digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

  • Upload
    vaio

  • View
    238

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    1/14

    19

    BAB III

    MODEL SISTEM MIMO OFDM

    DENGAN SPATIAL MULTIPLEXING

    3.1 Sisi Transmitter(Pengirim)

    Skema transmitter dari sistem yang disimulasikan dapat dilihat pada

    gambar 3.1. Gambar 3.1 mengilustrasikan tahap-tahap pemrosesan sinyal yang

    terjadi pada sisi transmitter mulai dari sumber data informasi, sampai pengiriman

    oleh antena transmitter.

    Data

    Generator S/P

    S/PInterleaver MODULATORChannel

    Encoder

    CP

    insertion Upsample

    ProjectiononV

    IFFT Upconversion P/S

    S/PInterleaver MODULATORChannel

    Encoder

    CP

    insertion UpsampleIFFT Upconversion P/S

    S/PInterleaver MODULATORChannel

    Encoder

    CP

    insertion UpsampleIFFT Upconversion P/S

    MIMO dan Channel Encoder OFDM Modulator Upconverter Pre-filter (SVD)

    Tx1

    Tx2

    Txn

    Gambar 3.1 Model transmitterdari sistem yang disimulasikan

    3.1.1 Channel Encoder

    Data inputan yang berupa random integerdibagi menjadi kumpulan data

    yang lebih kecil setelah melalui algoritma Serial to Paralel . Kemudian data ini,

    diencoding dengan code rate tertentu. Proses encoding ini disebut juga forward

    error correction (FEC), dimana bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dari

    kanal dengan menambakan bit redundant pada data informasi yang

    ditransmisikan. Proses penambahan bit redundant tersebut juga dinamakan

    channel coding. Teknik channel coding yang dipakai pada simulasi ini adalah

    Convolutional encoding.

    Convolutional encoder berfungsi untuk menurunkan error rate selama

    pentransmisian data, atau dengan kata lainberfungsi sebagai pendeteksi dan

    sekaligus memperbaiki error selama pentransmisian data, tanpa harus meminta

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    2/14

    20

    pengirim untuk mengirimkan kembali data yang sama. Prinsip kerja dari

    convolutional encoder adalah dengan men-xor-kan beberapa bit masukan

    sebelumnya dengan bit inputpada saat itu. Sistem xor ini mencakup bagaimana

    alur operasixordan berapa lama suatu bitakan mempengaruhi keluaran bitlain.

    Pada sistem MIMO OFDM yang disimulasikan, terdapat 3 pilihan nilai

    code rate, yaitu: 3/2, 1/2 dan 1/3. Coding rate pada convolutional encoder

    merupakan nilai perbandingan antara jumlah keluaran dengan jumlah masukan

    pada satu waktu yang bersamaan. Besar nilai code rate akan menentukan

    pemetaan output dari convolutional encoding. Sebagai contoh. Code rate 3/2

    berarti, 3 bit masukan dipetakan menjadi 2 bit keluaran. Code rateyang bernilai

    kecil, berarti jumlah bit kode lebih banyak dibanding jumlah bit informasi, begitu

    juga sebalikya. Pemilihan nilai code ratesangat penting dalam menjaga performa

    sistem. Disatu sisi, Jika nilai coding rate semakin besar, performanya dalam

    mendeteksi dan memperbaiki error juga semakin baik tetapi sebagai

    konsekuensinya encoder semakin tidak efisien. Karena jumlah bit yang akan

    dikirimkan menjadi lebih banyak untuk jumlah bitinformasi yang sama.

    Pada simulasi ini, teknik Convolutional encoder menggunakan algoritma

    Trellis (Trellis diagram). Diagram dari algoritma Trellis dapat dilihat pada

    gambar 3.2.

    Gambar 3.2 Trellis Diagram

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    3/14

    21

    Gambar 3.2 diatas, merupakan contoh diagram Trellis dengan 2 shift

    register . Terdapat 4 keadaan dari diagram Trellis tersebut, yaitu 00, 01, 10, 11.

