Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI
ANTAR PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2006 – 2009
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
SESILIA NUNGKI WIJAYANTI
NIM. F0107086
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI
ANTAR PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2006 – 2009
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
SESILIA NUNGKI WIJAYANTI
NIM. F0107086
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Aku persembahkan karya kecil ini untuk:
1. Tuhan Yang Maha Esa 2. Papa dan Mamaku
3. Dosen-Dosenku 4. Kakak dan Adik-Adikku
5. Lilo-Loli 6. Sahabat-sahabatku
7. Almamaterku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
“Selalu berusaha untuk mengatakan iya jika iya dan tidak jika tidak ☺”
“Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah
segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan
syukur.” (Filipi 4:6)
“Semakin banyak hal yang direncanakan, semakin perlu untuk melibatkan Tuhan
di dalamnya. Jadi, Sudahkah Anda melibatkan Tuhan dalam perencanaan Anda
hari ini?” (SL, Renungan Harian)
“Dendam tak menyelesaikan masalah, hanya menjadikan kita orang kalah”
(OLV, Renungan Harian)
“Kita membutuhkan pengampunan Tuhan lagi dan lagi, maka mengapa kita tak
mengampuni sesama kita lagi dan lagi?”
(AW, Renungan Harian)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena
rahmat dan petunjuk-Nya, penulis selalu diberikan kekuatan dan keteguhan iman
sehingga dapat menyelesaikan karya ini.
Selama penulisan skripsi ini banyak hambatan yang dihadapi penulis, namun
berkat doa, bimbingan, dukungan, dan bantuan dari orang–orang luar biasa,
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Sehingga dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Drs. Supriyono, MSi. selaku Kepala Jurusan Ekonomi Pembangunan
FE UNS dan pembimbing skripsi yang berkenan meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, pengarahan dan saran yang sangat membantu penulis
dalam proses menyelesaikan penelitian ini.
2. Bapak Dr. Wisnu Untoro, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebalas Maret Surakarta.
3. Bapak Drs. Sutanto, Msi. selaku pembimbing akademik, yang telah
memberikan pengarahan selama penulis melakukan study di Fakultas
Ekonomi UNS.
4. Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, Maluku Utara, Papua, Sulawesi Barat,
Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan DKI Jakarta yang telah memberikan
kemudahan penulis dalam memperoleh data dan berkenan mengirim data
melalui email.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang
selalu mendoakan penulis, sehingga penulis termotivasi untuk melakukan
yang terbaik.
6. Teman–teman seperjuangan yang selama ini memberikan semangat, dan
bantuan diskusi-diskusi kecil, serta mengisi hari–hari selama study menjadi
menyenangkan.
7. Lilo-Loli yang selalu menemani saat suka dan duka selama proses penulisan
skripsi.
8. Seluruh tenaga Administrasi Fakultas Ekonomi UNS.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu – satu.
Penulis menyadari meskipun telah berusaha semaksimal mungkin dalam
menyelesaikan dan menyusun penelitian ini, akan tetapi karya ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi akademi dan
pemerintah, serta pembaca yang budiman.
Surakarta, April 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Thank’s o:
1. Tuhan Yang Maha Esa, ^^ .
2. Dosen – dosen EP FE UNS yang selama ini memberikan ilmu kepada saya, khususnya Bapak Supriyono.
3. Papa Prahen dan Mama Christin, terimakasih atas kerja keras papa dan mama untuk biaya sekolahku selama ini, ^^ semoga Tuhan selalu memberkati dan memberkahi keluarga papa dan mama.
4. Mas Gandi, Edu dan Marsel, ^^
5. Lilo Loli, ^^ trimakasih karna selalu menemaniku saat aku sedih dan senang. Berumurlah panjang, dan tenanglah, anak2mu akan baik2 saja bersamaq,, ☺
6. ^^ Mz Japrak (aq lupa namamu iq mz, maaph ya) dan Mas Dhanang Suta Wijaya ☺
7. Tetua (MFC, Bapema dll): Mas Dhanang PN (Makase atas semua ☺), mas Doni Prawira Yudha ^^ (makase ya ms udah bntuin aq hehehehe), Mas Tery, Mas Ian, Mas Adhit, Mas Muki, Mas Phutut, Mas Budi, Mas Lison, Mas Hevy (tak tuakan, ben hehehehe), Mas Muklas, Mas Kuncung, Mas Setyo, Mas Rori, Mas Sidiq, Mbak Dwi, Mbak Ajeng, Mbak Fitri, Mbak Isma, Mbak Risa, mb Ghea, mb Mawar, Mb Putri, Mb Hili, dan mas2/mbak2 lainnya,,
8. Bapemania: Bimo ^^, Daynis, Resti, An In Un En On (anneq saying ^^), Gempil, Fa Fadian, Simex (maafkan aq mex T,T), Ega, Fany, Herman, Bolang, Hira, Iwa, Haram, Antok, Sunu, all bapema 2007, Eva (^^ Semangat ya), DJ, Nila, Menik, Navis, Nunu, Putri, Aulia, 0,0 sopo neh yo,, ooo Ponari ^^ {tak akan terlupakan lagi gung ☺}, Arif, Boti, Ciput, Angga dan sejawatny (=.=)a,, terspecial untuk seluruh redaktur dan staff VALUTAq ^^ terimakasih telah memberikanq kesempatan menjadi PIMRED dan ikut berjuang bersamaq hingga siVal muncul, kalian Hebat,, ☺
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
9. EP’07 Kelas B dan A, ^^.. Dari Johan, Rendi, Ari, Ebi, Thitut, Satya, Andika, Eko, Angga Bunting, Fafa, Rafiqa, Wia, Nastiti (kami ada disini untukmu nas ^^, jadi tersenyumlah), Iis, Muth, Ratih, Tarni, Fanya, Khurul, Desta, Anin, Eliza, Risti, Fitri, Ratna, Yeyen, Andri, Vina, Erna, mb Janti, Sony, dan lain – lain yang banyak sekali,, ^^ khususnya untuk Aris dan Sely, :D akhirnyaaaa,,, rampung,,
10. MFC: ☺ banyak sekali kenangan indah bersama mu MFC,, Kenangan terindah bersamamu ketika qta ke Klayar,, T,T hiks hiks it adalah touring pertamaq yg paling mengesankan,, Terimaksih. Kalo ndak ketemu kamu kegiatan q di Solo hanya Tidur dan Makan :D
11. Ijo Pompong: Mb Nesha (mb gigimu ko putih tho mba :D hehehehe), Mb Lusila Purimas ^^, Mb Warih, Kak Boy, Mb Reisya, Mb Momontea (seneng sebelahan kmr sm mb mon), mz Sulis, Mb Lita Mz Andre (pacare mb Lucy), dan Mz Indro.. ^^ trimakasih sudah menemaniq dikontrakan,, GB Us,, ☺
12. Seluruh dosen dan staf karyawan FE UNS, ☺
13. Si Merahq yang selalu mengantarq kemana aku mau,, T.T maaf karna selalu aku lupakan..
14. Kos Putri SALITA dan Kos Putri Anggrek.
-Sesilia eN We- ☺
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
ABSTRAKSI ................................................................................................. xv
BAB
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .......................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 8
II. TELAAH PUSTAKA
A. Kajian Teori .................................................................................... 10
1. Pembangunan Ekonomi ............................................................. 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
2. Teori Pembangunan Ekonomi .................................................... 12
3. Ketimpangan Ekonomi ............................................................... 15
4. Keuangan Daerah ....................................................................... 21
5. Dana Alokasi Umum (DAU) ..................................................... 22
6. Belanja Modal ........................................................................... 25
7. Pengeluaran Pemerintah ............................................................. 27
8. Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Dengan Pembangunan Ekonomi ............................................... 30
9. Indeks Williamson ...................................................................... 33
B. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 33
C. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 36
D. Hipotesis .......................................................................................... 37
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 38
B. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 38
C. Definisi Operasional Data ............................................................... 39
D. Metode Analisis Data ...................................................................... 39
1. Tingkat Ketimpangan Pembangunan
Ekonomi di Indonesia ............................................................... 39
2. Pemilihan Model ....................................................................... 40
3. Uji Asumsi Klasik ..................................................................... 45
4. Uji Statistik ............................................................................... 47
5. Koefisien Determinasi ............................................................... 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum ........................................................................... 52
B. Analisis Data ................................................................................. 66
C. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................ 76
V. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 79
B. Saran .............................................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 82
LAMPIRAN .................................................................................................. 85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara Berkembang
di Asia Timur Tahun 2006 – 2008 .................................................... 1
1.2 Indeks Williamson untuk PDRB Tahun 2002 – 2007 ........................ 3
1.3 Pertumbuhan Ekonomi Per Provinsi di Indonesia
tahun 2007 – 2008 ............................................................................. 4
4.1 Distribusi Penduduk menurut pulau di Indonesia tahun 2010 .......... 58
4.2 Peranan Wilayah/Pulau dalam pembentukan PDB
Nasional tahun 2007-2009 (%) ......................................................... 59
4.3 Proporsi Dana Alokasi Umum Tiap Provinsi
Di Indonesia Tahun 2006-2009 ......................................................... 61
4.4 Rasio Belanja Modal Provinsi dengan Total
Pengeluaran Pemerintah Pusat Indonesia tahun 2006-2009 ............. 63
4.5 Rasio Pengeluaran Pemerintah Provinsi dengan Total
Pengeluaran Pemerintah Pusat Indonesia Tahun 2006-2009 ............ 65
4.6 Indeks Williamson di Indonesia Tahun 2006-2009 .......................... 66
4.7 Hasil Fixed Effect Models ................................................................. 70
4.8 Hasil Konstanta Dummy Variable Dengan Fixed Effects Model ....... 72
4.9 Hasil Uji t .......................................................................................... 75
4.10 Hasil Uji F ......................................................................................... 75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 2.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 36
3.1 Kriteria Durbin-Watson Test ................................................................ 46
3.2 Kriteria Uji t ......................................................................................... 48
3.3 Kriteria Uji F ........................................................................................ 50
4.1 Peta Indonesia menurut provinsi .......................................................... 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Proporsi Dana Alokasi Umum Per Provinsi di Indonesia
Tahun 2006 – 2009
Lampiran 2 : Data Realisasi Belanja Modal Per Provinsi di Indonesia Tahun
2006 – 2009
Lampiran 3 : Data Realisasi Pengeluaran Pemerintah Per Provinsi di Indonesia
Tahun 2006 – 2009
Lampiran 4 : Data Realisaasi Total Pengeluaran Pemerintah Pusat Indonesia
Tahun 2006 – 2009
Lampiran 5 : Data Penelitian
Lampiran 6 : Hasil Common Effecr Model GLS
Lampiran 7 : Hasil Fixed Effect Model GLS
Lampiran 8 : Hasil Random Effect Model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAKSI
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI
ANTAR PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2006 – 2009
Sesilia Nungki W. (NIM. F 0107086)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh proporsi dana
alokasi umum (DAU), rasio belanja modal provinsi dengan total pengeluaran pemerintah pusat (RBM), dan rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat (RPP) terhadap tingkat ketimpangan antar provinsi di Indonesia pada tahun 2006 s/d 2009.
Tingkat ketimpangan sebagai variabel dependen didapatkan dengan menggunakan Indeks Williamson. Metode yang digunakan yaitu metode Generalized Least Square (GLS). Untuk mengetahui model yang digunakan dalam panel data dilakukan pengujian terlebih dahulu. Kemudian, dilakukan Pengujian Ekonometrika dan statistik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel yang merupakan gabungan antara data time series (dari tahun 2006 s/d 2009) dan data cross section (33 provinsi di Indonesia). Program yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Eviews 3.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan antar provinsi di Indonesia tinggi, karena sebagian besar provinsi memiliki nilai Indeks Williamson lebih dari 0,5 dengan provinsi tertinggi tingkat ketimpangannya dimiliki oleh Jawa Timur. Dari hasil pengujian, Fixed Effects Model merupakan model terbaik yang digunakan dalam penelitian ini dengan metode GLS dan dilakukan setelah White-Heteroskedacity. Hasil Uji statistik menunjukkan bahwa variabel RBM berpengaruh negatif dan signifikan, variabel RPP berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan variabel DAU tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia pada tahun 2006 s/d 2009.
Kebijakan dalam meningkatkan kegiatan ekonomi di masyarakat diharapkan dapat mengurangi tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia. Selain itu, lebih terkonsentrasinya pemerintah daerah pada potensi di daerahnya masing – masing baik saat ini maupun di masa yang akan datang dan lebih efisien dan bijaksana dalam mengalokasikan pengeluaran pemerintah, sehingga pemerintah daerah dapat mengoptimalkan pembangunan ekonomi di daerahnya. Kata Kunci: Tingkat Ketimpangan, Pembangunan Ekonomi, Indeks Williamson,
Proporsi Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pengeluaran Pemerintah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAKSI
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI
ANTAR PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2006 – 2009
Sesilia Nungki W. (NIM. F 0107086)
The purpose of this study was to determine the effect of the proportion of the
general allocation fund (DAU), the ratio of capital expenditure to total expenditure of the provincial government (RBM), and the ratio of provincial government expenditures by the central government (RPP) on the level of inequality among provinces in Indonesia in 2006 - 2009.
Inequality as the dependent variable obtained using the Williamson Index. The method used is Generalized Least Square (GLS). To find the model used in the panel data test conducted first. Then, the testing econometrics and statistics. The data used in this study is that panel data are a combination of time series data (year 2006 - 2009) and cross section (33 provinces in Indonesia). Programs used in this research that Eviews 3.0.
The results showed that the level of inequality among provinces in Indonesia is high, because most provinces have Williamson index value greater than 0.5 with the highest provincial level limp owned by East Java. From the test results, the Fixed Effects Model is the best model used in this study with the GLS method and carried out after White-Heteroskedacity. The results of statistical tests showed that the RBM variable negative and significant effect, variable RPP and a significant positive effect, while variable DAU does not significantly affect the level of economic development disparities between provinces in Indonesia in 2006 - 2009.
Policy in enhancing economic activities in the community is expected to reduce the level of economic development disparities between provinces in Indonesia. In addition, more concentrated on the potential of local governments in their areas - each both now and in the future and more efficient and prudent in allocating government spending, so local governments can optimize economic development in their regions. Keywords: Level of Inequality, Economic Development, Williamson Index,
proportion of the General Allocation Fund, Capital Expenditure, Government Expenditure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi seringkali dijadikan indikator
tercapainya pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi di Negara – negara
Asia Timur pada tahun 2008 mengalami perlambatan sebesar -15,7 persen.
Filipina sebagai salah satu negara yang memiliki perlambatan pertumbuhan
ekonomi tertinggi pada tahun 2008 yaitu sebesar 19,1 persen. Perlambatan yang
dialami Indonesia lebih baik daripada Malaysia. Malaysia pada tahun 2008
mengalami perlambatan sebesar 12,7 persen. Sedangkan, Indonesia hanya
mengalami perlambatan sebesar 4,8 persen. Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi Indonesia cukup baik dibandingkan dengan negara-negara berkembang
lainnya di Asia Timur. Namun, pertumbuhan ekonomi pada prinsipnya harus
dinikmati penduduk secaranya merata.
TABEL 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara – Negara Berkembang di Asia Timur
Tahun 2006 – 2008
Kelompok Negara 2006 2007 2008 Perubahan 2007/2008 Negara Berkembang
Asia Timur 9,8 10,2 8,6 -15,7
Indonesia 5,5 6,3 6,0 -4,8 Malaysia 5,9 6,3 5,5 -12,7 Filipina 5,4 7,3 5,9 -19,1 Thailand 5,1 4,8 5,0 -4,2 Vietnam 8,2 8,5 8,0 -5,9 Korea 5,0 4,9 4,6 -6,1 Cina 11,1 11,4 9,4 -17,5 Sumber: World Bank, “East Asia: Testing Times Ahead, April, 2008”
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pada hakikatnya, pembangunan ekonomi merupakan suatu upaya untuk
melakukan perubahan ekonomi menjadi lebih baik dari sebelumnya. Perubahan
ekonomi yang dimaksud tidak hanya meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat, tetapi juga distribusi pendapatan yang merata. Hal ini
dikarenakan tidak meratanya distribusi pendapatan merupakan salah satu masalah
dalam pembangunan ekonomi (Purwanto, 2009).
