Upload
phungdien
View
224
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM KEPATUHAN
PENGUNGKAPAN WAJIB: STUDI EMPIRIS BADAN USAHA MILIK
NEGARA
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh:
UMI NAFISAH
NIM. F0307090
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM KEPATUHAN PENGUNGKAPAN WAJIB: STUDI EMPIRIS BADAN USAHA MILIK
NEGARA
ABSTRAKSI
UMI NAFISAH
F0307090
Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran corporate governance dalam kepatuhan pengungkapan wajib pada BUMN Indonesia. Corporate governance direpresentasikan dengan ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, komposisi komite audit independen dan jumlah rapat komite audit.
Pengukuran kepatuhan pengungkapan wajib dalam penelitian ini menggunakan item yang terdapat dalam PSAK No. 21 mengenai akuntansi ekuitas. Dengan menggunakan teknik purposive sampling, sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 48 BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2009.
Rerata tingkat kepatuhan pengungkapan wajib sebesar 54,16%. Hasil pengujian regresi berganda menunjukkan bahwa corporate governance melalui ukuran dewan komisaris (board size) dan jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap kepatuhan pengungkapan wajib, sedangkan komposisi komite audit independen berpengaruh negatif terhadap kepatuhan pengungkapan wajib. Variabel lainnya yaitu komposisi komisaris independen dan jumlah rapat dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pengungkapan wajib.
Kata Kunci: Kepatuhan pengungkapan wajib, corporate governance, BUMN Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM KEPATUHAN PENGUNGKAPAN WAJIB: STUDI EMPIRIS BADAN USAHA MILIK
NEGARA
ABSTRACT
UMI NAFISAH
F0307090
The purpose of this study is to examine the effect of corporate governance to mandatory disclosure compliance of BUMN in Indonesian Stock Exchange. Corporate governance are identified as board size, composition of independent director, the number of board meetings, composition of independent audit committe members, and the number of audit committe meetings as independent variables.
The level of mandatory disclosure compliance is measured with the items identified on PSAK No. 21 about Accounting of Equity. Under purposive sampling, 48 annual reports of BUMN in Indonesian Stock Exchange at 2005-2009 are selected.
The average level of mandatory disclosure compliance at 54,16%. The result of multiple regression shows that the board size and the number of audit committe meetings are positive significant determinant to mandatory disclosure compliance, whereas the composition of independent audit committe is negative significant determinant to mandatory disclosure compliance. The composition of independent director and number of board meetings are not significant variable of mandatory disclosure compliance.
Key words: mandatory disclosure compliance, corporate governance, BUMN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
(Alam Nasyrah: 6)
Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya
(Al-Baqarah: 286)
When you feel like hope is gone
Look inside you and be strong
And then you'll finally see the truth
That a hero lies in you
(Hero by Mariah Carey)
Kejujuran adalah kunci untuk mendapatkan ketenangan dalam hidup
(Umi Nafisah)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PERSEMBAHAN
I dedicate this research for..
..MY BELOVED FAMILY..
Especially for Ayah and Ibu..
They were my Strength when I was weak
They saw the best there was in me
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Peran Corporate Governance dalam Kepatuhan
Pengungkapan Wajib: Studi Empiris Badan Usaha Milik Negara”, sebagai tugas
akhir guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret.
2. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
3. Bapak Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak. selaku
pembimbing skripsi atas semua kritik, saran, nasihat dan perhatianya yang
sangat membantu penulis untuk mencapai hasil yang terbaik.
4. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen, serta karyawan FE UNS, terimakasih atas
semua ilmu dan pengalaman hidup yang begitu berharga..
5. Keluargaku yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dukungan,
kepercayaan, dan doa-doa yang selalu terpanjatkan tiada henti. Ayah, Ibu,
Mas Sahid, Mas Hafid, Mba Umi, Mba Ina, Naura. Ayah dan Ibu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sabaaar banget n gak pernah bosen dengar keluhan, tangisan n
kecemasanku. Mas Sahid, Mba Ina, Mas Hafid n Mba Umi.. terima kasih
udah menjadi contoh kakak yang baik untuk aku. Naura, keponakanku
yang cantik, yang selalu jadi penghiburku klo pulang ke bekasi..^^ Mbah,
Pakde, Bude n keluarga besar di Solo. Terima kasih udah menjaga dan
merawatku selama aku di Solo.. Tanpa kalian semua, aku bukan siapa-
siapa..
6. Rayhan Fajusha, terima kasih telah menjadi seseorang yang spesial sampai
saat ini.. Terima kasih untuk semua kesabaranmu, kesetiaanmu dan kasih
sayangmu J maaf kalo aku masih suka kayak anak kecil, sering nyusahin
kamu. Empat tahun bersama dengan jarak yang jauh, semoga berakhir
dengan indah. Amin.. I’m so glad to have someone like u..
7. Ceceko (nisa, komang, niki, rizka).. teman terbaik dari SMA bahkan
sampai detik ini. Makasih buat dukungan n support kalian. Terima kasih
selalu ada n ngajak ngumpul kalo aku pulang ke bekasi. Kangen
kenangan2 kita waktu SMA.. semua itu tak kan pernah lekang oleh waktu,
hehe.
8. Meldhan, Erna, Verian, Latifa.. Makasih buat semua yang kita bagi
bersama selama empat tahun ini. Tawa, tangis, senang, sedih..semuanya..
Makasih udah sering denger curhatan n keluhanku. Ayo kita penuhin buku
kuningnya. Hehe.. Semangat skripsinya ya teman2!!
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9. Temen2 satu bimbingan.. (Anne, Erna, Fira, Mas Sawit). Banyak banget
hari2 susah yang kita lewatin bareng2.. terima kasih udah saling ngoreksi.
Semoga sukses buat kitaa semua. Amiin..
10. Erlangga Pati Kawa, makasih yaa.. udah ngajarin aku SPSS, makasih juga
udah jadi temen curhatku J
11. Keluarga besar AGEN 007 FE UNS yang gak bisa disebutin satu2..
Terima kasih untuk pertemanan selama empat tahun ini. Inget.. Sharing is
Caring J thx for all..
12. Temen2 BESWAN DJARUM SOLO.. (bimo, johan, koko, anjar, yunus,
basri, herman, agung, nani, mila, nadya, ami, amin, pucha, mita, hafni,
wulan) makasih semuanyaaa.. makasih udah sering ngehibur n nemenin yg
LDR ini. hehe.. ayo semangat selesain skripsinya J
13. Pak man & pak pur, makasih buat doa2 dan perhatian bapak. Pak timin,
pak taufik, pak satpam, pak pelayanan, terima kasih..
14. Terima kasih, kepada diriku sendiri: Umi Nafisah yang hingga kini masih
terus berjuang untuk meraih yang terbaik demi keluarga n orang2
tersayang. Jangan pernah takut n cemas. Positive Thinking..! J
15. Temen2 BEM, KEI dan masih banyak lagi orang-orang di sekitar yang
memberi warna dalam hidupku, yang kalo disebutkan satu per satu bisa
menjadi sebuah buku yang lebih tebal dari skripsi ini. Buat yang namanya
belum disebutkan, dengan segenap kerendahan hati izinkan sebuah kata
mengalir tulus dari lubuk terdalam: Terima kasih!
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan
demi perbaikan yang berkelanjutan.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.
Alhamdulillahirobbil’alamin.
Surakarta, April 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAKSI ………………………………………………………….
ABSTRACT ……………………………………………………….......
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………..................
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………...........
HALAMAN MOTTO ……………………………………………........
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………….......
KATA PENGANTAR …………………………………………….......
DAFTAR ISI ………………………………………………………......
DAFTAR TABEL ……………………………………………………..
DAFTAR GAMBAR …………………………………………….........
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….......
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………….........
A. Latar Belakang ...............……………………………….......
B. Rumusan Masalah ……………………………………….....
C. Tujuan Penelitian …………………………………………...
D. Manfaat Penelitian ……………………………………….....
E. Sistematika Penulisan …………………………………..........
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................
A. Tinjauan Pustaka…………………………..............................
ii
iii
iv v
vi
vii
viii
xii
xv
xvi
xvii 1
1 8 8 9
10
11
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Laporan Tahunan (Annual Report) .........................…......
2. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure) …………
3. Pengungkapan Wajib Pos Ekuitas .....................................
4. Corporate Governance ......................................................
5. Dewan Komisaris .…………………………………….....
6. Komite Audit .....................................................................
B. Kaitan Corporate Governance dan Kepatuhan
Pengungkapan Wajib................................................................
C. Kerangka Pemikiran ................................................................
D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis................
BAB III. METODE PENELITIAN ………………………….................
A. Desain Penelitian......................................................................
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel......................................
C. Data dan Metode Pengumpulan Data ......................................
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ......................
E. Teknik Analisis Data ...............................................................
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ……………....................
A. Deskriptif Data........................................................................
1. Seleksi Sampel...................................................................
2. Statistik Deskriptif ............................................................
B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan .....................................
Analisis Regresi Berganda ......................................................
BAB V. PENUTUP ..................................................................................
11
12
14
17
21
27
29
31
32
37
37
37
38
39
43
48
48
48
49
55
55
67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
A. Kesimpulan ............................................................................
B. Saran ......................................................................................
C. Keterbatasan .........................................................................
D. Rekomendasi .........................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
LAMPIRAN ..............................................................................................
67
68
69
69
71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1
3.2
3.3
4.1
4.2
4.3
Jumlah Populasi BUMN yang listing di BEI.................
Kriteria Pemilihan Sampel..............................................
Nilai Durbin-Watson.......…............................................
Statistik Deskriptif Variabel Dependen ........................
Statistik Deskriptif Variabel Independen ......................
Hasil Regresi Berganda .................................................
38
38
47
50
51
56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1
2.2
2.3
3.1
Struktur Board of Director dalam One Tier System............
Struktur Board of Commissioner dan Board of Director
dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Belanda........
Struktur Board of Commissioner dan Board of directors
dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia .....
Skema Kerangka Pemikiran
22
23
23
31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Item Pengungkapan Pos Ekuitas
Lampiran II Daftar Perusahaan Sampel
Lampiran III Statistik Deskriptif
Lampiran IV Uji Asumsi Klasik
Lampiran V Analisis Regresi Berganda
Lampiran VI Uji Beda T-test
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I berikut ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah yang
mendasari disusunnya penelitian ini, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan
sistematika penulisan dari penelitian ini.
A. Latar Belakang
Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran corporate governance yang
direpresentasikan oleh ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen,
jumlah rapat dewan komisaris, komposisi komite audit independen dan jumlah
rapat komite audit dalam kepatuhan pengungkapan wajib di Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).
Menurut Abeysekera (2008) laporan tahunan memberikan informasi
finansial dan nonfinansial yang relevan dalam pembuatan keputusan bagi para
investor. Laporan tahunan merupakan suatu media yang dapat menghubungkan
pemakai laporan keuangan dengan perusahaan. Sejauh mana informasi yang dapat
diperoleh oleh para pemakai tergantung pada tingkat pengungkapan (disclosure)
dari laporan tersebut (Rahayu, 2008).
Pengungkapan dalam annual report merupakan salah satu isu penting di
dunia pasar modal. Annual report merupakan salah satu sumber utama informasi
keuangan bagi sejumlah pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
terutama oleh pemegang saham dan investor untuk menentukan tujuan investasi
mereka (Belkauoi, 2000).
Menurut Meek, Roberts dan Gray (1995) informasi yang diungkapkan
dalam laporan tahunan dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu: pengungkapan
wajib (mandatory disclosures) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure).
Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh
peraturan yang berlaku, sedangkan pengungkapan sukarela merupakan pilihan
bebas manajemen perusahaan untuk pembuatan keputusan oleh para pengguna
laporan tahunannya (Meek et al, 1995).
Di Indonesia, pedoman penyajian dan pengungkapan laporan keuangan
diatur di Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan Surat Edaran Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal No. SE-02/PM/2002. Peraturan tersebut mengatur
pengungkapan untuk setiap pos dalam laporan keuangan, salah satunya adalah pos
ekuitas. Menurut PSAK No. 21 tahun 2007 (akuntansi ekuitas), ekuitas sebagai
bagian hak pemilik dalam perusahaan harus dilaporkan sedemikian rupa sehingga
memberikan informasi mengenai sumbernya secara jelas dan disajikan sesuai
dengan peraturan perundangan dan akta pendirian yang berlaku. Tujuan pelaporan
informasi ekuitas pemegang saham diantaranya menyediakan informasi kepada
pihak yang berkepentingan tentang efisiensi dan kepengurusan manajemen dan
menyediakan informasi tentang prospek investasi pemilik dan pemegang ekuitas
lainnya serta merupakan tanggung jawab pemilik (http://cafe-
ekonomi.blogspot.com, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Arah perubahan sosial masyarakat Indonesia yang menuntut diterapkannya
prinsip corporate governance bagi para pebisnis membuat isu pengungkapan
semakin relevan untuk dikaji karena nilai keutamaan yang ada dalam corporate
governance adalah transparancy, responsibility, fairness dan accountability
(Hertanti, 2005). Penerapan corporate governance pada BUMN diatur dalam
Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002.
BUMN merupakan salah satu penggerak perekonomian Indonesia yang
diharapkan dapat mendongkrak upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
(Jubaedah, 2007). BUMN menjadi salah satu pelaku ekonomi yang memiliki
peran cukup penting (Cahyaningrum, 2009). Terdapat beberapa kasus yang
mengindikasikan masih rendahnya kinerja BUMN. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sistem Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) pada tahun 1996/1997 menempatkan BUMN pada
peringkat ke-13 sebagai lembaga yang banyak melakukan praktik korupsi
(Jubaedah, 2007). Salah satu kasus terakhir adalah adanya dugaan korupsi yang
terjadi di Perseroan Terbatas (PT) Bank Mandiri Terbuka (Tbk.) dan PT PLN
yang menyebabkan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah
(http://danangwd.blogdrive.com, 2007) sehingga kinerja BUMN yang diharapkan
dapat mendongkrak perekonomian, sampai saat ini belum mencapai hasil yang
diharapkan (Jubaedah, 2007). Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan
indikasi korupsi sekitar Rp 10,484 triliun di sejumlah BUMN selama tahun 2004-
2006 (http://www.tempointeraktif.com, 2007). Selain itu, terdapat juga skandal
manipulasi laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. pada tahun 2001. Badan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan
keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai
tindak pidana di pasar modal dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan
kepada pihak yang berkepentingan (http://davidparsaoran.wordpress.com, 2009).
Menurut Jubaedah (2007) faktor internal yang berpengaruh terhadap
rendahnya kinerja BUMN antara lain rendahnya penerapan corporate governance
sehingga tidak ada kewajaran, transparansi dan akuntabilitas, serta tidak
berfungsinya sistem perencanaan dan pengendalian internal terutama karena
kurang berdayanya komisaris sebagai pengawas. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Cahyaningrum (2009), buruknya kondisi Persero mengindikasikan
prinsip corporate governance belum diimplementasikan dengan baik. Maraknya
masalah BUMN yang belum terselesaikan, misalnya tidak efisien, berdaya saing
rendah dan belum professional disebabkan pengembangan tata kelola BUMN
belum maksimal (Syakhroza, 2005).
Di Indonesia, rerata pengungkapan wajib BUMN Indonesia pada periode
2002-2004 yaitu sebesar 38,52% (Suharli dan Amrullah, 2007). Hal ini
mengindikasikan bahwa tingkat pengungkapan wajib di BUMN pada periode
tersebut masih rendah. Untuk meningkatkan kepatuhan pengungkapan wajib,
diperlukan adanya penerapan corporate governance yang baik bagi setiap
perusahaan. Adanya corporate governance yang baik akan meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas perusahaan (Cety, 2010). Hal ini sejalan dengan
pendapat Muhamad, Shahimi, Yahya dan Mahzan (2009), dimana ketidakpatuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
pengungkapan menandakan kurangnya integritas dan lemahnya praktik corporate
governance di perusahaan tersebut.
Penelitian yang menguji keterkaitan corporate governance dengan
kepatuhan pengungkapan wajib dilakukan di Amerika oleh Ettredge, Stone dan
Wang (2010). Penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara
corporate governance dan kepatuhan pengungkapan. Mereka juga menemukan
bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap kepatuhan pengungkapan wajib
dan semakin aktif pertemuan atau rapat board of directors dan komite audit maka
akan semakin mendorong kepatuhan pengungkapan.
