49
PERLINDUNGAN TERHADAP WAKIL DIPLOMATIK MENURUT KONVENSI WINA TAHUN 1961 (STUDI KASUS TEWASNYA DUTA BESAR AMERIKA SERIKAT DI LIBYA) A. Latar Belakang Masalah Saling membutuhkan antara bangsa-bangsa diberbagai lapangan kehidupan yang tetap dan terus menerus mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan tersebut.karena kebutuhan antar bangsa yang sifatnya timbal balik maka kepentingan untuk memelihara hubungan tersebut merupakan kepentingan bersama. 1 Tidak ada satupun di dunia yang dapat membebaskan diri dari keterlibatannya dengan negara lain, karena adanya kepentingan sosial, ekonomi, politik, maupun budayaterlebih lagi bagi negara-negara yang baru lahir dan negara yang sedang berkembang dengan maksud untuk bernegosiasi dengan negara lain sebagai pencapaian suatu tujuan. Oleh karena itu diperlukan suatu aturan untuk menuntaskan segala 1 Mochtar Kusumaatmaja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm 117 1

diplomatik dded eded

Embed Size (px)

DESCRIPTION

edwdwedwedwedwedwedwedwed

Citation preview

Page 1: diplomatik dded eded

PERLINDUNGAN TERHADAP WAKIL DIPLOMATIK MENURUT

KONVENSI WINA TAHUN 1961 (STUDI KASUS TEWASNYA DUTA

BESAR AMERIKA SERIKAT DI LIBYA)

A. Latar Belakang Masalah

Saling membutuhkan antara bangsa-bangsa diberbagai lapangan

kehidupan yang tetap dan terus menerus mengakibatkan timbulnya kepentingan

untuk memelihara dan mengatur hubungan tersebut.karena kebutuhan antar

bangsa yang sifatnya timbal balik maka kepentingan untuk memelihara hubungan

tersebut merupakan kepentingan bersama.1Tidak ada satupun di dunia yang dapat

membebaskan diri dari keterlibatannya dengan negara lain, karena adanya

kepentingan sosial, ekonomi, politik, maupun budayaterlebih lagi bagi negara-

negara yang baru lahir dan negara yang sedang berkembang dengan maksud

untuk bernegosiasi dengan negara lain sebagai pencapaian suatu tujuan. Oleh

karena itu diperlukan suatu aturan untuk menuntaskan segala masalah yang timbul

dalam hubungan antar negara tersebut. Hukum Internasional lahir untuk membina

masyarakat Internasional yang bersih dari segala hal yang dapat merugikan

negara, dengan demikian dapat mempererat terjalinnya hubungan Internasional

secara sehat, dinamis, dan harmonis.Disamping faktor kebutuhan, kekhawatiran

akan kehilangan keuntungan fasilitas-fasilitas dari negara lain juga kekhawatiran

dikucilkan dari pergaulan internasionaljuga memberi kontribusi ketaatan

masyarakat internasional pada hukum internasional.2

1 Mochtar Kusumaatmaja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm 1172 Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hln. 14

1

Page 2: diplomatik dded eded

Dalam memenuhi kepentingan dan cita-cita suatu negara maka diciptakan

suatu hubungan yakni membuka hubungan diplomatik. Untuk memudahkan

proses interaksi tersebut maka setiap negara mengirim perwakilan-perwakilan

mereka ke negara lain berdasarkan prinsip timbal balik (respirocity), sebagai

penghubung kepentingan antar negara untuk berunding dengan negara lain dalam

rangka memperjuangkan dan mengamankan negaranya masing-masing disamping

mewujudkan kepentingan bersama.

Dengan meluasnya hubungan diplomatik tersebut maka tidak menutup

kemungkinan suatu negara akan mempunyai hubungan lebih dari satu negara saja

namun hampir seluruh negara di dunia.3 Dalam menjalin dan mengembangkan

hubungan dengan negara lainnya maka harus berdasarkan atas prinsip persamaan

hak serta perdamaian antar negara seperti yang dijelaskan dalam pasal 1 ayat (2)

piagam PBB dan juga pembukaan Konvensi Wina 1961 tentang hubungan

diplomatik, yaitu:

“mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa-bangsa berdasarkan

penghargaan atas prinsip-prinsip persamaan hak dan hak untuk menentukan nasib

sendiri, dan mengambil tindakan-tindakan lain untuk memperteguh perdamaian

universal”.4

Awalnya pelaksanaan hubungan diplomatik antar negara didasarkan pada

prinsip kebiasaan yang dianut oleh praktik-praktik negara. Kebiasaan tersebut

lahir dengan diakuinya duta yang dikirim bangsa lain ke suatu negara untuk

3Edy Suryono, Perkembangan Hukum Diplomatik, Mandar Madju, Bandung, 1992, hlm. 34 Pasal 1 ayat (2) Piagam PBB dan Pembukaan Konvensi Wina tahun 1961

2

Page 3: diplomatik dded eded

mewakili bangsa dan pemerintahnnya, sehingga pihak penerima tidak dapat

mencampuri urusannya. Prinsip kebiasaan tersebut berkembang sangat pesat,

hampir seluruh negara di dunia melakukan hubungan internasional berdasarkan

pada prinsip tersebut. Karena semakin pesatnya penggunaan prinsip tersebut yang

dianut oleh negara di dunia maka prinsip ini menjadi kebiasaan internasional

yang merupakan kebiasaan yang dapat diterima umum sebagai hukum oleh

masyarakat internasional. Oleh karena itu hukum Internasional dibidang

hubungan diplomatik dan konsuler menjadi pedoman bagi negara-negara dalam

melaksanakan hubungannya dengan negara-negara lain. Negara-negara di dunia

juga melakukan usaha untuk mengkodifikasi hukum diplomatik dan konsuler

tersebut, hingga pada tahun 1961 kodifikasi hukum diplomatik mencapai

puncaknya, dengan ditandatanganinya The Vienna Convention on Diplomatic

Relation.

