Upload
doananh
View
249
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 3
DAFTAR ISI
Kementerian Keuangan Memangkas Rantai Birokrasi Layanan Pengesahan Dokumen Anggaran
Dukungan Teknologi Informasi Dalam Layanan Pengesahan DIPA
Penataan Regulasi Terkait Pengalihan DIPA
Dampak Pengalihan DIPA Terhadap Organisasi DJA
Apa Kata Mereka
7
11
27
44
50
55
60
61
68
30
36
40
14
19
21
24
DIP
ALAPORAN UTAMA
APBN
ARTIKEL LEPAS
PERENCANAAN
ENGLISH CORNER
POJOK FOTO
RESENSI
PNBP
Belanja Berkualitas
Burnout : Stress di Kantor
Menyongsong Era Baru Jaminan Kesehatan
Pembangunan Simponi: Sistem Informasi PNBP Online
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan MIGAS
Pendidikan Menengah Universal Kebijakan Baru Bidang Pendidikan Dalam RAPBN Tahun 2013
Pembangunan yang semakin Terintegrasi melalui Domestic Connectivity
Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Forces)“ Memburu Kekuatan, Menegakkan Kedaulatan”
The lovestory of an accountant?
Pameran Foto Komunitas Fotografi Anggaran
Buku: Indonesia Mengajar
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 5
SALAM REDAKSI
Pembaca yang budiman…
Ada sesuatu yang lain di Ditjen Anggaran pada tahun 2012 ini. Proses penelaahan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga (RKAKL) di Ditjen Angaran sesuai jadwal memang telah selesai awal minggu ke-3 bulan November 2012. Tahapan perencanan dalam siklus penganggaran ini berakhir ditandai dengan diterbitkannya Keppres tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (RABPP). Dulu, era tahun 2005 – 2011, Keppres tentang RABPP beserta Surat Pengesahan RKAKL (sebelumnya bernama Satuan Anggaran Per Satuan Kerja/SAPSK) itu adalah produk akhir yang dihasilkan oleh Ditjen Anggaran.
Berdasarkan SP RKAKL dan Keppres tentang RABPP tersebut, kementerian lembaga (KL) mengajukan konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk mendapat pengesahan dari Dirjen Perbendaharaan. Dokumen DIPA menjadi satu-satunya dokumen resmi yang menjadi acuan dan pedoman bagi KL untuk membiayai seluruh kegiatannya baik yang bersifat belanja pegawai, barang dan belanja modal. Dengan demikian ada 2 tahapan yang perlu dilalui oleh setiap KL untuk memperoleh dokumen DIPA. Pertama, proses pengajuan dan penelaahan RKAKL di Ditjen Anggaran. Kedua, proses pengesahan DIPA di Ditjen Perbendaharaan.
Namun, menjelang pertengahan 2012, Menteri Keuangan mengambil keputusan agar proses pengesahan DIPA dialihkan dari Ditjen Perbendaharaan ke Ditjen Anggaran. Semangat dari kebijakan tersebut adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada kementerian lembaga. Meski keputusan tersebut tak urung membawa konsekuensi pada perubahan proses bisnis di Ditjen Anggaran maupun Ditjen Perbendaharaan, namun ada beberapa alasan (yang wajib kita dukung) yang melatar belakangi Menteri Keuangan perlu mengambil kebijakan tersebut.
Nah, untuk mengulas latar belakang mengapa proses pengesahan DIPA perlu dialihkan dari Ditjen Perbendaharaan ke Ditjen Anggaran, dalam Warta Anggaran (WA) edisi 26 ini kami mengupasnya sebagai laporan utamanya. Hal ini perlu kami sampaikan agar para pembaca bisa memahami secara lengkap mengenai keputusan pengalihan tersebut. Tak lupa, kami sampaikan pula tanggapan para pemangku kepentingan (satuan kerja/kementerian lembaga) mengenai kebijakan tersebut. Pada edisi 26 ini, kami lengkapi pula dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 160/PMK.02/2012 tanggal 19 Oktober 2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan DIPA dalam bentuk sisipan.
Jadinya, sama dengan edisi 25 sebelumnya, WA edisi 26 juga tampil lebih tebal namun tetap full color. Kesemuanya kami sajikan agar para pembaca WA merasa puas akan informasi di bidang penganggaran sebagai core bussiness Ditjen Anggaran. Namun berbeda dengan edisi 25 yang tampil dalam bentuk edisi khusus, edisi 26 tampil sebagaimana biasanya. Rubrik perencanaan, rubrik APBN, rubrik PNBP dan rubrik lainnya serta tak lupa Bung Budget juga tetap kami sajikan.
Akhirnya, di penghujung tahun 2012 ini, tak lupa Segenap Dewan Redaksi Warta Anggaran mengucapkan ‘Selamat Tahun Baru 2013’. Semoga Allah swt, selalu memberi kemudahan dan melindungi kita semua…Hari esok harus lebih baik dari hari sebelumnya…..
Wassalam…
PENGARAH
PENANGGUNG JAWAB
REDAKTUR PELAKSANA
PENYUNTING
DESAIN GRAFIS & FOTOGRAFER
TATA USAHA DAN DISTRIBUSI
ALAMAT
KEUANGAN
Direktur Jenderal Anggaran
Sekretaris Ditjen Anggaran
Rini Ariviani F. – Langgeng Suwito – Waskito –Arief Masdi – M. Indra Zakaria Tarigan –Sunawan Agung S. – Ahmad Junaidi –Arif Kelana Putra – Robby Martaputra –Ade Permadi
I.G.A Krisna MurtiEko WidyasmoroHisyami Adib AsyrofiMujono Basuki
Fransiskus Edy SantosoWirawan SetiadjiDana Hadi
Rully WirastaningrumFaisal KhabibiFadly Anshory LubisDimas Abdilla
Gedung Sutikno Slamet Lt.11Jl. Dr. Wahidin no. 1Jakarta 10710Telepon: (021) 3435 7505
Albert Trisija
Redaksi menerima artikel untik dimuat dalam majalah ini.Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1.5 maksimal 5 halaman.Artikel dapat dikirim ke [email protected] majalah tidak mencerminkan kebijakan Direktorat Jenderal Anggaran
KALEIDOSKOP 2012
1. Penandatanganan Kontrak Kinerja Pejabat Eselon II (Jakarta, Januari 2012)
2. Review Baseline (Jakarta, Februari 2012)
3. Sosialisasi Awal Pembangunan Sistem Informasi PNBP Online (Jakarta, Juni 2012)
4. Workshop Pengembangan Standar Biaya (Jakarta, Agustus 2012)
5. Sosialisasi Penyelesaian DIPA 2013 (Jakarta, Oktober 2012)
6. Alokasi Anggaran 2013 dan Integrasi RKAKL DIPA (Jakarta, Oktober 2012)
7. Rakor DJA - DJPB: Persiapan Penyerahan/Distribusi DIPA Tahun 2013 (Jakarta, November 2012).
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 20124
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 20126 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 7
Semula proses pengesahan dokumen anggaran itu berada pada Direktorat Jenderal Anggaran untuk RKAKL dan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk DIPA. Pada proses penyusunan dokumen anggaran tahun 2013, Kementerian Keuangan memangkas proses pengesahan DIPA dan menjadikannya sebagai satu paket dalam proses pengesahan RKAKL.
ini merupakan salah satu langkah Kementerian Keuangan untuk meningkatkan pelayanan kepada pemangku kepentingan dalam proses pengaanggaran, terutama untuk kementerian. Proses pengesahan dokumen DIPA yang digabungkan ke dalam proses pengesahan RKAKL,
tentunya berpengaruh terhadap waktu layanan kementerian di luar Kementerian Keuangan. Yang jelas, pengaruhnya adalah meja birokrasi berkurang dan waktu yang diperlukan untuk penyelesaian dokumen anggaran (RKAKL dan DIPA) lebih pendek.
Dalam proses penganggaran ada 2 dokumen yang dikenal. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). RKAKL adalah dokumen anggaran yang dimaksudkan sebagai dokumen pengesahan dan pembagian anggaran untuk tujuan sesuai perencanaan (apportionment) sebagai hasil kesepakatan pemerintah dengan DPR.
Sementara DIPA adalah dokumen anggaran sebagai dasar penarikan anggaran dari kas negara (allotment) dalam pelaksanaan kegiatan yang merupakan turunan dari RKAKL. Perbedaan kedua dokumen tersebut seperti contoh berikut. Jika pemerintah dan DPR bersepakat bahwa suatu kementerian mendapat anggaran sebesar Rp2 miliar (dituangkan dalam dokumen RKAKL), belum tentu dokumen DIPA kementerian akan muncul angka yang sama, sebesar Rp2 miliar. Bisa saja DIPA kementerian tersebut sebesar Rp1,5 miliar tetapi tidak akan lebih dari Rp2 miliar.
“Ada beberapa keuntungan bagi para pemangku kepentingan yang dapat diperoleh dari pemangkasan rantai birokrasi dalam proses penganggaran,” jelas Rakhmat, Direktur Sistem Penganggaran. Pimpinan unit yang bertanggung jawab dalam hal bisnis proses penganggaran ini menambahkan bahwa penyederhanaan proses dalam pengurusan RKAKL dan DIPA termasuk penyelesaian revisi anggaran, jaminan integritas dan validitas data anggaran (single data base), dan adanya pemusatan layanan kepada kementerian (single
Ada perubahan penting dalam proses penyusunan dokumen anggaran tahun 2013. Kementerian Keuangan memangkas salah satu rantai proses penganggaran dan menjadikannya satu paket. Semula dokumen anggaran diproses oleh 2 unit eselon satu, sekarang hanya 1 yang menanganinya.
Foto
: C
amila
Deq
uech
KEMENTERIAN KEUANGAN MEMANGKAS RANTAI BIROKRASI LAYANAN PENGESAHAN DOKUMEN ANGGARAN
Oleh : Achmad Zunaidi*
Foto : Camila Dequech
LAPORAN UTAMA LAPORAN UTAMA
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 20128 9
point of contact) yang mendukung penyederhaaan proses layanan di Ditjen Anggaran.”
Kebijakan pemangkasan satu rantai birokrasi dalam proses penyusunan dokumen anggaran ini harus kita hargai. Pemangkasan proses pengesahan DIPA dengan menjadikan satu dalam proses pengesahan dokumen RKAKL merupakan tugas besar bagi Direktorat Jenderal Anggaran karena hanya mempunyai 1 kantor saja dengan jumlah pegawai sekitar 800 orang. Bandingkan dengan proses saat ini, pengesahan DIPA dilaksanakan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan 30 Kantor Wilayahnya yang memiliki jumlah pegawai sekitar 8.000 orang.
Ide PerubahanSelaku pengelola fiskal, fungsi atau bidang tugas yang diemban Menteri Keuangan meliputi penganggaran, perbendaharaan, dan pengelola fiskal lainnya. Untuk keseimbangan kewenangan (check and balances) pengelolaan keuangan negara, pelaksanaan fungsi penganggaran dan
perbendahraan harus terpisah pada unit eselon satu yang berbeda. Direktorat Jenderal Anggaran melaksanakan fungsi penganggaran (penyusunan rancangan anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, termasuk pengesahan dokumen RKAKL), sedangkan Direktorat Jenderal Perbendaharaan melaksanakan fungsi perbendaharaan (manajemen kas, termasuk pengesahan DIPA).
Dalam perjalanannya, ada keluhan dari kementerian soal waktu layanan yang lama untuk memproses dokumen anggaran, termasuk revisinya. Pangkal persoalaanya adalah kementerian harus berhubungan dengan 2 unit eselon 1 (Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan) untuk memproses kedua dokumen anggaran itu (RKAKL dan DIPA).
Kalau seandainya proses dokumen DIPA diintegrasikan ke dalam proses penyelesaian RKAKL, tentunya berpengaruh besar terhadap para pemangku kepentingan di luar Kementerian Keuangan. Yang jelas
berkurangnya meja birokrasi yang dilalui akan memangkas waktu yang diperlukan untuk memproses pengesahan dokumen anggaran.
Bisnis Proses Pengesahan Dokumen AnggaranBisnis proses pengesahan dokumen anggaran yang baru seperti gambar alur di bawah ini. Kementerian hanya berhubungan dengan Direktorat Jenderal Anggaran dalam memproses 2 dokumen anggaran sekaligus, yaitu RKAKL dan DIPA. Keterlibatan petugas dari kementerian hanya pada nomor 1 dan 10. Selebihnya adalah proses internal Direktorat Jenderal Anggaran. Pada nomor 1, kementerian menyampaikan dokumen RKAKL untuk dilakukan penelaahan bersama dengan petugas Direktorat Jenderal Anggaran. Jika hasil penelaahan disepakati, kementerian akan menandatangani konsep DIPA Induk (nomor 10). Selanjutnya, kementerian tinggal menunggu distribusi DIPA dan pada tanggal 1 Januari nanti siap melaksanakan kegiatan dengan dukungan anggaran yang terdapat dalam dokumen DIPA.
Fomat DIPAKebijakan pemangkasan proses pengesahan dokumen anggaran tidak hanya mengubah bisnis proses penganggaran tetapi juga format DIPA tahun 2013. Pertimbangan yang mendasari perlunya dilakukan perubahan jenis DIPA dari semula DIPA Satker menjadi DIPA Induk dan DIPA Petikan adalah:
1. Menjaga konsistensi penerapan penganggaran berbasis kinerja, mulai dari penetapan prioritas pembangunan dalam RKP, penyusunan RKA-K/L dan pengesahan DIPA.
2. Memberikan fleksibilitas kepada Pengguna Anggaran dalam hal
diperlukan adanya pergeseran anggaran antar Satker dalam satu Unit Eselon I dan satu Program, sepanjang pagu anggaran dan target kinerja tidak berubah sehingga dapat menyederhanakan proses revisi angga
3. Meningkatkan akuntabilitas K/L sebagai penanggung jawab pelaksanaan Program dan target kinerja yang harus dicapai termasuk koordinasi terhadap Satker-Satker yang berada di bawah Program yang bersangkutan.
4. Mengurangi beban Direktur Jenderal Anggaran dalam penandatanganan DIPA karena cukup DIPA per Unit Eselon I (+472 DIPA), tidak harus DIPA untuk seluruh Satker (+24.000 Satker),
namun secara legal DIPA untuk seluruh Satker tetap sah sebagai dasar pembayaran/pencairan dana.
Orang awam pasti bertanya, perbedaan pokok antara format DIPA lama dengan DIPA baru seperti apa. Secara prinsip format DIPA baru sama dengan format DIPA yang berlaku saat ini. Isinya juga memuat informasi mengenai besaran anggaran untuk masing-masing keluaran dari suatu kegiatan. Hanya saja, format DIPA baru memunculkan bentuk DIPA induk. Secara lebih rinci, perbedaan format DIPA yang lama dengan yang baru seperti dalam tabel di bawah ini.
KEMENTERIAN(UNIT ESELON 1)
DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN
Upload (RKA/L& data dukung) +
validasi
Upload ADK dan PDF ke Portal
WEB
Pengadaan Petikan DIPA
Distribusi
Penelaahan Online/Tatap Muka
R/U/HRKA-K/L RKA-K/L
DHP RKA-K/L
Digital Stamp
Posting
XML
KeppresRABPP
Konsep DIPA Induk
Usulan DIPA Induk
SP DIPA Induk
Petikan DIPA
Validasi
Update
Apprv - 1
Apprv 2/3/4
Pemblokiran
Val
idas
iE
BS
Catatan Penelaah
ADK
Menandatangani Konsep DIPA
Induk
1
2 3
4
5
7
6
8
109
11
12
13
14
15
No Format DIPA Lama (2012) Format DIPA Baru (2013)
1 DIPA (cetak/hardcopy) disusun oleh KPA per satuan kerja dan disahkan oleh Menteri Keuangan, cq. Dirjen Perbendaharaan, Direktur Pelaksana Anggaran dan Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan.
DIPA (cetak/hardcopy) disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dalam 2 bentuk:a. DIPA Induk (per unit eselon 1) dengan cakupoan meliputi
seluruh kegiatan dari program dalam unit eselon 1 berke-naan. DIPA induk disahkan oleh Menteri Keuangan cq. Dirjen Anggaran disertai kode pengaman (barcode).
b. DIPA Petikan (per satuan kerja) merupakan turunan dari DIPA Induk yang dicetak otomatis dari system. Pengesahan dengan barcode.
2 DIPA berlaku sebagai dasar pelaksanaan kegiatan satuan kerja dan dasar pengesahan pembayaran atas transaksi yang sah dari pelaksanaan kegiatan satuan kerja.
