29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare masih menjadi masalah kesehatan dunia dan merupakan salah satu penyebab utama kematian balita di Negara berkembang. Angka kejadian diare pada anak tiap tahun diperkirakan 2,5 milyar, dan lebih dari setengahnya terdapat di Afrika dan Asia Selatan dan akibat dari penyakit ini lebih berat serta mematikan. Secara global setiap tahun penyakit ini menyebabkan kematian balita sebesar 1,6 juta. Sebanyak 6 juta anak meninggal dunia karena diare dan mayoritas terjadi di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu dari tujuh penyebab kematian balita di dunia (Juffrie, 2008). Diare akut merupakan kondisi buang air besar lebih dari 3 kali sehari pada anak dengan konsistensi tinja cair atau lunak dengan atau tanpa lendir atau darah yang terjadi selama kurang dari satu minggu (Bambang, 2010). WHO 2011 mendefinisikan diare akut sebagai keadaan pengeluaran feses 3 kali atau lebih, atau kondisi pengeluaran feses yang lebih banyak dari kondisi normal biasanya pada seseorang. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002 menyebutkan bahwa di Indonesia 55% kejadian diare terjadi pada balita dengan kisaran 2,5 balita per 1000 balita (Sinthamurniwaty, 2006). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, diare menjadi penyebab kematian tertinggi bayi dan balita di Indonesia diikuti oleh pneumonia di urutan kedua dengan angka 42% 1

diare akut

  • Upload
    rahmat

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

diare

Citation preview

Page 1: diare akut

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare masih menjadi masalah kesehatan dunia dan merupakan salah satu penyebab

utama kematian balita di Negara berkembang. Angka kejadian diare pada anak tiap tahun

diperkirakan 2,5 milyar, dan lebih dari setengahnya terdapat di Afrika dan Asia Selatan dan

akibat dari penyakit ini lebih berat serta mematikan. Secara global setiap tahun penyakit ini

menyebabkan kematian balita sebesar 1,6 juta. Sebanyak 6 juta anak meninggal dunia karena

diare dan mayoritas terjadi di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu dari tujuh

penyebab kematian balita di dunia (Juffrie, 2008).

Diare akut merupakan kondisi buang air besar lebih dari 3 kali sehari pada anak dengan

konsistensi tinja cair atau lunak dengan atau tanpa lendir atau darah yang terjadi selama

kurang dari satu minggu (Bambang, 2010). WHO 2011 mendefinisikan diare akut sebagai

keadaan pengeluaran feses 3 kali atau lebih, atau kondisi pengeluaran feses yang lebih

banyak dari kondisi normal biasanya pada seseorang.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002 menyebutkan bahwa di Indonesia

55% kejadian diare terjadi pada balita dengan kisaran 2,5 balita per 1000 balita

(Sinthamurniwaty, 2006). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, diare menjadi penyebab

kematian tertinggi bayi dan balita di Indonesia diikuti oleh pneumonia di urutan kedua

dengan angka 42% (bayi), 25,2% (balita) oleh diare dan 24% (bayi), 15,5% (balita) oleh

pneumonia.

Di Propinsi Jawa Tengah, angka kejadian diare pada anak masih cukup besar. Pada

tahun 2003, terdapat laporan sebanyak 191.107 balita menderita diare. Data tersebut

menunjukkan cakupan penemuan diare pada balita masih cukup besar yaitu berkisar pada

angka 45,4%. Angka kejadian terbesar terdapat di Kabupaten Batang ( 77,2 % ) dan terkecil

di Kabupaten Grobogan ( 32,5 % ) (DINKES JATENG, 2009).

Diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik infeksi maupun noninfeksi. Infeksi

Rotavirus merupakan penyebab terbanyak pada kasus-kasus diare baik di negara maju

maupun negara berkembang. Pada tahun 2008, Health Sentinels System melaporkan bahwa

1

Page 2: diare akut

pada tahun 2008, virus ini menjadi penyebab 40% kejadian diare yang menjalani rawat inap

dan 50% kasus meninggal karena diare pada anak di Bolivia (Grandy et al., 2010).