Pada abad ke-16 dan 17 dalam pergaulan masyarakat, negara sudah

dikenal semacam misi-misi konsuler dan diplomatik dalam arti yang sangat umum

seperti yang dikenal dikenal sekarang. Praktik dan kebiasaan itu kemudian

dirumuskan dalam sejumlah peraturan yang lambat laun menjadi hukum tertulis

yang kemudian dikenal dengan hukum diplomatik dan konsuler. Sejak kongres

wina 1815, para anggota diplomatik diberikan penggolongan dan tatacara

sementara telah dibicarakan, namun tidak ada satupun yang berusaha untuk

merumuskan prinsip-prinsip dalam hubungan diplomatik dalam suatu kodifikasi

yang dapat diterima oleh masyarakat internasional. Kongres tersebut hanya

didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan hukum internasional yang juga diambil dari

3

Page 4: diplomatik dded eded

praktik negara-negara. Penggolongan pangkat diplomatik telah disetujui dalam

kongres wina kemudian mengalami perubahan dengan diubah dan

disempurnakannya protokol aix-la-chapelle. Dalam konvensi wina tersebut

penggolongan Kepala Perwakilan Diplomatik ditetapkan sebagai berikut:

1. Duta-duta besar dan para utusan (Ambasadors and legats)

2. Menteri Berkuasa Penuh dan Duta Luar Biasa (minister Plenipotentiary

and Envoys Extraordinary)

3. Kuasa Usaha (Charge d’ affaires)5

Sedangkan didalam kongres Aix-la-Chapelle 1818, penggolongan tersebut telah

ditambahkan lagi dengan Minister Resident sebagai golongan ketiga. Sebenarnya

kongres Wina ini dilihat dari segi substansi, ptaktis tidak mengubah apa-apa

terhadap praktik yang sudah ada sebelumnya, yang jelasnya hanya sebagai upaya

positif mengkodifikasi praktik-praktik negara-negara dalam bidang hubungan

diplomatik menjadi hukum tertulis, sehingga lebih terjamin kepastiannya bagi

negara-negara yang melaukan hubungan diplomatik.6

Dalam kerangka Liga Bangsa-Bangsa diupayakan kodifikasi yang

sesungguhnya. Namun, hasil-hasil yang dicapai oleh Komisi ahli ditolak oleh

Dewan Liga Bangsa-Bangsa, dengan alasan belum waktunya untuk merumuskan

kesepakatan global mengenai hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik yang

cukup kompleks. Oleh karena itu masalah tersebut tidak dimasukkan kedalam

Konferensi Den Haag. Disamping itu di Havana dalam konvensi ke-6 Negara-

5 T. May Rudi, Hukum Internasional 2, Refika Aditama, Bandung : 2006, hlm. 656 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik teori dan kasus, Alumni, Bandung: 2013,hlm. 6-7

4

Page 5: diplomatik dded eded

Negara Amerika (OAS) menerima Convention On Diplomatik Officers yang

diratifikasi oleh negara-negara Amerika kecuali Amerika Serikat yang hanya

menandatangani kerena menolak ketentuan yang menyetujui pemberian suaka

politik.

Pada tahun 1974, komisi hukum internasional yang dibentuk oleh majelis

umum PBB (GA. Res. 174 II/1947) menetapkan topik pembahasan yang termasuk

didalamnya mengenai hubungan diplomatik dan kekebalan-kekebalan. Namun

pembahasan mengenai hubungan diplomatik tidak mendapatkan perioritas.

Selanjutnya sering terjadi insiden hubungan diplomatik sebagai akibat perang

dingin, dan dilanggarnya ketentuan-ketentuan mengenai hubungan diplomatik.

Pada tahun 1954 komisi mulai membahas masalah-masalah hubungan dan

kekebalan diplomatik dan sebelum akhir 1959 Majelis Umum melalui resolusi

1450 (XIV) memutuskan untuk menyelenggarakan suatu Konvensi Internasional

untuk membahas masalah-masalah dan kekebalan-kekebalan diplomatik.

Konvensi tersebut dengan nama The United Nations Conference of Diplomatic

Intercource and Imunites mengadakan sidangnya di Wina dari tanggal 2 Maret

sampai 14 April 1961. Konvensi tersebut diterima oleh 27 negara dengan 52 pasal

dan 2 protokol. Tiga tahun kemudian konvensi tersebut mulai berlaku dan

sekarang hampir seluruh negara di dunia telah meratifikasi konvensi tersebut.7

Konvensi Wina 1961 tentang Diplomatic Relation memberikan landasan hukum

Internasional yang kuat dan tepat bagi negara-negara untuk menjalin dan

7 Boer Mauna, Hukum Internasional, Hukum Internasional Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, P.T. Alumni, Bandung, 2000, hlm. 512

5

Page 6: diplomatik dded eded

meningkatkan hubungan antar negara dalam rangka memenuhi nation interest

mereka dan menjaga perdamaian dunia dengan menjunjung tinggi hak asasi

manusia (human rights).8

Secara umum diakui bahwa dalam melaksanakan hubungan diplomatik setiap

negara mempunyai right of legation. Hak legasi ini ada yang aktif dan ada yang

aktif. Hak legasi yang aktif yaitu hak suatu negara untuk mengakreditasikan

wakilnya ke negara lain dan hak legasi pasif yaitu kewajiban untuk menerima

wakil-wakil negara asing.akan tetapi hak legasi ini secara berangsur-angsur telah

ditinggalkan oleh karena itu, hukum internasional tidak mengharuskan suatu

negara membuka hubungan diplomatik dengan negara lain, seperti juga tidak ada

keharusan untuk menerima misi diplomatik asing disuatu negara. Demikian juga

suatu negara tidak mempunyai hak meminta negara lain untuk menerima wakil-

wakilnya. Seperti ditegaskan dalam pasal 2 Konvensi Wina tahun 1961:

“The establishment of diplomatic relations between states, and of permanent

diplomatic mission, take place by mutual consent”.9

Dalam hal ini dalam melakukan hubungan diplomatik dengan negara-negara di

dunia haruslah berdasarkan kesepakatan bersama. Kesepakatan ini biasanya

diumumkan dalam bentuk resmi seperti komunike bersama, perjanjian

persahabatan, dan lain-lain. Prinsip kesepakatan bersama yang terdapat dalam

konvensi merupakan hasil kompromi rasional yang sepenuhnya sesuai dengan

8 Syafrinaldi, Hukum Internasional Antara Harapan Dan Kenyataan, UIR Press, Pekanbaru, 2000, hlm. 54

9 Pasal 2 Konvensi Wina tahun 1961

6

Page 7: diplomatik dded eded

prinsip bahwa setiap pembatasan kedaulatan harus disetujui negara yang

bersangkutan.

