9
1 DILEMA ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH: ANTARA PEMBANGUNAN DAN TUDUHAN KORUPSI Oleh: Shabrina Defi Khansa, Mahasiswa FHUI, NPM: 1506728346 A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penegakan hukum atas kasus korupsi di negara kita terus berlanjut meski terdapat berbagai kendala baik pada sisi peraturan perundang-undangan, sisi sumber daya manusia, ataupun sisi budaya masyarakat. Penyelewengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga masih marak dilakukan oleh pejabat di daerah. Bukan hanya KPK, tapi juga Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian RI ambil bagian dalam proses pemberantasan korupsi di daerah, termasuk kasus APBD. Sebagai contoh, KPK secara resmi menahan Bupati Musi Banyuasin dan isteri yang menjadi tersangka suap LPKJ dan APBD 2014. 1 Contoh lain, Kejagung kembali meriksa Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evi Susanti, atas dugaan keterlibatan dalam kasus suap hakim dan panitera PTUN Medan. 2 Contoh lain lagi, Bareskrim Polri memeriksa Gubernur DKI, Ahok, sebagai saksi dalam perkara pengadaan UPS di Pemda DKI. 3 Pada sisi lain, penyerapan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dianggap rendah. Tidak tanggung, masalah ini tidak membuat senang sang 1 Bupati Musi Banyuasin dan Istri Resmi Ditahan KPK, http://nasional.news.viva.co.id/news/read/713049-bupati-musi- banyuasin-dan-istri-resmi-ditahan-kpk, diakses pada 21 Januari 2016. 2 Gubernur Sumut Gatot dan Istri Mudanya Jadi Tersangka Lagi, http://pekanbaru.tribunnews.com/2015/10/15/gubernur- sumut-gatot-dan-istri-mudanya-jadi-tersangka-lagi, diakses pada 21 Januari 2016. 3 Korupsi APBD-P DKI, Ahok akan Diperiksa Bareskrim Mabes Polri,http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek- nasional/15/07/29/ns89m5219-korupsi-apbdp-dki-ahok-akan-diperiksa-bareskrim-mabes-polri, diakses pada 21 Januari 2016.

"Dilema Anggaran Pemerintah Daerah: Antara Pembangunan dan Tuduhan Korupsi"- UI (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

1

DILEMA ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH:

ANTARA PEMBANGUNAN DAN TUDUHAN KORUPSI

Oleh: Shabrina Defi Khansa, Mahasiswa FHUI, NPM: 1506728346

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penegakan hukum atas kasus korupsi di negara kita terus berlanjut meski terdapat

berbagai kendala baik pada sisi peraturan perundang-undangan, sisi sumber daya

manusia, ataupun sisi budaya masyarakat. Penyelewengan dana Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga masih marak dilakukan oleh pejabat

di daerah.

Bukan hanya KPK, tapi juga Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian RI ambil bagian

dalam proses pemberantasan korupsi di daerah, termasuk kasus APBD. Sebagai

contoh, KPK secara resmi menahan Bupati Musi Banyuasin dan isteri yang

menjadi tersangka suap LPKJ dan APBD 2014.1 Contoh lain, Kejagung kembali

meriksa Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evi Susanti,

atas dugaan keterlibatan dalam kasus suap hakim dan panitera PTUN Medan.2

Contoh lain lagi, Bareskrim Polri memeriksa Gubernur DKI, Ahok, sebagai saksi

dalam perkara pengadaan UPS di Pemda DKI.3

Pada sisi lain, penyerapan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

dianggap rendah. Tidak tanggung, masalah ini tidak membuat senang sang

1 Bupati Musi Banyuasin dan Istri Resmi Ditahan KPK, http://nasional.news.viva.co.id/news/read/713049-bupati-musi-

banyuasin-dan-istri-resmi-ditahan-kpk, diakses pada 21 Januari 2016. 2 Gubernur Sumut Gatot dan Istri Mudanya Jadi Tersangka Lagi, http://pekanbaru.tribunnews.com/2015/10/15/gubernur-sumut-gatot-dan-istri-mudanya-jadi-tersangka-lagi, diakses pada 21 Januari 2016. 3 Korupsi APBD-P DKI, Ahok akan Diperiksa Bareskrim Mabes Polri,http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/15/07/29/ns89m5219-korupsi-apbdp-dki-ahok-akan-diperiksa-bareskrim-mabes-polri, diakses pada 21 Januari 2016.