Ketimpangan ekonomi telah menjadi fenomena wajar yang terjadi di
negara miskin dan berkembang. Indonesia sebagai negara berkembang,
ketimpangan tidak hanya tampak di antar pulau, tetapi juga antar provinsi,
kabupaten, dan kecamatan. Ketimpangan ini dikenal sebagai ketimpangan
pembangunan ekonomi regional. Penyebab utamanya karena kandungan
sumberdaya alam dan kondisi demografi yang berbeda di tiap wilayah. Selain itu,
arus modal yang diterima tiap daerah cenderung lebih terkonsentrasi pada daerah
dengan sumberdaya alam yang lebih kaya, sumberdaya manusia yang lebih maju,
dan kota – kota besar yang prasarana dan sarananya lebih lengkap. Akibat dari
perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan
ekonomi juga menjadi berbeda (Sjafrizal dalam Priyanto, 2009).
Ketimpangan ekonomi di Indonesia yang diukur dengan menggunakan
indeks Williamson pada tahun 2002 hingga 2007 terus mengalami penurunan.
Pada tahun 2003, tingkat ketimpangan di Indonesia sebesar 0,691. Pada tahun
2004, tingkat ketimpangan sebesar 0,677, 0,613 pada tahun 2005. Tingkat
ketimpangan menurun sebesar 0,587 pada tahun 2006 dan 0,558 pada tahun 2007.
Walaupun terus mengalami penurunan, tingkat ketimpangan di Indonesia masih
melebihi 0,5, yang berarti bahwa tingkat ketimpangan di Indonesia masih tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Pulau Jawa (tidak termasuk DKI Jakarta) merupakan pulau yang memiliki
tingkat ketimpangan paling rendah daripada pulau – pulai lainnya, yaitu sebesar
0,70 pada tahun 2007. Tingkat ketimpangan tertinggi pada tahun 2003 sampai
dengan 2007 adalah Pulau Sumatra, sebesar 0,912 pada tahun 2007. Kemudian
disusul oleh Pulau Kalimantan, Pulau Maluku dan Papua, Pulau Bali, NTT dan
NTB, dan Pulau Sulawesi, dengan tingkat ketimpangan pada tahun 2007 masing –
masing sebesar 0,912; 0,823; 0,516; 0,420; dan 0,191. Tabel di bawah ini akan
semakin memperjelas tingkat ketimpangan antar pulau di Indonesia.
Tabel 1.2 Indeks Williamson untuk PDRB di Indonesia Tahun 2003 – 2007
2003 2004 2005 2006 2007 Indonesia 0,691 0,677 0,613 0,589 0,561 Sumatera 0,931 0,932 0,914 0,914 0,912 Jawa 0,168 0,171 0,175 0,169 0,170 Kalimantan 0,919 0,899 0,886 0,856 0,823 Sulawesi 0,183 0,178 0,204 0,193 0,191 Maluku dan Papua 0,623 0,625 0,611 0,568 0,516 Bali, NTB dan NTT 0,381 0,380 0,395 0,416 0,420 Sumber: Nota Keuangan Pemerintah Tahun 2009
Perbandingan PDRB yang didapat dan sebaran penduduk menjadi salah
satu penyebab ketimpangan antar pulau di Indonesia. Hal itu disebabkan karena
perkembangan penduduk Pulau Jawa baik yang menyangkut kuantitas maupun
kualitas merupakan faktor utama dari eksistensi kota itu sendiri. Komponen
demografis seperti kelahiran, kematian, dan migrasi penduduk akan
mempengaruhi pertumbuhan daerah. Sementara itu, struktur penduduk Pulau Jawa
yang meliputi umur dan jenis kelamin, jumlah dan kepadatan penduduk, tingkat
pendidikan serta struktur ekonomi (pekerjaan dan pendapatan) berperan dalam
terciptanya dinamika pertumbuhan daerah (Rahayu, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
TABEL 1.3 PERTUMBUHAN EKONOMI PER PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2007 DAN 2008
PROVINSI TAHUN 2007 2008
INDONESIA 6,3 6,1 Nanggro Aceh Darusalam -4,6 -5,8 Sumatera Utara 7,3 7,0 Sumatera Barat 6,7 6,3 Riau 4,5 16,3 Kepulauan Riau 8,5 3,0 Jambi 6,2 8,8 Sumatera Selatan 7,0 4,0 Kep. Bangka Belitung 6,5 -1,2 Bengkulu 6,5 4,9 Lampung 6,3 4,0 DKI Jakarta 6,7 6,2 Jawa Barat 7,5 4,5 Banten 6,3 5,0 Jawa Tengah 6,1 4,1 DIY 7,2 5,1 Jawa Timur 6,3 6,0 Bali -2,0 18,3 NTB 6,3 46 NTT 4,5 30 Kalimatan Barat 7,3 61 Kalimantan Tengah 7,1 61 Kalimantan Selatan 5,0 30 Kalimatan Timur 4,5 20 Sulawesi Selatan 11,2 41 Gorontalo 7,3 78 Sulawesi Utara 7,3 65 Sulawesi Barat 7,6 61 Sulawesi Tengah 4,6 90 Sulawesi Tenggara 8,5 65 Maluku 4,5 42 Maluku Utara 6,0 41 Papua Barat 8,0 72 Papua -27,0 36,2 Sumber: Nota Keuangan Pemerintah Tahun 2010
Pertumbuhan Indonesia per provinsi pada tahun 2007 dan 2008 cukup
baik. Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi per provinsi di Indonesia, hanya
beberapa daerah yang mengalami perlambatan pada pertumbuhan ekonominya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
yaitu Papua, NAD dan Bali. Namun, pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi
provinsi Papua dan Bali mengalami peningkatan yang cukup signifikan, bahkan
dapat melebihi pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 6,1 persen pada
tahun 2008. Sedangkan provinsi NAD masih mengalami perlambatan, walaupun
perlambatan tersebut mengalami penurunan menjadi sebesar -0,6%. Pertumbuhan
ekonomi per provinsi pada tahun 2007 sebesar 6,3 persen. Terdapat beberapa
provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi diatas pertumbuhan Nasional, yaitu
NTB, Jatim, Kep. Bangka Belitung, Bengkulu, DKI Jakarta, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, DI Yogyakarta,
Gorontalo, Kalimantan Barat, Jawa barat, Sulawesi Utara, Kep. Riau, dan
Sulawesi Barat merupakan provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi
tertinggi pada tahun 2007, yaitu sebesar 11,2 persen. Hal ini semakin diperjelah
pada gambar 1,1, pertumbuhan ekonomi per provinsi di Indonesia pada tahun
2007 dan 2008.
Walaupun otonomi daerah telah diberlakukan, upaya penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan masyarakat antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah tidak dapat dilakukan pemisahan (Adisasmita, 2011). Apabila negara
mengalami krisis, daerah juga akan mengalami krisis, dan sebaliknya. Otonomi
daerah yang pada hakikatnya adalah penyerahan wewenang segala urusan
pemerintahan ke kabupaten, pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat (lebih lancar, lebih mudah, dan lebih cepat)
menuntut pemerintah daerah untuk dapat menyiapkan daerahnya sedemikian rupa
sehingga mampu menarik investasi, orang, dan industri ke daerahnya. Selain itu,
pengembangan sumberdaya manusia dan infrastruktur fisik sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
pembangunan ekonomi yang dibarengi dengan pemerataan ekonomi di daerahnya
dapat terwujud. Adapun kekhawatiran bahwa otonomi daerah akan meningkatkan
ketimpangan ekonomi antara daerah yang kaya SDA dengan yang miskin, kiranya
akan terkompensasi dengan kualitas SDM dan SDE (Mubyarto, 2001).
Pengalokasikan sejumlah besar dana dan/atau sumber-sumber daya
ekonomi dari pemerintah pusat kepada daerah untuk dikelola menurut
kepentingan dan kebutuhan daerah itu sendiri. Salah satunya Dana Alokasi Umum
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang
dibagi sesuai dengan kebutuhan daerah. Ketidakadilan perimbangan pendapatan
daerah atas eksplorasi sumber daya alam juga masih terjadi di beberapa wilayah,
khususnya di wilayah-wilayah yang menjadi produsen migas di Indonesia seperti
Riau dan Kalimantan Timur. Porsi kecil yang diterima daerah tidak berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di daerah-
daerah tersebut, karena sebagian besar hasil eksplorasi SDA lebih banyak
dialokasikan di pusat dibanding di daerah. Kondisi akan semakin buruk lagi,
apabila daerah-daerah tersebut menghadapi penghapusan DAU karena peringkat
‘kaya’ dari pemerintah pusat hanyalah sebatas peringkat, sebab daerah-daerah
tersebut tidak merasakan secara signifikan hasil SDA-nya sendiri dan pemerintah
dianggap menjadi predatory state yang mengeksploitasi daerah secara besar-
besaran tanpa menyelaraskan dengan peningkatan pembangunan prasarana
ekonomi terlebih lagi dengan penghapusan DAU terhadap daerah-daerah tersebut.
Selain itu, berbedanya alokasi belanja modal dan pengeluaran tiap daerah juga
menyebabkan ketimpangan pembangunan ekonomi di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Oleh karena itu, diperlukan partisipasi dan campur tangan pemerintah
pusat, terhadap hubungan antara keuangan pusat dengan keuangan daerah. Dalam
penelitian ini, membahas mengenai pengaruh proporsi pengalokasian DAU
provinsi, belanja modal provinsi dan pengeluaran provinsi terhadap ketimpangan
di Indonesia. Sehingga pembangunan ekonomi yang juga bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan distribusi pendapatan yang merata dapat
tercapai. Oleh karena itu, peneliti memilih topik: “Faktor–Faktor yang
Mempengaruhi Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Provinsi di
Indonesia Tahun 2006 – 2009”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di
Indonesia tahun 2006 sampai 2009?
2. Apakah proporsi dana alokasi umum provinsi berpengaruh terhadap tingkat
ketimpangan antar provinsi di Indonesia tahun 2006 sampai 2009?
3. Apakah rasio belanja modal provinsi dengan total pengeluaran pemerintah
pusat berpengaruh terhadap tingkat ketimpangan antar provinsi di Indonesia
tahun 2006 sampai 2009?
4. Apakah rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan total pengeluaran
pemerintah pusat berpengaruh terhadap tingkat ketimpangan antar provinsi di
Indonesia tahun 2006 sampai 2009?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di
Indonesia tahun 2006 sampai 2009.
2. Mengetahui pengaruh proporsi dana alokasi umum provinsi terhadap tingkat
ketimpangan di Indonesia tahun 2006 sampai 2009.
3. Mengetahui pengaruh rasio belanja modal provinsi dengan total pengeluaran
pemerintah pusat terhadap tingkat ketimpangan di Indonesia tahun 2006
sampai 2009.
4. Mengetahui pengaruh rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan total
pengeluaran pemerintah pusat terhadap tingkat ketimpangan di indonesia
tahun 2006 sampai 2009.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi :
1. Penulis
Dapat memberikan manfaat berupa pengetahuan praktis dan empiris dalam
menerapkan teori-teori yang didapatkan semasa perkuliahan. Serta,
mengetahui secara nyata mengenai ketimpangan pembangunan ekonomi antar
provinsi di Indonesia.
2. Akademisi
Dapat menambah referensi bagi Lembaga Fakultas Ekonomi Jurusan
Ekonomi Pembanguan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diharapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
untuk tambahan bacaan dan referensi pihak-pihak yang membutuhkan dan
berminat mengembangkannya dalam taraf lebih lanjut.
3. Pemerintah Daerah
Dapat dijadikan pedoman dalam pengambilan kebijakan dalam rangka
mengatasi ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi sebagai usaha untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat di suatu bangsa, seringkali hanya diukur melalui tinggi rendahnya
pendapatan perkapita. Pengalaman pada tahun 1950-an dan 1960-an
menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi yang hanya berorientasi pada
kenaikan PDB saja tidak mampu memecahkan permasalahan pembangunan
secara mendasar. Hal ini tampak pada taraf dan kualitas hidup sebagian besar
masyarakat yang tidak mengalami perbaikan kendatipun target kenaikan PDB
per tahun telah tercapai. Menurut Todaro, keberhasilan pembangunan
ekonomi ditunjukan oleh 3 nilai pokok, yaitu: (1) berkembangnya
kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs),
(2) meningkatnya rasa harga diri (self-es-teem) masyarakat sebagai manusia,
dan (3) meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom rom
servitude) yang merupakan salah satu hak asasi manusia.
Definisi dari pembangunan ekonomi yaitu suatu proses
multidimensional yang mencakup perubahan struktur, sikap hidup dan
kelembagaan, selain mencakup peningkatan pertumbuhan ekonomi,
pengurangan ketidakmerataan distribusi pendapatan dan pemberantasan
kemiskinan yang absolut (Todaro, Michael P. 1982 : 124). Dalam hal ini,
pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka
panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan.
Dari definisi di atas jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai
pengertian:
a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus – menerus.
b. Usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita, dan
c. Kenaikan pendapatan per kapita tersebut harus terus berlangsung dalam
jangka panjang.
d. Perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang (misalnya ekonomi,
politik, hukum, sosial, dan budaya). Sistem kelembagaan ini bisa
ditinjau dari 2 aspek yaitu: aspek perbaikan di bidang organisasi
(institusi) dan perbaikan di bidang regulasi (baik formal maupun
informal).
Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses
dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor – faktor
yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat
teridentifikasi dan dianalisis dengan seksama. Dengan cara tersebut dapat
diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan mewujudkan peningkatan
kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap
pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya.
Selanjutnya, pembangunan ekonomi tersebut perlu dipandang sebagai
kenaikan dalam pendapatan perkapita, karena kenaikan itu merupakan
penerimaan dan timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
masyarakat. Biasanya laju pembangunan ekonomi suatu negara ditunjukkan
dengan menggunakan tingkat pertumbuhan PDB/PNB.
Dalam jangka waktu tertentu, pada saat PDB/PNB dihitung, selain akan
terjadi pertumbuhan kegiatan ekonomi masyarakat juga terjadi pertambahan
penduduk. Dengan demikian, sebagian pertumbuhan hasil kegiatan ekonomi
tersebut harus digunakan untuk mempertinggi kesejahteraan ekonomi
masyarakat. Jika tingkat pertumbuhan PDB/PNB sama dengan atau lebih
rendah daripada tingkat pertumbuhan penduduk, maka pendapatan perkapita
akan tetap sama atau bahkan menurun. Ini berarti bahwa pertumbuhan
PDB/PNB tidak memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat.
2. Teori Pembangunan ekonomi
Pembangunan ekonomi memiliki beberapa teori yang secara parsial
dapat membantu untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi
daerah. Masing – masing teori mengemukakan faktor – faktor apa yang
mendorong perkembangan ekonomi, baik yang bersifat ekonomi maupun
non-ekonomi. Apabila dibuat suatu fungsi, teori – teori tersebut dapat
disajikan sebagai berikut:
Pembangunan Daerah = f (sumberdaya alam, tenaga kerja, investasi,
entrepreneurship, transportasi, komunikasi,
komposisi industri, teknologi, luas daerah,
pasar ekspor, situasi ekonomi internasional,
pengeluaran pemerintah pusat, dan bantuan –
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
bantuan pembangunan). (Arsyad, Lincolin.
1999: 115)
a. Teori Ekonomi NeoKlasik
Peranan teori ekonomi Neoklasik tidak besar dalam menganalisis
pembangunan daerah karena teori ini tidak memiliki dimensi spasial
yang signifikan. Namun demikian, teori ini memberikan dua konsep
pokok dalam pembangunan ekonomi daerah, yaitu keseimbangan dan
mobilitas faktor produksi. Artinya sistem perekonomian akan mencapai
keseimbangan alamiahnya jika modal mengalir tanpa pembatas. Oleh
karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi
menuju ke daerah yang berupah rendah.
b. Teori Basis Ekonomi
Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan
ekonomi suatu daerah adalah permintaan akan barang dan jasa dari luar
daerah. Pertumbuhan industri – industri yang menggunakan
sumberdaya lokal akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan
peluang kerja. Strategi pembangunan daerah yang berdasar pada teori
ini adalah pentingnya bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai
pasar secara nasional maupun internasional.
