34
BAB I Pendahuluan Diare adalahpenyebab utama kesakitan dan kematianpada anak di negara berkembang dengan perkiraan 1,3 milyar episod dan 3,2 juta kematian s balita. Secara keseluruhan, anak-anak ini mengalami rata-rata 3,3 episo tetapi di beberapa daerah bisa mencapai 9 episod diare pertahun. Pada daerah den diare yang tinggi ini, seorang balita dapat menghabiskan 1! "aktunya dengan dia #$! kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan melalui tinjanya. Diare adalah penyebab penting kekurangan gi%i. &ni disebabkan kare anoreksia pada penderita diare sehingga ia makan lebih sedikit daripada kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang. Padahal kebutuhan sari meningkat akibat adanya proses in'eksi. Setiap episod diare menyebabkan kekurang sehingga bilaepisode berkepanjangan, dampaknya terhadap pertumbuhan juga tentu meningkat. Dengan adanya data diatas, kita dapat melihat bagaimana diare dapat menyeb prognosis yang buruk bagi anak. (erbeda dengan orang de"asa, dampak d mungkin harus lebih diperhatikan dan tidak dianggap remeh, sebab pada banyak kas jarang seorang anak datangdengan dehidrasi berat akibat diare berkepanjangan yang berujung pada syok hanya karena orang tua tidak secara tanggap mengha dialami anaknya tersebut. )leh sebab itu dalam tulisan ini penulis akan membahas mengenai diare cair khususnya pada anak mengenai bagaimana diare itu terjadi sampai kepada tatalaksa dapat dilakukan baik oleh orang tua dari pasien dan tentu saja oleh tenaga medis tulisan ini diharapkan dapat membantu siapa saja yang membaca tulisan ini agar m lebih tanggap pada keadaan diare pada anak agar angka kesakitan serta kematian d diare itu sendiri menjadiberkurang. Dengan demikian penulis berharap dengan dapat dicegahnya prognosis yang buruk pada penderita diare serta melakukan berbagai pe agar anak tidak mengalami diare, kualitas kesehatan secara umum dan kualitas gi% &ndonesia secara khusus dapat meningkat terus menerus dari "aktu ke "aktu.

Diare Cair Akut

  • Upload
    claudia

  • View
    103

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

diare cair akut

Citation preview

BAB IPendahuluanDiare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang dengan perkiraan 1,3 milyar episod dan 3,2 juta kematian setiap tahun pada balita. Secara keseluruhan, anak-anak ini mengalami rata-rata 3,3 episod diare pertahun, tetapi di beberapa daerah bisa mencapai 9 episod diare pertahun. Pada daerah dengan episod diare yang tinggi ini, seorang balita dapat menghabiskan 15% waktunya dengan diare. Sekitar 80% kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Diare adalah penyebab penting kekurangan gizi. Ini disebabkan karena adanya anoreksia pada penderita diare sehingga ia makan lebih sedikit daripada biasanya dan kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang. Padahal kebutuhan sari makanan meningkat akibat adanya proses infeksi. Setiap episod diare menyebabkan kekurangan gizi, sehingga bila episode berkepanjangan, dampaknya terhadap pertumbuhan juga tentu meningkat. Dengan adanya data diatas, kita dapat melihat bagaimana diare dapat menyebabkan prognosis yang buruk bagi anak. Berbeda dengan orang dewasa, dampak diare pada anak mungkin harus lebih diperhatikan dan tidak dianggap remeh, sebab pada banyak kasus tidak jarang seorang anak datang dengan dehidrasi berat akibat diare berkepanjangan yang berujung pada syok hanya karena orang tua tidak secara tanggap menghadapi diare yang dialami anaknya tersebut. Oleh sebab itu dalam tulisan ini penulis akan membahas mengenai diare cair akut khususnya pada anak mengenai bagaimana diare itu terjadi sampai kepada tatalaksa yang dapat dilakukan baik oleh orang tua dari pasien dan tentu saja oleh tenaga medis. Adanya tulisan ini diharapkan dapat membantu siapa saja yang membaca tulisan ini agar menjadi lebih tanggap pada keadaan diare pada anak agar angka kesakitan serta kematian dari kasus diare itu sendiri menjadi berkurang. Dengan demikian penulis berharap dengan dapat dicegahnya prognosis yang buruk pada penderita diare serta melakukan berbagai pencegahan agar anak tidak mengalami diare, kualitas kesehatan secara umum dan kualitas gizi anak Indonesia secara khusus dapat meningkat terus menerus dari waktu ke waktu. BAB IITinjauan Pustaka2.1 DefinisiDiare akut merupakan BAB dengan konsistensi yang lebih lunak atau cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang terjadi dengan frekuensi 3x dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari (atau kurang dari satu minggu).1 Sedangkan pada bayi yang masih minum ASI terutama ASI eksklusif, frekuensi BABnya bisa 3-4 kali/hari, asalkan berat badannya terus bertambah secara normal hal ini tidak disebut diare hanya intoleransi laktosa sementara. Sehingga pada bayi dengan ASI eksklusif, definisi diare menjadi meningkatnya frekuensi BAB atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal.1Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare, yang masing-masing mencerminkan patogenesis yang berbeda dan memerlukan pendekatan yang berlainan dalam pengobatanannya. Tiga macam sindroma ini dibagi menjadi diare cair akut, disentri dan yang terakhir adalah diare persisten. Dalam tulisan ini, kita akan membahas lebih dalam khusus mengenai diare cair akut.2 Istilah akut pada diare cair akut menunjukkan diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari) dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah (jika terdapat darah, maka klasifikasinya dimasukkan kedalam disentri). Mungkin disertai muntah dan panas. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi dan bila msukan makanan berkurang, juga mengakibatkan kurang gizi. Kematian biasanya terjadi karena anak mengalami dehidrasi.2