2

Presiden. Bahkan, ia sampai harus mengumpulkan gubernur di seluruh Indonesia

di Istana Bogor. Presiden meminta para gubernur memaksimalkan penyerapan

anggaran di daerah. Jokowi menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara

dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain belanja APBN, APBD, BUMN, dan

investasi swasta. Namun, hingga mendekati akhir Agustus, rata-rata belanja modal

di APBN 2015 baru mencapai 20 persen. Menurut Wakil Presiden, penyerapan

yang rendah tadi disebabkan selain birokrasi yang telat, tapi juga kekhawatriran

penggunaan anggaran.4

Soal kekhawatiran ini, memang sudah menjadi gejala umum, para pejabat di

daerah takut dijadikan tersangka oleh penegak hukum. Padahal belum tentu pejabat

tersebut melakukan tindak pidana korupsi, melainkan mereka hanya menjalankan

kebijakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian, tampak adanya paradoks antara kebutuhan menjalankan

pembangunan dengan menggunakan APBD dan pelaksanaan penegakan hukum

atas korupsi oleh pejabat di daerah. Dalam hal ini, pembangunan yang dimaksud

adalah Pembangunan Nasional yakni upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.5 Sedangkan yang

dimaksud dengan korupsi adalah tindak pidana korupsi. 6Paradoks ini menjadi

menarik untuk dikaji sekaligus dicarikan jalan keluarnya.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka kita dapat mengidentifikasi

beberapa masalah yang perlu dijawab, yakni:

a. Apa jenis dana APBD yang rentan tuduhan korupsi?

b. Apa faktor penyebab terjadinya korupsi APBD khususnya sektor infrastruktur?

4 Susahnya Menyerap Anggaran, http://www.republika.co.id/berita/koran/podium/15/09/02/nu1i3c11-susahnya-menyerap-anggaran, diakses pada 21 Januari 2016. 5 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU

Sisperpemnas) 6 Pasal 2-16 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)

3

c. Apa solusi mengatasi dilema antara pembangunan dengan dana APBD dan

tuduhan korupsi APBD?

B. PEMBAHASAN

1. Makna Dilema

“Dilema” sebagai sebuah istilah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah situasi sulit yang mengharuskan orang menentukan pilihan antara dua

kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan;

situasi yang sulit dan membingungkan. Dengan demikian, dilema antara kebutuhan

pembangunan dan tuduhan korupsi berarti bukan salah satu dari dua pilihan itu

yang sulit untuk dipilih, tapi mencari solusi agar kebutuhan pembangunan tetap

dipenuhi dan tuduhan korupsi sesuai dengan sasarannya.

2. Penyebab dan Akibat Korupsi

Sehubungan dengan tuduhan korupsi yang sesuai sasaran, hal yang paling awal

mesti diketahui adalah faktor penyebab timbulnya korupsi. Sudah demikian banyak,

kajian, opini dan pengalaman yang terkait dengan korupsi, baik di tingkat nasional

maupun di level internasional.

Menurut Syed Husseyn Alatas, sebab-sebab korupsi adalah:

a. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang

mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan

korupsi

b. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika

c. Kolonialisme

d. Kurangnya pendidikan

e. Kemiskinan

f. Tidak adanya tindakan hukum yang keras

g. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi

h. Struktur pemerintahan

4

i. Perubahan radikal

j. Keadaan masyarakat 7

Apapun terminologi korupsi, ketika korupsi merasuki negara, ia menjadi bersifat

“mematikan”, yang sayangnya menimpa banyak kota di dunia. Menurut Robert

Klitgaard dan kawan-kawan, korupsi membawa implikasi negatif kepada semua

bagian kehidupan, yakni ekonomi, politik, dan sosial. “Systematic corruption

generates economic costs by distorting incentives, political costs by undermining

institutions, and social costs by redistributing wealth and power toward the

undeserving. When corruption undermines property rights, the rule of law, and

incentives to invest, economic and political development are clipped.8

3. Wilayah Korupsi APBD

Salah satu bidang yang harus mendapatkan perhatian khusus dalam rangka menghindari

terjadinya korupsi adalah keuangan negara atau APBN. Hal ini, sudah tertuang di

dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang telah di

ratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Pengelolaan

keuangan negara harus memiliki:

a. Prosedur pengesahan APBN

b. Pelaporan tepat waktu APBN

c. Sistem akuntansi, audit, dan pengawasan APBN

d. Sistem manajemen risiko dan pengendalian internal APBN yang efektif dan

efisien

e. Tindakan korektif yang tepat dalam kasus kegagalan untuk mematuhi persyaratan

yang ditetapkan dalam ayat ini.9

Sebagai bagian dari APBN tersebut di atas, APBD menjadi fokus perhatian utama

dalam korupsi di daerah. APBD sendiri adalah rencana keuangan tahunan

pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.10

7 Syed Hussein Alatas, The Sociology of Corruption; The Nature, Function, Causes and Prevention of Corruption. Singapore: Delta Orient (Pte) Ltd, 1975, hal. 18. 8 Robert Klitgaard, Ronald MacLean-Abaroa, H.Lindsey Parris, Corrupt Cities: A Practical Guide to Cure and Prevention. California: ICS Press, 2000, hal. 4. 9 United Nations Convention Againts Corruption, New York, 2004 10 Pasal 1 angka 8, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