Model ini memiliki kelemahan karena berdasarkan pada
permintaan eksternal yang menyebabkan ketergantungan terhadap
kekuatan pasar secara nasional maupun global. Namun demikian,
model ini berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis – jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan
stabilitas ekonomi.
c. Teori Lokasi
Para ekonom regional sering mengatakan bahwa ada tiga faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan daerah, yaitu lokasi, lokasi, dan
lokasi. Karena perusahaan cenderung untuk memilih lokasi yang
mendekati pasar untuk meminimumkan biaya. Ada beberapa variabel
yang mempengaruhi kualitas suatu lokasi, misalnya upah tenaga kerja,
ketersediaan bahan baku, komunikasi. Keterbatasan teori ini pada saat
sekarang adalah teknologi dan komunikasi telah mengubah suatu lokasi
tertentu untuk kegiatan produksi.
d. Teori Tempat Sentral
Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa
ada hirarki tempat (hierarchy of place). Setiap tempat sentral didukung
oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya.
Sedangkan tempat sentral menyediakan jasa – jasa bagi penduduk
daerah yang mendukung.
Teori ini dapat diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah.
Misal, perlunya melakukan perbedaan fungsi daerah – daerah yang
berbatasan. Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa,
sedangkan daerah lainnya sebagai daerah pemukiman.
e. Teori Kausasi Kumulatif
Kondisi daerah disekitar kota yang semakin memburuk
menunjukkan konsep dari tesis kausasi kumulatif ini. Kekuatan pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
cenderung memperparah kesenjangan antar daerah maju dan
terbelakang. Hal ini yang disebut Myrdal (1957) sebagai Backwash
effects.
f. Model Daya Tarik
Adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak
digunakan. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah masyarakat dapat
memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialisasi melalui pemberian
subsidi dan insentif.
3. Ketimpangan Ekonomi
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan
antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dengan masyarakat
berpendapatan rendah dan tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada
di bawah garis kemiskinan (proverty line) merupakan dua masalah besar di
banyak negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, isu
kesenjangan ekonomi antar daerah telah lama menjadi bahan kajian para
pakar ekonomi regional. Hendra Esmara (1975) merupakan peneliti pertama
yang mengukur kesenjangan ekonomi antar daerah di Indonesia (Wie, 1983).
Berdasarkan data tahun 1950 sampai dengan 1960, ia menyimpulkan bahwa
Indonesia merupakan negara dengan kategori kesenjangan daerah yang
rendah apabila sektor migas diabaikan.
Menurut Wie (1983), masalah ketimpangan dalam pembagian
pendapatan dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
a. Pembagian pendapatan antara golongan pendapatan (size distribution of
income) atau ketimpangan relatif
Ketimpangan yang terjadi antar golongan ini sering kali diukur
dengan menggunakan koefisien Gini. Kendati koefisien Gini bukan
merupakan indikator yang ideal mengenai ketimpangan pendapatan antar
berbagai golongan, namun sedikitnya angka ini dapat memberikan
gambaran mengenai kecenderungan umum dalam pola distribusi
pendapatan.
b. Pembagian pendapatan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan
(urban-rural income disparities)
Ketimpangan dalan distribusi pendapatan dapat juga ditinjau dari
segi perbedaan pendapatan antara masyarakat desa dengan masyarakat
perkotaan (urban-rural income disparities). Untuk membedakan hal ini,
digunakan dua indikator: (1) perbandingan antara tingkat pendapatan per
kapita di daerah perkotaan dan pedesaan, dan (2) disparitas pendapatan
daerah perkotaan dan daerah pedesaan (perbedaan pendapatan rata-rata
antara kedua daerah sebagai persentase dari pendapatan nasional rata-
rata). Menurut Bank Dunia, pola pembangunan Indonesia memang
memperlihatkan suatu urban bias dengan tekanan berat pada sektor
industri, yang merupakan landasan bagi ketimpangan distribusi
pendapatan di kemudian hari.
c. Pembagian pendapatan antara daerah (regional income disparities)
Satu lagi sisi lain dalam melihat ketimpangan distribusi pendapatan
nasional, adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
berbagai daerah di Indonesia, yang mengakibatkan pula terjadinya
ketimpangan pendapatan per kapita antar daerah (regional income
disparities). Ketimpangan pendapatan seperti ini disebabkan oleh karena
penyebaran sumberdaya alam yang tidak merata serta perbedaan dalam
laju pertumbuhan antar daerah, dan belum berhasilnya usaha-usaha
pembangunan yang merata antar daerah di Indonesia.
Banyak perhatian telah diberikan terhadap bagaimana distribusi
pendapatan berubah dalam masa pembangunan. Simon Kuznets (1995)
membuat hipotesis adanya kurva U terbalik (Interved U Curve) bahwa mula –
mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak
merata. Namun, setelah mencapai suatu tingkat distribusi tertentu, distribusi
pendapatan semakin merata.
Pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan, menurut para
pengeritik pembangunan ekonomi terdapat suatu trade off. Dengan implikasi
bahwa pemerataan dalam distribusi pendapatan hanya dapat tercapai apabila
pertumbuhan ekonomi diturunkan. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang
tinggi selalu akan disertai menurunnya distribusi pendapatan yang rata atau
meningkatnya ketimpangan relatif (Wie, 1983).
Faktor–faktor yang menyebabkan timbulnya ketimpangan
pembangunan antara lain, sebagai berikut (Tambunan, 2001: 190-199):
a. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah
Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi
cenderung tumbuh pesat. Ketimpangan pembangunan sektor industri
manufaktur antar propinsi sebagai salah satu faktor terjadinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
ketimpangan ekonomi antar daerah. Dibandingkan dengan sektor
ekonomi yang lain, industri manufaktur merupakan sektor yang sangat
produktif, dilihat dari kontribusinya terhadap PDB atau PDRB. Majunya
sektor industri di suatu daerah akan memberi dampak positif terhadap
kegiatan ekonomi sektor lain di wilayah tersebut baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dengan asumsi, tidak ada distorsi terhadap
economic linkages antar sektor.
b. Alokasi Investasi
Berdasarkan Teori Pertumbuhan Harrod–Domar yang menerangkan
bahwa ada korelasi positif antara investasi dengan laju pertumbuhan
ekonomi. Dapat dikatakan bahwa kurangnya investasi di suatu daerah
menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita
masyarakat juga rendah, karena tidak ada kegiatan ekonomi yang
produktif seperti industri manufaktur.
Terpusatnya alokasi investasi di Jawa dan kebijakan birokrasi yang
terpusat selama orde baru, serta keterbatasan infrastruktur dan SDM di
luar Jawa adalah penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan antar
propinsi di Indonesia.
c. Tingkat Mobilisasi Yang Rendah Antar Daerah
Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan
kapital antar daerah juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan
ekonomi regional. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar propinsi
menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat pendapatan perkapita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
d. Perbedaan Sumberdaya Alam Antar Daerah
Aliran Klasik sering mengatakan bahwa pembangunan ekonomi
pada daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih
makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Pada tingkat
tertentu, anggapan tersebut masih bisa dibenarkan, namun pada
perkembangan selanjutnya diperlukan adanya faktor-faktor yang lain.
Faktor-faktor tersebut adalah SDM dan teknologi serta infrastruktur
lainnya.
e. Perbedaan Kondisi Demografi Antar Wilayah
Ketimpangan ekonomi regional juga disebabkan oleh perbedaan
kondisi demografis antar daerah. Terutama dalam hal jumlah dan
pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan,
kesehatan, tingkat kedisiplinan masyarakat, dan etos kerja. Faktor-faktor
ini mempengaruhi tingkat pembangunan lewat sisi penawaran dan
permintaan. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar
merupakan potensi bagi pertumbuhan pasar dan juga sebagai pendorong
bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, populasi yang
besar dengan tingkat pendidikan, kesehatan, kedisiplinan serta etos kerja
yang tinggi merupakan aset yang penting dalam kegiatan produksi.
Perbedaan kondisi geografis suatu daerah juga bisa mengakibatkan
adanya kesenjangan. Semakin luas suatu daerah maka efek penyebaran
hasil-hasil pembangunan akan semakin lambat, apalagi kalau sarana
transportasi dan komunikasi kurang memadai (Williamson dalam
Jhingan, 1994).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
f. Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Wilayah.
Perdagangan antardaerah meliputi perdagangan barang jadi, barang
modal, input perantara, bahan baku, serta material-material lain untuk
keperluan produksi barang dan jasa. Keterbatasan transportasi dan
komunikasi menyebabkan tidak lancarnya perdagangan antar propinsi.
Jadi tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah dapat menghambat
Ketimpangan pada kenyataannya tidak dapat dihilangkan dalam
pembangunan suatu daerah. Adanya ketimpangan, akan memberikan
dorongan kepada daerah yang terbelakang untuk dapat berusaha
meningkatkan kualitas hidupnya agar tidak jauh tertinggal dengan daerah
sekitarnya. Selain itu daerah-daerah tersebut akan bersaing guna
meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga ketimpangan dalam hal ini
memberikan dampak positif. Akan tetapi ada pula dampak negatif yang
ditimbulkan dengan semakin tingginya ketimpangan antar wilayah. Dampak
negatif tersebut berupa inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan
solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak
adil (Todaro dalam Angelia, 2010).
Upaya dalam menanggulangi ketimpangan adalah dengan strategi
campur tangan pemerintah. Apabila pemerintah tidak secara aktif campur
tangan di dalam kegiatan ekonomi yang berarti bahwa perekonomian tersebut
diatur oleh mekanisme pasar, tingkat pembangunan yang berbeda diantara
berbagai daerah akan memberikan akibat yang buruk pada corak
pembangunan selanjutnya. Dari masa ke masa tingkat kesejahteraan dan
tingkat pembangunan antara daerah yang miskin dengan kaya menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
semakin tinggi perbedaannya. Dalam hal ini diupayakan pembagian yang
merata dari sumberdaya-sumberdaya yang ada kepada golongan masyarakat
termiskin, sehingga kesejahteraan mereka dapat meningkat. (Wie, 1983)
4. Keuangan Daerah
Keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak
dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah. Dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
masyarakat, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak dapat
dilakukan pemisahan dan merupakan satu kesatuan.
Ketentuan tentang pokok – pokok pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan daerah telah diatur dengan dengan Peraturan Pemerintah (PP) no.
65 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah. Pokok – pokok peraturan pemerintah tersebut antara lain:
a. Prinsip – prinsip transparansi dan akuntan bilitas mengenai penyusunan,
perubahan dan perhitungan APBD, pengelolaan, kas, tata cara pelaporan,
pengawasan internal ptoritas dan sebagainya, serta merupakan pedoman
bagi system dan prosedur pengelolaan;
b. Pedoman laporan pertanggungjawaban yang berkaitan dengan pelayanan
yang dicapai, biaya satuan komponen kegiatan, dan standar akuntansi
pemerintah daerah, serta persentase jumlah penerimaan APBD untuk
membiayai administrasi umum dan pemerintah umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Pengelolaan keuangan daerah dapat dilakukan secara tertib, taat pada
peraturan perundang – undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan,
dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatuhan.
(Adisasmita, 2010; 42)
Dalam upaya untuk mengoptimalkan sumber – sumber pembiayaan
untuk pembangunan daerah, baik yang bersumber dari luar daerah (negeri)
maupun yang bersumber dari dalam negeri adalah:
1) Pendapatan Asli Daerah
a) Hasil Pajak Daerah
b) Hasil Retribusi Daerah
c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah
d) Pendapatan lain yang sah
2) Dana Perimbangan
a) Dana Bagi Hasil
b) Dana Alokasi Umum (DAU)
c) Dana Alokasi Khusus (DAK)
3) Lain – lain penerimaan yang sah, antara lain hibah, dana darurat, dan
penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang
berlaku.
5. Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Dana ini diserahkan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
daerah dalam bentuk block grand yang pemanfaatannya diserahkan
sepenuhnya kepada daerah. Adapun cara menghitung dana alokasi umum
menurut ketentuan adalah sebagai berikut:
a. Dana alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari
penerimaan dalam negeri yang sitetapkan dalam APBN.
b. Dana alokasi umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah
kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi
umum sebagaimana ditetapkan diatas.
c. Dari dana alokasi (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah
kabupaten/kota yang ditetapkan APBN denga porsi daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan.
d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan
proporsi bobot daerah kabupaten/kota diseluruh indonesia.
Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah propinsi tertentu ditetapkan
berdasarkan jumlah Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah Propinsi yang
ditetapkan dalam APBN dikalikan dengan rasio bobot daerah propinsi yang
bersangkutan terhadap jumlah bobot seluruh propinsi (Adisasmita, 2011;177).
Porsi daerah propinsi ini merupakan persentase bobot daerah propinsi yang
bersangkutan terhadap jumlah bobot semua daerah propinsi di seluruh
Indonesia. Rumus Dana Alokasi Umum untuk suatu propinsi tertentu, yaitu:
Perhitungan Dana Alokasi Umum berdasarkan rumus di atas dilakukan
oleh Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Landasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
hukum pelaksanaan DAU adalah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah. Sebagai amanat UU
No.33 Tahun 2004, alokasi yang dibagikan kepada Pemerintah Daerah oleh
Pemerintah Pusat minimal 26 persen dari total penerimaan dalam negri netto.
Dengan ketentuan tersebut maka, bergantung pada kondisi APBN dan Fiscal
Sustainability Pemerintah Indonesia, alokasi DAU dapat lebih besar dari 26
persen dari total pendapatan dalam negeri netto.
DAU diberikan berdasarkan celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal
merupakan kebutuhan daerah yang dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah,
kebutuhan daerah dihitung berdasarkan variabel-variabel yang ditetapkan
undang-undang sedangkan perhitungan kapasitas fiskal didasarkan atas
Penerimaan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil yang diterima daerah.
Sementara Alokasi Dasar dihitung berdasarkan gaji PNS daerah.
Kebutuhan Fiskal dapat diartikan sebagai kebutuhan daerah untuk
membiayai semua pengeluaran daerah dalam rangka menjalankan
fungsi/kewenangan daerah dalam penyediaan pelayanan publik. Dalam
perhitungan DAU, kebutuhan daerah tersebut dicerminkan dari variabel-
variabel kebutuhan fiskal sebagai berikut :
a. Jumlah Penduduk
b. Luas Wilayah
c. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)
d. Indeks Kemiskinan Relatif (IKR)
Kapasitas fiskal daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah untuk
menghimpun pendapatan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Potensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
penerimaan daerah merupakan penjumlahan dari potensi PAD dengan DBH
Pajak dan SDA yang diterima oleh daerah.
Berdasarkan UU no. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, setiap daerah yang memiliki
kapasitas fiskal yang lebih besar dari kebutuhan fiskal maka dapat menerima
penurunan DAU, dan atau tidak menerima sama sekali pada tahun berikutnya.
Dasar inilah yang digunakan pemerintah untuk memberikan predikat daerah
“kaya” (DKI Jakarta, Riau dan Kaltim) dan memperoleh penghapusan DAU.
6. Belanja Modal
Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan
prasayarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah
daerah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana
dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal
ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk
kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik.
Biasanya setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintahan
daerah, sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang
memberikan dampak jangka panjang secara finansial.
Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatakan aset tetap pemerintah
daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya.