DIPA Induk dan DIPA petikan mempunyai legal standing yang sama (sebagai dasar pelaksanaan dan pengesahan). Secara ope-rasional, satuan kerja dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara hanya menggunakan DIPA Petikan. Ada syarat dan ketentuan (disclaimer) dalam DIPA Petikan yang menjelaskan keterkaitan fungsi DIPA induk dengan DIPA Petikan
3 Data base DIPA (data elektronik) digunakan untuk mendukung keakuratan dan kelancaran penatausa-haan pelaksanaan DIPA. Mekanisme nya adalah:a. KPPN Menerina hardcopy (DIPA asli dari kanwil
Ditjen Perbendaharaan / Direktoart Pelaksanaan Anggaran)
b. Berdasarkan DIPA asli, KPPN mendownload ADK DIPA dari FTP DJPB.
c. KPPN akan melakukan rekon anatra cetakan DIPA dengan ADK-nya
d. KPPN akan melakukan rekon antara cetakan DIPA dengan ADKA-nya
KPPN menerima database DIPA (data elektronik) langsung dari DJA*). Mekanismenya adalah:a. Data base dan DIPA Petikan dapat dipakai untuk mencocok-
kan kebenaran DIPA petikan yang digunakan oleh KPA.b. KPA menerima DIPA Petikan untuk digunakan sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan satuan kerja bersangkutan.
*) melalui prosedur sistem SPAN database diterima dari Ditjen Perbendaharaan.
Materi Pengelolaan RKAKL dan DIPA
LAPORAN UTAMA LAPORAN UTAMA
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201210
Suara Pemangku KepentinganIde perubahan bisnis proses penganggaran yang menguntungkan bagi pengguna tentu saja sangat didukung semua pihak. “Bisnis proses pengesahan dokumen RKAKL dan DIPA yang mengalami perubahan tidak mendatangkan permasalahan baru bagi perencana yang telah kenal dengan program aplikasi komputer sebagai sarananya,” ujar Masri, seorang perencana pada Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan . “Perubahan yang terjadi pada aplikasi komputer memang tidak banyak, hanya penambahan modul. Modul DIPA yang semula terpisah digabung menjadi satu dengan modul RKAKL,” tambahnya.
Masalah yang menurut Masri perlu mendapat perhatian dari pihak Direktorat Jenderal Anggaran adalah kesiapan sarana untuk menunjang program aplikasi. Bapak yang telah bergelut dalam perencanaan anggaran lebih dari 20 tahun ini menunjuk proses upload data RKAKL pada server yang dirasakan masih membutuhkan waktu lama.
“Sebenarnaya ada satu hal yang masih menjadi tanda tanya saya, yaitu masalah revisi anggaran,” kata bapak yang tinggal di Bekasi ini. Tanda tanya ini dapat dimaklumi karena revisi anggaran untuk dokumen DIPA (yang tidak berpengaruh terhdapa RKAKL) cukup ke Ditjen Perbendaharaan pada saat ini. Bagaimana dengan tahun 2013, setelah perubahan bisnis proses pengesahan dokumen anggaran? Apakah semua revisi nantinya
akan ke Ditjen Anggaran? Apakah ini tidak akan menambah panjang proses revisi? Itulah rentetan pertanyaan pegawai Kemendikbud memperkirakan masalah revisi anggaran pada tahun 2013 (sebagai informasi, peraturan revisi anggaran akan dikeluarkan pada bulan Januari 2013).
Pendapat lain dikemukakan oleh Fakih Usman, Kepala Bagian Perencanaan dan Penganggaran, Biro Perencanaan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. “Keluahan saya mengenai mepetnya waktu untuk proses pengesahan RKAKL dan kesiapan SDM. Cuman saya tidak bisa berkomentar banyak mengenai pengesahan DIPA karena masih dalam proses.”
Setelah Warta Anggaran menyampaikan bahwa setelah proses pengesahan RKAKL, kementerian tidak lagi ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk proses pengesahan DIPA tetapi semua sudah selesai di DJA saja, termasuk DIPA-nya. Bapak yang berumur 44 tahun ini sangat mendukung ide perubahan ini. “Jadinya saya tidak perlu lagi ke Ditjen Perbendaharaan,” katanya. Dia kemudian menceritakan pengalamannya pada saat mengurus pengesahan dokumen RKAKL dan DIPA untuk anggaran tambahan (maksudnya APBN Perubahan) pada pertengahan tahun 2012 sebagai perbandingan. “Saya harus ke DJA dulu untuk menyelesaikan pengesahan RKAKL. Barulah saya ke DJPB untuk mengurus pengesahan DIPA-nya,” jelasnya.
Permasalahn yang dihadapi pengguna layanan Kemeneterian Keuangan di atas bukannya tidak diantisipassi oleh Direktorat Jenderal Anggaran. Upaya untuk meminimalkan permasalahan dilakukan melalui persiapan sepanjang tahun 2011 sampai pertengahan 2012.
”Persiapan yang tela h dilakukan Ditjen Anggaran karena adanya perubahan proses bisnis penganggaran antara lain meliputi infrastruktur dan penyiapan SDM pemangku kepentingan. Untuk infrastruktur, telah dirilis system aplikasi RKAKL-DIPA versi 9.2 dan penambahan kapaitas bandwith jaringan internet pada tanggal 23 Oktober 2012. Sedangkan penyiapan SDM pemangku kepentingan, Ditjen Anggaran telah melalkukan sosialiasi perubahan bisnis proses dan penggunaan aplikasi RKAKL – DIPA 2013 dalam 2 bentuk. Pertama ceramah umum yang melibatkan peserta KL dalam jumlah besar (kurang lebih 500 orang). Kedua, pelatihan dalam kelas, sekitar 30-50 orang,” kata Made Arya Wijaya, Kepala Sudit Transformasi Sistem Penganggaran.Disamping dilakukan di Jakarta, kata Made, sosilaisai ini juga dilakukan di daerah untuk kantor vertikal dan SKPD seperti di Yogyakarta, Jayapura, Manado, dan beberapa daereah lainnya. Sosialiasai ini bekerja sama dengan Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat.
DUKUNGAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM LAYANAN PENGESAHAN DIPA
Oleh : Irwan Suliantoro*
DILIHAT DARI SUDUT TEKNOLOGI INFORMASI (TI), ADA HAL BARU DALAM PROSES PENGESAHAN DOKUMEN ANGGARAN UNTUK TAHUN ANGGARAN 2013. HAL BARU BERARTI ADA TANTANGAN DAN PERMASALAHAN BARU JUGA.
Foto
: A
yhan
YIL
DIZ
Foto : B S K
LAPORAN UTAMA LAPORAN UTAMA
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201210
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201212 13
Upaya peningkatan kualitas layanan pengesahan dokumen anggaran dari Kementerian Keuangan
mempunyai harga yang harus dibayar. Kerja lebih dari yang seharusnya adalah contoh kecil. Liburan 4 hari (menyambut satu muharam kemarin) tidak berlaku bagi pegawai Ditjen Anggaran yang bertanggung jawab dalam penyelesaian RKAKL-DIPA tahun 2013. Meneliti, memastikan kebenaran, dan mengunggah data ke server adalah tanggung jawab yang harus dituntaskan untuk mengejar pembagian DIPA pertengahan Desember 2012.
Ditjen Anggaran telah mempersiapkan diri untuk mengemban tugas baru tersebut, antara lain melalui penyediaan infrastruktur TI sebagai dukungannya. Yang perlu diketahui soal dukungan TI ini adalah server, program aplikasi, validasi data, digital stamp, dan PDF DIPA.
Sebagai tempat penyimpanan database RKAKL-DIPA, Pusat Informasi dan Teknologi telah menyediakan server tersendiri. Ini merupakan kebijakan manajemen penyimpanan database Kementerian Keuangan, sekaligus jaminan bahwa tempat penyimpanan data RKKL-DIPA cukup tersedia. . Program aplikasi dalam proses pengesahan dokumen anggaran mencakup program aplikasi: RKAKL-DIPA dan Surat Pengesahan-DIPA. Pengembangan/pembuatan aplikasi dilakukan dengan
menyesuiakan dan mengikuti bisnis proses penganggaran yang ada. Penyesuian aplikasi RKAKL-DIPA dilakukan dengan menambahkan informasi terkait Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), rencana penarikan dana, dan valuta asing (untuk satuan kerja penerima pinjaman luar negeri). Sedang pengembangan aplikasi Surat Pengesahan-DIPA dilakukan dengan memfasilitasi unggah data, validasi per-program, dan pencetakan DIPA.
Validasi (pengecekan data dalam sistem program aplikasi) yang dilakukan berupa penguatan ketentuan validasi, antara lain berupa pengecekan apakah nama KPA/bendahara/penandatangan SPM sudah diisi atau belum. Demikian juga rencana penarikan, akan divalidasi terlebih dahulu untuk memastikan terpenuhinya informasi di halaman III DIPA. Kode kantor bayar dan kode kewenangan juga tidak luput mendapat perhatian. Hal ini dilakukan mengingat pada masa pencetakan DIPA sebelumnya, Ditjen Perbendaharaan banyak meng-update data Surat Pengesahan-RKAKL yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Karena ada
perubahan bisinis proses, tentunya proses ‘pengecekan’ yang semula dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan dialihkan ke Ditjen Anggaran dan dilakukan melalui proses validasi baik pada komputer stand alone maupun jaringan, pada saat unggah data ke server. Bahkan backup aplikasi RKAKL itu sendiriti tidak dapat diuanggah ke server kalau belum lolos dari 52 jenis validasi. Pendeknya, proses validasi dilakukan untuk meminimalisir kejadian DIPA yang baru terbit namun langsung dilakukan revisi karena kesalahan input datanya.
Digital stamp merupakan kode unik yang di-generate (diuji ulang dan dipastikan kebenaran datanya) oleh aplikasi untuk menghasilkan barcode yang menempel pada dokumen DIPA dan digunakan untuk memastikan keaslian data. Tahun sebelumnya, digital stamp sudah diterapkan, tetapi hanya berupa rangkaian angka 16 digit. Tahun ini, ada penambahan barcode pada rangkaian angka tersebut.
Portable Document Format (PDF) DIPA merupakan format yang dimaksudkan
untuk mempermudah pendistribusian DIPA, mengingat dari 11 cetakan DIPA hanya 4 hardcopy, sedang sisanya didistribusikan menggunakan Pdf File. Secara mandiri, satuan kerja dapat mengunduh Pdf DIPA Petikan dan Arsip Data Komputer-nya (ADK) melalui aplikasi RKAKL-DIPA Online (www.rkakldipaonline.depkeu.go.id). Untuk user ID dan passwordnya sudah disediakan. Khusus untuk KPPN dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan selain melalui www.rkakldipaonline.depkeu.go.id, Pdf DIPA Petikandan ADK-nya dapat juga diakses melalui ftp://www.anggaran.depkeu.go.id dan ftp://10.100.10.20 (intranet). Pdf DIPA untuk Direktorat Pelaksanaan Anggaran (Ditjen Perbendaharaan), Gubernur, Setjen Kementerian/Lembaga, InspektoratJenderal, UnitEselon I, dan Badan Pemeriksa Keuangan didistribusikan menggunakan cakram disk (CD).
Namun demikian, persiapan yang telah dilakukan Ditjen Anggaran ternyata masih menemui kendala dan permasalahan yang sulit diprediksi sebelumnya. Berikut ini beberapa kendala (baik dari sisi aplikasi maupun human error) yang dihadapi terutama oleh rekan-rekan pada Direktorat Anggaran, Ditjen Anggaran.
Kendala pertama adalah proses unggah data. Dibanding sebelumnya, proses unggah data pada server sebenarnya sudah dibuat lebih cepat. Perintah penyimpanan data sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga proses insert berjalan jauh lebih cepat. Terkadang memang proses unggah data tidak berjalan sesuai yang dikehendaki, dimana proses insert data berjalan cukup lama. Sementara antrian data untuk diunggah dibelakangnya juga tidak dapat diproses. Inilah tugas rekan-rekan pada unit TI untuk mengawasi antrian upload.
Kendala kedua adalah validasi. Proses validasi dilakukan dengan memeriksa record per record data transaksi sehingga secara teori, proses validasi lmemakan waktu lebih lama ketimbang proses unggah data. Apabila data (per-program) yang diunggah mencapai 10.000 record dan setiap record-nya memerlukan waktu setengah detik, maka dapat dibayangkan berapa jam atau menit waktu yang dibutuhkan. Untuk diketahui, mekanisme validasi merupakan proses yang berlangsung di komputer pengguna. Oleh karena itu kapasitas memori dan prosesor sangat mempengaruhi. Jadi untuk data yang sama, proses validasi bisa memakan waktu yang berbeda antara satu komputer dengan komputer lainnya. Itulah sebabnya mengapa untuk aplikasi Surat Pengesahan-DIPA memerlukan spesifikasi komputer yang cukup tinggi (tidak sekedar untuk keperluan mengetik).
Kendala ketiga adalah Volume Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Kesalahan dalam input volume KPJM berupa isian volume KPJM yang seharusnya diisi jumlah output, namun diisi dengan jumlah rupiah. Volume output yang cukup diisi dengan kurang dari 4 digit namun diisi dengan 7 digit (atau lebih). Hal ini menimbulkan perhitungan KPJM yang membengkak. Kalkulasi KPJM yang seharusnya melibatkan variabel volume dengan jumlah biaya, menjadi kalkulasi antara jumlah biaya dengan jumlah biaya. Pembengkakan nilai KPJM ini dapat melampaui dari jumlah digit yang ada sehingga data yang terisi menjadi error (berisi tanda *). Bahkan tercatat di database, nilai KPJM 2014 untuk seluruh Kementerian/Lembaga mencapai 50 ribu triliun (sebuah angka yang sangat fantastis). Masalahnya, apabila data diperbaiki dan diunggah ulang, maka memerlukan waktu antrian lagi, sehingga terpaksa dilakukan perbaikan di database secara langsung.
Dilihat dari sudut teknologi informasi (TI), ada hal baru dalam proses pengesahan dokumen anggaran untuk tahun anggaran 2013. Hal baru berarti ada tantangan dan permasalahan baru juga.
Foto : Nick Benjaminsz
Foto : Dawson Toth
LAPORAN UTAMA LAPORAN UTAMA
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 15
Salah satu tugas Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal yang diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yaitu adalah mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran atau lazim yang umum disebut Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Sementara Fungsi Menteri Keuangan lainnya selaku Bendahara Umum Negara (BUN) sebagaimana diatur termuat dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yaitu juga berwenang mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran.
Selanjutnya, jika menilik Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) antara lain diatur bahwa DIPA tersebut disahkan oleh Menteri Keuangan paling lambat tanggal 31 Desember. Terkait dengan tugas tersebut, Menteri Keuangan melalui keputusannya Nomor 347/KMK.01/2008 tanggal 26 November 2008 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan Untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan, telah memberikan pelimpahan wewenang kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk dan atas nama Menteri Keuangan menandatangani Surat Pengesahan DIPA, sebagaimana termuat dalam Lampiran V angka 1 KMK ini.
Sebagai tindak lanjut dari amanat PP Nomor 90 Tahun 2010 tersebut, pada tanggal 10 Oktober 2011, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 164/PMK.05/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan DIPA yang menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk menjalankan wewenang yang telah dilimpahkan Menteri Keuangan dalam mengesahkan DIPA. Dalam PMK yang memuat 13 pasal pengaturan dan 2 (dua) lampiran tersebut memberikan gambaran business process secara utuh tentang mekanisme pengesahan DIPA yang harus dlaksanakan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Seiring berjalannya waktu, Menteri Keuangan memandang ada inefisiensi dan ketidakefektifan dalam proses pengesahan DIPA tersebut. Beberapa K/L sering mengeluhkan birokrasi yang panjang dalam pengurusan RKA-K/L dan DIPA yang melibatkan 2 (dua) unit Eselon I di Kementerian Keuangan, yaitu Direktorat Jenderal Anggaran dalam proses penyusunan RKA-K/L dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam proses pengesahan DIPA. Selain itu, sering terjadi perbedaan data anggaran yang disajikan kepada publik
lebih difokuskan pada penyederhanaan proses bisnis dan peningkatan kualitas layanan Kementerian Keuangan kepada stakeholder.
Reposisi tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Anggaran agar lebih difokuskan pada proses perencanaan penganggaran dengan memantapkan penerapan Unified Budget, Kerangka Pengeluaran Jangka Menegah, Penganggaran Berbasis Kinerja dan pelaksanaan tugas stratgeis lainnya, seperti peningkatan kualitas belanja APBN, monitoring dan evaluasi kinerja anggaran, serta kajian kebijakan penganggaran. Sementara reposisi tugas Direktorat Jenderal Perbendaharaan agar lebih difokuskan pada pelaksanaan fungsi Bendahara Umum Negara (BUN), yaitu treasury/cash management, budget execution, spending review dan meningkatkan kualitas laporan pertanggungjawaban keuangan, baik laporan Keuangan K/L (LKK/L) maupun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Selain itu, perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, membuka peluang terintegrasinya proses penyusunan RKA-K/L dan DIPA dalam satu rumah. Apalagi saat ini Kementerian Keuangan sudah memiliki lokomotif SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara), tentunya peluang itu semakin lebar untuk menggerakan roda perubahan dalam menyatukan 2 (dua) ‘saudara’ proses pengesahan DIPA dan proses penyusunan RKA-K/L.
