Upload
iwan-nugroho
View
525
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
teaching book of ecotourism, deliver to undergraduate program at widyagama university, malang, indonesia
Citation preview
BUKU AJAR
ECOTOURISM
Oleh Iwan Nugroho
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG 2004
Iwan Nugroho – 2004 – Ecotourism – PS Agribisnis Fakultas Pertanian Univ Widyagama
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
PRAKATA v
RINGKASAN vi
I. PENDAHULUAN …………………………………….….…...….………. 1
Pengertian Ecotourism………………………………….….…...….……… 2
Sejarah Perkembangan Ecotourism…………………………………….… 4
II. ASPEK EKONOMI ECOTOURISM………………….….…….…….….. 6
III. ASPEK SOSIAL ECOTOURISM……………………….….…………...... 9
IV. ASPEK LINGKUNGAN ECOTOURISM………….…….….…………… 13
V. MANAJEMEN ECOTOURISM………………….………..….……..…… 21
Prinsip-prinsip konservasi. .……………………………….…………....… 21
Manajemen operasional. .……………………………….………..……..… 24
Antrian (Pearce, 1993) . .……………………………….………..……...… 27
Tempat Tujuan . .……………………………….…………….………. 29
Konsep Animasi (Pompl, 1993) .…………………….……………………. 31
VI. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ECOTOURISM ……….….………… 32
Strategi kebijakan pengembangan sektor Ecotourism ……….….………... 32
Program-program pengembangan sektor ecotourism ……….….………… 33
VII. PENGEMBANGAN ECOTOURISM DI INDONESIA…….….………… 35
National Tourism Policies …….…………………….……………………. 36
Development of ecotourism in Indonesia ………….……………………. 37
Potential for ecotourism development in Indonesia………….……………. 38
Constraints and threats of ecotourism development in Indonesia ………… 39
Issues of sustainability ……………….…………………………………... 40
Present activities and way ahead ………...……………………………….. 41
Recommendation ………………………………..………………………… 41
DAFTAR PUSTAKA ……………………..………….……….….………..…… 42
Iwan Nugroho – 2004 – Ecotourism – PS Agribisnis Fakultas Pertanian Univ Widyagama
3
DAFTAR TABEL
No T e k s Halaman
2.1 Income Multiplier sektor Tourism pada Beberapa Negara ………. 7
DAFTAR GAMBAR
No T e k s Halaman
1.1 Sustainable tourism and ecotourism (Wood, 2002) ……………… 2
2.1 Sektor ekonomi pendukung sektor ecotourism 6
3.1 Hubungan di antara stakeholder pada sektor ecotourism (keterangan: 1=kebijakan; 2=pengunjung dan manfaat ekonomi; 3=pajak atau saran kebijakan; 4=partisipasi dan kenyamanan; 5=saran kebijakan …………………………………………………
10
4.1 Hubungan antara waktu dan jumlah wisatawan…………………... 13
5.1 Ecotourism dan sustainability ……………………………………. 23
5.2 Sistem manajemen operasional dalam ecotourism ……………… 26
Iwan Nugroho – 2004 – Ecotourism – PS Agribisnis Fakultas Pertanian Univ Widyagama
4
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, karena atas perkenannya naskah ini
dapat diselesaikan. Naskah diktat ini adalah pengantar bagi matakuliah Ecotourism,
yang diberikan kepada mahasiswa semester tujuh program studi Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Widyagama Malang. Karena sebagai pengantar, substansinya
disadari sangat kurang mendalam. Beberapa kajian juga dirasakan kurang spesifik
menguraikan Ecotourism. Sebagai suatu matakuliah yang relatif baru, Ecotourism
banyak menggunakan konsep Tourism secara umum. Hal seperti ini dan beberapa
implikasinya, sangat kabur membedakan membedakan antara keduanya, dan sering
ditemui pada naskah ini.
Terima kasih disampaikan kepada Ketua Jurusan Agribisnis atas dukungannya bagi
naskah ini. Kepada kolega pada jurusan yang sama, kami juga berterima kasih atas
kebersamaan dan kerjasamanya.