Di Indonesia penelitian yang menguji keterkaitan corporate governance
dan kepatuhan pengungkapan wajib dilakukan oleh Setyadi, Rusmin, Tower dan
Brown (2008). Penelitian ini menemukan bukti bahwa ownership dan corporate
governance structure tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Indonesian
accounting standards of inventory, fixed asset, and depreciation of fixed assets
(IARC). Suharli dan Amrullah (2007) meneliti mengenai pengaruh karakteristik
komite audit terhadap pengungkapan wajib di BUMN pada periode 2002-2004.
Penelitian tersebut menemukan bukti bahwa ukuran komite audit dan keahlian
komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan wajib.
Peran penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada
dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktifitas dan kinerja serta
sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan melaksanakan
corporate covernance yang baik (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006).
Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
besar lebih efektif jika dibandingkan dengan ukuran dewan komisaris yang kecil.
Menurut Dalton, Daily, Johnson dan Ellstrand (1999) jumlah anggota dewan
komisaris yang optimum akan lebih efektif daripada jumlah yang kecil. Hal ini
menyebabkan aktivitas pengendalian dan pengawasan terhadap manajemen
semakin baik (Andres, Azofra dan Lopez, 2005). Dengan demikian, semakin
bertambahnya jumlah anggota dewan komisaris, maka pengawasan terhadap
pengungkapan wajib diharapkan semakin meningkat.
Keberadaan komisaris independen membantu dewan komisaris dalam
melaksanakan fungsi pengawasan (Permatasari, 2009). Chen dan Jaggi (2000) dan
Hossain (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh komposisi komisaris
independen terhadap tingkat pengungkapan informasi pada laporan tahunan dan
hasilnya menunjukkan bahwa komposisi komisaris independen berpengaruh
positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan informasi. Jumlah rapat yang
diselenggarakan dewan komisaris akan meningkatkan kinerja perusahaan (Vafeas,
2003) karena rapat dewan komisaris merupakan media komunikasi dan koordinasi
diantara anggota dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas
manajemen.
Menurut FCGI (2001), komponen lain yang mendukung terlaksananya
corporate governance yang baik, yaitu komite audit. Suhardjanto dan Permatasari
(2009) menyatakan bahwa komite audit merupakan komite yang dibentuk untuk
membantu tugas dan fungsi dewan komisaris. Komite audit dipandang sebagai
alat untuk menghindari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan memonitoring
kinerja manajemen termasuk disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab yang menyangkut
sistem pelaporan keuangan, komite audit perlu mengadakan rapat tiga sampai
empat kali dalam setahun (Forum Corporate Governance in Indonesia, 2001).
Berdasarkan Peraturan Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004,
komite audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan
minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan dalam anggaran dasar.
Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya antara lain menggunakan
ukuran dewan komisaris sebagai variabel independen dan pengungkapan ekuitas
menurut PSAK No. 21 sebagai variabel dependen, selain itu menggunakan
BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2005-2009
sebagai sampel penelitian.
Penelitian ini penting dilakukan karena beberapa hal, pertama fokus yang
dilakukan terhadap BUMN yang memiliki bidang usaha yang luas, menyerap
tenaga kerja yang banyak dan memiliki aset yang sangat besar sehingga
keberhasilan pengelolaan BUMN sangat berarti bagi negara (Syakhroza, 2005).
Pemerintah menyadari bahwa pengelolaan BUMN secara umum selama ini masih
harus terus diikuti dengan implementasi praktik corporate governance yang baik
(www.bumn.go.id, 2010). Kedua, beberapa kasus yang terjadi di BUMN seperti
adanya dugaan kasus korupsi dan skandal manipulasi laporan keuangan membuat
kepatuhan pengungkapan wajib perusahaan menjadi perhatian penting karena
pengungkapan wajib dalam laporan tahunan dapat memberikan informasi secara
jelas mengenai kondisi perusahaan dalam suatu periode baik kinerja maupun
posisi keuangannya dan dapat mengantisipasi terjadinya asimetri informasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
dapat merugikan stakeholders. Melalui prinsip transparansi, BUMN dituntut
untuk selalu terbuka di dalam melaksanakan proses pengelolaan usahanya dan
mengungkapkan informasi yang material dan relevan mengenai perusahaan
kepada pihak yang berkepentingan (Jubaedah, 2007). Dengan adanya penelitian
ini, maka akan memberikan bukti empiris terkini mengenai kepatuhan
pengungkapan wajib di BUMN. Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan
melakukan penelitian1 dengan judul ”Peran Corporate Governance dalam
Kepatuhan Pengungkapan Wajib: Studi Empiris Badan Usaha Milik
Negara”.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan judul penelitian, maka yang menjadi
permasalahan adalah apakah corporate governance yang direpresentasikan oleh
ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, jumlah rapat dewan
komisaris, komposisi komite audit independen dan jumlah rapat komite audit
berpengaruh terhadap kepatuhan pengungkapan wajib?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji peran corporate governance
yang direpresentasikan oleh ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris
1Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) peran merupakan suatu hal yang diharapkan dapat terjadi karena keberadaan suatu hal lainnya, sedangkan pengaruh adalah daya yang ikut membentuk terjadinya suatu hal. Oleh karena itu, dalam penelitian ini definisi peran direpresentasikan dengan pengaruh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
independen, jumlah rapat dewan komisaris, komposisi komite audit independen,
dan jumlah rapat komite audit dalam kepatuhan pengungkapan wajib.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk berbagai pihak, diantaranya:
1. Bagi BUMN, memberikan pengetahuan tentang praktik kepatuhan
pengungkapan wajib pada masing-masing BUMN yang dijadikan sampel
dan dapat digunakan untuk bahan pertimbangan manajemen dalam praktik
pengungkapan wajib.
2. Bagi stakeholders dan pihak-pihak yang berkepentingan, dapat dijadikan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan melaksanakan fungsi
pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan, terutama dalam
pengelolaan dan pengungkapan wajib.
3. Bagi akademisi, menjadi referensi bagi penelitian tentang kepatuhan
pengungkapan wajib pada BUMN di Indonesia.
4. Bagi Regulator, mendorong regulator (Bapepam dan IAI) untuk
menetapkan kebijakan dan regulasi ataupun standar pengungkapan yang
lebih baik bagi dalam hal pengungkapan wajib.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat literatur
terkait dengan topik penelitian; kaitan variabel independen
dengan variabel dependen; kerangka pemikiran;
pengembangan hipotesis.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel dan
teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan
data; variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode
analisis data yang terdiri dari statistik deskriptif, uji asumsi
klasik dan pengujian hipotesis.
BAB IV : Analisis dan Pembahasan
Bab ini menguraikan analisis deskriptif data; pengujian
hipotesis dan pembahasan hasil analisis.
BAB V : Penutup
Bab ini membahas kesimpulan mengenai obyek yang diteliti
berdasarkan hasil analisis data, menjelaskan mengenai
keterbatasan penelitian dan memberikan saran bagi pihak yang
terkait, serta rekomendasi bagi peneliti berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Selanjutnya pada Bab II ini akan dijelaskan mengenai literatur yang
digunakan meliputi teori yang digunakan dan penelitian terdahulu, dilanjutkan
dengan kerangka teoritis dan pengembangan hipotesis.
A. Landasan Teori
Landasan teori ini menerangkan teori yang mendasari komponen maupun
variabel penelitian, yaitu 1) Laporan Tahunan, 2) Pengungkapan Wajib, 3)
Pengungkapan Wajib Pos Ekuitas, 4) Corporate Governance, 5) Dewan
Komisaris dan 6) Komite Audit.
1. Laporan Tahunan (Annual Report)
Laporan tahunan (annual report) adalah media utama untuk
mengkomunikasikan informasi keuangan dan informasi lainnya dari pihak
manajemen kepada pihak di luar perusahaan (Suhardjanto dan Miranti, 2009).
Menurut Wardhani (2009) annual report merupakan media manajemen
perusahaan untuk melaporkan kinerja mereka atas tanggung jawab yang diberikan
oleh stakeholders. Menurut Abeysekera (2008) laporan tahunan memberikan
informasi finansial dan nonfinansial yang relevan dalam pembuatan keputusan
bagi para investor. Laporan tahunan merupakan suatu media yang dapat
menghubungkan pemakai laporan keuangan dengan perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Perusahaan di Indonesia yang melakukan penawaran kepada publik (go
public) wajib menyampaikan laporan tahunan kepada Bapepam dan LK (Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) secara periodik. Tujuan utama
laporan tahunan adalah memberikan informasi yang relevan bagi pembuatan
keputusan (Naim dan Rakhman, 2000). Dari annual report yang diterbitkan oleh
perusahaan, stakeholders dapat melihat kondisi perusahaan yang bersangkutan
dan selanjutnya menggunakannya sebagai dasar pembuatan keputusan. Sejauh
mana informasi yang dapat diperoleh oleh para pemakai tergantung pada tingkat
pengungkapan (disclosure) dari laporan tersebut (Rahayu, 2008).
2. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure)
Pengungkapan merupakan komunikasi informasi ekonomi, baik finansial
maupun nonfinansial mengenai kinerja dan posisi keuangan perusahaan (Owusu-
Ansah, 1998). Definisi lain menurut Na’im dan Rakhman (2000), pengungkapan
secara sederhana dapat diartikan sebagai pengeluaran informasi. Informasi yang
diungkapkan oleh perusahaan harus lengkap, jelas dan dapat menggambarkan
secara tepat kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi unit usaha
tersebut.
Meek, Roberts dan Gray (1995) dan Suwardjono (2005) menyatakan
terdapat dua jenis pengungkapan, yaitu: pengungkapan yang bersifat wajib
(mandatory disclosure) dan pengungkapan yang bersifat sukarela (voluntary
disclosure). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimun yang
disyaratkan oleh peraturan yang berlaku (Suwardjono, 2005). Jika perusahaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
tidak bersedia untuk mengungkapkan informasi secara sukarela, pengungkapan
wajib akan memaksa perusahaan untuk melakukannya, sedangkan pengungkapan
sukarela berisi pengungkapan yang dilakukan perusahaan selain apa yang
diwajibkan oleh standar atau badan pengawas.
Pengungkapan informasi berguna untuk membantu pengguna laporan
keuangan memahami isi dan angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan
(Rahayu, 2008). Pengungkapan informasi yang memadai dapat digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan yang cermat dan cepat (Suharli dan Amrullah,
2007). Menurut Suwardjono (2005), secara umum tujuan pengungkapan adalah
menyajikan informasi yang diperlukan dalam mencapai tujuan pelaporan
keuangan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang
berbeda. Dengan demikian, tujuan pengungkapan informasi adalah untuk
melindungi kepentingan para investor dari ketidakseimbangan informasi antara
manajemen dengan investor karena adanya kepentingan manajemen.
Peraturan mengenai praktik pengungkapan informasi perusahaan di
Indonesia, khususnya yang bersifat wajib (mandatory) diatur oleh Bapepam dan
Ikatan Akuntan Indonesia (Benardi, Sutrisno dan Assih, 2009). Peraturan tentang
standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan
penawaran umum dan perusahaan publik, yaitu Peraturan No. VIII.G.7 tahun
2000 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan. Peraturan tersebut didukung
dengan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya
diubah melalui Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-38/PM/1996. Peraturan
tersebut diperbaharui dengan Surat Edaran Ketua Bapepam No. SE-02/PM/2002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
yang mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten
atau perusahaan publik untuk setiap jenis industri, yaitu manufaktur, investasi,
rumah sakit, jalan tol, perhotelan, restoran, telekomunikasi, konstruksi,
perdagangan, transportasi, real estate, peternakan, dan perkebunan. Kemudian
pada tanggal tanggal 31 Januari 2008 dikeluarkan Surat Edaran Bapepam dan LK
No. SE-02/BL/2008 tentang pedoman penyajian dan pengungkapan laporan
keuangan emiten atau perusahaan publik untuk industri pertambangan umum,
minyak dan gas bumi, dan perbankan.
Pengungkapan informasi yang diatur oleh Bapepam ataupun IAI
merupakan pengungkapan yang wajib dipatuhi oleh perusahaan yang telah go
public. Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan suatu panduan penyajian
dan pengungkapan yang terstandarisasi berdasarkan pada prinsip pengungkapan
penuh (full disclosure) sehingga dapat memberikan kualitas informasi keuangan
bagi para pengguna (Trimuharmi, 2010). Peraturan tersebut mengatur
pengungkapan untuk setiap pos dalam laporan keuangan, salah satunya adalah pos
ekuitas.
3. Pengungkapan Wajib Pos Ekuitas
Ekuitas merupakan hak residual atas aset suatu perusahaan setelah
dikurangi dengan kewajibannya, dimana menunjukkan kepentingan pemilik pada
entitasnya (Financial Accounting Standards Board, 1985). Pengertian Ekuitas
menurut PSAK No. 21 (akuntansi ekuitas) ayat 2 tahun 2007 adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
“Ekuitas merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan, yaitu selisih antara aset dan kewajiban yang ada, dan dengan demikian tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut.”
Pengungkapan wajib dalam penelitian ini berfokus pada ekuitas, dimana
item pengungkapannya mengacu pada PSAK No. 21 tahun 20072. Terdapat
beberapa alasan penelitian ini berfokus pada ekuitas. Pertama, pengungkapan
ekuitas penting untuk mengetahui posisi ekuitas dan sumber modal perusahaan
tersebut secara jelas. Modal BUMN yang listing di BEI tidak lagi dari pemerintah
saja, tetapi terdiri dari para pemegang saham, sehingga sumber modal perusahaan
penting untuk diungkapkan. Berdasarkan PSAK No. 21, ekuitas sebagai bagian
hak pemilik dalam perusahaan harus dilaporkan sedemikian rupa sehingga
memberikan informasi mengenai sumbernya secara jelas dan disajikan sesuai
dengan peraturan perundangan dan akta pendirian yang berlaku. Tujuan pelaporan
informasi ekuitas pemegang saham antara lain adalah menyediakan informasi
kepada pihak yang berkepentingan tentang efisiensi dan kepengurusan manajemen
dan menyediakan informasi tentang prospek investasi pemilik dan pemegang
ekuitas lainnya, serta merupakan tanggung jawab pemilik (http://cafe-
ekonomi.blogspot.com, 2009).
Kedua, salah satu ruang lingkup ekuitas yang diatur dalam PSAK No. 21
adalah ekuitas untuk BUMN. Terdapat PSAK untuk pos tertentu yang
dikecualikan untuk diterapkan dalam beberapa hal. Seperti halnya pada PSAK No.
14 mengenai persediaan, PSAK tersebut dapat diterapkan untuk semua persediaan
2 Meskipun SAK telah mengalami beberapa kali revisi, namun tidak terdapat perbedaan pengungkapan ekuitas yang diatur di PSAK No. 21 pada tahun 2004, 2007 dan 2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
kecuali dalam beberapa hal, salah satunya dikecualikan untuk persediaan hasil
tambang umum dan minyak dan gas bumi, sedangkan BUMN yang listing di BEI
terdiri dari berbagai jenis perusahaan, termasuk di dalamnya industri
pertambangan umum dan minyak dan gas bumi. Berdasarkan pengecualian
tersebut, hal ini menjadi alasan untuk menggunakan pos ekuitas karena ruang
lingkup ekuitas yang diatur didalamnya termasuk ekuitas untuk BUMN.
Menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2008) bagian ekuitas pemilik
biasanya dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu 1) modal saham, 2) modal disetor
tambahan, dan 3) laba ditahan. Persyaratan pengungkapan yang utama untuk
modal saham adalah jumlah nilai pari saham yang diotorisasi, diterbitkan dan
yang beredar (Kieso et al, 2008). Berdasarkan PSAK No. 21, pengungkapan
ekuitas terdiri dari beberapa komponen diantaranya pengungkapan saldo laba,
peristiwa setelah tanggal neraca, per jenis saham, kerugian, dividen, saham
beredar yang diperoleh kembali dan pengungkapan bagian lain ekuitas (seperti
saldo laba, agio, selisih penilaian kembali aktiva tetap, dan cadangan).