Dalam konteks pelayanan kepada stakeholder, perubahan tersebut diharapkan dapat memberikan nilai tambah (added value) berupa efisiensi dari sisi biaya (more efficient), peningkatan kualitas layanan (better quality of service) dan adanya percepatan waktu layanan (quick service time). Sedangkan dalam konteks pengalihan pengesahan DIPA dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan kepada Direktorat Jenderal Anggaran, selain memberikan nilai tambah tersebut, juga memberikan nilai tambah lainnya yaitu adanya penyederhanaan proses dalam pengurusan RKA-K/L dan DIPA, termasuk penyelesaian revisi anggaran, adanya jaminan integritas dan validitas
PENATAAN REGULASI TERKAIT PENGALIHAN DIPA
Oleh : Agus Slamet Riyadi*
Pengalihan proses pengesahan DIPA dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan kepada Direktorat Jenderal Anggaran lebih difokuskan pada penyederhanaan proses bisnis dan peningkatan kualitas layanan Kementerian Keuangan kepada stakeholder.
karena menggunakan sumber data dari unit yang berbeda. Kondisi inilah yang ingin diubah oleh pimpinan Kementerian Keuangan agar proses pengurusan RKA-K/L dan DIPA diselesaikan dalam satu atap. Apabila RKA-K/L yang menjadi dasar dalam penyusunan DIPA disusun dan ditelaah oleh Direktorat Jenderal Anggaran dan proses pengesahaan DIPA juga dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran, maka akan memudahkan K/L dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran. Hal ini tentunya bisa memangkas birokrasi dan menghemat biaya. Sejalan dengan tujuan tersebut, Menteri Keuangan memerintahkan agar pengesahan DIPA di Direktorat Jenderal Anggaran diimplementasikan mulai tahun anggaran 2013.
Pengalihan proses pengesahan DIPA dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan kepada Direktorat Jenderal Anggaran
Foto : v flores
LAPORAN UTAMA LAPORAN UTAMA
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201216 17
data anggaran (single database) dan adanya pemusatan layanan kepada K/L (single point of contact). Tentunya, hal ini sejalan dengan praktik good governance dalam konteks pengelolaan keuangan negara yang diwujudkan dalam proses yang tepat waktu dan relatif sederhana dengan tetap menjaga sisi akuntabilitas, transparansi dan check and balance.
Penataan RegulasiProses pengalihan DIPA dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan kepada Direktorat Jenderal Anggaran, tentunya harus diimbangi dengan penataan regulasi di dalamnya, meliputi penyusunan peraturan (baru) terkait dengan DIPA, pengharmonisasian peraturan baik yang akan disusun maupun peraturan yang telah ada terkait DIPA. Mengingat implementasi pengalihan DIPA kepada Direktorat Jenderal Anggaran tersebut diharapkan efektif berlaku mulai tahun anggaran 2013, maka salah satu implikasi yang harus diperhatikan dan ditindaklanjuti antara lain penataan dari sisi regulasi terkait pengalihan DIPA. Penataan regulasi tersebut harus segera dilaksanakan dalam limitasi waktu yang tersedia.
Implikasi dari sisi regulasi yang harus ditata kembali meliputi review dan penyesuaian terhadap peraturan-peraturan terkait struktur organisasi, pembagian tugas dan fungsi unit dan ketentuan terkait pengaturan DIPA. Banyak ragam peraturan yang perlu diselaraskan dengan beralihnya proses pengesahan DIPA ke Direktorat Jenderal Anggaran. Sebagai langkah awal pemetaan peraturan terkait pengesahan DIPA yang perlu diselaraskan adalah 2 (dua) ketentuan/peraturan, yaitu ketentuan terkait perubahan pelimpahan kewenangan dari Menteri Keuangan untuk menandatangani DIPA yang semula diberikan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk selanjutnya diberikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran, dan peraturan terkait petunjuk penyusunan dan pengesahan DIPA.
Pelimpahan wewenang dari Menteri Keuangan untuk mengesahkan DIPA
semula ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 347/KMK.01/2008, yang diberikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk dan atas nama Menteri keuangan menandatangani Surat Pengesahan DIPA. Seiring dengan beralihnya proses pengesahan DIPA di Direktorat Jenderal Anggaran, maka ketentuan ini perlu diselaraskan. Oleh karena itu, pada tanggal 24 Agustus 2012 Menteri Keuangan telah menerbitkan KMK Nomor 293/KMK.01/2012 tentang Pelimpahan Wewenang kepada Direktur Jenderal Anggaran Untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Mengesahkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran, yang mencabut ketentuan dalam KMK Nomor 347/KMK.01/2008.
Hal yang tidak kalah penting untuk segera disesuaikan adalah peraturan terkait petunjuk penyusunan dan pengesahan DIPA, yang merupakan ‘ruh’ dari proses pengesahan DIPA yang selama ini berjalan (existing). Sejalan dengan dinamika perubahan dan perkembangan dalam pengelolaan keuangan negara, beberapa konsepsi terkait pengesahan DIPA yang ada saat itu perlu ditinjau kembali, di antaranya konsep Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang merupakan produk akhir dari proses perencanaan penganggaran dan semula disahkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran, konsep batas pemisah antara fungsi perencanaan dan pelaksanaan (penerbitan dokumen DIPA sebagai batas akhir fungsi perencanaan dan rekonsiliasi rencana penarikan dana oleh masing-masing Satker dengan KPPN sebagai batas awal fungsi pelaksanaan), prinsip check and balance yang dilaksanakan tidak harus oleh 2 (dua) unit eselon I yang berbeda, dan kewenangan Pengguna Anggaran(PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang semakin besar dalam tahap pelaksanaan anggaran sesuai prinsip let the manager manages. Oleh karena itu, PMK Nomor 164/PMK.05/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan DIPA harus diselaraskan. Melalui kerja keras dan kerja cerdas pihak terkait di internal Kementerian Keuangan, maka terbitlah
PMK Nomor 160/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan DIPA, yang mencabut ketentuan dalam PMK Nomor 164/PMK.05/2011.
Dengan substansi 13 (tiga belas) pasal pengaturan dan 2 (dua) lampiran, PMK Nomor 160/PMK.02/2012 memberikan pijakan yang lebih kuat bagi Direktorat Jenderal Anggaran untuk menjalankan ‘tugas barunya’. Salah satu hal yang menarik dari PMK ini dan berbeda dari PMK Nomor 164/PMK.05/2011 adalah terkait dengan format DIPA. Jika dalam PMK sebelumnya DIPA hanya dikenal satu format, maka dalam PMK Nomor 160/PMK.02/2012 diperkenalkan 2 (dua) format DIPA, yaitu DIPA Induk dan DIPA Petikan. Namun keduanya merupakan satu kesatuan dokumen DIPA yang tidak dapat dipisahkan. DIPA Induk merupakan akumulasi dari DIPA per Satker yang disusun oleh PA menurut unit eselon I K/L, sedangkan DIPA Petikan merupakan DIPA per Satker yang dicetak secara otomatis melalui sistem. DIPA Petikan inilah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan Satker dan pencairan dana/pengesahan bagi BUN/Kuasa BUN yang merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari DIPA Induk.
Berbeda dengan format DIPA pada umumnya, dalam PMK ini mengatur bahwa DIPA Induk dan DIPA Petikan memuat pernyataan syarat dan ketentuan (disclaimer). Adapun pernyataan syarat dan ketentuan (disclaimer) yang dimuat pada lembar Surat Pengesahan DIPA Induk meliputi:a. DIPA Induk yang telah disahkan lebih
lanjut dituangkan ke dalam DIPA Petikan untuk masing-masing Satker;
b. Pengesahan DIPA Induk sekaligus merupakan pengesahan DIPA Petikan;
c. DIPA Petikan berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan Satker dan dasar pencairan dana/pengesahan bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara;
d. DIPA Petikan dicetak secara otomatis melalui sistem yang dilengkapi dengan kode pengaman berupa digital stamp sebagai pengganti tanda tangan
pengesahan (otentifikasi);e. Informasi mengenai KPA, Bendahara
Pengeluaran dan Pejabat Penanda tangan SPM untuk masing-masing Satker terdapat pada DIPA Petikan;
f. Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan yang tercantum dalam Halaman III DIPA Induk diisi sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan;
g. Tanggung jawab terhadap penggunaan dana yang tertuang dalam DIPA Induk sepenuhnya berada pada PA/KPA;
h. DIPA Induk berlaku sejak tanggal 1 Januari 2XXX sampai dengan 31 Desember 2XXX.
Sementara pernyataan syarat dan ketentuan (disclaimer) yang dimuat pada halaman lembar Surat Pengesahan DIPA Petikan meliputi:
a. DIPA Petikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari DIPA Induk (Nama Program, Unit Organisasi dan Kementerian Negara/Lembaga);
b. DIPA Petikan dicetak secara otomatis melalui sistem yang dilengkapi dengan kode pengaman berupa digital stamp sebagai pengganti tanda tangan pengesahan (otentifikasi);
c. DIPA Petikan berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan Satker dan pencairan dana/pengesahan bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara;
d. Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan yang tercantum dalam halaman III DIPA Petikan diisi sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan;
e. Tanggung jawab terhadap penggunaan dana yang tertuang dalam DIPA
Petikan sepenuhnya berada pada PA/KPA;
f. Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan, maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan (berdasarkan bukti-bukti yang ada); dan
g. DIPA Petikan berlaku sejak tanggal 1 Januari 2XXX sampai dengan 31 Desember 2XXX.
Secara umum, perbedaan substansi pengaturan dalam PMK Nomor 160/PMK.02/2012 dengan PMK Nomor 164/PMK.05/2011 dapat diuraikan dalam tabel di bawah ini.
No Substansi Pengaturan PMK Nomor 160/PMK.02/2012 PMK Nomor 164/PMK.05/2011
1. Definisi DIPA DIPA adalah dokumen pelaksanaan ang-garan yang disusun oleh PA/KPA.
DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA dan disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perben-daharaan atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara umum Negara
2. Format DIPA DIPA Induk dan DIPA Petikan Satu format DIPA
3. Penunjukan dan penetapan KPA Tidak diatur secara rinci, namun ditunjuk sekretaris jenderal/ sekretaris utama/sekretaris atau pejabat eselon I sebagai pejabat penanda tangan DIPA Induk. Adapun pejabat eselon I yang ditunjuk merupakan penang-gung jawab pelaksan-aan program dan memiliki alokasi angga-ran (portofolio) pada BA K/L.
Diatur dari KPA Satker Kantor Pusat sampai level KPA SKPD.
4 Pengesahan DIPA Seluruhnya oleh Direktur Jenderal Ang-garan
1. Oleh Direktur Jenderal Perbenda-haraan untuk DIPA Satker Kantor Pusat yang berlokasi di DKI Jakarta dan DIPA BA BUN;
2. Oleh Kepala Kantor Wilayah Di-rektorat Jenderal Perben-daharaan untuk DIPA Satker Vertikal di luar DKI Jakarta dan satker pusat di daerah, DIPA Dekonsentrasi, DIPA Tugas Pembantuan dan DIPA Uru-san Bersama.
LAPORAN UTAMA LAPORAN UTAMA
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201218 19
Apa Yang Harus Disiapkan (Lagi)?Seiring dengan terbitnya KMK Nomor 293/KMK.01/2012 tentang Pelimpahan Wewenang kepada Direktur Jenderal Anggaran Untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Mengesahkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran dan PMK Nomor 160/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan DIPA, maka segala bentuk regulasi yang berhubungan dengan penge sahan DIPA sebelumnya (existing) secara otomatis harus disesuaikan. Dalam Pasal 12 PMK Nomor 160/PMK.02/2012 memang sudah mengatur klausul bahwa: “pengesahan DIPA yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan beserta peraturan pelaksanaannya yang telah ada sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, mengikuti ketentuan mengenai pengesahan DIPA sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.” Artinya, segala pengaturan tentang pengesahan DIPA yang diatur dalam PMK-PMK dan petunjuk teknis sebelumnya, agar tunduk kepada aturan main yang ditetapkan dalam PMK ini. Pasal “sapu jagat” ini diperuntukkan sebagai payung hukum tentang pelaksanaan pengesahan DIPA yang diatur sebelum PMK ini ditetapkan. Namun dalam masa transisi ini, segala regulasi yang di dalamnya terkait dengan pengesahan DIPA perlu diharmonisasi dan disesuaikan dengan ketentuan yang ada.
Seperti yang telah dikupas sebelumnya, banyak regulasi yang perlu dipersiapkan untuk disesuaikan/direvisi substansinya. Berdasarkan hasil pemetaan, ragam peraturan yang perlu disesuaikan/direvisi
tersebut antara lain:a. PMK Nomor 184/PMK.01/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;
b. PMK Nomor 49/PMK.05/2011 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2012;
c. PMK Nomor 112/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L;
d. PMK Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembiayaan Atas Beban APBN;
e. PMK Nomor 165/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pergeseran Anggaran Belanja dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelola Belanja Lainnya (BA 999.08) ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2011;
f. PMK Nomor 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah;
g. PMK Nomor 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran Serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum;
h. PMK Nomor 170/PMK.05/2010 tentang Penyelesaian Tagihan Atas Beban APBN pada Satuan Kerja;
i. PMK Nomor 25/PMK.05/2012 tentang Pelaksanaan Sisa Pekerjaan Tahun Anggaran Berkenaan yang Dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran Berikutnya;
j. PMK yang mengatur tentang tata cara penyusunan, pengesahan dan pelaksanaan DIPA Luncuran (DIPA-L);
k. PMK yang mengatur tentang tata cara penyediaan, pengalokasian, pencairan,
dan pertanggungjawaban dana-dana yang dialokasikan dalam APBN (seperti subsidi BBM, subsidi LPG, subsidi pupuk, subsidi KPRSH, PSO Pos, PSO Angkutan Laut, PSO Kereta Api).
l. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-66/PB/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban APBN;
m. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-15/PB/2012 tentang Tata Cara Revisi DIPA Tahun Anggaran 2012.
Peraturan-peraturan tersebut hanya sebagain potret ragam peraturan yang di dalamnya berhubungan dengan proses pen-DIPA-an, sehingga perlu penyesuaian substansinya. Beberapa peraturan tersebut merupakan produk dari Sekretariat Jenderal, sebagain peraturan merupakan produk Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan sebagian yang lain merupakan produk Direktorat Jenderal Anggaran. Tentunya bukan persoalan mudah untuk menyelesaikan ‘pekerjaan rumah’ tersebut. Oleh karena itu, diperlukan dukungan secara intens dan komprehensif dari seluruh unit dan jajaran di lingkungan Kementerian Keuangan, sehingga tercipta satu sinergi yang indah untuk menghasilkan output peraturan yang berkualitas dan aman, baik aman secara regulasi, aman secara substansi, maupun aman dalam tataran implementasi. ***
DAMPAK PENGALIHAN DIPA TERHADAP ORGANISASI DJA
DIP
A
Oleh : Eko Widyasmoro*
No Substansi Pengaturan PMK Nomor 160/PMK.02/2012 PMK Nomor 164/PMK.05/2011
5. Kode pengaman Menggunakan digital stamp/ barcode pada setiap halaman DIPA Induk dan DIPA Petikan.
Tidak dikenal digital stamp/ barcode.
6. Lampiran Dua lampiran:1. Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan
DIPA;2. Format dan Tata cara Pengisian DIPA.
Dua lampiran:1. Petunjuk Penyusunan dan Pengesa-
han DIPA;2. Format dan Tata cara Pengisian
DIPA, DNA dan Petunjuk Opera-sional Kegiatan.
Ruang kecil di lantai 4 Gedung Sutikno Slamet itu selalu ramai setiap Kamis pagi. Di dalam ruangan itu, setiap
minggu dilaksanakan pertemuan rutin untuk membahas persiapan pengesahan DIPA yang sesuai arahan Menteri Keuangan menjadi ranah DJA. Tugas yang sungguh tidak mudah namun harus diselesaikan dalam waktu relatif singkat. Oleh karena itu perlu koordinasi yang erat. Setiap peserta rapat yang terbagi ke dalam beberapa subtim melaporkan perkembangan dan kendala-kendala yang dihadapi. Issue yang dibahas cukup beragam, mulai dari dasar peraturan, proses bisnis, aspek Teknologi Informasi, SDM sampai dengan bidang organisasi.
Seberapa jauh sebetulnya dampak pengalihan DIPA terhadap DJA secara organisasi? Jauh sebelum PMK 293/PMK.01/2012 ditetapkan, wacana tentang pengalihan DIPA dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) ke DJA memunculkan berbagai spekulasi tentang masa depan organisasi DJA. Termasuk diantaranya adalah penyatuan kembali DJA dan DJPB.
Hal ini menarik untuk ditelaah mengingat landasan filosofis perubahan Direktorat Jenderal Anggaran (lama) menjadi Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan pada tahun 2004 adalah pemisahan fungsi perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Pemisahan ini dilaksanakan sebagai praktek tata kelola pemerintahan yang baik.
