada usia di atas 70 tahun. Proses yang menurun pada

penyembuhan luka adalah: remodeling kolagen, proliferasi sel dan

metabolisme sel (Farage et al., 2010).

7. Persepsi neurosensor

Gatal dilaporkan lebih sering dikeluhkan oleh orangtua, sedangkan

persepsi nyeri dan tekanan menurun pada usia lebih dari 50 tahun. Oleh

sebab itu risiko terjadinya luka pada jaringan akan meningkat, karena

sinyal peringatan untuk terjadinya luka adalah nyeri, eritema dan edema

berjalan lambat. Hal tersebut dapat mengakibatkan meningkatnya

morbiditas pada kulit yang menua (Farage et al., 2008).

Page 80: dian andriani ratna dewi

Berbagai perubahan fisiologis pada kulit yang menua dapat dilihat pada

Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perubahan Fisiologis pada Kulit Menua

Fungsi Perubahan

Sawar kulit TEWL menurun Persepsi nyeri dan perabaan

Menurunnya sensitivitas sampai usia 50 tahun Mudah gatal-gatal

Termoregulasi Penurunan kelenjar keringat Respons terhadap trauma

Repons inflamasi menurun (edema dan eritema) Penurunan penyembuhan luka Penurunan reepitelisasi Mudah terjadi trauma

Permeabilitas Penurunan absorpsi perkutan Penuruan kelenjar minyak Penurunan vaskularisasi Penurunan chemical clearance Fungsi imun Penurunan jumlah thymus-derived lymphocyte yang

bersirkulasi Penurunan risiko terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe

lambat Lain-lain Penurunan produksi vitamin D Penurunan elastisitas (Sumber: Farage et al., 2010)

2.12 Pelembab

Menurut Gabard (1994), pelembab adalah emulsi yang mengandung substansi

aktif yang dioleskan pada kulit dengan tujuan untuk rehidrasi atau regenerasi kulit

kering, kasar dan bersisik akibat xerosis, iritasi atau oleh sebab lain. Sediaan

pelembab adalah, lotion, krim, salep dan bath oil. Pelembab bekerja dengan

Page 81: dian andriani ratna dewi

komposisi yang bersifat oklusif dan atau humektan seperti halnya komponen pada

NMF.

Komposisi yang bersifat oklusif secara fisik memblokir kehilangan air dari

permukaan kulit (Hannon and Maibach, 2005).

a. Substansi hidrofobik ini akan membentuk lapisan oklusif pada kulit yang

akan menurunkan TEWL dengan mencegah penguapan air.

b. Menjaga kadar lipid barrier kulit.

c. Contoh : petrolatum, beeswax, lanolin.

Komposisi yang bersifat humektan bekerja dengan menarik air ke dalam kulit

(Hannon and Maibach, 2005).

a. Air yang diambil untuk mempertahankan kelembaban kulit berasal dari

lapisan epidermis yang lebih dalam, jarang dari lingkungan.

b. Hidrasi stratum korneum akan menormalkan lipid interselular dan proses

deskuamasi alami

c. Kulit menjadi lebih resisten terhadap kondisi kekeringan.

d. Humektan akan berperan seperti halnya natural hydrophilic humectants

dalam stratum korneum.

e. Yang termasuk humektan antara lain: asam amino, asam laktat, alpha

hydroxy acids, propylene glycol, glycerine dan urea.

f. Beberapa substansi di atas merupakan komponen NMF.

Selain komponen oklusif dan humektan, pelembab juga dapat mengandung:

Page 82: dian andriani ratna dewi

a. Komposisi bahan aktif lain yang dapat memperbaiki kelembutan kulit

dengan melubrikasi dan mengisi celah antar sel di antara sel yang kering,

yaitu bahan yang bersifat emolien (Simion and Story, 2005).

b. Bahan inaktif yang membantu melarutkan, menstabilkan, mengemulsi

sehingga didapatkan bentuk produk yang nyaman dipakai (Black, et al.

2005).

c. Pada umumnya pelembab mengandung 65-85% air dalam lotion. Air

berfungsi sebagai pelarut bagi bahan aktif dan inaktif. Banyaknya kadar

air juga memudahkan absorpsi dan evaporasi beberapa komponen

pelembab di samping berperan sebagai hydrating agent (Simion and Story,

2005).

d. Pelembab yang berbentuk krim mengandung sedikit air dan lebih banyak

minyak atau bahan oklusif (Black et al., 2005).

e. Salep dengan bahan dasar minyak kadar airnya yang sangat kecil atau

tidak ada akan sangat berlemak dan oklusif (Black et al., 2005).

Dengan mengoreksi rasio 3 komponen utama lipid interseluler (ceramides,

kolesterol, dan asam lemak) pada kulit akan memperbaiki kekeringan. Perlu

penelitian yang lebih lanjut untuk menetapkan rasio yang tepat. Pada kulit yang

menua, terdapat defisiensi kolesterol sehingga perlu formulasi kolesterol yang

lebih banyak untuk formula pelembab pada orangtua (Warner and Boissy, 2000).

Hidrasi yang adekuat bergantung pada adanya campuran intrinsic

hydroscopic water soluble material atau NMF (Irvine and Mc Lean, 2006).

Page 83: dian andriani ratna dewi

2.11.1 Bahan-Bahan Pelembab

Bahan-bahan dalam formulasi pelembab antara lain:

a. Vaselin: berfungsi oklusif dan emolien, tidak bersifat komedogenik, jarang

menyebabkan alergi, tetapi bila digunakan tanpa campuran akan terasa

lengket, sehingga sebaiknya dicampur dengan bahan lain (Black et al.,

2005).

b. Lanolin: bekerja baik dengan lipid stratum korneum, karena lanolin

mengandung kolesterol yang merupakan bahan penting untuk

pembentukan lipid stratum korneum serta keduanya dapat bergabung pada

suhu kamar. Dapat terjadi sensitisasi terhadap lanolin (Black et al., 2005).

c. Gliserin: bersifat humektan kuat, mempunyai kemampuan menyerap air

(NMF), terbuat dari asam amino, berfungsi menstabilkan dan memberi air

pada membran sel (Black et al., 2005).

d. Urea : Termasuk humektan, mempunyai efek antipruritus ringan, dengan

kadar 3% dan 10% dalam bentuk krim. Sering digunakan dalam terapi

topikal pada penyakit kulit lain misalnya psoriasis, iktiosis, dan dermatitis

atopik. Terdapat efek samping berupa kemerahan, rasa tersengat dan rasa

terbakar terutama pada lesi ekskoriasi yang baru (Black et al., 2005).

e. Propilenglikol : sebagai humektan dan bahan oklusif, tidak berbau,

berbentuk cairan, serta larut dalam air, alkohol dan minyak, mempunyai

efek keratolitik, antimikrobial, dan meningkatkan penetrasi. Efek samping

berupa terjadi dermatitis alergi, iritasi dan rasa terbakar (Yu and Van

Scott, 2005).

Page 84: dian andriani ratna dewi

f. Kolagen dan Polipeptida lain : kolagen yang mampu melakukan penetrasi

ke dalam stratum korneum adalah kolagen yang mempunyai berat molekul

< 5000 dalton, yang akan melekat pada permukaan kulit sehingga

permukaan menjadi lebih rata dan halus, dan setelah kering akan

memberikan efek mengencangkan kulit yang bersifat sementara (Yu and

Van Scott, 2005).

g. Asam hidroksi alfa maupun beta dapat memudahkan pengelupasan kulit.

Asam alfa hidroksi membantu sintesis lipid interselular terutama sintesis

ceramide (Yu and Van Scott, 2005).

2.11.2 Mekanisme Aksi Pelembab

Pelembab bekerja pada berbagai lokasi pada epidermis, dengan pengolesan

moisturizer akan meningkatkan kandungan air karena terjadi peningkatan absorpsi

per kutan terhadap air. Peningkatan ini terjadi karena adanya substansi yang

mampu menahan air (humektan) sehingga konsentrasi air pada permukaan kulit

meningkat (Johnson and Anthony, 2005).

Page 85: dian andriani ratna dewi

Gambar 2.18 Hidrasi Kulit Sangat Dipengaruhi oleh Kadar GAG dan Proteoglycans Proteoglycans, Glycoproteins dan Glycosaminoglycans merupakan regulator yang mengaktifkan fungsi sel. Berinteraksi dengan matriks ekstrasel dan memiliki peran biologi yang penting dalam proliferasi (Kligman, 2000).

Mekanisme pelembaban kulit tidak terlepas dari sinyal kaskade yang

memerlukan HA sebagai salah satu reseptor untuk membawa sinyal pada

permukaan kulit agar mempertahankan kelembaban kulit (Bertozzi and Rabuka,

2009).

Page 86: dian andriani ratna dewi

Pelembab digunakan untuk melembabkan kulit sehingga gejala dan tanda

kekeringan kulit, bersisik, permukaan yang kasar menjadi lembut dan halus.

Pelembab berbeda dengan “barrier cream” yang digunakan untuk melindungi

pajanan bahan kontak yang menyebabkan dermatosis (Kligman, 2000).

Pelembab memiliki manfaat yang tidak saja melembabkan kulit, tetapi juga

dapat mengobati dermatosis kronik seperti dermatitis atopik dan psoriasis karena

dapat memperbaiki kerusakan sawar kulit. Pelembab sering digunakan sebagai

antiinflamasi pada pasien yang diterapi dengan psoralen yang dikombinasi dengan

UVA (PUVA) (Kligman, 2000). Pelembab yang digunakan selama lebih dari 6

bulan sangat efektif untuk mengurangi photodamaged pada kulit wajah (Johnson

and Anthony, 2005).

2.12 Saccharide Isomerates (SI)

SI diproduksi sebagai salah satu jawaban dari perkembangan Glycobiology

untuk mendapatkan mekanisme pelembaban kulit yang efektif. SI merupakan

molekul gula yang dibentuk sedemikian rupa agar menyamai kondisi glycan pada

kulit.

Untuk mendapatkan efek pelembaban kulit yang optimal dengan

menggunakan bahan pelembab topikal, maka barrier-repairing yang dikandung

dalam lipid pada pelembab diupayakan sama dengan lipid intraseluler pada kulit.

Kombinasi asam lemak, ceramide dan kolesterol pada pelembab dapat

memperbaiki kerusakan lipid bilayers akibat sabun, cairan yang iritatif, kondisi

lingkungan yang sangat kering, cuaca dingin dengan mengganti komponen lipid

yang berpengaruh (Warner and Boissy, 2000).

Page 87: dian andriani ratna dewi

SI merupakan kompleks karbohidrat yang sama dengan yang ada pada

stratum korneum kulit manusia. Berfungsi mempertahankan kelembaban

sekalipun dalam kelembaban udara yang rendah. SI dapat berikatan dengan kulit

sekalipun dalam kondisi pH yang sangat rendah sehingga sangat ideal bila

digunakan bersama dengan bahan pelembab yang mengandung Alpha hydroxy

acid (AHA) (Pentapharm, 2009). Rumus bangun molekul disaccharide

isomerate disajikan pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19 Rumus Bangun dari Disaccharide Isomerates

Komposisi SI yang sesuai dengan HA berperan sebagai pelembab yang

efektif mengendalikan kelembaban kulit dengan berikatan pada grup asam amino

lisin yang ada pada keratin stratum korneum. Karena ikatannya sangat kuat, maka

akan tetap efektif sekalipun berada pada udara yang kering dan kelembabannya

rendah. SI memiliki ikatan yang kuat dengan stratum korneum yang hanya bisa

terlepas dengan proses deskuamasi, oleh karena itu sangat efektif melembabkan

kulit, di samping itu juga dapat membuat kulit menjadi lebih halus dan tidak gatal

(Pentapharm, 2009).

Page 88: dian andriani ratna dewi

SI dapat bersifat sebagai komponen oklusif dan humektan. Dalam bahan

pelembab juga dapat mengandung bahan aktif lain yang dapat memperbaiki

kelembutan kulit dengan melubrikasi dan mengisi celah antar sel di antara sel

yang kering, yaitu bahan yang bersifat emolien (Simion and Story, 2005).

Kombinasi SI dan berbagai bahan pelembab berperan mengefektifkan

kelembaban kulit dengan berikatan pada grup asam amino lisin yang ada pada

keratin stratum korneum. Karena ikatannya sangat kuat, maka akan tetap efektif

sekalipun berada pada udara yang kering dan kelembabannya rendah

(Pentapharm, 2009).

Pelembab juga ditambahkan bahan yang mengandung bahan inaktif yang

membantu melarutkan, menstabilkan, mengemulsi sehingga didapatkan bentuk

produk yang nyaman dipakai (Warner and Boissy, 2000).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan produsen Saccharide Isomerate,

sebelum dipasarkan, didapatkan hasil bahwa ikatan SI dengan dengan stratum

korneum. Oleh karena itu hanya bisa terlepas dengan proses deskuamasi, oleh

karena itu sangat efektif melembabkan kulit, di samping itu juga dapat membuat

kulit menjadi lebih halus dan tidak gatal (Pentapharm, 2009).

Page 89: dian andriani ratna dewi

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka berpikir

Seiring dengan proses penuaan akan terjadi penipisan epidermis, dermis dan

lemak subkutan. Kulit menjadi kering, dan elastisitasnya berkurang sehingga

mudah mengalami kerusakan, bersisik, gatal dan pecah-pecah (Forbes, 2008).

Etiologi kulit kering didasari oleh berkurang dan atau adanya

ketidakseimbangan lipid termasuk perubahan komposisinya dalam kulit (Schûrer,

2006). Lipid ekstraseluler pada stratum korneum yang berperan sebagai sawar air

disusun oleh >40% ceramide, 25% asam lemak dan 20% kolesterol (Laudanska et

al., 2003).

Kekeringan kulit merupakan masalah bagi jutaan orang dan seringkali

menyebabkan rasa tidak nyaman bahkan stres psikologis (Egelrud, 2000).

Penderita kulit kering akan bertambah dari waktu ke waktu (Health Grade, 2009).

Faktor yang dapat mempengaruhi komposisi lipid dalam hidrasi dan sawar

kulit adalah:

1. Faktor internal:

a. Genetik: kekurangan protein filagrin menentukan apakah seseorang

akan menderita kekeringan kulit atau tidak (Scott, 2005). Kondisi

lainnya adalah iktiosis vulgaris dan psoriasis (Sybert et al., 1985).

Page 90: dian andriani ratna dewi

b. Riwayat atopik : Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada

dermatitis atopik terdapat kekurangan ceramide (Imokawa et al.,

1991).

c. Jenis Kelamin: Perbedaan yang utama antara kulit pada pria dan

wanita adalah ketebalannya karena penyebaran rambut pada laki-laki

lebih banyak. Keadaan ini juga yang menyebabkan kulit laki-laki

lebih terlindung dari kerusakan akibat aktivitas enzim kolagenase

dengan adanya radiasi sinar ultra violet (UV) (Draelos, 2006). Kadar

hormon testosteron, estrogen dan progesteron pada wanita dan laki-

laki juga berbeda. Testosteron dan estrogen keduanya

mempengaruhi produksi sebum (Hashizume, 2004).

d. Usia : Sebelum pubertas produksi sebum dan kelenjar ekrin masih minimal.

Hal ini yang mendasari seringnya terjadi kekeringan kulit dan dermatitis

pada anak-anak. Kulit mulai menjadi kering sering dengan berjalannya

proses penuaan (Hashizume, 2004).

e. Menopause (hormonal): Pada usia 40 an, produksi sebum mulai

menurun dan lipid interselular berkurang terutama pada kondisi

menopause. Estrogen yang menurun akan menurunkan kualitas kulit,

menjadi mudah rusak dan kering (Hashizume, 2004).

f. Penyakit kronik: kondisi kronik yang juga menyebabkan kekeringan

kulit di antaranya adalah Diabetes Melitus, penyakit ginjal, uremia,

hipotiroidisme, defisiensi vitamin A, dan keganasan (Health Grade,

2009).

Page 91: dian andriani ratna dewi

2. Faktor eksternal:

a. Bahan kontak dan iritasi kronik:

Kulit kering dapat disebabkan oleh kerusakan akibat polusi, bahan

kimia dan surfactant. Kulit yang teriritasi fungsinya akan terganggu

sama halnya dengan kondisi penyakit kulit. (Pedersen and Jemec,

2006).

b. Cuaca dan iklim:

Perubahan mendadak pada kelembaban udara akan mempengaruhi

kelembaban kulit (Denda et al., 1998).

c. Gaya hidup (Lifestyle):

Sekalipun tanpa memiliki kelainan kulit, kondisi kulit kering dapat

saja terjadi akibat pengaruh lifestyle. Akhir-akhir ini semakin

meningkat dengan kebiasaan mandi dengan shower dan air panas

yang terlalu sering dilakukan atau berendam dalam air yang

ditambahkan bath salt dan busa sabun. Kondisi lainnya akibat:

gesekan pakaian, kebiasaan bepergian dengan pesawat udara atau

berada di ruang ber AC dalam waktu lama

d. Photoaged :`

Penuaan akibat usia hanya disebabkan oleh kondisi yang

dipengaruhi dengan bertambahnya usia saja, sedangkan photoaging

disebabkan oleh pajanan kronik dan kumulatif terhadap sinar ultra

violet (UV) (Christina et al., 2010).

Page 92: dian andriani ratna dewi

e. Kebiasaan merawat kulit: kulit yang dijaga kelembabannya dapat

mempertahankan diri terhadap kerusakan akibat proses penuaan

dibandingkan dengan kulit yang kering

Penggunaan pelembab merupakan salah satu upaya untuk menjaga

kelembaban kulit dan mencegah serta mengobati penuaan kulit. Penggunaan

pelembab yang mengandung bahan aktif SI yang merupakan kompleks

karbohidrat mukopolisakarida yang sama dengan hialuronan atau hyaluronic acid

yang ada pada stratum korneum kulit manusia (Pentapharm, 2009). Oleh karena

itu diharapkan dapat memperbaiki kekeringan kulit lebih baik dibandingkan

dengan pelembab biasa.

Page 93: dian andriani ratna dewi

3.2 Kerangka Konsep

Berdasar rumusan masalah dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun

kerangka konsep sebagai berikut. Hidrasi kulit dipengaruhi oleh faktor internal

dan eksternal. Faktor internal meliputi genetik, riwayat atopik, usia, menopause

(hormonal), penyakit kronik. Faktor eksternal meliputi iklim dan cuaca, suhu,

kelembaban udara, bahan kontak dan iritasi kronik, lifestyle, photoaged, dan

penggunaan pelembab dalam perawatan kulit.

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian

Faktor Internal : - Genetik - Riwayat atopik - Usia - Menopause (hormonal) - Penyakit kronik

Faktor Eksternal : - Iklim dan cuaca - Suhu - Kelembaban udara - Bahan kontak dan Iritasi

kronik - Lifestyle - Photoaged

AGING SKIN

KULIT KERING

PELEMBAB dengan :

saccharide isomerates 5 %

HIDRASI KULIT

Page 94: dian andriani ratna dewi

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan Kerangka Konsep penelitian di atas ditetapkan hipotesis

penelitian sebagai berikut:

1. Penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi pelembab

meningkatkan hidrasi kulit lebih tinggi dibandingkan dengan pelembab

biasa.