Dalam konvensi wina pembukaan dan penerimaan wakil diplomatik adalah

hal yang berbeda, sebuah negara bisa saja membuka hubungan diplomatik, tetapi

belum tentu negara tersebut dapat menerima perwakilan diplomatik yang tetap.

Pembukaan hubungan diplomatik ini juga terkait dengan pengakuan terhadap

suatu negara. Dalam hukum internasional tidaklah dapat dipaksakan suatu negara

untuk mengakui sebuah negara lain, oleh karena itu penolakan terhadap wakil-

wakil diplomatik adalah hal yang biasa dilakukan. Dalam praktiknya suatu negara

memberi pengakuan terlebih atas berdaulatnya suatu negara yang lain kemudian

membuka hubungan diplomatik, dan dapat juga terjadi pembukaan hubungan

diplomatik yang merupakan pengakuan terhadap suatu negara. Bila dua negara

telah mencapai kesepakatan untuk membuka perwakilan diplomatik maka yang

harus ditentukan selanjutnya adalah tingkat perwakilan yang dibuka oleh masing-

masing negara. Dalam konvensi Wina 1961 pasal 14 penetapan tingkat-tingkat

perwakilan diplomatik sebagai berikut:

1. Para duta besar atau nuncios yang diakreditasikan kepada kepala negara dan

para kepala perwakilan lain yang sama pangkatnya

2. Para utusan, duta dan internuncios yang diakreditasikan kepada kepala

negara

3. Para kuasa usaha yang diakreditasikan kepada menteri luar negeri.

7

Page 8: diplomatik dded eded

Sebagian besar perwakilan diplomatik dipimpin oleh envoys extraordinary

atau ministers seperti yang terdapat dalam klasifikasi pejabat diplomatik dalam

Konvensi Wina 1815, tetapi semenjak tahun 1960-an terdapat perubahan hampir

semua perwakilan diplomatik di dunia berstatus kedutaan besar dan dipimpin oleh

seorang duta besar. Pengangkatan seorang duta besar biasanya dilakukan atas

nama kepala negara. Calon-calon duta besar diajukan oleh menteri luar negeri

kepada kepala negara untuk mendapatkan persetujuannya. Cara-cara memilih

calon-calon tidak selalu sama bergantung pada sistem dan praktik yang berlaku

disuatu negara. Dapat dilakukan pemilihan calon ditentukan oleh kabinet atau

dilakukan oleh kementerian luar negeri saja setelah memperhatikan berbagai

faktor. 10

Salah satu prinsip negara beradab dalam hukum Internasional adalah dengan

memberikan perlindungan terhadap orang asing. Orang asing harus diperlakukan

sesuai dengan perilaku internasional terhadap hak-hak dasar manusia. Dasar

prinsip ini adalah “Universal Respect for and Observance of Human Rights and

Fundamental Freedom” sebagaimana dicantumkan dalam pasal 1 ayat (3) Piagam

PBB dan bertujuan untuk menjamin pemberian perlindungan dengan kepentingan-

kepentingan hukum tanpa membedakan warga negara.11

Konvensi Wina 1961 sebagai pengakuan adanya wakil-wakil diplomatik oleh

semua negara-nagara, maka konvensi ini merupakan faktor penting dalam

melaksanakan hubungan diplomatik kerena konvensi tersebut telah dapat

10 Boer Mauna, Op. Cit, hlm. 524-52711 Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional Bunga Rampai, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 113

8

Page 9: diplomatik dded eded

menyusun prinsip-prinsip hukum diplomatik khususnya mengenai kekebalan dan

keistimewan diplomatik yang mutlak diperlukan oleh semua negarasetiap negara

yang menjadi peserta konvensi harus tunduk dan patuh pada peraturan-peraturan

yang terdapat dalam konvensi baik secara keseluruhan maupun sebagian. Akibat

dari adanya perbedaan-perbedaan pandangan yang bertentanagan mengenai

dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian

Internasional oleh keduan negara akan menimbulkan sengketa.

Perlindungan terhadap suatu wilayah kedutaan disuatu negara merupakan

salah satu dari kekebalan dan keistimewaan hukum diplomatik. Kekebalan dan

keistimewaan hukum diplomatik ini tidak hanya menyangkut pada wilayah

kedutaan saja tetapi juga mencakub kekebalan dan keistimewaan pejabat

diplomatik. Pemberian kekebalan dan keistimewaan tersebut bertujuan untuk

memperlancar dan memudahkan kegiatan-kegiatan para pejabat diplomatik dan

bukan atas pertimbangan-pertimbangan lain. Kekebalan dan keistimewaan

diplomatik tidak saja dinikmati oleh para kepala perwakilan (seperti duta besar,

duta atau kuasa usaha), tetapi juga oleh anggota keluarganya yang tinggal

bersamanya, termasuk para diplomat lainnya yang menjadi anggota perwakilan. 12

Kedutaan merupakan kedudukan resmi perwakilan diplomatik dari negara

lain yang perlindungan terhadap wilayahnya menjadi hal yang sangat penting

untuk dibicarakan karna para pejabat diplomatik yang dikimkan oleh suatu negara

ke negara lainnya telah dianggap sifat suci yang khusus, gedung kedutaan sendiri

telah memiliki kekebalan yang diakui oleh negara-negara yang melakukan

12 Boer Mauna, Op. Cit, hlm 584

9

Page 10: diplomatik dded eded

hubungan diplomatik. Kekebalan terhadap kedutaan meliputi gedung perwakilan,

lingkungan dalam perwakilan maupun lingkungan luar perwakilan, selain itu

kantor perwakilan atau kedutaan diluar negeri tidak boleh dimasuki oleh pejabat-

pejabat dari negara penerima secara sembarangan tanpa persetujuan dari

perwakilan diplomatik. Sehingga negara negara penerima wajib menjaga

ketenteraman setiap pejabat-pejabat diplomatik. Untuk menunjukkan totalitas

kekebalan dan keistimewaan diplomatik, sering digunakan istilah exterritoriality

atau extra-territoriality. Istilah ini mencerminkan kenyataan bahwa para pejabat-