Penelitian ini tidak mengacu pada Surat Edaran Ketua Pengawasan Pasar
Modal Nomor: SE-02/PM/2002 mengenai Pedoman Penyajian dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Emiten untuk setiap industri karena untuk jenis industri
perbankan, minyak dan gas bumi, pertambangan umum belum diatur dalam surat
edaran tersebut. Peraturan untuk industri tersebut baru dikeluarkan pada tahun
2008 melalui Surat Edaran Bapepam dan LK No. SE-02/BL/2008 tanggal 31
Januari 2008 tentang “Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan
Emiten atau Perusahaan Publik Industri Pertambangan Umum, Minyak dan Gas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Bumi, dan Perbankan”, sedangkan penelitian ini mencakup periode lima tahun
yaitu dari tahun 2005 sampai dengan 2009 sehingga penelitian ini tidak mengacu
Surat Edaran Bapepam.
Semua item pengungkapan ekuitas yang telah diatur oleh standar yang
berlaku, dalam hal ini adalah PSAK No. 21 wajib diungkapkan oleh setiap
perusahaan publik.
4. Corporate Governance
Penerapan corporate governance yang baik merupakan bagian yang
penting untuk menjaga kelangsungan hidup suatu perusahaan. Corporate
governance dipandang sebagai cara yang efektif untuk menggambarkan hak dan
tanggung jawab masing-masing kelompok stakeholders dalam sebuah perusahaan
dimana transparansi merupakan indikator utama standar corporate governance
dalam sebuah ekonomi (Ho dan Wong, 2001). Di bawah ini terdapat beberapa
definisi mengenai corporate governance.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001: 1) mendefinisikan
corporate governance sebagai:
"Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan." Berdasarkan definisi di atas, dapat dikatakan bahwa corporate governance
merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
untuk kepentingan stakeholders. Definisi lain diungkapkan oleh Menteri BUMN
melalui Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-
117/M-MBU/2002, corporate governance adalah:
“Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.”
Dari dua definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa corporate
governance merupakan sistem (struktur dan mekanisme) yang baik untuk
mengendalikan dan mengelola suatu perusahaan dengan tujuan meningkatkan
nilai pemegang saham serta mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan
dengan perusahaan seperti kreditur, pemasok, asosiasi bisnis, konsumen,
karyawan, pemerintah dan masyarakat luas.
Penerapan corporate governance yang baik harus didasarkan pada
beberapa prinsip. Menurut FCGI (2001) prinsip corporate governance yang baik
adalah sebagai berikut:
1. Transparansi (Transparancy). Transparansi yaitu keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi material dan relevan mengenai perusahaan
(Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Prinsip keterbukaan
merupakan prinsip penting untuk mencegah terjadinya penipuan akuntansi
(Stephanie, 2009). Dengan pemberian informasi secara transparan, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
dapat diantisipasi terjadinya kemungkinan pemegang saham, investor atau
stakeholders tidak memperoleh informasi atau fakta material yang ada.
2. Akuntabilitas (Accountability). Akuntabilitas dapat diartikan sebagai
kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif (Stephanie, 2009).
Prinsip ini terkait erat dengan pengukuran kinerja, pengawasan dan
pelaporan. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara
benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan
untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan (Komite Nasional
Kebijakan Governance, 2006).
3. Pertanggungjawaban (Responsibility). Responsibilitas menekankan pada
adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban
perusahaan kepada pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan
(KNKG, 2006). Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-
undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka
panjang dan mendapatkan pengakuan sebagai corporate citizen yang baik
(KNKG, 2006).
4. Independensi (Independency). Kemandirian yaitu suatu keadaan di mana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi
yang sehat (Stepahanie, 2009). Untuk melancarkan pelaksanaan asas
corporate governance, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan
tidak dapat diintervensi oleh pihak lain (KNKG, 2006). Para komisaris,
direktur ataupun manajer dalam melaksanakan peran dan tanggung
jawabnya harus bebas dari segala benturan yang mungkin akan muncul.
Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan
dilakukan secara independen, tidak memihak dan bebas dari segala
tekanan yang mungkin muncul dari pihak lain.
5. Kewajaran (Fairness). Kewajaran yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Stephanie, 2009). Prinsip
kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan jaminan hak yang
sama kepada pemegang saham minoritas maupun mayoritas, termasuk hak
pemegang saham asing serta investor lainnya. Perusahaan harus
memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan
perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip
transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing (KNKG, 2006).
Isu mengenai corporate governance ini mulai menjadi perhatian di
Indonesia setelah mengalami masa krisis yang berkepanjangan sejak tahun 1998
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
(Mintara, 2008). Corporate governance terdiri dari pihak yang melakukan
pengawasan terhadap manajemen, seperti dewan komisaris, komisaris independen
dan komite audit (Abeysekera, 2008). Penelitian ini menguji pengaruh corporate
governance yang direpresentasikan oleh ukuran dewan komisaris, komposisi
komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, komposisi komite audit
independen dan jumlah rapat komite audit terhadap kepatuhan pengungkapan
wajib.
5. Dewan Komisaris
Peran penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada
dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktifitas dan kinerja serta
sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan melaksanakan
corporate governance yang baik (KNKG, 2006). Dewan komisaris merupakan
inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan
strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta
mewajibkan terlaksananya akuntabilitas (FCGI, 2001). Nasution dan Setiawan
(2007) menyatakan secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi
tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam
laporan keuangan. Pada intinya, dewan komisaris merupakan suatu mekanisme
pengawasan dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada
pengelola perusahaan.
Menurut FCGI (2001), terdapat dua sistem yang berkaitan dengan struktur
dewan dalam perusahaan, yaitu one tier system (sistem satu tingkat) dan two tiers
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
system (sistem dua tingkat). Sistem satu tingkat dimiliki oleh negara yang
menganut sistem hukum Anglo – Saxon. Dalam hal ini perusahaan hanya
mempunyai satu dewan direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara
manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur independen yang
bekerja dengan prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif), dimana non direktur
eksekutif diangkat karena kebijakan, pengalaman dan relasinya. Negara dengan
one tier system misalnya Amerika Serikat dan Inggris (Cety, 2010).
Gambar 2.1
Struktur Board of Director dalam One Tier System (sumber: FCGI, 2001)
Sistem dua tingkat berarti perusahaan mempunyai dua badan terpisah,
yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi).
Dalam sistem ini, dewan direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan di
bawah pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Anggota dewan komisaris
diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dewan
komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi tugas manajemen (dewan direksi)
karena dewan direksi harus memberikan informasi dan menjawab hal-hal yang
diajukan dewan komisaris. Oleh karena itu, dewan komisaris tidak boleh
melibatkan diri dalam tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan
General Meeting of the Shareholders
(GMoS)
Boards of Directors
Executive
Director
Non-Executive
Director
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dalam transaksi dengan pihak ketiga. Negara yang menganut sistem ini memiliki
sistem hukum Kontinental Eropa, seperti Denmark, Jerman dan Jepang.
Gambar 2.2
Struktur Board of Commissioner dan Board of Director dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Belanda (sumber: FCGI, 2001)
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) menyatakan
bahwa Indonesia menganut Two Tiers System (sistem dua tingkat) karena sistem
hukum di Indonesia berasal dari sistem hukum Belanda. Berdasarkan UU No. 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dewan komisaris dan direksi diangkat
dan diberhentikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dewan komisaris
dipilih oleh RUPS untuk mengawasi kinerja dewan direksi dan bersama-sama
bertanggung jawab pada RUPS.
Gambar 2.3 Struktur Board of Commissioner dan Board of directors dalam Two Tiers System yang diadopsi
oleh Indonesia (sumber: Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007)
General Meeting of The Shareholders (GMoS)
Board of Commissioner (BoC)
Board of Directors (BoD)
Dewan Komisaris Dewan Direksi
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Keterangan Gambar: : pengangkatan dan pemberhentian anggota dewan : tanggung jawab terhadap RUPS : supervisi atau pengawasan
Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
memberi nasihat kepada direksi (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas). Tugas utama dewan komisaris menurut
FCGI (2001: 5) sebagai berikut:
1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha, menetapkan sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan, serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan asset.
2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat kunci dan penggajian anggota dewan direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota dewan direksi secara transparan dan adil.
3. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan di tingkat manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan.
4. Memonitor pelaksanaan governance, dan mengadakan perubahan jika diperlukan.
5. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan.
Menurut Dalton et al (1999) jumlah anggota dewan komisaris yang
optimum akan lebih efektif daripada jumlah yang kecil. Hal ini menyebabkan
aktivitas pengendalian dan pengawasan terhadap manajemen semakin baik
(Andres, Azofra, dan Lopez, 2005). Abeysekera (2008) menyatakan bahwa
corporate governance yang direpresentasikan dengan ukuran dewan komisaris
berpengaruh terhadap disclosure. Jumlah dewan komisaris yang besar diharapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
memunculkan perpaduan skill antar anggotanya sehingga berpengaruh terhadap
kepatuhan pengungkapan wajibnya.
Keefektifan peran pengawasan oleh dewan komisaris ini didukung dengan
keberadaan komisaris independen (Permatasari, 2009). Komisaris independen
adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen,
anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas
dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi
kepentingan perusahaan (KNKG, 2006). Komisaris independen ditetapkan
sebagai seseorang yang independen dari posisi manajemen dalam perusahaan dan
bebas dari hubungan apapun yang dapat mempengaruhi keputusan mereka dalam
pengambilan keputusan (Hegazy dan Hegazy, 2010). Keberadaan komisaris
independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui Keputusan Direksi PT Bursa
Efek Jakarta Nomor : Kep-305/BEJ/07-2004. Perusahaan yang terdaftar di Bursa
harus mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama dengan
jumlah saham yang dimiliki pemegang saham minoritas. Dalam peraturan ini,
persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh
anggota dewan komisaris.
Berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor : Kep-
305/BEJ/07-2004, kriteria komisaris independen adalah:
a. Komisaris independen tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas atau pengendali perusahaan tersebut.
b. Komisaris independen tidak mempunyai hubungan dengan direktur, dan/atau komisaris perusahaan tersebut.
c. Komisaris independen tidak mempunyai kedudukan ganda di perusahaan lain yang memiliki afiliasi dengan perusahaan yang bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
d. Komisaris independen harus mengerti peraturan undang-undang dalam hal pasar modal.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002,
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari anggota komisaris/dewan pengawas
harus berasal dari kalangan di luar BUMN yang bersangkutan yang bebas dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Tidak menjabat sebagai Direksi di perusahaan terafiliasi.
b. Tidak bekerja pada Pemerintah termasuk di departemen, lembaga dan kemiliteran dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
c. Tidak bekerja di BUMN yang bersangkutan atau afiliasinya dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
d. Tidak mempunyai keterkaitan finansial, baik langsung maupun tidak langsung dengan BUMN yang bersangkutan atau perusahaan yang menyediakan jasa dan produk kepada BUMN yang bersangkutan dan afiliasinya.
e. Bebas dari kepentingan dan aktivitas bisnis atau hubungan lain yang dapat menghalangi atau mengganggu kemampuan komisaris/dewan pengawas yang berasal dari kalangan di luar BUMN yang bersangkutan untuk bertindak atau berpikir secara bebas di lingkup BUMN.
Dalam menjalankan tugasnya, dewan komisaris biasanya mengadakan
pertemuan rutin melalui rapat dewan komisaris. Berdasarkan Keputusan Menteri
BUMN No: Kep-117/M-MBU/2002, rapat dewan komisaris harus diadakan
secara berkala, yaitu pada prinsipnya sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan,
tergantung sifat khusus masing-masing BUMN. Hasil penelitian yang dilakukan
Vafeas (2003) dan Brick dan Chidambaran (2007) menunjukkan bahwa jumlah
rapat yang diselenggarakan dewan komisaris akan meningkatkan kinerja
perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Ettredge et al (2010), dimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
kepatuhan pengungkapan berhubungan positif dengan frekuensi rapat dewan
komisaris.
6. Komite Audit
Komponen penting lain yang mendukung terlaksananya corporate
governance yang baik, yaitu komite audit (FCGI, 2001). Sesuai dengan Kep-
29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris
untuk melakukan tugas pengawasan dan pengelolaan perusahaan. Komite audit
merupakan mekanisme untuk memastikan tidak ada tindakan manajemen yang
merugikan stakeholders (Abeysekera, 2008). Komite audit dipandang oleh banyak
pihak sebagai alat monitoring untuk menghindari kecurangan dalam pelaporan
keuangan dan memonitor kinerja manajemen.
Peraturan mengenai komite audit diatur di Surat Keputusan Ketua
Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004 dan Peraturan Menteri BUMN Nomor: Per-
05/MBU/2006. Berdasarkan peraturan tersebut, tugas dan tanggung jawab komite
audit yaitu memberikan pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan atau
hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris, dan melaksanakan
tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris.
Berdasarkan KNKG (2006), komite audit bertugas membantu dewan
komisaris untuk memastikan bahwa:
a. Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum,
b. Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
c. Pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan
standar audit yang berlaku,
d. Tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004
dan Peraturan Menteri BUMN Nomor: Per-05/MBU/2006, keanggotaan komite
audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota, seorang
diantaranya merupakan komisaris independen Perusahaan Tercatat yang sekaligus
merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan
pihak ekstern yang independen dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya
memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau keuangan. Menurut Ho dan
Wong (2001) komite audit independen berpengaruh positif terhadap luasnya
disclosure. Komite audit independen tidak terafiliasi dengan perusahaan atau
komite lainnya, sehingga kinerjanya dapat dipercaya.
Berdasarkan Peraturan Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-
29/PM/2004 dan Peraturan Menteri BUMN Nomor: Per-05/MBU/2006, komite
audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan minimal
rapat dewan komisaris yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Menurut Li, Pike,
dan Haniffa (2008) frekuensi rapat komite audit berpengaruh positif terhadap
disclosure. Hal ini sejalan dengan dengan penelitian Ettredge et al (2010),
dimana kepatuhan pengungkapan berhubungan positif dengan frekuensi rapat
komite audit. Semakin sering komite audit melakukan rapat, semakin mendorong
tingkat pengungkapannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
B. Kaitan Corporate Governance dalam Kepatuhan Pengungkapan Wajib
Corporate governance merupakan faktor yang penting dalam kepatuhan
pengungkapan (Ettredge et al, 2010). Agar pengungkapan wajib dalam laporan
tahunan mencukupi kebutuhan informasi para stakeholders dan sesuai dengan
peraturan yang ada, maka diperlukan adanya corporate governance. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Muhamad, Shahimi, Yahya, dan Mahzan (2009), dimana
ketidakpatuhan pengungkapan menandakan kurangnya integritas dan lemahnya
praktik corporate governance dalam perusahaan tersebut.
Penerapan corporate governance memiliki pengaruh terhadap luas
pengungkapan informasi perusahaan (Ho dan Wong, 2001). Penelitian Ettredge et
al (2010) menemukan bahwa kualitas corporate governance memiliki hubungan
positif dengan kualitas kepatuhan pengungkapan wajib. Hal ini sejalan dengan
penelitian Khomsiyah (2003), semakin baik implementasi corporate governance,
maka semakin banyak pula informasi yang diungkapkan oleh perusahaan dalam
laporan tahunan.
Peran penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada
dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktifitas dan kinerja serta
sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan melaksanakan
corporate covernance yang baik (KNKG, 2006). Jumlah anggota dewan
komisaris mempengaruhi aktivitas pengendalian dan pengawasan (Andres et al
2005). Keefektifan peran pengawasan oleh dewan komisaris ini didukung dengan
keberadaan komisaris independen (Permatasari, 2009). Chen dan Jaggi (2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
menemukan bukti bahwa komposisi komisaris independen berpengaruh positif
signifikan terhadap pengungkapan.
Menurut Herwidayatmo (2000), peran pengawasan sekaligus akuntabilitas
dewan komisaris perusahaan di Indonesia pada umumnya belum memadai.
Dengan demikian, diperlukan suatu komite untuk membantu tugas dan fungsi
dewan komisaris yang disebut yang disebut dengan komite audit (Cety, 2010).