Penatalaksanaan pada anak yang mengalami diare dapat dilakukan dengan pemberian

terapi rehidrasi, suplementasi zinc, dukungan nutrisi, pemberian antibiotik secara selektif,

dan edukasi kepada keluarga tentang kondisi diare pada anak (Juffrie, 2009). Terapi rehidrasi

menjadi bagian utama pada penatalaksanaan diare karena dapat mengurangi risiko kematian

akibat dehidrasi yang dialami pasien (Titik, 2009). WHO 2011 telah menentukan formula

baru dalam terapi rehidrasi pada anak diare yang berupa formula rehidrasi oral berbasis

glukosa (FROBG/oralit standar WHO-selanjutnya akan disebut oralit WHO). Formula ini

merupakan campuran dari komposisi Natrium Klorida 2,6 g/L, Glukosa Anhidrat 13,5 g/L,

Kalium Klorida 1,5 g/L, dan Trisodium sitrat dihidrat 2,9 g/L dengan osmolaritas sebesar 245

mmol/L.

B. Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah mengetahui tentang definisi, etiologi, patogenesis,

diagnosis, penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi, dan prognosis pada diare akut di bidang

ilmu kesehatan anak.

2

Page 3: diare akut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diare

Diare akut merupakan kondisi buang air besar lebih dari 3 kali sehari pada anak dengan

konsistensi tinja cair atau lunak dengan atau tanpa lendir atau darah yang terjadi selama

kurang dari satu minggu (Bambang, 2010). WHO mendefinisikan diare akut sebagai keadaan

pengeluaran feses 3 kali atau lebih, atau kondisi pengeluaran feses yang lebih banyak dari

kondisi normal biasanya pada seseorang (WHO, 2011). Soegijanto (2002) menyebutkan

bahwa batasan diare akut adalah tidak lebih dari satu minggu.

B. Epidemiologi

Diare masih menjadi masalah kesehatan dunia dan Indonesia. Menurut WHO, diare

merupakan satu dari tujuh penyebab kematian balita di dunia, sebanyak 6 juta anak

meninggal dunia karena diare dan mayoritas terjadi di negara berkembang (Juffrie, 2009).

Soebagyo (2008) menyebutkan di Negara ASEAN, setiap balita mengalami diare 3-4 kali

dalam setahun. Sedangkan di Indonesia, Soebagyo juga menjelaskan bahwa kematian yang

terjadi pada balita pada tahun 2008 berkisar pada angka 200.000-400.000 balita (Febrika,

2010). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, diare menjadi penyebab kematian tertinggi

bayi dan balita di Indonesia diikuti oleh pneumonia di urutan kedua dengan angka 42%

(bayi), 25,2% (balita) oleh diare dan 24% (bayi), 15,5% (balita) oleh pneumonia

(RISKESDAS, 2008). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menyebutkan

bahwa di Indonesia kejadian diare menurun secara signifikan dibandingkan tahun 2011 dari

3.003 kasus menjadi 1.585 kasus pada tahun 2012. Berdasarkan data Depkes tahun 2007,

terdapat 100.000 balita meninggal di Indonesia karena diare. Itu berarti ada sekitar 273 balita

meninggal setiap harinya dan 11 balita meninggal setiap jamnya (Nasili, 2010).

Di Propinsi Jawa Tengah, angka kejadian diare pada masih cukup besar. Pada tahun

2003 terdapat laporan sebanyak 191.107 balita menderita diare. Data tersebut menunjukkan

cakupan penemuan diare pada balita masih cukup besar yaitu berkisar pada angka 45,4%.

3

Page 4: diare akut

Angka kejadian terbesar terdapat di Kabupaten Batang (77,2%) dan terkecil di Kabupaten

Grobogan (32,5%) (DINKES JATENG, 2009).