2. Penggunaan formulasi pelembab yang ditambahkan saccharide isomerates

5% dapat mempertahankan hidrasi kulit tetap lebih tinggi dibandingkan

dengan pelembab biasa setelah pemberiannya dihentikan.

Page 95: dian andriani ratna dewi

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode True experimental dengan

menggunakan rancangan “Pretest-posttest Control Group Design” Campbell &

Stanley, 1963 (Hammersley, 1991).

P0

P1

Gambar 3.2 Disain penelitian

Pada subyek penelitian yang telah dilakukan pembagian sampel secara random menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan secara double blind. O1 : Pengamatan kelompok kontrol setelah dibebaskan dari pemberian lotion

apapun selama 1 minggu O2 : Pengamatan kelompok kontrol setelah menggunakan lotion pelembab

biasa selama 2 minggu dan setelah bebas 1 minggu O3 : Pengamatan kelompok perlakuan setelah dibebaskan dari pemberian

lotion apapun selama 1 minggu O4 : Pengamatan kelompok perlakuan setelah menggunakan lotion

pelembab dengan SI 5% selama 2 minggu dan setelah bebas 1 minggu P0 : Kelompok kontrol (lotion pelembab biasa) P1 : Kelompok perlakuan (lotion pelembab dengan SI 5%)

Populasi Sampel

O1

O3

O2

O4

Random

Page 96: dian andriani ratna dewi

Bentuk dan ukuran kemasan lotion sama dengan penjelasan cara pemakaian

yang sama. Pengukuran hidrasi kulit dilakukan sebelum penggunaan pelembab

dan selama pemakaian pelembab. Pengukuran dilakukan 3 kali seminggu.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat penelitian

RS Tk. II Moh. Ridwan Meuraksa,

Jln. Kramat Raya 174, Jakarta.

b. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus-Oktober 2010.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi penelitian

Karyawan wanita RS Moh. Ridwan Meuraksa (MRM), Jakarta yang berusia

30-45 tahun.

Populasi karyawan di RS MRM memiliki kesamaan dalam jadual kerja dan

kegiatan sehari-hari selama menjalankan pekerjaan. Dengan demikian diharapkan

adanya kondisi yang sama pada pemukaan kulit yang akan diteliti.

Page 97: dian andriani ratna dewi

4.3.2 Kriteria subyek

Karyawan wanita RS Tk. II MRM, Jakarta yang berusia 30-45 tahun, yang

memenuhi kriteria inklusi.

4.3.2.1 Kriteria inklusi

a. Karyawan wanita RS Tk. II MRM, Jakarta berusia 30-45 tahun dan

belum menopause.

b. Memiliki kulit yang sehat, tidak sedang menderita dermatitis.

c. Tidak menderita penyakit kronis.

d. Bersedia mengikuti penelitian sampai selesai dan bersedia dilakukan

pengukuran hidrasi kulit selama penelitian berlangsung serta

menandatangani persetujuan tindakan medik.

4.3.2.2 Kriteria drop out

a. Terjadi efek-efek yang tidak diinginkan seperti alergi terhadap bahan

yang dioleskan.

b. Tidak dapat melanjutkan prosedur penelitian karena sakit atau

berbagai alasan yang lain.

4.4. Penentuan Besar dan Cara Pengambilan Sampel

4.4.1 Penentuan besar sampel minimal :

Penentuan besar sampel minimal subyek penelitian dengan menggunakan

rumus Pocock (2008) :

),( x 2

212

2

fn

Page 98: dian andriani ratna dewi

n = Besar sampel

μ1 = Rerata hasil pada kelompok kontrol

μ2 = Rerata hasil pada kelompok perlakuan

= Simpang baku

α = Tingkat kesalahan I (α=0,05)

β = Tingkat kesalahan II (β=0,1)

Sehingga f (αβ) = 10,5 (Tabel 9.1)

Telah dilakukan penelitian pendahuluan pada 10 orang subyek penelitian

(Dewi, 2009).

Pada penelitian pendahuluan ini didapatkan hasil rerata hidrasi kulit pada

kelompok kontrol sebelum menggunakan pelembab (μ1) dan rerata hidrasi kulit

pada kelompok SI 5% sesudah seminggu menggunakan pelembab (μ2) sebagai

berikut:

μ1 = 28,7

μ2 = 40,2

= 8,6

2(8,6)2 n = __________ x 10,5

(40,2-28,7)2

n = 11,74

Berdasarkan rumus di atas didapatkan sampel minimal tiap kelompok sebesar

11,74. Untuk antisipasi adanya sampel drop out maka ditambahkan 20%,

sehingga jumlah sampel 14,10 masing-masing kelompok. Dengan demikian

sampel minimal adalah 15 orang per kelompok

Page 99: dian andriani ratna dewi

4.4.2 Cara pengambilan sampel

Sampel diambil dari populasi total yang memenuhi kriteria penerimaan

subyek penelitian.

4.5. Variabel

4.5.1 Identifikasi

1. Variabel internal : Genetik, Riwayat atopik

2. Variabel eksternal : Perawatan kulit, Gaya hidup

4.5.2 Klasifikasi

1. Variabel bebas : Pemberian pelembab dengan saccharide isomerate 5%

2. Variabel tergantung: Peningkatan hidrasi kulit

3. Variabel kendali : Genetik, riwayat atopik, gaya hidup, perawatan kulit

4.5.3 Hubungan antar variabel

(variabel kendali)

Peningkatan Hidrasi Kulit

(Variabel tergantung)

Pelembab dengan SI 5%

(variabel bebas)

Internal

Genetik

Riwayat atopik

Eksternal

Perawatan kulit

Gaya hidup

Page 100: dian andriani ratna dewi

4.5.4 Definisi operasional

a. Pelembab dengan saccaride isomerates 5% : lotion pelembab yang

mengandung saccharide isomerates 5% diproduksi oleh PT. DCM,

Bekasi.

b. Pelembab biasa: lotion pelembab tanpa penambahan SI 5% diproduksi

oleh PT. DCM, Bekasi.

c. Kulit kering : ditandai dengan menurunnya kandungan air kurang dari

10% pada stratum korneum. Bila di ukur dengan Multi skin test center

MC 750, Germany, maka kriteria kulit kering disesuaikan dengan

petunjuk manual alat ukur, satuannya adalah persen (%).

d. Hidrasi atau kelembaban kulit: kandungan air dalam stratum korneum

yang diukur dengan alat Multi skin test center MC 750, Germany

satuannya adalah persen (%).

e. Tinggi badan : ukuran tinggi badan dalam centimeter dengan pengukur

tinggi badan Microtoise Staturmeter 200 cm.

f. Berat badan : ukuran berat badan dalam kilogram dengan timbangan

berat badan digital merk Camry EB 9005.

g. Usia: masa hidup mulai dari tanggal lahir dengan pembulatan ke atas

bila melebihi 6 bulan, sesuai dengan yang tertulis pada Kartu Tanda

Penduduk.

h. Menopause: tidak adanya menstruasi selama lebih dari 1 tahun tanpa

adanya kelainan biologi dan fisiologi.

Page 101: dian andriani ratna dewi

i. Genetik : Kondisi genetik yang mempengaruhi kekeringan kulit seperti

halnya iktiosis, psoriasis, dermatitis atopik dan lain-lain.

j. Kelembaban udara: persentase kandungan uap air dalam udara diukur

dengan alat higrometer dengan satuan RH %.

k. Suhu : suhu ruangan tempat bekerja diukur dengan thermometer suhu

ruangan.

l. Cuaca dan iklim: cuaca adalah kondisi sesaat dari keadaan atmosfer,

pengamatan secara rutin jangka panjang, menghasilkan suatu seri data

cuaca yang disebut iklim. Cuaca meliputi penerimaan radiasi matahari

dan lama penyinarannya, suhu serta curah hujan yang mempengaruhi

kekeringan kulit.

m. Riwayat atopik : riwayat atopik pada diri subyek penelitian dan

keluarganya yang ditandai dengan adanya dermatitis atopik, rhinitis

alergik atau asma bronkiale.

n. Perawatan kulit: kebiasaan rutin merawat kulit memakai pelembab.

o. Penyakit kronis : adanya penyakit yang menetap pada diri subyek

penelitian dalam jangka waktu lama dan dapat memburuk dengan

berjalannya waktu (Diabetes Melitus, hipertensi, dan lain-lain).

Menurut US National center for Health Statistic kurang lebih 3 bulan.

p. Photoaged: penuaan yang disebabkan oleh faktor eksternal akibat

sinar matahari. Ditandai dengan kondisi kulit yang kasar, kering,

berkerut dan hiperpigmentasi yang tidak beraturan. Kondisi yang

Page 102: dian andriani ratna dewi

lebih berat dapat disertai kulit yang hipertrofik atau atrofik, purpura,

dan lesi prakanker

q. Gaya hidup : kebiasaan yang menjadi gaya hidup dan dapat

mengeringkan kulit seperti : merokok, mengkonsumsi kopi, alkohol,

sering berada di ruang ber AC, berjemur di pantai, melakukan

aktivitas di udara terbuka, sering bepergian dengan pesawat udara,

mandi dengan air panas, dan lain-lain.

r. Iritasi kronik: bahan kontak iritan yang dapat menyebabkan kekeringan

kulit karena berkontak secara terus-menerus.

Page 103: dian andriani ratna dewi

4.6 Bahan Penelitian

Bahan Penelitian adalah:

Kelompok perlakuan : Pelembab dengan saccharide isomerates 5%

Kelompok kontrol : Pelembab biasa (tanpa saccharide isomerates 5%)

Saccharide isomerate yang dipakai adalah :

Nama Dagang : Pentavitin

Kode Produksi : 180-01

Nama Kimia : Aqueous solution of carbohydrates

INCI name : Saccharide isomerates

EU-Labelling name: Saccharide isomerates

Produksi : Pentapharm Ltd, Engelgasse 109, Switzerland

Bentuk fisik : Cairan jernih, kekuningan hampir kecoklatan dan agak

kental

pH :4,0-5,0

Kedaluwarsa : 3 (tiga) tahun

Komposisi :

a. Solvent: air

b. Buffer: citric acid

c. Preservative: none

d. Pewarna/antioksidan: none

Konsentrasi SI yang direkomendasi adalah 3-6% dan penelitian yang

dilakukan produsen menggunakan SI 5%, maka pada penelitian ini juga

menggunakan konsentrasi yang sama.

Page 104: dian andriani ratna dewi

Pelembab yang dipakai merupakan produksi dari PT. DCM dengan

komposisi: campuran bahan I dan bahan II dikombinasi dengan SI 5%.

Tabel 4. 1

Komposisi Bahan I pada Pembuatan Lotion Pelembab

No. Bahan Baku % Kadar (gram)

Paraf Penimbangan Produksi

Fase I

1 Lipowax 3,5 175

2 Emulium Delta 3,5 175

3 Isostearyl Isostearate 3 150

4 DC 200 0,6 30

5 Nipasin 0,16 8

6 Nipasol 0,08 4

7 Octyl

methoxycinnamate

5 250

8 Cetyl Alcohol 4 200

9 Benzphenon 0,5 25

10 TZ 0,38 24

Fase II :

1 Propylene Glycol 3 150

2 Gylcerin 1 50

3 Aqua DM 75,18 3759

Page 105: dian andriani ratna dewi

Tabel 4. 2

Komposisi Bahan II pada Pembuatan Lotion Pelembab

No. Bahan Baku % Kadar (gram)

Paraf Penimbangan Produksi

Fase I

1 Lipowax 6 300

2 Cetyl Alcohol 3 150

3 White Oil 3 150

Fase II

1 Natrosol 0,04 2

2 Propylene Glycol 3 150

3 Uniphen 0,5 25

4 Aquadest 75,36 3.768

Fase II

1 DC 200 1 50

2 DC 345 1 50

3 Polyquarternium 39 1 50

4 Vit E 0,1 5

5 Lactic Acid 4 200

6 Glycolic Acid 2 100

Tabel 4. 3

Formulasi Pelembab dengan SI 5% pada Pembuatan Lotion Pelembab

No. Bahan Baku % Kadar (gram)

Paraf Penimbangan Produksi

1 Bahan I 20 1000

2 Bahan II 40 2000

3 Aquadest 33,6 1680

4 Parfum White Musk 0,4 20

5 Aloe Vera 1 50

6 Pentavitin

(saccharide

Isomerates)

5 250

Page 106: dian andriani ratna dewi

Tabel 4. 4

Pelembab biasa (pelembab tanpa campuran SI 5%)

pada Pembuatan Lotion Pelembab

No. Bahan Baku % Kadar (gram)

Paraf Penimbangan Produksi

1 Bahan I 20 1000

2 Bahan II 40 2000

3 Aquadest 38,6 1930

4 Parfum White Musk 0,4 20

5 Aloe Vera 1 50

4.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur hidrasi kulit adalah

Multi Skin Test Center® MC 750 buatan Jerman. Alat ini dapat mengukur hidrasi

kulit secara non-invasif.

Gambar 4.1 Multi Skin Test Center® MC 750

Instrumen penelitian buatan Jerman yang digunakan pada penelitian ini.

Page 107: dian andriani ratna dewi

Prinsip kerja alat ini adalah: pengukuran korneometer berdasarkan kapasitans

dari media dielektrik. Setiap perubahan pada dielektrik yang diakibatkan variasi

hidrasi kulit akan mengubah kapasitans pada kapasitor pengukur. Keunggulan

prinsip pengukuran ini adalah tidak dipengaruhi oleh kondisi permukaan kulit di

luar hidrasi kulit, dan dapat mengukur perubahan tingkat hidrasi kulit serta hanya

membutuhkan waktu yang singkat dalam pengukuran. Pengukuran ini secara tidak

langsung mengukur fungsi sawar kulit (Heinrich et al., 2003)

Gambar 4.2 Cara penggunaan alat Multi Skin Test Center® MC 750

Cara penggunaan alat Multi Skin Test Center® MC 750:

a. Disiapkan ruangan untuk melakukan pengukuran yang dilengkapi dengan

AC dengan suhu optimum 20 C̊ untuk mencegah penguapan air dari

permukaan kulit (TEWL) yang berlebihan. Kelembaban udara diupayakan

agar selalu sama dengan melakukan pengukuran pada waktu yang sama.

Page 108: dian andriani ratna dewi

b. Subyek penelitian yang akan diukur hidrasi kulitnya, berkumpul di

ruangan ini setelah melaksanakan apel pagi. Beristirahat dalam ruangan

selama 5-10 menit sebelum pengukuran.

c. Pengukuran tidak dilakukan di bawah sinar lampu secara langsung.

d. Alat dihubungkan dengan komputer/Laptop dengan meng “install” driver

yang ada.

e. Pengukuran hidrasi kulit dilakukan dengan menggunakan probe

korneometer berukuran 49 mm2. Probe diletakkan pada bagian kulit yang

akan diukur hidrasinya. Selama pengukuran probe tidak boleh bergerak.

Penekanan pada permukaan kulit juga harus sama karena terdapat pegas

yang akan berpengaruh pada hasil pengukuran bila ditekan terlalu dalam.

Sekalipun probe yang digunakan merupakan bahan elektronik yang

berkualitas dan stabil terhadap perubahan temperatur serta tidak

dipengaruhi oleh fluktuasi sumber listrik. Seluruh kaliberasi data ada pada

probe.

f. Permukaan probe selalu dijaga agar tetap kering dan bebas dari kotoran,

air maupun alkohol.

g. Pengukuran diulang-ulang pada tiap lokasi pengukuran dengan jarak 5

detik. Pembacaan hasil akan tertera pada monitor komputer dalam 15 detik

h. Interpretasi hasil pengukuran menyesuaikan dengan petunjuk manual

(Courage and Richter, 2005). Tetapi hasilnyapun dapat bervariasi.

Page 109: dian andriani ratna dewi

Tabel 4.5 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Hidrasi Kulit Berdasarkan Petunjuk

Manual Multi Skin Test Center® MC 750:

Kriteria Dahi, kulit kepala, pipi, kelopak mata, sudut bibir, bagian tubuh atas, punggung, leher

Lengan, tangan, tungkai, siku

Sangat kering < 50 <35

Kering 50-60 35-50

Lembab >60 >50

(Sumber: Courage and Richter, 2005)

4.8 Prosedur Penelitian

a. Mengumpulkan populasi sampel penelitian

Populasi sampel adalah karyawan wanita RS Tk. Moh. Ridwan

Meuraksa (MRM), Jakarta yang berusia 30-45 tahun dan belum

menopause. Subyek penelitian dipilih dari populasi sampel penelitian

yang memenuhi kriteria inklusi. Diberikan penjelasan kepada populasi

sampel penelitian tentang prosedur pelaksanaan penelitian.

b. Pengisian persetujuan tindak medis

Populasi sampel penelitian yang bersedia mengikuti penelitian

diminta untuk menandatangani informed concent. Persetujuan tindak

medis (informed concent) merupakan pernyataan persetujuan subyek

untuk ikut serta dalam penelitian setelah diterangkan maksud, tujuan,

cara, keuntungan, dan kemungkinan kerugian bila subyek ikut dalam

penelitian. Tindak medis yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik,

pemakaian lotion pelembab setiap hari sampai penelitian berakhir dan

Page 110: dian andriani ratna dewi

pengukuran hidrasi kulit dengan instrument multi skin test center MC

750.

c. Pengisian status penelitian

Status penelitian meliputi: anamnesis, pemeriksaan fisis, diagnosis:

Anamnesis meliputi :

1) Identitas :

(a) Nama :

(b) Tempat/tanggal lahir :

(c) Alamat :

(d) No. telp : Rumah : HP :

(e) Status perkawinan :

(f) Suku :

(g) Jenis pekerjaan :

2) Anamnesis tentang :

(a) Ada tidaknya keluhan kekeringan kulit

(b) Kebiasaan merawat kulit: penggunaan pelembab, sabun

mandi, dan lain-lain.

(c) Riwayat pajanan dengan bahan iritan: sabun cuci,

alkohol, bahan kontak lain.

(d) Ada tidaknya gejala klinis kekeringan kulit

(e) Riwayat Penyakit Dahulu : Kekeringan kulit, gatal-gatal

yang sering berulang, status atopikus : Dermatitis

atopik, Rhinitis alergik, Asma bronkiale, Diabetes

Page 111: dian andriani ratna dewi

melitus, Hipertensi, kelainan kelenjar tiroid dan lain-

lain.