Semoga naskah ini bermanfaat, khususnya bagi para mahasiswa. Penulis berharap,
substansi matakuliah ini menyumbangkan kompetensi yang nyata bagi para lulusan, dan
dapat memenuhi relevansi dengan kebutuhan dunia kerja.
Malang, 27 Juli 2004 Penulis, Dr. Ir. Iwan Nugroho, MS. NDP. 1992 307
Iwan Nugroho – 2004 – Ecotourism – PS Agribisnis Fakultas Pertanian Univ Widyagama
5
RINGKASAN
Bab 1. Pendahuluan
Keprihatinan kerusakan lingkungan, menurunnya kesejahteraan penduduk lokal
pada satu sisi, dan kemajuan pembangunan yang bertumpu pada aspek ekonomi semata,
melahirkan paradigma pembangunan yang secara komprehensif memahami prinsip-
prinsip ecotourism.
Implementasi pembangunan ecotourism memerlukan tahapan-tahapan mengikuti
kaidah-kaidah akademis. Upaya-upaya penelitian dasar dan terapan dikembangkan
untuk mengeksplorasi baseline data lingkungan dan sosial, didukung dengan seluruh
stakeholder. Stakeholder sektor ecotourism cukup meluas, yakni pemerintah, swasta,
LSM, penduduk lokal, perguruan tinggi serta organisasi internasional yang relevan.
Ecotourism adalah Kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional,
terlatih, dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/usaha ekonomi, yang
mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta
upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan
Perkembangan jasa ecotourism semakin signifikan dengan berkembangnya industri
peralatan penunjangnya. Perlengkapan outdoor equipment yang semakin teruji
keamanannya mengantarkan ke tujuan wisata hingga Nepal dan Galapagos. sekarang
telah disusun panduan bagi industri ecotourism dengan tiga arahan penting, yakni
pemberdayaan penduduk lokal, pengembangan akomodasi dan sertifikasi. Prinsipnya,
panduan memberikan sudut pandang dari masing-masing stakeholder terhadap arah
perkembangan bisnis jasa ecotourism.
Bab 2. Aspek Ekonomi Ecotourism
Sektor ecotourism menyumbangkan peran ekonomi secara mikro maupun makro.
Kegiatan ecotourism dalam aspek mikro ekonomi menghasilkan kajian produk-produk
wisata, kemasan, kualitas dan kuantitas, pelaku dan harga. Keputusan individu masuk
dalam industri ecotourism dipengaruhi oleh pilihan-pilihan di atas. Umumnya produk
wisata memiliki karakteristik yang sama dengan barang konsumsi. Produk tersebut
Iwan Nugroho – 2004 – Ecotourism – PS Agribisnis Fakultas Pertanian Univ Widyagama
6
disajikan dengan karakteristik yang sangat beragam, dan sangat fleksibel dipilih oleh
wisatawan.
Pada sisi makro ekonomi, sektor ecotourism membahas tentang share ekonomi,
pendapatan dan tenaga kerja, maupun keterkaitan ekonomi. Sektor ecotourism tidak
berjalan sendirian dalam perekonomian suatu wilayah. Ia membutuhkan infrastruktur
transportasi, telekomunikasi, listrik dan air bersih, selain dukungan dari sektor
perdagangan maupun pakaian, makanan dan minuman, baik dari dalam maupun luar
negeri.
Peran sektor ecotourism dapat dilihat dari ukuran tenaga kerja, pendapatan, PDRB
maupun output total. Umumnya, besaran pengaruh masing-masing ukuran dari atau
terhadap sektor ecotourism diperlihatkan melalui nilai pengganda (atau multiplier).
Nilai income multiplier berkisar 0.4 hingga 1.2. Semakin tinggi nilai pengganda
menyatakan semakin besar peran sektor ecotourism dalam perekonomian wilayah.
Besaran income multiplier memperlihatkan bahwa ecotourism dapat menggerakkan
aktifitas perekonomian wilayah lokal. Semakin baik pengemasannya, atau lingkungan
kebijakan yang baik, akan menghasilkan manfaat multiplier yang semakin besar bagi
penduduknya.