2.2 EpidemiologiDiare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Dan tetap menjadi salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak terutama dibawah lima tahun.1,3Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens yang naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %).4 Salah satu langkah dalam pencapaian target MDGs (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.4Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Prevalensi diare menurut kelompok umur dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Sumber : Riset Kesehatan Dasar tahun 2007Gambar 1. Prevalensi Diare Menurut Kelompok UmurPada SDKI tahun 2007 dibahas mengenai prevalensi dan pengobatan penyakit pada anak. SDKI mengumpulkan data beberapa penyakit infeksi utama pada anak umur di bawah lima tahun (balita), seperti infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), pneumonia, diare, dan gejala demam. Dari hasil SDKI 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare dalam waktu dua minggu sebelum survei, 3% lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 (11 persen). Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan, diikuti umur 6-11 bulan dan umur 23-45 bulan seperti pada Gambar 2. Dengan demikian seperti yang diprediksi, diare banyak diderita oleh kelompok umur 6-35 bulan karena anak mulai aktif bermain dan berisiko terkena infeksi.Sumber : SDKI tahun 2007Gambar 2. Persentase balita yang diare dua minggu sebelum survei, berdasarkan kelompok umurPrevalensi diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,8%) dibandingkan dengan anak perempuan (12,5%) dan lebih tinggi pada balita di perdesaan (14,9%) dibandingkan dengan perkotaan (12,0%).Untuk angka kesakitan diare balita Tahun 2000-2010 tidak menunjukkan pola kenaikan maupun pola penurunan (berfluktuasi). Pada tahun 2000 angka kesakitan balita 1.278 per 1000 turun menjadi 1.100 per 1000 pada tahun 2003 dan naik lagi pada tahun 2006 kemudian turun pada tahun 2010 yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Sumber : Kementerian Kesehatan, Survei morbiditas diare tahun 2010Gambar 3. Angka Kesakitan Diare Balita Tahun 2000-2010 (per 1000Pada tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6 11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur 54 59 bulan yaitu 2,06%. Tabel 1.

Penyebaran kuman yang menyebabkan diare. Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare perilaku tersebut antara lain : Tidak diberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayiTidak memberikan ASI (Air Susi Ibu) secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar, risiko kematian karena diare juga lebih besar.1,2 ASI mengandung antibodi yang melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab penyakit diare, seperti Shigella dan Vibrio cholera. 1,2 Tidak memadainya sarana air bersihHal ini terkait dengan penggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja. Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. 1,2 Penggunaan botol susuPenggunaan botol ini memudahkan pencernaan oleh kuman yang berasal dari tinja dan sukar dibersihkan. Sewaktu susu dimasukkan kedalam botol yang tidak bersih, akan terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera diminum, kuman akan tumbuh. 1,2 Menyimpan makanan masak pada suhu kamarBila makanan dimasak dan disimpan untuk digunakan kemudian, maka keadaan ini memudahkan terjadinya pencemaran, misalnya terjadi kontak dengan permukaan alat-alat yang terpapar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, kuman dapat berkembang biak.1,2 Kebersihan lingkungan pribadi yang burukMisalnya tidak mencuci tangan setelah buang air besar, sesudah membuang tinja dan sebelum memasak makanan. 1,2 Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi dengan benar) Sering dianggap bahwa tinja bayi tidak berbahaya, padahal sebenarnya tinja tersebut dapat mengandung virus dan bakteri dalam jumlah besar. Tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia. 1,2 Hal lain yang juga dapat mendukung Ada pula faktor individu yang dapat meningkatkan kemungkinan terkena diare, yaitu hal-hal sebagai berikut: Kurang gizi sampai gizi burukBeratnya penyakit, lamanya dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak dengan kurang gizi, apalagi pada yang menderita gizi buruk. 1,2 Campak Diare dan disentri lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak dengan campak atau yang menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini sebagai akibat penurunan kekebalan pada penderita. 1,2 Imunodefisiensi dan imunosupresi Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (misalnya campak) atau mungkin yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS. Pada anak dengan imunosupressi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama. 1,2 Selain hal-hal diatas, masih ada faktor lain yang juga ikut berperan dalam meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami diare, faktor tersebut adalah: Umur Kebanyakan episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi pada golongan usia 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terpapar bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai berlajar merangkak. Kebanyakan kuman usus merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa. 1,2 Variasi musimanVariasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografi. Pada daerah sub-tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas sedangkan diare karena virus, terutama rotavirus, puncaknya pada musim dingin. Di daerah tropik, diare rotavirus terjadi sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada musim kemarau, sedangkan puncak diare karena bakteri adalah pada musim hujan/ insiden diare persisten mengikuti pola musiman yang sama seperti pada diare cair akut. 1,2 Keasaman lambung berkurang Motilitas usus menurun Infeksi asimtomatik. Karena sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik, sehingga banyak orang tidak menyadari bahwa tinjanya sangatlah infeksius. Epidemi/ wabah/ kejadian luat biasa. 1,2 Dua kuman usus patogen V.cholerae 0,1 dan Shigella disentri tipe 1 adalah penyebab utama wabah atau KLB yang angka kesakitan dan kematiannya pada semua golongan umur cukup tinggi. 1,2