Komite audit memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap kualitas laporan
keuangan perusahaan (Suharli dan Amrullah, 2007). Keefektifan peran komite
audit ini didukung dengan keberadaan komite audit independen. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007) menunjukan bahwa anggota
komite audit yang independen meningkatkan transparansi pengungkapan laporan
keuangan yang dilakukan oleh pihak manajemen. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Cety dan Suhardjanto (2010) menunjukkan bahwa komposisi komite audit
independen berpengaruh positif terhadap environmental performance, termasuk
dalam pengungkapan informasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Komposisi Komisaris
Independen (X2)
Ukuran Dewan
Komisaris (X1)
C. Kerangka Pemikiran
Di bawah ini adalah kerangka mengenai hubungan antar masing-masing
variabel:
Variabel Independen Variabel Dependen
H1+
H2 +
H3 +
H4 +
H5 +
Gambar 3.1: Skema Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka variabel independen yang
terdiri dari ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, jumlah
rapat dewan komisaris, komposisi komite audit independen dan jumlah rapat
komite audit diharapkan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pengungkapan
wajib.
Kepatuhan pengungkapan
wajib (Y)
Jumlah Rapat Dewan
Komisaris (X3)
Jumlah Rapat Komite
Audit (X5)
Komposisi Komite Audit
Independen (X4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran corporate governance dalam
kepatuhan pengungkapan wajib di BUMN. Dalam penelitian ini, corporate
governance direpresentasikan oleh ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris
independen, jumlah rapat dewan komisaris, komposisi komite audit independen
dan jumlah rapat komite audit. Pengembangan hipotesis untuk masing – masing
corporate governance adalah sebagai berikut.
1. Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kepatuhan pengungkapan wajib.
Dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang
ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi
manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas (FCGI, 2001). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abeysekera
(2008) jumlah dewan komisaris yang dinilai efektif berada pada rentang lebih dari
5 (lima) orang dan kurang dari 14 orang. Jumlah atau ukuran dewan komisaris
mempengaruhi aktivitas pengendalian dan pengawasan (Andres et al, 2005).
Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan secara umum dewan komisaris
ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang
terkandung dalam laporan keuangan. Collier dan Gregory (1999) menyatakan
bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, semakin mudah untuk
mengendalikan Chief Executif Officer (CEO) dan monitor kegiatan manajemen.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) menunjukkan jumlah
anggota dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan. Ukuran dewan komisaris yang besar lebih efektif jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
dibandingkan dengan ukuran dewan komisaris yang kecil (Dalton et al, 1999;
Nasution dan Setiawan, 2007; dan Abeysekera, 2008). Oleh karena itu, jumlah
dewan komisaris yang besar diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan
pengungkapan wajib. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan
hipotesis:
H1: Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kepatuhan
pengungkapan wajib.
2. Pengaruh komposisi komisaris independen terhadap kepatuhan pengungkapan
wajib.
Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal
perusahaan memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan (Siallagan dan
Machfoedz, 2006). Keefektifan peran pengawasan oleh dewan komisaris
didukung dengan keberadaan komisaris independen dalam komposisi dewan
komisaris (Permatasari, 2009). Komisaris independen adalah komisaris yang
berasal dari luar perusahaan (Suhardjanto dan Afni, 2009). Ayuso dan Argondana
(2007) menemukan bahwa independent director lebih efektif dalam melakukan
pengawasan terhadap perusahaan karena kepentingan mereka tidak terganggu oleh
ketergantungan pada organisasi.
Hossain (2008) melakukan penelitian pada perusahaan perbankan di India.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa board compositions yang
diukur dengan komposisi komisaris independen secara signifikan berpengaruh
positif terhadap tingkat pengungkapan. Hal ini sejalan dengan penelitian Chen dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Jaggi (2008), dimana menemukan bukti bahwa komposisi komisaris independen
berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan. Berdasarkan uraian
tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
H2: Komposisi komisaris independen berpengaruh positif terhadap
kepatuhan pengungkapan wajib.
3. Pengaruh jumlah rapat dewan komisaris terhadap kepatuhan pengungkapan
wajib.
Peran utama dewan komisaris yaitu memonitoring keputusan manajemen
(Mohamad dan Sulong, 2010). Kinerja dan tugas dewan komisaris untuk
mengawasi jalannya perusahaan akan efektif bila masing-masing anggota dewan
secara aktif hadir dalam pertemuan dewan komisaris. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah operasi perusahaan telah sesuai dengan kebijakan dan strategi
perusahaan (Permatasari, 2009).
Vafeas (2003) dan Brick dan Chidambaran (2007) menunjukkan bahwa
semakin banyak rapat yang diselenggarakan dewan komisaris, maka
meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Ettredge et al
(2010), dimana kepatuhan pengungkapan berhubungan positif dengan frekuensi
rapat dewan komisaris. Oleh karena itu, semakin banyak rapat yang dilakukan
oleh dewan komisaris diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pengungkapan
wajib. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikembangkan hipotesis:
H3: Jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kepatuhan
pengungkapan wajib.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
4. Pengaruh komposisi komite audit independen terhadap kepatuhan
pengungkapan wajib.
Sesuai dengan Kep-29/PM/2004, komite audit adalah komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan dan
pengelolaan perusahaan. Komite audit memiliki tugas dan tanggung jawab
terhadap kualitas laporan keuangan perusahaan (Suharli dan Amrullah, 2007).
Keefektifan peran komite audit ini didukung dengan keberadaan komite audit
independen.
Cety dan Suhardjanto (2010) mengungkapkan bahwa anggota komite audit
yang independen berpengaruh positif terhadap environmental performance,
termasuk dalam pengungkapan informasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nasution dan Setiawan (2007) menunjukan bahwa anggota komite audit yang
independen meningkatkan transparansi pengungkapan laporan keuangan yang
dilakukan oleh pihak manajemen. Berdasarkan uraian di atas, dapat
dikembangkan hipotesis:
H4: Komposisi komite audit independen berpengaruh positif terhadap
kepatuhan pengungkapan wajib.
5. Pengaruh jumlah rapat komite audit terhadap kepatuhan pengungkapan wajib
Komite audit memiliki fungsi pengawasan terhadap operasi
perusahaan termasuk kaitannya dengan praktik kinerja perusahaan (Cety dan
Suhardjanto, 2010). Komite audit harus transparan, dimulai dengan keharusan
adanya audit charter dan agenda program kerja tahunan tertulis dari komite audit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
yang kemudian didukung dengan keteraturan rapat komite audit (Alijoyo, 2003).
Dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab yang menyangkut sistem
pelaporan keuangan, komite audit perlu mengadakan rapat tiga sampai empat kali
dalam setahun (FCGI, 2001).
Li et al (2008) menemukan bukti bahwa frekuensi rapat komite audit
berpengaruh positif terhadap disclosure. Hal ini sejalan dengan penelitian
Ettredge et al (2010), dimana kepatuhan pengungkapan berhubungan positif
dengan frekuensi rapat komite audit. Berdasarkan uraian di atas, dapat
dikembangkan hipotesis:
H5: Jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap kepatuhan
pengungkapan wajib.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab III berikut ini akan dijelaskan mengenai desain penelitian; populasi,
sampel, dan teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan data;
variabel penelitian dan pengukurannya; serta metode analisis data yang terdiri dari
statistik deskriptif dan pengujian hipotesis.
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah pengujian hipotesis yang bertujuan untuk menguji
hipotesis yang diajukan oleh peneliti mengenai pengaruh corporate governance
yang direpresentasikan oleh ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris
independen, rapat dewan komisaris, komposisi komite audit independen dan rapat
komite audit terhadap kepatuhan pengungkapan wajib. Pengujian hipotesis
menjelaskan sifat dari hubungan tertentu, memahami perbedaan antara kelompok
atau independensi dua variabel atau lebih (Sekaran, 2000).
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah BUMN yang terdaftar di BEI dari
tahun 2005 sampai dengan 2009. Tahun tersebut dipilih karena sesuai dengan isi
dari Master Plan BUMN tahun 2005–2009, salah satu intinya yaitu memperbaiki
kinerja dan menjadikan BUMN lebih transparan dalam beroperasi, termasuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
dalam hal pengungkapan laporan keuangan. Hal ini sebagai salah satu bentuk
corporate governance, sehingga hal tersebut menjadi relevan untuk diteliti.
Tabel 3.1 Jumlah Populasi BUMN yang listing di BEI
Tahun Jumlah BUMN 2005 12 2006 12 2007 14 2008 14 2009 15 Total 67
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive
sampling. Teknik purposive sampling adalah pengambilan sampel yang dilakukan
dengan mengambil sampel berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan
penelitian (Hartono, 2005). Kriteria BUMN yang menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah BUMN yang menyediakan laporan tahunan di situs
www.idx.co.id, situs perusahaannya.
Tabel 3.2 Kriteria Pemilihan Sampel
Keterangan Jumlah BUMN
Jumlah Populasi 67 Kriteria Pemilihan Sampel:
· Tidak menyediakan annual report (2) Total Sampel Penelitian 65
C. Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data
sekunder diambil dari laporan tahunan perusahaan dari tahun 2005 sampai dengan
2009. Laporan tahunan dipilih karena dengan adanya annual report, stakeholders
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dapat melihat kondisi perusahaan yang bersangkutan dan selanjutnya
menggunakannya sebagai dasar pembuatan keputusan. Data sekunder yang
dikumpulkan diperoleh dari situs www.idx.co.id dan dari situs masing – masing
perusahaan.
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan variabel independen
dengan pengukuran sebagai berikut:
1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan
pengungkapan wajib yang berfokus pada ekuitas dari tahun 2005 sampai
2009. Item pengungkapan ekuitas mengacu pada PSAK No. 21 tahun 2007
(akuntansi ekuitas), item yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 35
item. Rincian item dapat dilihat pada Lampiran I.
Delapan item dalam komponen pengungkapan dividen termasuk
dalam komponen pengungkapan saldo laba sehingga dalam penelitian ini,
delapan item tersebut tidak dimasukkan dalam komponen pengungkapan
dividen. Delapan item tersebut yaitu:
1. Pengungkapan jumlah dividen 2. Dividen per lembar saham 3. Batasan saldo laba minimum dalam kaitan dengan ketersediaan
dividen3 4. Jumlah hutang dividen4 5. Hutang dividen per lembar saham5 6. Pengungkapan pembagian dividen6
3 Diasumsikan sama dengan keterbatasan saldo laba tersedia bagi dividen. 4 Diasumsikan sama dengan tunggakan dividen. 5 Diasumsikan sama dengan tunggakan dividen per lembar saham.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
7. Jumlah kapitalisasi dividen saham dan pecah saham 8. Laba per saham perlu disaji ulang (restated) berdasarkan jumlah
saham yang setara setelah pecah saham agar dapat diperbandingkan
Semua item pengungkapan ekuitas yang telah diatur oleh standar yang
berlaku, dalam hal ini adalah PSAK No. 21 wajib diungkapkan oleh setiap
perusahaan publik. Untuk teknik pengukuran menggunakan teknik scoring,
jika item tersebut diungkapkan dalam annual report maka diberikan skor 1
dan skor 0 diberikan jika item tersebut tidak diungkapkan dalam annual
report. Mengacu pada penelitian sebelumnya Setyadi et al (2006), kuantitas
kepatuhan pengungkapan wajib dapat diukur dengan menjumlahkan skor
pengungkapan untuk setiap annual report perusahaan tertentu pada tahun
tertentu, kemudian membaginya dengan skor maksimal yang dapat dilakukan
oleh perusahaan tertentu pada tahun tertentu.
2. Variabel Independen
1) Ukuran Dewan Komisaris
Abeysekera (2008) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris
yang besar lebih efektif jika dibandingkan dengan ukuran dewan komisaris
yang kecil. Indikator yang digunakan adalah jumlah keseluruhan anggota
dewan komisaris yang dimiliki perusahaan baik yang berasal dari dalam
6 Pembagian dividen diasumsikan sama dengan deklarasi dividen. Pengungkapan deklarasi dividen, setelah tanggal neraca, baik sebelum tanggal penerbitan laporan keuangan maupun Pendapat Akuntan Independen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
maupun luar perusahaan (independen) sesuai dengan penelitian Dalton et
al (1999), Nasution dan Setiawan (2007) dan Abeysekera (2008).
å å+= Eksternal Komisaris Internal KomisarisKomisarisDewan Ukuran
2) Komposisi Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan
perusahaan (KNKG, 2006). Indikator yang digunakan sesuai dengan
penelitian Haniffa dan Cooke (2005), Eng dan Mak (2005), Nurkhin
(2008), Miranti (2009) dan Permatasari (2009) yaitu persentase anggota
dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran
anggota dewan komisaris perusahaan.
åå=
KomisarisDewan
Independen KomisarisIndependen Komisaris Komposisi x 100%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
%100Audit Komite
IndependenAudit KomiteIndependenAudit Komite Komposisi x
åå=
3) Jumlah Rapat Dewan Komisaris
Jumlah rapat dewan komisaris merupakan rapat yang dilakukan
antara dewan komisaris dalam suatu perusahaan selama satu tahun.
Berdasarkan Keputusan Menteri BUMN No: Kep-117/M-MBU/2002,
rapat dewan komisaris harus diadakan secara berkala, yaitu pada
prinsipnya sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan, tergantung sifat
khusus masing-masing BUMN. Indikator yang digunakan sesuai dengan
penelitian Permatasari (2008), Cety dan Suhardjato (2010) dan Ettredge et
al (2010) yaitu jumlah rapat yang dilakukan oleh dewan komisaris dalam
waktu satu tahun.
4) Komposisi Komite Audit Independen
Komite audit independen merupakan anggota komite audit yang
tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan
perusahaan. Indikator yang digunakan adalah persentase anggota komite
audit yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran komite audit
perusahaan, yaitu sesuai dengan penelitian Permatasari (2009) dan
Suhardjanto dan Anggitarani (2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
5) Jumlah Rapat Komite Audit
Jumlah rapat komite audit merupakan rapat yang dilakukan oleh
komite audit dalam perusahaan. Berdasarkan Peraturan Keputusan Ketua
Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004, komite audit mengadakan rapat
sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan minimal rapat dewan
komisaris yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Indikator yang
digunakan adalah jumlah rapat audit yang diselenggarakan dalam jangka
satu tahun, dan sesuai dengan penelitian Li et al (2008), Permatasari
(2009), Cety dan Suhardjanto (2010) dan Ettredge at al (2010).
E. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan statistik deskriptif dan
pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan program
SPSS release 16.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif terdiri dari penghitungan mean, median, standar
deviasi, maksimum, dan minimum. Analisis ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran mengenai distribusi dan perilaku data (Ghozali, 2006).
2. Pengujian Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur
dari goodness of fit-nya. Secara statistik, goodness of fit suatu model dapat diukur
dari nilai koefisien determinasi (R2), nilai statistik F dan nilai statistik t.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Perhitungan statistik dikatakan signifikan apabila nilai uji statistiknya berada
dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak
signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima
(Ghozali, 2006). Persamaan regresi berganda untuk pengujian hipotesis dalam
penelitian ini adalah
PW = α + β1 BSIZE+ β2 KOMIND+ β3 RPTDK+ β4 KOMKAI+ β5
RPTKA+ e
Keterangan Persamaan Regresi Berganda
Simbol Keterangan PW BSIZE KOMIND RPTDK KOMKAI RPTKA β α e
Pengungkapan wajib Ukuran dewan komisaris Komposisi komisaris independen Jumlah rapat dewan komisaris Komposisi komite audit independen Jumlah rapat komite audit Koefisien regresi Konstanta Error
a) Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar
variabel independen dapat menjelaskan variabel dependennya. Koefisien
determinasi digunakan untuk menguji goodness of fit model regresi. Nilai
koefisien determinasi (R2) dilihat pada hasil pengujian regresi linier berganda
untuk variabel independen terhadap variabel dependennya. Untuk jumlah
variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien
determinasi yang telah disesuaikan yaitu adjusted R2 (Ghozali, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
b) Nilai F
Merupakan pengujian untuk mengetahui apakah variabel independen
secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen
(Ghozali, 2006). Dengan pengujian ini dapat diketahui apakah ukuran dewan
komisaris, komposisi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris,
komposisi komite audit independen dan jumlah rapat komite audit
berpengaruh secara simultan terhadap kepatuhan pengungkapan wajib.
c) Nilai t
Dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Nilai t dalam
penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 5%. Variabel independen
(ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, jumlah rapat
dewan komisaris, komposisi komite audit independen dan jumlah rapat komite
audit) dikatakan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen
(kepatuhan pengungkapan wajib) apabila nilai signifikan (p-value) lebih kecil
dari 5%. Dengan demikian, H1, H2, H3, H4, dan H5 diterima apabila nilai
signifikan (p-value) lebih kecil dari 5%.