pejabat diplomat hampir dalam segala hal harus diperlakukan sebagaimana

mereka tidak dalam berada dalam wilayah negara penerima. Sifat exterritoriality

itu diberikan kepada para pejabat-pejabat diplomatik oleh hukum nasional negara

penerima yang didasarkan adanya keperluan bagi mereka untuk menjalankan

tugasnya bebas dari juridiksi, pengawasan negara setempat.Gedung yang

dipergunakan oleh sutu perwakilan diplomatik, baik gedung itu milik negara atau

kepala perwakilan maupun disewa dari perorangan, biasanya dianggap tidak dapat

diganggu gugat oleh para penguasa negara penerima, dibebaskan dari perpajakan,

kecuali bagi pajak-pajak dalam bentuk biaya pelayanan khusus seperti tarif air

dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum).13Suatu kewajiban yang bagi negara

setempat untuk mencegah setiap setiap serangan yang ditujukan kepada

seseorang, kebebasan dan kehormatan para diplomat, serta untuk melindungi

gedung perwakilan diplomatik. Adanya pemberian kekebalan dan keistimewaan

diplomatik bagi para pejabat diplomatik merupakan pemberian yang dianggap

sudah menjadi kebiasaan hukum Internasional, sesuai dengan aturan-aturan

13 Sumaryono Suryokusumo, Op Cit, hlm. 53

10

Page 11: diplomatik dded eded

kebiasaan dalam hukum Internasional. Kekebalan-kekebalan tersebut sering

diberikan secara jelas dalam hukum dan peraturan-peraturan negara penerima.

Sehubungan dengan hal tersebut terdapat tiga teori mengenai landasan hukum

pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatik yaitu teori eksterritorialitas,

teori representatif, dan teori kebutuhan fungsional.14

Kekuatan Konvensi Wina adalah diterimanya prinsip resiprositas yang telah

merupakan sanksi efektif dan tetap atas ketaatan terhadap ketentuan-ketentuan

konvensi. Tiap negara sekaligus merupakan negara pengirim dan penerima, bila

suatu negara lalai dalam memberikan hak-hak istimewa dan kekebalan atau

perlindungan terhadap wakil-wakil negara asing, maka negara asing tersebut

diperkirakan akan mengambil sikap yang sama.

Kelalaian dan dan kegagalan negara penerima dalam memberikan

perlindungan diplomatik merupakan pelanggaran terhadap ketentuan konvensi.

Oleh karenanya negara penerima wajib bertanggung jawab atas terjadinya hal

yang tidak menyenangkan tersebut. Kelalaian dan kegagalan tersebutlah yang

akhirnya memunculkan tanggung jawab tersendiri yang dikenal sebagai

pertanggung jawaban negara. Oleh karena itu penting bagi suatu negara untuk

memberikan perlakuan yang baik kepada perwakilan diplomatik dari negara asing

agar wakil diplomatik di negara lain juga mendapat perlakuan yang sama.

Meningkatnya sejumlah kejahatan serius yang dilakukan terhadap perwakilan

diplomatik dan misi-misi diplomatik, seperti pembunuhan dan penculikan para

14 Syahmin, AK., Hukum Diplomatik dalam kerangka studi analisis, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm. 19

11

Page 12: diplomatik dded eded

putusan serta serangan-serangan yang diajukan terhadap gedung-gedung

kedutaan, menyebabkan dilakukannya pengesahan oleh PBB atas konvensi

tentang pencegahan dan penghukuman atas kejahatan-kejahatan terhadap orang-

orang yang dilindungi secara Internasional termasuk wakil-wakil diplomatik.15

Namun dalam prakteknya diberbagai tempat masih terus sering terjadi gangguan

dan serangan oleh berbagai kelompok tertentu. Salah satu contohperlakuan yang

tidak menyenangkan adalah insiden demo yang dilakukan warga Libya dikantor

perwakilan diplomatik Amerika Serikat yang ada di Benghazi, Libya yang

mengakibatkan duta besar Amerika Serikat dan tiga Staffnya tewas.Pada 11

september 2012 laluterjadi pengeboman melalui roket di gedung Konsulat

Amerika Serikat di timur kota Benghazy, Libya.Peristiwa ini merupakan aksi

protes sekelompok masyarakat Libya tepatnya terhadap sebuah filmberjudul

“innocence of Moeslem” yang melecehkan Nabi Muhammad SAW. Film tersebut

diproduksi oleh seseorang keturunan Mesir yang menjadi warganegara Amerika

Serikat. Duta besar Amerika Serikat, Christopher Stevens adalah satu dari empat

pejabat Amerika Serikat yang tewas dalam demonstrasi rakyat Libya tersebut

Insiden atas kematian Duta Besar Amerika di Libya merupakan masalah yang

beterkaitan dengan ketidak patuhan terhadap konvensi Wina 1961 kerena negara

Libyasebagai negarapenerima telah lalai dalam memberikan perlindungi terhadap

hak dan kekebalan wakil diplomatik Amerika Serikat.