2.3 EtiologiBanyak hal yang dapat menyebabkan diare, diantaranya Faktor Infeksi a. Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare)i. Infeksi bakteri: vibrio, E. coli, salmonela, shigella, campylobacter, yersinia, aeromonas, dan sebagainya. 2,5ii. Infeksi virus: enterovirus, adenovirus, rotavirus, astrovirus, daii lain-lain. 2,5 iii. Infeksi parasit: cacing (ascaris), protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, tricomonas hominis dan jamur (candida albicans). 2,5b. Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti: OMA (Otitis Media Akut), tonsilitis, tonsilofaringitis, brankopneumoma, ensefalitis, dan sebagainya (sering terjadi pada bayi dan umur dibawah 2 tahun). 2,5Pada infeksi virus, virus secara selektif menginvasi vili pada usus halus. Hal ini menimbulkan gangguan absorbsi dari usus halus. Sel-sel epitel usus yang rusak diganti oleh sel muda yang berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Sehingga absorbsi menjadi tidak maksimal dan menimbulkan tekanan koloid yang meningkat pada lumen usus ditambah dengan hiperperistaltik sehingga makanan yang tidak terserap terdorong menuju ke anus. Pada bakteri, mekanisme diarenya sedikit berbeda, karena bakteri dapat menembus mukosa usus sehingga bisa menimbulkan perdarahan dan reaksi sistemik.1

Non infeksi. a. Faktor Malabsorpsi Malabsorbsi karbohidrat Disakarida ; intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa Monosakarida: intoleransi glukosa, fruktosadan galaktosa Molabsorbsi lemak Molabsorbsi protein. 2,5b. Faktor makanan Makanan beracun alergi terhadap makanan. 2,5c. Lain-lain Imunodefisiensi Gangguan psikologis (cemas dan takut) Faktor-faktor langsung: KEP (Kurang Energi Protein) Kesehatan pribadi dan lingkungan Sosioekonomi 2,5 Defek anatomis seperti malrotasi, penyakit Hirchsprung, Short bowel syndrome Endokrinopati seperti penyakit Addison, tirotoksikosis. 2,5

2.4 Patogenesis DiareJasad renik menyebabkan diare melalui sejumlah mekanisme, antara lain, sebagai berikut: Virus Beberapa jenis virus seperti rotavirus berkembang biak dalam epitel vili usus halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan elektrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim dissakaridase, menyebabkan berkurangnya absorpsi disakarida terutama laktosa. Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang.2 Rotavirus adalah penyebab terpenting diare yang berat dan mengancam kehidupan anak umur kurang dari 2 tahun di seluruh dunia. Ada 4 serotipe rotavirus pada manusia. Inveksi dengan 1 jenis serotipe menyebabkan imunitas yang tinggi terhadap serotipe tersebut dan memberikan perlindungan sebagian terhadap serotipe yang lain. Hampir semua anak terinfeksi paling tidak sekali sebelum berumur 2 tahun, dan infeksi ulangan sering terjadi. Biasanya hanya infeksi rotavirus pertama kali yang menyebabkan penyakit yang bermakna. Sekitar sepertiga anak kurang dari dua tahun pernah mengalami episod diare karena rotavirus. Rotavirus kemungkinan menyebar melalui kontak langsung.2 Bakteri Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari penyapuan. Penempelan terjadi melalui antigen yang menyerupai rambut getar, disebut pili atau fimbria, yang melekat pada reseptor di permukaan usus. Hal ini terjadi misalnya E.coli enterotoksigenik dan V.Cholerae 01. Pada beberapa keadaan, penempelan di mukosa dihubungkan dengan penebalan epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau menyebabkan sekresi cairan (misalnya infeksi E coli enteropatogenik atau enteroaggregasi.2Toksin yang menyebabkan sekresi. E.coli enterotoksigenik, V.Cholerae 01 dan beberapa bakteri bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi natrium melalui vili dan mungkin meningkatkan sekresi klorida dari kripta, yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel yang sakit diganti dengan sel yang sehat setelah 2-4 hari.2 Invasi mukosa. Shigella, C.jejuni, E coli enteroinvasile dan Salmonella dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan kerusakan sel epitel mukosa. Ini terjadi sebagian besar di kolon dan bagian distal ileum. Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini menyebabkan kerusakan jaringan dan kemungkinan juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa.2 E.coli enterotoksigenik (ETEC) adalah penyebab penting diare cair akut pada orang dewasa dan anak-anak di negara berkembang. ETEC tidak masuk kedalm mukosa usus dan diare yang terjadi disebabkan oleh toksin. Ada dua jenis toksin ETEC yaitu toksin yang tidak tahan panas (heat labile toksin (LT)) dan toksin yang tahan panas heat stable (ST). Beberapa strain menghasilkan hanya satu jenis toksin, sedangkan yang lain menghasilkan keduanya. Toksin LT berhubungan erat dengan toksin cholera. ETEC menyebar terutama melalui makanan dan air tercemar.2 V.Cholera 01, penyebab cholera, mempunyai 2 biotipe (klasik dan eltor) dan dua serotipe (ogawa dan inaba). V.cholera ini adalah kuman yang tidak invasive, diare terjadi karena toksin kolera yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit di usus halus. Diare sering berat dan menyebabkan dehidrasi, kolaps serta kematian dalam beberapa jam bila dehidrasi tak segera diatasi. Di daerah endemik, kolera lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa karena sudah adanya imunitas. Di daerah nonendemik, wabah menyebabkan penyakit dengan frekuensi yang sama antara dewasa dan anak-anak. Antimikroba dapat memperpendek lama penyakit dan dengan sendirinya memudahkan tatalaksan penderita. Tetrasiklin (atau doxicycline) adalah obat yang paling luas digunakan tetapi didapatkan resistensi di beberapa daerah. Dalam hal ini, antimikroba lain seperti furazolidone, trimetroprim-sulfametokxazole, eritromisin atau kloramfenicol biasanya masih efektif.2 Protozoa Penempelan mukosa. G.lamblia dan Cryptosporidium menempel pada epitel usu halus dan menyebabkan pemendekan vili, yang kemungkinan menyebabkan diare.Invasi mukosa. E.histolitica menyebabkan diare dengan cara menginvasi epitel mukosa di kolon (atau ileum) yang menyebabkan mikroabses dan ulkus. Namun begitu keadaan ini baru terjadi bila strainnya sangat ganas. Pada manusia, 90% infeksi terjadi oleh strain yang tidak ganas; dalam hal ini tidak ada invasi ke mukosa dan tidak timbul gejala/tanda-tanda, meskipun kista amoeba dan trofozoit mungkin ada didalam tinjanya.2 Hal-hal diatas adalah patogenesis yang berbeda oleh masing-masing penyebab diare, namun beberapa mekanisme dasar yang menyebabkan diare adalah sebagai berikut: Diare osmotik/gangguan absorbsi. Disebabkan oleh bahan makanan yang tidak terserap sehingga intralumen usus menjadi hipertonik dan meningkatkan tekanan osmotik sehingga cairan berdifusi melewati usus menuju intralumen usus. Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstrasellular. Dalam keadaaan ini diare dapat terjadi apabila suatu bahan yang secara osmotik aktif dan tidak dapat diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air, dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorsi sehingga terjadilah diare .6-8