(f) Riwayat Penyakit Keluarga : Status Atopikus:

Dermatitis atopik, Rhinitis alergik, Asma bronkiale,

Diabetes melitus, Hipertensi dan lain-lain

3) Pemeriksaan :

a) Status Generalis

b) Status Dermatologikus

4) Diagnosis :

(a) Apakah didapatkan kekeringan kulit

(b) Apakah didapatkan diagnosis penyakit kulit yang lain

5) Subyek penelitian yang menderita penyakit kulit diobati terlebih

dahulu hingga menyembuh baru diikutkan dalam penelitian.

d. Pengambilan foto dokumentasi.

e. Pengukuran hidrasi kulit sebelum pemakaian pelembab setelah

seminggu sebelumnya tidak mengoleskan bahan apapun pada kulit dan

menggunakan sabun mandi yang telah diberikan serta mandi dengan air

dingin.

f. Pemberian pelembab kepada subyek penelitian

1) Kelompok penelitian : mendapat lotion pelembab dengan

saccharide isomerate 5%.

2) Kelompok kontrol : mendapat lotion pelembab biasa.

Page 112: dian andriani ratna dewi

3) Cara pemakaian: pelembab dioleskan ke permukaan kulit lengan

dan tungkai dua kali sehari setiap habis mandi secara merata

selama 14 hari.

4) Pemeriksaan hidrasi kulit dilakukan 3 kali seminggu di ruang

Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Tk. II MRM. Lokasi pengukuran

hidrasi kulit adalah lengan atas, lengan bawah, tungkai atas dan

tungkai bawah.

g. Penghentian pemberian pelembab

Pemberian pelembab pada kedua kelompok dihentikan dan tetap

dilakukan pengukuran hidrasi kulit pada keempat lokasi pengukuran

selama 3 kali dalam seminggu.

h. Analisis data penelitian

Dilakukan analisis data hasil pengukuran hidrasi kulit sebelum

pemberian pelembab, pada saat pemberian pelembab selama 2 minggu

dan pada saat pemberian pelembab dihentikan.

Page 113: dian andriani ratna dewi

4.9. Alur Penelitian

Gambar 4.3 Gambar Alur Penelitian

Karyawan wanita RS Tk. II MRM

(30-45 tahun)

Data

Pengukuran hidrasi kulit selama pemakaian pelembab 3x seminggu dalam 14 hari

Penentuan subyek penelitian

Pelembab biasa (+)

Mengisi informed consent Mengisi data penelitian

Anamnesis Pemeriksaan fisis

Diagnosis

Pelembab dengan SI 5% (+)

Analisis

Data

Pengukuran hidrasi kulit sebelum penelitian

Pelembab biasa (-) Pelembab dengan SI 5% (-)

Pengukuran hidrasi kulit selama tanpa pelembab 3x seminggu dalam 7 hari

Page 114: dian andriani ratna dewi

4.10 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Analisis deskriptif untuk data karakteristik dasar subyek penelitian yng

meliputi umur, berat badan, tinggi badan.

b. Dari anamnesis subyek penelitian didapatkan faktor internal yang

mempengaruhi kelembaban kulit adalah kondisi atopik dan faktor

eksternal yang berpengaruh adalah kebiasaan merawat kulit. Dilakukan uji

Chi-Square (tabulasi silang 2x2) agar dapat diketahui perbedaan

penyebarannya pada masing-masing kelompok.

c. Dilakukan uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap data hasil pengukuran

hidrasi kulit dan didapatkan data berdistribusi normal (p>0,05).

d. Dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji Levene’s test terhadap

data hasil pengukuran hidrasi kulit pada kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan. Hasilnya menunjukkan data homogen (p > 0,05).

e. Untuk mengetahui apakah terdapat efek penggunaan pelembab pada

keempat lokasi pengukuran terhadap hidrasi kulit pada masing-masing

kelompok, dilakukan uji komparatif dengan paired-sample t test.

f. Untuk uji hipotesis, dilakukan uji komparatif dengan independent-sample t

test terhadap persentase hidrasi kulit kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan.

g. Dari hasil pengukuran hidrasi kulit pada keempat lokasi pengukuran

didapatkan perbedaan sejak awal penelitian. Untuk itu dilakukan analisis

kemaknaan dengan uji One Way Anova untuk membandingkan persentase

Page 115: dian andriani ratna dewi

hidrasi kulit pada keempat lokasi pengukuran tersebut. Analisis dilakukan

baik pada kelompok kontrol maupun kelompok SI 5%.

h. Data diolah dengan Program Statistic Base SPSS 13.0 for Windows

(Trihendadi, 2005)

Page 116: dian andriani ratna dewi

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 30 orang sebagai sampel, 15 orang di

antaranya sebagai kelompok kontrol (menggunakan pelembab biasa) dan 15 orang

sebagai kelompok perlakuan (menggunakan pelembab yang mengandung Saccharide

Isomerate 5% (SI 5%). Dalam pembahasan ini akan diuraikan uji normalitas data, uji

homogenitas data dan uji komparabilitas.

5.1 Uji Normalitas Data

Data hasil pengukuran hidrasi kulit diuji normalitasnya dengan menggunakan uji

Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada

Lampiran 5.

5.2 Uji Homogenitas

Data hasil pengukuran hidrasi kulit pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p > 0,05), disajikan pada Lampiran 8.

Page 117: dian andriani ratna dewi

5.3 Karakteristik Subyek

Pada bagian ini dipaparkan karakteristik dasar, yang meliputi umur, tinggi badan,

dan berat badan. Data di atas disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Karakteristik Dasar yang Meliputi Umur, Tinggi Badan, dan Berat Badan

Karakteristik

Pelembab Biasa

(Kontrol)

SI 5%

(Perlakuan)

Umur (tahun)

37,60 ± 5,51

39,27 ± 5,75

Tinggi badan(cm)

154,87 ± 4,09

156,67 ± 4,42

Berat badan (kg)

61,40 ± 9,65

61,67 ± 10,49

Tabel 5.1 di atas menunjukkan rerata umur subyek penelitian pada kelompok

kontrol dan SI 5%, rerata tinggi badan serta rerata berat badan.

5.4 Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit pada Subyek Penelitian

Dari hasil anamnesis didapatkan beberapa faktor yang mempengaruhi hidrasi kulit.

Disajikan pada Gambar 5.1.

Page 118: dian andriani ratna dewi

Gambar 5.1 Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit pada Subyek Penelitian

Untuk mengetahui peran faktor yang berpengaruh tersebut terhadap kelembaban

kulit dipakai uji Chi-Square (tabulasi silang 2x2) agar dapat diketahui perbedaan

penyebarannya pada masing-masing kelompok. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2.

Data disajikan pada Lampiran 6.

Tabel 5.2

Distribusi Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit

pada Masing-masing Kelompok

Faktor yang berpengaruh

Kelompok

2

P Kontrol SI 5%

Merawat Kulit Ya 12 13

0,240

0,624 Tidak 3 2

Atopik Ya 4 8

27%

53%

80% 87%

0

5

10

15

Kontrol SI 5%

JUMLAH

KELOMPOK PENELITIAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIDRASI KULIT

Atopik

Merawat kulit

Page 119: dian andriani ratna dewi

Tidak 11 7 2,22 0,136

Berdasarkan hasil pada Tabel 5.2 di atas didapatkan bahwa kebiasaan merawat kulit

dan kondisi atopik pada masing-masing kelompok tidak berbeda (p > 0,05). Nilai p pada

kebiasaan merawat kulit adalah 0,624, nilai p pada kondisi atopik adalah 0,136. Hal ini

berarti bahwa faktor tersebut tidak berpengaruh terhadap perubahan hidrasi kulit dalam

penelitian ini.

5.5 Efek Penggunaan Pelembab pada Hidrasi Kulit

Pada bagian ini dipaparkan persentase hidrasi kulit kulit sebelum dan sesudah

penggunaan pelembab selama 2 minggu. Untuk mengetahui apakah terdapat efek

pelembab terhadap hidrasi kulit pada masing-masing kelompok, dilakukan uji paired-

sample t test. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.3 dan Tabel 5.4. Data disajikan pada

Lampiran 7.

1. Kelompok pelembab biasa (Kontrol)

Tabel 5.3

Rerata Hidrasi Kulit Sebelum dan Sesudah Penggunaan Pelembab Biasa

Selama 2 Minggu

Lokasi

Rerata hidrasi kulit (%)

t

p

Minggu 0 Minggu 2 Lengan atas 26,20±3,21 62,80±6,56 23,557 0,000 Lengan bawah

25,63±2,27

54,67±5,49

19,443

0,000

Page 120: dian andriani ratna dewi

Tungkai atas

23,73±3,27

49,07±6,36

14,681

0,000

Tungkai bawah

22,00±2,12

49,77±10,21

10,417

0,000

Tabel 5.3 di atas menunjukkan rerata hidrasi kulit kelompok kontrol pada keempat

lokasi pengukuran sebelum dan sesudah menggunakan pelembab biasa selama 2

minggu. Hasil uji kemaknaan dengan paired-sample t test menunjukkan nilai p <

0,05. Hal ini berarti bahwa rerata hidrasi kulit setelah penggunaan pelembab biasa

selama 2 minggu menunjukkan perbedaan secara bermakna.

2. Kelompok SI 5%

Tabel 5.4

Rerata Hidrasi Kulit Sebelum dan Sesudah Penggunaan Pelembab SI 5%

Selama 2 Minggu

Lokasi

Rerata hidrasi kulit (%)

t

p

Minggu 0 Minggu 2 Lengan atas

28,47±4,80

71,30±10,79

19,835

0,000

Lengan bawah

26,63±2,68

63,93±9,24

18,503

0,000

Tungkai atas

24,20±5,72

60,60±14,71

10,099

0,000

Tungkai bawah

22,00±2,13

41,57±6,95

11,144

0,000

Tabel 5.4 di atas menunjukkan rerata hidrasi kulit kelompok SI 5% (perlakuan) pada

keempat lokasi pengukuran sebelum dan sesudah menggunakan pelembab yang

mengandung SI 5% selama 2 minggu. Hasil uji kemaknaan dengan paired-sample t

test menunjukkan nilai p < 0,05. Hal ini berarti bahwa rerata hidrasi kulit setelah

Page 121: dian andriani ratna dewi

penggunaan pelembab dengan SI 5% selama 2 minggu menunjukkan perbedaan

secara bermakna.

5.6 Efek Penggunaan Pelembab pada Minggu 0 sampai Minggu 3

Pada bagian ini dipaparkan persentase hidrasi kulit sesudah penggunaan pelembab.

Penyajian hasil berdasarkan pada lokasi. Berdasarkan hasil uji normalitas dan uji

homogenitas, didapatkan data berdistribusi normal dan data antar kelompok juga

homogen, sehingga digunakan uji parametrik yaitu uji independent–sample t test untuk

analisis perbedaan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Hasil analisis

disajikan pada Tabel 5.5 sampai dengan Tabel 5.12. Data disajikan pada Lampiran 8.

1. Lengan Atas

Tabel 5.5

Perbedaan Rerata Hidrasi Kulit Lengan Atas Kelompok Kontrol dan Perlakuan

Waktu penelitian

Kontrol

(%)

SI 5%

(%)

t

p

Minggu 0 26,20 ± 3,21

28,47 ± 4,80 1,520 0,140

Minggu 1 39,77 ± 5,28

43,13 ± 7,06 1,479 0,150

Minggu 2 61,80 ± 6,56

71,30 ± 10,79 2,913 0,007

Minggu 3 42,07 ± 6,22 57,43 ± 9,39 5,280 0,000

Dari Tabel 5.5 di atas didapatkan bahwa, pada lokasi lengan atas terdapat perbedaan

rerata hidrasi kulit secara bermakna pada 2 kelompok dengan uji independent-

Page 122: dian andriani ratna dewi

sample t test setelah 2 minggu menggunakan pelembab (minggu 2) dan setelah

seminggu menghentikannya (minggu 3) (p < 0,05).

2. Lengan Bawah

Tabel 5.6

Perbedaan Rerta Hidrasi Kulit Lengan Bawah Kelompok Kontrol dan Perlakuan

Waktu penelitian

Kontrol

(%)

SI 5%

(%)

t

p

Minggu 0 25,63 ± 2,27

26,63 ± 2,68 1,102 0,280

Minggu 1 37,33 ± 4,52

41,87 ± 8,24 1,868 0,072

Minggu 2 54,66 ± 5,49

63,93 ± 9,23 3,340 0,002

Minggu 3 37,93 ±6.01

53,13 ± 7,88 5,937 0,000

Tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa:

Pada lokasi lengan bawah terdapat perbedaan rerata persentase hidrasi kulit secara

bermakna pada 2 kelompok dengan uji independent-t test setelah 2 minggu

menggunakan pelembab (minggu 2) dan setelah seminggu menghentikannya

(minggu 3) (p < 0,05).

3.Tungkai Atas

Tabel 5.7

Perbedaan Hidrasi Kulit Tungkai Atas Kelompok Kontrol dan Perlakuan

Waktu

Penelitian

Kontrol

(%)

SI 5%

(%)

t

P

Minggu 0 23,73 ± 3,27

24,20 ± 2,72 0,424 0,674

Minggu 1 33,40 ± 5,68

40,37 ± 14,71 2,864 0,008

Page 123: dian andriani ratna dewi

Minggu 2 49,07 ± 6,36

60,60 ± 9,23 2,787 0,009

Minggu 3 34,87 ±4,22

47,63 ± 8,45 5,234 0,000

Tabel 5.7 di atas, menunjukkan bahwa:

Pada lokasi tungkai atas terdapat perbedaan rerata hidrasi kulit secara bermakna

pada 2 kelompok dengan uji independent-t test setelah 1 minggu menggunakan

pelembab (minggu 1), 2 minggu menggunakan pelembab (minggu 2) dan setelah

seminggu menghentikannya (minggu 3) (p < 0,05).

4.Tungkai Bawah

Tabel 5.8

Perbedaan Rerata Hidrasi Kulit Tungkai Bawah Kelompok Kontrol dan Perlakuan

Waktu penelitian

Kontrol

(%)

SI 5%

(%)

t

P

Minggu 0 22,00±2,13

22,60±3,23 0,600 0,553

Minggu 1 31,43±3,90

34,10±5,91 1,460 0,156

Minggu 2 41,57±6,95

49,77±10,21 2,570 0,016

Page 124: dian andriani ratna dewi

Minggu 3 30,53±4,30

42,33±7,69 5,190 0,000

Tabel 5.8 di atas, menunjukkan bahwa:

Pada lokasi tungkai bawah terdapat perbedaan rerata hidrasi kulit secara bermakna

pada 2 kelompok dengan uji t-independent test setelah 2 minggu menggunakan

pelembab (minggu 2) dan setelah seminggu menghentikannya (minggu 3) (p < 0,05).

5.7 Perbedaan Hidrasi Kulit antar Lokasi pada Minggu 0 – Minggu 3

1. Lengan Atas

Berdasarkan data pengukuran, rerata hidrasi kulit lengan atas pada minggu 0 –

minggu 3 pada kelompok kontrol dan kelompok SI 5% disajikan pada Gambar 5.2 di

bawah ini.

Gambar 5.2 Rerata Hidrasi Kulit Lengan Atas Minggu 0 – Minggu 3

28.5

43.1

71.3

57.4

26.239.8

61.8

42.1

Nilai Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

Lengan AtasPerlakuan Kontrol

Page 125: dian andriani ratna dewi

2. Lengan Bawah

Rerata hidrasi kulit lengan bawah pada minggu 0 – minggu 3 pada kelompok kontrol

dan kelompok SI 5% disajikan pada Gambar 5.3 di bawah ini.

Gambar 5.3 Rerata Hidrasi Kulit Lengan Bawah Minggu 0 – Minggu 3

3. Tungkai Atas

Rerata hidrasi kulit tungkai atas pada minggu 0 – minggu 3 pada kelompok kontrol

dan kelompok SI 5% disajikan pada Gambar 5.4 di bawah ini.

26.6

41.9

63.9

53.1

25.6

37.3

54.7

37.9

Nilai Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

Lengan BawahPerlakuan Kontrol

Page 126: dian andriani ratna dewi

Gambar 5.4 Rerata Hidrasi Kulit Tungkai Atas Minggu 0 – Minggu 3

4. Tungkai Bawah

Rerata hidrasi kulit tungkai bawah pada minggu 0 – minggu 3 pada kelompok

kontrol dan kelompok SI 5% disajikan pada Gambar 5.5 di bawah ini.

Gambar 5.5 Rerata Hidrasi Kulit Tungkai bawah Minggu 0 – Minggu 3

23.733.4

49.1

30.524.3

40.4

60.647.7

Nilai awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

Tungkai AtasPerlakuan Kontrol

22.6

34.1

49.842.3

22.031.4

41.6

30.5

Nilai Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

Tungkai BawahPerlakuan Kontrol

Page 127: dian andriani ratna dewi

Dari data di atas didapatkan persentase peningkatan hidrasi kulit pada kelompok SI

5% dibandingkan dengan kelompok kontrol setiap minggu pengukuran pada tiap lokasi,

sebagai berikut (Gambar 5.6):

Gambar 5.6 Rerata Persentase Peningkatan Hidrasi Kulit pada Kelompok SI 5% Dibandingkan Kelompok Kontrol

Sejak awal pengukuran (sebelum penggunaan pelembab) terdapat perbedaan hidrasi

kulit pada tiap lokasi pengukuran. Disajikan pada Gambar 5.7 dan 5.8.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

8

15

36

1216

40

2024

36

8

19

38

Persentase peningkatanhidrasi kulit

Waktu Pengukuran

Lengan Atas

Lengan Bawah

Tungkai Atas

Tungkai Bawah

Page 128: dian andriani ratna dewi

Gambar 5.7 Hidrasi Kulit pada Lokasi Pengukuran Kelompok Kontrol

Gambar 5.8 Hidrasi Kulit pada Lokasi Pengukuran Kelompok SI 5%

26.2

39.8

61.8

42.1

25.6

37.3

54.7

37.9

23.7

43.449.1

34.9

22.031.4

41.6

30.5

Nilai Awal

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

Pelembab BiasaLengan Atas Lengan bawahTungkai Atas Tungkai Bawah

28.5

43.1

71.3

57.4

26.6

41.9

63.9

53.1

24.2

40.4

60.6

47.6

22.6

34.1

49.842.3

Nilai Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

Saccharide isomerate 5%Lengan Atas Lengan bawahTungkai Atas Tungkai Bawah

Page 129: dian andriani ratna dewi

5.8 Analisis Kemaknaan dengan Uji One Way Anova

Dari hasil pengukuran hidrasi kulit pada keempat lokasi pengukuran didapatkan

perbedaan sejak awal penelitian. Untuk itu dilakukan analisis kemaknaan terhadap

perbedaan persentase hidrasi kulit pada tiap lokasi pengukuran dengan uji One Way

Anova. Analisis dilakukan baik pada kelompok kontrol maupun kelompok SI 5% sejak

awal penggunaan pelembab (minggu 0-minggu3) sampai saat seminggu menghentikan

penggunaan pelembab. Data disajikan pada Lampiran 9.