Secara teoretis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni
dengan membangun sendiri, menukarkan dengan asset tetap lain, dan
membeli. Namun, untuk kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
adalah dengan cara membeli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya
dilakukan melalui sebuah proses lelang atau tender yang cukup rumit. Belanja
modal sendiri terdiri dari :
a. Belanja Modal Tanah
Adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/
pembelian/ pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah,
pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan
sertifikat dan pengeluaran lainya sehubungan dengan perolehan hak atas
tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
b. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/
penambahan/ penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin
serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari dua belas
bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
c. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/
penambahan/ penggantian, termasuk pengeluaran untuk perencanaan,
pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang
menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam
kondisi siap pakai.
d. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/
penambahan/ penggantian/ peningkatan, pembangunan/pembuatan serta
perawatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai
jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
e. Belanja Modal Fisik Lainya
Adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pegadaan/
penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/ pembuatan serta
perawatan terhadap fisik lainya yang tidak dapat dikategorikan dalam
kriteria balanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,
dan jalan irigasi dan jaringan termasuk dalam belanja ini adalah belanja
kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala
dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan
jurnal ilmiah.
7. Pengeluaran Pemerintah
Menurut Musgrave (1993; 6), pengeluaran pemerintah memiliki tiga
tujuan kebijakan, yaitu:
a. Fungsi Alokasi, penyedian barang sosial atau proses pembagian
keseluruhan sumber daya untuk digunakan sebagai barang pribadi dan
barang sosial, dan bagaimana bauran/komposisi barang social ditentukan;
b. Fungsi Distribusi, penyesuaian terhadap distribusi pendapatan dan
kekayaan untuk menjamin terpenuhinya apa yang dianggap oleh
masyarakat sebagai suatu keadaan distribusi yang ‘merata’ dan ‘adil’.
c. Fungsi Stabilisasi, penggunaan kebijakan anggaran sebagai suatu alat
untuk mempertahankan tingkat kesempatan kerja yang tinggi, tingkat
stabilitas yang semestinya dan laju pertumbuhan ekonomi yang tepat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dengan memperhitungkan segala akibatnya terhadap perdagangan dan
neraca pembayaran.
Pengeluaran pemerintah untuk membiayai pemerintahan, pelayanan
umum dan pembangunan meningkat terus menerus dari tahun ke tahun, maka
harus dilakukan evaluasi mengenai efisiensinya dalam pengeluaran negara.
Peningkatan kegiatan pemerintah membawa dampak pada peningkatan
pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai
sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah. Semakin besar kegiatan
pemerintah maka semakin besar pula biaya yang dikeluarkan pemerintah
untuk kegiatan tersebut.
Pengeluaran pemerintah dapat bersifat ekhaustive yaitu merupakan
pembelian barang dan jasa dalam perekonomian dapat langsung dikonsumsi
maupun dapat pula menghasilkan barang dan jasa yang lain. Selain itu
pengeluaran pemerintah dapat berupa transfer, yaitu pemindahan uang kepada
individu-individu untuk kepentingan sosial kemasyarakatan, perusahaan-
perusahaan sebagai subsidi, atau kepada negara lain sebagai hadiah.
Adolph Wagner dalam sebuah penelitiannya pada abad ke-19,
mengemukakan bahwa pengeluaran pemerintah di beberapa negara-negara
maju selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pernyataan Wagner
di atas lebih dikenal dengan “low of ever increasing state activity” atau
hukum tentang selalu meningkatnya kegiatan pemerintah. Faktor-faktor yang
menjadi penyebab meningkatnya kegiatan serta pengeluaran pemerintah
adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
a. Adanya Perang
Perang menyebabkan meningkatnya permintaan pemerintah akan
senjata dan personel tentara. Pada saat terjadi perang pemerintah juga
harus mensuplai bahan makanan dan obat-obatan untuk tentara dan korban
perang. Kemudian, meskipun perang telah usai, pemerintah harus
membangun kembali berbagai kerusakan yang terjadi selama perang, dan
masih banyak lagi pengeluaran-pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah akibat adanya perang.
b. Meningkatnya Penghasilan Masyarakat
Meningkatnya penghasilan masyarakat menyebabkan meningkatnya
kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa serta fasilitas publik lainnya
yang lebih baik. Dalam hal ini, mungkin terdapat banyak barang dan jasa
yang tidak bisa disediakan oleh swasta. Oleh karena itu, pemerintah harus
turun tangan secara langsung untuk mengusahakan atau memenuhi
permintaan masyarakatnya.
c. Urbanisasi dan Perkembangan Ekonomi
Perpindahan penduduk dari desa ke kota atau urbanisasi harus
dilayani oleh pemerintah. Pemerintah perlu menyediakan lapangan
pekerjaan, fasilitas listrik, air bersih, perumahan, keamanan dan kesehatan.
Biasanya perkembangan ekonomi ditandai dengan industrialisasi, dan
urbanisasi terjadi besama-sama dengan industrialisasi yang terjadi di kota-
kota besar.
Orang bersedia pindah dari desa ke kota karena banyak hal yang
menarik, seperti peluang kerja di kota lebih banyak, tingkat upah lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
tinggi, serta fasilitas hiburan yang bervariasi. Namun, terkadang urbanisasi
justru menimbulkan dampak negatif seperti munculnya pengangguran,
meningkatnya tindak kriminal, gelandangan dan perkampungan kumuh
dan lain sebagainya. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan serius dari
pemerintah untuk mengantisipasi dampak negatif dari perkembangan
ekonomi dan urbanisasi.
d. Perkembangan Demokrasi
Perkembangan demokrasi menuntut pemerintah untuk mengatur,
menjaga dan mengelola kepentingan semua pihak baik individu maupun
masyarakat. Dalam sebuah negara demokrasi, tidak sedikit dana yang
dibutuhkan pemerintah dalam rangka pengambilan keputusan atau
pemungutan suara, musyawarah atau rapat, dan sebagainya.
e. Ketidakefektifan Kinerja Pemerintah
Sering kali berkembangnya peran pemerintah justru mengakibatkan
kinerja pemerintah menjadi tidak efektif dan efisien. Pemborosan-
pemborosan yang terjadi pada birokrat menyebabkan pengeluaran
pemerintah semakin besar.
8. Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah Dengan
Pembangunan Ekonomi
Gejala reformasi di Indonesia telah membawa dampak yang luas di
berbagai bidang kehidupan baik ekonomi, sosial budaya, politik, maupun
hukum. Salah satu bentuk perubahan yang cukup mendasar adalah mulai
ditanggapinya berbagai tuntutan daerah yang selama ini terkooptasi oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
pemerintah pusat. Bentuk tanggapan (respon), dari pemerintah tersebut
seperti tercermin dalam bentuk reformasi hubungan dan perimbangan
keuangan pemerintah pusat dan daerah yang merupakan esensi dari otonomi
daerah.
Reformasi hubungan pemerintah pusat dan daerah telah memberi angin
baru dan segar bagi masyarakat daerah untuk mengolah dan membangun
daerahnya sendiri. Daerah akan diberikan peran yang semakin menonjol,
tidak saja dalam hal penyelenggaraan akan tetapi juga dalam hal membiayai
sumber – sumber kekayaan alamnya.
Penyelenggaraan pemerintah daerah dalam hal ini sebagai sub system
pemerintah negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah
otonomi seyogyanya daerah mempunyai kewenangan dan tanggungjawab
penyelenggaraan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip – prinsip
keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada
masyarakat. Peningkatan peran daerah sama sekali tidak berarti daerah –
daerah yang miskin sumberdayanya akan terbengkalai.
Pembangunan yang dilaksanakan di daerah bertujuan meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat seiring dengan tujuan
pembangunan nasional yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya dan
masyarakat Indonesia seluruhnya.
Kenyataan menunjukkan profil hubungan keuangan pusat dan daerah di
Indonesia pada umumnya hingga kini dominiasi pemerintah pusat yang
teramat besar atas pemerintah daerah. Hal ini dapat terlihat dalam pembagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
baik sumber – sumber pendapatan maupun kewenangan pengurusan dan
pengalokasiannya diantara pemerintah pusat dan daerah. (Adisasmita, 2011)
Mobilisasi dan sentralisasi manajemen sumber – sumber keuangan yang
berjalan selama ini cenderung mempertinggi derajat pengawasan pusat
terhadap pelaksanaan pembangunan. Salah satu alasan mengapa hal tersebut
dilakukan adalah membuat kesinambungan dari pemanfaatan sumberdaya
alam (seperti minyak, gas bumi dan timah) diantara propinsi – propinsi yang
ada. Oleh karena itu, pemerintah pusat merasa perlu untuk mengeksploitasi
sumber – sumber daya alam tersebut dan mengalokasikan dana itu kepada
daerah – daerah. Sedangkan di sisi lain, meningkatkan daerah yang hanya
mempunyai sedikit kesmpatan untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh
karena itu, pada saat penghasilan – penghasilan yang pasti belum diperoleh,
pemerintah daerah tetap menggantungkan pada bantuan dan subsidi dari
pemerintah pusat, dan tetap tidak akan mampu menggerakkan sumber
penghasilan setempat guna membiayai program – programnya sendiri.
Oleh karena itu, untuk mendukung pembangunan ekonomi yang juga
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan distribusi
pendapatan yang merata diperlukan kewenangan yang luas, nyata dan
bertanggungjawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan
pengaturan, pemberian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
terkendali, serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. dan
dilaksanakan atas desentarlisasi, dekonsentralisasi dan pembantuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
9. Indeks Williamson
Indeks Williamson pertama kali digunaan oleh Jeffrey G. Williamson.
Indeks ini merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat
ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah. Rumus yang digunakan,
sebagai berikut:
dimana,
Yi = PDRB per kapita di Kabupaten i
Y = PDRB per kapita rata – rata di Provinsi
Fi = jumlah penduduk di Kabupaten i
N = jumlah penduduk di provinsi
Kriteria yang digunakan dalam penelitian yaitu apabila nilai Indeks
Williamson kurang dari 0,30 termasuk ketimpangan rendah, dan apabila
Indeks Williamson berada diantara 0,30 – 0,50 termasuk ketimpangan
sedang. Sedangkan, apabila Indeks Williamson lebih dari 0,50 termasuk
ketimpangan tinggi (Nuraini, 2000).
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Joko Waluyo pada tahun 2007, berjudul “Dampak
Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan
Pendapatan Antar Daerah di Indonesia”. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis dampak desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dan
ketimpangan pendapatan antar daerah. Metode penelitian yang digunakan adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
model ekonometrika persamaan simultan dengan menggunakan data panel antar
propinsi. Asumsi utama yang digunakan dalam model penelitian adalah tidak ada
keterkaitan antar daerah (tak ada migrasi penduduk antardaerah, pergerakan
modal dan barang antar daerah). Teknik estimasi yang digunakan adalah Two
Stage Least Square (TSLS). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
atas dasar harga konstan tahun 2003 dan berupa data level pada tingkat propinsi.
Hasil menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal berdampak pertumbuhan
ekonomi tinggi yang relatif terjadi di daerah pusat bisnis dan daerah yang kaya
sumberdaya alam daripada daerah bukan pusat bisnis dan miskin sumberdaya
alam. Mekanisme alokasi dana bagi hasil SDA untuk investasi sektor kunci dalam
perekonomian akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu,
desentralisasi fiskal akan berdampak mengurangi ketimpangan pendapatan antar
daerah terutama antara daerah – daerah di Pulau Jawa dengan Luar Pulau Jawa
dan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia
(KTI).
Penelitian yang dilakukan Charlos Chrisyanto pada tahun 2006, berjudul
“Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ketimpangan Perekonomian Antar Daerah
Di Indonesia”. Terjadinya perbedaan dari distribusi pendapatan antar daerah dan
distribusi pengeluaran pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu
permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah di Indonesia.
Perbedaan tersebut terjadi selama bertahun – tahun lamanya sehingga
menyebabkan terjadinya ketimpangan daerah satu dengan daerah yang lain.
Penelitian bertujuan untuk menganalisa faktor – faktor yang mempengaruhi
ketimpangan ekonomi daerah melalui Indeks Williamson, faktor – faktor yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
dianalisa adalah PDRB, pendapatan per kapita dan pengeluaran daerah untuk
pembangunan selama masa dan sebelum krisis ekonomi. Metode analisa yang
digunakan adalah regresi linier berganda dengan menggunakan data 30 provinsi di
Indonesia tahun 1989 – 2003, dengan variabel terikat adalah ketimpangan daerah
(yang diukur dengan Indeks Williamson), dan variabel bebas adalah pendapatan
per kapita, pengeluaran pembangunan dan dummy krisis untuk pembangunan.
Pendugaan dilakukan dengan Metode Ordinary Least Square (OLS).
Hasil analisa Christianto menunjukkan bahwa terjadinya ketimpangan
ekonomi antar daerah disebabkan oleh tingginya pendapatan per kapita DKI
Jakarta yang menyebabkan ketimpangan di Pulau Jawa dan tingginya pendapatan
di Kalimantan Timur yang menyebabkan ketimpangan di Luar Pulau Jawa.
Interpretasi analisa model regresi menunjukkan bahwa ketimpangan daerah
dengan melihat faktor migas dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah daerah
pada saat dua tahun sebelumnya dan terjadinya krisis ekonomi. Sedangkan
ketimpangan daerah tanpa melihat faktor migas dipengaruhi oleh pendapatan per
kapita daerah dan pengeluaran pemerintah.
Pada tahun 2009, Purwanto melakukan penelitian yang diberi judul
“Pembiayaan Pembangunan Daerah Dalam Perekonomian Regional Di
Indonesia”. Analisis dilakukan di tingkat regional. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis peran belanja modal pemerintah daerah terhadap
kinerja perekonomian daerah. Penelitian ini bersifat deskriptif dan kuantitatif.
Model regresi dalam bentuk analisis cross section dengan periode analisis tahun
2007. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pertumbuhan pendapatan per
kapita regional dan variabel bebas yang diambil adalah belanja modal (CXP),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
proporsi usia produktif (PAG), angka tidak melek huruf (ILI), dan dummy
variabel (DUMM). Standar prosedur untuk tes statistic dari model akan dihitung
dengan menggunakan standar asumsi klasik regresi yang kemudian dilakukan uji
asumsi klasik.
Hasil penelitian Purwanto menunjukkan bahwa belanja modal berpengaruh
positif dan signifikan, proporsi usia produktif berpengaruh positif dan signifikan,
angka tidak melek huruf berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
pertumbuhan pendapatan per kapita regional. Koefisien determinasi yang
dihasilkan sebesar 0,59. Sedangkan, uji F yang dihasilkan adalah bahwa secara
bersama-sama variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen. Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa dalam penelitian tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
C. Kerangka Pemikiran
Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah:
Proporsi Dana Alokasi Umum Provinsi (DAU)
Indeks Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi
(IW)
Rasio Belanja Modal Provinsi dengan total pengeluaran pemerintah pusat
(RBM)
Rasio total Pengeluaran provinsi dengan total pengeluaran pemerintah
pusat (RPP)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Banyak variabel dalam keuangan daerah di propinsi yang mempengaruhi
tingkat ketimpangan di Indonesia. Dalam penelitian ini, variabel yang diduga
mempengaruhi besarnya tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar
provinsi di Indonesia yaitu proporsi Dana Alokasi Umum, Rasio Belanja Modal
Provinsi dengan total pengeluaran pemerintah pusat dan rasio pengeluaran
provinsi dengan total pengeluaran pemerintah pusat. Faktor – faktor lain yang
mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi
antar provinsi di Indonesia dianggap konstan. Hal ini mengingat dalam penelitian
ekonomi, faktor – faktor yang mempengaruhi gejala ekonomi selalu mengalami
perubahan dari waktu ke waktu.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia yang
dihitung dengan Indeks Williamson masih relatif tinggi atau lebih dari 0,5;
2. Proporsi dana alokasi umum signifikan berpengaruh negatif terhadap
ketimpangan pembangunan ekonomi di Indonesia;
3. Rasio belanja modal dengan total pengeluaran pemerintah signifikan
berpengaruh negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di
Indonesia;
4. Rasio pengeluaran dengan pengeluaran pemerintah signifikan berpengaruh
positif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan analisis mengenai ketimpangan pembangunan
ekonomi antar kabupaten/kota di provinsi – provinsi di Indonesia. Data diambil
secara tahunan tiap provinsi di Indonesia. Sehingga, data dalam penelitian ini
terdiri dari 33 provinsi dari tahun 2006 sampai dengan 2009.
B. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan penelitian ini seluruhnya menggunakan data sekunder,
dengan jenis datanya adalah pooled data. Pooled data adalah sekelompok data
individu yang diteliti selama rentan waktu tertentu. Data diperoleh dari Badan
Pusat Statistik Provinsi di Indonesia yang terdiri dari:
1. Data jumlah penduduk tiap provinsi mulai tahun 2006 sampai tahun 2009;
2. Data PDRB atas dasar harga konstan 2000 tiap kabupaten/kota di provinsi–
provinsi di Indonesia pada tahun 2006 sampai dengan 2009;
3. Data Statistik Keuangan Daerah untuk tiap provinsi di Indonesia pada tahun
2006 sampai dengan 2009.
Selain berasal dari Badan Pusat Statistik, data juga diperoleh dari nota
keuangan pemerintah tahun 2009 - 2010 dan LKPD tiap provinsi tahun 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
C. Definisi Operasional Variabel
1. Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi
Merupakan tingkat penyebaran PDRB per kapita kabupaten, terhadap
tingkat rata – rata PDRB per kapita provinsi. Tingkat ketimpangan
pembangunan ekonomi diukur dengan menggunakan Indeks Williamson.
Ditunjukkan oleh angka.
2. Proporsi Dana Alokasi Umum
Merupakan perbandingan realisasi dana alokasi umum provinsi yang
telah dialokasikan oleh pemerintah pusat kepada daerah dengan total
penerimaan pemerintah pusat. Proporsi Dana Alokasi Umum dinyatakan
dalam persen.
3. Rasio Belanja Modal Provinsi Terhadap Pengeluaran Pemerintah
Merupakan realisasi belanja modal provinsi dibagi dengan realisasi total
pengeluaran pemerintah pusat. Rasio belanja modal dinyatakan dalam persen.
4. Rasio Pengeluaran Daerah Dengan Total Pengeluaran Pemerintah
Diperoleh dari perbandingan antara realisasi pengeluaran provinsi
dengan total pengeluaran pemerintah. Rasio pengeluaran daerah dinyatakan
dalam persen.
D. Metode Analisis Data
1. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Indonesia
Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar
provinsi di Indonesia digunakan Indeks Williamson. Perhitungan Indeks
Williamson digunakan rumus, sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
..………………….(3.1)
Dimana,
Yi = PDRB per kapita di kabupaten i
Y = PDRB per kapita rata – rata di provinsi
fi = jumlah penduduk di kabupaten i
N = jumlah penduduk di provinsi
Kriteria yang digunakan dalam penelitian yaitu apabila nilai Indeks
Williamson kurang dari 0,30 termasuk ketimpangan rendah, dan apabila
Indeks Williamson berada diantara 0,30 – 0,50 termasuk ketimpangan
sedang. Sedangkan, apabila Indeks Williamson lebih dari 0,50 termasuk
ketimpangan tinggi (Nuraini, 2000).
2. Pemilihan Model
Pengaruh proporsi dana alokasi umum provinsi, rasio belanja modal
provinsi dengan total pengeluaran pemerintah pusat dan rasio pengeluaran
provinsi dengan total pengeluaran pemerintah pusat terhadap tingkat
ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia dianalisis
menggunakan panel data (Pooled Data). Panel data merupakan sekelompok
data individu dalam beberapa tahun. Fungsi matematis dalam penelitian ini
yaitu
………………..…(3.2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Fungsi (3.2) dapat dimodifikasi ke dalam model ekonometrika menjadi,
berikut ini:
… (3.3)
Dimana,
IW = Indeks Williamson
DAU = Proporsi Dana Alokasi Umum
RBM = Rasio Belanja Modal provinsi dengan total pengeluaran pemerintah
RPP = Rasio Pengeluaran pemerintah daerah dengan pemerintah pusat
µit = gangguan stokastik
Penelitian ini menggunakan Generalized Least Square (GLS). GLS
dipilih karena dalam metode OLS yang umum tidak mengasumsikan bahwa
varian variabel adalah heterogen, pada kenyataannya variasi data pada data
campuran cenderung heterogen (Gujarati, 2004). Metode GLS yang
memperhitungkan heterogenitas yang terdapat pada variabel independen
secara eksplisit sehingga metode ini mampu menghasilkan estimator yang
memenuhi kriteria BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Dalam Metode
GLS dilakukan dengan memilih Cross Section Weight. Dengan model ini
diharapkan akan mengetahui perubahan pembentukan variabel dependen
(tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi) sebagai akibat perubahan
variabel – variabel independen yang mempengaruhinya.
Dalam analisa model data panel dikenal, tiga macam pendekatan yang
terdiri dari Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM), dan
Random Effect Model (REM).
a. Common Effect Model (CEM)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Merupakan pendekatan paling sederhana yang disebut estimasi
CEM atau pooled least square. Pada pendekatan ini diasumsikan bahwa
nilai intersep masing-masing variabel adalah sama, begitu pula slope
koefisien untuk semua unit cross-section dan time series (Sukendar
dalam Yuniarti, 2008).
b. Fixed Effect Model (FEM).
Menurut Gujarati (2004), salah satu cara untuk memperhatikan
unit cross section pada model regresi panel adalah dengan mengijinkan
nilai intersep berbeda-beda untuk setiap unit cross section tetapi
masih mengasumsikan slope koefisien tetap. Model FEM dapat
dinyatakan sebagai berikut:
……………... (3.4)
i = 1, 2, 3, …, N
t = 1, 2, 3, …, T
model di atas dikenal sebagai model Fixed Effects karena meskipun
itersep berbeda untuk setiap unit cross section, namun intersep ini tidak
berbeda atau konstan untuk setiap time series (Gujarati, 2004).
c. Random Effects Model (REM)
Pada model REM diasumsikan αi merupakan variabel random
dengan mean α0. Sehingga intersep dapat dinyatakan sebagai (Gujarati,
2004) αi = αi + εi, dimana εi adalah error random yang mempunyai mean
nol dan varian , εi tidak secara langsung diobservasi atau disebut juga
laten. Berikut persamaan dari REM (Gujarati, 2004):
……………... (3.5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
i = 1, 2, 3, …, N
t = 1, 2, 3, …, T
Dengan , suku error memuat dua komponen
error yaitu komponen error cross section dan yang merupakan
kombinasi komponen error cross section dan time series.
Ketiga model tersebut dipilih yang terbaik untuk dijadikan model dalam
penelitian ini. Pemilihan model dilakukan dengan membandingkan antara
model yang satu dengan yang lain, berikut ini:
a. CEM dengan FEM
Untuk membandingkan antara model CEM dengan FEM, mana
yang lebih cocok dipakai dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan Uji Chow. Hipotesis dalam Uji Chow, sebagai berikut:
Ho : Model CEM
H1 : Model FEM
Dasar penolakan terhadap hipotesa nol tersebut adalah dengan
menggunakan F Statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:
…….………. (3.6)
Dimana:
RSS1 = Residual Sum Square (Merupakan Sum of Square Residual yang
diperoleh dari estimasi data panel dengan metode pooled least
square/common intercept (CEM).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
RSS2 = Residual Sum Square (Merupakan Sum of Square Residual yang
diperoleh dari estimasi data panel dengan Fixed Effect Model
(FEM).
N = Jumlah data cross section.
T = Jumlah data time series.
K = Jumlah variabel penjelas.
Apabila nilai Fhitung > Ftabel, maka model yang seharusnya digunakan
adalah FEM. Sebaliknya, apabila nilai Fhitung < Ftabel (N-1, NT – N – K),
maka model yang sebaiknya digunakan adalah CEM.
b. FEM dengan REM
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menentukan
pendekatan mana yang dipilih antara Fixed Effects Model dengan
Random Effect Model (Judge dalam Aisyah, 2007), sebagai berikut:
1) Jika εi dan X berkorelasi lebih baik digunakan FEM, dan jika εi dan X
tidak berkorelasi lebih baik digunakan CEM.
2) Jika T besar dan N kecil, perbedaan antara keduanya relatif kecil.
Tapi FEM lebih disukai.
3) Jika N besar dan T kecil, digunakan FEM jika unit tidak random dari
sampel yang besar dan digunakan CEM jika unit diambil secara
random.
4) Jika N besar dan T kecil dan jika asumsi CEM terpenuhi, estimator
CEM lebih efisien dibanding FEM.
Dimana,
εi = Random Error Term dengan rata – rata nol dan varian 2εσ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
X = Variabel bebas
N = Jumlah cross section yang diambil dalam penelitian
T = Jumlah time series yang diambil dalam penelitian
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinier
Multikolinieritas adalah adanya hubungan antara beberapa atau
semua variabel yang menjelaskan dalam model regresi. Jika dalam model
terdapat multikolinearitas maka model tersebut memiliki kesalahan standar
yang besar sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan tinggi.
Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah
dengan menggunakan korelasi parsial. Metode ini dilakukan dengan
melihat hasil olah data, apabila R2 yang dihasilkan besar, namun terdapat
variabel independen yang tidak signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa
model penelitian tersebut terdapat Multikolineritas. Selain itu, apabila R2
yang dihasilkan sangat kecil, namun semua variabel independen memiliki
probabilitas t yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
penelitian terdapat masalah multikolinieritas (Pyndick dan Rubinfeld
dalam Purwanto, 2009).
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi jika kesalahan atau residual yang diamati
tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi
lainnya. Gejala hetetoskedastisitas lebih sering dijumpai dalam data silang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
tempat daripada runtut waktu, maupun sering juga muncul dalam analisis
yang menggunakan data rata-rata. (Kuncoro, 2007)
c. Uji Autokorelasi
Autokerelasi adalah adanya korelasi antara variabel gangguan
sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun
dalam sampel besar. Salah satu metode yang dapat menguji ada tidaknya
autokorelasi adalah dengan Durbin – Watson d test dan B – G test.
Hipotesis untuk menguji ada tidaknya autokorelasi dalam D-W test
adalah
Ho : tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif.
Gambar 3.3, Kriteria Durbin-Watson Test
Sumber: Gujarati, 1999; 216.
Gambar 3.1 Kriteria Durbin-Watson Test
Kriteria hasil perhitungan D-W statistik dibandingkan dengan tabel
DW, sebagai berikut:
Jika d < dL, maka Ho ditolak
Jika dU < d < 4 – dU, maka Ho diterima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Jika dL ≤ d ≤ dU atau 4 – dU ≤ d ≤ 4 – dL, maka pengujian dinyatakan
tidak meyakinkan (inconclusive).
4. Uji Statistik
Uji statistik dilakukan untuk menentukan tingkat signifikansi variabel.
Uji yang digunakan adalah
a. Uji t
Uji t merupakan pengujian koefisien regresi secara individual atau
sendiri – sendiri. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui
tingkat signifikan masing – masing variabel independen terhadap
variabel dependen, dengan menganggap variabel independen lainnya
konstan. Hipotesis yang hendak diuji, yaitu:
i. Ho : βi = 0
(variabel independen ke-i tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap variabel dependen);
ii. Ha : βi ≠ 0
(variabel independen ke-i memiliki pengaruh signifikan terhadap
variabel dependen)
Rumus yang digunakan Uji t adalah sebagai berikut:
………………..………… (3.7)
dimana,
α = Derajat Signifikansi
n = Jumlah data
k = Jumlah parameter dalam model termasuk konstanta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
……………………..…… (3.8)
dimana,
Βi = Koefisien regresi variabel independen ke-i
Se(βi)= Standar eror variabel independen ke-i
Kriteria Pengujian dari Uji t adalah sebagai berikut:
Sumber: Fleming, Michael and Joseph Nellis (1996)
Gambar 3.2 Kriteria Uji t
Jika thitung < ttabel atau thitung > ttabel, maka pada tingkat kepercayaan
α, Ha diterima dan Ho ditolak. Berarti setiap variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan, jika ttabel
≤ thitung ≤ ttabel, maka pada tingkat kepercayaan α, Ho diterima dan Ha
ditolak. Hal ini berarti variabel independen tidak signifikan terhadap
variabel dependen.
Cara lain untuk mengetahui signifikan tidaknya koefisien regresi,
dengan bantuan program Eviews 3.0 dapat dilihat dari nilai
probabilitasnya (Aisyah, 2007:175):
1) Jika nilai probabilitasnya kurang dari 0,01 maka koefisien regresi
dari variabel signifikan pada tingkat kepercayaan (α) 1%;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
2) Jika nilai probabilitas kurang dari 0,05 maka koefisien regresi dari
variabel signifikan pada tingkat kepercayaan 5%;
3) Jika nilai probabilitas kurang dari 0,10 maka koefisien regresi dari
variabel signifikan pada tingkat kepercayaan 10%.
b. Uji F
Uji F merupakan pengujian regresi koefisiensi secara bersama –
sama, yang bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen
secara bersama – sama berpengaruh terhadap variabel dependen.
Hipotesis yang diajukan dalam uji F, sebagai berikut:
Ho : β0 = β1 = β2 = β3 = … = βi = 0
Ha : β0 ≠ β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ … ≠ βi ≠ 0
Uji F dirumuskan, sebagai berikut:
……..………………. (3.9)
dimana,
N = jumlah observasi
k = jumlah variabel bebas
α = derajat signifikansi
…….………………… (3.10)
dimana,
R2 = Koefisien Determinasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Kriteria pengujian dari Uji F adalah sebagai berikut:
Sumber: Fleming, Michael and Joseph Nellis (1996)
Gambar 3.3 Kriteria Uji F
Apabila Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, atau
berbeda dengan nol. Dapat disimpulkan bahwa pada tingkat signifikansi
α, variabel independen secara bersama – sama berpengaruh terhadap
variabel dependen. Sebaliknya, apabila Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima
dan Ha ditolak, atau sama dengan nol. Dapat disimpulkan bahwa pada
tingkat signifikansi α, variabel independen secara bersama – sama
berpengaruh terhadap variabel dependen.
5. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi menunjukkan derajat ketepatan model, yang
biasa dinyatakan dalam persen (%). Semakin mendekati 100%, variabel
independen semakin berpengaruh terhadap variabel dependen. Koefisen
determinasi dapat dirumuskan, sebagai berikut:
………… (3.11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
dimana,
N = Jumlah observasi
k = Jumlah variabel bebas
R2 = Koefisien Determinasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
E. Gambaran Umum
1. Keadaan Alam
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia
Tenggara. Luas daratan di Indonesia adalah 1.922.570 km2, sedangkan luas
perairan 3.257.483 km2 Berdasarkan posisi geografisnya, negara Indonesia
memiliki batas-batas, berikut ini:
Utara = Negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan.
Selatan = Negara Australia, Samudera Hindia.
Barat = Samudera Hindia.
Timur = Negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik.
Sesuai dengan posisi astronomis dan geografisnya, Indonesia memiliki
arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian. Menurut posisi
astronomis, Indonesia terletak diantara 6oLU – 11oLS dan 95oBT – 141oBT.
Kepulauan Indonesia dilewati oleh garis khatulistiwa yang terletak di lintang
0o. Sedangkan posisi geografisnya, kepulauan Indonesia terletak di antara
Benua Asia dan Benua Australia, dan di antara Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik.
Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Rangkaian pulau-pulau ini disebut pula
sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia. Berdasarkan Garis-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, maka wilayah Indonesia dibagi
menjadi 2 kawasan pembangunan:
a. Kawasan Barat Indonesia. Terdiri dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali.
b. Kawasan Timur Indonesia. Terdiri dari Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
Gambar 4.1
Peta Indonesia Menurut Provinsi
Pulau – pulau di Indonesia, sebagai berikut:
a. Pulau Sumatera
Pulau Sumatera terletak di bagian barat Indonesia, yang merupakan
salah satu pulau terbesar keenam di dunia. Batas bagian utara Pulau
Sumatera adalah Laut Andaman dan di bagian selatan adalah Selat Sunda.
Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi
khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatera
belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan.
Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa bumi
karena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
disebut Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra
Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di
Indonesia, Danau Toba terdapat di pulau Sumatra.
