Upload
ngokhanh
View
232
Download
3
Embed Size (px)
KUPANG
09 SEPTEMBER 2013
DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN LUAS TANAM
LUAS PANEN
PROVITAS PRODUKSI
2007 294,530 217,478 23,65 514,335
2008 285,780 271,561 24,89 676,044
2009 268,423 250,537 25,50 638,901
2010 288,152 244,583 25,91 633,620
2011 276,616 246,893 21,25 524,638
2012 264,411 245,323 25,32 629,386
2013*) *) : Sasaran
331.523 315.577 26,25 828. 273
NO
KAB/KOTA TANAM (Ha)
PANEN (Ha)
PROVITAS Kw/Ha)
PRODUKSI (Ton)
1. Kota Kupang 485 377 26,87 1,013
2. Kupang 27,841 23,014 25,07 57,707
3. Timor Tengah Selatan
98,016 60,856 25,03 152,307
4. Timor Tengah Utara
17,810 15,466 25,84 39,965
5. Belu 26,896 25,360 24,76 63,455
6. Rote Ndao 4,213 3,910 25,71 10,052
7. Alor 8,839 6,916 24,15 16,701
8. Sabu Raijua 384 377 24,66 930
Jumlah Timor 184,484 136,276 25,26 342,130
9. Sumba Timur 18,771 13,430 31,19 41,894
10. Sumba Tengah 3,932 3,870 32,65 12,636
11. Sumba Barat 6,056 5,887 29,88 17,588
12. Sumba Barat Daya 27,463 27,267 25,52 69,593
Jumlah Sumba 56,222 50,454 29,81 141,711
NO
KAB/KOTA TANAM (Ha)
PANEN (Ha)
PROVITAS Kw/Ha)
PRODUKSI (Ton)
12. Lembata 11,246 9,463 23,83 22,547
13. Flores Timur 15,896 12,032 23,59 28,387
14. Sikka 13,737 13,244 23,60 31,261
15. Ende 2,095 2,090 27,44 5,736
16. Ngada 5,426 5,426 28,38 15,398
17. Nagekeo 4,915 4,688 25,95 12,163
18. Manggarai Timur 5,795 5,745 28,59 16,426
19. Manggarai 2,127 1,961 24,00 4,707
20 Manggarai Barat 1,544 1,534 23,98 3,679
Jumlah Flores 62,781 56,183 25,48 140,304
NO PULAU/KABUPATEN LUAS (HA)
DIKEMBANGKAN BELUM DIKEMBANGKA
N
A. PULAU TIMOR PETANI MITRA
1. TTS
KEC. KUALIN 1.350 150 500
KEC. AMANUBAN SELATAN
1.150 - 750
2. KUPANG
AMABI OEFETO TIMUR 1.500 - 500
AMARASI 1.400 - 600
3. TTU 1.700 -
4. BELU 2.600 -
B. PULAU SUMBA
5. SUMBA TENGAH
UMBU RATUNGGAY 875 - 450
UMBU RATUNGGAY BARAT
825 - 450
NO PULAU/KABUPATEN LUAS (HA)
DIKEMBANGKAN BELUM DIKEMBANGKA
N
6. SUMBA TIMUR
PANDAWAI 500 - 250
NGGAHA ORI OANGU 650 - 150
C. PULAU FLORES
7. NAGEKEO
BOAWAE 914 - 550
AESESA 850 - 375
8. SIKKA
KANGAE 850 - 375
WAIGETE 1.050 - 500
NO KAB/KOTA
SLPTT PERBANYAKAN BENIH
JAGUNG HIBRIDA JAGUNG KOMPOSIT LUAS LAHAN (HA) VOL (KG)
LUAS LAHAN (HA) VOL (KG)
1. KUPANG 900 13.500 50 1.250
2. TTS 1.200 18.000 - -
3. TTU 450 6.750 50 1.250
4. BELU 900 13.500 - -
5. ALOR 450 6.750 - -
6. SUMBA TIMUR 900 13.500 50 1.250