Foto : Seda Inal
LAPORAN UTAMA LAPORAN UTAMA
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201220 21
(SP-RKAKL) yang kemudian menjadi dasar penerbitan DIPA. Kini, DJA juga bertanggungjawab atas pengesahan DIPA.Oleh karena itu, secara alamiah unit-unit yang “ketiban sampur” menangani proses-proses baru ini adalah unit yang erat kaitannya dengan penyusunan RKAKL. Subdirektorat Anggaran di Direktorat Anggaran I, Direktorat Anggaran II, dan Direktorat Anggaran III (kecuali Subdit Anggaran IIIE) mengemban tugas baru yaitu menyiapkan Dokumen Hasil Penelaahan (tadinya SP-RKAKL) dan verifikasi DIPA Induk. Subdirektorat Data dan Dukungan Teknis bertugas melakukan kompilasi dan pencetakan DIPA Induk dan, untuk saat ini, DIPA Petikan. Terakhir, distribusi DIPA dikoordinasikan oleh Sekretariat, c.q. Pusat Layanan DJA.
Dengan 427 set DIPA Induk dan kurang lebih 24.000 DIPA Petikan yang harus dicetak, disahkan, dan didistribusikan ke satker-satker 86 Kementerian Lembaga di seluruh wilayah Indonesia, tugas ini jelas bukan sesuatu yang ringan. Di
DJPB, pengesahan DIPA ditangani oleh satu eselon II tersendiri yaitu Direktorat Pelaksanaan Anggaran. Terlebih lagi tugas-tugas ini mensyaratkan adanya koordinasi yang erat baik antar unit di lingkungan DJA maupun antara DJA dengan DJPB, c.q. Kantor Wilayah. Mampukah unit-unit di DJA mengemban tanggung jawab tersebut di tengah tumpukan tugas-tugas yang telah ada?
Angka beban kerja riil akibat adanya pengalihan DIPA belum dapat diukur secara akurat. Namun demikian, diperkirakan bahwa kenaikan beban kerja di unit-unit yang terlibat tidak sebesar yang dikhawatirkan. Mengapa demikian? Pertama, yang disahkan secara manual hanyalah DIPA Induk, sementara DIPA Petikan menggunakan pengesahan secara digital. Kedua, sebagian besar revisi DIPA masih menjadi tanggung jawab Kanwil DJPB. Revisi yang dilakukan di DJA adalah revisi DIPA yang merubah pagu. Ketiga, pencetakan DIPA petikan pada tahun ini dilakukan oleh DJA karena tahun ini adalah masa transisi peralihan DIPA. Rencana ke depan adalah bahwa pencetakan DIPA Petikan dilakukan oleh tiap-tiap satker.
Kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah bahwa pengalihan DIPA ke DJA membawa pengaruh yang positif, yaitu penegasan antara fungsi perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Dari sudut pandang organisasi, tugas baru ini jelas merupakan membawa beban tambahan, namun bobotnya mungkin tidak seberat yang dikhawatirkan. Belajar dari pengalaman tahun ini, perlu dilakukan semacam fine-tuning terhadap pelaksanaan proses pengesahan DIPA. Ke depan, perlu juga dirumuskan bentuk organisasi dan mekanisme koordinasi yang tepat untuk menopang keberlangsungan proses pengesahan DIPA secara mulus. Tugas boleh beralih, namun business continuity tetap terjaga. ***
*). Penulis adalah Kasubbag Organisasi, Bagian Ortala Setditjen Anggaran
Delapan tahun dan dua reorganisasi besar kemudian, peran dan domain DJA dalam pengelolaan keuangan negara menjadi semakin jelas dan tegas. Ragam proses boleh bervariasi, mulai dari penyusunan postur APBN sampai penyelarasan peraturan, namun benang merahnya tetap sama: perencanaan anggaran.
Pemisahan antara dua fungsi tersebut justru menjadi semakin jelas ketika wewenang pengesahan DIPA dialihkan ke DJA. Sebagai sebuah dokumen yang berisi rincian dana yang akan digunakan satuan kerja untuk membiayai program-programnya, DIPA menjadi titik akhir proses perencanaan anggaran. Proses selanjutnya yaitu bagaimana dana-dana tersebut dicairkan dan dibelanjakan otomatis masuk ke dalam ranah pelaksanaan anggaran.
Dari sisi proses bisnis, pengalihan tersebut sejatinya hanyalah sedikit “melanjutkan” penyusunan RKAKL. Sebelumnya, tanggungjawab DJA berhenti pada penerbitan Surat Pengesahan RKAKL
APA KATA
MEREKA???
Pucuk di cinta ulam pun tiba. Pepatah itu mungkin pas untuk menggambarkan kegembiraan
para pejabat dan pegawai yang selama ini mengurusi Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga (RKAKL) dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Kegembiraan itu terkait dengan keputusan yang diambil oleh Menteri Keuangan agar fungsi pengesahan DIPA dialihkan dari Ditjen Perbendaharaan ke Ditjen Anggaran. Tentunya kegembiraan tersebut sangat wajar mereka ungkapkan,
mengingat selama ini (5 tahun terakhir) untuk memperoleh dokumen DIPA mereka perlu menempuh 2 unit eselon I di Kemenkeu. Yang pertama, pada saat pengajuaan RKAKL mereka harus menelaah dulu dengan Ditjen Anggaran. RKAKL yang telah disahkan tersebut, sebagai syarat untuk mencetak DIPA dan mendapatkan pengesahan dari Dirjen Perbendaharaan. Sebelum itu, mereka melewati tahapan verifikasi/pencocokan antara SP-RKAKL yang diterbitkan oleh DJA dengan konsep DIPA yang mereka ajukan.
Raut muka optimistik bahwa keputusan tersebut akan menguntungkan (lebih efisien dan efektif) mereka terlihat jelas. Ditemui secara terpisah pada acara Sosialisasi Penelaahan RKAKL/DIPA 2013 dan acara Penelaahan RKAKL 2013 pada November 2012 yang lalu, mereka mengungkapkan kegembiraan dan harapan mereka. Berikut intisari pendapat mereka kepada Mujono, Gunawan dan Dana Hadi dari Warta Anggaran yang meliput ke 2 acara tersebut.
ilustrasi : ilker
Foto : Hugo Humberto Plácido da Silva
LAPORAN UTAMA LAPORAN UTAMA
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201222 23
“Dari sisi efesiensi dan birokrasi, terobosan penyatuan pengesahan DIPA dengan pengelolaan RKAKL merupakan langkah yang tepat dan bagus.”
“Penggabungan pengesahan DIPA dengan persetujuan RKAKL yang diajukan oleh kementerian lembaga di DJA, saya yakin akan lebih banyak manfaat yang dapat diperoleh, terutama efesiensi waktu dan tenaga”
“Kebijakan tersebut sangat tepat. Dari sisi administrasi, langkah tersebut lebih praktis (hanya melalui 1 unit eselon I -Red.). Juga, dalam hal revisi RKAKL jauh lebih praktis. Karena setelah revisi RKAKL maka otomatis revisi DIPA-nya juga langsung bisa diterbitkan sehingga tidak usah mengajukan surat revisi DIPA ke Dirjen Perbendaharaan. Seperti pembukaan tanda blokir maka revisi DIPA-nya dapat langsung saya terima sekaligus dengan revisi RKAKL-nya.”
“ Dengan pengalihan pengesahan DIPA dari DJPB ke DJA (melalui satu pintu), saya sangat berharap hal ini akan lebih mempercepat proses pelayanan baik pada saat DIPA awal tahun maupun revisi DIPA. Apalagi bagi BPN yang punya satker sebanyak 470-an, harapan saya tersebut semoga dapat terwujud. Namun, masukan saya adalah agar proses penelaahannya ada waktu yang cukup. ”
“Kebijakan yang ditempuh oleh Kemenkeu tersebut itu akan menyebabkan efisiensi waktu bagi kementerian lembaga. Karena pelayanannya menjadi terpusat dalam satu atap (unit eselon I - Red.). Hanya, saran saya agar aplikasi RKAKL di masa mendatang lebih valid lagi sebelum di’lempar’ ke satker. Karena hal itu sangat merepotkan bagi kami yang punya 774 satker. “
“Meski saya masih 1 tahun menangani RKAKL di Kemenkes, namun saya rasa ide pengintegrasian pengesahan RKAKL dan DIPA dalam satu pintu unit eselon I di Ditjen Anggaran merupakan langkah yang tepat”
“Pelayanan pengesahan DIPA dalam satu atap dan diintegrasikan dengan pengelolaan RKAKL di DJA sangat baik karena akan terjadi efisiensi waktu dan datanya akan lebih akuntabel
“ Saya sangat setuju jika pengesahan DIPA berada di DJA agar tidak dua kali kerja. Dari segi waktu lebih efesien, pekerjaan akan lebih cepat dan pembahasan akan lebih detail sehingga tidak akan banyak revisi karena selama ini sering terjadi persepsi yang berbeda antara DJA dan DJPB. “
“Menurut saya penyatuan pengesahan DIPA dengan RKAKL di Ditjen Anggaran akan lebih memudahkan kami dalam menyelesaikan pekerjaan. Kami tidak perlu melaksanaan pembahasan dua kali dan mondar mandir antara DJA dengan DJPB.”
“Kebijakan yang ditempuh Kemenkeu untuk menyatukan pengesahan DIPA dengan RKAKL sangat tepat dan saya sangat mengapresiasi keputusan tersebut. Karena dari sisi waktu dan biaya (bolak-balik kantor – DJA – DJPB) akan lebih efisien dan efektif
“Kebijakan yang ditempuh oleh Kemenkeu terkait pengelolaan RKAKL-
DIPA tahun 2013 sangat bagus, karena tidak terjadi ambiguitas. Selama ini saya merasa kebijakan yang ditempuh oleh DJA dan DJPB seringkali tidak sinkron”
Dewi Anjani (Kemenkes, Biro P2PL)
Sudi Mulyono (Kementerian Setneg, Bagian Perencanaan)
Silvia Yuliani (Mahkamah Konstitusi, Bagian Perencanaan)
Oke Sudrajat (Kementerian Luar Negeri, Biro Perencanaan)
Oke Sudrajat (Kementerian Luar Negeri, Biro Perencanaan)
Eko Supriatno (BIN, Biro Perencanaan Keuangan )
Naulina Sianturi (Mahkamah Agung, Biro Perencanaan)
Yuliarto (Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat, Kabag Perencanaan Program dan Anggaran Wilayah) :
Naman Suryadi (Kementerian Kesehatan, Kasubbag Program Ditjen Bina Gizi dan KIA)
Johannes Sihombing (Kementerian Hukum dan HAM, Kasubbag PPA IV – Biro Perencanaan)
Sarifuddin (RRI Pusat, Kasubbag Perencanaan)
Toni Taufik Hidayat (Kementerian Kominfo, Kabag Penyusunan Anggaran - Biro Perencanaan Anggaran)
Andy Setiadi (Kemendikbud,)
A.Yoga Pratama (Lemhanas)
Abdullah (Kementerian ESDM, Satker Minerba)
Deni Amrin (Setjen Kementerian Pertanian)
Yoseph Payong (Kementerian PAN dan RB, Kassubag Penyusunan Anggaran Biro Perencanaan)
Putu Juli Ardhika (Kementerian Perindustrian, Kabag Rencana Program Regional & Sektoral)
Eddy Sumarman, SH, Mag.Hukum & Rosi Indrianto (Kejaksaan Agung, Biro Perencanaan)
“ Saya sangat setuju dengan penggabungan pengesahan DIPA dengan pengelolaan RKAKL. Malah seharusnya dari dulu sudah digabung, malah kalau perlu Bappenas juga digabung di Kemenkeu agar gak perlu pembahasan tripartit. Akan banyak manfaat yang diperoleh dengan kebijakan tersebut, yang langsung dirasakan adalah efisiensi waktu dan biaya. Kami tidak perlu mencetak berim-rim kertas dan melakukan penelaahan dua kali”
“Kebijakan penggabungan pengesahan DIPA dengan RKAKL di Ditjen Anggaran akan lebih mempercepat penyelesaian DIPA. Terkait penelaahan online adalah suatu terobosan yang bagus, namun bagi kami (BIN) yang wajib menjaga kerahasiaan dokumen, bagaimana dengan jaminan keamanan atas data yang kami berikan ? ”
“Keputusan yang diambil oleh Kementerian Keuangan tersebut merupakan langkah yang bagus dan tepat. Apalagi dengan adanya rencana penelaahan online. Sayangnya, mengapa sih jadwal sosialisasi tentang alokasi anggaran sangat mepet dengan jadwal penelaahan, karena kami mengalami kesulitan untuk mensolisasikan ke satker-satker di daerah”.
“Keputusan untuk menyatukan pengesahan DIPA kedalam proses penelaahan RKAKL di DJA adalah langkah yang maju dan tepat, lebih efisien dan efektif. Karena akan memotong birokrasi menjadi 1 jalur. Apalagi Kejaksaan Agung yang punya satker disetiap kabupaten dan provinsi, tentu hal ini mempunyai kendala tersendiri. Namun, saya sangat berharap ada jadwal waktu yang cukup longgar agar kami dapat mempersiapkan kelengkapan semua dokumen pendukung. Karena selama ini jadwal waktu penelaahan dengan jadwal sosialisasi alokasi anggaran yang sangat mepet.”
“Pada hakekatnya pelayanan satu atap itu akan mempunyai dampak yang bagus dan menguntungkan bagi pihak yang dilayani/membutuhkan pelayanan. Termasuk pengalihan DIPA ke dalam pelayanan satu atap dengan penelaahan RKAKL di DJA, yang jelas dan pasti adalah kecepatan pelayanan pada penerbitan/ pengesahan DIPA.”
“Keputusan untuk mengalihkan pengesahan DIPA ke DJA adalah langkah yang bagus dan praktis. Dari sisi rantai birokrasi akan lebih pendek yaitu memotong dua prosedur yang selama ini harus dilalui menjadi satu atap pelayanan. Dan dari sisi sumber daya manusianya (SDM), pegawai yang mengurusi/menangani RKAKL dan DIPA adalah pegawai yang sama, sehingga logikanya pelayanan tentu akan lebih cepat. Sebab, jika yang menangani RKAKL dan DIPA adalah orang yang berbeda lintas unit eselon I-nya maka tak jarang timbul persepsi yang berbeda. “
“Meski RRI baru dua tahun mempunyai DIPA tersendiri, namun kami menyambut baik atas keputusan pengalihan DIPA ke DJA. Karena dokumen DIPA akan cepat kami peroleh. Intinya, akan terjadi efisiensi waktu, efisiensi tenaga dan biaya. Misal DIPA untuk RRI Boven Digoel cetak pengesahan DIPA-nya kan melalui Kanwil (DJPB) Jayapura, tentu makan waktu dan biaya. Jika bisa dicetak dan disahkan terpusat (di DJA) khan lebih menguntungkan. Namun, kalau boleh usul, peraturan standar biaya agar terbit lebih awal lagi. “ *** (masjon)
LAPORAN UTAMA LAPORAN UTAMA
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 25
Foto
: Je
sse
Vic
tor
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201224
BELANJA BERKUALITAS
Oleh : Achmad Zunaidi*
PRASYARAT AGAR BELANJA NEGARA BERKUALIATAS : SEBERAPA EFISIEN SUATU ANGGARAN BELANJA DIALOKASIKAN (EFISIENSI ALOKASI); SEBERAPA EFISIEN BISNIS PROSES PELAKSANAAN KEGIATAN AKAN MEMPERLANCAR PELAKSANAAN ANGGARAN DI LAPANGAN SESUAI RENCANA (EFISIENSI TEKNIS); DAN SEBERAPA EFISIEN STABILITAS EKONOMI MAKRO AKAN TERJAGA DENGAN ADANYA SUATU BELANJA (EFISIENSI EKONOMI).
APBN
Belanja negara yang mendukung APBN sehat dan berkelanjutan dapat disebut belanja berkualitas.
Dalam konteks ekonomi makro, belanja negara jenis ini dialokasikan dengan efisien dan diperuntukkan bagi kegiatan yang mempunyai kontribusi secara langsung kepada pertumbuhan ekonomi. Kegiatan yang dimaksud antara lain pembangunan infrastruktur, pembuatan peraturan dan koordinasi dalam rangka menjaga iklim investasi, dan sejenisnya. Belanja negara ini juga berkaitan dengan optimalisasi pendapatan atau menjaga besaran angka defisit yang terkendali. Program ekstensifikasi penerimaan pajak atau pembangunan program apikasi computer perpajakan merupakan contoh anggaran belanja kegiatan yang dialokasikan untuk mendukung optimasliasi pendapatan. Sedangkan, penyediaan cadangan resiko fiskal atau pemberian subsidi yang terkendali dapat dikakatakan sebagai belanja untuk mendukung upaya menjaga defisit yang terkendali.