Secara administratif, Pulau Sumatera terbagi atas 8 provinsi yaitu:
Aceh, Sumatra Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Bengkulu dan Lampung dan 2 provinsi lain yang merupakan pecahan dari
provinsi induk di pulau Sumatera yaitu Kepulauan Riau dan Kepulauan
Bangka Belitung.
b. Pulau Kalimantan
Berdasarkan luasnya, Pulau Kalimantan merupakan salah satu
pulau terbesar ketiga di dunia, setelah Irian Jaya yang bergati nama
menjadi Papua) dan Greenland. Di Pulau Kalimantan tidak hanya terdapat
wilayah Indonesia, tetapi juga terdapat wilayah yang termasuk dalam
Negara Malaysia dan Brunei. wilayah tersebut terletak di bagian utara
Pulau Kalimantan, yaitu Sarawak dan Sabah yang merupakan wilayah
Malaysia, dan Negara Brunei. Batas bagian selatan Pulau Kalimantan
adalah Laut Jawa, dan batas bagian barat adalah Laut China Selatan dan
Selat Karimata. Sedangkan di bagian timur dipisahkan dengan Pulau
Sulawesi oleh Selat Makassar.
Tingkat kesuburan tanah di Pulau Kalimantan kurang subur
dibandingkan dengan tanah di Pulau Sumatera. Namun Pulau Kalimantan
sama halnya dengan Pulau Sumatera, diliputi oleh hutan tropik yang lebat
(primer dan sekunder). Secara geologik Pulau Kalimantan stabil, relatif
aman dari gempa bumi (tektonik dan vulkanik) karena tidak dilintasi oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
patahan kerak bumi dan tidak mempunyai rangkaian gunung berapi aktif
seperti halnya pulau Sumatera, pulau Jawa dan pulau Sulawesi. Sungai
terpanjang di Indonesia, Sungai Kapuas, 1.125 kilometer, berada di Pulau
Kalimantan.
Pulau Kalimantan secara administratif terbagi atas 4 provinsi yaitu:
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan
Kalimantan Timur.
c. Pulau Jawa
Pulau Jawa melintang dari barat ke timur dan berada di bagian
selatan Indonesia. Berbeda dengan Pulau Kalimantan dan Sumatera yang
merupakan salah satu pulau terbesar, Pulau Jawa memiliki Penduduk lebih
banyak dibandingkan dengan pulau – pulau lainnya di Indonesia.
Batas bagian selatan Pulau Jawa adalah Samudera Hindia, dan
batas bagian utara adalah Laut Jawa dan dipisahkan dengan Pulau Madura
oleh Selat Madura. Batas bagian barat Pulau Jawa adalah Selat Sunda yang
merupakan pemisah antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Sedangkan
batas bagian timur adalah Selat Bali, yang merupakan pemisah antara
Pulau Jawa dengan Pulau Bali.
Secara geologik, Pulau Jawa merupakan kawasan episentrum
gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi lanjutan patahan
kerak bumi dari Pulau Sumatera, yang berada dilepas pantai selatan Pulau
Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Pulau Jawa secara administratif terbagi atas 6 provinsi yaitu:
Banten, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur.
d. Pulau Sulawesi
Pulau Sulawesi bagian utara dibatasi oleh Laut Sulawesi, yang
merupakan pemisah antara Pulau Sulawesi dengan Pulau Mindanao,
Filipina. Di Bagian Selatan dibatasi oleh Laut Flores, dan di bagian barat
dibatasi oleh Selat Makasar, yang merupakan pemisah antara Pulau
Sulawesi dengan Pulau Kalimantan. Sedangkan di bagian timur Pulau
Sulawesi dibatasi olehLaut Banda.
Pulau Sulawesi merupakan habitat banyak satwa langka dan satwa
khas Sulawesi; di antaranya Anoa, Babi Rusa, Kera Tarsius. Secara
geologik Pulau Sulawesi sangat labil secara karena dilintasi patahan kerak
bumi lempeng Pasifik dan merupakan titik tumbukan antara Lempeng
Asia, Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik.
Pulau Sulawesi secara administratif terbagi atas enam provinsi
yaitu: Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Gorontalo dan Sulawesi Utara.
e. Kepulauan Sunda Kecil
Kepulauan Sunda Kecil terdiri dari beberapa pulau kecil yang
terpisah – pisah yang terletak di selatan Khatulistiwa. Sebagian besar,
Kepulauan Suda Kecil merupakan merupakan barisan gunung berapi aktif
dengan tinggi sekitar 2.000 sampai 3.700 meter di atas permukaan laut.
Diantaranya yang terkenal adalah Gunung Agung di Bali, Gunung Rinjani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
di Lombok, Gunung Tambora di Sumbawa dan Gunung Lewotobi di
Flores.
Batas bagian utara gugus kepulauan adalah Laut Flores dan Laut
Banda. Di bagian selatan kepulauan ini dibatasi oleh Samudera Hindia. Di
bagian barat dibatasi dengan Selat Bali. Sedangkan, di bagian timur
berbatasan dengan Kepulauan Maluku dan Papua yang dipisahkan
oleh Laut Banda.
Hutan di Kepulauan Sunda Kecil sangat sedikit, bahkan semakin
ke timur gugus pulau maka hutan telah berganti dengan sabana. Secara
geologik, kawasan Sunda Kecil juga termasuk labil karena dilintasi
oleh patahan kerak bumi di selatan gugusan Kepulauan Sunda Kecil yang
merupakan lanjutan patahan kerak bumi diselatan pulau Jawa.
Secara administratif, Kepulauan Sunda kecil dibagi atas 3 provinsi
yaitu: Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
f. Kepulauan Maluku dan Papua
Merupakan kepulauan Indonesia yang terletak di sebelah timur
Indonesia. Kepulauan ini terdiri dari satu pulau besar dan ribuan pulau-
pulau kecil, baik yang berpenghuni maupun tidak. Satu pulau besar
tersebut bernama Pulau Papua yang merupakan pulau terbesar di dunia.
Secara administratif, Kepulauan Maluku dan Papua dibagi atas:
Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
2. Penduduk
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah
penduduk di Indonesia meningkat menjadi sebanyak 237.556.363 orang.
Jumlah tersebut terdiri dari 119.507.580 orang berjenis kelamin laki – laki dan
118.048.783 orang berjenis kelamin perempuan. Rata – rata laju pertumbuhan
penduduk per tahun di Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun. Sedangkan,
rata – rata kepadatan penduduk di Indonesia sebesar 124 orang per km2.
Sebagaian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di Pulau Jawa,
dengan jumlah penduduk terbanyak berada di Jawa barat, Jawa Timur, dan
Jawa Tengah, masing – masing berjumlah 43.021.826 orang, 37.476.011
orang dan 32.380.687 orang. Sedangkan kepadatan peduduk tertinggi di
Indonesia juga terdapat di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, sebesar 14.440 orang
per km2.
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk menurut Pulau
di Indonesia Tahun 2010 Pulau Persentase
Pulau Jawa 58% Pulau Sumatera 21% Pulau Sulawesi 7% Pulau Kalimantan 6% Pulau Bali dan Nusa Tenggara 6% Pulau Maluku dan Papua 3% Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Tahun 2010
3. Struktur Perekonomian
Struktur perekonomian Indonesia juga didominasi oleh Pulau Jawa
yang memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 57,6 persen, kemudian
diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 23,5 persen, Pulau Kalimantan 9,5 persen,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
dan Pulau Sulawesi 4,6 persen dan sisanya 4,8 persen di provinsi-provinsi
lainnya.
Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan
penyumbang tertinggi dalam pembentukan PDB nasional. Ketiganya
memberikan kontribusi sebesar 45,7% terhadap PDRB Indonesia. Dapat
dirinci DKI Jakarta sebesar 16,6 persen, Jawa Timur 14,7 persen dan Jawa
Barat 14,4 persen. Selanjutnya provinsi dengan kontribusi terbanyak di Pulau
Sumatera adalah Provinsi penyumbang terbesar di Pulau Kalimantan adalah
Kalimantan Timur sebesar 6,4 persen, sedangkan provinsi penyumbang
terbesar di Pulau Sulawesi adalah Sulawesi Selatan sebesar 2,2 persen.
Tabel 4.2 Peranan Wilayah/Pulau dalam Pembentukan PDB-Nasional
Di Indonesia Tahun 2007 – 2009 (%) Wilayah/Pulau 2007 2008 2009
Sumatera 22,9 23,3 23,5 Jawa 58,8 57,7 58,1 Bali dan Nusa Tenggara 2,7 2,5 2,7 Kalimantan 9,4 10,5 9,2 Sulawesi 4,1 4,2 4,5 Maluku dan Papua 2,1 1,8 2,0 Indonesia 100,0 100,0 100,0 Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Tahun 2010
4. Proporsi Dana Alokasi Umum
Data proporsi dana alokasi umum yang didapat dari Nota Keuangan
Pemerintah Tahun 2009, menunjukkan bahwa proporsi dana alokasi umum
yang diberikan pemerintah pusat kepada tiap daerah berbeda – beda tiap
tahunnya. Berdasarkan UU no. 33 tahun 2004, setiap daerah yang memiliki
kapasitas fiskal yang lebih besar dari kebutuhan fiskal akan menerima
penurunan DAU, dan atau tidak menerima sama sekali pada tahun berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Dasar inilah yang digunakan pemerintah untuk memberikan predikat daerah
kaya salah satunya DKI Jakarta dan memperoleh penghapusan DAU. DKI
Jakarta menjadi salah satu provinsi yang dua tahun berturut-turut tidak
mendapatkan Dana Alokasi Umum oleh Pemerintah Pusat yaitu pada tahun
2008 dan 2009. Selain itu, Kalimantan Timur yang mendapatkan proporsi
DAU sebesar 1,40 pada tahun 2006 dan terus menurun tiap tahunnya menjadi
sebesar 1,10 pada tahun 2009.
Tahun 2009, provinsi yang mendapatkan proporsi dana alokasi umum
paling tinggi adalah Jawa Tengah, yaitu sebesar 6,10 persen. Kemudian Jawa
Timur, yang mendapatkan proporsi DAU sebesar 6,00 persen. Selain itu, rata-
rata perolehan proporsi DAU tertinggi dari tahun 2006 sampai dengan 2009
juga didapatkan Provinsi Jawa Tengah, yaitu 6,13 persen. Sedangkan, rata-rata
per tahun yang terendah didapatkan oleh Kalimantan Timur.
Tahun 2006 – 2009, proporsi DAU yang didapat provinsi cenderung
mengalami penurunan. Hanya beberapa provinsi yang mengalami
peningkatan. Salah satunya adalah Jawa Timur, yang terus mengalami
peningkatan proporsi DAU, pada tahun 2006 sebesar 5,60 menjadi 6,00 pada
tahun 2009. Kemudian provinsi Nusa Tenggara Timur, pada tahun 2006
sebesar 3,30 menjadi 3,50 pada tahun 2009. selain itu, peningkatan proporsi
DAU dari tahun ke tahun juga dialami provinsi Jawa Tengah. Pengalokasian
DAU yang berbeda tiap provinsi dan kabupaten/kota diharapkan dapat
mengurangi ketimpangan horisontal di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
TABEL 4.3 PROPORSI DANA ALOKASI UMUM PER PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2006 - 2009
PROVINSI TAHUN RATA - RATA 2006 2007 2008 2009
Nanggro Aceh Darusalam 3,20 3,00 3,10 2,60 2,98Sumatera Utara 3,70 4,00 4,10 4,10 3,98Sumatera Barat 3,30 3,30 3,50 3,50 3,40Riau 0,80 1,70 1,10 1,20 1,20Kepulauan Riau 1,60 2,00 1,60 0,20 1,35Jambi 2,60 2,50 2,60 2,60 2,58Sumatera Selatan 2,90 3,10 3,00 2,70 2,93Kep. Bangka Belitung 1,90 1,90 2,20 2,20 2,05Bengkulu 2,60 2,50 2,70 2,60 2,60Lampung 3,20 3,10 3,20 3,40 3,23DKI Jakarta 5,30 0,70 0,00 0,00 1,50Jawa Barat 3,90 5,70 5,00 5,20 4,95Banten 1,70 2,00 1,90 1,90 1,88Jawa Tengah 6,10 6,40 5,90 6,10 6,13DIY 2,80 2,70 2,80 2,80 2,78Jawa Timur 5,60 6,60 5,70 6,00 5,98Bali 2,40 2,60 2,50 2,50 2,50NTB 2,80 2,70 2,80 3,00 2,83NTT 3,30 3,40 3,40 3,50 3,40Kalimatan Barat 4,00 3,70 4,10 4,00 3,95Kalimantan Tengah 3,80 3,50 3,70 3,80 3,70Kalimantan Selatan 2,60 2,60 2,60 0,30 2,03Kalimatan Timur 1,40 1,40 0,70 0,10 0,90Sulawesi Selatan 3,50 3,60 3,70 3,60 3,60Gorontalo 2,70 1,80 2,10 2,10 2,18Sulawesi Utara 2,80 2,70 3,00 3,00 2,88Sulawesi Barat 1,80 1,70 2,00 2,10 1,90Sulawesi Tengah 3,30 3,00 3,40 3,40 3,28Sulawesi Tenggara 2,90 2,80 3,20 3,20 3,03Maluku 2,90 2,90 3,10 3,10 3,00Maluku Utara 2,30 2,20 2,50 2,50 2,38Papua Barat 2,40 2,20 3,20 3,20 2,75Papua 5,60 5,30 5,60 5,70 5,55Sumber: Nota Keuangan Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
5. Rasio belanja modal provinsi dengan pengeluaran pemerintah
Belanja modal yang merata perlu dilakukan oleh pemerintah. Hal ini
dikarenakan untuk mengantisipasi pertumbuhan ekonomi tinggi yang
diinginkan pemerintah tidak menimbulkan masalah, yaitu ketimpangan
ekonomi. Belanja modal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rasio dari
belanja modal provinsi terhadap pengeluaran pemerintah pusat, sebagai tolak
ukur untuk melihat sejauh mana belanja modal di provinsi dibandingkan
dengan pengeluaran pemerintah pusat.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa rasio belanja modal provinsi-provinsi
di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2006 sampai
dengan 2009. Provinsi yang memiliki rata-rata pertahun rasio belanja modal
tertinggi pada tahun 2009 yaitu Kalimantan Timur sebesar 3,028. Dengan
rasio belanja modal pada tahun 2006 sebesar 2,5777 menjadi 3,5715 pada
tahun 2009. Sedangkan, daerah dengan rata-rata per tahun rasio belanja modal
terendah adalah Provinsi Gorontalo sebesar 0,1310. Dengan rasio belanja
modal pada tahun 2006 sebesar 0,1161 turun menjadi 0,0516 pada tahun 2009.