Malabsorbsi umumPenyakit-penyakit yang menimbulkan atrofi vili dan mengubah faal brush border. Hal ini menimbulkan maldigesti semua bahan makanan. Bahan makanan yang tidak digesti dan terabsorbsi memunculkan mekanisme diare osmotik. 6-,8 Diare sekretorik. Toksin bakteri dan bahan-bahan kima tertentu mengaktifkan protein kinase yang akan mengubah pompa ion. Sehingga menimbulkan sekresi natrium dan klorida yang membawa cairan ke intralumen. 6-8 Diare akibat gangguan peristaltik. Peningkatan atau penurunan motilitas dapat menimbulkan. Penurunan motilitas memang meningkatkan absorbsi tetapi terjadi akumulasi dan peningkatan pertumbuhan bakteri yang bisa menimbulkan diare. 6-8 Diare inflamasi. Akibat inflamasi terjadi kerusakan sel epitel dan terjadi perubahan tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan protein hingga sel darah ke dalam lumen. Ditambah pula dengan terjadinya infeksi bakteri enterogen. Sehingga pada diare ini merupakan gabungan dari diare osmotik dan sekretorik.6,-8

2.5 Diagnosis BandingSeperti yang telah dijelaskan diatas, penyebab dari diare cair akut pada anak sangatlah bervariasi mulai dari bakteri, virus, dan juga parasit. Pada diagnosa banding biasanya akan dicari penyebab atau kausa pasti dari diare yang terjadi pada anak. Berbagai penyebab yang sebelumnya sudah dijelaskan di bagian etiologi diatas, dapat dilihat secara ringkas dalam tabel 2 dibawah ini. Tabel 2. Agen Penyebab Diare6

Selain membedakan diare berdasarkan penyebabnya, dapat juga dilihat berbagai diagnosa banding lain yang juga dalam perjalanan penyakitnya dapat menunjukkan gejala klinis berupa diare. Jika keadaan diare cair akut yang ringan berubah menjadi diare yang berat dan berkepanjangan, mungkin harus dicurigai kearah salah satu penyakit yang dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.Tabel 3. Penyebab Diare noninfeksius6

2.6 DiagnosisUntuk mendiagnosa diare cair akut pada anak, langkah-langnya tentu saja mulai dari tahap anamnesis lalu diikuti oleh pemeriksaan fisik. 2.6.1 AnamnesisDalam anamnesis, mungkin dapat ditanyakan hal-hal sebagai berikut. Mengenai diare yang dialami, dapat ditanyakan frekuensi buang air besar (BAB) anak, lamanya diare terjadi (berapa hari), apakah ada darah dalam tinja, apakah ada muntah, apakah ada aporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera, pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya. apakah ada gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi).3 Riwayat penyakit tertentu yang berhubungan dengan keadaan diare yang mungkin ada pada anak tentu saja harus ditanyakan lebih lanjut. Selain itu dapat pula ditanyakan kebiasaan sehari-hari seperti kebiasaan pemberian makanan untuk anak meliputi kebersihannya, penyimpanan makanan dan yang penting juga adalah pemenuhan kecukupan gizi pada anak untuk melihat adanya kemungkinan keadaan gizi buruk pada anak. Riwayat imunisasi pada pasien juga bisa ditanyakan mengingat salah satu faktor risiko terjadinya diare berhubungan dengan imunisasi tertentu yaitu campak. Selain itu kebersihan lingkungan, ketersediaan sumber air juga bisa ditanyakan lebih lanjut.3 2.6.2 Pemeriksaan fisisHal penting dalam pemeriksaan fisik pada kasus diare adalah mencari tanda-tanda dehidrasi pada anak. Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat misalnya anak rewel atau gelisah, letargis/kesadaran berkurang, mata cekung, cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat, haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum.3 Selain itu perlu juga dilihat apakah terdapat darah dalam tinja pasien untuk membedakan kasus diare cair akut biasa ataukah disentri. Lalu dilihat pula apakah ada tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah).3