Sebagai persyaratan pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi
klasik untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan
penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003). Uji asumsi klasik sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2006).
Hasil pengujian data dilakukan dengan menguji Kolmogorov-Sminorv.
Kriteria pengujian apabila p-value > 0,05 maka data berdistribusi normal,
sedangkan apabila p-value < 0,05 data tidak berdistribusi normal. Hal ini
didukung juga dengan tampilan grafik histogram dan normal probability plot.
2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah masalah yang
sering muncul dalam analisis regresi terjadi, yaitu dimana terdapat korelasi
yang tinggi antar dua atau lebih variabel independen (Ghozali, 2006).
Pengujian dilakukan dengan menggunakan toleransi value VIF (variance
inflation factor). Jika tolerance value > 0,1 dan VIF < 10 maka tidak terjadi
multikolonieritas.
3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t–1 (Ghozali, 2006). Untuk mengetahui dan menguji
ada tidaknya autokorelasi dalam model analisis regresi, bisa digunakan cara
pengujian statistik Durbin Watson (DW).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Tabel 3.3 Nilai Durbin–Watson
Nilai DW Kesimpulan
Kurang dari 1,10 1,10 sampai 1,54 1,55 sampai 2,46 2,47 sampai 2,90 Lebih dari 2,91
Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain (Ghozali, 2006). Untuk menentukan heteroskedastisitas dapat
digunakan menggunakan grafik scatterplot. Dalam grafik scatterplot titik
yang terbentuk harus menyebar secara acak, baik di atas maupun di bawah
angka 0 pada sumbu Y. Bila kondisi ini terpenuhi maka tidak terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).
Analisis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang cukup
signifikan karena jumlah pengamatan mempengaruhi ploting. Semakin sedikit
jumlah pengamatan, semakin sulit menginterpretasikan hasil grafik plot. Oleh
karena itu, diperlukan uji statistik untuk menjamin keakuratan hasil, seperti uji
glejser (Ghozali, 2006). Uji Glejser dilakukan dengan meregresi nilai absolute
residual terhadap variabel independen (Gujarati, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai deskripsi data, pengujian hipotesis
dan pembahasan hasil pengujian yang telah dilakukan dalam penelitian. Model
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda dengan
bantuan program SPSS release 16.
A. Deskriptif Data
Analisis deskriptif data terdiri dari seleksi sampel dan statistik deskriptif.
1. Seleksi Sampel
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa annual report tahun
2005 sampai dengan 2009. Data ini diperoleh dari situs www.idx.co.id dan situs
masing – masing perusahaan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
BUMN yang terdaftar di BEI dari tahun 2005-2009 yaitu 67 BUMN.
BUMN yang menjadi sampel adalah BUMN yang memenuhi kriteria
tertentu yang sudah dijelaskan di Bab III. Berdasarkan teknik pengambilan sampel
tersebut, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 65,
namun ternyata hanya terdapat 48 BUMN yang menyediakan data dan informasi
secara lengkap terkait corporate governance dalam annual report-nya. Oleh
karena itu, pengolahan dan pengujian data hanya dilakukan pada 48 BUMN, nama
perusahaan sampel dapat dilihat di Lampiran II.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
1. Statistik Deskriptif
Bagian selanjutnya akan dijelaskan mengenai hasil penghitungan statistik
deskriptif dari masing-masing variabel dalam penelitian (Lampiran III). Informasi
mengenai statistik deskriptif tersebut meliputi: nilai rerata (mean), standar deviasi,
nilai minimum dan maksimum. Pengungkapan wajib sebagai variabel dependen
dalam penelitian ini diperoleh dari item pengungkapan yang mengacu pada PSAK
No. 21 tahun 2007 (akuntansi ekuitas).
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa nilai rerata pengungkapan
wajib berdasarkan PSAK No. 21 (akuntansi ekuitas) untuk 48 BUMN adalah
sebesar 54,16% (partly comply). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa kepatuhan
pengungkapan wajib ekuitas pada BUMN di Indonesia masih rendah, mengingat
pengungkapan ekuitas merupakan salah satu pengungkapan wajib yang
diharuskan oleh PSAK No. 21, dimana seharusnya tingkat kepatuhannya adalah
100,00%.
Rendahnya rerata pengungkapan wajib dapat mengakibatkan informasi
yang disajikan kurang informatif dan menyebabkan asimetri informasi yang
merugikan stakeholder. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab maraknya kasus
BUMN yang terjadi di Indonesia
Salah satu kasus BUMN di Indonesia terkait dengan pengungkapan
laporan keuangan yaitu skandal manipulasi laporan keuangan PT Kimia Farma
Tbk. pada tahun 2001. Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. telah terbukti
melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up) laba
bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
dimana mencatat laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar
(http://davidparsaoran.wordpress.com, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa adanya
rekayasa keuangan. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan
pencatatan dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal dan menimbulkan pernyataan
yang menyesatkan kepada pihak yang berkepentingan, terbukti setelah dilakukan
audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar sehingga
diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan
keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik
(http://davidparsaoran.wordpress.com, 2009). Kasus tersebut menunjukkan bahwa
pengungkapan laporan keuangan secara akurat penting agar stakeholders dapat
mengambil keputusan yang tepat dan juga menunjukkan lemahnya penerapan
corporate governance karena perbuatan mantan direksi dalam memanipulasi
laporan keuangan perusahaan.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Variabel Dependen Variabel Mean (%) Min (%) Max (%) St. Deviasi PW 54,16 43,00 63,00 0,054
Dari 48 BUMN terdapat 28 BUMN yang mempunyai skor pengungkapan
di atas rerata, sedangkan 20 BUMN lainnya mempunyai pengungkapan di bawah
rerata. Nilai minimum 43,00% untuk pengungkapan wajib pada penelitian ini
diperoleh PT Kimia Farma Tbk. tahun 2005 dan PT Bukit Asam Tbk. tahun 2009.
Perusahaan tersebut hanya mengungkapkan 15 item dari 35 item. Hal ini
mengindikasikan bahwa perusahaan belum melakukan pengungkapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
sebagaimana yang dipersyaratkan oleh PSAK No. 21. Nilai maksimum 63,00%
dalam pengungkapan wajib pada penelitian ini diperoleh PT BNI Tbk. pada tahun
2007 dan 2008 dan PT Bank Mandiri Tbk. pada tahun 2009 dengan
mengungkapkan 22 item dari 35 item.
Sebagai perbandingan rerata pengungkapan wajib di Indonesia, Setyadi et
al (2006) meneliti mengenai tingkat pengungkapan wajib dengan jumlah sampel
160 laporan tahunan perusahaan di Indonesia pada tahun 2006, hasilnya
menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan persediaan sebesar 71,63%, aktiva
tetap sebesar 51,13%, dan depresiasi sebesar 99,69%.
Pada tabel 4.2 di bawah ini dijelaskan statistik deskriptif dari variabel
independen penelitian. Hasil dari perhitungan tersebut ditampilkan pada tabel 4.2
berikut:
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Variabel Independen
Variabel Mean Min Max St. Deviasi BSIZE KOMIND (%)
5,42 45,32
2,00 20,00
7,00 71,43
1,145 11,356
RPTDK 22,10 4,00 76,00 13,894 KOMKAI (%) 91,45 40,00 100,00 12,691 RPTKA 24,27 11,00 72,00 11,141 Sumber: hasil pengolahan data
Abeysekera (2008) mengungkapkan bahwa jumlah dewan komisaris di
Kenya dinilai efektif berada pada rentang lebih dari 5 (lima) orang dan kurang
dari 14 orang. Berdasarkan tabel 4.2, rerata jumlah dewan komisaris adalah 5
orang. Menurut Muntoro (2006), ukuran dewan komisaris yang efektif
dipengaruhi oleh 1) ukuran dewan direksi, 2) jenis industri, 3) risiko yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
dihadapi dan 4) komite yang ada, sehingga jumlah dewan komisaris yang dinilai
efektif bagi perusahaan akan berbeda.
Jumlah dewan komisaris paling sedikit dimiliki oleh PT Kimia Farma Tbk.
pada tahun 2005 yang hanya memiliki dua anggota dewan komisaris. Hal tersebut
menunjukkan kurangnya pelaksanaan corporate governance pada PT Kimia
Farma Tbk. pada tahun 2005. Hal ini memungkinkan lemahnya pengawasan
dewan komisaris terhadap manajemen sehingga berdampak pada rendahnya
kepatuhan pengungkapan wajibnya yaitu sebesar 43,00% pada tahun 2005. Ada
beberapa perusahaan yang memiliki jumlah dewan komisaris yang paling banyak,
sebanyak 7 orang, salah satunya yaitu Bank Mandiri, dimana memiliki anggota
dewan komisaris sebanyak 7 orang dari tahun 2005 sampai dengan 2007.
Rerata komposisi komisaris independen adalah 45,32%. Berdasarkan
peraturan keberadaan komisaris independen yang diatur Bursa Efek Jakarta
melalui Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-305/BEJ/07-2004,
persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30,00% dari seluruh
anggota dewan komisaris, maka jumlah rerata komposisi komisaris independen
dalam penelitian ini telah mencukupi persyaratan tersebut. Komposisi komisaris
independen tertinggi sebesar 71,43% diperoleh PT Bank Mandiri Tbk. pada tahun
2007, sedangkan komposisi komisaris independen terendah diperoleh PT Adhi
Karya Tbk. tahun 2005 yaitu sebesar 20,00%. Perusahaan yang memiliki
komposisi komisaris independen di bawah 30,00% mengindikasikan bahwa
perusahaan tersebut belum memenuhi persyaratan jumlah keberadaan komisaris
independen menurut peraturan BEJ, namun sudah memenuhi peraturan Surat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002, dimana komposisi
komisaris independen paling sedikit sebesar 20,00%.
Dalam menjalankan tugasnya, dewan komisaris biasanya mengadakan
pertemuan rutin. Berdasarkan Keputusan Menteri BUMN No: KEP-117/M-
MBU/2002, rapat dewan komisaris harus diadakan secara berkala, yaitu pada
prinsipnya sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan, tergantung sifat khusus
BUMN masing-masing. Rerata rapat dewan komisaris dalam penelitian ini adalah
22 kali. Jumlah rapat dewan komisaris tertinggi adalah 76 yang diperoleh PT BNI
Tbk. pada tahun 2006. Jumlah rapat dewan komisaris terendah diperoleh PT
Wijaya Karya Tbk. yaitu hanya 4 kali selama tahun 2008. Hal ini menunjukkan
bahwa masih kurangnya kesadaran perusahaan akan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Agar peran pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris perusahaan
di Indonesia berjalan dengan baik dan memadai, maka dewan komisaris perlu
membentuk suatu komite yang dinamakan komite audit. Sesuai dengan Keputusan
Ketua Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004, komite audit adalah komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan dan
pengelolaan perusahaan. Menurut Herwidayatmo (2000), komite audit independen
adalah anggota komite yang tidak memiliki hubungan usaha maupun afiliasi
dengan perusahaan, direktur, komisaris, maupun pemegang saham utama.
Berdasarkan tabel 4.2 rerata komposisi komite audit independen sebesar
91,45%. Beberapa perusahaan memiliki komposisi komite audit independen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
sebanyak 100,00%, sedangkan komposisi komite audit independen terendah
sebesar 40,00% diperoleh PT Aneka Tambang Tbk. pada tahun 2009.
Agar tugas dan fungsi komite audit dalam membantu dewan komisaris
dapat berjalan secara efektif, komite audit minimal mengadakan rapat tiga sampai
empat kali dalam satu tahun (FCGI, 2001). Berdasarkan Peraturan Keputusan
Ketua Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004 dan Peraturan Menteri BUMN Nomor:
Per-05/MBU/2006, komite audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sama
dengan ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan dalam
anggaran dasar. Rerata rapat komite audit dalam penelitian ini adalah 24 kali.
Jumlah rapat komite audit tertinggi diperoleh PT Telekomunikasi Tbk. dengan
jumlah 72 kali rapat komite audit pada tahun 2007, sedangkan jumlah rapat
komite audit terendah diperoleh PT Wijaya Karya Tbk. pada tahun 2008, dimana
hanya mengadakan rapat komite audit 11 kali.
Berdasarkan hasil statistik deskriptif dan penjelasan di atas maka dapat
diambil kesimpulan bahwa rerata kepatuhan pengungkapan wajib sebesar 54,16%;
rerata ukuran dewan komisaris adalah 5 orang; rerata komposisi komisaris
independen adalah 45,32%; rerata jumlah rapat dewan komisaris sebanyak 22
kali; rerata komposisi komite audit independen sebesar 91,45%; dan rerata jumlah
rapat komite audit sebanyak 24 kali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
analisis regresi berganda. Penelitian ini telah memenuhi uji asumsi klasik. Hasil
pengujian asumsi klasik tersebut dapat dilihat di Lampiran IV.
Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab
rumusan masalah yaitu dengan menguji apakah corporate governance yang
direpresentasikan dengan ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris
independen, jumlah rapat dewan komisaris, komposisi komite audit independen
dan jumlah rapat komite audit berpengaruh terhadap kepatuhan pengungkapan
wajib berdasarkan PSAK No. 21 (akuntansi ekuitas) pada BUMN di Indonesia.
Pengujian regresi berganda ini dilakukan dengan metode backward7. Pengolahan
data menggunakan metode backward menghasilkan tiga model persamaan regresi
yang memberikan signifikasi konstanta yang berbeda-beda. Model ketiga dipilih
karena memiliki nilai signifikasi konstanta sebesar 0,000 dan nilai anova tertinggi
sebesar 11,368 (lihat Lampiran V). Model tersebut merupakan model yang paling
signifikan dalam memprediksi kepatuhan pengungkapan wajib.
Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda, pengaruh corporate
governance terhadap kepatuhan pengungkapan wajib PSAK No. 21 (akuntansi
ekuitas) diperoleh hasil sebagai berikut:
7 Metode backward adalah salah satu metode pengolahan data dengan cara memasukan semua variabel independen secara keseluruhan dan secara otomatis SPSS akan menghilangkan satu persatu variabel independen yang dianggap kurang signifikan dalam memprediksi model persamaan regresi sampai didapatkan model persamaan regresi yang paling signifikan (Mauliano, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Tabel 4.3 Hasil Regresi Berganda PSAK No. 21 (Akuntansi Ekuitas)
Variabel Koefisien t Sig. (Constant) 0,531 9,699 0,000 BSIZE KOMIND
0,016 0,125
2,910 0,922
0,006* 0,362
RPTDK 0,172 1,238 0,222 KOMKAI -0,001 -2,685 0,010* RPTKA 0,002 2,931 0,005* R Square 0,437
Adjusted R Square 0,398
F 11,368 Sig 0,000 *Secara statistik signifikan pada tingkat 5% Sumber: hasil pengolahan data
Dari tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa nilai R Square (R2) sebesar
0,437 dan Adjusted R Square (Adjusted R2) sebesar 0,398. Berdasarkan nilai
Adjusted (R2) tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 39,80% variabel
dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dan sisanya sebanyak 60,20%
dijelaskan oleh faktor lain. Dalam tabel 4.3 juga menunjukkan nilai F hitung
sebesar 11,368 dengan probabilitas 0,000 (probabilitas < 0,05). Karena nilai F
lebih besar dari 4 dan probabilitas jauh lebih kecil dari 5% maka model regresi ini
menunjukkan tingkatan yang baik (good overall model fit) (Ghozali, 2006).
Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, hasilnya
menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris (board size) (β = 0,016 dan ρ-value
= 0,006) dan jumlah rapat komite audit (β = 0,002 dan ρ-value = 0,005)
berpengaruh positif terhadap kepatuhan pengungkapan wajib berdasarkan PSAK
No. 21 (akuntansi ekuitas), sedangkan komposisi komite audit independen (β = -
0,001 dan ρ-value = 0,010) berpengaruh negatif. Variabel independen lainnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
seperti komposisi komisaris independen dan jumlah rapat dewan komisaris tidak
berpengaruh terhadap kepatuhan pengungkapan wajib berdasarkan PSAK No. 21.