Tahun 2008 dan 2009, DKI Jakarta tidak mendapatkan dana alokasi
umum. Namun belanja modal yang dikeluarkan tidak mengalami penurunan
yang terlalu banyak, bahkan rasio belanja modal dari tahun 2008 ke tahun
2009 mengalami peningkatan. Tahun 2006, rasio belanja modal DKI Jakarta
sebesar 1,4969 mengalami penurunan pada tahun 2007 dan 2008 menjadi
sebesar 1,4844 dan 0,8196. Sedangkan tahun 2009, rasio belanja modal
meningkat menjadi sebesar 1,4401.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
TABEL 4.4 RASIO BELANJA MODAL PROVINSI DENGAN PENGELUARAN PEMERINTAH
PUSAT DI INDONESIA TAHUN 2006 – 2009
PROVINSI TAHUN RATA – RATA 2006 2007 2008 2009
Nanggro Aceh Darusalam 0,896236 0,968323 0,938608 0,780296 0,89587Sumatera Utara 0,988393 1,202065 1,291116 1,173340 1,16373Sumatera Barat 0,867656 0,609306 0,749565 1,381454 0,90200Riau 2,250964 1,540724 1,934470 1,346937 1,76827Kepulauan Riau 0,150768 0,427275 0,323490 0,811166 0,42817Jambi 0,460258 0,548675 0,601654 0,435581 0,51154Sumatera Selatan 0,995661 1,321977 1,415811 1,915557 1,41225Kep. Bangka Belitung 0,249139 0,308301 0,387484 0,711968 0,41422Bengkulu 0,259304 0,390471 0,414625 0,744930 0,45233Lampung 0,403691 0,526598 0,487087 0,697527 0,52873DKI Jakarta 1,496927 1,484406 0,819621 1,440142 1,31027Jawa Barat 1,416075 1,614974 1,573020 1,383882 1,49699Banten 0,697578 0,530410 0,444588 0,040842 0,42835Jawa Tengah 1,237317 1,573122 1,533348 1,635680 1,49487DIY 0,187948 0,168183 0,219587 0,576876 0,28815Jawa Timur 1,587069 1,763954 2,210906 2,503489 2,01635Bali 0,222268 0,276789 0,374673 0,619091 0,37321NTB 0,243575 0,409922 0,364476 0,400095 0,35452NTT 0,439781 0,512137 0,616361 0,613687 0,54549Kalimatan Barat 0,555945 0,625556 0,748005 0,082093 0,50290Kalimantan Tengah 0,689097 0,816940 0,876231 1,874214 1,06412Kalimantan Selatan 0,504421 0,572732 0,742843 1,873403 0,92335Kalimatan Timur 2,577710 2,396195 3,569842 3,571549 3,02882Sulawesi Selatan 0,828577 1,002154 1,238062 0,884616 0,98835Gorontalo 0,116106 0,148369 0,208234 0,051648 0,13109Sulawesi Utara 0,215987 0,326686 0,323591 0,721427 0,39692Sulawesi Barat 0,175391 0,177741 0,169950 0,722983 0,31152Sulawesi Tengah 0,379709 0,505211 0,482370 0,633318 0,50015Sulawesi Tenggara 0,326312 0,429253 0,458611 0,914834 0,53225Maluku 0,351525 0,294873 0,469630 0,362182 0,36955Maluku Utara 0,283858 0,355191 0,428603 0,081405 0,28726Papua Barat 0,512120 0,060920 0,708588 0,033316 0,32874Papua 0,877564 1,314508 1,353609 0,358642 0,97608Sumber: data diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
6. Rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan pengeluaran pemerintah
Salah satu hal yang dibutuhkan dalam pembangunan adalah
koefisiennya dana yang dikeluarkan. Dalam penelitian ini dana pengeluaran
provinsi yang digunakan dibandingkan terlebih dahulu terhadap pengeluaran
pemerintah pusat. Tabel 4.5, menunjukkan bahwa rasio pengeluaran
pemerintah provinsi terhadap pengeluaran pemerintah pusat di Indonesia
cenderung meningkat dari tahun ke tahun khususnya pada tahun 2009. Tahun
2009, rasio pengeluaran provinsi mengalami peningkatan yang signifikan.
Rasio pengeluaran pemerintah di provinsi Jawa timur cukup besar bila
dibandingkan dengan pengeluaran pemerintah pusat. Rata – rata rasio
pengeluaran pemerintah per tahun Jawa Timur sebesar 10,1217 persen.
Sedangkan, terendah dialami oleh Kepulauan Bangka Belitung yaitu sebesar
0,7116 persen.
DKI Jakarta dan Kalimantan Timur yang merupakan salah satu provinsi
yang kaya memiliki rata – rata rasio pengeluaran pemerintah tiap tahunnya
masing-masing sebesar 5,94 persen dan 6,75 persen. Walaupun dana alokasi
umum DKI Jakarta telah dihapus, rasio pengeluaran provinsi DKI Jakarta
tetap mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke 2008 yaitu dari 5,4335
menjadi 6,1026. Sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar
5,8337. Kemudian, Rasio pengeluaran pemerintah provinsi Kalimantan Timur
mengalami peningkatan tahun 2008 dari 6,7454 menjadi 7,0721 dan
mengalami penurunan tahun 2009 sebesar 0,35 yaitu menjadi sebesar 6,7218.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
TABEL 4.5 RASIO PENGELUARAN PROVINSI DENGAN PENGELUARAN
PEMERINTAH PUSAT INDONESIA TAHUN 2006 – 2009
PROVINSI TAHUN RATA -
RATA 2006 2007 2008 2009 Nanggro Aceh Darusalam 3,6674 3,5071 3,3247 3,0665 3,3914 Sumatera Utara 4,9410 4,7689 4,8423 4,8290 4,8453 Sumatera Barat 2,8120 2,7984 2,9304 2,9841 2,8812 Riau 5,6776 5,8554 4,8698 4,6489 5,2629 Kepulauan Riau 1,2446 1,6520 1,2021 1,3690 1,3669 Jambi 1,7282 1,7794 1,7580 1,5748 1,7101 Sumatera Selatan 3,2641 3,3623 3,5189 7,0004 4,2864 Kep. Bangka Belitung 0,8114 0,9077 0,9672 0,1601 0,7116 Bengkulu 1,1267 1,1130 1,2217 1,5590 1,2551 Lampung 2,3392 2,1734 2,2425 2,5113 2,3166 DKI Jakarta 6,3763 5,4335 6,1026 5,8337 5,9365 Jawa Barat 8,7806 8,5477 8,5000 8,5856 8,6035 Banten 2,2297 2,0087 1,9439 2,4997 2,1705 Jawa Tengah 8,7806 8,6792 8,5289 8,1777 8,5416 DIY 1,2947 1,2040 1,2645 3,3759 1,7848 Jawa Timur 10,995 9,7874 9,8367 9,8678 10,1217 Bali 1,7661 1,7889 1,8320 1,4146 1,7004 NTB 1,6633 1,5543 1,5848 2,7996 1,9005 NTT 2,2402 2,2407 2,1998 2,8434 2,3810 Kalimatan Barat 2,3156 2,1458 2,2646 2,4569 2,2957 Kalimantan Tengah 2,0950 2,3696 2,3347 2,8540 2,4133 Kalimantan Selatan 2,0934 2,0418 2,3114 2,0921 2,1347 Kalimatan Timur 6,4745 6,7454 7,0721 6,7218 6,7535 Sulawesi Selatan 3,7661 3,7569 3,8770 3,2607 3,6652 Gorontalo 0,6889 0,5608 0,6408 1,7376 0,9070 Sulawesi Utara 1,2885 1,2866 1,2355 1,1223 1,2332 Sulawesi Barat 0,5894 0,5689 0,5940 1,6986 0,8627 Sulawesi Tengah 1,5572 1,5859 1,5470 1,1685 1,4647 Sulawesi Tenggara 1,4187 1,4260 1,4150 1,3652 1,4062 Maluku 1,2062 1,1375 1,3212 1,2786 1,2359 Maluku Utara 0,9541 1,0379 1,0326 1,2260 1,0627 Papua Barat 1,7238 1,7094 1,6845 1,8863 1,7510 Papua 3,0713 4,4930 3,9974 3,5829 3,7862 Sumber: data diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
F. Analisis Data
1. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Indonesia
TABEL 4.6 INDEKS WILLIAMSON DI INDONESIA TAHUN 2006 – 2009
PROVINSI TAHUN RATA – RATA KET. 2006 2007 2008 2009
Nanggro Aceh Darusalam 0,9314 0,8600 0,7488 0,8709 0,8528 Tinggi Sumatera Utara 0,5211 0,5493 0,5827 0,8513 0,6261 Tinggi Sumatera Barat 0,3664 0,4126 0,3844 0,4398 0,4008 Sedang Riau 0,7390 0,7094 0,6991 0,7832 0,7327 Tinggi Kepulauan Riau 0,7122 0,7079 0,7038 0,6800 0,7010 Tinggi Jambi 0,4087 0,4060 0,4019 0,3701 0,3967 Sedang Sumatera Selatan 0,6698 0,6501 0,6379 0,8452 0,7008 Tinggi Kep. Bangka Belitung 0,3096 0,3104 0,3130 0,3026 0,3089 Sedang Bengkulu 0,4176 0,4171 0,3822 0,3873 0,4011 Sedang Lampung 0,2259 0,2878 0,2299 0,2410 0,2462 Rendah DKI Jakarta 0,4989 0,4458 0,5474 0,5127 0,5012 Tinggi Jawa Barat 0,6913 0,6899 0,6941 0,7125 0,6970 Tinggi Banten 0,6644 0,6700 0,7909 0,6754 0,7002 Tinggi Jawa Tengah 0,6466 0,6462 0,6436 0,6706 0,6518 Tinggi DIY 0,3948 0,3984 0,4022 0,3696 0,3913 Sedang Jawa Timur 1,1076 1,2462 1,0157 1,0012 1,0927 Tinggi Bali 0,4242 0,4404 0,4453 0,3771 0,4218 Sedang NTB 0,9422 0,9322 0,8708 0,7529 0,8745 Tinggi NTT 0,5183 0,5507 0,5399 0,5203 0,5323 Tinggi Kalimatan Barat 0,4444 0,4175 0,4311 0,3475 0,4101 Sedang Kalimantan Tengah 0,2321 0,2074 0,2058 0,2999 0,2363 Rendah Kalimantan Selatan 0,4463 0,4493 0,4523 0,4511 0,4498 Sedang Kalimatan Timur 07942 0,8155 0,7799 1,1029 0,8731 Tinggi Sulawesi Selatan 0,7036 0,7086 0,7570 0,7432 0,7281 Tinggi Gorontalo 0,3307 0,2639 0,2593 0,2485 0,2756 Rendah Sulawesi Utara 0,4062 0,3853 0,4144 0,3156 0,3804 Sedang Sulawesi Barat 0,1208 0,1227 0,1027 0,1090 0,1138 Rendah Sulawesi Tengah 0,2456 0,2613 0,2700 0,3841 0,2903 Rendah Sulawesi Tenggara 0,6298 0,4903 0,4661 0,4773 0,5159 Tinggi Maluku 0,5533 0,6116 0,5381 0,5448 0,5620 Tinggi Maluku Utara 0,2386 0,2386 0,2615 0,2953 0,2585 Rendah Papua Barat 0,6216 0,4656 0,4473 0,3823 0,4792 Sedang Papua 0,5817 0,5749 0,5683 0,6854 0,6026 Tinggi Rata-rata provinsi 0,5315 0,5255 0,5148 0,5379 0,5274 Tinggi Sumber: data diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Ketimpangan merupakan salah satu masalah yang selalu terjadi di Negara
berkembang, tak terkecuali Indonesia. Walaupun ketimpangan sudah biasa
terjadi, ketimpangan harus ditangani secara dini agar persoalan sosial yang
timbul akibat adanya ketimpangan menjadi tidak semakin parah. Oleh karena
itu, kajian tentang ketimpangan antar provinsi sangatlah diperlukan sebagai
dasar pengambilan kebijakan di masa yang akan datang.
Tingkat ketimpangan dalam penelitian ini didapat dengan menggunakan
Indeks Williamson. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tingkat
ketimpangan antar provinsi di Indonesia masih tinggi. Hal ini terbukti dari
banyaknya provinsi yang memiliki tingkat ketimpangan di atas 0,5 dan
tingginya rata – rata tingkat ketimpangan provinsi. Rata – rata tingkat
ketimpangan provinsi senderung menurun pada tahun 2006 – 2008, dan
meningkat pada tahun 2009. Rata-rata tingkat ketimpangan provinsi tahun
2006 sebesar 0,5315, menurun menjadi sebesar 0,5255 tahun 2007 dan
0,5148 tahun 2009. Kemudian meningkat menjadi sebesar 0,5379 di tahun
2009. Kondisi ini memperlihatkan bahwa ketimpangan baik SDA maupun
SDE antara daerah yang kaya dengan yang rendah masih mengalami
peningkatan yang relatif rendah.
Dari 33 provinsi terdapat 6 provinsi yang memiliki Indeks Williamson
dibawah 0,3 (rendah); 10 provinsi diantara 0,3 dengan 0,5 (sedang); dan 17
provinsi lebih dari 0,5 (tinggi). Provinsi yang memiliki tingkat ketimpangan
tertinggi adalah Jawa Timur, yaitu sebesar 1,0012 pada tahun 2009.
Sedangkan, tingkat ketimpangan terendah adalah provinsi Sulawesi Barat
yaitu sebesar 0,1090. Tingkat ketimpangan Sulawesi Barat yang rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
bukan berarti bahwa dapat dibiarkan begitu saja. Pemerintah tetap melakukan
kajian ulang terhadap perencanaan pembangunan ekonomi yang telah
dilakukan selama ini dan melakukan perencanaan yang lebih baik sehingga
tingkat ketimpangan tidak semakin melebar dan konsekuensi dari
ketimpangan tersebut dapat dihindari.
2. Hasil Estimasi Model
Dalam panel data terdapat tiga model, yaitu Common Effect Model,
Fixed Effect Model, dan Random Effect model. Ketiga model tersebut akan
dipilih satu yang terbaik untuk dijadikan model dalam penelitian ini.
Sehingga diharapkan akan mengetahui perubahan pembentukan variabel
dependen (tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi) sebagai akibat
perubahan variabel – variabel independen yang mempengaruhinya, yaitu
Proporsi Dana Alokasi Umum (DAU), Rasio Belanja Modal provinsi dengan
pengeluaran pemerintah pusat (RBM) dan Rasio Pengeluaran Pemerintah
Provinsi dengan pengeluaran pemerintah pusat (RPP). Pengujian dalam
memilih model, dilakukan berikut ini:
a. Common Effects Model dengan Fixed Effects Model
CEM dengan FEM diuji dengan menggunakan Uji Chow. Uji
Chow digunakan untuk mendapatkan model terbaik antara FEM dengan
CEM. Hasil dari Uji Chow, sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Fhitung = [(3,713261-0,345316)/(33-1)]/[0,345316/(132-33-4)]
= [3,367945/32]/[0,345316/96]
= 0,105248/0,003597
= 29,25968
Ftabel = 1,55
Hasil Uji Chow menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel, sehingga
dapat disimpulkan bahwa model yang sebaiknya digunakan adalah Fixed
Effects Model (FEM).
b. Fixed Effects Model dengan Random Effects Model
Jumlah data cross section (N) dalam penelitian ini sebanyak 33,
dan jumlah data time series (t) sebanyak 4 tahun. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini tidak diambil secara random tetapi digunakan
seluruhnya untuk penelitian yaitu 33 provinsi. Sesuai dengan point ketiga
menurut Judge (dalam Aisyah, 2007), yang menyatakan bahwa Jika N
besar dan t kecil, digunakan FEM jika unit tidak random dari sampel yang
besar dan digunakan REM jika unit diambil secara random. Maka model
yang sebaiknya digunakan dalam menganalisis faktor–faktor yang
mempengaruhi tingkat ketimpangan pembangunan antar provinsi di
Indonesia pada tahun 2006 – 2009 adalah Fixed Effects Model (FEM).
c. Hasil Estimasi Fixed Effect Model
Hasil pengolahan data menggunakan program Eviews 3.0, dengan
fixed effects Model, adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Tabel 4.7 Hasil Fixed Effect Models
Dependent Variable: IW? Method: GLS (Cross Section Weights) Date: 02/25/11 Time: 07:49 Sample: 2006 2009 Included observations: 4 Total panel observations 132 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.DAU? -1.64E-05 0.000632 -0.025988 0.9793 RBM? -0.004399 0.002053 -2.142510 0.0336 RPP? 0.007776 0.001423 5.462710 0.0000
Fixed Effects _NAD—C 0.830430
_SUMUT—C 0.593656 _SUBAR—C 0.382474 _RIAU—C 0.699584_KEPRI—C 0.692310 _JAMBI—C 0.385700
_SUMSEL—C 0.673727 _KEPBABEL--C 0.305257 _BENGKULU--C 0.393382 _LAMPUNG--C 0.230554
_DKI—C 0.460870 _JABAR—C 0.636743
_BANTEN—C 0.685277 _JATENG—C 0.592049
_DIY—C 0.378764 _JATIM—C 1.022969 _BALI—C 0.410232 _NTB—C 0.861417 _NTT—C 0.516300
_KALBAR—C 0.394574 _KALTENG--C 0.222294 _KALSEL—C 0.437263 _KALTIM—C 0.834014 _SULSEL—C 0.704066 _GTALO—C 0.269191 _SULUT—C 0.372640
_SULBAR—C 0.108537 _SULTENGH--C 0.281150 _SULTENGG--C 0.507372 _MALUKU—C 0.554048 _MALKUT—C 0.251569 _PAPBAR—C 0.467122 _PAPUA—C 0.577598
Weighted Statistics R-squared 0.999190 Mean dependent var 1.271097 Adjusted R-squared 0.998895 S.D. dependent var 1.803981 S.E. of regression 0.059975 Sum squared resid 0.345316 F-statistic 59211.75 Durbin-Watson stat 2.079038 Prob(F-statistic) 0.000000
Lanjutan ...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Lanjutan …
Unweighted Statistics R-squared 0.944029 Mean dependent var 0.527467 Adjusted R-squared 0.923623 S.D. dependent var 0.227282 S.E. of regression 0.062813 Sum squared resid 0.378759 Durbin-Watson stat 1.891451Sumber: Print out komputer (Lihat Lampiran)
Persamaan regresi yang dihasilkan berikut ini:
IW_X= C_X – (1.64E-05) * DAU_X – 0.0043 * RBM_X + 0.0077 * RPP_X + µit
t-stat -0.025988 -2.142510 5.462710
Prob t-stat (0.9793) (0.0336) (0.0000)
R squared = 0.999190
F-stat = 59211.75
Prob F-stat = (0.0000)
D-W stat = 2.079038
dimana,
IW_X = Indeks Williamson provinsi x.