Prasyarat agar belanja negara berkualiatas sesuai gambaran di atas tergantung pada: seberapa efisien suatu anggaran belanja dialokasikan (efisiensi alokasi); seberapa efisien bisnis proses pelaksanaan kegiatan akan memperlancar pelaksanaan anggaran di lapangan sesuai rencana (efisiensi teknis); dan seberapa efisien stabilitas ekonomi makro akan terjaga dengan adanya suatu belanja (efisiensi ekonomi). Efisiensi alokasi menjaga agar alokasi anggaran ditujukan kepada sektor-sekto ‘kunci’ dan sesuai dengan tugas-fungsi instansi (money follow function). Efisiensi teknis mendukung birokrasi yang efisiensi dengan kualitas SDM memadai untuk perbaikan pola pencapaian target pembangunan secara realistis. Efisiensi ekonomi membuat dan menjaga iklim kondusif bagi pencapaian target-target pembangunan.
Dengan melihat prasyarat untuk mewujudkan belanja negara berkualitas di atas, pelaksanaannya sepertinya mudah karena hanya memenuhi 3 syarat saja. Namun demikian, upaya mewujudkan belanja negara berkualitas menemui
tantangan yang tidak ringan. Tantangan utama adalah fiscal space APBN yang terbatas, sementara kebutuhan belanja prioritas semakin meningkat. Fiscal space adalah besaran selisih hasil pengurangan pendapatan dalam negeri dengan belanja yang sifatnya mengikat. Belanja mengikat adalah belanja yang harus terpenuhi sesuai prioritas kebutuhan seperti, belanja pegawai, belanja barang operasional, pembayaran bunga utang, transfer ke daerah, dan subsidi. Data seri 2005-2012 menunjukkan rata-rata 80% belanja negara dalam APBN adalah mengikat. Artinya, hanya 1/5 belanja negara kita yang dapat digunakan untuk keperluan menjaga APBN agar berkelanjutan, termasuk untuk meningkatkan pertumhan ekonomi.
Apakah Belanja Negara dalam APBN Termasuk Belanja Berkualitas?Ada 2 indikator yang dapat membuktikan bahwa belanja negara dalam APBN adalah belanja berkualitas: pertama, data-data yang tercantum dalam postur APBN itu sendiri; dan kedua, kebijakan belanja yang akan dilaksanakan.
Postur APBN 2011-2013 menyajikan informasi mengenai besaran tax ratio yang semakin meningkat. Besaran tax ratio APBN 2011 sebesar 11,77%, APBN 2012 sebesar 11,90%, dan APBN 2013 sebesar 12,87%. Artinya ada upaya pemerintah secara maksimal mengupayakan penerimaan dari sector perpajakan yang selalu meningkat. Upaya tersebut tentunya berkaitan dengan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Ditjen Pajak.
Pada sisi defisit APBN, defisit suatu APBN dapat dikatakan masih dalam batas aman sebesar 3% dari PDB. Data defisit APBN menunjukkan adanya turun-naik (fluktuatif) tetapi masih di bawah 3%. Artinya masih wajar dan aman. Defisit APBN 2011 sebesar 1,16%, APBN 2012 sebesar 2,23%, dan APBN 2013 sebesar 2%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa pemerintah telah bersungguh-sungguh mengupayakan agar defisit masih dapat terkendali.
Pada sisi belanja negara, kebijakan belanja negara dal;am APBN 2013 yang telah
APBN
Foto : Zsuzsanna Kilian
Foto
: Je
sse
Vic
tor
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201226
Foto : Piotr Bizior
APBN APBN
disepakati antara pemerintah dengan DPR terdiri dari 18 butir. Separuh kebijakan belanja tersebut dapat dikatakan mengarah pada pemenuhan kebutuhan belanja yang berkualitas. Sembilan dari delapan belas kebijakan belanja negara tersebut:
1. Menuntaskan program Reformasi Birokrasi pada Kementerian Negara/Lembaga, sekaligus melakukan evaluasi kebijakan anggaran Remunerasi K/L dalam rangka Reformasi Birokrasi terkait implementasinya terutama dalam hal pelayanan publik yang masih diperlukan penyempurnaan;
2. Menjaga agar pelaksanaan operasional pemerintahan lebih efisien melalui flat policy pada belanja barang operasional perkantoran;
3. Mengarahkan peningkatan anggaran infrastruktur dalam rangka mendukung domestic connectivity, ketahanan energi dan ketahanan pangan, serta destinasi pariwisata;
4. Meningkatkan kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (climate change) melalui dukungan anggaran untuk konservasi lingkungan dan pengembangan energi terbarukan;
5. Menguatkan program perlindungan sosial dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan termasuk penguatan program pro rakyat (klaster 4) dan sinergi antarklaster dalam rangka mendukung Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI);
6. Mendukung program MP3EI untuk pembangunan infrastruktur pada 6 (enam) koridor ekonomi;
7. Kebijakan subsidi yang efisien dengan penerima subsidi yang tepat sasaran, melalui pengendalian besaran subsidi baik subsidi energi maupun subsidi non-energi;
8. Mengantisipasi ketidakpastian perekonomian global melalui dukungan cadangan risiko fiskal;
9. Meningkatkan efisiensi alokasi
subsidi BBM yang tepat sasaran melalui pengendalian konsumsi BBM bersubsidi, peningkatan program konversi BBM, program pembangunan/pengembangan gas kota, dan pemakaian BBN.
Keseluruhan kebijakan belanja tersebut di atas dikelompokkan dalam 3 prasyarat belanja berkualitas yaitu memenuhi efisiensi alokasi, teknis, dan ekonomi. Ke 3 kelompok tersebut meliputi :a. Kebijakan belanja yang memenuhi
aspek efiensi alokasi (butir 3, 5, dan 6). Kebijakan belanja ini mengarahkan pemerintah untuk merancang program/kegiatan yang memenuhi atau mendukung pemenuhan infrastruktur. Sektor infrastruktur mempunyai dampak multiplier effect kepada rakyat dan terutama mendukung pertumbuhan ekonomi.
b. Kebijakan belanja yang memenuhi aspek efisiensi (butir 1 dan 2). Kebijakan ini mendorong SDM pada kementerian untuk meningkatkan pelayanan dan pendapaian target kerja yang telah direncanakan serta sesuai tugas-fungsi instansinya.
c. Kebijakan belanja yang memenuhi aspek efiensi ekonomi (butir 4, 7, 8 dan 9). Kebijakan ini akan mendukung stabilitas perekonomian melalui pengendalian subsidi, adanya cadangan resiko fiskal (mengantisipasi gejolak perekonomian), dan mendukung upaya mengupayakan adanya energy yang terbarukan.
Kita mendukung upaya pemerintah untuk menyusun anggaran belanjanya supaya berkualitas. Bagi orang awam, wujud belanja berkualitas adalah peningkatan kesejahteraan secara nyata seperti, tingkat harga stabil dan pengangguran menurun. Belanja berkualitas tidak sekedar hitungan makro ekonomi di atas kertas dan kebijakan yang dibicarakan di meja rapat. ***
*). Penulis adalah Kepala Seksi pada Direktorat Penyusunan APBN
BURNOUT : STRESS DI KANTOR
Oleh : A. Irsan Moeis*
ARTIKEL LEPAS
Foto : Piotr Bizior
Foto : Suzanne van Hattum
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201228 29
ARTIKEL LEPAS ARTIKEL LEPAS
Lebih dari setengah (64%) pekerja Indonesia mengatakan tingkat stres mereka meningkat dari tahun
sebelumnya. Angka ini berdasarkan survey yang dilakukan oleh Regus terhadap 16 ribu pekerja profesional di seluruh dunia. Regus adalah penyedia tempat kerja fleksibel terbesar di dunia yang berkantor pusat di Luxembourg. Di belahan bumi yang lain, 63% profesional di Kanada mengatakan pekerjaan adalah sumber utama dari stres yang dialami (sumber : Winnipeg Free Press).
Tingginya tekanan pekerjaan baik berupa tuntutan deadline maupun finansial telah membawa para pekerja pada kondisi yang semakin sulit. Tekanan yang bersifat rutin dan terus menerus ini pada akhirnya akan menggiring para pekerja mengalami depresi, stres atau sering disebut burnout. Jaime Lim, Manajer People Search
menjelaskan bahwa dalam jangka pendek kondisi ini akan menyebabkan perusahaan kehilangan karyawan yang berkualitas dan mengalami penurunan produktifitas.
Burnout adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kelelahan emosional, sebuah fenomena yang saat ini sering menjadi bahan diskusi di dunia kerja. Perusahaan harus peka untuk menganalisa gejala tersebut dan membantu pekerja mengatasi stres yang mereka alami (Fillipo Sarti, CEO Regus Asia). Hal ini dulu dihadapi negara-negara industri, dimana pekerjaan mengakibatkan banyak pekerja menjadi sakit. Namun, perkembangan dunia medis dan obat-obatan menjadikan orang-orang di negara industri hidup lebih lama dari sebelumnya.
Studi terkini menunjukkan bahwa meskipun standar kesehatan dan
keselamatan di negara maju sudah tinggi, pekerjaan masih dapat menyebabkan sakit dengan cara yang berbeda (sumber : Alumniportal Deutschland), diantaranya adalah sebagai berikut :1. Burnout karena kurangnya penghargaan
Pekerja yang telah dan selalu melakukan yang terbaik bagi tempatnya bekerja sering mengalami depresi karena tidak terjawabnya beberapa pertanyaan mendasar seperti :• “Apakah kontrak mereka masih
akan diperpanjang tahun depan?” • “Apakah mereka memiliki
kesempatan untuk dipromosikan sesuai dengan qualifikasi yang dimilikinya?”
• “Apakah mereka dibayar dengan cukup dan memadai untuk membiayai peningkatan harga-harga?”
• “Apakah atasan mereka mengakui prestasi dan kinerja yang telah dicapai?”
Profesor Johannes Siegrist, Direktur Institute for Sosiologi Medis di Düsseldorf menjelaskan bahwa depresi sering dialami para pekerja disebabkan oleh tidak memadainya aspek-aspek penghargaan yang seharusnya mereka terima. Hal tersebut menjadikan tingkat depresi meningkat di negara-negara industri. Depresi ini sering digambarkan sebagai kelelahan emosional atau burnout.
2. Burnout karena minimnya pendidikan dan pelatihan
Burnout juga dapat disebabkan oleh minimnya pendidikan dan pelatihan yang dimiliki pekerja dibandingkan qualifikasi pekerjaan atau tanggungjawab yang diemban. Para peneliti tentang stres berpendapat bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan yang buruk, harapan hidup dan depresi meski kondisi kerja ditingkatkan. Profesor Siegrist, menyatakan bahwa pekerja yang kurang berpendidikan akan mengalami penderitaan karena ketidak seimbangan antara aktivitas fisik dan upah yang rendah. Hal ini dapat terjadi baik di negara-negara berkembang maupun negara-negara maju.
Setelah memahami penyebab stres di kantor, lalu apa yang bisa dilakukan? Johannes Siegrist mengemukakan bahwa terdapat beberapa solusi yang dapat ditempuh, seperti meningkatkan kondisi kerja dan kualifikasi pekerja, serta memperbaiki cara berinteraksi di tempat kerja - terutama cara manajer memperlakukan staf mereka. Bagi para manajer di negara maju adalah normal untuk tidak memuji atau menghargai kinerja staf mereka. Siegrist juga berpendapat adalah hal yang cukup sederhana untuk mengubah hal tersebut, dimana burnout dapat dicegah dengan cara seperti pekerja dapat diberikan lebih banyak kebebasan untuk mengambil keputusan sendiri, memberikan pengakuan atas prestasi pekerjaan mereka, dan menyediakan upah yang layak sehingga pekerja dapat memperbaiki status sosial mereka di masyarakat. Semua perubahan ini dapat mencegah terjadinya kelelahan emosional di kalangan pekerja.
Uraian di atas merupakan hasil studi terhadap negara-negara kaya. Bagaimana dengan nasib para pekerja di negara berkembang seperti Indonesia? Apakah kedua faktor penyebab burnout di atas juga terjadi atau terdapat faktor-faktor lain dan bagaimana solusi yang ditempuh? Sayang belum diperoleh referensi hasil studi untuk menjawab semua pertanyaan tersebut.
Lalu bagaimana dengan diri kita, apakah termasuk orang yang mengalami stres di kantor? Jika jawabannya ya, maka Anda termasuk orang yang merugi. Anda tidak percaya? Sekarang ambil kalkulator, mulailah berhitung bahwa jam kerja Anda adalah delapan jam sehari dan itu berarti sepertiga dari hari Anda dihabiskan di kantor. Nah, jika Anda mengalami stres di kantor maka sepertiga usia produktif yang dimiliki terbuang untuk ber-stres ria. Dengan demikian perlu media untuk dapat membuang jauh seluruh potensi stres yang ada. Dan menulis merupakan
salah satu alternatif solusi yang dapat ditempuh. Aktifitas menulis adalah sebuah cara untuk mencapai intellectual orgasm yang membawa kebahagiaan. Dengan bahagia sepertiga usia produktif yang dimiliki dan dihabiskan di kantor tidak menjadi sia-sia.****
*) Penulis adalah pegawai Direktorat Anggaran III
Ilustrasi : ilker
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201230 31
20072009
2011
20082010
2012
Perkembangan Alokasi Dana Jamkesmas dan Dana Sektor Kesehatan Tahun 2007-2012
Setelah 45 hari melahirkan seorang putra, Gusneti Daryati, warga RT 1 RW 4 Kelurahan Kuranji, Kecamatan
Kuranji, mengalami stroke. Sudahlah miskin, Gusneti juga tidak memiliki kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda).
Demikian cuplikan berita dari koran Padang Ekspress yang termasuk dalam JPPN wilayah Sumatera Barat pada awal September 2012 yang lalu. Cerita
penderitaan Gusneti Daryati tersebut hanyalah salah satu cerita dari sekian banyak orang miskin di sekitar kita yang tak punya Jamkesmas.
Masih di koran harian yang sama, pada edisi Jum’at 14/09/2012 juga mengangkat berita mengenai derita dua warga miskin di Padang Pariaman yang terpaksa harus menahan rasa sakit dan tergolek di rumah lantaran tidak sanggup untuk berobat di rumah sakit.
Kondisi Existing Jaminan KesehatanCuplikan berita di atas masih seringkali menghiasi halaman pemberitaan di beberapa media massa tanah air. Jaminan kesehatan seringkali dirasakan belum secara maksimal memberikan jaminan kesehatan terutama perlindungan yang memadai bagi penduduk miskin. Namun, dari sisi proses memang dapat dipahami bahwa setiap proses membutuhkan waktu untuk menuju kesempurnaan. Begitupun dengan program jaminan kesehatan. Pemerintah senantiasa berupaya untuk memperbaiki jaminan dan pelayanan kesehatan terutama untuk penduduk miskin baik dengan cara meningkatkan pendanaan untuk sektor kesehatan, maupun perbaikan skema jaminan kesehatan.
Dari aspek pendanaan, setiap tahun dana yang disediakan baik untuk program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), maupun untuk sektor kesehatan secara keseluruhan, jumlahnya senantiasa mengalami peningkatan. Tahun 2007, alokasi dana Jamkesmas adalah Rp 4,4 T untuk meng-cover 76,4 juta penduduk miskin. Namun, alokasi tahun 2012 jumlahnya telah mencapai Rp 7,3 T. Bahkan untuk tahun 2013 alokasi direncanakan sebesar Rp 8,3 T dengan jumlah yang dijamin mencapai 86,4 juta penduduk. Begitu pula dengan alokasi dana untuk sektor kesehatan, tahun 2007 dialokasikan sebesar Rp 24,5 T atau 3,3 % dari total APBN dan tahun 2012 jumlahnya mencapai Rp 48 T atau 3,4% dari APBN. Grafik di bawah ini menggambarkan kenaikan alokasi dana Jamkesmas dan dana sektor kesehatan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012.
Di luar masalah pendanaan, saat ini, skema jaminan kesehatan memiliki tiga lapisan jaminan kesehatan. Lapisan pertama adalah jaminan kesehatan untuk penduduk miskin yang dikenal dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Jamkesmas dilaksanakan
MENYONGSONG ERA BARU JAMINAN KESEHATAN
Oleh : Ade Permadi*
Jamkesmas
Kesehatan
Foto : Robert Linder
Tak Miliki Jamkesmas, Tergolek karena Stroke. Derita Gusneti Daryati, Pasien Miskin di RSUP M Djamil (Sumber: Padang Ekspres • Senin, 03/09/2012 13:08 WIB • HIJRAH ADI SUKRIAL – Kuranji)
ARTIKEL LEPAS ARTIKEL LEPAS
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201232 33
oleh Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan fasilitas-fasilitas kesehatan sebagai provider dan dengan PT. Askes (Persero) dalam hal manajemen kepesertaannya. Disamping itu, di beberapa daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang baik, pemerintah daerah juga melaksanakan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) untuk memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat di luar kuota yang sudah dilayani di program Jamkesmas.