    Sebagai contoh, jika bit masukan adalah 1 1 0 0 , maka keluaran dari

    convolutional encoder adalah 11, 10, 10, 11.

    3.1.2 I nterleaver

    Proses Interleaver berfungsi sebagai cara untuk meminimalisasi burst

    error selama transmisi data.Interleaver akan menyusun kembali data dimana data

    yang berurutan akan dibagi menjadi beberapa blok berbeda. Interleaver disini

    berbentuk sebuah matriks. Aliran bit inputan akan mengisi matriks tersebut baris

    demi baris. Keluaran dari interleaver merupakan bit bit yang tersusun secarakolom.

    Gambar 3.3 Aliran bit yang melalui interleaver

    3.1.3 Modulasi

    Data hasil keluaran dari Interleaver dipetakan menjadi simbol-simbol

    melalui proses modulasi. Dalam sistem ini, jenis modulasi yang digunakan ada

    tiga jenis, yaitu QPSK, 16 QAM dan 64 QAM. Kemudian dari hasil stream serial

    data, dibagi menjadi paralel sesuai dengan jumlah subkanal pada OFDM.

    3.1.3.1 Quadrature Phase Shift Keying (QPSK)

    QPSK memetakan bit bit informasi menjadi simbol, dimana setiap

    simbolnya memiliki 2 bit informasi. QPSK dapat diperoleh dengan penggabungan

    2 modulasi BPSK. Bit stream yang masuk pada modulator p(t), dibagi menjadi 2

    stream yaitu pt(t) dan pq(t). Bit stream pt(t) akan dimodulasikan dengan cos (0t,)

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    4/14

    22

    dan pq(t) akan dikalikan dengan sin (0t,) seperti yang terlihat pada gambar 3.4

    berikut:

    Gambar 3.4 Modulator QPSK

    Dua bit stream diatas digabungkan kembali menjadi stream QPSK dengan

    kondisi seperti yang ditampilkan table 3.1 berikut:

    pt(t) pq(t) QPSK

    1 1 Cos(0t)sin(0t) = 2cos(0t + 45o)

    1 -1 Cos(0t) + sin(0t) = 2cos(0t - 45o)

    -1 1 -Cos(0t)sin(0t) = 2cos(0t + 135o)

    -1 -1 -Cos(0t )+ sin(0t) = 2cos(0t - 135o)

    Tabel 3.1 Tabel keadaan sinyal QPSK

    Kata Quardrature mengacu kepada empat kemungkinan keadaan fasa

    carrier(4-PSK) pada satu waktu. Empat fasa tersebut mengacu kepada sudut dari

    bit yang dimodulasikan, yaitu 0o

    , 90o

    , 180o

    , 270o

    . Hal ini terlihat pada gambar3.5 berikut.

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    5/14

    23

    Gambar 3.5 Diagram fasa modulasi QPSK

    3.1.3.2

    QAM (Quadrature Amplitude Modulation)

    QAM merupakan modulasi dengan kombinasi fasa dan amplitude. Teknik

    ini mengirim sinyal dengan empat fase berbeda. Pada simulasi ini, jenis modulasi

    QAM yang digunakan adalah 16 QAM dan 64 QAM.

    Modulasi 16 QAM memiliki 4 bit informasi untuk setiap simbolnya,

    sehingga memiliki 24 keadaan fasa. Disisi lain, 64 QAM memiliki 26 keadaan

    fasa, karena tiap simbolnya terdiri dari 6 bit informasi.

    Modulasi QAM membagi sinyal yang ditransmisikan menjadi dua bagian/

    bit stream, yaituIn-phasedan Quardrature phase. Kedua bagian ini berbeda fasa

    90 derajat, karena bit streamIn-phasedikalikan dengan sinyal kosinus, sedangkan

    bagian quardrature dikalikan dengan sinyal sinus. Dalam pentransmisian data,

    kedua bagian tersebut digabungkan, menurut persamaan 3.1 berikut:

    .....................(3.1)

    Berikut merupakan blok diagram modulasi dari QAM dengan frekuensi

    carrierf0dan Htrespon frekuensi dari filter transmisi.