7. SUMBA BARAT 600 9.000 - -
8. SBD 750 11.250 50 1.250
9. LEMBATA 450 6.750 - -
10. FLORES TIMUR 450 6.750 - -
11. SIKKA 300 4.500 - -
12. ENDE 300 4.500 - -
13. NGADA 750 11.250 - -
14. NAGEKEO 600 9.000 100 2.500
15. MANGGARAI TIMUR 300 4.500 50 750
NO KAB/KOTA
INTENSIFIKASI PERBANYAKAN
BENIH JAGUNGKOMPOSIT JAGUNG
LUAS LAHAN VOL
LUAS LAHAN VOL
1. KOTA KUPANG 100 3.000 - - 2. KUPANG 600 18.000 20 600 3. TTS 8.000 24.000 20 600 4. TTU 600 18.000 15 450 5. BELU 700 21.000 20 600 6. ROTE NDAO 400 12.000 15 450 7. ALOR 300 9.000 - - 8. SABU RAIJUA 200 6.000 - - 9. SUMBA TIMUR 500 15.000 20 600 10 SUMBA TENGAH 500 15.000 20 600 11. SUMBA BARAT 500 15.000 20 600 12. SUMBA BARAT DAYA 500 15.000 20 600
NO KAB/KOTA
INTENSIFIKASI PERBANYAKAN
BENIH JAGUNGKOMPOSIT JAGUNG
LUAS LAHAN VOL
LUAS LAHAN VOL
13. LEMBATA 400 12.000 10 300 14. FLORES TIMUR 400 12.000 10 300 15. SIKKA 400 12.000 20 600 16. ENDE 400 12.000 15 450 17. NGADA 400 12.000 35 1.050 18. NAGEKEO 400 12.000 - - 19. MANGGARAI TIMUR 400 12.000 20 600 20. MANGGARAI 200 6.000 10 300 21. MANGGARAI BARAT 200 6.000 10 300
NO. KABUPATEN/KOTA
APBN APBD SL-PTT JAGUNG
KAWASAN PERTUMBUHAN
(SAPRODI)
INTENSIFIKASI PERBANYAKAN
BENIH
SLPTT JAGUNG KOMPOSIT
JAGUNG KOMPOSIT JAGUNG
KOMPOSIT
(Ha) (KG) HA (KG) HA (KG) 1 2 13 14 17 18 21 22
1 KOTA KUPANG - - 100 3,000 - -
2 KUPANG 1,000 25,000 800 24,000 40 1,200
3 TIMOR TENGAH SELATAN
1,000 25,000 1,200 36,000 20 600
4 TIMOR TENGAH UTARA
1,000 25,000 700 21,000 - -
5 BELU 1,000 25,000 1,000 30,000 30 900
6 ROTE NDAO 1,000 25,000 500 15,000 - -
7 ALOR 1,000 25,000 400 12,000 - -
8 SABU RAIJUA - - 400 12,000 - -
9 SUMBA TIMUR 1,000 25,000 700 21,000 35 1,050
10 SUMBA TENGAH 1,000 25,000 600 18,000 - -
11 SUMBA BARAT - - 600 18,000 - -
12 SUMBA BARAT DAYA 1,000 25,000 600 18,000 20 600
13 LEMBATA - - 550 16,500 - -
14 FLORES TIMUR - - 550 16,500 20 600
15 SIKKA 1,000 25,000 600 18,000 35 1,050
16 ENDE 1,000 25,000 400 12,000 5 150
17 NAGEKEO 1,000 25,000 500 15,000 - -
18 NGADA - - 700 21,000 5 150
19 MANGGARAI TIMUR
- - 500 15,000 40 1,200
20 MANGGARAI - - 300 9,000 - -
21 MANGGARAI BARAT
- - 300 9,000 - -
TOTAL 12,000 300,000 12,000 360,000 250 7,500
A. PERBANYAKAN BENIH SEBAR
Kebutuhan benih sebar untuk NTT kurang lebih 8.000 ton. Sudah terpenuhi 450 ton (2012) sisanya petani menggunakan benih hasil musim tanam sebelumnya atau dari luar NTT.