Ukuran dewan komisaris (board size) (β = 0,016 dan ρ-value = 0,006)
menunjukkan bahwa board size8 berpengaruh positif secara signifikan terhadap
tingkat kepatuhan pengungkapan wajib (signifikan pada tingkat 5%). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris sebuah
perusahaan akan memberikan pengawasan yang lebih optimal terhadap proses
pelaksanaan corporate governance sehingga perusahaan akan mengungkapan
informasi dengan lebih baik, lengkap, akurat dan sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Dengan pengawasan yang baik dan efektif, dewan komisaris dapat
mendorong manajemen agar dapat lebih transparan dan patuh dalam
pengungkapan wajibnya.
Menurut FCGI (2001), dewan komisaris merupakan inti dari corporate
governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan,
mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan
terlaksananya akuntabilitas. Menurut Muntoro (2006) anggota dewan komisaris
harus memiliki kemampuan yang mencakup a) keahlian, pendidikan formal yang
memadai, dan pengalaman yang cukup, b) kemampuan berkomunikasi dengan
baik dan bekerja sama (teamwork), c) kepemimpinan, dan d) kemampuan
bernegosiasi.
8 Hasil didukung dengan uji beda T-test (t = 2,793; ρ-value = 0,008). Terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang memiliki jumlah dewan komisaris di atas dan di bawah rerata. Dewan komisaris dengan jumlah kurang atau sama dengan 5 orang memiliki rerata kepatuhan pengungkapan wajib 52,44% dan rerata kepatuhan pengungkapan wajib 56,56% untuk ukuran dewan komisaris lebih dari 5 orang (lihat Lampiran VI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Dalton et al (1999) menyatakan bahwa peranan keahlian atau konseling
yang diberikan oleh dewan komisaris merupakan jasa yang berkualitas bagi
manajemen dan perusahaan yang tidak dapat diberikan oleh pasar. Jumlah dewan
komisaris yang besar akan memunculkan perpaduan skill antar anggotanya yang
selanjutnya akan meningkatkan ketelitian pengawasan dan pengendalian terhadap
manajemen perusahaan. Semakin besar ukuran dewan komisaris berarti semakin
banyak yang melakukan pengawasan terhadap perusahaan. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Collier dan Gregory (1999) menyatakan bahwa semakin besar jumlah
anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan Chief
Executif Officer (CEO) dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif.
Menurut Muntoro (2006) ukuran dewan komisaris dapat membantu
meningkatkan keefektifan kerja dewan komisaris dan ukuran yang tidak seimbang
dengan jumlah direksi yang lebih banyak akan menyebabkan komisaris
menghadapi kesulitan ketika bernegosiasi dengan dewan direksi. Collier dan
Gregory (1999) menyatakan jika dikaitkan dengan pengungkapan, maka dewan
komisaris dengan ukuran yang besar akan memiliki power yang lebih besar untuk
menekan manajemen agar mengungkapkan informasi lebih banyak mengenai
perusahaan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Che Haat,
Rahman dan Mahenthiran (2008) yang menyatakan bahwa dewan komisaris
memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keputusan manajemen dan keputusan
penting lainnya. Semakin besar ukuran ukuran dewan komisaris maka kekuatan
yang dimiliki untuk melakukan monitoring jalannya perusahaan juga semakin
besar. Selain memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keputusan manajemen,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
dewan komisaris dengan jumlah yang lebih banyak dapat memberikan nasihat dan
konsultasi dengan lebih beragam dan objektif. Masukan atau nasihat yang
diberikan merupakan hasil pikiran dari berbagai ide yang merupakan kesepakatan
beberapa orang sehingga nasihat yang diberikan sudah pasti melalui pertimbangan
matang dari berbagai segi.
PT Bank Mandiri Tbk. pada tahun 2009 merupakan BUMN yang
melakukan pengungkapan wajib di atas rerata yaitu 63,00% dengan memiliki
ukuran dewan komisaris yang besar berjumlah 6 orang. Ukuran dewan komisaris
yang besar ini juga membawa PT Bank Mandiri Tbk. menjadi peringkat 1 “The
Most Trusted Company, Indonesia Good Corporate Governance (GCG) Award
2009” (http://us.detikfinance.com, 2009). Penilaian tersebut membuktikan bahwa
PT Bank Mandiri Tbk. telah menerapkan prinsip corporate governance dengan
baik.
Koefisien positif yang dimiliki board size menunjukkan hubungan positif
antara board size dengan kepatuhan pengungkapan wajib. Hasil peneltian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) dan Abeysekera
(2008) yang menemukan bahwa dewan komisaris berpengaruh positif terhadap
luas pengungkapan yang dilakukan perusahaan. Serta mendukung hasil penelitian
yang dilakukan oleh Kusumawati dan Riyanto (2005). Hasil ini sejalan dengan
hipotesis pertama dalam penelitian ini, sehingga hipotesis pertama diterima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa komposisi komisaris independen9 tidak
berpengaruh terhadap kepatuhan pengungkapan wajib (β = 0,125 dan ρ-value =
0,362). Meskipun rerata komposisi komisaris independen pada BUMN sudah
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, namun komposisi komisaris
independen tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pengungkapan wajib. Hal ini
dimungkinkan pengangkatan komisaris independen hanya untuk memenuhi
peraturan atau ketentuan formal dari pemerintah saja (Gideon, 2005)
Hal menarik dapat dilihat berkaitan dengan independensi, di Indonesia
terdapat BUMN yang mana para komisaris independennya tersebut ternyata
memiliki hubungan dekat dengan pihak penguasa yang mengatur dan mengawasi
BUMN tersebut (http://birokrasi.kompasiana.com, 2010). Hal ini tidak sesuai
dengan definisi dari independensi itu sendiri karena komisaris independen
ditetapkan sebagai seseorang yang independen dari posisi manajemen dalam
perusahaan dan bebas dari hubungan apapun yang dapat mempengaruhi keputusan
mereka (Hegazy dan Hegazy, 2010). Hal tersebut mengakibatkan pelaksanaan
corporate governance tidak berjalan dengan baik karena komisaris tidak
memahami dan melaksanakan tugasnya selaku pihak independen dalam
mengawasi, mengarahkan dan mengevaluasi pelaksanaan corporate governance.
Jika hakikat komisaris independen tersebut merupakan representasi dari
kemandirian karena keahliannya, kenyataannya tidak demikian sebab ada
9 Hasil didukung dengan uji beda T-test (t = 0,432; ρ-value = 0,667). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang memiliki komposisi komisaris independen di atas dan di bawah rerata. Komposisi komisaris independen di bawah rerata memiliki rerata kepatuhan pengungkapan wajib sebesar 53,89% dan rerata kepatuhan pengungkapan wajib 54,59% untuk komposisi komisaris independen di atas rerata (lihat Lampiran VI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
komisaris independen yang tidak memiliki ilmu, pengalaman ataupun
profesionalitas di bidang usaha BUMN tempat mereka didudukan
(http://birokrasi.kompasiana.com, 2010). Selain itu, terdapat juga fenomena di
Indonesia dimana memberikan jabatan komisaris kepada seseorang bukan
berdasarkan kompetensi dan profesionalisme namun hanya sebagai penghargaan
atau penghormatan (Surya dan Yustiavanda, 2006) sehingga dapat dikatakan,
pemilihan komisaris di Indonesia dimungkinkan kurang mempertimbangkan
intergritas serta kompetensi. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan
oleh Dalton et al (1999), Ho dan Wong (2001), Suhardjanto dan Afni (2009), dan
Suhardjanto dan Miranti (2009). Hasil ini tidak sejalan dengan hipotesis kedua
dalam penelitian ini, sehingga hipotesis kedua ditolak.
Pada tabel 4.3, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rapat dewan
komisaris10 (RPTDK) (β = 0,172 dan ρ-value = 0,222) tidak berpengaruh
terhadap kepatuhan pengungkapan wajib. Rapat yang dilakukan oleh dewan
komisaris belum dilakukan secara efektif dan hanya sebagai pelengkap saja (Cety
dan Suhardjanto, 2010). Rapat dewan komisaris yang dilakukan oleh BUMN
dimungkinkan hanya sekedar memenuhi peraturan Keputusan Menteri BUMN
No: Kep-117/M-MBU/2002, dimana rapat dewan komisaris harus diadakan secara
berkala. Anggaran Dasar BUMN yang antara lain mengatur tugas komisaris
kadang hanya menetapkan bahwa rapat komisaris dilakukan sekurang-kurangnya
sekali dalam 3 bulan, sekali dalam 6 bulan atau bahkan sekali dalam setahun
10 Hasil didukung dengan uji beda T-test (t = 2,059; ρ-value = 0,045). Terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang memiliki jumlah rapat dewan komisaris di atas dan di bawah rerata. Jumlah rapat dewan komisaris di bawah rerata memiliki rerata kepatuhan pengungkapan wajib sebesar 52,85% dan rerata kepatuhan pengungkapan wajib 55,99% untuk jumlah rapat dewan komisaris di atas rerata (lihat Lampiran VI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
(Republika, 25 Juni 2008). Menurut Cety dan Suhardjanto (2010), peraturan yang
ada di Indonesia masih dijalankan sebagai formalitas dan demi menjaga image
perusahaan. Dengan demikian, dewan komisaris melakukan rapat tidak
dimaksudkan untuk menegakkan corporate governance di dalam perusahaan
tersebut (Permatasari, 2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Cety
dan Suhardjanto (2010). Hasil ini tidak sejalan dengan hipotesis ketiga dalam
penelitian ini, sehingga hipotesis ketiga ditolak.
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi komite audit11
independen berpengaruh negatif terhadap kepatuhan pengungkapan wajib (β = -
0,001 dan ρ-value = 0,010). Dalam menjalankan tugasnya, anggota komite audit
harus mampu menjaga independensinya, khususnya dari pengaruh atau campur
tangan langsung maupun tidak langsung dari manajemen perusahaan
(http://komiteaudit.org, 2011).
Prinsip independency berarti anggota komite audit tidak memiliki
hubungan bisnis dan hubungan kekeluargaan dengan perusahaan. Dalam
penelitian ini, komposisi komite audit independen memiliki pengaruh yang negatif
terhadap kepatuhan pengungkapan wajib. Seharusnya keberadaan komite audit
independen dapat menekan perusahaan untuk memberikan informasi lebih baik
terutama keterbukaan dan penyajian yang jujur dalam laporan keuangan.
11 Hasil didukung dengan uji beda T-test (t = -3,237; ρ-value = 0,002). Terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang memiliki komposisi komite audit independen di atas dan di bawah rerata. Komposisi komite audit independen di bawah rerata memiliki rerata kepatuhan pengungkapan wajib sebesar 57,12% dan rerata kepatuhan pengungkapan wajib 52,38% untuk komposisi komite audit independen di atas rerata (lihat Lampiran VI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Menurut Mintara (2008), proses penunjukkan anggota komite audit
independen masih belum jelas dan terbuka, sehingga independensinya masih patut
diragukan. Kualitas anggota komite audit menjadi salah satu penyebab dari
ketidakefektifan komite audit di BUMN (http://www.mail-archive.com, 2005).
Menurut Cety dan Suhardjanto (2010), peraturan yang ada di Indonesia masih
dijalankan sebagai formalitas dan demi menjaga image perusahaan, sehingga
pemilihan komite audit independen di Indonesia dimungkinkan hanya untuk
memenuhi persyaratan atas peraturan pemerintah. Hal tersebut dapat
menyebabkan peran komite audit independen tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Selain itu, pemilihan anggota yang masih memiliki hubungan
kekerabatan marak terjadi (Permatasari, 2009). Hal ini tentu saja memberikan
dampak negatif pada aplikasi corporate governance dan merendahkan kualitas
informasi yang diberikan perusahaan karena adanya kesempatan untuk
memanipulasi dan mempermainkan data (Cety, 2010). Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian Ho dan Wong (2001) dan Cety dan Suhardjanto (2010).
Hasil ini tidak sejalan dengan hipotesis keempat dalam penelitian ini, sehingga
hipotesis keempat ditolak.
Jumlah rapat komite audit12 (β = 0,002 dan ρ-value = 0,005) berpengaruh
positif terhadap kepatuhan pengungkapan wajib (signifikan pada tingkat 5%).
Rapat komite audit merupakan media untuk komunikasi dan koordinasi para
anggota dalam menjalankan kewajiban dan tugasnya yang menyangkut sistem
12 Hasil didukung dengan uji beda T-test (t = 2,410; ρ-value = 0,020). Terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang memiliki jumlah rapat komite audit d iatas dan di bawah rerata. Jumlah rapat komite audit di atas rerata memiliki rerata kepatuhan pengungkapan wajib 52,65% dan rerata kepatuhan pengungkapan wajib 56,27% untuk jumlah rapat komite audit di atas rerata (lihat Lampiran VI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
pelaporan keuangan termasuk transparansi laporan keuangan. Komite audit
memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap kualitas laporan keuangan
perusahaan.
Tugas komite audit yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pelaporan
laporan keuangan perusahaan yaitu melakukan penelaahan atas informasi
keuangan, penelaahan terhadap kecukupan pemeriksaan yang dilakukan oleh
akuntan publik, penelaahan atas efektivitas pengendalian internal dan memiliki
kemampuan yang memadai tentang peraturan di bidang pasar modal dan peraturan
lain yang terkait dengan perusahaan (Suharli dan Amrullah, 2007).
Komite audit melakukan komunikasi dengan beberapa pihak, yaitu:
komunikasi dengan dewan komisaris, manajemen, internal auditor, serta
komunikasi dengan eksternal auditor (Suharli dan Amrullah, 2007). Peran serta
komite audit dalam pelaksanaan audit yang dilakukan oleh auditor eksternal,
dengan melakukan pertemuan rutin dengan auditor eksternal, dapat meningkatkan
kualitas laporan keuangan sehingga lebih reliable bagi pengguna (Ishak, 2002
dalam Suharli dan Amrullah, 2007).
Komunikasi komite audit biasanya dapat dilakukan dalam bentuk
pengamatan, analisis laporan dan rapat (diskusi) (Cety dan Suhardjanto, 2010).
Hasil pengamatan dan analisis terhadap sistem pengendalian manajemen, auditor
eksternal dan internal selanjutnya dikomunikasikan dan dibahas langsung dalam
rapat komite audit (Cety dan Suhardjanto, 2010). Hal itu diperlukan agar masalah
penting segera menjadi perhatian bersama untuk ditindaklanjuti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Komite audit yang melakukan pertemuan secara rutin memungkinkan
untuk membahas mengenai penyelesaian pekerjaan, permasalahan yang dihadapi
perusahaan dan bersama – sama mencari penyelesaian terbaik untuk perusahaan
(Cety, 2010). Sehingga semakin sering komite audit melakukan rapat maka
semakin banyak waktu untuk membahas mengenai hal tersebut, termasuk
pengungkapan wajibnya. Sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang dimiliki
komite audit menurut pedoman corporate governance yaitu meningkatkan
kualitas keterbukaan pelaporan keuangan (Suharli dan Amrullah, 2007).
Frekuensi pertemuan komite audit merupakan wujud dari salah satu
prinsip corporate governance yaitu akuntabilitas
(http://muhariefeffendi.wordpress.com, 2007). BUMN melakukan rapat komite
audit tidak hanya untuk mematuhi peraturan atau ketentuan formal dari
pemerintah saja tetapi juga dilakukan sebagai bentuk pengukuran kinerja,
pengawasan dan pelaporan sehingga dapat meningkatkan kualitas laporan
keuangan perusahaan.
Seperti halnya yang terjadi pada PT Telekomunikasi Tbk. pada tahun
2007, yang mana dalam penelitian ini memiliki frekuensi rapat tertinggi yaitu
sebanyak 72 kali dengan tingkat pengungkapan wajibnya di atas rerata yaitu
sebesar 60,00%. Hal ini mengindikasikan bahwa rapat komite audit berjalan
secara efektif sebagaimana mestinya. Dengan demikian, semakin sering komite
audit melakukan rapat, semakin mendorong kepatuhan pengungkapan wajibnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Li et al (2008) dan Ettredge et al (2010). Hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
ini sejalan dengan hipotesis kelima dalam penelitian ini, sehingga hipotesis kelima
diterima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
BAB V
PENUTUP
Setelah dilakukan analisis hasil pembahasan pada bab IV, maka pada bab ini
akan dibahas mengenai kesimpulan hasil penelitian, saran, keterbatasan dan
rekomendasi untuk peneliti selanjutnya.