2.6.3 Manifestasi KlinisUntuk mendukung anamnesis yang baik dan benar serta pemeriksaan fisik yang baik untuk membantu menegakkan diagnosa secara pasti, maka kita perlu mengenal gejala klini secara lengkap yang terjadi pada anak yang mengalami diare cair akut. Penderita dengan diare cair akan mengelurakan tinja yang mengandung elektrolit dan air. Kehilangan elektrolit akan meningkat bila ada demam dan muntah. Semua hal ini dapat menimbulkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi akan menimbulkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular, hingga kematian. Demam yang muncul bisa akibat dari proses inflamasi atau akibat dehidrasi. Nyeri perut dan tenesmus menunjukan keterlibatan usus besar. Sedangkan mual dan muntah menggambarkan adanya infeksi pada saluran pencernaan atas. 1,6,7,8 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemeriksaan fisik ditujukan untuk mencari tanda-tanda dehidrasi, asidosis metabolik (pernafasan cepat), bising usus yang menurun (tanda hipokalemia), dll. Tanda dan gejala dehidrasi. Semua anak dengan diare, harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan klasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat, dehidrasi ringan/ sedang atau tanpa dehidrasi dan beri pengobatan yang sesuai. Secara mudah, dapat dilihat gejala yang ada pada pasien untuk membedakan derajat dehidrasi pasien dari tabel dibawah ini. Tabel 4 Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak dengan Diare3

Tabel 5 Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak dengan Diare Berdasarkan WHO 19951Gejala dan TandaTanpa dehidrasiDehidrasi ringan sedangDehidrasi berat

Keadaan umumBaik, sadarGelisah, rewelLetargik, kesadaran menurun

MataNormal Cekung Sangat cekung

Air mataBasah Kering Sangat kering

Mulut/ lidahBasah Kering Sangat kering

Rasa hausMinum normal, tidak hausKehausan Sulit, tidak mau minum

Kulit Turgor kembali baikTurgor kembali labatTurgor kembali sangat lambat

Tabel 6. Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak dengan Diare Berdasarkan MMWR 20031GejalaMinimal atau tanpa dehidrasi (kehilangan BB 9%)

KesadaranBaik Normal, lelah, gelisah, irritableApatis, letargi, tidak sadar

Denyut jantungNormal Normal - meningkatTakikardi, bradikardi pada kasus berat

Kualitas nadiNormal Normal melemahLemah, kecil, tidak teraba

Pernafasan Normal Normal cepatDalam

Mata Normal Sedikit cekungSangat cekung

Air mataAda Berkurang Tidak ada

Mulut dan lidahBasah Kering Sangat kering

Cubitan kulitSegera kembaliKembali < 2 detikKembali >2 detik

CRTNormal Memanjang Memanjang, minimal

Ekskremitas Hangat Dingin Dingin, sianotik

Kencing NornalBerkurang Minimal

Pada diagnosis diare cair akut, biasanya harus langsung dilakukan penilaian tingkat dehidrasi seperti diatas guna perbedaan terapi yang digunakan untuk masing-masing tingkat dehidrasi. Namun pada awalnya, kita dapat melihat tabel dibawah ini untuk membedakan tipe-tipe diare yang terjadi sebagai pegangan dasar diagnosis. Tabel 7 Bentuk Klinis Diare3

2.6.4 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang biasanya tidak diperlukan pada diare cair. Pemeriksaan penunjang yang mungkin diperlukan, Darah: darah lengkap, serum elektrolit, AGD, glukosa darah, kultur dan sensitifitas terhadap antibiotik. Dapat terjadi gangguan elektrolit dan gangguan asam basa Urine: urine lengkap dan kultur dan sensitifitas terhadap antibiotik. Feses: pemeriksaan makroskopis (tinja yang banyak cairan tanpa mukus dan darah biasanya disebabkan oleh rotavirus, protozoa, atau infeksi non gastrointestinal sedangkan feses dengan darah dan mukus biasanya disebabkan oleh bakteri dengan sitotoksin, enterovasif, dan parasit usus) dan mikrokopis (untuk mencari adanyaleukosit sebagai tanda adanya kuman invasif atau yang memproduksi sitotoksin). 1,6,7,8

2.7 TatalaksanaSelama anak diare, terjadi peningkatan hilangnya cairan dan elektrolit (natrium, kalium dan bikarbonat) yang terkandung dalam tinja cair anak. Dehidrasi terjadi bila hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara adekuat, sehingga timbullah kekurangan cairan dan elektrolit. Derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala dan tanda yang mencerminkan jumlah Cairan yang hilang. Rejimen rehidrasi dipilih sesuai dengan derajat dehidrasi yang ada. Tatalaksana yang diberikan adalah sbb: Hal pertama yang harus dilakukan pada kasus diare adalah rehidrasi. Secara singkat dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

2.7.1 Diare Tanpa DehidrasiAnak yang menderita diare tetapi tidak mengalami dehidrasi harus mendapatkan cairan tambahan di rumah guna mencegah terjadinya dehidrasi. Anak harus terus mendapatkan diet yang sesuai dengan umur mereka, termasuk meneruskan pemberian ASI. 3Tatalaksana pada derajat ini adalah Anak dirawat jalan. Ajari ibu mengenai 4 aturan untuk perawatan di rumah yaitu beri cairan tambahan, beri tablet Zinc, lanjutkan pemberian makan, nasihati kapan harus kembali. 3