Tahun 2012 Perbanyakan benih sebar seluas 400 Ha (APBN) dan 300 Ha (APBD I)
Keterlibatan pedagang pengumpul, koperasi dan pedagang antara untuk menunjang pangembangan jagung
Usaha pasca panen dan pengolahan : Keterlibatan usaha dalam aspek pasca panen dan pengolahan hasil di NTT dilakukan petani masih dengan cara manual
Usaha pabrik pangan atau pakan ternak : Belum banyak usaha pabrik atau pakan ternak
PENGEMBANGAN KAKAO
DI NUSA TENGGARA TIMUR
Dari segi luas areal, NTT menempati urutan 5 setelah Sulawesi, Sumatra, Maluku dan Jawa, dengan luas areal 46.245 ha serta
produksi mencapai 12.978 ton.
Produktifitas Kakao di NTT masih cukup rendah (571 kg/ha/tahun), dibanding dengan rata-rata produktifitas Kakao Nasional (900 kg/ha/tahun) atau Kebun PTP dan Swasta (1.500 s/d 2.000 kg/ha/tahun).
Kondisi on-farm kakao di NTT, terutama pada wilayah eksisting di Kab. Sikka masih didominasi oleh tanaman yang sudah tua / rusak serta adanya gangguan hama dan penyakit.
Harga biji kakao NTT khususnya serta Indonesia pada umumnya, di pasaran Internasional masih dihargai rendah, karena didominasi oleh biji-biji kakao tanpa fermentasi, kadar kotoran tinggi dan banyak terkontaminasi serangga.
Kakao di NTT telah memberikan kontribusi yang posetif bagi pendapatan petani kakao serta pertumbuhan ekonomi di daerah ini.
Kakao di NTT telah mampu memberikan kontribusi yang posetif bagi pendapatan petani kakao serta pertumbuhan ekonomi di daerah ini.
(1) Kerangka Kebijakan Pengembangan Kakao di NTT, di bagi dalam 2 (dua) klaster kakao, masing-masing :
- Klaster I (Flores) meliputi Kabupaten Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka dan Flores Timur, dengan fokus kegiatan Perluasan Areal pada Kabupaten Potensial Areal (Ngada dan Nagekeo), Peremajaan, Intensifikasi dan Rehabilitasi pada Kabupaten Eksisting Areal (Ende, Sikka dan Flores Timur);
- Klaster II (Sumba) meliputi wilayah potensial areal di Bagian Selatan Pulau Sumba, dari Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya;
- Untuk wilayah di luar klaster tersebut diatas, kegiatan pengembangan kakao disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi.
(2) Kerangka Kebijakan Pengembangan Komoditi Kakao di NTT dilaksanakan melalui Upaya Peningkatan Produksi dan Mutu Produk Kakao, yang dilakukan melalui berbagai upaya antara lain :
- Perluasan Areal Kakao pada beberapa Daerah
Potensial Pengembangan di NTT, hal ini lebih
terfokus pada APBD I NTT;
- Kegiatan Peremajaan, Rehabilitasi dan
Intensifikasi Kakao diarahkan pada beberapa
Daerah Eksisting Areal Kakao, guna
memperbaiki kualitas dan mutu kebun /
tanaman kakao masyarakat, hal ini lebih
terfokus pada kegiatan APBN;
- Fasilitasi Unit Pengolahan Hasil / Alat
Fermentasi bagi Kelompok-kelompok Tani
Kakao.