Lapisan kedua dari skema jaminan kesehatan adalah jaminan kesehatan yang diberikan untuk pekerja sektor formal dan informal. Jaminan kesehatan untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran dan Perintis Kemerdekaan diselenggarakan oleh PT. Askes (Persero). Sedangkan jaminan kesehatan untuk pekerja formal swasta dan informal dilaksanakan oleh PT. Jamsostek (Persero). Namun, jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek memuat pengaturan yang memungkinkan pekerja swasta untuk tidak ikut program
Jamsostek (opting out) selama perusahaan memberikan jaminan kesehatan yang benefitnya lebih baik daripada benefit yang diberikan Jamsostek. Terbukanya peluang opting out dan ditambah adanya kesadaran sendiri dari setiap individu untuk melindungi diri dan keluarganya telah mendorong lahirnya lapisan ketiga dari skema jaminan kesehatan yakni jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh perusahaan asuransi swasta.
Ketiga lapisan jaminan kesehatan tersebut masih memiliki beberapa keterbatasan. Antara lain berupa masih berbedanya benefit yang ditawarkan oleh masing-masing jaminan, sebagai contoh PT. Askes (Persero) memberikan jaminan layanan untuk penyakit-penyakit yang tergolong mahal dan menggunakan teknologi canggih dalam penanganannya (penyakit katastrofi) seperti jantung dan gagal ginjal tanpa disertai batasan tetapi PT. Jamsostek memberikan layanan penyakit tersebut dengan batasan-batasan tertentu. Keterbatasan yang lain adalah
tidak maksimalnya pooling risk karena keanggotaan yang menyebar ke dalam program sesuai segmentasinya. Padahal, dalam asuransi kesehatan berlaku hukum bilangan besar yakni semakin banyak peserta suatu program asuransi maka pooling risk menjadi lebih baik.
Perubahan Skema Jaminan Kesehatan Mengingat keterbatasan-keterbatasan di atas, dalam rangka perbaikan sistem jaminan sosial, Pemerintah dan DPR telah menetapkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Jaminan sosial berdasarkan UU SJSN dan UU BPJS meliputi 5 program jaminan yaitu kesehatan, pensiun, hari tua, kecelakaan kerja, dan kematian yang akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Struktur jaminan sosial berdasarkan UU SJSN dan UU BPJS adalah sebagai berikut:
Terkait dengan jaminan kesehatan, terdapat beberapa poin yang berbeda dengan kondisi saat ini. Pertama adalah adanya integrasi badan penyelenggara. Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2014 PT. Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan disertai dengan penyerahan penyelenggaraan Jamkesmas di Kemenkes, penyelenggaran jaminan pemeliharaan kesehatan pada PT.
Jamsostek, dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di lingkungan TNI/Polri kepada BPJS Kesehatan. Kedua, adanya keseragaman benefit yang dijanjikan yakni pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Terkait benefit, juga terjadi perubahan yang cukup mendasar yakni berubahnya jumlah anak yang dijamin dari semula 2 orang anak menjadi 3 orang.
Selanjutnya, hal yang membedakan dengan penyelenggaraan jaminan kesehatan saat ini adalah dalam hal pengelolaan keuangan di badan penyelenggara. Saat ini, premi yang diterima baik oleh PT. Askes (Persero), maupun PT. Jamsostek (Persero) seluruhnya merupakan pendapatan korporasi yang akan digunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan. Selisih lebih pendapatan premi atas biaya pelayanan kesehatan merupakan laba korporasi. Dengan demikian, tidak terdapat pemisahan antara dana milik peserta dengan dana korporasi. Skema yang baru mengharuskan BPJS memisahkan dana jaminan sosial dengan dana BPJS selaku korporasi. Untuk membiayai kegiatan operasionalnya, BPJS akan menerima fee pengelolaan sebesar persentase tertentu dari dana jaminan sosial yang berhasil dikumpulkan dan hasil pengembangannya. Sedangkan dana jaminan social digunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan.
Yang perlu digarisbawahi pula adalah peran pemerintah dalam pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS. Berdasarkan kedua UU ini pemerintah pusat mempunyai
kewajiban untuk membayarkan premi penduduk miskin dan tidak mampu yang dikenal dengan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Selanjutnya, mengingat premi jaminan kesehatan dibayar bersama oleh pekerja dan pemberi kerja, pemerintah pusat dan daerah juga berkewajiban membayar premi jaminan kesehatan untuk pegawai yang bekerja di instansinya masing-masing.
Faktor Pendukung Sistem Jaminan KesehatanJika jaminan kesehatan berjalan dengan baik, masyarakat tentu akan sangat merasakan manfaatnya karena masyarakat tidak lagi membayar biaya perawatan kecuali untuk pelayanan tertentu yang memang diatur dikenakan urun biaya. Dalam kaca mata makro, manfaat yang demikian sangat berguna untuk melindungi masyarakat agar tidak jatuh ke dalam kemiskinan mengingat dalam kasus-kasus tertentu biaya pengobatan jumlahnya terkadang sangat besar.
Dalam prakteknya, pelaksanaan jaminan kesehatan tentu tidak semudah yang dibayangkan. Terdapat beberapa kondisi agar jaminan kesehatan dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat. Prasyarat pertama adalah dana yang terkumpul jumlahnya memadai untuk mendukung pelaksanaan jaminan kesehatan. Terkait dengan perhitungan dana, secara teoretis, setelah range benefit ditetapkan, premi atau iuran dapat dihitung berdasarkan rate biaya untuk setiap perawatan dan perkiraan utilisasi dari peserta jaminan kesehatan.
Premi yang dipungut dari peserta tentu harus dipikul oleh perekonomian nasional. Kajian mengenai seberapa besar ekonomi akan memikul biaya kesehatan pernah dibuat oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) pada tahun 2007. Kajian tersebut menunjukkan bahwa proporsi biaya kesehatan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akan meningkat dari waktu ke waktu. Tahun 2015 proporsi diperkirakan
UU SJSN
UU BPJS
Askes menjadi BPJS
Kesehatan
Jamsostek menjadi BPJS ketenagakerjaan
Pensiun Hari Tua Kecelakaan Kerja
KematianKesehatan
Foto : sasha dunaevski
Skema Jaminan Kesehatan
ARTIKEL LEPAS ARTIKEL LEPAS
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201234 35
1,6%, tahun 2020 2,7%, dan tahun 2025 menjadi 2,9%. Kebanyakan negara sedang berkembang mengeluarkan 3%-4% dari PDB untuk biaya kesehatan. Biaya kesehatan dalam kajian tersebut dihitung dengan menggunakan beberapa asumsi antara lain: a. Persentase penduduk yang ditanggung
akan meningkat secara linier dari 38,8% ditahun 2007 menjadi 100% pada tahun 2020.
b. Biaya asuransi untuk PNS adalah berdasarkan biaya tahun 2006 yang disesuaikan dengan menghilangkan besaran urun biaya dari peserta yang sekitar 40% dan menyesuaikan klaim biaya kesehatan tingkat pertama sebagaimana klaim di sektor asuransi komersial.
c. Biaya pertanggungan untuk kaum miskin adalah setara dengan 90% biaya
pegawai negeri.d. Peningkatan biaya kesehatan adalah 1%
lebih besar daripada peningkatan PDB.
Disamping masalah pendanaan hal krusial lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah masalah ketersediaan infrastruktur baik infrastrukstur kesehatan maupun infrastruktur lainnya. Jaminan kesehatan harus dapat dinikmati dan diakses
oleh masyarakat. Dengan demikian, ketersediaan infrastruktur fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, bahkan fasilitas perhubungan juga tetap harus menjadi perhatian pemerintah. Idealnya, apabila sistem jaminan kesehatan sudah dapat berjalan baik, provider BPJS dapat secara mandiri mendanai penyediaan fasilitas kesehatan. Tabel di bawah ini menunjukkan masih adanya gap untuk salah satu fasilitas kesehatan yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhannya.
Dari aspek mikro, perlu dipikirkan edukasi kepada masyarakat mengenai hak dan kewajibannya dalam sistem jaminan kesehatan. Sistem jaminan kesehatan dapat berjalan dengan efektif apabila dalam pelaksanaannya, baik peserta maupun badan penyelenggara taat pada standar operasional yang lazim berlaku. Salah satu standar operasional yang mendasar untuk dipatuhi adalah pola rujukan dalam pemberian layanan kesehatan. Pola rujukan tidak haya berperan dalam
pengendalian biaya kesehatan tetapi juga untuk menjaga mutu layanan kesehatan. Bisa dibayangkan apabila semua orang yang sakit langsung dirujuk ke rumah sakit maka rumah sakit akan menjelma menjadi Puskesmas raksasa. Tidak akan sempat terjadi komunikasi yang intens antara dokter dengan pasien karena dokter menangani pasien yang terlalu banyak.
Aspek mikro yang lain, terkait dengan pola pembayaran oleh BPJS Kesehatan kepada provider pelayanan kesehatan tingkat pertama. Dalam sistem jaminan kesehatan, pembayaran kepada provider penyedia layanan kesehatan tingkat pertama biasanya menggunakan sistem kapitasi. Dalam sistem kapitasi, setiap bulan BPJS akan membayar suatu jumlah berdasarkan jumlah individu yang dijamin dikalikan rate kapitasi tanpa melihat ada atau tidak ada individu yang dilayani pada bulan tersebut. Selain sebagai kendali biaya, sistem ini ditujukan untuk mendorong fasilitas kesehatan dan
dokter memberikan pelayanan yang maksimal. Mengingat pola pengelolaan keuangan di Puskesmas sebagai penyedia layanan kesehatan tingkat pertama tidak memungkinkan untuk menggunakan penerimaannya secara langsung maka tujuan agar penyedia layanan kesehatan tingkat pertama terdorong memberikan layanan yang maksimal menjadi sulit terwujud. Oleh karena itu, perlu dipikirkan mekanisme yang memungkinkan penyedia layanan tingkat pertama dapat memanfaatkan insentif dari sistem kapitasi ini. Berdasarkan uraian di atas, sistem jaminan kesehatan yang memiliki tujuan mulia tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan pendekatan terintegrasi dan holistik agar tujuan dari sistem jaminan kesehatan dapat tercapai. ***
*) Penulis adalah Kasie Harmonisasi Peraturan Jamsoskes Direktorat HPP
Gambaran Keadaan Tempat Tidur di RS dan Puskesmas Indonesia
No Propinsi Data Penduduk Kebutuhan TT Total TTRata2
Kelebihan/Kekurangan
1. N.A.D 4.494.410 4.494 5.889 1.395
2. Sumatera Utara 12. 982.204 12.982 17.448 4.466
3. Sumatera Barat 4.846.909 4.847 5.713 866
4. Riau 5.538.367 5.538 5.067 (471)
5. Jambi 3.092.265 3.092 2.903 (198)
6. Sumatera Selatan 7.450.394 7.450 5.860 (1.590)
7. Bengkulu 1.715.518 1.716 2.150 434
8. Lampung 7.608.405 7.608 4.103 3.505
9. Kep. Bangka Belitung 1.223.296 1.223 1,207 (16)
10. Kepulauan Riau 1.679.163 1.679 2.166 487
11. DKI Jakarta 9.607.787 9.608 19.002 9.394
12. Jawa Barat 43.053.732 43.054 27.824 (15.230)
13. Jawa Tengah 32.382.657 32.383 32.408 25
14. DI Yogyakarta 3.457.491 3.457 6.428 2.971
15. Jawa Timur 37.476.757 37.477 34.603 (2.874)
16. Banten 10.632.166 10.632 5.506 (5.126)
17. Bali 3.890.757 3.891 4.717 826
18. Nusa Tenggara Barat 4.500.212 4.500 3.738 (762)
19. Nusa Tenggara Timur 4.683.827 4.684 4.648 (36)
20. Kalimantan Barat 4.395.983 4.396 4.678 282
21. Kalimantan Tengah 2.212.089 2.212 1.920 (292)
22. Kalimantan Selatan 3.626.616 3.627 3.501 (126)
23. Kalimantan Timur 3.553.143 3.553 4.985 1.432
24. Sulawesi Utara 2.270.596 2.271 4.631 2.360
25. Sulawesi Tengah 2.515.912 2.516 3.206 690
26. Sulawesi Selatan 7.679.672 7.680 10.233 2.553
27. Sulawesi Tenggara 2.232.586 2.233 2.273 40
28. Gorontalo 1.040.164 1.040 1.224 184
No Propinsi Data Penduduk Kebutuhan TT Total TTRata2
Kelebihan/Kekurangan
29. Sulawesi Barat 1.158.651 1.159 942 (217)
30. Maluku 1.533.506 1.534 2.792 1.258
31. Maluku Utara 1.038.087 1.038 1.321 283
32. Papua Barat 760.422 760 1.556 796
33. Papua 2.833.381 2.833 3.611 778
ARTIKEL LEPAS ARTIKEL LEPAS
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201236 37
Saat ini, masuk ke jaringan internet (dunia www atau world wide web) bukanlah hal yang sulit,
bahkan sangat mudah. Setiap orang bisa mengakses internet dari kantor, mall, restoran bahkan saat berada di jalan raya. Kemudahan teknologi ini, telah dimanfaatkan dengan sangat baik oleh perusahaan, salah satunya sektor penerbangan, melalui penjualan tiket online berbasis web. Calon penumpang cukup membuka website maskapai penerbangan tersebut, mengisi tujuan, tanggal dan waktu penerbangan, mengisi formulir data identitas pribadi, melakukan pembayaran melalui sistem perbankan yang disediakan, dan selesai!. Sungguh, sistem dan prosedur yang efisien, aman, valid dan sangat memudahkan pelanggan.
Sistem pembayaran dan penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang sedang dibangun saat ini, dinamakan SIMPONI, dapat dibayangkan seperti sistem pembelian tiket penerbangan
online tersebut. Wajib Bayar atau Bendahara Penerimaan cukup membuka website SIMPONI, mengisi formulir data identitas pribadi, mengisi formulir data PNBP yang akan dibayar/disetor, mendapatkan kode billing dan melakukan pembayaran/penyetoran melalui jaringan sistem perbankan atau channel pembayaran yang telah disediakan.
Pembangunan SIMPONI diharapkan mampu mengefisienkan pembayaran PNBP dan memudahkan masyarakat dalam membayar/menyetor PNBP ke Kas Negara.
Tantangan Pengelolaan PNBPPengelolaan PNBP sedang menghadapi tantangan yang cukup besar ke depan, khususnya terkait proses bisnis pembayaran dan penyetoran PNBP.
Temuan BPK beberapa tahun terakhir terkait permasalahan di penyetoran, ketidakpatuhan penyampaian laporan,
validitas database PNBP, dan adanya kesulitan pembayaran/penyetoran, menjadi cermin perlunya memperbaiki proses bisnis ini. Identifikasi permasalahan pengelolaan PNBP dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Langkah-langkah jangka pendek telah dilakukan oleh Ditjen Angagran, guna mengatasi permasalahan tersebut, antara lain melayangkan surat kepada pimpinan K/L agar menegur pejabat yang lalai melaporkan PNBP, dan menyusun peraturan khusus terkait penyetoran PNBP dalam kondisi tertentu. Namun, langkah tersebut belum mampu menyelesaikan permasalahan lain, seperti validitas database PNBP, disamping masih kurangnya efektifitas aturan dan sanksi yang dikenakan. Diperlukan jalan penyelesaian yang komprehensif, meliputi perbaikan dan penegakan aturan, serta pembangunan sistem pembayaran/penyetoran yang kredibel.
SIMPONI merupakan suatu terobosan untuk menciptakan proses bisnis pembayaran dan penyetoran PNBP yang lebih efisien (efficient), aman (secure), sederhana (simple) dan mudah digunakan (user friendly). Integrasi sistem (settlement-billing) merupakan langkah terbaik untuk melakukan perbaikan proses bisnis pembayaran dan penyetoran PNBP. Sistem in memungkinkan semua transaksi penerimaan negara, tercatat secara elektronik, baik dalam sistem billing maupun sistem settlement. Kemungkinan terjadinya perbedaan data dapat diminimalisir, dan proses rekonsiliasi akan lebih mudah dilakukan. Secara umum, terdapat 3 (tiga) tujuan dan manfaat utama integrasi SIMPONI
dan MPN, sebagai berikut :1. Mendukung penyempurnaan
pembangunan sistem administrasi pendapatan Negara yang modern.
2. Membangun database realiasi PNBP yang komprehensif, sebagai alat analisa dalam perumusan kebijakan dan perencanaan PNBP.
3. Memperbaiki kualitasperencanaan dan perumusan kebijakan PNBP.
Pembangunan SIMPONISistem informasi PNBP Online atau disebut sistem billing PNBP online, yang sedang dibangun saat ini, merupakan bagian dari sistem Modul Penerimaan Negara (MPN). MPN merupakan sistem pengadministrasian pendapatan
negara berbasis web yang dibangun oleh Kementerian Keuangan bekerjasama dengan perbankan, Bank Indonesia, PT Pos Indonesia dan pihak penyedia jasa switcher. Pembangunan MPN (saat ini sudah Generasi 2) bertujuan menyediakan pelayanan sektor keuangan negara yang lebih baik kepada masyarakat, sekaligus memenuhi harapan pemerintah akan ketersediaan database yang kredibel.