5

Menurut Yenny Sucipto, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra),

ada 5 aspek yang mempengaruhi APBD, yaitu:

a. Top down

b. Bottom up

c. Partisipasi

d. Teknokrasi

e. Politik11

Sedangkan kejahatan korupsi APBD yang paling sering terjadi adalah di sektor

infrastruktur, karena sektor inilah yang paling besar presentase alokasi anggarannya

dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sering dalam auditnya menemukan

ketidakpatuhan atas standar pengendalian internal dan administrasi.12 Dalam hal ini,

program dan proyek banyak dikendalikan pemerintah pusat dalam bentuk dana

perimbangan,13 berupa:

a. Dana bagi hasil, yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada

daerah sebagai hasil dari pengelolaan sumber daya alam didaerah oleh

pemerintah pusat.

b. Dana alokasi umum, yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan

kepada daerah dengan tujuan sebagai wujud dari pemerataan kemampuan

keuangan antara daerah.

c. Dana alokasi khusus, yaitu dana yang bersumber dari APBN yang

dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan

khusus daerah yang disesuaikan dengan prioritas nasional.

4. Penegakan Hukum

Sesungguhnya banyak peraturan yang mengatur tentang keuangan negara yaitu

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Negara: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan

Usaha Milik Negara; Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan

11 Korupsi (sudah) Terjadi Sejak Perencanaan Anggaran (FITRA), http://seknasfitra.org/korupsi-sudah-terjadi-sejak-perencanaan-anggaran, diakses pada 21 Januari 2016

12 Op.cit., hal. 1 13 Pasal 16 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

6

Pemeriksa Keuangan; Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 dan Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

Semua undang-undang tersebut mengatur hal khusus. Namun saat menangani soal

tipikor keuangan negara, maka yang dipergunakan adalah UU Tipikor.

Argumentasinya adalah asas “kekhususan sistematis”, yaitu undang-undang khusus

yang berlaku ketika terdapat dua atau lebih undang-undang yang bersifat khusus

tetapi mengatur masalah yang sama, maka dilihat konteksnya. Oleh sebab itu, kalau

konteksnya adalah kasus korupsi dalam keuangan negara, maka yang berlaku

adalah UU Tipikor. Dalam hal ini, ada dua unsur yang perlu diperhatikan yaitu

unsur melawan hukum dan unsur kerugian negara.

Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor merupakan pasal yang paling dominan digunakan

oleh aparat penegak hukum dalam menjerat pelaku korupsi. Sudah banyak koruptor

yang dijerat oleh kedua pasal UU Tipikor tersebut dan dijebloskan ke penjara

karena terbukti merugikan keuangan negara. Pasal 2 berbunyi: ”Setiap orang yang

secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan

denda paling sedikit RP.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Sedangkan Pasal 3 berbunyi: ”Setiap

orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang

ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling

lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit RP.50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Dengan demikian, pelanggaran terhadapat keuangan negara, termasuk APBD akan

dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

7

5. Kriminalisasi Kebijakan

Masalahnya, sering terjadinya jeratan pidana atas pengelolaan APBD menimbulkan

ketakutan bagi pejabat di daerah melakukan hal-hal yang semestinya dilakukan.

Kalau hal ini terjadi terus menerus yang mengakibatkan rendahnya penyerapan

anggaran, akan menimbulkan roda pemerintahan terhambat. Untuk itulah, Presiden

Jokowi telah menyampaikan 3 hal. Pertama, kebijakan jangan di kriminalisasi.

Kedua, pelanggaran administrasi agar diselesaikan secara administratif. Ketiga,

aparat penegak hukum agar menghormati jangka waktu penyelesaian selama 60 hari

sejak tanggal rekomendasi BPK atau BPKP tentang potensi penyimpangan

anggaran. Oleh karenanya, Presiden akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP)

sebagai pedoman bagi instansti terkait untuk mencegah terjadinya kriminalisasi

kebijakan.