Manfaat ekonomi yang lain sektor ecotourism dapat dilihat dalam ukuran devisa,
penerimaan negara secara sebagai pajak, atau tenaga kerja. Sebagai contoh, dari
kunjungan sebanyak 273 juta wisatawan ke Taman-taman Nasional di Amerika Serikat,
berhasil diperoleh pengeluaran wisatawan 10 miliar dolar, 200 ribu tenaga kerja dan 22
miliar dolar masuk ke output ekonomi setiap tahunnya. Pengeluaran tersebut
menghasilkan penerimaan pajak yang signifikan bagi pemerintah. Tenaga kerja sektor
ini terdistribusi pada lapangan hotel, restauran, klub malam, taksi, cindera mata, dan
barang/jasa penunjangnya.
Manfaat ekonomi lainnya adalah kenaikan kesejahteraan penduduk lokal. Fisik
lingkungan dan budaya di sekitar mereka, yang sehari-hari dihadapi, akan memberikan
dampak langsung bagi keberlangsungan hidupnya. Karenanya, ukuran ini menjadi
penting terutama bagi yang mendiami di sekitar wilayah-wilayah yang terancam
kepunahan (protected area). Sebagian pendapatan penduduk lokal yang dapat
diidentifikasi adalah jasa pemandu, pemilik penginapan, driver, penjual cindera mata,
Iwan Nugroho – 2004 – Ecotourism – PS Agribisnis Fakultas Pertanian Univ Widyagama
7
atau jasa lainnya. Upaya menghitung dampak ecotourism terhadap ekonomi lokal
berhasil dilakukan pada Dorrigo National Park di New South Wales, Australia, dengan
hasil kontribusi 7 persen PDRB dan 8.4 persen tenaga kerja.
Bab 3. Aspek Sosial Ecotourism
Aspek sosial bukan hanya mengidentifikasi stakeholder tetapi juga
mengorganisasikannya sehingga menghasilkan manfaat (dan insentif ekonomi) yang
optimal bagi masing-masing stakeholder. Stakeholder dalam sektor ecotourism meliputi
penduduk lokal, pemerintah, kelompok masyarakat nirlaba (LSM atau yang sejenis),
sektor swasta dan tentu saja wisatawan. Masing-masing stakeholder mempunyai fungsi
yang memberi dan menerima aliran manfaat kepada satu sama lain. Networking di
antara stakeholder telah demikian komplek dan canggih didukung oleh sistem bisnis
tourism yang modern dan terintegrasi.
Pemerintah memiliki peran strategis mengembangkan kebijakan sektor ecotourism
dan penunjangnya. Outputnya dapat berupa kebijakan fiskal, moneter atau khusus
pengembangan wilayah ecotourism. Kebijakan fiskal meliputi perpajakan (dan tarif),
investasi dalam parasarana infrastruktur, dukungan aspek keamanan atau peningkatan
profesional aparat pemerintah.
Sektor swasta adalah stakeholder yang mengoperasikan usaha ecotourism. Sektor
swasta menyediakan berbagai fasilitas dan akomodasi, informasi, produk wisata, tujuan
wisata dan kualitas pelayanan, dengan tujuan agar dapat menarik wisatawan dan
memberikan kepuasan dan pengalaman yang berharga. Atas usaha tersebut sektor
swasta berhak memperoleh keuntungan untuk dikembalikan lagi dalam investasi dan
peningkatan kualitas pelayanan ecotourism. On-line networking di antara sektor swasta
tersebut telah terjalin rapi mengorganisasikan jadwal dan lokasi tujuan wisata
sedemikian efisien untuk memuaskan pelayanan kepada wisatawan.
Pengunjung merupakan indikator terpenting keberhasilan pembangunan ecotourism.
Sebagai pendorong utama permintaan jasa ecotourism, pengunjung dari luar wilayah
dapat menginjeksi aliran ekonomi lokal dan diharapkan memberikan insentif bagi
pengelolaan lingkungan yang lebih baik.