MPN meliputi sistem billing dan sistem settlement. Sistem billing (pajak-bea cukai-PNBP) berfungsi melakukan pengadministrasian data pembayar dan pembayaran, memfasilitasi proses awal dari keseluruhan proses pembayaran dan penyetoran pendapatan negara.
PEMBANGUNAN SIMPONI: SISTEM INFORMASI PNBP ONLINE
Oleh : Arief Masdi*
No Uraian Permasalahan
1. Adanya temuan BPK terkait Kementerian/Lembaga (K/L) yang terlambat menyetorkan atau tidak menyetorkan PNBP ke Kas Negara
2. Ketidakpatuhan K/L dalam melaporkan realisasi PNBP kepada Menteri Keuangan
3. Belum adanya database realisasi PNBP sesuai jenis dan akun pendapatan yang valid
4. Kesulitan dan kerumitan yang dihadapi oleh Wajib Bayar dan Bendahara Penerimaan pada K/L dalam melakukan pembayaran dan penyetoran PNBP ke Kas Negara
Tabel 1Identifikasi Permasalahan Pengelolaan PNBP
Foto : fotocromo
PNBP PNBP
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201238 39
Sedangkan sistem settlement memfasilitasi penyelesaian proses pembayaran, rekonsiliasi hingga penyampaian data-data kepada stakeholders.
Ditjen Anggaran bertindak sebagai biller bagi PNBP, yang akan mengoperasikan sistem billing yang berfungsi mengadministrasikan data-data pembayar
dan pembayaran PNBP, yang dibutuhkan oleh DJA sebagai tools dalam analisa kebijakan dan penyusunan kebijakan PNBP ke depan. Adapun sistem settlement yang memfasilitasi penyelesaian rangkaian proses pembayaran berada di bawah kewenangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB).
Secara lebih teknis, kegunaan SIMPONI diharapkan dapat dirasakan oleh stakeholders PNBP, meliputi Wajib Bayar, Satker K/L, Satker BLU, KPPN, dan DJA sendiri selaku biller PNBP. Berbagai kegunaan SIMPONI dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Pada bulan Desember 2012 ini, pembangunan SIMPONI telah memasuki tahap akhir dan direncanakan akan di-
No. Uraian Kegunaan Stakeholders
1. Memantau realisasi PNBP secara online dan real time DJA, Admin K/L, Satker K/L dan WB
2. Menilai usulan dan penetapan target PNBP DJA dan Admin K/L
3. Memberi gambaran historis realisasi PNBP DJA dan Admin K/L
4. Menyediakan sarana penyampaian laporan realisasi secara berkala oleh K/L DJA, Admin K/L dan Satker K/L
5. Menyediakan sarana penyampaian laporan realisasi penerimaan , belanja, utang dan piutang berkala pada Satker BLU
DJA dan BLU
6. Menyediakan sarana komunikasi tanpa tatap muka dalam penyusunan target PNBP DJA dan Admin K/L
7. Menyediakan referensi tarif PNBP DJA, Admin K/L, Satker K/L dan WB
8. Menyediakan sarana pemutakhiran data tarif PNBP DJA, Admin K/L dan Satker K/L
9. Menyediakan sarana komunikasi pengelolaan PNBP interaktif melalui livechat DJA, Admin K/L, Satker K/L, WB dan BLU
10. Menyediakan sarana bagi KPPN untuk memastikan penerimaan PNBP di Kas Negara DJA, KPPN, Admin K/L dan Satker K/L
11. Memastikan penyelenggaraan layanan PNBP kepada masyarakat DJA, KPPN, Admin K/L, Satker K/L dan WB
launching. Tentunya setelah melalui berbagai system test yang telah dilakukan, seperti integration test, user acceptance
test dan scan test. Saya yakin, kita semua berharap agar SIMPONI ini dapat memberikan manfaat yang banyak bagi stakeholders PNBP. ***
BILLER DJP
Proses Billing Data Tagihan
BILLER DJP
Proses Billing Data Tagihan
BILLER DJP
Proses Billing Data Tagihan
MPN (DJPB)Data Pembayaran
Internet Banking
ElectronicData
Capture
Over The Counter :Bank PersepsiPos Persepsi
Mobile BankingATM
SWITCHING
Gambar 1Gambar Integrasi SIMPONI dan MPN G-2
USER
ADMINPNBP
WAJIB BAYAR
USER K/L
USER SATKER
MANAJEMEN USER
MANAJEMEN REPORT
KNOWLEDGE MANAGEMEN
UPLOAD TARIF
CHAT TOOLS
TABEL REFERENSI
TARGET DAN
REALISASIBILLING
NON BILLING
LOGIN REGISTRASI
NOTIFIKASI USERNAME DAN
PASSWORD
Tabel 2Kegunaan SIMPONI
MANAJEMEN DATABASE JENIS DAN
TARIF PNBP
MANAJEMEN USER
MANAJEMEN PELAPORAN
MANAJEMEN PEREKAMAN
MANAJEMEN HELPDESK
MANAJEMEN TARGET DAN
REALISASI PNBP
MANAJEMEN BILLING
Gambar 2Alur Proses Menu SIMPONI
Gambar 3Desain Bangunan SIMPONI
PNBP PNBP
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 41
Kesepakatan Panja DPR RI menetapkan target Penerimaan Migas dalam RAPBN 2013 sebesar
Rp257,27 Triliun. Dalam RAPBN 2013, Penerimaan Migas memberikan kontribusi yang cukup signifikan, sebesar 77% terhadap total PNBP atau 16% terhadap total Penerimaan Dalam Negeri. Penerimaan Migas yang meliputi PPh Migas, PNBP SDA Migas, dan PNBP Lainnya (pendapatan Domestic Market Obligation) memiliki karakteristik yang unik, baik dari sisi mekanisme pengelolaannya maupun faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungannya.
Pengelolaan Migas termasuk didalamnya yang mengatur hak dan kewajiban Perusahaan Migas (Kontraktor) terkait penerimaan Negara dari sektor migas, diatur dalam Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract) dan Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam kontrak dengan pola PSC tersebut, ditetapkan pemerintah memperoleh bagian 85% dan kontraktor memperoleh 15%, untuk minyak bumi. Sedangkan untuk gas alam, pemerintah memperoleh bagian 70% dan Kontraktor memperoleh 30%.
Besar kecilnya penerimaan Migas sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lifting, Indonesia Crude Price (ICP), gas price, dan cost recovery, nilai tukar/kurs, dan komponen pengurang. Setiap tahunnya, kontraktor menghasilkan pendapatan kotor (gross revenue), yaitu pendapatan yang dihasilkan dari perkalian lifting dengan ICP atau Gas Price, sebelum dikurangkan dengan cost recovery dan komponen pengurang. Pendapatan kotor yang telah dikurangkan cost recovery dan komponen pengurang, itulah yang disebut penerimaan Migas. Tulisan singkat ini, akan mengulas faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Migas tersebut.
Cost Recovery Cost Recovery adalah sistem dimana Kontraktor menalangi terlebih dahulu seluruh biaya eksplorasi, biaya eksploitasi, dan biaya lainnya dalam kegiatan hulu
migas, yang akan dikembalikan jika ada produksi melalui penghitungan bagi hasil dan pajak penghasilan. Ketentuan tentang biaya-biaya yang dapat dikembalikan (cost recovery) ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha huku migas.
Cost Recovery merupakan konsekuensi dari prinsip bahwa Pemerintah tidak boleh mengeluarkan investasi dan menanggung risiko finansial dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas. Jika Kontraktor tidak memperoleh migas yang cukup komersial untuk dikembangkan maka Kontraktor harus mengembalikan Wilayah Kerjanya dan semua biaya menjadi risiko dan tanggung jawab Kontraktor sendiri. Cost Recovery merupakan bagian integral dari sistem Kontrak Bagi Hasil. Besaran equity to be split dalam skema pola Kontrak Production Sharing ditentukan dengan asumsi adanya Cost Recovery.
Besarnya cost recovery berbeda-beda untuk setiap kontrak (wilayah kerja), sangat dipengaruhi antara lain kondisi operasional lapangan, cadangan migas, tingkat produksi dan permintaan sarana serta prasarana. Dalam perhitungan besaran bagian pemerintah dan penerimaan migas, semakin besar cost recovery maka semakin rendah bagian pemerintah dan penerimaan migas. Dalam RAPBN 2013 Hasil Kesepakatan Panja DPR, asumsi cost recovery tahun 2013 ditetapkan sebesar US$15,54 miliar.
Khusus untuk kontrak Gas Alam, selain Cost Recovery, terdapat biaya yang dapat dikembalikan yaitu Plant Cost atau juga disebut Cost of Sell. Plant Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor gas alam dalam mengemas liquid natural gas (LNG) agar dapat dipasarkan ke tempat yang tidak memungkinkan digunakan pipa gas. Mekanisme pengembalian Plant Cost sama dengan sistem Cost Recovery. Dalam perhitungan besaran bagian pemerintah dan penerimaan migas, semakin besar plant cost maka semakin rendah bagian pemerintah dan penerimaan migas.
Lifting Lifting berbeda dengan produksi. Lifting adalah sejumlah minyak bumi dan/atau gas alam yang dijual atau dibagi di titik penyerahan. Migas merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui (unrenewable). Lifting sangat dipengaruhi oleh kondisi lapangan/sumur migas. Lapangan baru atau lapangan tua akan sangat menentukan besaran lifting. Lifting yang cenderung menurun setiap tahunnya adalah keniscayaan. Saat ini, 90% lifting migas dihasilkan dari lapangan tua. lapangan tua cenderung turun 12%-20% per tahun.
Lifitng juga dipengaruhi oleh potensi dari lapangan-lapangan baru dan penemuan-penemuan cadangan migas baru. Faktor lain yang mempengaruhi lifting adalah kondisi cuaca dan geografis lapangan off shore dan on shore. Semakin tinggi volume lifting, semakin tinggi pula bagian pemerintan dan penerimaan migas. Dalam RAPBN 2013 Hasil Kesepakatan Panja DPR, asumsi lifting tahun 2013 ditetapkan sebesar 900 MBOPD (Millions Barrels of Oil Per Day) dan volume gas 1.360 BBTUD (Billion British Thermal Unit per Day).
Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP)Harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) merupakan basis harga minyak mentah yang digunakan dalam APBN. Sesuai dengan karakteristik dan kualitasnya, sampai dengan saat ini terdapat 50 jenis minyak mentah Indonesia yang masing-masing mempunyai harga yang berbeda (termasuk jenis condensate). ICP dihitung dengan formula 50% RIM dan 50% Platts, artinya rata harga seluruh minyak mentah Indonesia yang dikeluarkan oleh Lembaga penyedia informasi harga komoditas energi, RIM dan Platts. ICP ditetapkan setiap bulan oleh Pemerintah (Kementerian ESDM).
ICP sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar minyak internasional, yaitu faktor yang dipengaruhi mekanisme supply (produksi, stok, kondisi kilang, dan kebijakan produksi) dan demand (kebutuhan, musim, dan ketersediaan teknologi
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN MIGAS
Oleh : Arief Masdi*
Foto : jk
PNBP PNBP
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201242 43
sumber tenaga alternatif). Faktor lain yang mempengaruhi ICP di luar mekanisme supply dan demand, antara lain kekhawatiran pasar akibat gangguan politik, keamanan, dan aksi spekulasi di pasar minyak.
ICP secara relatif bisa sangat berfluktuasi mengikuti perkembangan minyak dunia, secara umum ICP lebih rendah dari WTI dan Brent. Dalam RAPBN 2013 Hasil Kesepakatan Panja DPR, asumsi ICP ditetapkan sebesar US$100/BBL. Semakin tinggi ICP, maka semakin tinggi pula penerimaan migas.
Nilai Tukar/Kurs Seluruh hasil penjualan migas (transaksi migas) dalam bentuk Valuta Asing (US$). Kurs bersifat netral dalam penerimaan
migas, tidak dipengaruhi aktivitas dan kebijakan dalam kegiatan operasi migas.Semakin terdepresiasi Rupiah, maka semakin tinggi pula penerimaan migas. Dalam RAPBN 2013 Hasil Kesepakatan Panja DPR, asumsi rata-rata nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat disepakti sebesar Rp9.300/US$.
Komponen Pengurang Komponen pengurang migas adalah komponen yang dikeluarkan dari bagian pemerintah (gross), yang terdiri dari pajak-pajak dan pungutan lainnya (kecuali pajak penghasilan) atau biasanya disebut dengan assume and discharge. Ketentuan tentang komponen pengurang ini telah diatur dalam kontrak. Pajak-pajak yang dikeluarkan tersebut terdiri dari PBB Migas,PPN Migas, dan Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, dan Pajak Penerangan Jalan Non PLN). Sedangkan pungutan lainnya terdiri dari Imbalan BPMIGAS (Anggaran BPMIGAS) dan Fee Penjual Migas. Semakin tinggi besaran komponen pengurang migas ini, maka semakin rendah penerimaan migas. ***
*). Penulis adalah Kasie Daduktek pada Direktorat PNBP
1
2
Cost Recovery
Net Back
Equity (to be split)
Plant Cost
Misal Tax Rate 48%
70%
42,31%
100%
27,69%
( - )
( - )
( - )
( - )
57,69%
27,69%
48%
30%
Bag Kontraktor (Gross)
Gross Revenue(lifting x Gas Price)
Bag Kontraktor (Netto)
Pajak
Bag Pemerintah (Gross)
Penerimaan Minyak Bumi
Pajak & Pungutan- PPN- PBB- PDRD
Fee Keg. Hulu Migas- BP Migas- Penjualan Bag.
Pemerintah.Komp. Pengurang
PNBP SDA Gas Alam
PPH Gas Alam
Bagan Penerimaan Gas Alam dengan Pola Production Sharing Contract
1
2
3
KPS
Cost Recovery
Gross Revenue(Lifting x ICP)
Equity (To Be Split)100%
85%
Misal Tax Rate 48%
71,15%
13,85%
( - )
( - )
( - )
( - )
28,85%
13,85%
48%
15%
Bag Kontraktor (Gross)
Bag Kontraktor (Netto)
NET Demo (Domestic Market Obligation)
Pajak
Bag Pemerintah (Gross)
Penerimaan Minyak Bumi
Pajak & Pungutan- PPN- PBB- PDRD
Fee Keg. Hulu Migas- BP Migas- Penjualan Bag.
Pemerintah.
Komp. Pengurang
PNBP SDA Minyak Bumi
PNBP MIGAS Lainnya
PPH Minyak Bumi
Bagan Penerimaan Minyak Bumi dengan Pola Production Sharing Contract
PNBP PNBP
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 45WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201244
1. PENDAHULUANAda hal baru yang disampaikan oleh Presiden RI dalam Pidato pengantar Nota Keuangan RAPBN Tahun 2013 pada sidang paripurna DPR RI tanggal 16 Agustus 2012 yang lalu khususnya dalam kebijakan pembangunan bidang pendidikan yaitu dimulainya penyelenggaraan Pendidikan Menengah Universal (PMU) dalam rangka meningkatkan akses, kualitas dan relevansi pendidikan menengah.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen keempat tanggal 10 Agustus 2002 Pasal 31 ayat (1) ditegaskan bahwa setiap Warga Negara berhak mendapat pendidikan, ayat (3) disebutkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Selanjutnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Pasal 11 ayat (1) menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi.
Oleh karena itu setiap WNI berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama dan gender. Atas pertimbangan itulah pemerintah mendesain suatu konsep program penyelenggaraan pendidikan yang dapat mendorong peningkatan kualitas penduduk Indonesia sehingga mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa, meningkatkan kualitas kehidupan sosial politik dan kesejahteraan masyarakat.
2. KONSEP PMUSecara sederhana PMU dapat dikatakan sebagai perluasan dari program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun yang telah dilaksanakan selama hampir 18 (delapan belas) tahun (dicanangkan pertama kali
pada tahun 1994). Namun demikian PMU bukan merupakan wajib belajar, sehingga berbeda jika dibandingkan dengan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Wajib belajar, diamanatkan dalam Undang-undang, wajib diikuti oleh semua penduduk usia sekolah, dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah, dan ada sanksi bagi yang tidak mengikuti, sedangkan PMU, hanya difasilitasi oleh pemerintah untuk menampung semua penduduk usia sekolah, pembiayaan ditangung bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, serta sanksi yang relatif longgar/tidak ada bagi yang tidak mengikuti.
PMU hanya merupakan rintisan wajib belajar 12 tahun yang pada hakikatnya adalah himbauan yang sangat disarankan bagi siswa lulusan SMP atau yang sederajat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah, baik SMA, SMK atau yang sederajat. Pemerintah akan mendorong melalui pengalokasian pendanaan dengan penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pendidikan Menengah, perbaikan sarana dan prasarana belajar, serta peningkatan kualifikasi tenaga pendidik.