1. Pelembab biasa (Kontrol)

Tabel 5.9

Rerata Hidrasi Kulit Keempat Lokasi Pengukuran Setiap Minggu

pada Kelompok Kontrol

Source of variation

SS

df

SB

F

P

Minggu 0

Between Groups

164,479

3

54,826

7,139

0,000

Within Groups 430,067 56 7,680 Total 594,546 59

Minggu 1

Between Groups

637,683

3

212,561

8,868

0,000

Within Groups 1342,300 56 23,970 Total 1979,983 59

Minggu 2

Between Groups

3306,112

3

1102,037

27,216

0,000

Within Groups 2267,600 56 40,493 Total 5573,712 59

Minggu 3

Between Groups

1068,317

3

356,106

12,809

0,000

Page 130: dian andriani ratna dewi

Within Groups 1556,833 56 27,801 Total 2625,150 59

Tabel 5.9 di atas menunjukkan bahwa: rerata hidrasi kulit kelompok kontrol pada

setiap lokasi dan setiap minggu pengukuran dianalisis dengan uji One Way Anova

menunjukkan perbedaan secara bermakna (p < 0,05).

2. Pelembab dengan SI 5%

Tabel 5.10

Rerata Hidrasi Kulit Keempat Lokasi Pengukuran Setiap Minggu

pada Kelompok SI 5%

Source of variation

SS

df

SB

F

P

Minggu 0

Between Groups

302,746

3

100,915

8,385

0,000

Within Groups 673,967 56 12,035 Total 976,712 59

Minggu 1

Between Groups

722,633

3

240,878

4,606

0,006

Within Groups 2928,300 56 52,291 Total 3650,933 59

Minggu 2

Between Groups

3603,033

3

1202.011

9,204

0,000

Within Groups 7313,367 56 130,596 Total 10919,400 59

Minggu 3

Between Groups

1940.700

3

646,900

9,207

0,000

Within Groups 3934,733 56 70,207 Total 5875,433 59

Tabel 5.9 di atas menunjukkan bahwa: rerata hidrasi kulit kelompok SI 5% pada

setiap lokasi dan setiap minggu pengukuran dianalisis dengan uji One Way Anova

menunjukkan perbedaan secara bermakna (p < 0,05).

Page 131: dian andriani ratna dewi

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Subyek Penelitian

Untuk menguji efektivitas hidrasi kulit dengan pengolesan lotion pelembab

baik yang mengandung Sacharide isomerate maupun pelembab biasa, dilakukan

penelitian pada wanita berusia 30-45 tahun.

Penelitian dilakukan pada wanita karena di samping lebih koperatif, pada

wanita proses penipisan kulit dan pengeringan lebih cepat terjadi dibandingkan

pria (Farage et al., 2010). Keseimbangan hormon testosteron, estrogen dan

progesteron pada wanita dan pria juga berbeda. Testosteron dan estrogen

keduanya mempengaruhi produksi sebum (Hashizume, 2004).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gerald et al. 2010, didapatkan

bahwa proses penuaan secara global mulai berlangsung pada usia 30-45 tahun

sekalipun heterogen pada tingkat struktur jaringan, sel maupun subseluler. Pada

usia di atas, kadar lipid epidermis mulai menurun yang akan mempengaruhi

hidrasi kulit dan menimbulkan keluhan kekeringan.

Subyek penelitian adalah karyawan wanita RS Tk. Moh. Ridwan Meuraksa

(MRM), Jakarta yang berusia 30-45 tahun dan belum menopause. Karena pada

postmenopause penipisan dan kekeringan kulit berlangsung lebih cepat 1,1 % per

tahun paralel dengan penurunan kolagen 2% per tahun (Vázquez et al., 1996).

Rata-rata subyek penelitian telah bekerja lebih dari 5 tahun dengan jadual

kerja yang hampir sama. Dengan demikian diharapkan memiliki kondisi yang

Page 132: dian andriani ratna dewi

homogen sehingga tidak akan mempengaruhi variabel tergantung pada penelitian

ini.

Sebelum berlangsungnya penelitian ini, dilakukan penelitian pendahuluan

pada 10 orang subyek penelitian pendahuluan dan dilakukan uji tempel terhadap

bahan penelitian. Tujuan dari penelitian pendahuluan ini adalah untuk

mendapatkan jumlah subyek penelitian minimal yang sesuai berdasarkan rumus

Pocock dan untuk memastikan bahwa subyek penelitian tidak alergi dan iritasi

terhadap bahan yang akan diteliti pengaruhnya.

Berdasarkan penelitian pendahuluan di atas, maka subyek penelitian yang

berjumlah 30 orang dibagi dalam kelompok kontrol (pelembab biasa) dan

kelompok perlakuan (SI 5%) masing-masing 15 orang.

Penelitian dilakukan selama 5 minggu dengan perincian:

1. Kegiatan pada 1 minggu pertama adalah:

a. Memberikan penjelasan tentang prosedur penelitian dari awal

sampai selesai dan menandatangani persetujuan penelitian.

b. Melakukan pengisian status penelitian, anamnesis dan

pemeriksaan adanya faktor predisposisi kekeringan kulit yang

lain.

2. Satu minggu kedua untuk menyamakan kondisi kulit pada awal

penelitian dengan menasehatkan hal-hal di bawah ini:

a. Menggunakan sabun mandi yang telah ditetapkan oleh peneliti

selama penelitian.

b. Tidak menggunakan pelembab selama penelitian.

Page 133: dian andriani ratna dewi

c. Tidak mengoleskan bahan-bahan tertentu pada kulit selama

penelitian.

d. Mengurangi atau menghindari kegiatan yang terpajan sinar

matahari berlebihan.

Dengan demikian diharapkan pada awal penelitian pengaruh faktor

predisposisi kulit kering dapat dihindarkan.

3. Minggu ketiga dan keempat adalah masa penggunaan lotion pelembab

baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan.

4. Minggu kelima, baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan

menghentikan pemberian lotion pelembab, kemudian dilakukan

pengukuran hidrasi selama 3 kali dalam seminggu.

Pemberian pelembab selama 2 minggu didasarkan pada penelitian yang telah

dilakukan oleh perusahaan Pentapharm, penghasil produk SI (Pentapharm, 2009).

Pengukuran hidrasi kulit dilakukan pada lengan atas dan bawah serta tungkai

atas dan bawah karena lokasi ini dapat mewakili lokasi kulit yang tertutup dan

terpajan matahari. Penipisan kulit dewasa berlangsung secara progresif seiring

dengan berjalannya proses penuaan. Kulit yang tidak terpajan sinar matahari akan

menipis sampai 50% antara usia 30-80 tahun. Tetapi yang paling mencolok adalah

penipisan kulit pada area yang terpajan yaitu, pada wajah, leher, bagian atas dada,

tangan dan lengan (Farage et al., 2010).

Page 134: dian andriani ratna dewi

6.2 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lotion pelembab biasa dan yang

mengandung SI 5%. Pemberian persentase sejumlah 5% didasarkan pada

penelitian yang dilakukan oleh Pentapharm (Pentapharm, 2009).

Penulis tidak menemukan kepustakaan tentang penelitian terhadap SI yang

dipublikasikan kecuali hanya yang dilakukan oleh perusahaan farmasi

penghasilnya. Meskipun penelitian penggunaan SI sangat terbatas tetapi

penggunaannya dalam berbagai produk terutama produk kosmetik sudah cukup

luas.

Anti-aging medicine menganggap dan memperlakukan penuaan sebagai

suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati, sehingga dapat kembali

ke keadaan semula. Perkembangan ilmu ini memicu perkembangan berbagai

disiplin ilmu lain seperti genetika molekuler, biologi sel, fisiologi dan kimia

protein (Bertozzi and Rabuka, 2009).

Setelah diketahui bahwa komunikasi dalam sel dalam bentuk transmisi

sinyal biokimia ke dalam dan antar sel sangat dipengaruhi oleh matriks

ekstraseluler, maka peran penting dari GAG menarik perhatian ilmu pengetahuan

biologi sel (Tzellos et al., 2009). Glycan merupakan bagian terbesar yang

menempati ekstraselular matriks sehingga ilmu yang mempelajari tentang

struktur, biosintesis dan biologi dari saccharide (rantai gula atau glycan) disebut

Glycobiology. Glycobiology merupakan dasar ilmu bagi perkembangan

bioteknologi, farmasi dan laboratorium (Rademacher et al., 1988).

Page 135: dian andriani ratna dewi

SI diproduksi sebagai salah satu jawaban dari perkembangan Glycobiology

untuk mendapatkan mekanisme pelembaban kulit yang efektif. SI merupakan

molekul gula yang dibentuk sedemikian rupa agar menyamai kondisi glycan pada

kulit. Komposisi SI yang sesuai dengan HA (glycan yang terbanyak didapatkan

pada kulit dan memiliki fungsi mengikat air) berperan sebagai pelembab yang

efektif mengendalikan kelembaban kulit dengan berikatan pada grup asam amino

lisin yang ada pada keratin stratum korneum (Pentapharm, 2009).

6.3 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian

Karakteristik dasar subyek penelitian yang didapat dari anamnesis dan

pemeriksaan meliputi umur, tinggi badan, dan berat badan. Tabel 5.1

menunjukkan rerata umur pada kelompok kontrol adalah 37,60 tahun dengan SB

± 5,1 , sedangkan pada kelompok SI 5% adalah 39,27 tahun dengan SB ± 5,75 ,

rerata tinggi badan pada kelompok kontrol 154,87 cm dengan SB ± 4,09 , dan

pada kelompok SI 5% adalah 156,67 cm dengan SB ± 4,42. Rerata berat badan

pada kelompok kontrol 61,40 kg dengan SB ± 9,65 dan pada kelompok SI 5%

61,67 kg dengan SB ± 10,49.

6.4 Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit pada Subyek Penelitian

Dari hasil anamnesis didapatkan beberapa faktor yang mempengaruhi

ketidakseimbangan lipid termasuk perubahan komposisinya dalam kulit yang akan

mengakibatkan gangguan fungsi sawar kelembaban kulit (Gambar 5.1).

Page 136: dian andriani ratna dewi

1. Faktor Internal

a. Tidak ditemukan kelainan genetik kekeringan kulit.

b. Riwayat atopik didapatkan pada 4 orang (27%) kelompok kontrol

dan 8 orang (53%) pada kelompok SI 5%.

Anamnesis riwayat atopik didasarkan pada adanya keluhan Dermatitis

atopik, Asma bronkiale dan Rhinitis alergi pada diri subyek penelitian

dan atau keluarganya. Keluhan kekeringan kulit dan sering menderita

gatal dikonfirmasi dengan anamnesis menggunakan kriteria Dermatitis

atopik menurut Hanifin dan Lobits, 1977.

Dermatitis atopik merupakan gangguan kulit dengan ciri khas

kekeringan kulit. Berbagai penelitian menunjukkan terdapat

kekurangan ceramide pada kondisi ini (Imokawa et al., 1991). Diduga

kondisi ini akan mempengaruhi pelembaban kulit dibandingkan dengan

kondisi kulit yang normal.

Dari hasil uji Chi-Square (tabulasi silang 2x2) pada tabel 5.2

didapatkan untuk kondisi atopik nilai p= 0,136. Hal ini menunjukkan

bahwa faktor kondisi atopik tidak berperan dalam mempengaruhi

hidrasi kulit pada penelitian ini (p > 0,05).

2. Faktor Eksternal

a. Tidak didapatkan kebiasaan mengoleskan bahan-bahan tertentu pada

kulit baik pada kelompok kontrol maupun SI 5%.

Page 137: dian andriani ratna dewi

b. Hampir semua subyek penelitian memiliki kebiasaan merawat kulit.

Didapatkan pada 12 orang (80%) kelompok kontrol dan 13 orang

(87%) pada kelompok SI 5%. Dari hasil uji Chi-Square (tabulasi

silang 2x2) pada tabel 5.2 didapatkan untuk kebiasaan merawat kulit

nilai p= 0,624. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini

faktor kebiasaan merawat kulit tidak berperan dalam mempengaruhi

hidrasi kulit pada penelitian ini (p > 0,05).

6.5 Efek Penggunaan Pelembab pada Masing-masing Lokasi Penelitian

Pelembab adalah emulsi yang mengandung substansi aktif yang dioleskan

pada kulit dengan tujuan untuk rehidrasi atau regenerasi kulit kering, kasar dan

bersisik akibat xerosis, iritasi atau oleh sebab lain. Sediaan pelembab adalah,

lotion, krim, salep dan bath oil (Gabard, 1994). Pelembab bekerja seperti halnya

komponen pada Natural Moisturizing Factor (NMF).

Natural Moisturizing Factor terdapat dalam stratum korneum sehingga

bersifat humektan (mampu mengikat air). Pada kulit normal apabila sering

terpajan sabun, maka kadar NMF permukaan kulitnya akan menurun

dibandingkan dengan yang tidak sering terpajan sabun. Dengan bertambahnya

usia, maka kadar NMF juga akan menurun (Scott and Harding, 2000).

Di dalam pelembab terdapat komposisi yang bersifat oklusif secara fisik

memblokir kehilangan air dari permukaan kulit (Hannon and Maibach, 2005).

Pada lotion pelembab yang digunakan mengandung bahan oklusif lipowax yang

bersifat hidrofobik dan akan membentuk lapisan oklusif pada kulit sehingga

Page 138: dian andriani ratna dewi

menurunkan TEWL dengan mencegah penguapan air. Dengan demikian kadar

lipid barrier kulit akan terjaga.

Komposisi yang bersifat humektan bekerja dengan menarik air ke dalam kulit

(Hannon and Maibach, 2005). Air yang diambil untuk mempertahankan

kelembaban kulit berasal dari lapisan epidermis yang lebih dalam, jarang dari

lingkungan. Dengan demikian hidrasi stratum korneum akan menormalkan lipid

interselular dan proses deskuamasi alami. Dalam stratum korneum terdapat

natural hydrophilic humectants. Bahan pelembab yang bersifat humektan di

antaranya: asam amino, asam laktat, alpha hydroxy acids, propylene glycol,

glycerine dan urea. Humektan pada pelembab akan berperan seperti halnya

natural hydrophilic humectants dalam stratum korneum. Dengan demikian kulit

menjadi resisten terhadap terhadap kondisi kekeringan. Beberapa substansi

humektan juga merupakan komponen NMF (Black et al., 2005).

Pada pelembab yang digunakan penelitian ini menggunakan bahan humektan

di antranya adalah alpha hydroxy acids, propylene glycol (mempunyai efek

keratolitik, antimikrobial, dan meningkatkan penetrasi), dan glycerine (dari asam

amino, berfungsi menstabilkan dan memberi air pada membran sel).

Pelembab juga mengandung komposisi bahan aktif lain yang dapat

memperbaiki kelembutan kulit dengan melubrikasi dan mengisi celah antar sel di

antara sel yang kering, yaitu bahan yang bersifat emolien (Simion and Story

2005). Pada pelembab yang digunakan juga mengandung asam hidroksi alfa yang

dapat memudahkan pengelupasan kulit serta membantu sintesis lipid interselular

terutama sintesis ceramide (Yu and Van Scott, 2005).

Page 139: dian andriani ratna dewi

Selain itu juga mengandung bahan inaktif yang membantu melarutkan,

menstabilkan, mengemulsi sehingga didapatkan bentuk produk yang nyaman

dipakai (Black et al., 2005). Bahan inaktif yang digunakan pada pelembab ini

adalah DC 200, DC 345, natrosol, yang merupakan pengemulsi.

Air pada pelembab berfungsi sebagai pelarut bagi bahan aktif dan inaktif.

Banyaknya kadar air juga memudahkan absorpsi dan evaporasi beberapa

komponen pelembab di samping berperan sebagai hydrating agent (Simion and

Story, 2005).

Mekanisme pelembaban kulit tidak terlepas dari sinyal kaskade yang

memerlukan HA sebagai salah satu reseptor untuk membawa sinyal pada

permukaan kulit agar mempertahankan kelembaban kulit.

6.5.1 Efek Pelembab Biasa dan SI 5% pada Hidrasi Kulit Setelah Pemakaian

Selama 2 Minggu

Pada Tabel 5.3 dan Tabel 5.4 menunjukkan setelah pemakaian pelembab

selama 2 minggu baik pada kelompok kontrol maupun SI 5% memberikan hasil

analisis uji paired–sample t test yang berbeda bermakna jika dibandingkan dengan

kondisi awal penelitian (p < 0,05).

Lamellar bilayer pada stratum korneum membentuk pola yang unik terdiri

atas struktur electron-lucent dan electron-dense yang disebut unit Landmann.

Struktur ini tersusun dalam stratum korneum pada bagian dalam, tengah dan luar

(Gambar 2.5 pada tinjauan pustaka). Unit Landmann bagian tengah dan dalam

tidak konstan karena dipengaruhi oleh usia dan penyakit, sedangkan yang terletak

Page 140: dian andriani ratna dewi

pada stratum korneum bagian luar sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan

(Warner and Boissy, 2000).

Pada usia muda struktur unit Landmann tersusun teratur dengan ruang

interseluler yang sempit, sedangkan pada usia di atas 40 tahun struktur ini tidak

penuh lagi dan pada kulit kering susunannya tidak beraturan disertai pelebaran

ruang interseluler (Warner and Boissy, 2000).

Keadaan ini menunjukkan bahwa pelembab yang digunakan secara rutin

selama 2 minggu akan memperbaiki hidrasi kulit sehingga dapat memperbaiki

sawar kulit yang rusak (Warner and Boisy, 2000)

6.5.2 Efek Penggunaan Pelembab Berdasarkan Lokasi

Persentase hidrasi kulit sesudah penggunaan pelembab pada lokasi

pengukuran disajikan pada Tabel 5.5 sampai dengan Tabel 5.12. Berdasarkan

hasil uji normalitas dan uji homogenitas, didapatkan data berdistribusi normal dan

data antar kelompok juga homogen. Hasil uji parametrik dengan uji independent-

sample t test untuk analisis perbedaan antara kelompok kontrol dengan kelompok

perlakuan adalah sebagai berikut.

1. Lokasi Lengan Atas:

Pada lokasi lengan atas (Tabel 5.5) tampak setelah satu minggu (minggu

1) penggunaan pelembab didapatkan rerata hidrasi kulit kelompok kontrol

adalah 39,77 ± 5,28 rerata kelompok perlakuan adalah 43,13 ± 7,06 nilai t

= 1,479 dan p = 0,150. Analisis kemaknaan dengan uji independent-

sample t test menunjukkan tidak ada perbedaan rerata hidrasi kulit yang

Page 141: dian andriani ratna dewi

bermakna antar kedua kelompok setelah 1 minggu penggunaan pelembab

(p > 0,05).

Sekalipun didapatkan perbedaan nilai hidrasi kulit pada masing-masing

kelompok pada minggu 1 tetapi masa penggunaan selama 1 minggu

pertama masih merupakan fase awal pelembaban dari nilai awal yang

sama sekali tidak menggunakan pelembab apapun.