Iwan Nugroho – 2004 – Ecotourism – PS Agribisnis Fakultas Pertanian Univ Widyagama
8
Penduduk lokal berperan sebagai subyek dan obyek dalam pengembangan
ecotourism. Perlu diciptakan kebijakan yang mampu menyeimbangkan atau memelihara
aliran manfaat kepada penduduk lokal. Mereka perlu diberikan kesempatan aktif
mengolah dan menjual produk wisata yang dibutuhkan oleh wisatawan.
Lembaga domestik maupun internasional, khususnya yang profesional, sama-sama
berfungsi dalam memfasilitasi semua kepentingan stakeholder. Ia dapat memberikan
fungsi politis untuk mengangkat isyu-isyu kemiskinan, ketidak adilan dan dampak
kerusakan lingkungan agar diperbaiki keadaannya.
Bab 4. Aspek Lingkungan Ecotourism
Kualitas lingkungan adalah komponen penting dalam aktifitas pariwisata dan
ecotourism. Hubungan tersebut melibatkan beragam aktifitas yang dapat menghasilkan
dampak-dampak positif atau negatif. Dampak positifnya adalah lahirnya manfaat berupa
perlindungan dan konservasi lingkungan. Sedangkan dampak negatifnya adalah
aktifitas-aktifitas selama pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, airport dan
sebagainya, hingga sarana wisata seperti hotel, restoran, resort, pantai, atau lapangan
golf. Dampak-dampak tersebut dapat bersifat langsung, gradual atau tidak dapat
terdeteksi saat sekarang.
Dampak lokal ecotourism akan terjadi ketika jumlah pengunjung dan aktifitasnya
telah melebihi (kemampuan) daya dukung lingkungan suatu wilayah akibat menerima
suatu perubahan yang signifikan. Perubahan-perubahan tersebut berupa ancaman
potensial misalnya erosi, longsor, hilangnya spesies, kekeringan atau polusi.
Dampak global ecotourism mempengaruhi secara signifikan kehidupan di muka
bumi. Dampak global tersebut telah diidentifikasi dan disepakati untuk dicegah
kecenderungannya, yakni kehilangan biodiversity, menipisnya lapisan ozon dan
perubahan iklim global. Sebaliknya dampak tersebut juga akan mempengaruhi sektor
pariwisata.
Sektor industri atau ekonomi lain memberikan dampak yang sangat signifikan
terhadap pariwisata. Beberapa dampak yang sangat dramatis telah teramati. Kebocoran
minyak (160 ribu galon minyak disel dan 80 ribu galon petroleum) dari tanker di sekitar
kepulauan Galapagos (Ecuador, Januari 2001), menyebabkan wilayah pesisir dan spesies
Iwan Nugroho – 2004 – Ecotourism – PS Agribisnis Fakultas Pertanian Univ Widyagama
9
lokal hancur dan mati. Rusak. Erosi yang intensif mengakibatkan eutrofikasi di laut
Adriatik (tahun 1990)
Bab 5. Manajemen Ecotourism
Manajemen ecotourism adalah bagaimana memelihara dan melindungi sumberdaya
yang tidak tergantikan (irreplaceable) agar dapat dimanfaatkan untuk generasi sekarang
dan (terlebih) untuk generasi mendatang. Konflik kepentingan akan mudah timbul antara
aspek ekonomi dan ekologi pada suatu sumberdaya. Manajemen ecotourism mencakup
sebagian manajemen tourism, yakni kegiatan-kegiatan mensinergikan sektor penunjang
ecotourism, menetapkan tujuan wisata, menyiapkan akomodasi hingga mengoptimalkan
pemasaran produk-produk wisata.
Manajemen ecotourism yang memenuhi kaidah konservasi memerlukan penjelasan
rinci tentang sistem produksi ecotourism secara keseluruhan (from cradle to grave).
Suatu obyek tujuan wisata memiliki karakteristik sistem produksi yang berbeda dengan
dengan tujuan wisata lainnya. Ecotourism wilayah pesisir memiliki karaktristik lahan
basah yang berbeda dengan ecotourism pegunungan dengan karakteristik lahan kering.
Belum mencakup perbedaan dalam karakteristik sosial dan pengelolaan ekosistem.