    Gambar 3.6 Modulator QAM

    Modulasi QAM memiliki keuntungan dari segi kecepatan dalam transmisi

    data dan efisien dalam penggunaan bandwidth. Hal ini dikarenakan banyaknya

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    6/14

    24

    jumlah bit informasi yang diwakilkan oleh satu simbol. Makin tinggi orde

    modulasinya, makin cepat transmisi datanya. Namun, seiring dengan makin

    tingginya orde modulasi, modulasi ini makin sensitif terhadap noise.

    3.1.4 IFFT

    Parameter subkanal OFDM menggunakan parameter pada mobile wimax.

    Lebar masing-masing kanal bandwidth adalah 10 MHz. Dengan terdiri dari 256

    subcarrier yang akan menjadi subkanal dengan frekuensi carrier antara 3400-

    3600 MHz atau terletak pada band frekuensi 3.5 GHz. Setiap subkanal,

    dimodulasi dengan IFFT sehingga data sekarang direpresentasikan dalam time

    domain. IFFT dan juga FFT pada receiver merupakan komponen utama dalam

    sistem OFDM. Operasi pemetaan linier antara data simbol kompleks dan simbol

    OFDM komlpleks akan menghasilkan sebuah ketahanan terhadap kanal multipath

    Fading. Simbol kompleks OFDM hasil IFFT ini kemudian digabungkan kembali

    menjadi serial.

    3.1.5 Cyclic Prefix

    Tujuan utama penambahan cyclic prefix pada data adalah untuk

    mempertahankan properties ortogonalitas sinyal selama durasi waktu tertentu.

    Selain itu, Inter Simbol Interference (ISI) dan Inter channel interference (ICI)

    dapat dicegah dengan menambahkanguard intervalpada awal frame.

    Gambar 3.7 Penambahan Cyclic prefixpada frame

    Gambar 3.7 memperlihatkan struktur frame setelah ditambahkan Cyclic

    prefix. Cyclic prefix ditambahkan pada awal frame dan diperoleh dari beberapa

    sampel simbol OFDM.

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    7/14

    25

    3.1.6 Upsampling

    Upsampling merupakan proses peningkatan sampling rate dari sebuah

    sinyal. Up-sampling pada sistem MIMO OFDM diperlukan untuk meningkatkan

    akurasi sinkronisasi dan estimasi kanal. Berbeda dengan proses upsampling pada

    umumnya yang menyisipkan zeros diantara bit informasi, pada simulasi ini,

    upsampling yang digunakan adalah dengan mengulang masing-masing simbol

    sebanyak n kali, dimana n adalah faktor upsampling nya.

    3.1.7 Upconversion

    Up-conversionbertujuan untuk memudahkan transmisi simbol kompleks.

    Bagian real dan imajiner di-up-conversi menggunakan dua carrier yang saling

    ortogonal (sinus dan cosinus). Sinyal hasil up-conversi terbagi menjadi bagian

    sinyal inphase (I) dan quardrature (Q). Kedua sinyal ini kemudian dijumlahkan

    untuk dikirim melalui transmitter. Up-conversion disini menggunakan

    intermediate frekuensi Fi= 10 KHz.

    Selanjutnya, sebelum sinyal dikirim melalui antena transmitter, sinyal

    dikalikan dengan matriks V sebagaimana terlihat pada gambar 3.8, dimana

    matriks ini berfungsi sebagaiprefilterbagi sinyal informasi. Hal ini dimaksudkan

    untuk mendapatkan simbol-simbol yang akan dipancarkan melalui masing-masing

    antena transmitter.Penggunaan prefilter dengan matriks V ini berkaitan dengan

    penggunaan Singular Value Decomposition pada kanal MIMO. Matriks V juga

    sering disebut sebagai vektor singular kanan dari matriks respon kanal H. Idenya

    adalah agar masing-masing kanal dapat memaksimalkan kapasitas kanal secara

    independen terhadap kanal yang lainnya. Selain itu kanal juga dapat digunakan

    pada rate yang optimum, independen terhadap kanal spasial yang lain sehinggadapat meningkatkan throughput keseluruhan sistem.