PP akan menuai banyak protes karena dianggap pro koruptor jika interfensi pada

proses penyidikan, sesungguhnya ada banyak cara yang lebih bersifat preventif

untuk mencegah terjadinya korupsi, tidak sulit mendeteksi terjadinya korupsi saat

anggaran belanja disusun. Apakah terjadinya mark up pengadaan barang dan jasa

diatas standar biaya umum yang ditetapkan pemerintah tanpa argumen yang dapat

dipertanggungjawabkan.14

Sebagai gambaran APBN 2015 ditetapkan Rp 1.319,5 triliun, sekitar 60% atau Rp

7965,5 triliun disebar ke berbagai kementerian dan lembaga untuk dibelanjakan.

Sisanya ditransfer ke daerah dalam bentuk dana perimbangan (dana bagi hasil, dana

alokasi umum, dan dana alokasi khusus) namun yang terjadi, sampai agustus 2015

baru 20% anggaran yang terpakai. Artinya, belanja pemerintah sangat seret,

sehingga mengakibatkan kemandekan ekonomi hingga kini15

Semestinya, pejabat tidak perlu takut membuat kebijakan, sebab setiap pejabat

memang otomatis memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan (diskresi).

Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang perubahan Undang-

14 Adnan Pandu Praja, “PP anti Kriminalisasi Kebijakan”, Kompas, 30 Oktober 2015 15 Hamid Awaluddin, “KriminalisasI Diskresi”, Kompas, 28 Agustus 2015

8

Undang Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara

Tahun Anggaran 2015 disebutkan bahwa pejabat pemerintah mempunyai hak

menggunakan kewenangan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan,

menggunakan diskresi sesuai dengan tujuannya, dan memperoleh perlindungan

hukum dan jaminan keamanan dalam menjalankan tugasnya.

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi

Pemerintahan dengan tegas menyatakan tujuan penggunaan diskresi adalah

melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum,

memberikan kepastian hukum, dan mengatasi staknasi pemerintahan dalam keadaan

tertentu guna pemanfaatan dan kepentingan umum.

C. PENUTUP

1. Kesimpulan

Dana APBD memang rentan tuduhan korupsi. Dalam hal ini, sektor infrastruktur

adalah yang paling rawan menghadapi ancaman pidana. Meski demikian, pejabat

negara, khususnya pejabat di daerah, dapat terhindar dari ancaman pidana selama

melakukan segala hak dan kewenangannya menurut hukum yang berlaku secara

hati-hati.

2. Saran

Meskipun, telah ada jaminan hukum pelaksanaan kewenangan dan penggunaan

diskresi oleh pejabat di daerah untuk merealisasikan pembangunan dengan APBD,

namun, diterbitkannya peraturan yang lebih tegas memberikan imunisasi kepada

pejabat daerah khususnya, adalah sesuatu yang sangat ditunggu.

9

DAFTAR PUSTAKA

Susahnya Menyerap Anggaran,

http://www.republika.co.id/berita/koran/podium/15/09/02/nu1i3c11-susahnya-menyerap-

anggaran, diakses pada 21 Januari 2016.

Bupati Musi Banyuasin dan Istri Resmi Ditahan KPK,

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/713049-bupati-musi-banyuasin-dan-istri-resmi-

ditahan-kpk, diakses pada 21 Januari 2016.

Gubernur Sumut Gatot dan Istri Mudanya Jadi Tersangka Lagi,

http://pekanbaru.tribunnews.com/2015/10/15/gubernur-sumut-gatot-dan-istri-mudanya-jadi-

tersangka-lagi, diakses pada 21 Januari 2016.

Korupsi APBD-P DKI, Ahok akan Diperiksa Bareskrim Mabes

Polri,http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/15/07/29/ns89m5219-

korupsi-apbdp-dki-ahok-akan-diperiksa-bareskrim-mabes-polri, diakses pada 21 Januari

2016.

Syed Hussein Alatas, The Sociology of Corruption; The Nature, Function, Causes and

Prevention of Corruption. Singapore: Delta Orient (Pte) Ltd, 1975, hal. 18.

Robert Klitgaard, Ronald MacLean-Abaroa, H.Lindsey Parris, Corrupt Cities: A Practical

Guide to Cure and Prevention. California: ICS Press, 2000, hal. 4.

United Nations Convention Againts Corruption, New York, 2004

Korupsi (sudah) Terjadi Sejak Perencanaan Anggaran (FITRA),

http://seknasfitra.org/korupsi-sudah-terjadi-sejak-perencanaan-anggaran, diakses pada 21

Januari 2016

Adnan Pandu Praja, “PP anti Kriminalisasi Kebijakan”, Kompas, 30 Oktober 2015

Hamid Awaluddin, “KriminalisasI Diskresi”, Kompas, 28 Agustus 2015