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan:
1. Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil dari pengujian hipotesis
menunjukkan corporate governance mempengaruhi kepatuhan
pengungkapan wajib. Variabel independen (corporate governance) yang
berpengaruh positif terhadap kepatuhan pengungkapan wajib adalah
ukuran dewan komisaris (board size) dan jumlah rapat komite audit,
sedangkan komposisi komite audit independen memiliki pengaruh negatif.
Semakin besar ukuran dewan komisaris yang dimiliki perusahaan dapat
memberikan pengawasan yang lebih optimal terhadap proses pelaksanaan
corporate governance karena ukuran dewan komisaris yang besar akan
memunculkan perpaduan skill antar anggotanya sehingga akan
meningkatkan ketelitian dan keefektifan pengawasan dan pengendalian
terhadap manajemen perusahaan (Collier dan Gregory, 1999). Komite
audit yang melakukan pertemuan secara rutin memungkinkan untuk
membahas mengenai penyelesaian pekerjaan, permasalahan yang dihadapi
perusahaan dan bersama – sama mencari penyelesaian terbaik untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
perusahaan (Cety, 2010). Proses penunjukkan anggota komite audit
independen masih belum jelas dan terbuka, sehingga independensinya
masih patut diragukan (Mintara, 2008). Variabel lainnya yaitu komposisi
komisaris independen dan jumlah rapat dewan komisaris tidak
berpengaruh terhadap kepatuhan pengungkapan wajib berdasarkan PSAK
No. 21.
2. Rerata kepatuhan pengungkapan wajib berdasarkan PSAK No. 21 tahun
2007 (akuntansi ekuitas) adalah sebesar 54,16% (partly comply). Hal ini
menunjukkan bahwa kepatuhan pengungkapan wajib pada annual report
BUMN di Indonesia masih rendah mengingat pengungkapan ekuitas
adalah pengungkapan wajib (mandatory disclosure). Rendahnya
kepatuhan pengungkapan wajib menunjukkan kurangnya penerapan
prinsip corporate governance oleh BUMN di Indonesia.
B. Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Dewan komisaris sebagai komponen penting yang mendukung
terlaksananya corporate governance harus meningkatkan perannya
sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pengungkapan wajibnya.
2. Seperti halnya dengan dewan komisaris, jumlah rapat komite audit
merupakan komponen penting sehingga keefektifan dan jumlah rapat
komite audit dalam suatu perusahaan harus ditingkatkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
3. Ikatan Akuntan Indonesia sebagai pihak yang menyusun Standar
Akuntansi Keuangan sebaiknya mengkaji dan mengevaluasi item
pengungkapan yang wajib diungkapkan dalam laporan keuangan guna
meningkatkan nilai informasi dalam laporan keuangan karena tuntutan
pengungkapan laporan keuangan selalu berubah seiring dengan
perkembangan pasar modal.
4. Investor sebagai pihak yang menginvestasikan dananya pada perusahaan
agar lebih cermat dalam mengevaluasi laporan keuangan perusahaan guna
pengambilan keputusannya.
C. Keterbatasan
Variabel independen corporate governance yang digunakan dalam
penelitian ini hanya terbatas pada ukuran dewan komisaris, komposisi
komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, komposisi komite audit
independen dan jumlah rapat komite audit. Padahal, cakupan corporate
governance masih luas seperti latar belakang pendidikan komisaris utama,
komposisi komisaris wanita dan ukuran komite audit.
D. Rekomendasi
1. Peneliti selanjutnya dapat menambah variabel independen lainnya, seperti
ukuran komite audit, latar belakang pendidikan komisaris utama,
komposisi komisaris wanita dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan kepatuhan pengungkapan wajib
pada pos lain selain ekuitas, seperti pada beban, pendapatan dan pos-pos
lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
DAFTAR PUSTAKA
Abeysekera, I. 2008. The Role Of Corporate Governance In Intellectual Capital
Disclosure In Kenyan Listed Firms. www.ssrn.com. 30 Agustus 2010. Alijoyo, F. Antonius. 2003. Keberadaan & Peran Komite Audit Dalam Rangka
Implementasi GCG. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional GCG–FKSPI BUMN/BUMD wilayah Jawa Timur, Surabaya-Indonesia tanggal 7 Mei 2003.
Andres, P., V. Azofra, dan F. Lopez. 2005. Corporate Boards In OECD
Countries: Size, Composition, Functioning And Effectiveness. Journal of Corporate Governance, 13 (2): 197-210.
Belkaoui, A. R. 2000. Accounting Theory. 4th edition. London: Academic Press. Benardi, M., Sutrisno, dan Prihat Assih. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Luas Pengungkapan dan Implikasinya Terhadap Asimetri Informasi. Simposium Nasional Akuntansi XII.
Brick E, Ivan, and Chidambaran N.K. 2007. Board Meetings, Committe Structure
and Firm Performance. Working Paper Series. http://papers.ssrn.com. 11 Januari 2011.
Cahyaningrum, Dian. 2009. Hambatan Implementasi Tata Kelola Perusahaan
Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) Yang Berberntuk Persero. Kajian, 14 (3): 463-487.
Cety, Theodora. 2010. Corporate Governance, Environmental Performance, dan
Environmental Disclosure di Indonesia. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Tidak dipublikasi.
Cety, Theodora dan D. Suhardjanto. 2010. Pengaruh Corporate Governance
Terhadap Environmental Performance di Indonesia. Makalah dipresentasikan pada Call for Paper FE UNS tanggal 3 November 2010.
Che H., M. Hassan, R.A. Rahman, dan S. Mahenthiran. 2008. Corporate
Governance, Transparency, and Performance of Malaysian Companies. Journal of Managerial Auditing 23(8): 744-778.
Chen, C.J.P., dan B. Jaggi. 2000. The Association Between Independent Nonexecutive Directors, Family Control and Financial Disclosures in Hongkong. Journal of Accounting and Public Policy 19 (4): 285–310.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Choiriyah, Umi. 2010. Information Gap Pengungkapan Lingkungan hidup Di Indonesia. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Tidak dipublikasi.
Collier, P. dan A. Gregory, 1999. Audit Committee Activity And Agency Cost.
Journal Of Accounting And Public Policy, 18(4-5): 311-332. Dalton D., Daily C., Johnson J. dan Ellstrad, A. 1999. Number Of Director And
Financial Performance: Meta Analisys. Academy of Management Journal, 42 (6): 674-686.
Eng, L.L., dan Mak, Y.T. 2001. Corporate Governance and Voluntary Disclosure.
Journal Accounting and Public Policy, 22: 325-345. Ettredge, M., K. Johnstone, M. Stone dan Q. Wang. 2010. The Effects of
Company size, corporate governance quality, and bad news on disclosure compliance. Review of Accounting Studies, Forthcoming.
Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2001. Peranan Dewan Komisaris
Dan Komite Audit Dalam Pelaksanaan Corporate Governance. Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance), Jilid II. Edisi ke–2. Jakarta. http://fcgi.org.id. 14 agustus 2010.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gideon, SB. Boediono. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance dan Dampak Manajemen Laba Dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo. Ikatan Akuntan Indonesia.
Gujarati, Damonar N. 2003. Basic Econometrics. Forth Edition. New York: Mc.
Graw-Hill. Haniffa, R. M., dan Cooke, T. E. (2005). The Impact Of Culture And Governance
On Corporate Social Reporting. Journal of Accounting and Public Policy, (24): 391–430.
Hartono, Jogiyanto. 2005. Metode Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan
Pengalaman-Pengalaman. Yogyakarta: BPFE. Hegazy, M., dan K. Hegazy. 2010. Corporate Governance in the U.K: Audit
Committees and disclosure Arrangements – A Web-Based Analysis. Journal of Business Studies Quarterly, 1 (2): 32-55.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Hertanti, Dewi. 2005. Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Herwidayatmo. 2000. Implementasi Good Corporate Governance Untuk
Perusahaan Publik Indonesia. Artikel pada majalah Usahawan No. 10 Th XXIX, Oktober 2000.
Hidayah, Erna. 2008. Pengaruh Kualitas Pengungkapan Informasi terhadap
Hubungan Antara Penerapan Corporate Governance Dengan Kinerja Perusahaan Di Bursa Efek Jakarta. JAAI, 12 (1): 53-64.
Hossain, Mohammed. 2008. The Extent Of Disclosure In Annual Reports Of
Banking Companies: The Case of India. European Journal of Scientific Research, 23 (4): 659-680.
Ho, Simon S.M. dan Wong, Kar Shun. 2001. A Study of Relationship Between
Corporate Governance Structure and Extent of Voluntary Disclosure. Journal of International Accounting Auditing and Taxation, 10: 139-156.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2008. Pedoman Standar Akuntansi Keuangan Per 1
September 2007, -cet. 2. Jakarta: Salemba Empat. Jubaedah, Edah. 2007. Pengembangan Good Corporate Governance Dalam
Rangka Reformasi Badan Usaha Milik Negara. Jurnal Ilmu Administrasi, 4 (1): 45-55.
Kieso, D., Weygandt, J., Warfield, T. 2008. Intermediate Accounting Twelfth
Edition. John Wiley & Sons. Keputusan Ketua Bapepam Nomor: SE-02/PM/2002 Tentang Pedoman Penyajian
dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik. Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004 Peraturan Nomor IX.I.5:
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-305/BEJ/07-2004 Tentang
Peraturan Nomor I-A Tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan Oleh Perusahaan Tercatat.
Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek Good corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Khomsiyah. 2003. Hubungan Corporate Governance Dan Pengungkapan Informasi: Pengujian Secara Simultan. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya. Ikatan Akuntan Indonesia.
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia. http://governance-indonesia.com. 2 November 2010.
Kusumawati, Dwi Novi dan LS, Riyanto Bambang. 2005. Corporate governance
dan kinerja: Analisis pengaruh compliance reporting dan struktur dewan terhadap kinerja. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo. Ikatan Akuntan Indonesia.
Li, Jing, Richard Pike, dan Roszaini Haniffa. 2008. Intellectual Capital Disclosure
and Corporate Governance Structure in UK Firms. Accounting and Business Research, 38 (2): 137-159.
Mauliano, Deddy Azhar. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia. Artikel Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma. http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/economy/2009/Artikel_10205276.pdf. 4 Februari 2011.
Meek, Gary K., Clare B. Roberts, Sidney L Gray. 1995. Factors Influencing
Voluntary Annual report Disclosure By U.S, U. K and Continental European Multinational Corporation. Journal of International Business Studies (Third Quarter), 26: 555-572.
Mintara, Yunita Heryani. 2008. Pengaruh Implementasi Corporate Governance
Terhadap Pengungkapan Informasi. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.Tidak Dipublikasi.
Mohammad, Wan Izyani Adilah Wan dan Sulong, Zunaidah. 2010. Corporate
Governance Mechanisms and Extent of Disclosure: Evidence from Listed Companies in Malaysia. International Business Research, 3 (4): 216– 228.
Muntoro, Ronny Kusuma. 2006. Membangun Dewan Komisaris yang Efektif.
Artikel Lembaga Management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Muhamad, R., Shahimi, S., Yahya, Y., dan Mahzan, N. 2009. Disclosure Quality
on Governance Issues in Annual Reports of Malaysian PLCs. International Business Research, 2 (4): 61-72.
Naim, Ainun., dan F. Rakhman. 2000. Analisis Hubungan antara Kelengkapan
Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Struktur Modal dan Tipe
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Kepemilikan Perusahaan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 15: 70-82.
Nasution, Marihot dan D. Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance
Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan. Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar. Ikatan Akuntan Indonesia.
Owusu-Ansah, S. 1998. The Impact of Corporate Attributes on The Extent of
Mandatory Disclosure and Reporting by Listed Companies in Zimbabwe. The International Journal of Accounting, 33 (5): 605-631.
Peraturan Menteri BUMN Nomor: Per-05/MBU/2006 Tentang Komite Audit Bagi
Badan Usaha Milik Negara. Permatasari, Novita Diah. 2009. Pengaruh Corporate Governance, Latar
Belakang Pendidikan, terhadap Environmental Disclosure. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.Tidak dipublikasi.
Rahayu, Sovi Ismawati. 2008. Pengaruh Tingkat Ketaatan Pengungkapan Wajib
Dan Luas Pengungkapan Sukarela Terhadap Kualitas Laba. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak. Ikatan Akuntan Indonesia.
Republika, 25 Juni 2008. Dilema Rangkap Jabatan Komisaris Pada BUMN. Siallagan, Hamonangan dan Mas’ud Machfoedz. 2006. Mekanisme corporate
governance, kualitas laba dan nilai perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business. Forth Edition. John Wiley
and Sons Inc Sembiring, E.R. 2005. Karakteristik Perusahaan Dan Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial: Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Tercatat Di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo. Ikatan Akuntan Indonesia.
Setyadi, A., Rusmin, G. Tower dan A. Brown. 2008. Variance in Indonesian
companies’ compliance of financial reporting. Accounting and Finance Association of Australia and New Zealand (AFAANZ).
Syakhroza, Akhmad. 2005. Corporate Governance: Sejarah dan Perkembangan, Teori, Model, dan Sistem Governance serta Aplikasinya pada Perusahaan BUMN. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Stephanie, livia. 2009. Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Dan Struktur Kepemilikan Perusahaan Terhadap Penilaian Good Corporate Governance. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Atmajaya.Tidak Dipublikasi.
Suhardjanto, Djoko dan A. N. Afni. 2009. Praktik Corporate Social Disclosure Di
Indonesia. Jurnal Akuntansi,, 3: 243-364. Suhardjanto, Djoko dan A. Anggitarani. 2010. Karakteristik Dewan Komisaris
dan Komite Audit Serta Pengaruhnya Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Jurnal Akuntansi, 2: 125-245.
Suhardjanto, Djoko dan L. Miranti. 2009. Praktik Penerapan Indonesian
Environmental Reporting Index dan Kaitannya Dengan Karakteristik Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, 13 (01): 63-77.
Suhardjanto, Djoko dan N. D. Permatasari. 2009. Pengaruh Corporate
Governance, Etnis, Latar Belakang Pendidikan, terhadap Environmental Disclosure. Kinerja Jurnal Bisnis dan Ekonomi, 14 (02): 131-150.
Suharli, Johanes Ign. Michell dan Amrullah. 2007. Pengungkapan Wajib dan
Sukarela Informasi Laporan Tahunan Perusahaan Publik: Tinjauan atas Karakteristik Komite Audit (Studi Empiris pada BUMN). Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia, 26 (06): 44-55.
Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi
Ketiga. BPFE-Yogyakarta. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.3.-
eet.2. Jakarta: Balai Pustaka. Trimuharmi, Rini. 2010. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Kepatuhan
Pengungkapan Wajib Dalam Laporan Keuangan Perusahaan Di Bursa Efek Indonesia (BEI). Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.Tidak dipublikasi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas.
Vafeas, Nikos. 2003. Futher Evidence On Compensation On Committe Composition as Determinant of CEO Compensation, Financial Management. 32:53-77.
Wardhani, Mari. 2009. Intellectual Capital Disclosure: Studi Empiris Pada
Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Tidak Dipublikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Yeoh, Joanna. 2005. Compliance With Mandatory Disclosure Requirements by
New Zealand Listed Companies. Advances in International Accounting, 18: 245-262.
http://birokrasi.kompasiana.com. 2010. 20 Maret 2011. www.bumn.go.id http://cafe-ekonomi.blogspot.com. 2009. 20 Maret 2011. http://danangwd.blogdrive.com. 2007. 20 Maret 2011. http://davidparsaoran.wordpress.com. 2009. 3 Maret 2011. www.fasb.org www.governance-indonesia.com www.komiteaudit.org http://www.mail-archive.com. 2005. 20 Maret 2011. http://muhariefeffendi.wordpress.com. 2007. 20 Maret 2011. http://www.tempointeraktif.com. 2007. 12 Maret 2011. http://us.detikfinance.com. 2009. 4 Februari 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
LAMPIRAN 1
Item Pengungkapan Pos Ekuitas (PSAK No. 21)No. Komponen
Pengungkapan Item Pengungkapan
1 Saldo Laba 1. Pengungkapan penjatahan (apropriasi) dan pemisahan saldo laba, menjelaskan jenis penjatahan dan pemisahan, tujuan serta jumlahnya. Perubahan akun-akun penjatahan atau pemisahan saldo laba harus pula diungkapkan.