Dalam menyelesaikan suatu sengketa internasional hukum internasional

menyediakan pilihan-pilihan, tergantung kemauan dari para pihak. Untuk menjaga

15 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh 2, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 568

12

Page 13: diplomatik dded eded

perdamaian internasional hendaknya penyelesaian suatu sengketa dilakukan

dengan cara musyawarah karna pada prinsipnya negara-negara yang ada dapat

hidup dengan baik jika saling menjaga hubungan baik. Prinsip penyelesaian

sengketa secara damai yang digunakan masyarakat internasional tersebut tertuang

dalam pasal 1 Konvensi Den Haag Tahun 1907 yang kemudian di ambil alih oleh

piagam PBB yang berbunyi16 :

“All dispute shall settle their international dispute by peaceful means in such a

manner that international peace and security, and justice, are not endangered”.17

Dari uraian diatas mengenai pelanggaran terhadap perwakilan diplomatik,

penulis tertarik untuk menulis penelitian yang berjudulPerlindungan Terhadap

Wakil Diplomatik Menurut Konvensi Wina Tahun 1961 (Studi Kasus Tewasnya

Duta Besar As Di Libya)

B. Masalah Pokok

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah terkait

dengan permasalahan tersebut adalah:

1. Bagaimana perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut Konvensi Wina

tahun 1961?

2. Bagaimana penyelesaian perselisihan antara negara AS dan Libyaatas

tewasnya duta besar AS di Libya?

16 Jurnal Vol. 5 No.1, hlm 9017 Pasal 2 ayat 3 Piagam PBB

13

Page 14: diplomatik dded eded

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan adanya skripsi ini diharapkan adanya suatu kondisi yang baik,

adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut

Konvensi Wina tahun 1961 tentang hubungan Diplomatik

2. Untuk mengetahui kasus tewasnya Duta Besar AS di Libya

3. Untuk mengetahui pernyelesaian antara negara AS dan Libya atas

tewasnya duta besar AS di Libya

Sedangkan manfaat yang ingin dicapai Peneliti adalah bahwa peneliti

berharap penelitian ini memiliki manfaat praktis maupun manfaat akademis bagi

mahasiswa maupun masyarakat umum yang berminat terhadapmasalah-masalah

diplomatik:

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah pengetahuan dalam bidang hukum diplomatik

khususnya dalam bidang perlindungan terhadap wakil diplomatik

b. Agar dapat menerapkan ilmu hukum secara teoritis dibangku perkuliahan

dan menghubungkannya dengan kenyataan yang ada dilapangan.

2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan akan bermanfaat bagi perkembangan hukum diplomatik di

Indonesia

b. Menjadi bahan referensi oleh pembaca, baik mahasiswa, maupun dosen

ataupun masyarakat umum sehubungan masih kurangnya literatur

14

Page 15: diplomatik dded eded

berkaitan dengan hukum diplomatik khususnya dalam bidang

perlindungan terhadap wakil diplomatik.

D. Tinjauan Pustaka

Hukum Internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan

dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antar negara-

negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat

Internasional. Dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan

teknologimeningkat pula hubungan kerjasama dan saling ketergantungan antar

negara, muncul oragnisasi-organisasi internasional dalam jumlah yang sangat

banyak telah menyebabkan ruang lingkup hukum Internasional menjadi luas.

Hukum Internasional publik mengatur hubungan antar negara dan subjek-

subjek hukum lainnya. Mengingat bahwa yang memuat hukum Internasional

adalah negara-negara, baik melalui kebiasaan-kebiasaan maupun hukum tertulis

dan sekaligus merupakan pengawas dari pelaksanaan hukum tersebut.18Dalam

pelaksanaan kekuasaannya, sebuah negara dapat mengikat dirinya untuk

memperhatikan peraturan dan berjanji melaksanakan kewajiban-kewajibannya.

Dengan demikian peraturan-peraturan hukum internasional yang telah mereka

terima baik secara langsung maupun tidak langsung bukan berasal dari kekuasaan

diatas negara yang bertentangan dengan sifat kedaulatannya, tetapi yang dibuat

oleh negara itu sendiri.19

18 Boer Mauna, Op. Cit. Hlm. 1 19 J. Frankel, Hubungan Internasional, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hlm 14

15

Page 16: diplomatik dded eded

Hubungan internasional adalah mencakub segala aspek macam hubungan

antar bangsa dan kelompok bangsa dalam masyarakat dunia dan kekuatan-

kekuatan serta tekanan-tekanan dalam proses menentukan cara hidup, cara

bertindak dan cara berpikir manusia dan masyarakat dunia. Setiap negara pada

dasarnya adalah peserta dalam hubungan internasional. Tetapi tidak semua negara

mempunyai intensitas keterlibatan dan aktivitas yang sama di area internasional.

Dalam ilmu hukum, terutama dalam hukum positif sumber hukum

merupakan nilai yang sangat penting. mengenai sumber hukum, dapat dibedakan

sumber hukum meteriil dan formal. Mochtar Kusumaatmaja mengatakan sumber

hukum materiil berarti membicarakan dasar berlakunya hukum dan mengapa

hukum mengikat. Sedangkan sumber hukum formal merupakan tempat

ditemukannya hukum yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.20

Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkama Internasional menetapkan bahwa

sumber hukum Internasional adalah:

1. Perjanjian Internasional (international convention), baik yang bersifat

umum maupun khusus

2. Kebiasaan internasional (international custom)

3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principle of law) yang diakui

oleh negara-negara beradap

4. Keputusan pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang

telah diakui kepakarannya (teachings of the most highly qualified

publicists).21

20 A. Masyhur Efendi, Hukum Diplomatik Internasional Hubungan Bebas Aktif AsasHukum diplomatik Dalam Era Ketergantungan Antar Bangsa, Usaha Nasional, hlm. 78-79

21 Pasal 38 ayat (1)Statuta Mahkama Internasional

16

Page 17: diplomatik dded eded

Perjanjian Internasional timbul sebagai konsekuensi dari adanya hubungan

antar negara-negara di dunia, yang pada era globalisasi ini berkembang hingga

mencakup hubungan antar negara dengan organisasi internasional, maupun antar

organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya. Pengaturan

tertulis mengenai perjanjian internasional disusun dalam Vienna on the Law of

Treaties 1969. Perjanjian Internasional menurut Konvensi Wina 1969 adalah:

“An international agremeent concluded states in written from and

governed by international law, whether embodied in a single instrument or

in two or more related instruments and whatever its particulr

designation”.22

Yang berarti suatu persetujuan yang dibuat antar negara dalam bentuk

tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen tunggal

atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan

padanya. Dalam melakukan perjanjian internasional antar negara, ada dua jenis

perjanjian internasional, yaitu perjanjian bilateral dan perjanjian multilateral.