Perbedaan bermakna antar 2 kelompok pada lokasi lengan atas didapatkan

pada pengukuran setelah penggunaan pelembab selama 2 minggu. Rerata

hidrasi kulit kelompok kontrol pada minggu 2 adalah 61,80 ± 6,56. Rerata

kelompok perlakuan adalah 71,30 ± 10,79. Pada minggu 2 nilai t = 2,913

dan p = 0,007. Analisis kemaknaan dengan uji independent-sample t test

menunjukkan p < 0,05. Perbedaan ini dapat disebabkan karena SI 5%

adalah karbohidrat yang diperlukan dalam sintesis lipid. Dengan demikian,

maka proporsi lipid dapat terjaga dan SI mampu meningkatkan serta

mempertahankan hidrasi kulit dengan meningkatkan pengikatan air dalam

stratum korneum dibandingkan dengan pelembab biasa.

Setelah penghentian penggunaan pelembab selama 1 minggu, hasil

pengukuran menunjukan, rerata hidrasi kulit kelompok kontrol pada

minggu 3 adalah 42,07 ± 6,22. Rerata kelompok perlakuan adalah 57,43 ±

9,39. Pada minggu 3 menunjukkan bahwa nilai t = 5,280 dan nilai p =

0,000. Analisis kemaknaan dengan uji independent-sample t test

menunjukkan terdapat perbedaan rerata hidrasi kulit yang bermakna antar

Page 142: dian andriani ratna dewi

kedua kelompok setelah 3 minggu penelitian (p < 0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa sekalipun sudah tidak menggunakan pelembab lagi

tetapi kondisi lengan atas yang mendapat SI 5% masih dapat

mempertahankan kelembabannya lebih baik dibandingkan dengan

kelompok kontrol karena pengikatan SI dengan stratum korneum

merupakan ikatan alami seperti halnya ikatan hyaluronan dalam stratum

korneum (Pentapharm, 2009).

2. Lokasi Lengan Bawah

Sama halnya dengan lokasi lengan atas, pada lengan bawah juga

memberikan perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan

setelah penggunaan pelembab selama 2 minggu. Setelah penggunaan

pelembab dihentikan selama 1 minggu masih didapatkan perbedaan yang

bermakna (Tabel 5.6).

3. Lokasi Tungkai Atas

Pada Tabel 5.7, tampak analisis kemaknaan dengan uji independent-

sample t test menunjukkan sudah terdapat perbedaan rerata hidrasi kulit

yang bermakna antar kedua kelompok pada minggu 1 penelitian (p <

0,05). Hal ini mungkin disebabkan karena lokasi tungkai atas merupakan

lokasi yang tidak terpajan sinar matahari dan TEWL nya juga lebih rendah

sehingga proses penuaan pada lokasi ini berlangsung lebih lambat

dibandingkan lokasi lainnya (Farage et al., 2010).

Page 143: dian andriani ratna dewi

4. Lokasi Tungkai Bawah

Pada Tabel 5.8 menunjukkan hasil analisis kemaknaan dengan uji

independent-sample t test sama dengan lokasi lengan atas dan lengan

bawah yang menunjukkan perbedaan bermakna pada penggunaan

pelembab selama 2 minggu dan setelah penghentian pemakaian pelembab

(p < 0,05).

Dari hasil analisis uji independent-sample t test ternyata penggunaan

pelembab yang mengandung SI 5% memberikan efek hidrasi yang lebih kuat

dibandingkan pelembab biasa. Pada penghentian pemakaian pelembab, kelompok

SI 5% secara bermakna menunjukkan hidrasi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan kelompok kontrol. Hidrasi kulit pada masing-masing lokasi pengukuran

menunjukkan persentase yang bervariasi. Pada lokasi yang tertutup dan tidak

terpajan matahari (tungkai atas) menunjukkan pelembab yang mengandung SI 5%

memberikan nilai hidrasi yang lebih tinggi baik pada saat pemakaian maupun saat

sudah dihentikan.

Belum ada penelitian yang dipublikasikan mengenai efek penggunaan SI

pada formulasi pelembab. Penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian dari

pihak produsen produk SI yang meneliti 6 orang wanita yang menggunakan krim

yang mengandung 5% SI dibandingkan dengan penggunaan 5% gliserin selama

14 hari. Dilakukan pengolesan 2 kali sehari di lokasi volar lengan bawah pada

kelompok kulit kering dan kulit normal. Peningkatan kelembaban kulit pada

kelompok kulit kering menunjukkan peningkatan sebesar 43% setelah 2 minggu

dan pada kelompok kulit normal menunjukan peningkatan kelembaban sebesar

Page 144: dian andriani ratna dewi

42%. SI memiliki kapasitas retensi kelembaban kulit yang jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan gliserin (Pentapharm, 2009).

Pada penelitian ini persentase peningkatan hidrasi kulit berdasarkan lokasi

penggunaan pelembab disajikan pada Gambar 5.6. Setelah penggunaan selama 2

minggu tampak peningkatan persentase hidrasi kulit pada lokasi lengan atas

sebesar 15%, lengan bawah 16%, tungkai atas 24% sedangkan pada tungkai

bawah 19%. Setelah penghentian pemberian pelembab, maka terdapat perbedaan

kelembaban kulit pada lengan atas 36%, lengan bawah 40%, tungkai atas 36% dan

tungkai bawah 38%. Sejak awal penggunaan pelembab daerah tungkai bawah

sudah menunjukan peningkatan kelembaban kulit 20%. Kondisi ini berhubungan

dengan lokasi tersebut adalah daerah yang tidak terpajan sinar matahari sehingga

penguapan (TEWL) pada daerah tungkai atas lebih rendah dibandingkan lokasi

pengukuran lainnya.

6.6 Perbedaan Hidrasi Kulit antar Lokasi pada Minggu 0 – Minggu 3

Terdapat hasil pengukuran hidrasi kulit yang berbeda pada tiap lokasi sejak

awal penelitian. Untuk mengetahui apakah perbedaan hidrasi kulit pada keempat

lokasi pengukuran bermakna secara statistik setiap minggu, maka dilakukan uji

statistik One Way Anova baik pada kelompok kontrol maupun kelompok SI 5%.

1. Kelompok Pelembab Biasa

Pada Tabel 5.9 menunjukkan hasil analisis kemaknaan dengan uji One

Way Anova nilai p < 0,05 yang berarti bahwa rerata hidrasi kulit pada

Page 145: dian andriani ratna dewi

keempat lokasi pengukuran berbeda bermakna sejak awal penelitian,

pemakaian pelembab, maupun saat penghentian penggunaan pelembab.

Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova pada minggu awal

penelitian (minggu 0) menunjukkan bahwa nilai F = 7,139 dan nilai p =

0,000. Pada minggu 1 nilai F = 8,868 dan nilai p = 0,000. Pada minggu 2

nilai F = 9,204 dan nilai p = 0,000. Sedangkan pada saat penghentian

pemberian pelembab nilai F = 27,216 dan nilai p = 0,000.

Perbedaan kelembaban kulit pada lokasi pengukuran menunjukkan

perbedaan yang bermakna karena pada lokasi yang terpajan sinar matahari

memiliki risiko kehilangan kadar air yang lebih tinggi akibat penguapan

(TEWL). TEWL mencerminkan penguapan dari permukaan kulit. Salah

satu karakteristik kulit yang sehat adalah perbandingan yang proporsional

antara TEWL dan hidrasi kulit (Primavera et al., 2005). Sehingga pada

kulit yang terpajan sinar matahari berlebihan sebaiknya dilakukan hidrasi

yang lebih sering untuk memperbaiki kerusakan akibat radiasi UV.

2. Kelompok SI 5%

Pada tabel 5.10 juga didapatkan hasil analisis kemaknaan dengan uji One

Way Anova pada keempat lokasi nilai p < 0,05. Pada minggu awal

penelitian (minggu 0), menunjukkan bahwa nilai F = 8,385 dan nilai p =

0,000. Pada minggu 1 nilai F = 4,606 dan nilai p = 0,006. Pada minggu 2

nilai F = 9,204 dan nilai p = 0,000. Pada minggu 3 nilai F = 9,207 dan

nilai p = 0,000. Hal ini juga berarti bahwa rerata hidrasi kulit pada

Page 146: dian andriani ratna dewi

keempat lokasi pengukuran pada kelompok SI 5% berbeda secara

bermakna sejak awal penelitian hingga penghentian pemberian pelembab.

Perbedaan hidrasi kulit pada masing-masing lokasi pengukuran pada

kelompok kontrol dan kelompok SI 5% disajikan pada Gambar 5.2 sampai

5.5. Baik pada kelompok pelembab biasa maupun kelompok SI 5%,

tampak lokasi pengukuran yang memberikan nilai hidrasi kulit yang paling

rendah adalah tungkai bawah, karena merupakan lokasi yang terpajan sinar

matahari. Lokasi yang nilai hidrasinya paling tinggi adalah lengan atas

karena merupakan lokasi yang tidak terpajan sinar matahari sehingga efek

penguapan (TEWL) yang mengakibatkan kekeringan kulit serta pengaruh

photoaged pada lokasi ini lebih kecil dibandingkan ketiga lokasi

pengukuran yang lain.

Pengaplikasian pelembab pada kulit secara rutin dapat mempertahankan

hidrasi kulit sehingga mencegah penuaan dan memberikan tampilan kulit

yang sehat karena dapat mempertahankan turgor kulit. Untuk mencegah

penuaan kebiasaan merawat kulit dengan menggunakan pelembab

sebaiknya diakukan sejak dini. Terutama pada bagian tubuh yang terpajan

sinar matahari. Berbagai keluhan yang ditimbulkan oleh kekeringan kulit

dapat diatasi dengan pelembab, sehingga selain sebagai bahan yang dapat

memperindah kulit pelembab juga dapat digunakan untuk mencegah dan

mengobati kelainan kulit. Kulit yang sehat dan indah akan meningkatkan

kualitas hidup karena akan meningkatkan rasa nyaman dan percaya diri.

Page 147: dian andriani ratna dewi

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan didapatkan simpulan

sebagai berikut :

1. Penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi pelembab dapat

meningkatkan hidrasi kulit lebih tinggi dibandingkan dengan pelembab

biasa.

2. Penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi pelembab dapat

mempertahankan hidrasi kulit tetap lebih tinggi dibandingkan pelembab

biasa setelah pemberiannya dihentikan.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah :

1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui berapa lama pelembab yang

mengandung saccharide isomerates 5% mampu mempertahankan

kelembaban kulit setelah dihentikan pemakaiannya.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar dengan

karakteristik yang lebih bervariasi.

3. Pada penderita penyakit kronis yang mengakibatkan kekeringan kulit perlu

diteliti sejauh mana pengaruh penggunaan pelembab terhadap pemulihan

kondisi kulitnya.

Page 148: dian andriani ratna dewi

4. Perlu penelitian lebih lanjut untuk megetahui mekanisme kerja saccharide

isomerates terutama dalam hal transmisi sinyal antar sel pada mekanisme

pelembaban kulit.

5. Masyarakat dapat menggunakan pelembab yang mengandung saccharide

isomerates sebagai alternatif baru dalam meremajakan kulit yang menua

dan mempertahankan hidrasi kulit.

Page 149: dian andriani ratna dewi

DAFTAR PUSTAKA

Akimoto, K., Yoshikawa, N., Nigaki, Y., et al. 1993. Quantitative analysis of stratum corneum lipids in xerosis and asteatotic eczema. J Dermatol. 20:1.

Allman, R.M., Goode, P.S., Patrick, M.M. 1995. Pressure Ulcer Risk Factors

Among Hospitalized Patients With Activity Limitation. JAMA, 273(11): 865–870.

Atwood, C.S. 2004. Living and dying for sex. A theory of aging based on the

modulation of cell cycle signaling by reproductive hormones. Gerontology 50 (5): 265–90.

Bauman, L. 2002a. Basic Science of the Epidermis. In: Baumann, L. and

Weisberg, editors. Cosmetic Dermatology: Principles and Practice. New York: The McGraw-Hill Companies, p. 3-8.

Bauman, L. 2002b. Basic Science of the Dermis. In: Baumann, L. and Weisberg,

editors. Cosmetic Dermatology: Principles and Practice. New York: The McGraw-Hill Companies, p. 9-12.

Bertozzi, C.R., Rabuka, D. 2009. Structural Basis of Glycan Diversity. In: Varki,

A., Cummings, R.D., Esko, J.D., editors. Essentials of Glycobiology. 2nd edition. Cold Spring Harbor (NY).

Black, D., Josse, G., Rouvrais, C., Lagarde, J.M. 2005. Skin care products for

normal, dry and greasy skin. In : Baran, R., Maibach, H.I., Taylor and Francis, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology. Third Ed. Boca Raton USA: Tailor and Francis. p. 203-223.

Bodde, H., Van Den Brink, I., Koerten, H.K. and De Haan, F.H.N. 1990.

Visualization in Vitro Penetration of Mercuric Chloride: Transport Through Intercellular Space vs. Cellular Uptake Through Desmosomes. J Controlled Release, 15:227-237.

Brannon, H.L. 2007. About.com: Dermatology, [ cited 2009 Jun, 5] Available

from URL: http://dermatology.about.com/bio/Heather-Brannon.htm.

Brégégère, F., Soroka, Y., Bismuth, J., Friguet, B., Milner, Y. 2003 Cellular senescence in human keratinocytes: unchanged proteolytic capacity and increased protein load. Exp. Gerontology Jun; 38(6):619-29.

Christina, A., Maria, G.K., Alexandros, J.S., Andreas, K.D. 2010. Photoaging:

Prevention and Topical Treatments. Am J Clin Dermatol. 11:95-102.

Page 150: dian andriani ratna dewi

Chu, D.H., Haake, A.R., Holbrook, K., Loomis, C.A. 2003. The Cell Proliferation

Kinetics of the Epidermis, In: Freedberg, I.M., Eisen, A.Z., Wolff, K., Austen, K.F., Goldsmith, L.A., and Katz, S.I., editors. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine, Sixth Edition. New York: McGraw-Hill. Medical Publishing Division. p. 58-88.

Courage, W and Richter, S. 2005. Information gebrauchsanweisung zum multi

skin test center MC 750, Courage + Khazaka electronic GmbH, Germany.

Davis, D.A., Kraus, A.L., Thompson, G.A, Olerich, M., Odio, M.R. 1997. Percutaneous absorption of salicylic acid after repeated (14-day) in vivo administration to normal, acnegenic or aged human skin. Aug;86(8):896-9

Denda, M., Sato, J., Tsuchiya, T., Ellias, P.M. and Feingold, K.R. 1998. Low

Humidity stimulates epidermal DNA synthesis and amplifies the hyperproliferative response to barrier disruption: Implication for seasonal exacerbations of inflammatory dermatoses. J Invest Dermatol. 111:873-878.

Dewi, A.R.D. 2009. Penelitian pendahuluan: Penambahan saccharide isomerate

5% dalam formulasi pelembab meningkatkan hidrasi kulit lebih tinggi dibandingkan dengan pelembab biasa, Jakarta.

Doering, T., Brade, H. and Sandhoff, K. 2002. Sphingolipid Metabolism During

Epidermal Barrier Development in Mice. J Lipid Res, 43:1727-1733.

Downing, D.T. 1992. Lipid and Protein Structures in the Permeability Barrier of Mammalian Epidermis. J Lipid Res, 33: 301.

Downing, D.T. and Stewart, M.E. 2000. Epidermal Composition. In : Loden, M.,

Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 13-26.

Downing, D.T. and Lazo, N.D. 2000. Lipid and Protein Structures in the

Permeability Barrier. In: Loden, M., Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 39-44.

Draelos, Z.D. 2006. Formulation for special Populations, In: Draelos, Z.D., Thaman, L.A., editors, Cosmetic Formulation of Skin Care Product, Cosmetic Science and Technology Series, Vol. 30. New York, London: Taylor & Francis. P. 27-29.

Page 151: dian andriani ratna dewi

Egelrud, T. 2000. Desquamation. In: Loden. M., Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 109-117.

Esko, J.D., Linhardt, R.J. 2009. Proteins that Bind Sulfated Glycosaminoglycans. In: Varki, A., Cummings, R.D., Esko, J.D., editors. Essentials of Glycobiology. 2nd edition. Cold Spring Harbor (NY).

Farage, M.A., Miller, K.W., Maibach, H.I. 2007. Structural Characteristics of aging Skin: A review. Journal of Cutaneous and Ocular Toxicology 26:343-357.

Farage, M.A., Miller, K.W., Elsner, P., Maibach, H.I. 2008. Functional and

physiological characteristics of the aging skin. Aging Clin. Exp. Res. Jun;20(3):195-200.

Farage, M.A., Miller, K.W., Maibach, H.I. 2010. Degenerative Changes in Aging

Skin. In: Miller, K.W., Maibach, H.I., editors. Textbook of Aging Skin. Berlin Heidelberg, Springer-Verlag. P.25-36.

Feingold, K.R. and Elias, P.M. 2000. The Environtmental Interface: Regulation of

Permeability Barrier Homeostasis. In: Loden, M., Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 45-58.

Forbes, P.D. 2008. Moisturizers, Vehicle Effects, and Photocarcinogenesis. J

Invest Dermatol, 129: 261-262.

Fore, J. 2009. A Review of Skin and the Effect of Aging on Skin Structure and Function, Ostomy Wound Management, Issue 9, Vol 52.

Finnegan, M.J., Pickering, C.A. and Burge, P.S. 1984. The sick building

syndrome: prevalence studies. Br Med J (Clin Res Ed). 289(6458): 1573–1575.

Gabard, B. 1994. Testing the efficacy of moisturizer. In: Elsner, P., Berardesca,

E., Maibach, H.I., editors, Bioengineering of the skin: Water and the Stratum Corneum. Boca Raton, FL : CRC Press. p.147-170.

Gerald, E.P., Paquet, P., Xhauflare-Uhoda, E., Quatrezoos, P. 2010. Physiological Variations During Aging. In: Farage, M.A., Miller, K.W., Maibach, H.I., editors. Textbook of Aging Skin. Berlin Heidelberg, Springer-Verlag. P.45-54.

Page 152: dian andriani ratna dewi

Gerber, D., Mathews-Roth, M., Fahlund, C., Hummel, D., Rosner, B. 1979. Effect of Frequent Sun Exposure on Bacterial Colonization of Skin. Int J Dermatol. 18;7, p.571–574.

Goldman, R. and Klatz, R. 2007. The New Anti-Aging Revolution. Malaysia:

Printmate Sdn. Bhd. p. 19-25. Grether-Beck, S., Bonizzi, G., Schmitt-Brenden, H., Felsner, I., Timmer, A., Sies,

H., Johnson, J.P., Pi, J. and Krutmann, J. 2000. Non-enzymatic triggering of the ceramide signalling cascade by solar UVA radiation. The EMBO J, vol. 19, no 21, p. 5793-5800).

Gunin, A.G., Kornilova, N.K., Vasilieva, O.V., Petrov, V.V. 2010. Age-Related

Changes in Proliferation, the Numbers of Mast Cells, Eosinophils, and cd45-Positive Cells in Human Dermis. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. Nov 24).

Guy, C.L., Guy, R.H., Goden, G.M., Mak, V.H.W. and Francouer, M.L. 1994.

Characteristic of Low Temperature (i.e < 65C) Lipid Transition in Human Stratum Corneum. J Invest Dermatol, 102:233-239.