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    8/14

    26

    Gambar 3.8. PrefilterV transmitterMIMO berbasis SVD

    3.2 Kanal Transmisi

    3.2.1. SVD

    SVD (Singular Value Decomposition) merupakan suatu metoda untuk

    mendiagonalisasi suatu matriks dan mendapatkan nilai eigennya. Jika kolom dan

    baris dari matriks Hadalah independen satu terhadap yang lainnya, maka dengan

    menggunakan metode faktorisasi SVD, matriks kanalnya dapat didekomposisi ke

    dalam bentuk perkalian dari tiga matriks berikut

    H = U Vh

    ..(3.2)

    U dan V adalah matriks unitaris non singular ortogonal dengan nilai absolut 1,

    dimana transposenya merupakan invers dari matriks itu sendiri. Vh

    adalahhermit

    atau transposisi kompleks konjugasi matriks unitaris V. Umemiliki dimensi R x R

    dan dibentuk oleh vektor eigen ortonormal matriks korelasihHH , vektor kolom

    ortogonalnya memuat vektor kiri singular matriks H. Vmemiliki dimensi T x T

    dibentuk oleh vektor eigen orthonormal matriks korelasi HHh , vektor kolom

    ortogonalnya memuat vektor singular kanan matriks H. adalah matriks

    diagonal berdimensi R x T yang entri-entrinya adalah nilai singular matriks H

    pada diagonal utama, dimana elemennya bernilai positif atau nol.

    1 k 21 n 2 ..(3.3)

    1 k 2

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    9/14

    27

    1 n 2 (3.4)

    ....................................(3.5)

    Melalui SVD ini, suatu matriks didiagonalisasi, dimana hal ini berarti

    tercipta sub kanal spasial MIMO 2x2 secara terpisah dan independent [9]. Nilai

    singular pada matriks diagonal merupakan akar pangkat dua dari nilai eigen

    matriks:

    D = H*H

    H,1 dan H,2merupakan nilai eigen dari matriks D, yang menggambarkan channel

    gain.Vektor Vi dari matriks VH merupakan transmit weight factor untuk

    eksitasi dari nilai singular i dan receive weight factor adalah matriks Ui* pada

    matriks UH. Dengan demikian, kanal independent menjadi:

    ....(3.6)

    ....(3.7)

    Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa data informasi (x)

    dipremultiplikasi dengan prefilter V dan nantinya, pada receiver akan terjadi

    perkalian sinyal yang diterima (y) denganpostfilterUh

    . Dengan demikian, secara

    umum, prinsip kerja MIMO OFDM berbasiskan SVD dapat dituliskan sebagai

    berikut:

    HVxy .............................................(3.8)

    yUy h~ ....................................................(3.9)

    Dengan demikian, sinyal yang diterima setelahpostfilter, adalah:

    HVxUy h~

    ))(( VxVUU hh

    UVxVUU hhh

    ~~

    xy ...(3.10)

    Selanjutnya, dengan membagi persamaan diatas dengan nilai eigen matriks

    , pada sisi akhir receiver, didapatkan kembali sinyal informasi yang dikirimkan.

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    10/14

    28

    3.2.2 AWGN dan Fading

    Fadingmerupakan karakterisktik utama dalam propagasi radio bergerak.

    Fadingdapat didefinisikan sebagai perubahan fase, polarisasi dan atau level dari

    suatu sinyal terhadap waktu. Definisi dasar dari fadingyang paling umum adalah

    yang berkaitan dengan mekanisme propagasi yang melibatkan refraksi, refleksi,

    difraksi, hamburan dan redaman dari gelombang radio.