C. Etiologi

Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, parasit, dan jamur (Zulfiqar, 2008).

Tabel berikut merupakan agen-agen etiologi penyebab diare yang terjadi pada anak :

Tabel 1. Agen etiologi diare anak

Etiologi ContohVirus Hepatitis A, Noroviruses (dan golongan calcivirus lainnya), Rotavirus,

golongan virus lainnya (astroviruses, adenoviruses, parvoviruses)Bakteri Bacillus anthracis, B. cereus, Brucella abortus, B. melitensis, B. suis,

Campylobacter jejuni, Clostridium botulinum, C. prefingens, enterohemorrhagic E. coli (EHEC) and other Shiga toxin–producing E. coli (STEC), Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Listeria monocytogenes, Salmonella spp, Shigella spp, Staphylococcus aureus, Vibrio cholera, V. parahaemolyticus, V. vulnificus, Yersinia enterocolytica and Y. Pseudotuberculosis

Parasit Angiostrongylus cantonensis, Cryptosporidium, Cyclospora cayetanensis, Entamoeba histolytica

jamur Candida spp, zygomycosis

Pada diare dengan etiologi noninfeksi, dapat disebabkan oleh:

a) Malabsorbsi: karbohidrat, lemak, protein.

b) Makanan: makanan basi, makanan belum layak waktu pemberian.

c) Keracunan: makanan terkontaminasi toksin bakteri/tercampur bahan kimia toksik.

d) Kondisi malnutrisi: marasmus, kwashiorkor.

e) Alergi: susu, makanan laut.

f) Imunodefisiensi.

g) Faktor psikis.

D. Faktor Risiko Diare

Diare dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :

a. Faktor internal

Faktor-faktor dari diri pasien sendiri yang berisiko mengakibatkan terjadinya diare, yaitu:

1) Usia

4

Page 5: diare akut

Kelompok usia 6-24 bulan merupakan kelompok usia anak yang sering terkena diare.

Makin besar usia anak, kemungkinan terkena daire menjadi lebih kecil.

2) Status gizi buruk/ malnutrisi

Pada kondisi malnutrisi, asupan makanan dan absorpsi makanan berkurang sehingga

nutrisi yang masuk ketubuh berkurang. Hal ini berpengaruh terhadap daya tahan

tubuh anak yang dapat meningkatkan risiko diare (Aisyah, 2009).

b. Faktor eksternal

Faktor-faktor dari orang tua pasien yang berisiko mengakibatkan terjadinya diare, yaitu :

1) Kurangnya kebiasaan cuci tangan ibu ketika memasak dan menyiapkan makanan

untuk anak dapat meningkatkan risiko terkena diare pada anak.

2) Tidak memberikan ASI eksklusif 6 bulan pertama kehidupan.

ASI merupakan makanan utama bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya. Antibodi

yang terbawa dengan ASI dapat disalurkan kepada anak saat anak mengkonsumsi

ASI sehingga daya tahan tubuh anak menjadi lebih baik. Hal ini tidak terjadi pada

anak yang tidak mengkonsumsi ASI sehingga meningkatkan risiko terkena diare dan

penyakit lainnya.

3) Persediaan air bersih, jamban keluarga dan jenis lantai rumah.

Masyarakat yang menjadikan sumur/sumber air tak terlindung sebagai sumber air

bersih memperbesar risiko terjadinya diare pada anak dari pada masyarakat dengan

sumber air bersih dari sumber air terlindung seperti PAM. Masyarakat dengan kondisi

jamban tanpa tangki septik atau jamban cemplung memiliki risiko terkena diare pada

anak lebih besar dari pada masyarakat dengan kondisi jamban leher angsa dengan

tangki septik. Masyarakat yang memiliki lantai rumah tidak kedap air/ yang masih

berlantai tanah memiliki risiko terkena diare pada anak lebih besar daripada

masyarakat yang memiliki lantai rumah yang kedap air/terbuat dari semen dan ubin

atau porselen.