(1) Kegiatan Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (GERNAS) Kakao di Kabupaten Ende, Sikka dan Flores Timur, yang merupakan eksisting areal kakao terbesar di NTT, diarahakan guna memperbaiki kondisi kebun dan tanaman di wilayah ini;
(2) Revitalisasi Perkebunan (Kakao), diarahkan dalam rangka percepatan pembangunan Perkebunan Kakao yang di dukung Kredit Investasi dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah, dengan melibatkan Perusahaan Mitra, Koperasi atau dilaksanakan langsung oleh para petani;
(1) Komoditi yang dikembangkan mempunyai prospek pasar,
baik pasar dalam negeri maupun ekspor,
(2) Mampu menyerap tenaga kerja baru, serta
(3) Mempunyai peranan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup
(3) Mendorong kegiatan Pemberdayaan Petani / Kelompok Tani, serta Pelatihan Teknis guna memberikan bekal yang cukup bagi pemahaman teknis budidaya maupun managemen pengelolaan kebun bagi para petani;
(4) Memfasilitasi pendampingan bagi kelompok tani khususnya pada wilayah Gernas Kakao dan Revitalisasi Kakao;
(5) Memfasilitasi ketersediaan Sarana Pengolahan /Alat Fermentasi di tingkat Kelompok Tani;
(6) Mendorong Pihak Swasta untuk berinvestasi di sektor kakao, baik pada kegiatan On-farm maupun pada kegiatan of-farm, pada on-farm PT. Timor Mitra Niaga telah berinfestasi dalam pengembangan kebun di Kabupaten Belu dan Sumba Barat.
(1) Sebagian besar tanaman kakao di kawasan eksisting areal sudah tua dan tidak produktif;
(2) Tingkat produktifitas masih sangat rendah;
(3) Masih memproduksi produk primer, belum produk sekunder;
(4) Petani enggan melakukan fermentasi kakao, oleh karena perbedaan harga yang tidak signifikan;
(5) Sistem saluran / rantai pemasaran yang panjang tidak memberikan nilai tambah yang sepadan sehingga menimbulkan inefisiensi;
(6) Terbatasnya akses jalan usaha tani di sentra-sentra produksi biji kakao;
(7) Sarana perkreditan termasuk Program Revitalisasi, yang sulit direalisasikan kerena ketidak tersediaan jaminan / agunan.
DISTANBUN
NTT
No Kabupaten /
Kota
Luas Areal (Ha) PRODUK
SI (Ton)
PRODUKTI
VITAS
(Kg/Ha)
JML
H.
KK
WUJUD
PRODU
KSI
TBM TM TT/TR JUMLAH
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10
12. NAGEKEO 896 783 62 1,696 257 348 2,629 BIJI KRG
13. MNGRAI 1,379 480 151 2,028 155 323 3,214 SDA
14. MATIM 1,569 533 723 2,825 294 552 5,821 SDA
15. MABAR 1,693 1,490 157 3,340 502 337 4,981 SDA
16. SUMTIM 440 37 4 485 15 - 754 SDA
17 SUMBAR 425
66
150
641 39
591 622 SDA
18 SBD 1,141 580 `262 1,983 360 621 2,679 SDA
19 SUMTENG 132 68 127 327 20 294 437 SDA
20 ROTE - - - - - - -
21 SABU - - - - - - -
TOTAL 23,247 24,056 4,638 51,941 13,977 581 78,540 SDA
- PERBENIHAN DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN Kebun sumber benih masih dirasakan kurang untuk memenuhi kebutuhan dalam daerah, data kebun benih yang sudah ada sbb: Kebun induk (KI) Waykadada di Sumba Barat milik Dinas
Pertanian dan Perkebunan Prov. NTT seluas 3 Ha dengan
potensi produksi per tahun 1.000.000 batang.
Kebun Inti Gaura (KE) di Sumba Barat milik PT. Timor Mitra
Niaga seluas 89,75 Ha dengan potensi produksi pertahun
sebanyak 1.772.810 Entres.
Kebun Entres (KE) Waykadada di Sumba Barat milik Dinas
Kabupaten seluas 2,5 Ha, dengan potensi produksi 5.400 entres.
Kebun Induk (KI) di Sikka milik Dinas Kabupaten seluas 2 Ha
dengan potensi produksi 250.000 batang.