2. Peraturan, perikatan, batasan dan jumlah batasan disekitar saldo laba. Misalnya, selama perjanjian kredit berlangsung, perusahaan tidak diizinkan membagi saldo laba tanpa seizin kreditor.
3. Perubahan saldo laba karena penggabungan usaha dengan metode penyatuan kepemilikan (pooling of interest).
4. Koreksi masa lalu, baik bruto maupun neto setelah pajak. Pengungkapan harus dijelaskan dengan penjelasan, bentuk kesalahan laporan keuangan terdahulu, dampak koreksi terhadap laba usaha, laba bersih, dan nilai saham per lembar.
5. Pengungkapan jumlah dividen. 6. Dividen per lembar saham. 7. Keterbatasan saldo laba tersedia bagi dividen. 8. Jumlah tunggakan dividen. 9. Tunggakan dividen per lembar saham. 10. Pengungkapan deklarasi dividen setelah
tanggal neraca, sebelum tanggal penerbitan laporan keuangan.13
11. Pengungkapan dividen saham dan pecah saham (stock split), pengungkapan jumlah yang dikapitalisasi.
12. Saji ulang laba per saham (EPS) agar laporan keuangan berdaya banding.
13. Perubahan selama periode akuntansi. 2 Persitiwa setelah
tanggal neraca 14. Pengungkapan peristiwa setelah tanggal
neraca.
13Deklarasi dividen diasumsikan sama dengan pembagian dividen. Pengungkapan deklarasi dividen, setelah tanggal neraca, baik sebelum tanggal penerbitan laporan keuangan maupun Pendapat Akuntan Independen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
3 Per Jenis Saham 15. Modal dasar. 16. Modal ditempatkan atau dipesan belum
disetor. 17. Modal disetor. 18. Harga Nominal per lembar. 19. Perubahan lembar saham tiap jenis saham dan
saldo nilai rupiah per jenis saham selama periode akuntansi.
20. Hak istimewa atau hak mendahului. 21. Batasan khusus. 22. Penjelasan bila dapat dikonversi, tarif
konversi. 4 Kerugian 23. Pengungkapan kerugian PT 50% dari modal.
24. Pengungkapan kerugian PT 75% dari modal. 25. Bila persyaratan modal minimum yang
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akta pendirian tidak atau belum dipenuhi, maka harus diungkapkan. Misalnya batas minimum modal disetor dan jumlah pemegang saham PT yang sahamnya terdaftar di Bursa Efek.
5 Dividen14 26. Bentuk Dividen. 6 Saham Beredar
yang Diperoleh Kembali
27. Lembar saham yang diperoleh kembali dan dipegang perusahaan harus diungkapkan.
7 Agio 28. Perubahan selama periode akuntansi. 29. Batasan distribusi.
8 Cadangan 30. Perubahan selama periode akuntansi. 31. Batasan distribusi.
9 Reorganisasi 32. Penyesuaian ekuitas berkenaan dengan tindakan kuasi reorganisasi harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
10 Selisih Penilaian Kembali
33. Menjelasakan penyimpangan dari konsep harga perolehan di dalam penyajian aset tetap, serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan.
34. Perubahan selama periode akuntansi. 35. Batasan distribusi.
14 Delapan item dalam komponen pengungkapan dividen termasuk dalam komponen pengungkapan saldo laba (Lihat BAB III, hal 39).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
LAMPIRAN II
DAFTAR PERUSAHAAN SAMPEL
No. Nama Perusahaan PW (%) No. Nama Perusahaan PW (%) Tahun 2005 Tahun 2008
1 PT Adhi karya Tbk 49,00 26 PT Adhi karya Tbk. 57,00
2 PT Aneka Tambang Tbk 51,00 27 PT Aneka Tambang Tbk. 54,00
3 PT BNI Tbk. 60,00 28 PT BNI Tbk. 63,00
4 PT BRI Tbk. 57,00 29 PT BRI Tbk. 54,00
5 PT Bank Mandiri Tbk. 63,00 30 PT Bank Mandiri Tbk. 60,00
6 PT Kimia Farma Tbk. 43,00 31 PT Bukit Asam Tbk. 49,00
7 PT Timah Tbk. 51,00 32 PT PGN Tbk. 57,00
Tahun 2006 33 PT Semen Gresik Tbk. 49,00
8 PT Adhi karya Tbk. 54,00 34 PT Timah Tbk. 54,00
9 PT Aneka Tambang Tbk. 51,00 35 PT Telekomunikasi Tbk. 60,00
10 PT BNI Tbk. 60,00 36 PT Wijaya Karya Tbk. 49,00
11 PT BRI Tbk. 57,00 Tahun 2009
12 PT Bank Mandiri Tbk. 60,00 37 PT Adhi karya Tbk. 57,00
13 PT Kimia Farma Tbk. 46,00 38 PT Aneka Tambang Tbk. 54,00
14 PT Telekomunikasi Tbk. 60,00 39 PT BNI Tbk. 57,00
15 PT Timah Tbk. 51,00 40 PT BRI Tbk. 54,00
Tahun 2007 41 PT Bank Mandiri Tbk. 63,00
16 PT Adhi karya Tbk. 54,00 42 PT BTN Tbk. 54,00
17 PT Aneka Tambang Tbk. 57,00 43 PT Bukit Asam Tbk. 43,00
18 PT BNI Tbk. 63,00 44 PT PGN Tbk. 51,00
19 PT BRI Tbk. 54,00 45 PT Semen Gresik Tbk. 49,00
20 PT Bank Mandiri Tbk. 60,00 46 PT Telekomunikasi Tbk. 57,00
21 PT Bukit Asam Tbk. 49,00 47 PT Timah Tbk. 51,00
22 PT PGN Tbk. 49,00 48 PT Wijaya Karya Tbk. 49,00
23 PT Semen Gresik Tbk. 49,00
24 PT Telekomunikasi Tbk. 60,00
25 PT Wijaya Karya Tbk. 46,00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
LAMPIRAN III
DESCRIPTIVES
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PW 48 .43 .63 .5416 .05391
BSIZE 48 2 7 5.42 1.145
KOMIND 48 20.00 71.43 45.3175 11.35580
RPTDK 48 4 76 22.10 13.894
KOMKAI 48 40.00 100.00 91.4481 12.69107
RPTKA 48 11 72 24.27 11.141
Valid N (listwise) 48
Berdasarkan hasil statistik deskriptif, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
rerata kepatuhan pengungkapan wajib sebesar 54,16%; rerata ukuran dewan
komisaris adalah 5 orang; rerata komposisi komisaris independen adalah 45,32%;
rerata frekuensi rapat dewan komisaris sebanyak 22 kali; rerata komposisi komite
audit independen sebesar 91,45%; rerata frekuensi rapat komite audit sebesar 24.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
LAMPIRAN IV
UJI ASUMSI KLASIK
NORMALITAS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 48
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation .04046287
Most Extreme Differences Absolute .123
Positive .123
Negative -.121
Kolmogorov-Smirnov Z .855
Asymp. Sig. (2-tailed) .457
a. Test distribution is Normal.
Dari tabel di atas menunjukkan nilai probabilitas jauh di atas 0,05, yaitu
sebesar 0,457, hal ini dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal
(Ghozali, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
MULTIKOLINEARITAS
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .524 .055 9.562 .000
BSIZE .009 .007 .201 1.296 .202 .531 1.883
KOMIND .001 .001 .117 .862 .393 .694 1.440
RPTDK .001 .001 .166 1.188 .242 .654 1.529
KOMKAI -.001 .000 -.290 -2.465 .018 .920 1.087
RPTKA .002 .001 .340 2.790 .008 .855 1.169
2 (Constant) .528 .054 9.695 .000
BSIZE .012 .006 .264 1.937 .059 .683 1.464
RPTDK .001 .001 .172 1.238 .222 .656 1.525
KOMKAI -.001 .000 -.273 -2.362 .023 .946 1.057
RPTKA .002 .001 .325 2.700 .010 .875 1.143
3 (Constant) .531 .055 9.699 .000
BSIZE .016 .006 .347 2.910 .006 .902 1.108
KOMKAI -.001 .000 -.305 -2.685 .010 .994 1.006
RPTKA .002 .001 .350 2.931 .005 .900 1.111
a. Dependent Variable: PW
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa tidak ada variable bebas yang
mempunyai nilai tolerance kurang dari 0.10, hal ini berarti tidak ada kolerasi antar
variable bebas. Hasil perhitungan nilai VIF (Variance Inflation Factor) juga
menunjukkan hal yang sama, dimana tidak satupun variabel bebas yang memiliki
nilai VIF lebih besar dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
multikolinearitas antar variabel bebas maka model regresi layak dipakai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
AUTOKORELASI
Model Summaryd
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .682a .466 .402 .04169
2 .675b .456 .405 .04157
3 .661c .437 .398 .04182 2.099
a. Predictors: (Constant), RPTKA, KOMIND, KOMKAI, RPTDK, BSIZE
b. Predictors: (Constant), RPTKA, KOMKAI, RPTDK, BSIZE
c. Predictors: (Constant), RPTKA, KOMKAI, BSIZE
d. Dependent Variable: PW
Dengan menggunakan pengujian statistik Durbin Waston diperoleh nilai
DW sebesar 2,099. Karena nilai DW besarnya antara 1,55 sampai 2,46, ini berarti
tidak terjadi autokorelasi.
HETEROSKEDASTISITAS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terdapat ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lainnya. Uji heteroskedastisitas pada penelitian ini tidak hanya
menggunakan analisis plot mengingat sampel yang digunakan hanya 48
perusahaan. Analisis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang cukup
signifikan oleh karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Semakin
sedikit jumlah pengamatan semakin sulit menginterpretasikan hasil grafik plot.
Oleh sebab itu diperlukan uji statistik yang lebih dapat menjamin keakuratan hasil
(Ghozali, 2006). Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
Glejser.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .032 .026 1.207 .234
BSIZE .000 .003 -.031 -.152 .880
KOMIND .000 .000 .183 1.020 .313
RPTDK .000 .000 -.097 -.522 .604
KOMKAI 9.531E-6 .000 .006 .040 .968
RPTKA .000 .000 -.132 -.812 .421
2 (Constant) .032 .016 2.085 .043
BSIZE .000 .003 -.031 -.154 .879
KOMIND .000 .000 .185 1.053 .298
RPTDK .000 .000 -.098 -.552 .584
RPTKA .000 .000 -.131 -.822 .416
3 (Constant) .031 .013 2.393 .021
KOMIND .000 .000 .172 1.128 .266
RPTDK .000 .000 -.110 -.687 .495
RPTKA .000 .000 -.137 -.890 .378
4 (Constant) .031 .013 2.423 .019
KOMIND .000 .000 .143 .983 .331
RPTKA .000 .000 -.170 -1.166 .250
5 (Constant) .042 .007 6.248 .000
RPTKA .000 .000 -.164 -1.129 .265
6 (Constant) .035 .003 12.587 .000
a. Dependent Variable: ABSUT
Berdasarkan hasil uji Glejser menunjukkan bahwa tidak ada satupun
variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel
dependen nilai Absolut Res_1 (AbsUt). Hal ini terlihat dari probabilitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan model
regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
LAMPIRAN V
ANALISIS REGRESI BERGANDA
Variables Entered/Removedb
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 RPTKA,
KOMIND,
KOMKAI,
RPTDK, BSIZEa
. Enter
2
. KOMIND
Backward
(criterion:
Probability
of F-to-
remove >=
,100).
3
. RPTDK
Backward
(criterion:
Probability
of F-to-
remove >=
,100).
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: PW
Model Summaryd
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .682a .466 .402 .04169
2 .675b .456 .405 .04157
3 .661c .437 .398 .04182 2.099
a. Predictors: (Constant), RPTKA, KOMIND, KOMKAI, RPTDK, BSIZE
b. Predictors: (Constant), RPTKA, KOMKAI, RPTDK, BSIZE
c. Predictors: (Constant), RPTKA, KOMKAI, BSIZE
d. Dependent Variable: PW
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
ANOVAd
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .064 5 .013 7.316 .000a
Residual .073 42 .002
Total .137 47
2 Regression .062 4 .016 9.013 .000b
Residual .074 43 .002
Total .137 47
3 Regression .060 3 .020 11.368 .000c
Residual .077 44 .002
Total .137 47
a. Predictors: (Constant), RPTKA, KOMIND, KOMKAI, RPTDK, BSIZE
b. Predictors: (Constant), RPTKA, KOMKAI, RPTDK, BSIZE
c. Predictors: (Constant), RPTKA, KOMKAI, BSIZE
d. Dependent Variable: PW
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .524 .055 9.562 .000
BSIZE .009 .007 .201 1.296 .202 .531 1.883
KOMIND .001 .001 .117 .862 .393 .694 1.440
RPTDK .001 .001 .166 1.188 .242 .654 1.529
KOMKAI -.001 .000 -.290 -2.465 .018 .920 1.087
RPTKA .002 .001 .340 2.790 .008 .855 1.169
2 (Constant) .528 .054 9.695 .000
BSIZE .012 .006 .264 1.937 .059 .683 1.464
RPTDK .001 .001 .172 1.238 .222 .656 1.525
KOMKAI -.001 .000 -.273 -2.362 .023 .946 1.057
RPTKA .002 .001 .325 2.700 .010 .875 1.143
3 (Constant) .531 .055 9.699 .000
BSIZE .016 .006 .347 2.910 .006 .902 1.108
KOMKAI -.001 .000 -.305 -2.685 .010 .994 1.006
RPTKA .002 .001 .350 2.931 .005 .900 1.111
a. Dependent Variable: PW
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Excluded Variablesc
Model Beta In t Sig. Partial Correlation
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
Minimum
Tolerance
2 KOMIND .117a .862 .393 .132 .694 1.440 .531
3 KOMIND .125b .922 .362 .139 .696 1.436 .638
RPTDK .172b 1.238 .222 .186 .656 1.525 .656
a. Predictors in the Model: (Constant), RPTKA, KOMKAI, RPTDK, BSIZE
b. Predictors in the Model: (Constant), RPTKA, KOMKAI,
BSIZE
c. Dependent Variable: PW
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
LAMPIRAN VI
UJI BEDA T-TEST
Uji Beda T-test Variabel Ukuran Dewan Komisaris
Group Statistics
kodevar
1 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
PW 2 20 .5656 .05187 .01160
1 28 .5244 .04932 .00932
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
PW Equal
variances
assumed
.148 .702 2.793 46 .008 .04121 .01475 .01151 .07090
Equal
variances
not assumed
2.770 39.785 .008 .04121 .01488 .01113 .07128
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Uji Beda T-test Variabel Komposisi Komisaris Independen
Group Statistics
kodevar
2 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
PW 2 18 .5459 .05944 .01401
1 30 .5389 .05118 .00934
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
PW Equal
variances
assumed
.379 .541 .432 46 .667 .00701 .01621 -.02563 .03965
Equal
variances
not assumed
.416 31.801 .680 .00701 .01684 -.02730 .04132
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Uji Beda T-test Variabel Jumlah Rapat Dewan Komisaris
Group Statistics
kodevar
3 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
PW 2 20 .5599 .04556 .01019
1 28 .5285 .05632 .01064
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
PW Equal
variances
assumed
1.946 .170 2.059 46 .045 .03144 .01527 .00071 .06216
Equal
variances
not
assumed
2.134 45.210 .038 .03144 .01473 .00177 .06110
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Uji Beda T-test Variabel Komposisi Komite Audit Independen
Group Statistics
kodevar
4 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
PW 2 30 .5238 .05526 .01009
1 18 .5712 .03653 .00861
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
PW Equal
variances
assumed
5.749 .021 -
3.237 46 .002 -.04746 .01466 -.07697 -.01794
Equal
variances not
assumed
-
3.578 45.476 .001 -.04746 .01326 -.07416 -.02075
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Uji Beda T-test Variabel Jumlah Rapat Komite Audit
Group Statistics
kodevar
5 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
PW 2 20 .5627 .05641 .01261
1 28 .5265 .04746 .00897
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
PW Equal
variances
assumed
.946 .336 2.410 46 .020 .03624 .01503 .00598 .06649
Equal
variances not
assumed
2.341 36.499 .025 .03624 .01548 .00486 .06761