Gambar 4. Tatalaksana Terapi diare akut tanpa dehidrasi

Beri cairan tambahan, sebagai berikut: - Jika anak masih mendapat ASI, nasihati ibu untuk menyusui anaknya lebih sering dan lebih lama pada setiap pemberian ASI. Jika anakmendapat ASI eksklusif, beri larutan oralit atau air matang sebagai tambahan ASI dengan menggunakan sendok. Setelah diare berhenti, lanjutkan kembali ASI eksklusif kepada anak, sesuai dengan umur anak. Pada anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri satu atau lebih cairan dibawah ini: larutan oralit cairan rumah tangga (seperti sup, air tajin, dan kuah sayuran) air matangUntuk mencegah terjadinya dehidrasi, nasihati ibu untuk memberi cairantambahan sebanyak yang anak dapat minum: untuk anak berumur < 2 tahun, beri + 50100 ml setiap kali anak BAB untuk anak berumur 2 tahun atau lebih, beri + 100200 ml setiap kali anak BAB. 3

Ajari ibu untuk memberi minum anak sedikit demi sedikit dengan menggunakancangkir. Jika anak muntah, tunggu 10 menit dan berikan kembali dengan lebih lambat. Ibu harus terus memberi cairan tambahan sampai diare anak berhenti. Ajari ibu untuk menyiapkan larutan oralit dan beri 6 bungkus oralit (200 ml) untuk dibawa pulang. 3Beri tablet zinc, Ajari ibu berapa banyak zinc yang harus diberikan kepada anaknya:Di bawah umur 6 bulan : tablet (10 mg) per hari .Umur 6 bulan ke atas : 1 tablet (20 mg) per hari Selama 10 hari. Ajari ibu cara memberi tablet zinc: Pada bayi: larutkan tablet zinc pada sendok dengan sedikit air matang, ASI perah atau larutan oralit. Pada anak-anak yang lebih besar: tablet dapat dikunyah atau dilarutkan Ingatkan ibu untuk memberi tablet zinc kepada anaknya selama 10 hari penuh. 3Nasihati ibu untuk membawa anaknya kembali jika anaknya bertambah parah, atau tidak bisa minum atau menyusu, atau malas minum, atau timbul demam, atau ada darah dalam tinja. Jika anak tidak menunjukkan salah satu tanda ini namun tetap tidak menunjukkan perbaikan, nasihati ibu untuk kunjungan ulang pada hari ke-5. Nasihati juga bahwa pengobatan yang sama harus diberikan kepada anak di waktu yang akan datang jika anak mengalami diare lagi. 3

2.7.2 Diare dengan Dehidrasi Sedang/RinganPada umumnya, anak-anak dengan dehidrasi sedang/ringan harus diberi larutan oralit, dalam waktu 3 jam pertama di klinik saat anak berada dalam pemantauan dan ibunya diajari cara menyiapkan dan memberi larutan oralit. Jika anak memiliki dua atau lebih tanda berikut, anak menderita dehidrasi ringan/sedang: Gelisah/rewel, haus dan minum dengan lahap Mata cekung, cubitan kulit perut kembalinya lambat. Jika anak hanya menderita salah satu dari tanda di atas dan salah satu tanda dehidrasi berat (misalnya: gelisah/rewel dan malas minum), berarti anak menderita dehidrasi sedang/ringan. 3Pada derajat ini, pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlahsesuai dengan berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak tidak diketahui), seperti yang ditunjukkan dalam bagan 15 berikut ini. Namun demikian, jika anak ingin minum lebih banyak, beri minum lebih banyak. Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu sendok teh setiap 1 2 menit jika anak berumur di bawah 2 tahun; dan pada anak yang lebih besar, berikan minuman oralit lebih sering dengan menggunakan cangkir. 3 Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah: Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih lambat (misalnya 1 sendok setiap 2 3 menit) Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri minum air matang atau ASI. Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau. Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukkan pada ibu cara menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit secukupnya kepada ibu agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk rehidrasi dua hari berikutnya.Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang terlihat sebelumnya (Catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak tidak bisa minum larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk.)Jika tidak terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk perawatan di rumah:(i) beri cairan tambahan.(ii) beri tablet Zinc selama 10 hari(iii) lanjutkan pemberian minum/makan (iv) kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:Anak tidak bisa atau malas minum atau menyusui, kondisi anak memburuk, anak demam, terdapat darah dalam tinja anak. 3 Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi pengobatan untuk 3 jam berikutnya dengan larutan oralit, seperti di atas dan mulai beri anak makanan, susu atau jus dan berikan ASI sesering mungkin. Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum oralit misalnya karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan cara: beri cairan intravena secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan Ringer Laktat atau Ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :

Gambar 5. Terapi diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang Periksa kembali anak setiap 1-2 jam dan juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan Dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan penanganan. 3 Beri tablet Zinc Beritahu ibu berapa banyak tablet zinc yang diberikan kepada anak:Di bawah umur 6 bulan: tablet (10 mg) per hari 6 bulan ke atas: 1 tablet (20 mg) per hari. 3 Pemberian Makan. Melanjutkan pemberian makan yang bergizi merupakan suatu elemen yang penting dalam tatalaksana diare. ASI tetap diberikan Meskipun nafsu makan anak belum membaik, pemberian makan tetap diupayakan pada anak berumur 6 bulan atau lebih. Jika anak biasanya tidak diberi ASI, lihat kemungkinan untuk relaktasi (yaitu memulai lagi pemberian ASI setelah dihentikan) atau beri susu formula yang biasa diberikan. 3 Jika anak berumur 6 bulan atau lebih atau sudah makan makanan padat, beri makanan yang disajikan secara segar dimasak, ditumbuk atau digiling. Berikut adalah makanan yang direkomendasikan: Sereal atau makanan lain yang mengandung zat tepung dicampur dengan kacang-kacangan, sayuran dan daging/ikan, jika mungkin, dengan 1-2 sendok teh minyak sayur yang ditambahkan ke dalam setiap sajian. 3 Makanan Pendamping ASI lokal yang direkomendasikan dalam pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di daerah tersebut yaitu sari buah segar seperti apel, jeruk manis dan pisang dapat diberikan untuk penambahan kalium. Bujuk anak untuk makan dengan memberikan makanan setidaknya 6 kali sehari. Beri makanan yang sama setelah diare berhenti dan beri makanan tambahan per harinya selama 2 minggu. 3