Hammersley, M. 1991. Quality and Quantity: A note on Campbell’s distinction

between internal and external validity. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. 25: p. 381-387.

Hanifin, J.M., Lobitz, W.C. 1977. Newer Concept af Atopic dermatitis. Arch

Dermatol, vol.113;663-670. Hannon, W.C. and Maibach, H.I. 2005. Eficacy of Moisturizers Assessed

Through Bioengineering Techniques. In : Baran, R., Maibach, H.I., Taylor and Francis, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology. Third Ed. Boca Raton USA: Tailor and Francis. p. 573-592.

Hashizume, H. 2004. Skin Aging and Dry Skin. J Dermatol, 31(8):603-609. Health Grade. 2009. Wrong Diagnosis: Prevalence and Incidence of Dry Skin.

[cited, 2009 Nov. 25]. Available at URL: http / www.wrongdiagnosis.com/d/dry_skin/prevalence.htm.

Heinrich, U., Koop, U., Leneveu-Duchemin, M-C., Osterrieder, K., Bielfeldt, S.,

Chkarnat, C., Degwert, J., Häntschel, D., Jaspers, S., Nissen, H-P., Rohr, M., Schneider, G., Tronnier, H. 2003, Multi center comparison of skin hydration in terms of physical, physiological and product dependent parameters by the capacitive method (Corneometer CM 825). International Journal of Cosmetic Science, 25:45-53).

Page 153: dian andriani ratna dewi

Icen, M., Crowson, C.S., McEvoy, M.T., Dann, F.J., Gabriel, S.E. 2009. Trends in

incidence of adult-onset psoriasis over three decades : A population-based study. J Am Acad Dermatol. 60: 394-401.

Imokawa, G., Abe, A., Jin, K. et al. 1991. Decreased level of ceramides in stratum

corneum of atopic dermatitis: An etiologic factor in atopic dry skin? J Invest Dermatol. 96: 523.

Irvine, A.D. and Mc Lean, W.H.I. 2006. Breaking the (Un)Sound Barrier:

Filaggrin Is a Major Gene for Atopic Dermatitis, J Invest Dermatol. 126:1200–1202.

Johnson and Anthony. 2005. "Cosmeceuticals: Function and the Skin Barrier. In:

Draelos, Z.D., editor. "Procedures in Cosmetic Dermatology - Cosmeceuticals. New York: Elsevier, p. 11-17.

Jung, J.W., Cha, S.H., Lee, S.C., Chun, I.K., Kim, Y.P. 1997. Age-related

changes of water content in the rat skin. Dermatol Sci. Jan;14(1):12-9. Kimyai-Asadi, A., Jih, M.H. and Freedberg, I.M. 2003. Biology and Function of

Epidermis and Appendages: Epidermal Cell Kinetic, Epidermal Differentiation, and Keratinization, In: Freedberg, I.M., Eisen, A.Z., Wolff, K., Austen, K.F., Goldsmith, L.A. and Katz, S.I., editors. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine, Sixth Edition. New York: McGraw-Hill. Medical Publishing Division. p. 89-98.

Kligman, A. 2000. Introduction: Dry Skin and Moisturizer. In: Loden, M.,

Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 3-9.

Laudanska, H., Reduta, T. and Szmitkowska, D. 2003. Evaluation of Skin Barrier

Function in Allergic Contact Dermatitis and Atopic Dermatitis Using Method of the Continuous TEWL Measurement. Rocz Akad Med Bialymst, 48:123-7.

Lavker, R.L. 1970. Membrane Coating Granules : The Fate of the Discharge

Lamellae. J Ultrastruct Res, 55:79. Lembaga Demografi FE-UI. 2009. Data Statistik Indonesia Terjadi pergeseran

umur menopause. [cited, 2009 Nov. 24]. Available from: URL: http://www.datastatistik-indonesia.com/component/option,com_staticxt/ staticfiledepan.php/Itemid,17/.

Page 154: dian andriani ratna dewi

Lévêque, J.L. 2002. Lipid Organization and Barrier Function. In: Marks, R., Lévêque, J.L., Voegeli, R., editors. The Essentials Stratum Corneum. London: Martin Dunitz Ltd. p. 111-117.

Linberg, M. and Forslind, B. 2000. The Skin as a Barrier. In: Loden, M.,

Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 27-37.

Madison, K.C., Swartzendruber, D.C., Wertz, P.W. and Downing, D.T. 1987

Presence of Intact Intercellular Lipid Lamellae in the Upper Layers of the Stratum Corneum, J Invest Dermatol, 88:714–718.

McGrath, J.A., Eady, R.A.J. and Pope, F.M. 2004. Anatomy and Organization of

Human Skin. In : Burns, T., Breathnach, S., Cox, N., Griffiths, C., editors. Rook’s Textbook of Dermatology. Seventh Edition. Oxford, United Kingdom: Blackwell Publishing: p. 1-15.

Monger, D.J., Williams, M.L., Feingold, K.R., Brown, B.E. and Elias, P.M. 1988.

Localization of Sites of Lipid Biosynthesis in Mammalian Epidermis. J Lipid Res, 29: 603-612.

Neudecker, B.A., Maibach, H.I., Stern, R. 2004. Hyaluronan: The Natural Skin

Moisturizer. Cosmetic Science and Technology Series 27:373-406. Odland, G.F. 1991. Structure of the Skin. In: Goldsmith, L.A., editor. Physiology,

Biochemistry and Molecular Biology of the Skin, Second Edition. New York: Oxford University Press. p.3-62.

Orth, D., Appa, Y. 2000. Glycerine: Natural ingredient for moisturizing skin. In:

Loden, M., Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 214.

Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine : Memperlambat Penuaan,

Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. Hal : 8-17.

Pedersen, L. and Jemec, G.B.E. 2006. Investigative Report: Mechanical

Properties and Barrier Function of Healthy Human Skin, Acta Derm Venereol. 86:308-311.

Pentapharm. 2009. Pentavitin, [cited 2009 Jun. 5] Available at URL:

http://www.centerchem.com/PDFs/PENTAVITIN%20product%20description.pdf .

Page 155: dian andriani ratna dewi

Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials, A Practical Approach, Chichester, John Wiley

& Sons. Polakowska, R.R. and Goldsmith, L.A. 1991. The Cell Envelope and

Transglutaminases, In: Goldsmith, L.A., editor. Physiology, Biochemistry and Molecular Biology of the Skin, Second Edition. New York: Oxford University Press. p.168-201.

Primavera, G., Berardesca, E., Maibach, H.I. 2005. Stratum Corneum Water

Content and Transepidermal Water Loss. In : Baran, R., Maibach, H.I., Taylor and Francis, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology. Third Ed. Boca Raton USA: Taylor and Francis. p.547-551.

Rademacher, T.W., Parekh, R.B. and Dwek, R.A. 1988. "Glycobiology". Annu.

Rev. Biochem. 57: 785–838. Robson, K.J., Stewart, M.E., Michelsen, S., Lazo, N.D. and Downing, D.T. 1994.

6 Hydroxysphingosine in Human Epidermal Ceramides, J. Lipid Res., 35: 2060.

Sato, J., Katagiri, C., Nomura, J., Denda, M. 2001. Drastic decrease in

environmental humidity decreases water-holding capacity and free amino acid content of the stratum corneum. Arch Dermatol Res. 293:477-480.

Schwindt, D.A., Wilhelm, K.P., Miller, D.I. and Maibach, H.I. 1998. Cumulative

Irritation in Older and Younger Skin : A Comparison, Acta Derm Venereol (Stockh): 78: 279-283.

Schǜrer, N.Y. 2006. Dry skin. In: Ring, J., Przybilla, B., Ruzicka, T., editors.

Handbook of atopic eczema, Second edition. Berlin: Springer Berlin Heidelberg. P 157-165.

Scott, I., Harding, C.R. 2000: Physiologycal Effect of occlusion-fillagrin

retention. Dermatology 2000:773. Scott, I. 2005. Filaggrin and Dry Skin. In : Baran, R., Maibach, H.I., Taylor and

Francis, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology. Third Ed. Boca Raton USA: Taylor and Francis. p.149-154.

Setlow, R.B., Grist, E., Thompson, K. and Woodhead, A.D. 1993. Wavelengths

effective in induction of malignant melanoma. PNAS, vol. 90, p. 6666-6670.

Page 156: dian andriani ratna dewi

Simion, F.A., Story, D.C. 2005. Hand and Body Lotion. In : Baran, R., Maibach, H.I., Taylor and Francis, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology. Third Ed. Boca Raton USA: Taylor and Francis. p. 319-339.

Simon, M., Bernard, D., Caubet, C., Guerrin, M., Egelrud, T., Schmidt, R. and

Serre, G. 2002. Corneodesmosomal Proteins are Proteolysed in Vitro by Both SCTE and SCCE- two Proteases Which are Thought to be Involved in Desquamation. In: Marks, Lévêque, J.L., Voegel, R., editors. The Essentials Stratum Corneum. London: Martin Dunitz Ltd. p.. 50-61.

Steinert, P.M. and Freedberg, I.M. 1991. Epidermal Structural Protein. In:

Goldsmith, L.A., editor. Physiology, Biochemistry and Molecular Biology of the Skin, Second Edition. New York: Oxford University Press. p. 113.

Stuart-Hamilton, A. and Ian, B. 2006. The Psychology of Ageing: An Introduction.

London: Jessica Kingsley Publishers.) Sularsito, S.A. and Subaryo, R.W.R. 1994. Dermatitis kontak alergik. Pada:

Soebono H., Rikyanto, editor. Kumpulan makalah seminar dermatitis kontak Yogyakarta: FK UGM, 1-5.

Sunderkötter, C., Kalden, H., Luger, T.A. 1997. Aging and the Skin Immune

System Arch Dermatol ;133(10):1256-1262. Swartzendruber, D.C., Wertz, P.W., Madison and Downing, D.T. 1988. Evidence

that the corneocyte has a chemically bound lipid envelope. J Invest Dermatol, 88:709.

Swartzendruber, D.C., Kitko, D.J., Wertz, P.W. and Downing, D.T. 1988.

Isolation of Corneocyte Envelopes from Porcine Epidermis. Arch Dermatol Res. 123: 1538.

Sybert, V.P., Dale, B.A., Holbrook, K.A. 1985. Ichtyosis vulgaris: Identification

of a defect in synthesis of fillagrin correlated with an absence of keratohyaline granules. J Invest Dermatol. 84:191.

Takahashi, M. and Ikezawa, Z. 2000. Dry Skin in Atopic Dermatitis and Patients

on Hemodialysis. In: Loden, M., Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington,DC. : CRC Press. p. 135-146.

Tagami, H. and Yoshikuni, K. 1985. Interrelationship Between Water-Barrier and

Reservoir Functions of Pathologic Stratum Corneum. Arch Dermatol: 121:642-645.

Page 157: dian andriani ratna dewi

Tammi, R., Seaeameanen, A.M., Maibach, H.I., Tammi, M. 1991. Degradation of newly synthesized high molecular mass hyaluronan in the epidermal and dermal compartments of human skin in organ culture. J Invest Dermatol. 97:126.

Tetrahedron. 2010. Natural and Novel Antioxidants .[cited 2010 Des.2] Available

at: http://www.tetrahedron.fr/page4/page8/photoprotection. htm Traupe, H. 1989. The Ichthyoses: A Guide to Clinical Diagnosis, Genetic

Counselling and Therapy. New York: Springer-Verlag. p. 139-153. Trihendadi, C. 2005. Step by step SPSS 17 Analisis Data Statistik. Yogyakarta:

Andi Offset. Troy, W.R. 1968. Changes in Human Skin in the Light of Current Theories of

Aging, J Soc Cosmetic Chemists, 19,829-840. Tuohimaa, 2009. Vitamin D and aging. Steroid Biochem Mol Biol Mar;114(1-

2):78-84. Tzellos, T.G., Klagas, I., Vahtsevanos, K., Triaridis, S., Printza, A., Kyrgidis, A.,

Karakiulakis, G., Zouboulis, C.C., Papakonstantinou, E. 2009. Extrinsic ageing in the human skin is associated with alterations in the expression of hyaluronic acid and its metabolizing enzymes. Exp Dermatol Dec; 18(12):1028-35.

Vahlquist, A. 2000. Ichtyosis-an Inborn Dryness of the Skin. In: Loden, M.,

Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 121-133.

Varki, A. and Sharon, N. 2009. Historical Background and Overview. In: Varki,

A., Cummings, R.D., Esko, J.D., et al, editors. Essentials of Glycobiology. 2nd edition. Cold Spring Harbor (NY): Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Varki, A., Esko, J.D., Colley, K.J. 2009. Cellular Organization of Glycosylation.

In: Varki, A., Cummings, R.D., Esko, J.D., et al., editors. Essentials of Glycobiology. 2nd edition. Cold Spring Harbor (NY): Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Vázquez, F., Palacios, S., Alemañ, N., Guerrero, F. 1996, Changes of the

basement membrane and type IV collagen in human skin during aging. Maturitas. Nov;25(3):209-15).

Page 158: dian andriani ratna dewi

Warner, R.R. and Boissy, Y.L. 2000. Effect of Moisturizing Product on the Structure of Lipid in the Outer Stratum Corneum of Human. In : Loden, M., Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 349-369.

Wertz, P.W., Madison, K.C. and Downing, D.T. 1989. Covalently Bound Lipids of

Human Stratum Corneum. J Invest Dermatol, 92:109. Wertz, P.W., Swartzendruber, D.C., Kitko, D.J., Madison, K.C. and Downing,

D.T. 1987a. Composition and Morphology of Epidermal Cyst Lipids, J Invest Dermatol, 89: 419.

Wertz, P.W. and Downing, D.T. 1987b. Covalently Bound ω-

hydoxyacylsphingosine in the Stratum Corneum. Biochim. Biophys. Acta., 917: 108.

Wertz, P.W., Downing, D.T., Freinkel, R.K. and Traczyck, T.N. 1988.

Sphingolipids of the Stratum Corneum and Lamellar Granules of Fetal Rat Epidermis, J Invest Dermatol, Res 123:1538.

Wildauner, R.H., Bothwell, J.W., Douglass, A.B. 1971. Stratum corneum

biomechanical properties: Influence of relative humidity on normal and extracted human stratum corneum. J Invest Dermatol, 56:72.

WHO. 2008. Health effects of UV radiation. available at www.who.int/uv/health/en (consulted on april 2008).

Wohlrab, J., Klapperstück, T., Reinhardt, H.W., Albrecht, M. 2010. Interaction of epicutaneously applied lipids with stratum corneum depends on the presence of either emulsifiers or hydrogenated phosphatidylcholine. Skin Pharmacol Physiol. 23(6):298-305. Epub 2010 Jun 3.

Wood, S.R., Berwick, M., Ley, R.D., Walter, R.B., Setlow, R.B. and Timmins,

G.S. 2006. UV causation of melanoma in Xiphophorus is dominated by melanin photosensitized oxidant production PNAS, vol. 103, no 11, p. 4111-4115.

Worley, C.A. 2006 . Wound Assesment and Evaluation : Aging skin and wound

healing. Dermatology nursing; vol. 18:3 p. 265-266. Yu, R.J. and Van-Scott, E.J. 2005. -hydoxyacids, Polyhydroxy Acids, Aldobionic

Acids and Their Topical Actions. In : Baran, R., Maibach, H.I., Taylor and Francis, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology. Third Ed. Boca Raton USA: Taylor and Francis. p. 77-93.

Page 159: dian andriani ratna dewi

Lampiran 1. INFORMASI UNTUK SUBYEK PENELITIAN

PENAMBAHAN SACCHARIDE ISOMERATES 5% DALAM FORMULASI PELEMBAB

MENINGKATKAN HIDRASI KULIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN PELEMBAB BIASA

Kekeringan kulit merupakan masalah bagi jutaan orang dan seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman bahkan stres psikologis. Kulit kering bukanlah merupakan diagnosis tunggal karena sering berhubungan dengan keadaan endogen dan eksogen. Keadaan endogen di antaranya, herediter seperti halnya iktiosis, dermatitis atopik atau dermatosis endogen yang kronik, bertambahnya usia, dan perubahan hormonal. Keadaan eksogen yang mempengaruhi antara lain akibat pengaruh cuaca, dermatitis akibat faktor lingkungan seperti terpajan bahan kimia, kelembaban yang rendah dan radiasi sinar ultraviolet, iritasi kronik, dermatitis kontak alergik, penuaan kulit akibat sinar matahari (photoaged) dan lain-lain.

Pada kondisi normal, stratum korneum mengandung sekitar 30% air. Kulit kering ditandai dengan menurunnya kandungan air kurang dari 10%, pada keadaan ini fungsi kulit akan terganggu dan kulit dehidrasi. Kulit akan terasa kencang, permukaan menjadi kasar, bersisik serta sensitif. Sering didapatkan gambaran histopatologi berupa hiperkeratosis, skuama yang abnormal dan hiperplasia epidermis disertai keratinisasi yang abnormal.

Pada kulit yang kering kandungan air (hidrasi) dalam stratum korneum sangat rendah dan penguapan (TEWL= transepidermal water loss) meningkat. Berbagai formula pelembab dikembangkan untuk mengefektifkan pelembaban kulit. Salah satunya adalah formula pelembab yang mengandung saccharide isomerates 5% yang diharapkan dapat lebih efektif melembabkan kulit dan mempertahankannya.

Pada penelitian ini, subyek akan diberikan sebotol lotion pelembab yang di antaranya dapat dengan saccharide isomerates 5% maupun tanpa saccharide isomerates 5%.

Cara pemakaian: dioleskan secara merata pada lengan (di mulai dari pangkal lengan hingga jari-jari tangan) dan (tungkai dimulai dari pangkal paha hingga jari-jari kaki) sehari dua kali setelah mandi selama 14 hari.

Akan dilakukan pengukuran hidrasi kulit sebelum pengolesan lotion pelembab dan selama pemakaian lotion tiga hari dalam seminggu di Poliklinik Kulit RS Moh Ridwan Meuraksa Jakarta selama 21 hari.

Bila saudara kehendaki, saudara berhak untuk menolak ikut dalam penelitian atau sewaktu-waktu dapat menarik diri dari penelitian ini dan pada saudara tidak akan diberikan sangsi apapun, serta tetap mendapatkan pelayanan/pengobatan sebagaimana mestinya bila terjadi kelainan kulit.

Apabila terjadi hal yang kurang menyenangkan akibat pemberian lotion pelembab ini dapat menghubungi nama dan alamat di bawah ini untuk mendapatkan penjelasan.

dr. Dian Andriani, SpKK Kantor: Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Moh. Ridwan Meuraksa Jakarta. Jl. Kramat Raya 174 Jakarta Pusat. Tlp 021-31907870 atau Rumah: Jl. Bandung D-602 Duren Jaya, Bekasi Telp. 021-8806365 HP. 0818993426

Lampiran 2.