    Fenomenafading yang terjadi dapat dimodelkan secara matematis menurut

    distibusi Rayleigh, dan lebih dikenal dengan Rayleigh Fading Model. Pemodelan

    dengan Rayleigh Fadingsering dipakai bila lingkungan dari propagasi yang ada

    memiliki banyak objek sehingga akan menghamburkan sinyal sebelum sampai di

    penerima. Pada simulasi ini, Rayleigh Fading Model digunakan untuk

    menjelaskan perubahan waktu dari selubung sinyalfadingdatar (flat Fading) yang

    diterima, atau selubung dari satu komponen multipath. Telah diketahui bahwa

    selubung dari jumlah antara dua sinyal derau gaussian membentuk distribusi

    Rayleigh.

    Distribusi Rayleigh mempunyai fungsi kerapatan probabilitas (probability

    density function- pdf) diberikan oleh persamaan 3.11 berikut [10][11]:

    . ( 2.8)

    ...............................(3.11)

    dengan 2

    merupakan daya rata-rata sinyal yang diterima terhadap waktu sebelum

    deteksi tegangan (envelope) dan r nilai mean

    Pada simulasi ini, juga digunakan kanal Gaussian, yaitu kanal yang

    dipengaruhi oleh Additive White Gaussian Noise(AWGN). AWGN adalah suatu

    derau thermal yang merusak sinyal dalam bentuk aditif. Artinya, derau ini

    ditambahkan ke dalam sinyal utama yang memiliki kepadatan spektrum daya yang

    sama untuk semua daerah frekuensi. Kanal ini tidak memperhitungkan faktor-

    faktor perusak sepertifading, sehingga bisa disebut kanal ideal [10][11] .

    AWGN dan rayleighFading digunakan untuk merepresentasikan kanal

    transmisi yang sesuai dengan kanal transmisi sebenanrnya. Gangguan AWGN

    divariasikan dengan parameter Signal to Noise Ratio (SNR) dan gangguan

    rayleigh fading divariasikan dengan parameter kecepatan gerak relatif mobile

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    11/14

    29

    stationdengan base station (v). Variasi kecepatan gerak juga merupakan variasi

    pergeseran maksimum frekuensi Doppler (Doppler shift). Nilai realistik untuk

    DopplerShiftadalah antara 4 Hz untuk gerak lambat (pedestrian) hingga 80 Hz

    untuk gerak sangat cepat (fullmobility). Keadaan multipathjuga direpresentasikan

    oleh gangguan rayleighFading. Keadaan multipath ini digambarkan memiliki 3

    path yang datang dengan waktu tunda yang berbeda-beda. Delayspread untuk

    keadaan multipath ini adalah 4.10-8 detik dan termasuk delayspread untuk

    keadaan indooryang bernilai antara 1. 10-7detik hingga 1. 10-9detik. Gainuntuk

    setiappathyang datang biasanya bernilai antara -20 dB hingga 0 dB.[12]

    3.2.3 Least Square

    Least squaredigunakan untuk mengestimasi respon kanal sistem. Estimasi

    kanal digunakan untuk mendapatkan nilai matriks respon kanal H. Estimasi kanal

    dilakukan pada frame pertama yang berisikan training sequence. Pada

    transmitter, dilakukan frame packing dimana frame pertama akan berisikan

    training sequence, sedangkan frame selanjutnya berisikan data informasi beserta

    guard interval (Cyclic prefix). Penyusunan ini akan mempermudah pemrosesan

    data, dimana sebelum memroses data informasi, dilakukan estimasi kanal terlebih

    dahulu.

    Sebelum diestimasi, sistem menggunakan suatu matriks kanal H yang

    sudah didefinisikan, namun nilai dari matriks kanal tersebut tidak diketahui.

    Disini, least square bertujuan untuk mendapatkan nilai matriks respon kanal

    tersebut.

    3.3

    ReceiverBlok diagram dari sisi receiver diilustrasikan pada gambar 3.8. Pada

    gambar 3.8 tersebut, terlihat tahap-tahap permrosesan sinyal, mulai dari

    penerimaan sinyal oleh antena penerima, sampai diperolehnya kembali data

    informasi.