Pengenalan terhadap sistem produksi berguna untuk mengidentifkasi isyu kritis yang
berkaitan dengan konservasi. Berangkat dari isyu tersebut kemudian dapat dirumuskan
rencana strategis (strategic planning) memecahkan permasalahan untuk menuju
pemanfaatan sumberdaya secara sustainable.
Ada empat isyu konservasi yang berkaitan dengan ecotourism. Pertama, kegiatan
tourisme yang cenderung massal (mass tourism). Karakteristik sektor tourism umumnya
menghasilkan pengaruh yang signifikan dan massal. Di negara-negara sedang
berkembang, manfaat ekonomi sektor tourism sangat signifikan sehingga aspek sosial
dan lingkungan seringkali terkorbankan. Kedua, obyek ecotourism yang spesifik.
Sektor tourism umumnya memiliki sarana akomodasi yang terstandarisasi dengan
kenyamanan tertentu, misalnya fasilitas parkir, toilet atau kamar hotel. Keseragaman
akomodasi tersebut, sejak masa konstruksi hingga pemanfaatannya, akan cenderung
berdampak merugikan bagi ecotourism. Hal tersebut dapat mematikan pengembangan
potensi spesifik lokal juga dapat berlawanan dengan nilai-nilai setempat. Ketiga,
Iwan Nugroho – 2004 – Ecotourism – PS Agribisnis Fakultas Pertanian Univ Widyagama
10
pemberdayaan penduduk lokal. Tradeoff aliran insentif ekonomi pada sektor tourism
umumnya lebih condong ke pemilik modal dibanding ke penduduk lokal. Tradeoff
tersebut harus mengarah secara proporsional pada dua belah pihak jika tidak ingin
menghancurkan ecotourism. Insentif ekonomi bagi penduduk lokal digunakan untuk
peningkatan kesejahteraan, pendidikan dan ketrampilan profesional, serta penguatan
struktur sosial. Keempat, faktor-faktor yang tidak terhitung (intangible) di dalam
sumberdaya alam masih banyak. Stakeholder, khususnya penduduk lokal memiliki nilai-
nilai dan potensi yang belum terungkap dalam bentuk manfaat bagi konservasi dan
ecotourism. Implikasinya, harus dilakukan penelitian dan pengembangan untuk
menggali ilmu pengetahuan dan menyebarkan informasi dalam rangka membangun
kesadaran publik tentang konservasi dan sustainability.
Kegiatan ecotourism sebagai bagian sektor tourism secara umum menawarkan
produksi jasa yang memberikan kenyamanan kepada konsumen. Kepuasan konsumen
akan ditentukan oleh berbagai faktor seperti tujuan wisata, produk wisata, promosi,
peran penduduk lokal, dan sistem organisasi. Faktor-faktor tersebut membentuk
hubungan penawaran dan permintaan dengan output jumlah pengunjung, suvenir terjual,
dan pengalaman, serta pada gilirannya kesejahteraan penduduk lokal dan sustainability
ecotourism.
Bab VI. Kebijakan Pengembangan Ecotourism
Kebijakan pembangunan dalam sektor ecotourism disusun berdasarkan pengalaman
dan perkembangan konsep tentang ecotourism. Pengalaman pemerintah Australia
memberikan teladan yang menarik. Sejak tahun 1979an, Taman Nasional (TN)
Mutawintji, di negara bagian New South Wales, sangat terkenal dengan jurang, ngarai
dan seni pahat batu suku Aborigin. Namun pada tahun 1980, suku Aborigin marah dan
memblokade TN tersebut menuntut hak-hak tradisionalnya. Baru pada tahun 1996,
kepentingan dan partisipasi suku Aborigin dalam pengelolaan TN disetujui oleh
Parlemen. Pada saat sekarang Mutawintji Local Aboroginal Land Council (MLALC)
telah berwenang dalam pengelolaan dan memandu seluruh tour di TN tersebut.