Kebun Entres (KE) milik petani di Kabupaten Sikka seluas 1 Ha
dengan potensi produksi 23.160 entres.
Kebun Entres (KE) Wederok di Kabupaten Belu milik PT. Timor
Mitra Niaga seluas 13.80 Ha dengan potensi produksi
256.254 Entres/
- KEMITRAAN USAHA
Untuk komoditi kakao belum ada kemitraan yang terjalin dengan pengusaha oleh karena
itu perlu dibangun kemitraan dalam rangka :
• Meningkatkan produksi yang berkelanjutan sehingga ketersediaan bahan baku dapat
berkesinambungan.
• Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani
• Memberikan kemudahan bagi petani untuk mendapatkan saprodi
• Mempercepat alih teknologi dari penuahan bsar kepada petani dan meningkatkan efisiensi
usaha tani.
• Mengikutsertakan modal swasta dalam pembangunan pertanian.
- PENGOLAHAN HASIL
Industri pengolahan hasil Perkebunan belum berkembang di
NTT oleh karena itu perlu adanya investasi pengolahan hasil
melalui :
-Penumbuhan Industri pengolahan hasil kelas menengah yang
dapat mengolah bahan mentah menjadi bahan
setengah jadi.
-Penumbuhan Industri rumahan (Home industry)
yang mengolah kakao menjadi produk makanan
yang bervariasi.
-Inovasi teknologi bagi UPH kakao agar dapat
memasarkan kopi dalam bentuk hasil olahan seperti
kakao powder.
- PEMASARAN HASIL PRODUKSI
Sistem pemasaran belum berkembang dengan baik sehingga
petani belum memperoleh pendapatan yang layak dari hasil
usaha taninya karena itu perlu dibenahi sbb:
-Melakukan efisiensi rantai pemasaran dari petani
produsen sampai ke pabrik / industri pengolahan.
-Membentuk asosiasi komoditi perkebunan untuk
memperjuangkan harga yang layak bagi produk petani.
• Mulai tahun 2009 telah dilaksanakan
Gerakan Nasional Peningkatan Produksi
dan Mutu Kakao (GERNAS KAKAO)
- Selama periode 2009 – 2013. Kegiatan Gernas
Kakao di Kabupaten Flores Timur, Sikka &
Ende telah mencapai areal seluas 9.150 Ha yg
meliputi :
* Peremajaan 1.800 Ha
* Rehabilitasi 2.650 Ha
* Intensifikasi 4.700 Ha
III. PERMASALAHAN PENGEMBANGAN KAKAO DI NTT
Sebagian besar tanaman kakao di kawasan existing seperti di
pulau Flores sudah tua dan tidak produktif.
Kurangnya pemeliharaan yang intensif juga menyebabkan
sebagian besar tanaman kakao petani terserang penyakit busuk
akar dan penggerek buah.
Produktivitas kakao petani di NTT juga masih rendah yakni rata-
rata 450 kg/Ha dibandingkan dengan potensi hasil yang bisa
mencapai 1.500 kg/ha.
Petani kakao belum menggunakan benih unggul bermutu dengan
teknik budidaya yang intensif.
Teknologi panen dan pasca panen yang masih rendah juga
menyebabkan rendahnya mutu biji kakao yang dihasilkan petani.
Petani enggan melakukan fermentasi biji kakao karena perbedaan
harga kakao fermentasi dan non fermentasi tidak significan.
Kakao yang dipasarkan semuanya dalam bentuk biji yang belum
diolah atau diversifikasi produk kakao NTT masih rendah.
Sistem rantai pemasaran yang panjang dan tidak memberikan
nilai tambah yang layak bagi petani sehingga menimbulkan
inefisiensi.
Masih terbatasnya akses jalan menuju lokasi-lokasi sentra
produksi dan sarana transportasi serta pelabuhan yang belum
memadai.
Masih sulitnya akses petani untuk mendapatkan sarana
perkreditan dari perbankan menyebabkan rendahnya kemampuan
finansial petani.