4) Rendahnya pendidikan dan pengetahuan orang tua

Makin rendah pengetahuan orang tua mengenai hidup bersih dan sehat, makin besar

risiko terkena diare pada anak. Makin rendah tingkat pendidikan orang tua, makin

5

Page 6: diare akut

rendah pula kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan sehingga meningkatkan

risiko terkena diare (Srimurni, 2011).

E. Klasifikasi Diare

Berdasarkan waktu terjadinya diare, diare dapat dibagi menjadi (Bambang, 2010):

Table 2. Klasifikasi diare menurut lama waktu

Jenis Diare Diare Akut Diare Kronik Diare PersistenWaktu Kurang dari 14 hari Lebih dari 14 hari

dengan etiologi non infeksi

Lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi

F. Mekanisme Diare

Diare yang terjadi pada anak memiliki mekanisme sebagai berikut:

Tabel 3. Mekanisme diare berdasarkan kondisi intraluminal

Jenis Diare Diare Osmotik Diare SekretorikEtiologi Konsentrasi masa intralumen >

konsentrasi masa ekstra lumenSekresi cairan berlebih kedalam

ususMekanisme Diare

Bahan sulit diserap↓

Intraluminal hipertonis, hiperosmolaritas

↓Air dan Na terkumpul dilumen usus

↓Kadar air melebihi batas kemampuan

absorpsi usus↓

Cairan berlebih di usus↓

diare

Bahan laksania↓

Stimulasi usus untuk mensekresikan cairan lebih

banyak↓

Cairan berlebih di usus↓

diare

6

Page 7: diare akut

G. Penilaian Klinis Diare

Penilaian klinis diare pada anak dikategorikan sesuai dengan UKK Gastrohepatologi Ikatan

Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebagai berikut:

Tabel 4. Kriteria penentuan derajat dehidrasi

Kategori Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Tidak Berat Dehidrasi Berat

Tanda dan Gejala Dua atau lebih dari

tanda berikut ini:

Tidak ada tanda gejala

yang cukup untuk

mengelompokkan

dalam dehidrasi berar

atau tak berat

dari tanda berikut ini:

Gelisah

Mata cowong

Kehausan atau sangat

haus

Cubitan kulit kembali

dengan lambat

Dua atau lebih

dari tanda berikut

ini: Letargi atau

penurunan

kesadaran

Mata cowong

Tidak bisa minum

atau malas minum

Cubitan kulit

perut kembali

dengan sangat

lambat (≥ 2 detik)

Rencana Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

H. Komplikasi Diare

Diare menyebabkan beberapa kondisi yang merugikan, di antaranya (Sudaryat, 2007) :

a. Dehidrasi

Kondisi dehidrasi merupakan kondisi utama yang harus segera diatasi karena dapat

mengakibatkan beberapa komplikasi seperti: demam, muntah, penyakit ginjal akut,

bahkan kematian.

b. Gangguan keseimbangan asam-basa

c. Hipoglikemi

Keadaan ini dapat terjadi karena kadar glukosa darah menurun dan karena persediaan

glikogen dalam hati berkurang.

d. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

7

Page 8: diare akut

e. Gangguan gizi

Kondisi buang air besar yang sering pada pasien diare mengakibatkan asupan nutrisi

berkurang. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan berat badan dalam waktu yang cepat

dan dapat berpengaruh pada status gizi pasien.

f. Gangguan sirkulasi

I. Penatalaksanaan Diare

Protokol penanganan diare yang ditetapkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia

(IDAI) dilakukan berdasarkan kategori/tipe diare yang menyerang pasien (Bambang,

2010). Pada pasien diare akut tanpa tanda dehidrasi, penanganan yang dilakukan

adalah penanganan dengan rencana terapi A:

RENCANA TERAPI A

Menggunakan cara ini untuk mengajari ibu:

a. Meneruskan mengobati anak diare di rumah

b. Memberikan terapi awal bila terkena diare

Menerangkan empat cara terapi diare dirumah :

1. Memberi cairan lebih banyak dari biasanya untuk mencegah dehidrasi

a. Menggunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan yang

cair (seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang gunakan larutan oralit untuk

anak, seperti dijelaskan di bawah (catatan: jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan

belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada

makanan cair)

b. Memberikan larutan ini sebanyak anak mau, memberikan jumlah larutan oralit seperti

di bawah

c. Meneruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti

2. Memberi suplementasi zinc

Memberi suplementasi zinc selama 10-14 hari berturut-turut walaupun anak telah

sembuh dari diare. Dapat diberikan dengan cara dikunyah untuk anak yang lebih besar

atau dilarutkan dalam air matang, oralit, atau ASI untuk bayi:

a. Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) perhari

8

Page 9: diare akut

b. Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) perhari

3. Memberi anak makanan untuk mencegah kurang gizi

a. Meneruskan ASI

b. Bila anak tidak mendapatkan ASI berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak

kurang dari 6 bulan dan tidak mendapatkan ASI dapat diberikan susu

c. Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapatkan makanan padat :

1) Memberikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan, sayur,

daging, atau ikan. Menambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi

2) Memberikan sari buah atau pisang halus untuk menambahkan kalium

3) Memberikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk makanan

dengan baik

4) Membujuk anak untuk makan, memberikan makanan sedikitnya 6 kali sehari

5) Memberikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan porsi

makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu

d. Membawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau

menderita sebagai berikut:

1) BAB cair lebih sering

2) Muntah terus menerus

3) Rasa haus yang nyata

4) Makan atau minum sangat sedikit

5) Timbul demam

6) BAB disertai darah

e. Anak harus diberi oralit di rumah apabila:

1) Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C

2) Tidak dapat kembali lagi kepada petugas kesehatan bila diare memburuk

3) Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke petugas

kesehatan merupakan kebijakan pemerintah

9

Page 10: diare akut

Formula oralit baru standar WHO:

Tabel 5. Oralit formula baru WHO

ORS osmolaritas terkurang Komposisi (dalam gram/ liter)

Glukosa anhidrat 13.5

Natrium klorida 2.6

Kalium klorida 1.5

Trisodium sitrat dihidtrat 2.9

Berat total 12.5

Ketentuan memberikan oralit:

1) Memberikan ibu 2 bungkus oralit formula baru.

2) Melarutkan 1 bungkus oralit frmula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan 24 jam.

3) Memberikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan sebagai

berikut:

a) Anak < 2 tahun: memberikan 50-100 ml tiap kali buang air besar

b) Anak > 2 tahun: memberikan 100-200 ml tiap kali buang air besar

c) Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan itu

harus dibuang

Menunjukkan pada ibu cara memberikan oralit:

a) Memberikan satu sendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun

b) Memberikan beberapa teguk dari gelas untuk anak yang lebih besar

c) Apabila anak muntah, menunggu 10 menit, kemudian memberikan cairan lebih lama

(misalkan satu sendok tiap 2-3 menit)

d) Apabila diare berlanjut setelah oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan lain

seperti dijelaskan pada cara pertama atau kembali kepada petugas kesehatan untuk

mendapatkan tambahan oralit.

10

Page 11: diare akut

Pada diare dengan dehidrasi tidak berat, penatalaksanaan diare dilakukan dengan

Rencana Terapi B :

RENCANA TERAPI B

Pada dehidrasi tidak berat, cairan rehidrasi oral diberikan dengan pemantauan yang

dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Mengukur jumlah rehidrasi oral yang

akan diberikan selama 4 jam pertama :

Tabel 6. Jumlah cairan rehidrasi oral 4-6 jam pertama

Umur > 4 bulan 4-12 bulan 12 bulan-2 tahun 2-5 tahun

Berat Badan

Dalam ml

< 6 kg 6 - < 10 kg 10 - < 12 kg 12 – 19 kg

200 – 400 400 – 700 700 – 900 900 - 1400

Jika anak minta minum lagi, berikan.