Page 160: dian andriani ratna dewi

PERSETUJUAN TINDAK MEDIK

Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Alamat :

Menyatakan secara sukarela setuju untuk mengikuti penelitian “Penambahan

Saccharide Isomerates 5% dalam formulasi pelembab meningkatkan hidrasi kulit lebih

tinggi dibandingkan dengan pelembab biasa”.

Saya bersedia menggunakan pelembab yang diberikan sesuai dengan anjuran cara

pemakaian dan bersedia melakukan pemeriksaan hidrasi kulit selama penelitian

berlangsung.

Demikian surat persetujuan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa

paksaan.

Jakarta, . . . . . . . . . . .

Dokter pemeriksa. Yang memberi pernyataan,

(. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .) ( . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .)

Lampiran 3.

Page 161: dian andriani ratna dewi

STATUS PENELITIAN

1. IDENTITAS

Nama :

Tempat/tanggal lahir :

Alamat :

No. telp : HP :

Status perkawinan :

Suku :

Jenis pekerjaan :

2. ANAMNESIS

a. Apakah ada keluhan tentang kekeringan kulit

□ Ada □ Tidak ada

b. Kebiasaan merawat kulit dengan pelembab:

□ Ada □ Tidak ada

Bila ada, seberapa sering menggunakan pelembab sehari-

hari:

□ 2 kali sehari setelah mandi

□ Sehari sekali

□ Seminggu dua kali

□ Seminggu sekali

□ Tidak tentu

Page 162: dian andriani ratna dewi

c. Jenis sabun mandi yang digunakan saat mandi:

□ Sabun antiseptik

□ Sabun pelembab

□ Sabun bayi

□ Tidak tentu

4) Apakah ada bahan kontak selain pelembab yang dioleskan pada

kulit:

□ Ada □ Tidak ada

Bila ada, sebutkan jenis bahan kontak tersebut:

□ Minyak telon/kayu putih

□ Balsam

□ Lain-lain:……..

5) Riwayat pekerjaan:

□ Jenis pekerjaan sekarang :

□ Lama bekerja:………..tahun…….bulan

□ Jam kerja :………. Jam sehari

6) Lingkungan tempat bekerja:

□ Ber AC

□ Tidak ber AC tetapi ventilasi baik

□ Ventilasi kurang baik

7) Riwayat Penyakit Dahulu :

□ Kekeringan kulit,

□ Gatal-gatal yang sering berulang,

Page 163: dian andriani ratna dewi

□ Status atopik :

Dermatitis atopik

Rhinitis alergik

Asma bronkiale,

□ Penyakit kronik

Diabetes Melitus

Hipertensi

Kelainan kelenjar tiroid

Penyakit lain : …………

1) Riwayat Penyakit Keluarga :

□ Status Atopik:

Dermatitis atopik

Rhinitis alergik

Asma bronkiale

□ Penyakit kronik

□ Lain-lain

3.PEMERIKSAAN FISIS

a. Status generalis:

Tinggi Badan: cm, Berat badan: kg

Tekanan darah :

Nadi :

Pernafasan :

Keadaan umum :

Status gizi :

Kepala: konjungtiva: anemis/ tidak anemis

Page 164: dian andriani ratna dewi

Dada :

Abdomen :

Ekstremitas :

b. Status dermatologikus:

□ Tanda klinis kekeringan kulit:

□ Lokasi:

4. DIAGNOSIS

5. PENATALAKSANAAN

Page 165: dian andriani ratna dewi

Lampiran 4.

Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Lobitz, 1977

Kriteria mayor ( > 3) Pruritus

Morfologi dan distribusi khas :

dewasa : likenifikasi fleksura

bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor

Dermatitis bersifat kronik residif

Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

Kriteria minor ( > 3) Xerosis

Iktiosis/pertambahan garis di palmar/keatosis pilaris

Reaktivasi pada uji kulit tipe cepat

Peningkatan kadar IgE

Kecenderungan mendapat infeksi kulit/kelainan imunitas selular

Dermatitis pada areola mammae

Keilitis

Konjungtivitis berulang

Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita

Keratokonus

Katarak subskapular anterior

Hiperpigmentasi daerah orbita

Kepucatan/eritema daerah muka

Page 166: dian andriani ratna dewi

Pitiriasis alba

Lipatan leher anterior

Gatal bila berkeringat

Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solven

Gambaran perifolikular lebih nyata

Intoleransi makanan

Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosi

White dermographism/delayed blanch

Page 167: dian andriani ratna dewi

Lampiran 5 Uji Normalitas Hidrasi Kulit

Tests of Normalityb

Kelompok_3 Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig. Minggu_0 Kelompok saccharide

isomerate 5% .192 15 .141 .914 15 .158

Kelompok pelembab biasa .147 15 .200* .955 15 .603

Minggu1 Kelompok saccharide isomerate 5% .146 15 .200* .946 15 .471

Kelompok pelembab biasa .118 15 .200* .952 15 .561

Minggu2 Kelompok saccharide isomerate 5% .104 15 .200* .970 15 .857

Kelompok pelembab biasa .125 15 .200* .976 15 .939

Minggu3 Kelompok saccharide isomerate 5% .133 15 .200* .938 15 .358

Kelompok pelembab biasa .162 15 .200* .965 15 .781

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. Kelompok_4 = Lengan Atas

Tests of Normalityb

Kelompok_3

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Minggu_0 Kelompok saccharide

isomerate 5% .124 15 .200* .958 15 .653

Kelompok pelembab biasa .097 15 .200* .968 15 .829

Minggu1 Kelompok saccharide isomerate 5% .123 15 .200* .958 15 .663

Kelompok pelembab biasa .103 15 .200* .976 15 .934

Minggu2 Kelompok saccharide isomerate 5% .117 15 .200* .976 15 .933

Kelompok pelembab biasa .118 15 .200* .978 15 .954

Minggu3 Kelompok saccharide isomerate 5% .169 15 .200* .948 15 .492

Page 168: dian andriani ratna dewi

Kelompok pelembab biasa .105 15 .200* .973 15 .903

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. Kelompok_4 = Lengan Bawah

Tests of Normalityb

Kelompok_3 Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig. Minggu_0 Kelompok saccharide

isomerate 5% .185 15 .181 .918 15 .178

Kelompok pelembab biasa .141 15 .200* .974 15 .911

Minggu1 Kelompok saccharide isomerate 5% .198 15 .117 .882 15 .051

Kelompok pelembab biasa .195 15 .131 .909 15 .130

Minggu2 Kelompok saccharide isomerate 5% .157 15 .200* .952 15 .553

Kelompok pelembab biasa .182 15 .193 .938 15 .357

Minggu3 Kelompok saccharide isomerate 5% .134 15 .200* .958 15 .657

Kelompok pelembab biasa .094 15 .200* .958 15 .664

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. Kelompok_4 = Tungkai Atas

Tests of Normalityb

Kelompok_3 Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig. Minggu_0 Kelompok saccharide

isomerate 5% .171 15 .200* .959 15 .670

Kelompok pelembab biasa .147 15 .200* .944 15 .441

Minggu1 Kelompok saccharide isomerate 5% .149 15 .200* .885 15 .057

Kelompok pelembab biasa .173 15 .200* .943 15 .421

Page 169: dian andriani ratna dewi

Minggu2 Kelompok saccharide isomerate 5% .128 15 .200* .965 15 .775

Kelompok pelembab biasa .106 15 .200* .970 15 .863

Minggu3 Kelompok saccharide isomerate 5% .140 15 .200* .929 15 .264

Kelompok pelembab biasa .166 15 .200* .949 15 .508

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. Kelompok_4 = Tungkai Bawah Lampiran 6. Uji Chi-Square atopik dan kebiasaan merawat kulit

Merawat_kulita

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid Ya 13 86.7 86.7 86.7

Tidak 2 13.3 13.3 100.0 Total 15 100.0 100.0

a. Kelompok = Saccharide isomerate 5%

Merawat_kulita

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid Ya 12 80.0 80.0 80.0

Tidak 3 20.0 20.0 100.0 Total 15 100.0 100.0

a. Kelompok = Pelembab biasa

Atopika

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid Ya 8 53.3 53.3 53.3

Tidak 7 46.7 46.7 100.0 Total 15 100.0 100.0

Page 170: dian andriani ratna dewi

Atopika

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid Ya 8 53.3 53.3 53.3

Tidak 7 46.7 46.7 100.0 a. Kelompok = Saccharide isomerate 5%

Atopika

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid Ya 4 26.7 26.7 26.7

Tidak 11 73.3 73.3 100.0 Total 15 100.0 100.0

a. Kelompok = Pelembab biasa

Lingk_kerja_ACa

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid Ya 15 100.0 100.0 100.0 a. Kelompok = Saccharide isomerate 5%

Lingk_kerja_ACa

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid Ya 15 100.0 100.0 100.0 a. Kelompok = Pelembab biasa

Kelompok * Atopik

Kelompok * Atopik Crosstabulation Atopik

Total Ya Tidak Kelompok Saccharide isomerate 5% Count 8 7 15

Expected Count 6.0 9.0 15.0

Page 171: dian andriani ratna dewi

% within Kelompok 53.3% 46.7% 100.0% Pelembab biasa Count 4 11 15

Expected Count 6.0 9.0 15.0 % within Kelompok 26.7% 73.3% 100.0%

Total Count 12 18 30 Expected Count 12.0 18.0 30.0 % within Kelompok 40.0% 60.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-

sided) Exact Sig. (1-

sided) Pearson Chi-Square 2.222a 1 .136 Continuity Correctionb 1.250 1 .264 Likelihood Ratio 2.256 1 .133 Fisher's Exact Test .264 .132 Linear-by-Linear Association 2.148 1 .143

N of Valid Casesb 30 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.00. b. Computed only for a 2x2 table Kelompok * Merawat_kulit

Kelompok * Merawat_kulit Crosstabulation Merawat_kulit

Total Ya Tidak Kelompok Saccharide isomerate 5% Count 13 2 15

Expected Count 12.5 2.5 15.0 % within Kelompok 86.7% 13.3% 100.0%

Pelembab biasa Count 12 3 15 Expected Count 12.5 2.5 15.0 % within Kelompok 80.0% 20.0% 100.0%

Total Count 25 5 30 Expected Count 25.0 5.0 30.0 % within Kelompok 83.3% 16.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Page 172: dian andriani ratna dewi

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .240a 1 .624 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .241 1 .623 Fisher's Exact Test 1.000 .500 Linear-by-Linear Association .232 1 .630

N of Valid Casesb 30 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.50. b. Computed only for a 2x2 table Lampiran 7. Uji Paired-sample t Test Setelah Penggunaan Pelembab Selama 2 Minggu Kelompok SI

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 Minggu_0 28.4667 15 4.80129 1.23969

Minggu2 71.3000 15 10.79319 2.78679 a. Kelompok_4 = Lengan Atas

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &

Minggu2 15 .671 .006

Page 173: dian andriani ratna dewi

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &

Minggu2 15 .671 .006

a. Kelompok_4 = Lengan Atas

Paired Samples Testa Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1

Minggu_0 - Minggu2

-4.2833

3E1 8.36375 2.15951 -47.46503 -38.20164 -

19.835 14 .000

a. Kelompok_4 = Lengan Atas

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 Minggu_0 26.6333 15 2.68239 .69259

Minggu2 63.9333 15 9.23670 2.38491 a. Kelompok_4 = Lengan Bawah

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &

Minggu2 15 .637 .011

a. Kelompok_4 = Lengan Bawah

Paired Samples Testa Paired Differences t df Sig. (2-

Page 174: dian andriani ratna dewi

Mean Std.

Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

tailed)

Lower Upper Pair 1

Minggu_0 - Minggu2

-3.7300

0E1 7.80751 2.01589 -41.62365 -32.97635 -

18.503 14 .000

a. Kelompok_4 = Lengan Bawah

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 Minggu_0 24.2000 15 2.72423 .70339

Minggu2 60.6000 15 14.70811 3.79762 a. Kelompok_4 = Tungkai Atas

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &

Minggu2 15 .360 .187

a. Kelompok_4 = Tungkai Atas

Paired Samples Testa

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1

Minggu_0 - Minggu2

-3.6400

0E1 13.95938 3.60430 -44.13045 -28.66955 -

10.099 14 .000

a. Kelompok_4 = Tungkai Atas

Paired Samples Statisticsa

Page 175: dian andriani ratna dewi

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 Minggu_0 22.6000 15 3.23596 .83552 Minggu2 49.7667 15 10.21006 2.63623

a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &

Minggu2 15 .192 .493

a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah

Paired Samples Testa Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1

Minggu_0 - Minggu2

-2.7166

7E1 10.10068 2.60799 -32.76024 -21.57309 -

10.417 14 .000

a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah

Kelompok Pelembab Biasa

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 Minggu_0 26.2000 15 3.21159 .82923

Minggu2 61.8000 15 6.55689 1.69298 a. Kelompok_4 = Lengan Atas

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig.

Page 176: dian andriani ratna dewi

Pair 1 Minggu_0 & Minggu2 15 .452 .090

a. Kelompok_4 = Lengan Atas

Paired Samples Testa

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1

Minggu_0 - Minggu2

-3.5600

0E1 5.85296 1.51123 -38.84126 -32.35874 -

23.557 14 .000

a. Kelompok_4 = Lengan Atas

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 Minggu_0 25.6333 15 2.27146 .58649

Minggu2 54.6667 15 5.49242 1.41814 a. Kelompok_4 = Lengan Bawah

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &

Minggu2 15 .074 .793

a. Kelompok_4 = Lengan Bawah

Paired Samples Testa Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1

Minggu_0 - Minggu2

-2.9033

3E1 5.78627 1.49401 -32.23766 -25.82900 -

19.433 14 .000

Page 177: dian andriani ratna dewi

Paired Samples Testa

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1

Minggu_0 - Minggu2

-2.9033

3E1 5.78627 1.49401 -32.23766 -25.82900 -

19.433 14 .000

a. Kelompok_4 = Lengan Bawah

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 Minggu_0 23.7333 15 3.27254 .84497

Minggu2 49.0667 15 6.36359 1.64307 a. Kelompok_4 = Tungkai Atas

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &

Minggu2 15 .157 .576

a. Kelompok_4 = Tungkai Atas

Paired Samples Testa

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1

Minggu_0 - Minggu2

-2.5333

3E1 6.68331 1.72562 -29.03443 -21.63224 -

14.681 14 .000

a. Kelompok_4 = Tungkai Atas

Page 178: dian andriani ratna dewi

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 Minggu_0 22.0000 15 2.12972 .54989

Minggu2 41.5667 15 6.95102 1.79475 a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &

Minggu2 15 .223 .424

a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah

Paired Samples Testa Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1

Minggu_0 - Minggu2

-1.9566

7E1 6.80039 1.75585 -23.33259 -15.80074 -

11.144 14 .000

a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah

Page 179: dian andriani ratna dewi

Lampiran 8. Uji Homogenitas dan Uji Beda Independent-Sample t Test antara Kelompok Kontrol dengan Perlakuan Berdasarkan Lokasi Lengan Atas

Group Statisticsa Kelompok_3 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Minggu_0 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 28.4667 4.80129 1.23969

Kelompok pelembab biasa 15 26.2000 3.21159 .82923 Minggu1 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 43.1333 7.06214 1.82344

Kelompok pelembab biasa 15 39.7667 5.28092 1.36353 Minggu2 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 71.3000 10.79319 2.78679

Kelompok pelembab biasa 15 61.8000 6.55689 1.69298 Minggu3 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 57.4333 9.39769 2.42647

Kelompok pelembab biasa 15 42.0667 6.22457 1.60718 a. Kelompok_4 = Lengan Atas

Independent Samples Testa Levene's Test

for Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Differe

nce

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Minggu_0

Equal variances assumed 1.768 .194 1.52

0 28 .140 2.26667 1.49146 -.78844 5.32178

Equal variances not assumed

1.520

24.438 .141 2.26667 1.49146 -.80863 5.34196

Minggu1

Equal variances assumed .609 .442 1.47

9 28 .150 3.36667 2.27687 -1.29729 8.03062

Equal variances not assumed

1.479

25.927 .151 3.36667 2.27687 -

1.31414 8.04747

Minggu2

Equal variances assumed 2.958 .097 2.91

3 28 .007 9.50000 3.26073 2.82069 16.17931

Page 180: dian andriani ratna dewi

Equal variances not assumed

2.913

23.095 .008 9.50000 3.26073 2.75619 16.2438

1 Minggu3

Equal variances assumed 2.103 .158 5.28

0 28 .000 15.36667 2.91046 9.40485 21.3284

8 Equal variances not assumed

5.280

24.301 .000 15.3666

7 2.91046 9.36370 21.36963

a. Kelompok_4 = Lengan Atas Lengan Bawah

Group Statisticsa Kelompok_3 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Minggu_0 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 26.6333 2.68239 .69259

Kelompok pelembab biasa 15 25.6333 2.27146 .58649 Minggu1 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 41.8667 8.24072 2.12775

Kelompok pelembab biasa 15 37.3333 4.52243 1.16769 Minggu2 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 63.9333 9.23670 2.38491

Kelompok pelembab biasa 15 54.6667 5.49242 1.41814 Minggu3 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 53.1333 7.88187 2.03509

Kelompok pelembab biasa 15 37.9333 6.01743 1.55370 a. Kelompok_4 = Lengan Bawah

Independent Samples Testa Levene's

Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean Differen

ce

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Minggu_0

Equal variances assumed .252 .620 1.102 28 .280 1.00000 .90755 -.85904 2.85904

Equal variances not assumed

1.102 27.260 .280 1.00000 .90755 -.86131 2.86131

Minggu1

Equal variances assumed 4.496 .043 1.868 28 .072 4.53333 2.42710 -.43835 9.50501

Page 181: dian andriani ratna dewi

Equal variances not assumed

1.868 21.732 .075 4.53333 2.42710 -.50376 9.57043

Minggu2

Equal variances assumed 4.396 .045 3.340 28 .002 9.26667 2.77469 3.58298 14.95036

Equal variances not assumed

3.340 22.800 .003 9.26667 2.77469 3.52400 15.00933

Minggu3

Equal variances assumed .233 .633 5.937 28 .000 15.20000 2.56038 9.95530 20.44470

Equal variances not assumed

5.937 26.182 .000 15.20000 2.56038 9.93884 20.46116

a. Kelompok = Lengan Bawah Tungkai Atas

Group Statisticsa Kelompok_3 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Minggu_0 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 24.2000 2.72423 .70339

Kelompok pelembab biasa 15 23.7333 3.27254 .84497 Minggu1 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 40.3667 7.51300 1.93985

Kelompok pelembab biasa 15 33.4000 5.68582 1.46807 Minggu2 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 60.6000 14.70811 3.79762

Kelompok pelembab biasa 15 49.0667 6.36359 1.64307 Minggu3 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 47.6333 8.45464 2.18298

Kelompok pelembab biasa 15 34.8667 4.21505 1.08832 a. Kelompok_4 = Tungkai Atas

Independent Samples Testa Levene's Test

for Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Differen

ce

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Minggu_0

Equal variances assumed .376 .545 .424 28 .674 .46667 1.09942 -

1.78540 2.71873

Page 182: dian andriani ratna dewi

Equal variances not assumed

.424 27.108 .675 .46667 1.09942 -

1.78874 2.72207

Minggu1

Equal variances assumed 2.529 .123 2.864 28 .008 6.96667 2.43275 1.98341 11.9499

2 Equal variances not assumed

2.864 26.076 .008 6.96667 2.43275 1.96679 11.9665

4 Minggu2

Equal variances assumed 5.878 .022 2.787 28 .009 11.5333

3 4.13782 3.05739 20.00928

Equal variances not assumed

2.787 19.064 .012 11.5333

3 4.13782 2.87473 20.19193

Minggu3

Equal variances assumed 3.562 .070 5.234 28 .000 12.7666

7 2.43923 7.77013 17.76320

Equal variances not assumed

5.234 20.555 .000 12.7666

7 2.43923 7.68731 17.84603

a. Kelompok = Tungkai Atas Tungkai Bawah

Group Statisticsa Kelompok_3 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Minggu_0 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 22.6000 3.23596 .83552

Kelompok pelembab biasa 15 22.0000 2.12972 .54989 Minggu1 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 34.1000 5.91064 1.52612

Kelompok pelembab biasa 15 31.4333 3.89994 1.00696 Minggu2 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 49.7667 10.21006 2.63623

Kelompok pelembab biasa 15 41.5667 6.95102 1.79475 Minggu3 Kelompok saccharide

isomerate 5% 15 42.3333 7.68967 1.98546

Kelompok pelembab biasa 15 30.5333 4.29895 1.10998 a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah

Independent Samples Testa Levene's

Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

Page 183: dian andriani ratna dewi

Minggu_0

Equal variances assumed 2.602 .118 .600 28 .553 .6000 1.00024 -1.4489 2.64889

Equal variances not assumed

.600 24.21 .554 .6000 1.00024 -1.4634 2.66343

Minggu1

Equal variances assumed 1.456 .238 1.46 28 .156 2.667 1.82839 -1.0786 6.41196

Equal variances not assumed

1.46 24.25 .158 2.667 1.82839 -1.1049 6.43824

Minggu2

Equal variances assumed 1.621 .213 2.57 28 .016 8.200 3.18917 1.6673 14.7327

Equal variances not assumed

2.57 24.68 .017 8.200 3.18917 1.6275 14.7725

Minggu3

Equal variances assumed 1.639 .211 5.19 28 .000 11.80 2.27467 7.1406 16.4594

Equal variances not assumed

5.19 21.97 .000 11.80 2.27467 7.0823 16.517

a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah

Lampiran 9 Uji One Way Anova Lokasi Pengukuran Hidrasi Kulit Kelompok saccharide isomerate 5%

Page 184: dian andriani ratna dewi

Descriptivesa

N Mean Std.