2.7.3 Diare dengan Dehidrasi BeratAnak yang menderita dehidrasi berat memerlukan rehidrasi intravena secara cepat dengan pengawasan yang ketat dan dilanjutkan dengan rehidrasi oral segera setelah anak membaik. Pada daerah yang sedang mengalami KLB kolera, berikan pengobatan antibiotik yang efektif terhadap kolera. 3Jika terdapat dua atau lebih tanda berikut, berarti anak menderita dehidrasi berat:Letargis atau tidak sadar, mata cekung, cubitan kulit perut kembali sangat, lambat ( 2 detik)Tidak bisa minum atau malas minum. 3Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yangdiikuti dengan terapi rehidasi oral. Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan, beri larutan oralit jika anak bisa minum. Larutan intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat (disebut pula larutan Hartman untuk penyuntikan). Tersedia juga larutan Ringer Asetat. Jika larutan Ringer Laktat tidak tersedia, larutan garam normal (NaCl 0.9%) dapat digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak efektif dan jangan digunakan. Beri 100 ml/kg larutan yang dipilih dan dibagi sesuai Tabel 10 berikut ini:

Gambar 6. Terapi diare akut dengan dehidrasi beratNilai kembali anak setiap 15 30 menit hingga denyut nadi radial anak teraba. Jika hidrasi tidak mengalami perbaikan, beri tetesan infus lebih cepat. Selanjutnya, nilai kembali anak dengan memeriksa turgor, tingkat kesadaran dan kemampuan anak untuk minum, sedikitnya setiap jam, untuk memastikan bahwa telah terjadi perbaikan hidrasi. Mata yang cekung akan membaik lebih lambat dibanding tanda-tanda lainnya dan tidak begitu bermanfaat dalam pemantauan. 3 Jika tanda dehidrasi masih ada, ulangi pemberian cairan intravena seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Dehidrasi berat yang menetap (persisten) setelah pemberian rehidrasi intravena jarang terjadi; hal ini biasanya terjadi hanya bila anak terus menerus BAB cair selama dilakukan rehidrasi. 3Jika kondisi anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda dehidrasi ringan, hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4 jam. Jika anak bisa menyusu dengan baik, semangati ibu untuk lebih sering memberikan ASI pada anaknya. 3Jika tidak terdapat tanda dehidrasi, ikuti pedoman pada Rencana Terapi A. Jika bisa, anjurkan ibu untuk menyusui anaknya lebih sering. Lakukan observasi pada anak setidaknya 6 jam sebelum pulang dari rumah sakit, untuk memastikan bahwa ibu dapat meneruskan penanganan hidrasi anak dengan memberi larutan oralit. 3Semua anak harus mulai minum larutan oralit (sekitar 5ml/kgBB/jam) ketika anak bisa minum tanpa kesulitan (biasanya dalam waktu 34 jam untuk bayi, atau 12 jam pada anak yang lebih besar). Hal ini memberikan basa dan kalium, yang mungkin tidak cukup disediakan melalui cairan infus. Ketika dehidrasi berat berhasil diatasi, beri tablet zinc.3

Terapi medika mentosa Antibiotik biasanya tidak diperlukan pada diare akut yang bersifat self limiting. Antibiotik dapat digunakan pada diare yang disebabkan oleh V. kolera, Shigella, Salmonela, E. coli. Obat antidiare seperti adsorben (atapulgit) dan antimotilitas (loperamid) tidak diindikasikan untuk anak-anak. Anti muntah juga tidak diindikasikan karena pada diare anak rehidrasi yang baik akan menghilangkan mual dan muntah. Kardiak stimulan (adrenalin) tidak diindikasikan untuk rejatan akibat diare karena rejatan yang terjadi akibat dehidrasi dan hipovolemi. Darah atau plasma, juga tidak digunakan karena yang sebenarnya yang dibutuhkan adalah penggantian air dan elektrolit, kecuali pada rejatan akibat sepsis. Steroid juga tidak digunakan. Probiotik diberikan 2 kali sehari selama 5 hari.karena dari hasil penelitian ditemukan bahwa probiotik mampu mencegah adesi kuman patogen, produksi bahan antimikroba, dll. 1,2,6,8.