1. Menunjukkan kepada orang tua bagaimana cara memberikan rehidrasi oral

a. Memberikan minum sedikit demi sedikit

b. Jika anak muntah, menunggu 10 menit lalu melanjutkan kembali rehidrasi oral pelan-

pelan

c. Melanjutkan ASI kapanpun anak meminta

2. Setelah 4 jam:

a. Menilai ulang derajat dehidrasi anak

b. Menentukan tatalaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi

c. Mulai memberi makan anak di klinik

3. Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B :

a. Menunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah

b. Memberikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam Rencana

Terapi A

c. Menjelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah :

i. Memberikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya

ii. Memberi tablet zinc

iii. Memberi anak makanan untuk mencegah kurang gizi

iv. Memberi tahu kapan anak harus dibawa kembali kepada petugas kesehatan

11

Page 12: diare akut

Pada diare dengan dehidrasi berat, penatalaksanaan diare dilakukan dengan Rencana

Terapi C : (mengikuti tanda panah pada gambar)

12

Page 13: diare akut

13

Page 14: diare akut

J. Pencegahan

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:

pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan

pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi

diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary

prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Soewondo, 2012).

1. Pencegahan Primer

Penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan faktor

pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme

penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan

lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan

daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan

pemberian imunisasi.

a. Penyediaan air bersih

Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70%

tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum,

mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO

menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari

peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam

penularan beberapa penyakit menular termasuk diare.

Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber

yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari

kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus

ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan

menggunakan gayung yang bersih, dan untuk minum air harus di masak.

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko

menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak

mendapatkan air besih.

14

Page 15: diare akut

b. Tempat pembuangan tinja

Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.

Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden

penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare.

Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan

meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat

dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang

memenuhi syarat sanitasi. Menurut hasil penelitian Irwanto (2012), bahwa anak balita

berasal dari keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang dilengkapi dengan

tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan

keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan

8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluaga yang mempergunakan

sungai sebagi tempat pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa.

c. Status gizi

Makin buruk gizi seorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang

dialami. Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP)

umumnya kecil. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan

kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan

kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang.

d. Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan

tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara

optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-

6 bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan

tambahan seperti air, air gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak.

Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI

mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat

lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare,

pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya lindung

empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan

15

Page 16: diare akut

susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya,

risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak

diberi ASI.

e. Kebiasaan mencuci tangan

Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan

penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare

ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air

atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan

melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting,

karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman

penyakit masuk ke tubuh manusia.

Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare pada orang tua

yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak

mempunyai risiko lebih besar terkena diare.

f. Imunisasi

Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian

imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap

penyakit campak secepat mungkin setelah usia sembilan bulan.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada anak yang telah menderita diare

atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan

pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan

komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian

oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak

faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan

harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama

kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit,

obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu

menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan

mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan

16

Page 17: diare akut

obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian

kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter

(Soewondo, 2012).

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami

kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan

pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga

dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit

diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi

dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental

penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara

mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga

kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau

bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan (Soewondo, 2012).

K. Prognosa

Secara umum prognosis untuk diare akut pada anak bergantung pada

penyakit penyerta/ komplikasi yang terjadi. Jika diarenya segera di tangani sesuai dengan

kondisi umum pasien maka kemungkinan pasien dapat sembuh.Yang paling penting adalah

mencegah terjadinya dehidrasi dan syok karena dapat berakibat fatal. Jika terdapat penyakit

penyerta yang memberatkan keadaan pasien maka perlu di lakukan pengobatan terhadap

penyakitnya selain penanganan terhadap diare. Oleh karna itu perlu di lakukan diagnosa

pasti berdasarkan pemeriksaan penunjang lain yang membantu, sehingga dapat di

lakukan penanganan yang tepat sesuai Penyebab/kausal dari diare yang di alaminya (Titik,

2009).