Perjanjian bilateral adalah perjanjian yang diadakan atau dibuat oleh dua negara,

sedangkan perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat atau perjanjian

yang melibatkan lebih dari dua negara.23

Dalam melakukan perjanjian internasional antara negara-negara baik

perjanjian bilateral maupun multilateral, cara pembentukan perjanjian

internasional secara umum masih tergantung pada kebiasaan masing-masing

negara. Namun, sebagai pedoman dalam melaksanakan perjanjian internasional

22 Pasal 2 ayat (1) Konvensi Wina 196923 Eddy Pratomo, Hukum Perjanjian Internasional Pengertian, Status Hukum, dan Ratifikasi,

Alumni, Bandung, 2011, hlm. 61

17

Page 18: diplomatik dded eded

haruslah berdasarkan ketentuan-ketentuan konvensi wina tahun 1969 tentang

perjanjian internasional.24

Terbentuknya hukum kebiasaan-kebiasaan Internasional merupakan hasil

dari praktek-praktek tindakan sama negara-negara dalam menyelesaikan suatu

persoalan yang dilakukan secara konstant secara universal tanpa adanya

tentangan. Hukum Kebiasaan-kebiasaan tersebut salah satunya adalah hubungan

diplomatik yang merupakan perundingan, yang didalamnya mengandung

pengertian atau makna untuk menyusun dan mencari kesepakatan-kesepakatan

bersama didalam berbagai bidang antara dua negara atau lebih. Perundingan

tersebut merupakan kegiatan diplomatik untuk saling memberi, menerima, dan

saling menguntungkan antara masing-masing pihak. Perwakilan diplomatik

merupakan wakil resmi dari suatu negara yang cukup penting untuk

memperlancar hubungan internasional.25 Agar perwakilan-perwakilan tersebut

dapat menjalankan tugasnya secara bebas dan aman dinegara penerima maka

diberikan hak keistimewaan dan hak kekebalan hukum. Pemberian hak kekebalan

dan hak keistimewaan tersebut pada hakikatnya merupakan hasil sejarah

diplomasi yang sudah lama sekali dimana pemberian semacam itu dianggap

sebagai kebiasaan internasional.26

Status perwakilan diplomatik sudah diakui sejak lampau. Hal ini dapat

diketahui melalui pembukaan konvensi wina tahun 1961 tentang hubungan

diplomatik, bahwa :

24 Syahmin AK, Hukum Perjanjian Internasional, amrico, Bandung, 198525 A. Masyhur Efendi, Op Cit, hlm. 6526 Rosyidi Hamzah, Jurnal Mahkamah Tewasnya Duta Besar AS di Libya, Vol. 5 No. 1, hlm 85

18

Page 19: diplomatik dded eded

“People off all nations from ancient time have recognized the status of

diplomatics agens”27

Dalam proses perkembangan politik internasional lebih lanjut, adanya

gerakan kemerdekaan suatu bangsa, ketidakpuasan dari sebagian warga negara

suatu negara terhadap pemerintahnya mengakibatkan adanya kekuatan politik baik

lokal maupun regional yang dapat mempengaruhi kedudukan para diplomat,

seringkali keselamatan diplomat terancam jiwanya sampai disandera atau dihabisi

nyawanya.

Libya adalah sebuah negara di Wilayah Afrika Utara, dengan luas wilayah

hampir 1,8 juta square kilometer(700.000 mil). Libya adalah negara terbesar ke

empat di Afrika menurut luas wilayah, dan ke-17 terbesar di dunia dimana

berbatasan dengan Laut Tengah disebelah utara, Mesir disebelah timur, Sudan

disebelah Tenggara, Chad dan Niger disebelah selatan, serta Aljzair dan Tunisia

disebelah barat.28

Jika dilihat dari pendapatan per kapitanya, Libya adalah negara terkaya di

Afrika. Menurut statistik, setiap penduduk yang berjumlah total hampir 6,4 juta,

memiliki pendapatan setidaknya 11.000 US Dollar. Namun kenyataannya tidaklah

secerah itu. Di Libya, kesenjangan yang signifikan antara yang kaya dan miskin

terlihat sejak bertahun-tahun lalu.

Libya memiliki populasi yang sangat muda, tiga perempat dari

penduduknya berusia lebih muda dari 30 tahun. Meskipun memiliki pendapatan

yang tinggi dari penjualan minyak dan gas, namun beberapa tahun terakhir ini

27 Pembukaan vienna convention on Diplomatic Relations 196128 http://id.wikipedia.org/wiki/Libya, di Akses 06 Maret 2015

19

Page 20: diplomatik dded eded

Libya gagal dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup. Tingkat

pengangguran dikalangan muda mencapai 20 hingga 25 persen.29

Minyak adalah salah satu kebutuhan vital bagi masyarakat Internasional

yang dapat mempengaruhi sistem Internasional. Sumber daya alam minyak dapat

mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara, misalnya kebijakan luar negeri

Amerika dimana Amerika telah mengejar negara yang mempunyai cadangan

minyak terbesar dan Libya telah memiliki hal tersebut. Minyak telah melahirkan

Interdependensi, dimana Amerika tergantung dengan Arab saudi dalam konteks

minyak begitupun Libya tergantung dengan Amerika Serikat dalam konteks

teknologi dan sebagainya.

Ketika Revolusi Islam Syi’ah di Iran meletus pada tahun 1979, hubungan

Libya dan AS memburuk. AS menyebut Libya sebagai sponsor terorisme dan

menutup kedubesnya di Tripoli, menghentikan hubungan perdagangan dan

ekonomi dengan Libya, serta pambekuan aset-aset Libya di AS sebagai balasan

atas peledakan diskotek di Berlin Barat yang dijadikan sebagai tempat hiburan

para pasukan AS. Ketika Ghaddafi mengakui bahwa Libya sedang

mengembangkan senjata pemusnahan massal, maka sikap AS berubah. Sejak saat

itu kedua negara berupaya mengadakan pendekatan, bahkan Libya memberi

kesempatan pada perusahaan minyak AS yang sebelumnya pernah beroperasi di

Libya untuk menanamkan modalnya.