C_X = Konstanta provinsi x.
DAU_X = Proporsi Dana Alokasi Umum provinsi x.
RBM_X = Rasio Belanja Modal Provinsi x dengan Pengeluaran Pemerintah
Pusat.
RPP_X = Rasio Pengeluaran Pemerintah Provinsi x dengan Pengeluaran
Pemerintah Pusat.
µit = Kombinasi komponen error cross section dan time series
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
TABEL 4.8 Hasil Konstanta Dummy variable Dengan Fixed Effects Model
Provinsi Konstanta(C_X) Provinsi Konstanta
(C_X) _NAD—C 0.830430 _NTB--C 0.861417
_SUMUT--C 0.593656 _NTT--C 0.516300 _SUBAR--C 0.382474 _KALBAR--C 0.394574 _RIAU—C 0.699584 _KALTENG--C 0.222294 _KEPRI—C 0.692310 _KALSEL--C 0.437263 _JAMBI--C 0.385700 _KALTIM--C 0.834014
_SUMSEL--C 0.673727 _SULSEL--C 0.704066 _KEPBABEL--C 0.305257 _GTALO--C 0.269191 _BENGKULU--C 0.393382 _SULUT--C 0.372640 _LAMPUNG--C 0.230554 _SULBAR--C 0.108537
_DKI—C 0.460870 _SULTENGH--C 0.281150 _JABAR--C 0.636743 _SULTENGG--C 0.507372
_BANTEN--C 0.685277 _MALUKU--C 0.554048 _JATENG--C 0.592049 _MALKUT--C 0.251569
_DIY—C 0.378764 _PAPBAR--C 0.467122 _JATIM—C 1.022969 _PAPUA--C 0.577598 _BALI—C 0.410232
Sumber: Hasil estimasi model analisis dengan program computer Eviews 3.0
Dummy variable dalam penelitian ini terdiri dari 33 provinsi di
Indonesia. Konstanta yang dihasilkan dari hasil regresi menunjukkan bahwa
33 provinsi di Indonesia memiliki tingkat ketimpangan tinggi tanpa pengaruh
dari DAU, RBM, dan RPP (DAU = RPP = RBM = 0) . Provinsi Jawa Timur
merupakan provinsi yang memiliki konstanta tertinggi yaitu sebesar 1,0229.
Hal ini berarti bahwa apabila variabel DAU, RBM dan RPP adalah nol maka
tingkat ketimpangan di Jawa Timur sebesar 1,0229. Sedangkan, provinsi
yang memiliki konstanta terkecil adalah Sulawesi Barat yaitu besar 0,1085.
Hal ini berarti bahwa apabila variabel DAU, RBM dan RPP adalah nol, maka
tingkat ketimpangan Sulawesi Barat yaitu sebesar 0,1085.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
3. Uji Asumsi Klasik
d. Uji Multikolinier
Uji Multikolinieritas dilakukan guna mengetahui apakah dalam
penelitan ini terdapat hubungan korelasi sempurna diantara variabel-
variabel yang terdapat dalam model. Uji Multikolinier dalam penelitian ini
tidak dilakukan karena penelitian ini sudah menggunakan metode
Generalized Least Square (GLS) (Samanhudi, 2009).
e. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas dilakukan guna mengetahui ada tidaknya
kesalahan atau residual yang diamati tidak memiliki varians yang konstan
dari satu observasi ke observasi lainnya (Hanke & Reitsch, 1998: 259
dalam Mudrajad Kuncoro, 2004: 96). Dalam penelitian menggunakan data
cross section, memungkinkan kecenderungan terdapat heteroskedastisitas.
Maka penelitian menggunakan teknik estimasi Fixed Effects Method
dengan Weight Least Square atau yang biasa disebut metode Generalized
Least Square (GLS). Teknik estimasi ini diharapkan dapat menghilangkan
atau memperbaiki heteroskedastisitas.
f. Uji Autokorelasi
uji Autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan menggunakan
Durbin-Watson test yang bertujuan untuk mengetahui apakah diantara
kesalahan pengganggu yang saling berurutan terjadi autokorelasi atau
tidak. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson stat
sebesar 2,0790. Sedangkan nilai Durbin-Watson tabel pada α=5%
(N=132;k=3) diperoleh nilai dL= 1,61 dan dU=1,74. Berarti D-W stat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
terletak diantara Jika dU dan 4 – dU (dU < d < 4 – dU), yaitu
1,74<2,0790<2,39. Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan model
yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat autokorelasi, baik
positif maupun negatif.
4. Uji Statistik
a. Uji t (t Test)
Hasil uji t yang didapat dari pengolahan data menggunakan Eviews
3.0, berikut ini:
1) Variabel proporsi dana alokasi umum (DAU) secara sendiri – sendiri
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat ketimpangan
pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai
probabilitas dari DAU lebih besar dari tingkat signifikan yang dipakai
dalam penelitian ini yaitu 5%. Nilai probabilitas dari DAU sebesar
0,9793.
2) Variabel Rasio Belanja Modal Provinsi dengan Pengeluaran
Pemerintah Pusat berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
ketimpangan pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat
dari nilai probabilitas dari variabel RBM, yaitu 0,0336 yang nilainya
lebih kecil dari tingkat signifikansinya yaitu 5%.
3) Variabel rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan pengeluaran
pemerintah pusat (RPP) berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
ketimpangan pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
oleh nilai probabilitas RPP yang nilainya lebih besar dari 5%, yaitu
0,0000.
TABEL 4.9 Hasil Uji t
Variabel Probabilitas α ket
DAU 0,9793 0,0500 tidak signifikan RBM 0,0336 0,0500 signifikan RPP 0,0000 0,0500 signifikan Sumber: Data diolah
b. Uji F (F Test)
Hasil olah data dengan menggunakan program Eviews 3.0
menunjukkan bahwa nilai F stat > F tabel, yaitu 59211,75>19,50 artinya
Ho ditolak dan Ha diterima atau tidak sama dengan nol. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada tingkat signifikansi 5% secara bersama – sama
variabel Proporsi Dana Alokasi Umum (DAU), Rasio Belanja Modal
Provinsi dengan Pengeluaran Pemerintah Pusat (RBM) dan Rasio
Pengeluaran Pemerintah Provinsi dengan Pengeluran Pemerintah Pusat
berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Ketimpangan Pembangunan
Ekonomi di Indonesia.
Tabel 4.10 Hasil Uji F
F stat tanda F tabel ket
59211,75 > 19,50 signifikan Sumber: Data diolah
5. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi dilakukan guna mengetahui berapa persen (%)
variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Dari hasil olah data menggunakan Eviews 3.0, nilai Adjusted R-squared yang
didapatkan adalah sebesar 0,998895. Hal ini berarti bahwa dalam penelitian
ini variabel DAU, RBM dan RPP secara bersama – sama mampu
menjelaskan variabel ketimpangan pembangunan ekonomi (IW) sebesar
99,89%, sedangkan 1,11% sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model.
G. Pembahasan Hasil Penelitian
Interpretasi hasil dari pengaruh Proporsi DAU, Rasio Belanja Modal
provinsi dengan Pengeluaran Pemerintah Pusat dan Rasio Pengeluaran Provinsi
dengan Pengeluaran Pemerintah Pusat terhadap Tingkat Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi antar provinsi di Indonesia pada tahun 2006 sampai
dengan 2009, sebagai berikut:
a. Pengaruh proporsi DAU terhadap tingkat ketimpangan
Berdasarkan hasil uji t terlihat bahwa variabel proporsi dana alokasi
umum (DAU) pada tahun 2006 – 2009 tidak berpengaruh secara signifikan.
Tidak signifikannya proporsi DAU terhadap tingkat ketimpangan dilihat dari
probabilitas variabel DAU yang nilainya lebih besar dari 5%.
Menurut penelitian Sidik, Machfud dkk, (2002), terdapat dua hal yang
menyebabkan belum tercapainya tujuan DAU sebagai alat pemerataan.
Pertama, Model formulasi yang digunakan pemerintah masih jauh dari
sempurna. Tidaksempurnanya formula DAU yang digunakan oleh
pemerintah dikarenakan tidak tersedianya data yang dibutuhkan pada
waktunya. Salah satu dasar terpenting dalam perhitungan DAU adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
potensi fiskal tiap daerah, dimana potensi fiskal membutuhkan data bagi hasil
sumberdaya alam. Walaupun data yang tersedia sudah merupakan data
terbaik dari beberapa instansi teknis, tetapi data yang kurang jelas atau relatif
rumit cara menghitungnya. Hal tersebut menimbulkan ketidakpastian di
kalangan pemerintah. Selain itu, penyederhanaan formula DAU atas berbagai
faktor yang menjadi ciri khas dari daerah – daerah dilakukan. Artinya, satu
atau beberapa faktor yang sangat menonjol di daerah terpaksa untuk
diabaikkan. Karena apabila semua faktor ditampung menyebabkan formulasi
DAU menjadi rumit. Hal tersebut memerlukan solusi komputer dan
rangkaian data yang untuk Negara seperti Indonesia cenderung tidak realistis.
Kedua, pengaruh fakor non-ekonomi yang lebih dominan sehingga
menyebabkan formulasi yang telah diberlakukan menjadi berubah secara
tidak langsung. Kepetingan politisi yang cenderung lebih dominan, terutama
dalam tahap – tahap penentuan formula, menyebabkan keputusan menjadi
bersifat adhoc. Hal tersebut menyebabkan formula DAU termodifikasi yang
pada gilirannya mengganggu pula sasaran pemerataan tersebut.
b. Pengaruh rasio belanja modal terhadap tingkat ketimpangan
Berdasarkan hasil uji t terlihat bahwa variabel rasio belanja modal
provinsi terhadap total pengeluaran pemerintah pusat pada tahun 2006 – 2009
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan
ekonomi antar provinsi di Indonesia. Nilai koefisien yang dihasilkan rasio
belanja modal sebesar -0,004399. Hal ini berarti bahwa apabila Rasio Belanja
Modal provinsi terhadap Total Pengeluaran Pemerintah Pusat meningkat
sebesar 1%, maka tingkat ketimpangan akan menurun sebanyak 0,004399,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
apabila variabel lainnya dianggap konstan. Berarti bahwa belanja modal
memberikan dampak terhadap tingkat ketimpangan tahun 2006 – 2009.
c. Pengaruh rasio pengeluaran pemerintah terhadap tingkat ketimpangan
Berdasarkan hasil uji t terlihat bahwa variabel rasio pengeluaran
pemerintah daerah pada tahun 2006 – 2009 positif berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan antar provinsi di
Indonesia. nilai koefisien yang dihasilkan rasio pengeluaran pemerintah
sebesar 0,007776. Hal ini berarti bahwa apabila rasio pengeluaran pemerintah
provinsi terhadap total pengeluaran pemerintah pusat meningkat sebesar 1%,
maka tingkat ketimpangan antar provinsi di Indonesia juga akan mengalami
peningkatan sebanyak 0,007776, apabila faktor – faktor lainnya dianggap
konstan. Berarti bahwa pada tahun 2006 – 2009 pengeluaran pemerintah pada
tiap provinsi memberikan dampak terhadap tingkat ketimpangan
pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan yang berhubungan dengan
hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Kemudian dari
penelitian tersebut peneliti mencoba memberikan saran bagi pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemeritah daerah.
H. Kesimpulan
Pembahasan terhadap analisis data pada bab sebelumnya, dapat
disimpulkan beberapa hal yang berhubungan dengan rumusan masalah dalam
penelitian ini, sebagai berikut:
5. Hasil olah data menggunakan perhitungan Indeks Williamson, didapatkan
bahwa di Indonesia terdapat 6 provinsi yang memiliki Indeks Williamson
dibawah 0,3 (rendah); 10 provinsi diantara 0,3 dengan 0,5 (sedang); dan
17 provinsi lebih dari 0,5 (tinggi). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
tingkat ketimpangan antar provinsi di Indonesia tahun 2006 – 2009
cenderung tinggi atau nilainya lebih dari 0,5.
6. Variabel proporsi dana alokasi umum provinsi yang diberikan oleh
pemerintah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia tahun
2006 – 2009.
7. Variabel rasio belanja modal provinsi dengan total pengeluaran
pemerintah pusat berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
ketimpangan pembangunan Ekonomi antar provinsi di Indonesia dengan
nilai probabilitas yang didapat sebesar 0,0336.
8. Variabel rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan total pengeluaran
pemerintah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat
ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia pada
tahun 2006 – 2009, dengan nilai probabilitas sebesar 0,000.
9. Secara bersama-sama, variabel proporsi dana alokasi umum, rasio belanja
modal dengan pengeluaran pemerintah, dan rasio pengeluaran pemerintah
provinsi dengan pemerintah pusat berpengaruh signifikan terhadap tingkat
ketimpangan antar provinsi di Indonesia pada tahun 2006 – 2009.
I. Saran
Adapun beberapa saran yang diberikan penulis kepada pemerintah,
berikut ini:
1. Sebagian besar provinsi di Indonesia pada tahun 2006 – 2009 memiliki
tingkat ketimpangan yang tinggi. Sebaiknya pemerintah daerah dengan
serius meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat atau sentra ekonomi di
daerah melalui pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat.
2. Proporsi dana alokasi umum yang diberikan pemerintah pusat kepada
pemerintah provinsi tidak memberikan dampak yang nyata terhadap
tingkat ketimpangan. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah daerah tidak
hanya terpusat pada peningkatan keuangan daerah tetapi pada potensi dan
kondisi daerah masing – masing, saat ini dan masa yang akan datang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
3. Rasio belanja modal provinsi dengan total pengeluaran pemerintah
memberikan dampak nyata yang negatif terhadap tingkat ketimpangan
pembangunan ekonomi. Sebaiknya, pemerintah daerah lebih
meningkatkan belanja modal karena berkaitan dengan fasilitas publik.
Dengan adanya fasilitas tersebut, daerah yang kurang dalam sumberdaya
alam bisa ditingkatkan dengan menambahkan fasilitas – fasilitas lain.
4. Rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan total pengeluaran
pemerintah pusat memberikan dampak yang positif terhadap tingkat
ketimpangan antar provinsi di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah
daerah sebaiknya lebih bijaksana dalam penyusunan pengeluaran
pemerintah, lebih mengutamakan sektor – sektor yang dianggap unggul di
daerahnya, sehingga dapat menimbulkan Multiplier Effect terhadap
sektor–sektor lainnnya.
5. Proporsi dana alokasi umum, rasio belanja modal dan rasio pengeluaran
pemerintah secara bersama-sama memberikan dampak yang nyata
terhadap tingkat ketimpangan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu,
pengendalian pengeluaran pemerintah, dan pengembangan program–
program desentralisasi fiskal, salah satunya dengan melakukan peninjauan
kembali dalam mengalokasikan dana alokasi umum dan dilaksanakan
secara optimal oleh pemerintah, baik pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
DAFTAR PUSTAKA Adjusted R-squared 0.940046 S.D. dependent var 0.227282 S.E. of regression 0.055651 Sum squared resid 0.396424 Durbin-Watson stat 1.932417