Pengalaman Brazil menunjukkan teladan lebih spesifik bagi negara tropika. Brazil
memiliki hutan Amazon yang sangat vital bagi negara itu sendiri maupun sebagai paru-
Iwan Nugroho – 2004 – Ecotourism – PS Agribisnis Fakultas Pertanian Univ Widyagama
11
paru dunia. Di hutan Amazon, ada sekitar lima juta hektar (atau 3.2 persen) area yang
perawan, kaya dengan flora dan fauna eksotik, belum terjamah manusia, kaya
keanekaragaman hayati, belum tersentuh infrastruktur, dan harus dilindungi. Sementara
itu kunjungan wisata di negara tersebut sejak tahun 1998 mencapai 5 juta orang dan
meningkat signifikan setiap tahun. Karena itu, negara tersebut berupaya mengendalikan
manfaat ekonomi sektor tourism tanpa harus merusak lingkungan hutan Amazon. Sejak
tahun 1995, pemerintah Brazil telah mulai menyusun tim untuk menyusun guidelines for
an Ecotourism national policy.
Bab VII. Pengembangan Ecotourism di Indonesia
Sektor tourism di Indonesia berperan sangat signifikan menyumbang ekspor
komoditi non migas. Kedatangan turis asing pada tahun 2001 mencapai 5.1 juta orang
dengan pertumbuhan 1.77 persen per tahun dibanding tahun sebelumnya. Pencapaian itu
lebih rendah dibanding target 5.4 juta orang sebagai akibat peristiwa 911.
Sementara itu totala jumlah turis domestik pada tahun 2000 mencapai 109.4 juta
dari 143.9 jumlah perjalanan. Total pengeluaran turis domestik mencapai Rps 77,6
trillion (setara 7 miliar US$) dibandingkan to US$ 5.7 miliar dari turis asing. Total
pengeluaran turis domestik terdistribusi untuk transportasi (43 persen), belanja (14
persen), makanan dan minuman (14 persen) dan 7 persen untuk akomodasi. Sebaliknya
pengeluaran turis asing terdistribusi untuk akomodasi 21.77 persen, dan sebesar 10
persen masing-masing untuk makanan, belanja, dan penerbangan dalam negeri. Data
nasional menunjukkan bahwa sektor tourism menyumbang 9.27 persen ekonomi
nasional, 9.36 persen nilai tambah, 9.87 persen upah dan gaji, 8.29 persen pajak tidak
langsung dan 8.11 persen tenaga kerja.
Kebijakan nasional tourism adalah mempertahankan posisi Indonesia sebagai
wilayah tujuan wisata. Kebijakan meletakkan pariwisata dan kebudayaan dalam satu
atap, memiliki arti yang penting dalam rangka pengembangan budaya dan pariwisata
secara komprehensif, bukan mengkomoditikan budaya sebagai obyek pariwisata. Citra
positif Bali, diharapkan dapat mengangkat potensi wilayah lainnya untuk
mengembangkan produk atau jasa yang khas dengan manajemen yang lebih baik.
Iwan Nugroho – 2004 – Ecotourism – PS Agribisnis Fakultas Pertanian Univ Widyagama
12
Ecotourism sebagai integrasi tourism dan konservasi, memuat aspek-aspek
pendidikan, kesadaran publik dan tanggungjawab bagi penyelamatan dan pewarisan
nilai-nilai budaya dan lingkungan. Selain tiu, pengembangan ecotourism diharapkan
menjadi model untuk menstimulasi usaha kecil dan menengah yang sesuai dengan
sustainable development. Hal ini menjadi bermanfaat dan menciptakan kantung-
kantung ekologis dan ekonomi manakala terjadi krisis ekonomi seperti halnya tahun
1998.
Sumberdaya potensial pendukung ecotourism di Indonesia sangat signifikan.
Sebagai negara mega-diversity, Indonesia memiliki sekitar 10 persen flora, 12 persen
mamalia, 16 persen amphibia dan reptiles, 17 persen burung, 25 persen ikan dan 15
persen serangga dunia. Indonesia memiliki 30 juta hektar (ha) hutan lindung dan 15 juta
ha hutan konservasi. Indonesia juga memiliki sumberdaya bawah air dan geografi yang
memikat. Hal ini diperkaya dengan keragaman etnik, agama, tradisi dan mata
pencaharian yang melekat dengan sumberdaya alam dan lingkungan.