Pada 15 Mei 2004 AS memutuskan menjalin kembali hubungan

diplomatik dengan Libya. Keputusan ini mendorong adalah langkah AS yang

29http://www.dw.de/libya-negara-terkaya-afrika/a-14853680 , di Akses 07 maret 2015

20

Page 21: diplomatik dded eded

merupakan bagian dari diplomasi minyak.30 Kerjasama pertama antara kedua

negara, yaitu dengan hadirnya perusahaan minyak di California pada tahun 1938

dalam perkembangannya kedua negara melakukan kerjasama dalam bidang

militer karena Libya membutuhkan keamanan bagi lingkungannya. Dengan

semakin meningkatnya kekayaan Libya, Libya mengalami transpormasi dimana

awal mulanya negara penerima bantuan ekonomi dari Amerika menjadi negara

yang mempu menyediakan bantuan luar negeri karena semakin banyaknya minyak

bumi yang memancar dari sumber-sumber minyak yang dinegaranya.

Dikemudian hari hubungan Amerika dan Libya semakin membaik

disebabkan kedua negara saling membutuhkan dan hal tersebut menjadi simbol

keberhasilan Amerika yang telah berhasil mengendalikan negara paling kaya di

Timur Tengah serta Libya sendiri merupakan pemicu semangat bagi industri

persenjataan Amerika.31

E. Konsep Operasional

Penulisan dalam penelitian ini menggunakan beberapa istilah yang

merupakan kata-kata kunci yang perlu dijabarkan secara khusus, dengan

memberikan batasan mengenai pengertian atas beberapa masalah umum yang

berkaitan permasalahan diatas. Pembatasan ini diharapkan dapat menjawab

permasalahan yang terkait dengan penelitian ini.

30 Abdul Hadi Adnan, Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika, Angkasa, Bandung, 2009, hlm 3931http://juicebambu.blogspot.com/2013/01/hubungan-amerika-serikat-dengan-arab.html , di Akses 07 Maret 2015

21

Page 22: diplomatik dded eded

Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas

hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara-

negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.

Hubungan internasional adalah mencakub segala aspek macam hubungan

antar bangsa dan kelompok bangsa dalam masyarakat dunia dan kekuatan-

kekuatan serta tekanan-tekanan dalam proses menentukan cara hidup, cara

bertindak dan cara berpikir manusia dan masyarakat dunia.

Kerjasama internasional, adalah kerjasama yang ruang lingkupnya

melintasi batas-batas Negara baik antar pemerintah maupun nin pemerintah untuk

mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama.

Hukum diplomatik merupakan aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan

hukum internasional mengenai hubungan diplomatik antar negara yang dilakukan

atas dasar kesepakatan bersama dan aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan

tersebut di buat dalam suatu instrumen-instrumen hukum sebagai hasil dari

kodifikasi hukum kebiasaan internasional dan pengembangan nya. Hukum

diplomatik merupakan salah satu sumber hukum internasional yakni kebiasaan

internasional. Sudah menjadi kebiasaan negara-negara dalam praktiknya

melakukan hubungan diplomatik atau hubungan kerjasama antara negara yang

satu dengan negara yang lain untuk mencapai tujuan negaranya masing-masing.

Diplomat adalah seorang perwakilan dari negaranya yang berkecimpungan

dalam urusan penyelenggaraan hubungan resmi antara satu negara dengan negara

lain untuk mencapai tujuan negaranya.32Pejabat diplomatik diberi hak-hak khusus

32 Mohammad Sholelhi, Diplomasi Praktik Komunikasi Internasional, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2011, hlm. 103

22

Page 23: diplomatik dded eded

yaitu Inviolability dan Imunity. Inviolability adalah kekebalan terhadap organ-

organ pemerintah dan atau kekuasaan negara penerima, dan kekebalan terhadap

segala gangguan yang merugikan serta hak untuk mendapatkan perlindungan dari

aparat pemerintah negara penerima. Immunity adalah kekebalan terhadap yuridiksi

pengadilan negara penerima baik dalam bidang hukum pidana maupun perdata. 33

Konvensi Wina tahun 1961 merupakan konvensi yang mengenai

hubungan diplomatik yang diadakan di Wina pada tahun 1961 dan disetujui oleh

majelis PBB serta diterima dan ditandatangani oleh 72 negara dalam

pengembangan hukum internasiolal konvensi ini termasuk hukum diplomatik

yang berisi ketentuan-ketentuan yang menyangkut tata cara melakukan hubungan

diplomatik, kekebalan dan pergaulan diplomatik yang telah diatur secara rinci.34

Dalam melakukan hubungan antar negara pasti akan ada perselisihan

diantara kedua negara yang dapat berpengaruh terhadap hubungan persahabatan

dan kepentingan-kepentingan antar negara. Dalam suatu sengketa intenasional

harus dilakukan penyelesaian secara internasional.

Sengketa internasional adalah sengketa yang bukan secara eksklusif

merupakan urusan dalam negeri suatu negara. Sengketa internasional juga tidak

hanya eksklusif menyangkut subjek-subjek hukum internasional saat ini sudah

mengalami perluasan sedemikian rupa melibatkan banyak non aktor. Dalam

penyelesaian perselisihan internasional tidak ada kewajiban negara untuk memilih

suatu prosedur tertentu, namun kewajiban pihak-pihak bersengketa adalah

menyelesaikan sengketanya secara damai. Jika sengketa tidak dapat diselesaiakan,

33 Syahmin AK, Op Cit, hlm 119 34 Ibid, hlm. 16

23

Page 24: diplomatik dded eded

setidaknya dapat me-manage dan mengontrol dirinya untuk tidak semakin

memperburuk situasi yang dapat menimbulkan ancaman terhadap perdamaian

keamanan internasional. 35

F. Meto de Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif dengan bentuk

studi dokumen yaitu berusaha mengumpulkan data dan informasi yang

berhubungan dengan judul penelitian yaitu tentang Perlindungan wakil

diplomatik menurut konvensi wina 1961 (studi kasus tewasnya duta besar

AS di Libya).