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    12/14

    30

    Data Sink P/S

    P/SDeinterleaver DemodulatorChannel

    Decoder

    CP

    Deletion

    Down

    sample

    ProjectiononUh

    FFT Down

    conversion S/P

    P/SDeinterleaver Demodulator

    Channel

    Decoder

    CP

    Deletion

    Down

    sampleFFT

    Down

    conversion S/P

    P/SDeinterleaver DemodulatorChannelDecoder

    CPDeletion

    Downsample

    FFT Down

    conversion S/P

    MIMO dan Channel Decoder OFDM Demodulator Downconverter Post-filter (SVD)

    Rx1

    Rx2

    Rxn

    Gambar 3.9 Model receiversistem yang disimulasikan

    Pada receiver, sinyal yang diterima melakukan perlakuan yang merupakan

    kebalikan dari proses pada transmitter. Karena menggunakan operasi SVD, maka

    simbol yang diterima oleh antena penerima akan diteruskan terlebih dahulu ke

    postfilter untuk dikalikan dengan vektor kolom ortogonal matriks demultipleks

    hU , yang juga sering disebut sebagai vektor singular kiri dari matriks respon

    kanal H. Hal ini diilustrasikan pada gambar 3.10.

    Gambar 3.10. PostfilterU receiverMIMO berbasis SVD

    3.3.1. Down-Conversion

    Sinyal dari antena penerima merupakan sinyal passband. Untuk

    pemrosesan pada sisi penerima, maka sinyal ini dikonversi menjadi sinyal

    baseband.

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    13/14

    31

    3.3.2 Down sampling

    Selanjutnya, sinyal di-down sample dengan rate yang merupakan

    kebalikan dari rate upsampling pada transmitter. Dengan demikian, rate untuk

    down samplingadalah 1/L (1/4), karena pada sisi transiter ratedari upsampling

    adalah 4.

    3.3.3. Penghapusan cyclic prefix

    Proses merupakan penghapusan cyclic prefix yang sebelumnya

    ditambahkan pada sisi transmitter.

    3.3.4 FFT

    Data ditransmformasikan kembali ke frekuensi domain menggunakan

    fungsiFast Fourir Transform(FFT) yang merupakan kebalikan dari fungsi IFFT.

    3.3.5 Demodulasi

    Dengan demodulasi, simbol ditransformasikan kembali ke dalam bentuk

    bits, tergantung jenis modulasi yang digunakan pada sisi transmitter. Sebelum

    didemodulasi, terlebih dahulu dilihat konstelasi dari sinyal yang diterima.

    3.3.5.1 Demodulasi QPSK

    Proses demodulasi ini merupakan kebalikan dari proses modulasi pada sisi

    transmitter. Setiap simbol dipetakan kembali menjadi bit bit informasi, seperti

    terlihat pada gambar 3.9 berikut:

    Gambar 3.11 Demodulator QPSK

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008

  • 7/25/2019 digital_126630-R0308117-Spatial multiplexing-Metodologi.pdf

    14/14

    32

    3.3.5.2 Demodulasi QAM

    Demodulasi dilakukan dengan konsep demodulator ASK yang kemudian

    masing masing bit stream digabung kembali menjadi satu bit stream sinyal

    informasi. Pada praktiknya, terdapat phase delay antara transmitterdan receiver

    yang nantinya dapat diatasi dengan menggunakan synchronization pada bagian

    receiver. Pada aplikasi mobile, terdapat efek Doppler shiftyang menggeser nilai

    frekuensi asli pada transmitter, sehingga diperlukan adanya tuning pada

    komponen kosinus dan sinus yang memerlukan phase reference dengan

    menggunakanphase lock loop.

    Gambar 3.12 Demodulator QAM

    3.3.6. Deinterleaver

    Merupakan proses yang berkebalikan dengan interleaver, dimana bits akan

    mengisi matriks kolom per kolom. Output dari deinterleavermerupakan matriks

    baris.

    3.3.7 Convolutional decoder

    Decoderakan membentuk algoritma Viterbi decodinguntuk menghasilkan

    bit data informasi dari bit yang dikodekan.

    Spatial multiplexing mimo..., I Gura Prabu Senky, FT UI, 2008