Masih lemahnya penyuluhan dan kelembagaan petani karena
kurangnya fasilitas pendukung dan modal usaha.
Belum berkembangnya kemitraan yang terjalin antara pengusaha
dan petani yang dapat membantu petani dalam memenuhi
kebutuhan sarana produksinya.
Peningkatan produksi dan mutu kakao dengan cara perbaikan kondisi pertanaman di kawasan sentra produksi secara berkelanjutan. Perluasan areal kakao di luar kawasan sentra produksi yang berpotensi untuk pengembangan kakao Pembangunan Kebun Induk dan Kebun Entres dalam rangka meningkatkan ketersediaan sumber benih di dalam daerah. Pendampingan secara intensif terhadap petani dalam pengelolaan usaha taninya. Pengembangan industri hilir kakao di pedesaan yang berbasis kelompok tani dalam rangka meningkatkan nilai tambah.
Pengembangan industri hilir kakao di pedesaan yang berbasis kelompok tani dalam usaha meningkatkan nilai tambah komoditi ini.
Penelitian pengembangan kakao berbasis kearifan lokal yang sesuai dengan agroekosistem setempat.
Pengembangan diversifikasi produk olahan kakao untuk
menarik minat konsumen.
V. STRATEGI PENGEMBANGAN KAKAO DI NTT Pengembangan kakao ke depan diarahkan ke pulau Sumba
sebagai cluster II dengan potensi lahan yang tersedia :
Sumba Timur 26.050 Ha, Sumba Tengah 45.210 Ha, Sumba Barat
23.665,50 Ha dan Sumba Barat Daya 13.800 Ha.
Melakukan perbaikan kondisi pertanaman di kawasan sentra
produksi dengan upaya peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi
serta pengembangang di areal yang masih memungkinkan.
Peningkatan pengembangan pasca panen yang difokuskan untuk
menghasilkan teknologi pengolahan hasil.
Peningkatan kelembagaan kelompok tani untuk memperkuat
posisi tawar dalam pemasaran produknya.
Peningkatan kwalitas SDM penyuluh, petani dan pelaku industri
di pedesaan.
Peningkatan dan pengamanan mutu produk dengan menerapkan
standarisasi mutu.
Secara Nasional Provinsi NTT merupakan urutan ke 5 provinsi dengan areal kakao terluas yaitu pada tahun 2012 seluas 51.941 Ha.
Prospek pengembangan kakao di NTT cukup baik karena selain harganya cukup tinggi dan stabil juga areal potensial yang masih cukup luas yaitu 385.711 Ha. Sistem usaha tani kakao di NTT masih bersifat tradisional.
Produktivitas kakao di NTT masih sangat rendah (<500 kg/ha/thn) Pemasaran hasil kakao dari NTT masih sebatas biji berkwalitas rendah yang belum difermentasi. Pengembangan kakao di NTT dibagi menjadi 2 kawasan yaitu kawasan eksisting di daratan Flores dan kawasan potensial di daratan Sumba. Pendekatan kawasan cluster agribisnis kakao yang intensif dan integratif perlu dilakukan untuk mencapai sasaran yang diharapkan.
KAWASAN AGRIBISNIS PERKEBUNAN
-Perbaikan kondisi pertanaman eksisting
-Perluasan areal Tanam
-Perbaikan tanaman melalui
peremajaan, rehabilitasi dan
intensifikasi
-Perluasan areal tanam
-Bibit tanaman unggul
bermutu
-Sumber entres unggul
-Pupuk dan pestisida
KELEMBAGAAN
- GAPOKTAN
- KOPERASI
- Pemberdayaan Petani
- Peningkatan Manaje-
men/Administrasi
UNIT PENGOLAHAN (UPH)
- Pengolahan biji kakao
basah menjadi biji
fermentasi
- Pengolahan biji kakao
menjadi beraneka
produk olahan.
INDUSTRI PENGOLAHAN
-Output : Bahan setengah jadi (coco powder, dll)
-Output : Industri kecil pengolahan Hasil Kakao
43