Penelitian dilihat dari sifatnya, maka penelitian ini adalah bersifat

deskriptif yang berarti penelitian bermaksud untuk memberikan gambaran

secara rinci, jelas, dan sistematis tentang masalah pokok penelitian.

2. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data yang

terdiri atas:

a. Bahan Hukum Primer

Adalah data pokok bahan yang menjadi dasar penelitian ini adalah

Konvensi wina tahun 1961

b. Bahan Hukum Sekunder

Adalah merupakan data atau bahan-bahan penunjang yang penulis

kumpulkan melalui buku-buku kepustakaan sebagai penjelasan

bahan hukum primer, terutama buku-buku dan literatur-literatur

35 Sefriani, Op Cit, hlm 327

24

Page 25: diplomatik dded eded

hukum lainnya dan hasil penelitian hukum yang lalu

sehubungannya dengan pembahasan dalam penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan hukum tambahan yang mendukung penelitian ini

yang didapat melalui media masa elektronik (internet) yang berupa

website yang membahas mengenai permasalahan yang akan diteliti

dan memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder.36

3. Analisis Data

Analisis data yang penulis gunakan pada penelitian yang bersifat

normatif ini dengan cara, dari data yang telah penulis peroleh dan

kumpulkan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta

bahan hukum tersier, kemudian dari data-data tersebut kemudian penulis

terangkum dan membuat pengelompokan berdasarkan jenis buku secara

tersusun yang sistematis yang kemudian diolah selanjutnya disajikan

kedalam bentuk kalimat-kalimat yang sistematis, denagan cara-cara

perbandinagn teori-teori, pendapat-pendapat, para ahli serta

membandingkannya dengan Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan

Diplomatik. kemudian barulah ditarik kesimpulan dari apa yang penulis

peroleh dengan berpedoman kepada tujuan tujuan penelitian, adapun hasil

dari kesimpulan dari penelitian ini ditentukan dengan metode induktif,

yaitu mengambil hasil kesimpulan dari hal yang bersifat khusus kepada hal

36 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 13

25

Page 26: diplomatik dded eded

yang bersifat umum yakni Konvensi wina tahun 1961 tentang hubungan

diplomatik kepada pelanggaran atas tewasnya duta besar AS di Libya.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi yang berjudul “Perlindungan Wakil Diplomatik Menurut

Konvensi W ina Tahun 1961 (Studi Kasus Tewasnya Duta Besar As Di Libya)”

ini berisikan empat bab yang berhubunagan antara yang satu dengan yang lain

yang diussun sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

B. Masalah Pokok

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

D. Tinjauan Pustaka

E. Konsep Operasional

F. Metode Penelitian

G. Sistematika Penulisan

H. Daftar Kepustakaan

BAB II : TINJAUAN UMUM

A.Uraian tentang peristilahan dan pengertian serta pengaturan

hubungan diplomatik serta teori-teori para sarjana yang

dijadikan sumber dalam kebiasaan dalam hukum internasional

yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

B. Kronologis tewasnya duta besar AS di Libya

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

26

Page 27: diplomatik dded eded

Pada bab ini dibahas tentang:

A. perlindungan wakil diplomatik menurut konvensi wina tahun

1961tentang hubungan diplomatik

B. penyelesian antara negara AS dan Libya atas tewasnya duta

besar AS di Libya

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Daftar Pustaka

27

Page 28: diplomatik dded eded

H. Daftar Pustaka

A. Buku-buku:

Abdul Hadi Adnan, Perkembangan Hukum Internasional di Afrika, Angkasa,

Bandung:2009

28

Page 29: diplomatik dded eded

Masyhur Efendi, Hukum Diplomatik Internasional Hubungan Bebas Aktif

Asas Hukum Diplomatik Dalam Era Ketergantungan Antar Bangsa, Usaha

Nasional

Boer Mauna, Hukum Internasional, Hukum Internasional Pengertian Peranan

Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, P.T. Alumni, Bandung:2000

Eddy Pratomo, Hukum Perjanjian Internasional Pengertian, Status Hukum,

dan Ratifikasi, Alumni, Bandung:2011

Edy Suryono, Perkembangan Hukum Diplomatik, Mandar Madju,

Bandung:1992

J. Frankel, Hubungan Internasional, Bumi Aksara, Jakarta:1991

J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh 2, Sinar

Grafika, Jakarta

Mochtar Kusumaatmaja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni,

Bandung:2003

Mohammad Shoelhi, Diplomasi Komunikasi Internasional, Simbiosa

Rekatama Media, Bandung:2011

29

Page 30: diplomatik dded eded

Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta:2011

Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta:2011

Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik teori dan kasus, Alumni,

Bandung:2013

Syafrinaldi, Hukum Internasional Antara Harapan Dan Kenyataan, UIR Press,

Pekanbaru:2000

Syahmin AK., Hukum Diplomatik dalam kerangka studi analisis, Rajawali

Pers, Jakarta:2008

Syahmin AK, Hukum Perjanjian Internasional, Amrico, Bandung:1985

T. May Rudi, Hukum Internasional 2, Refika Aditama, Bandung : 2006

Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional Bunga Rampai, Alumni,

Bandung:2003

B. Konvensi:

30

Page 31: diplomatik dded eded

Konvensi Wina tahun 1961 tentang hubungan diplomatik

Konvensi Wina tahun 1969 tentang perjanjian Internasional

Piagam PBB

Mahkama Internasional

C. Jurnal:

Jurnal Mahkamah, Vol. 5 No. 1

D. Internet:

http://id.wikipedia.org/wiki/Libya

http://www.dw.de/libya-negara-terkaya-afrika/a-14853680

http://juicebambu.blogspot.com/2013/01/hubungan-amerika-serikat-dengan-

arab.html

31

Page 32: diplomatik dded eded

32