2.8 KomplikasiBeberapa komplikasi yang dapat terjadi selama rehidrasi, 2.8.1 Gangguan elektrolit seperti, Hipernatremi, dimana kadar natrium dalam darah > 150 mmol/ L, dibutuhkan pemantaun berkala dan penurunannya pun harus perlahan. Penurunan kadar natrium yang tiba-tiba bisa menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral dan nasogastrik dengan oralit adalah cara terbaik.koreksi intravena dapat dilakukan dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,45% selama 8 jam yang disesuaikan dengan kebutuhan cairan, dan dipantau kadarnya setiap 8 jam, tindakan ini bisa diulang atau dilanjutkan dengan rumatan. Bisa ditambahkan KCl 10mmol bilapasien sudah dapat kencing dan dilanjutkan dengan pemberian oralit 10ml/ kgBB/ BAB. Hiponatremia. Kadang anak dengan diare hanya minum air yang kurang kadar garamnya sehingga bisa menimbulkan hipnatremia (< 130 mmol/ L). Terapi yang aman dapat dilakukan dengan oralit. Koreksi iv dapat dilakukan dengan perhitungan (125 - nilai natrium yang diperiksa) x 0,6 x BB, setengah I diberikan dalam 8 jam sisanya 16 jam kedua. Peningkatnnya tidak boleh lebih dari 2 mEq/ L/ jam. Hiperkalemia. Bila kadar kalium > 5 mEq/ L dikoreksi dengan kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/ kgBB iv. Hipokalemia. Bila kadar kalium < 3,5 mEq/ L bisa dilakukan pencegahan dengan oralit dan makanan tinggi kalium. Koreksi dilakukan berdasarkan kadar, 2,5-3,5 mEq/ L diberikan per oral 75 mcg/ kgBB/ hari dibagi dalam 3 dosis. < 2,5 mEq/ L diberikan iv drip dalam 4 jam dengan dosis (3,5- kadar kalium x BB x 0,4 + 2 mEq/ kgBB/ 24 jam), 20 jam kemudian diberikan (3,5- kadar kalium x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq/ kgBB/ 24 jam).2.8.2 Kejang. Dapat terjadi pada anak dengan dehidrasi walaupun tidak selalu dan dapat terjadi saat upaya rehidrasi dilakukan. Kejang ini dapat disebabkan oleh, Hipoglikemia terutama pada anak atau bayi dengan gizi buruk. Hiperpireksia terutama bila suhu > 40oC Gangguan elektrolit seperti hiper atau hiponatremia. 1,2,6-12

2.9 pencegahan Diare

Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah :

2.9.1 Perilaku Sehat

1. Pemberian ASI ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. 4,9,10ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif). Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih). 4,9,10ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.2. Makanan Pendamping ASI Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu: a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin. 4,9,10 b. b. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya. c. Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih. d. Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak. 4,9,10

3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar. 4,9,10 Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah. 4,9,10Yang harus diperhatikan oleh keluarga : a. Ambil air dari sumber air yang bersihb. b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air. c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih) e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan cukup. 4. Mencuci Tangan Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%). 4,9,105. Menggunakan Jamban Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban. 4,9,10Yang harus diperhatikan oleh keluarga : a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.b. b. Bersihkan jamban secara teratur. c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar. 6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar. 4,9,10Yang harus diperhatikan oleh keluarga: a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya. c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun. d. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun. 4,9,107. Pemberian Imunisasi Campak Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan. 4,9,10

2.3.2 PENYEHATAN LINGKUNGAN 1. Penyediaan Air Bersih Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.4,9,10 2. Pengelolaan Sampah Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar. 4,9,103. Sarana Pembuangan Air Limbah Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk. 4,9,10

2.10 PrognosisUmumnya prognosis akan baik jika penanganan dilakukan secara cepat dan tepat terutama penangan pada pasien yang mengalami dehidrasi berat yang dapat mengakibatkan rejatan (shock) hipovolemik.

BAB IIIPenutup

Dari pembahasan didepan, kita mengetahui bahwa diare cair akut pada anak adalah diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari) dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah. Kita juga mengetahui berbagai penyebab yang dapat menyebabkan diare ini. Selain itu perjalanan penyakit juga sudah dibahas sebelumnya. Seperti yang kita ketahui, hal terpenting pada kasus diare pada anak adalah penilaian derajat dehidrasi pasien serta penanganan yang tepat terhadap kondisi tersebut. Dari pembahasan didepan, diharapkan pengetahuan kita sebagai tenaga medis bahkan bagi pasien yang akan menerima edukasi mengenai diare akut pada anak seharusnya bertambah. Kita telah mengetahui mengenai definisi, etiologi, cara mendiagnosis sampai pada tatalaksana yang tepat mengenai diare akut pada anak ini. Seharusnya dalam penanganan selanjutnya tidak akan ada lagi kesalahan yang muncul karena kurangnya penguasaan kita tentang penanganan kasus seperti ini. Seperti yang telah dijelaskan didepan bahwa prognosis sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan penanganan derajat dehidrasi yang dialami pasien. oleh sebab itu penulis berharap tulisan ini akan sangat membantu guna menjadi dasar pegangan bagi pembaca dalam menghadapi kasus diare pada anak ini.

Daftar Pustaka

1. IDAI. Buku ajar gastrologi hepatologi. Jilid 1. Jakarta: IDAI, 2010.h.87-118. 2. DEPKES RI. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare. Jakarta: 1999..h.3-503. WHO. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO, 2009.h131-142. 4. Kementrian Kesehatan RI. Situasi diare di Indonesia.Jakarta:Depkes.h.5-44 5. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu kesehatan Anak.Jakarta: Infomedika.h.283-90. 6. Nelson W E. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi 15. Jakarta: EGC, 2002. 889-987. Departemen IKA Universitas Padjajaran. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Edisi 4. Bandung: Departemen IKA Universitas Padjajaran, 2012.h.153-658. Bentley D. Pediatric gastroenterology and clinical nutrition. London: Remedica, 2002.h.129-439. Marino B S. Blue prints pediatric. Edisi 5. Philadelpia: LippincottWilliams & Wilkins, 2005.h.237-3810. Joseh J. Schwartzs clinical handbook of pediatrics. Edisi 4. Philadelpia: LippincottWilliams & Wilkins, 2009.h.315-23, 783-84. 11. Bentley D. Pediatric gastroenterology and clinical nutrition. London: Remedica, 2002.h.129-43.12. Guandalini S. Diarrhea diagnostic and therapeutic advances. New York: Humana Press, 2011.