17

Page 18: diare akut

BAB IIIKESIMPULAN

1. Diare akut merupakan kondisi buang air besar lebih dari 3 kali sehari pada anak dengan

konsistensi tinja cair atau lunak dengan atau tanpa lendir atau darah yang terjadi selama

kurang dari satu minggu.

2. Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, parasit, dan jamur.

3. Diare dapat dipengaruhi faktor-faktor seperti usia, status gizi buruk, kebiasaan yang

buruk, persediaan air bersih, jamban sehat, dan rendahnya pendidikan.

4. Berdasarkan waktunya diare dibagi menjadi diare akut, diare kronik, dan diare persisten.

5. Komplikasi diare seperti dehidrasi, ganggaun keseimbangan asam-basa, hipoglikemi,

kejang, gangguan gizi, gangguan sirkulasi.

6. Secara umum prognosis untuk diare akut pada anak bergantung pada penyakit penyerta/

komplikasi yang terjadi.

18

Page 19: diare akut

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah F. 2009. Hubungan Antara Pengetahuan dan Tindakan Ibu dalam Pencegahan Diare

dengan Kejadian Diare pada Anak Taman Kanak-kanak di Wilayah Kerja Puskesmas

Medokan Ayu Surabaya. Surabaya: Universitas Airlangga.

Andrianto, P., (2011), Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare Akut, EGC, Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) Nasional, hal.109.

Bambang S, Nurtjahjo BS. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1: Diare Akut. Jakarta:

Ikatan Dokter Anak Indonesia; h.87-118.

Department of Health Statistics and Informatics World Health Organization. Causes of Death

2008: Data Sources and Methods. Geneva;2011; pp.6.

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009.

Febrika N. 2010. Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) pada Anak

Usia 0-24 Bulan dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Purwodadi

Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Surakarta (Indonesia): Universitas

Muhammadiyah.

Grandy et al. 2010. Probiotics in the treatment of acute rotavirus diarrhoea. A randomized,

double-blind, controlled trial using two different probiotic preparations in Bolivian

children. BMC Infectious Diseases; 10:253.

Irwanto, R.A., Sudarmo, S.M., 2012, Diare Akut Anak, dalam Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan

Penatalaksanaan, Edisi Pertama, 73-103, Salemba Medika, Jakarta.

Juffrie M, Nenny SM. 2009. editor. Modul Pelatihan Diare Edisi Pertama. Jogjakarta: UKK

Gastrohepatologi.

Nasili, Ridwan MT, Arifin S. 2010. Perilaku Pencegahan Diare Anak Balita di Wilayah Bantaran

Kali Kelurahan Bataraguru Kecamatan Wolio Kota Bau-Bau. Makassar: Pascasarjana

Universitas Hasanuddin.

Sinthamurniwaty. 2006. Faktor-faktor Risiko Kejadian Diare Akut pada Balita. Semarang

(Indonesia): Universitas Diponegoro.

19

Page 20: diare akut

Srimurni BRG. Hubungan antara Kejadian Diare pada Balita dengan Sikap dan Pengetahuan Ibu

Tentang PHBS di Puskesmas Siantan Hulu Pontianak Kalimantan Barat. Surabaya:

Universitas Airlangga;2011

Sudaryat S, editor. 2007. Kapita Selekta Gastrohepatologi Anak. Jakarta: Sagung Seto.

Soewondo ES. 2012. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea). Dalam :

Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini

Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University

Soegijanto, Soegeng. 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta :

Salemba Medika.

Titik K. Rehidrasi, 2009. Tindakan Penting Atasi Diare.

Zulfiqar AB. 2008. Acute gastroenteritis in children. Dalam: Nelson Textbook of Pediatrics

Eighteenth Edition. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editor.

20