Deviation Std.

Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum

Maximum

Lower Bound

Upper Bound

Minggu_0

Lengan Atas 15 28.467 4.80129 1.2397 25.8078 31.1255 21.50 41.00 Lengan Bawah 15 26.633 2.68239 .69259 25.1479 28.1188 21.00 30.50 Tungkai Atas 15 24.200 2.72423 .70339 22.6914 25.7086 20.00 31.00 Tungkai Bawah 15 22.600 3.23596 .83552 20.8080 24.3920 16.50 27.50 Total 60 25.476 4.06872 .52527 24.4239 26.5261 16.50 41.00

Minggu1

Lengan Atas 15 43.133 7.06214 1.8234 39.2225 47.0442 32.50 56.00 Lengan Bawah 15 41.867 8.24072 2.1277 37.3031 46.4302 30.50 59.50 Tungkai Atas 15 40.367 7.51300 1.9398 36.2061 44.5272 32.50 55.00 Tungkai Bawah 15 34.100 5.91064 1.5261 30.8268 37.3732 27.50 50.00 Total 60 39.867 7.86640 1.0155 37.8346 41.8988 27.50 59.50

Minggu2

Lengan Atas 15 71.300 10.79319 2.7867 65.3229 77.2771 54.00 95.50 Lengan Bawah 15 63.933 9.23670 2.3849 58.8182 69.0484 48.50 80.00 Tungkai Atas 15 60.600 14.70811 3.7976 52.4549 68.7451 39.00 92.00 Tungkai Bawah 15 49.767 10.21006 2.6362 44.1125 55.4208 34.00 70.00 Total 60 61.400 13.60421 1.7563 57.8857 64.9143 34.00 95.50

Minggu3

Lengan Atas 15 57.433 9.39769 2.4264 52.2291 62.6376 43.50 81.50 Lengan Bawah 15 53.133 7.88187 2.0350 48.7685 57.4982 35.50 66.00 Tungkai Atas 15 47.633 8.45464 2.1829 42.9513 52.3154 35.00 63.50 Tungkai Bawah 15 42.333 7.68967 1.9854 38.0749 46.5917 30.00 62.00 Total 60 50.133 9.97916 1.2883 47.5554 52.7112 30.00 81.50

a. Kelompok_3 = Kelompok saccharide isomerate 5%

Test of Homogeneity of Variancesa Levene Statistic df1 df2 Sig. Minggu_0 2.026 3 56 .121 Minggu1 .932 3 56 .431 Minggu2 .983 3 56 .408 Minggu3 .311 3 56 .818 a. Kelompok_3 = Kelompok saccharide isomerate 5%

ANOVAa

Page 185: dian andriani ratna dewi

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Minggu_0 Between Groups 302.746 3 100.915 8.385 .000 Within Groups 673.967 56 12.035 Total 976.712 59

Minggu1 Between Groups 722.633 3 240.878 4.606 .006 Within Groups 2928.300 56 52.291 Total 3650.933 59

Minggu2 Between Groups 3606.033 3 1202.011 9.204 .000 Within Groups 7313.367 56 130.596 Total 10919.400 59

Minggu3 Between Groups 1940.700 3 646.900 9.207 .000 Within Groups 3934.733 56 70.263 Total 5875.433 59

a. Kelompok_3 = Kelompok saccharide isomerate 5% Post Hoc Tests

Multiple Comparisonsa LSD

Dependent Variable

(I) Kelompok_4 (J) Kelompok_4

Mean Differenc

e (I-J) Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound

Upper Bound

Minggu_0

Lengan Atas Lengan Bawah 1.83333 1.26676 .153 -.7043 4.3710 Tungkai Atas 4.26667* 1.26676 .001 1.7290 6.8043 Tungkai Bawah 5.86667* 1.26676 .000 3.3290 8.4043

Lengan Bawah

Lengan Atas -1.83333 1.26676 .153 -4.3710 .7043 Tungkai Atas 2.43333 1.26676 .060 -.1043 4.9710 Tungkai Bawah 4.03333* 1.26676 .002 1.4957 6.5710

Tungkai Atas Lengan Atas -4.26667* 1.26676 .001 -6.8043 -1.7290

Lengan Bawah -2.43333 1.26676 .060 -4.9710 .1043 Tungkai Bawah 1.60000 1.26676 .212 -.9376 4.1376

Tungkai Bawah

Lengan Atas -5.8667* 1.26676 .000 -8.4043 -3.3290 Lengan Bawah -4.0333* 1.26676 .002 -6.5710 -1.4957 Tungkai Atas -1.6000 1.26676 .212 -4.1376 .9376

Page 186: dian andriani ratna dewi

Minggu1 Lengan Atas Lengan Bawah 1.2667 2.64048 .633 -4.0229 6.5562 Tungkai Atas 2.7667 2.64048 .299 -2.5229 8.0562 Tungkai Bawah 9.033* 2.64048 .001 3.7438 14.3229

Lengan Bawah

Lengan Atas -1.26667 2.64048 .633 -6.5562 4.0229 Tungkai Atas 1.50000 2.64048 .572 -3.7895 6.7895 Tungkai Bawah 7.76667* 2.64048 .005 2.4771 13.0562

Tungkai Atas Lengan Atas -2.76667 2.64048 .299 -8.0562 2.5229 Lengan Bawah -1.50000 2.64048 .572 -6.7895 3.7895 Tungkai Bawah 6.2667* 2.64048 .021 .9771 11.5562

Tungkai Bawah

Lengan Atas -9.0333* 2.64048 .001 -14.3229 -3.7438 Lengan Bawah -7.7667* 2.64048 .005 -13.0562 -2.4771 Tungkai Atas -6.2667* 2.64048 .021 -11.5562 -.9771

Minggu2 Lengan Atas Lengan Bawah 7.3667 4.17286 .083 -.9926 15.7259 Tungkai Atas 10.7000* 4.17286 .013 2.3408 19.0592 Tungkai Bawah 21.5333* 4.17286 .000 13.1741 29.8926

Lengan Bawah

Lengan Atas -7.36667 4.17286 .083 -15.7259 .9926 Tungkai Atas 3.33333 4.17286 .428 -5.0259 11.6926 Tungkai Bawah 14.1667* 4.17286 .001 5.8074 22.5259

Tungkai Atas Lengan Atas -10.7000* 4.17286 .013 -19.0592 -2.3408

Lengan Bawah -3.3333 4.17286 .428 -11.6926 5.0259 Tungkai Bawah 10.8333* 4.17286 .012 2.4741 19.1926

Tungkai Bawah

Lengan Atas -21.533* 4.17286 .000 -29.8926 -13.1741 Lengan Bawah -14.167* 4.17286 .001 -22.5259 -5.8074 Tungkai Atas -10.833* 4.17286 .012 -19.1926 -2.4741

Minggu3 Lengan Atas Lengan Bawah 4.3000 3.06079 .166 -1.8315 10.4315 Tungkai Atas 9.8000 3.06079 .002 3.6685 15.9315 Tungkai Bawah 15.100* 3.06079 .000 8.9685 21.2315

Lengan Bawah

Lengan Atas -4.300 3.06079 .166 -10.4315 1.8315 Tungkai Atas 5.500 3.06079 .078 -.6315 11.6315 Tungkai Bawah 10.800* 3.06079 .001 4.6685 16.9315

Tungkai Atas Lengan Atas -9.800* 3.06079 .002 -15.9315 -3.6685 Lengan Bawah -5.500 3.06079 .078 -11.6315 .6315 Tungkai Bawah 5.3000 3.06079 .089 -.8315 11.4315

Tungkai Bawah

Lengan Atas -15.100* 3.06079 .000 -21.2315 -8.9685 Lengan Bawah -10.800* 3.06079 .001 -16.9315 -4.6685 Tungkai Atas -5.300 3.06079 .089 -11.4315 .8315

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Page 187: dian andriani ratna dewi

a. Kelompok_3 = Kelompok saccharide isomerate 5%

Kelompok pelembab biasa

Descriptivesa

N Mean Std.

Deviation Std.

Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum

Maximum

Lower Bound

Upper Bound

Minggu_0

Lengan Atas 15 26.200 3.21159 .82923 24.4215 27.9785 19.50 31.00 Lengan Bawah 15 25.633 2.27146 .58649 24.3754 26.8912 22.00 29.50 Tungkai Atas 15 23.733 3.27254 .84497 21.9211 25.5456 18.00 31.00 Tungkai Bawah 15 22.000 2.12972 .54989 20.8206 23.1794 18.50 25.00 Total 60 24.392 3.17444 .40982 23.5716 25.2117 18.00 31.00

Minggu1

Lengan Atas 15 39.767 5.28092 1.36353 36.8422 42.6911 31.00 48.00 Lengan Bawah 15 37.333 4.52243 1.16769 34.8289 39.8378 30.50 46.50 Tungkai Atas 15 33.400 5.68582 1.46807 30.2513 36.5487 25.00 42.00 Tungkai Bawah 15 31.433 3.89994 1.00696 29.2736 33.5930 24.00 37.00 Total 60 35.483 5.79302 .74788 33.9868 36.9798 24.00 48.00

Minggu2

Lengan Atas 15 61.800 6.55689 1.69298 58.1689 65.4311 47.50 74.00

Lengan Bawah 15 54.667 5.49242 1.41814 51.6251 57.7083 43.50 64.00 Tungkai Atas 15 49.067 6.36359 1.64307 45.5426 52.5907 39.50 60.00 Tungkai Bawah 15 41.567 6.95102 1.79475 37.7173 45.4160 29.50 53.00 Total 60 51.776 9.71955 1.25479 49.2642 54.2858 29.50 74.00

Minggu3

Lengan Atas 15 42.067 6.22457 1.60718 38.6196 45.5137 29.00 55.00

Lengan Bawah 15 37.933 6.01743 1.55370 34.6010 41.2657 28.50 48.50 Tungkai Atas 15 34.867 4.21505 1.08832 32.5324 37.2009 26.00 40.50 Tungkai Bawah 15 30.533 4.29895 1.10998 28.1527 32.9140 24.00 39.50 Total 60 36.350 6.67039 .86114 34.6269 38.0731 24.00 55.00

a. Kelompok_3 = Kelompok pelembab biasa

Test of Homogeneity of Variancesa Levene Statistic df1 df2 Sig. Minggu_0 .545 3 56 .654 Minggu1 .972 3 56 .413

Page 188: dian andriani ratna dewi

Minggu2 .333 3 56 .802 Minggu3 .840 3 56 .478 a. Kelompok_3 = Kelompok pelembab biasa

ANOVAa Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Minggu_0 Between Groups 164.479 3 54.826 7.139 .000

Within Groups 430.067 56 7.680 Total 594.546 59

Minggu1 Between Groups 637.683 3 212.561 8.868 .000 Within Groups 1342.300 56 23.970 Total 1979.983 59

Minggu2 Between Groups 3306.112 3 1102.037 27.216 .000 Within Groups 2267.600 56 40.493 Total 5573.712 59

Minggu3 Between Groups 1068.317 3 356.106 12.809 .000 Within Groups 1556.833 56 27.801 Total 2625.150 59

a. Kelompok_3 = Kelompok pelembab biasa Post Hoc Tests

Multiple Comparisonsa LSD

Dependent Variable

(I) Kelompok_4 (J) Kelompok_4

Mean Differenc

e (I-J) Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound

Upper Bound

Minggu_0

Lengan Atas Lengan Bawah .56667 1.01191 .578 -1.4604 2.5938 Tungkai Atas 2.46667* 1.01191 .018 .4396 4.4938 Tungkai Bawah 4.20000* 1.01191 .000 2.1729 6.2271

Lengan Bawah

Lengan Atas -.56667 1.01191 .578 -2.5938 1.4604 Tungkai Atas 1.90000 1.01191 .066 -.1271 3.9271 Tungkai Bawah 3.63333* 1.01191 .001 1.6062 5.6604

Page 189: dian andriani ratna dewi

Tungkai Atas Lengan Atas -2.46667* 1.01191 .018 -4.4938 -.4396 Lengan Bawah -1.90000 1.01191 .066 -3.9271 .1271 Tungkai Bawah 1.73333 1.01191 .092 -.2938 3.7604

Tungkai Bawah

Lengan Atas -4.20000* 1.01191 .000 -6.2271 -2.1729 Lengan Bawah -3.63333* 1.01191 .001 -5.6604 -1.6062 Tungkai Atas -1.73333 1.01191 .092 -3.7604 .2938

Minggu1 Lengan Atas Lengan Bawah 2.43333 1.78772 .179 -1.1479 6.0146 Tungkai Atas 6.36667* 1.78772 .001 2.7854 9.9479 Tungkai Bawah 8.33333* 1.78772 .000 4.7521 11.9146

Lengan Bawah

Lengan Atas -2.43333 1.78772 .179 -6.0146 1.1479 Tungkai Atas 3.93333* 1.78772 .032 .3521 7.5146 Tungkai Bawah 5.90000* 1.78772 .002 2.3188 9.4812

Tungkai Atas Lengan Atas -6.36667* 1.78772 .001 -9.9479 -2.7854 Lengan Bawah -3.93333* 1.78772 .032 -7.5146 -.3521 Tungkai Bawah 1.96667 1.78772 .276 -1.6146 5.5479

Tungkai Bawah

Lengan Atas -8.33333* 1.78772 .000 -11.9146 -4.7521 Lengan Bawah -5.90000* 1.78772 .002 -9.4812 -2.3188 Tungkai Atas -1.96667 1.78772 .276 -5.5479 1.6146

Minggu2 Lengan Atas Lengan Bawah 7.13333* 2.32359 .003 2.4786 11.7880 Tungkai Atas 12.73333* 2.32359 .000 8.0786 17.3880 Tungkai Bawah 20.23333* 2.32359 .000 15.5786 24.8880

Lengan Bawah

Lengan Atas -7.13333* 2.32359 .003 -11.7880 -2.4786 Tungkai Atas 5.60000* 2.32359 .019 .9453 10.2547 Tungkai Bawah 13.10000* 2.32359 .000 8.4453 17.7547

Tungkai Atas Lengan Atas -12.7333* 2.32359 .000 -17.3880 -8.0786 Lengan Bawah -5.6000* 2.32359 .019 -10.2547 -.9453 Tungkai Bawah 7.5000* 2.32359 .002 2.8453 12.1547

Tungkai Bawah

Lengan Atas -20.2333* 2.32359 .000 -24.8880 -15.5786 Lengan Bawah -13.1000* 2.32359 .000 -17.7547 -8.4453 Tungkai Atas -7.5000* 2.32359 .002 -12.1547 -2.8453

Minggu3 Lengan Atas Lengan Bawah 4.1333 1.92529 .036 .2765 7.9902 Tungkai Atas 7.2000* 1.92529 .000 3.3432 11.0568 Tungkai Bawah 11.5333* 1.92529 .000 7.6765 15.3902

Lengan Bawah

Lengan Atas -4.1333* 1.92529 .036 -7.9902 -.2765 Tungkai Atas 3.0667 1.92529 .117 -.7902 6.9235 Tungkai Bawah 7.4000* 1.92529 .000 3.5432 11.2568

Tungkai Atas Lengan Atas -7.2000* 1.92529 .000 -11.0568 -3.3432

Page 190: dian andriani ratna dewi

Lengan Bawah -3.0667 1.92529 .117 -6.9235 .7902 Tungkai Bawah 4.3333* 1.92529 .028 .4765 8.1902

Tungkai Bawah

Lengan Atas -11.5333* 1.92529 .000 -15.3902 -7.6765 Lengan Bawah -7.4000* 1.92529 .000 -11.2568 -3.5432 Tungkai Atas -4.3333* 1.92529 .028 -8.1902 -.4765

*. The mean difference is significant at the 0.05 level. a. Kelompok_3 = Kelompok pelembab biasa

Page 191: dian andriani ratna dewi

Lampiran 12 Foto-foto penelitian

Penimbangan bahan baku pelembab Bahan-bahan baku pada formulasi pelembab

Page 192: dian andriani ratna dewi

Pencampuran bahan Pelabelan kemasan

Page 193: dian andriani ratna dewi

Uji tempel pada penelitian pendahuluan

Menunjukkan tidak ada tanda iritasi atau alergi

Page 194: dian andriani ratna dewi
Page 195: dian andriani ratna dewi

Lokasi pengukuran hidrasi kulit pada lengan atas dan bawah serta tungkai atas dan bawah