PMU didorong oleh kesadaran pemerintah untuk meningkatkan jumlah lulusan SMA/MA atau SMK dan yang sederajat di seluruh penjuru tanah air. Melalui PMU, diharapkan lulusan SMA/MA atau SMK dan yang sederajat akan semakin meningkat sehingga secara usia dan kompetensi akan mampu bersaing di dalam dunia kerja, karena dengan mengenyam jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan lebih lama maka akan mendorong peningkatan kualitas manusia Indonesia.
Argumen ini diperkuat oleh Laporan Data Statistik World Bank dan The Global Competitiveness Report 2010 – 2011 menyebutkan, lama sekolah berkorelasi positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI) dengan koefiesien korelasi 0,99. Dalam laporan itu juga disebutkan lama sekolah memiliki korelasi positif yang sangat tinggi dengan nilai PDB per kapita dengan koefiesien korelasi 0,93; memiliki korelasi positif yang sangat tinggi dengan nilai Global Competitiveness Indeks (GCI) dengan koefiesien korelasi 0,96, dan memiliki korelasi positif pula
PENDIDIKAN MENENGAH UNIVERSALKEBIJAKAN BARU BIDANG PENDIDIKAN DALAM RAPBN TAHUN 2013
Oleh : Hendra Kurniawan.KH*
Foto : Zsuzsanna Kilian
Foto : Zsuzsanna Kilian
PERENCANAAN PERENCANAAN
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201246 47
2005/2006
2006/2007
2007/2008
2008/2009
2009/2010
2010/2011
terhadap indeks pendidikan dengan koefiesien korelasi 0,97.
Landasan penyelenggaraan PMU adalah Pendidikan untuk semua (Education For All) yang pada hakekatnya merupakan penyediaan layanan pendidikan menengah yang merata, terjangkau, bermutu dan berkepastian di seluruh wilayah Indonesia.
PMU akan memberikan dua opsi bagi anak usia menengah untuk mengikuti pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) bagi yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, dan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bagi mereka yang ingin langsung masuk kedunia kerja, baik sebagai pekerja maupun sebagai wirausahawan yang terampil, luwes, dan
berwawasan luas, menguasai tekhnologi, dan mampu bersaing di nasional maupun dalam kancah internasional dengan tetap menjunjung tinggi keunggulan lokal dan berjati diri keindonesiaan.
3. MENGAPA PERLU PMU ?PMU penting untuk : (a) Menjaga kesinambungan dan konsekuensi logis keberhasilan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, (b) Usia lulus SMP/Sederajat masih belum layak bekerja, sehingga bila tidak sekolah akan memiliki dampak sosial yang kurang baik, (c) Menjawab tantangan persaingan global yang menempatkan makin pentingnya SDM berpendidikan, (d) Wajib belajar memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi, daya
saing, kesehatan dan pendapatan, dan (e) Pendidikan menengah memiliki kontribusi positif terhadap kehidupan bersosial dan berpolitik.
Permasalahan paling menonjol dalam penyelenggaraan pendidikan jenjang pendidikan menengah yang harus segera diatasi adalah permasalahan akses pendidikan menengah. Secara kuantitatif akses masyarakat terhadap jenjang pendidikan menengah dapat dilihat berdasarkan data Angka Partisipasi kasar (APK). Data tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 menunjukkan kenaikan rata-rata APK secara nasional dari 52,20% di tahun 2005 menjadi 70,53% di tahun 2011, seperti tertuang dalam gambar 1 berikut ini :
Walaupun mengalami kenaikan, capaian APK tersebut masih termasuk katagori rendah, karena masih banyaknya jumlah lulusan SMP dan sederajat yang tidak melanjutkan ke pendidikan tingkat SMA atau yang sederajat. Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan antara capaian APK SMP/sederajat dan SMA/SMK/
sederajat per propinsi yang menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan seperti terlihat pada gambar 2, hanya propinsi DKI Jakarta yang menunjukkan perbandingan yang baik antara APK SMP/Sederajat dengan APK SMA/SMK/Sederajat. Disamping masalah APK Nasional yang masih relatif rendah dari segi pemerataan
akses terjadi kesenjangan (disparitas) APK Propinsi, misalnya Propinsi DKI Jakarta yang tertinggi mencapai 119,22% dibandingkan dengan APK Propinsi Lampung yang terendah hanya 58,04%, yang juga dapat dilihat dalam gambar 2 berikut ini : Permasalahan lain terkait dengan akses pendidikan adalah masih besarnya angka putus sekolah untuk jenjang pendidikan menengah,
seperti dalam gambar 3 berikut ini :
Gambar 1Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) Dikmen Tahun 2005 s.d. 2011
Gambar 2Perbandingan APK SMP/Sederajat dengan APK SM/Sederajat Tahun 2010 dan
Disparitas APK antar Propinsi.
Persentase
APK SMA/Sederajat
APK SMP/Sederajat
PERENCANAAN PERENCANAAN
DKI Jakarta
DI Yogyakarta
Maluku
Kalimantan Timur
Bali
Kepulauan Riau
Sumatera Utara
Sulawesi Utara
Sumatera Barat
Kep. Bangka Belitung
Bengkulu
Gorontalo
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Aceh
Maluku Utara
Jawa Timur
Jambi
NTB
NTT
Sulawesi Selatan
Jawa Tengah
Kalimantan Selatan
Papua
Kalimantan Tengah
Sumatera Selatan
Kalimantan Barat
Papua Barat
Riau
Banten
Jawa Barat
Sulawesi Barat
Lampung
0 20 40 60 80 100 120 140
Sumber : Pusat Statistik Pendidikan Kemdikbud
Sumber : Pusat Statistik Pendidikan Kemdikbud
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201248 49
Tiga sasaran yang secara simultan akan dicapai dalam program Pendidikan Menengah Universal (PMU) pertama, upaya memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat yang telah menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun (wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun) dengan mempercepat pencapaian dan meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang pendidikan menengah dari 70,5 % pada tahun 2011 menjadi 97,0 % pada tahun 2020. Tanpa kebijakan PMU skenario capaian APK sebesar 97,0 % ini baru akan tercapai pada tahun 2040, dengan kebijakan PMU diharapkan akan terjadi percepatan pencapaian sasaran tersebut pada tahun 2020. Sasaran kedua, memperkecil disparitas Angka Partisipasi Kasar (APK) antar daerah. Dengan kondisi antar wilayah Indonesia yang berbeda, baik kondisi geografis maupun kondisi sosial ekonomi masyarakat maka distribusi APK pendidikan menengah masih sangat timpang antar daerah satu dengan daerah lainnya. Sebagai contoh Propinsi Jawa Timur, meskipun APK sudah melebihi rata-rata APK Nasional 72,4 % tapi masih ada beberapa Kabupaten Kota yang masih jauh dibawah, contoh Kabupaten Sampang yang APK-nya ada dikisaran 28,59 %. Saat ini ada 253 kabupaten/kota yang APK-nya berada di bawah rata-rata nasional dan masih ada sedikitnya 71 kabupaten/kota yang mendesak untuk di dorong untuk meningkatkan APK karena masih dibawah 50,0 %. Sasaran ketiga, PMU diharapkan dapat memperkuat Pendidikan Vokasional
Terkait dengan tanggungjawab pendanaan tersebut, Presiden dalam pidato pengantar Nota Keuangan juga mengajak pemerintah daerah dan masyarakat untuk ikut mendanai dan mendorong pelaksanaan PMU. Strategi pendanaan pendidikan PMU dilakukan untuk memenuhi sasaran PMU secara bertahap, sebagaimana tertuang dalam Tabel 3 berikut ini :
dengan menyeimbangkan komposisi SMA dan SMK pada kisaran 45 : 55 dari komposisi saat ini 51 : 49, melalui strategi pemberian BOS pendidikan menengah serta mempermudah akses bangunan sekolah dengan melakukan perbaikan infrastruktur mulai dari rehab SMA/SMK yang rusak sampai pada pendirian unit sekolah baru. Hal ini juga penting dikaitkan dengan upaya untuk mensukseskan Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan tuntutan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang handal di bidangnya. Hal ini akan dapat dicapai melalui jalur pendidikan, terutama jalur pendidikan vokasional, melalui PMU
ini pula diharapkan akan dapat mengubah struktur piramida ketenagakerjaan dengan tenaga kerja terampil dan terdidik.
Dengan demikian melalui PMU diharapkan pada tahun 2020 seluruh warga Negara yang berusia 16-18 tahun harus sudah mengikuti pendidikan menengah, baik SMA maupun SMK, secara merata, terjangkau, berkesetaraan, bermutu, relevan, dan berkepastian memperoleh layanan pendidikan menengah disemua propinsi, kabupaten dan kota.
4. STRATEGI PENDANAAN PMU DALAM APBN 2013
PMU tidak dapat diartikan sebagai sekolah gratis, karena pendanaan pendidikan ini bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah baik pemerintah pusat mapun pemerintah daerah, tetapi juga menjadi tanggungjawab dunia usaha dan masyarakat.
PP No. 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan mengatur pembagian tanggungjawab pendanaan pendidikan untuk jenjang Pendidikan Dasar, Menengah dan Tinggi antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat termasuk Satuan Pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur dengan tegas pembagian tanggung jawabpendanaan pendidikan sebagai berikut :
Pendanaan Program Pendidikan Menengah Universal (PMU) pada APBN Tahun 2013 sebagian besar dialokasikan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama yang antara lain dialokasikan untuk : - Pemenuhan seluruh sasaran Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) Jenjang Pendidikan Menengah sebanyak 11.000.142 siswa dengan unit cost Rp.
505.000 per siswa per semester.- Pembangunan 172 Unit Sekolah Baru
(USB) SMA/SMK.- Pembangunan 6.448 Ruang Kelas Baru
(RKB) SMA/SMK.- Pembangunan 105 Unit Sekolah Baru/
UMB MA.- Pembanguan 1.367 Ruang Kelas Baru
(RKB) MA.- Pembangunan Perpustakaan,
Laboratorium dan pengadaan buku pelajaran.
- Pengadaan Peralatan TIK.- Pelatihan Guru dan penyediaan
beasiswa prestasi.
Sasaran yang ingin dicapai melalui Pendidikan Menengah Universal (PMU) pada tahun 2020 adalah bahwa semua lulusan SMP/Sederajat dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah, dengan menjamin ketersediaan tempat (dalam jarak yang terjangkau), ketersediaan waktu (khususnya bagi mereka yang sudah bekerja), biaya terjangkau, kualitas terjaga, terbuka bagi semua orang, dan jaminan kepastian bagi yang berminat. ***
*). Penulis adalah Kasie Anggaran IIA pada Direktorat Anggaran II
No. Jenis BiayaPenanggung Jawab
Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah & Tinggi
I. Biaya Investasi Satuan Pendidikan
1. Biaya Investasi Lahan Pendidikan
a. Sekolah Standar Nasional Pemerintah/Pemerintah Daerah
b. SBI/Sekolah Berbasis Keunggulan Lokal Pemerintah/Pemerintah Daerah/Masyarakat/Pihak Asing
2. Biaya Investasi Selain Lahan Pendidikan
a. Sekolah Standar Nasional Pemerintah/Pemda Pemerintah/Pemda/Masy.
b. SBI/Sekolah Berbasis Keunggulan Lokal Pemerintah/Pemerintah Daerah/Masyarakat/Pihak Asing
2.Biaya Investasi Penyelenggararaan dan/atau Pengelolaan Pendidikan
1. Biaya Investasi Lahan Pemerintah/Pemda
2. Biaya Investasi Selain Lahan Pemerintah/Pemda
3. Biaya Operasi Satuan Pendidikan
1. Biaya Personalia
a. Sekolah Standar Nasional Pemerintah/Pemda
b. SBI/Sekolah Berbasis Keunggulan Lokal Pemerintah/Pemerintah Daerah/Masyarakat/Pihak Asing
2. Biaya Non Personalia
a. Sekolah Standar Nasional Pemerintah/Pemda Pemerintah/Pemda/Masy.
b. SBI/Sekolah Berbasis Keunggulan Lokal Pemerintah/Pemerintah Daerah/Masyarakat/Pihak Asing
4.Biaya Operasi Penyelenggararaan dan/atau Pengelolaan Pendidikan
1. Biaya Personalia Pemerintah/Pemda
2. Biaya Non Personalia Pemerintah/Pemda
5. Bantuan Biaya Pendidikan dan Beasiswa Pemerintah/Pemda
6. Pendanaan Pendidikan di Luar Negeri Pemerintah
No. Jenis BiayaPenanggung Jawab
Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah & Tinggi
I. Biaya Investasi Satuan Pendidikan
1. Biaya Investasi Lahan Pendidikan
a. Sekolah Standar Nasional Penyelenggara/Satuan Pendidikan
b. SBI/Sekolah Berbasis Keunggulan Lokal Penyelenggara/Satuan Pendidikan/Orang Tua/Masy. Di Luar Orang Tua/Pemerintah/Pemda/Pihak Asing
2. Biaya Investasi Selain Lahan Pendidikan
a. Sekolah Standar Nasional Penyelenggara/Satuan Pendidikan
Penyelenggara/Satuan Pendidikan/Masy.
b. SBI/Sekolah Berbasis Keunggulan Lokal Penyelenggara/Satuan Pendidikan/Orang Tua/Masy. Di Luar Orang Tua/Pemerintah/Pemda/Pihak Asing
2.Biaya Investasi Penyelenggararaan dan/atau Pengelolaan Pendidikan
1. Biaya Investasi Lahan Penyelenggara/Satuan Pendidikan
2. Biaya Investasi Selain Lahan Penyelenggara/Satuan Pendidikan
3 Biaya Operasi Satuan Pendidikan
1. Biaya Personalia
a. Sekolah Standar Nasional Penyelenggara/Satuan Pendidikan
b. SBI/Sekolah Berbasis Keunggulan Lokal Penyelenggara/Satuan Pendidikan/Orang Tua/Masy. Di Luar Orang Tua/Pemerintah/Pemda/Pihak Asing
2. Biaya Non Personalia
a. Sekolah Standar Nasional Pemda Penyelenggara/Satuan Pendidikan/Masy.
b. SBI/Sekolah Berbasis Keunggulan Lokal Penyelenggara/Satuan Pendidikan/Orang Tua/Masy. Di Luar Orang Tua/Pemerintah/Pemda/Pihak Asing
4.Biaya Operasi Penyelenggararaan dan/atau Pengelolaan Pendidikan
1. Biaya Personalia Penyelenggara/Satuan Pendidikan
2. Biaya Non Personalia Penyelenggara/Satuan Pendidikan
5.Bantuan Biaya Pendidikan dan Beasiswa Penyelenggara/Satuan Pendidikan/Orang Tua/Masy. Di Luar Orang Tua/
Pemerintah/Pemda/Pihak Asing
Komponen (Data Dasar) SatuanSasaran Pemenuhan Kebutuhan
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
a Jumlah Penduduk Usia 16 - 18 Tahun
Orang 13,516,594 13,625,526 13,743,349 13,863,242 13,983,134 14,103,026 14,222,919 14,342,811
b Angka Partisipasi Kasar(APK) SM
Persen 81.38 85.18 89.18 92.78 94.14 95.50 96.50 97.00
c Siswa Sekolah Menengah Siswa 11,000,142 11,606,564 12,256,663 12,862,662 13,163,897 13,468,390 13,725,116 13,912,527
d Penambahan Siswa Siswa 585,196 606,422 650,099 606,000 301,235 304,493 256,726 187,410
e Penambahan RombonganBelajar
Kelas 16,255 16,845 18,058 16,833 8,367 8,458 7,131 5,205
f Penambahan Rombongan Kelas 3,511 3,639 3,901 3,636 1,807 1,827 1,540 1,124
Belajar SMA (40%)
g Penambahan RombonganBelajar SMK (60%)
Kelas 5,267 5,458 5,851 5,454 2,711 2,740 2,310 1,686
Gambar 3Perkembangan Angka Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Menengah
Sasaran Pemenuhan Kebutuhan PMU Tahun 2013 s.d. 2020
Pembagian Tanggungjawab Pendanaan Pendidikan Pada Satuan pendidikanyang Didirikan oleh Pemerintah / Pemerintah Daerah
Pembagian Tanggungjawab Pendanaan Pendidikan Pada Satuan pendidikanyang Didirikan oleh Masyarakat.
2005/2006
2006/2007
2007/2008
2008/2009
2009/2010
PERENCANAAN PERENCANAAN
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201250 51
Oleh : Sunawan Agung*
PEMBANGUNAN YANG SEMAKIN TERINTEGRASI MELALUI DOMESTIC CONNECTIVITY
Sebagaimana laporan The Global Competitiveness 2012-2013, daya saing Indonesia menempati urutan
50 dari 144 negara. Meski demikian, dalam laporan tersebut untuk urutan 48 sampai 50 memiliki nilai yang sama 4.40 (score 1-7). Untuk wilayah ASEAN daya saing Indonesia masih dibawah Singapura (urutan 2), Malaysia (urutan 25), Brunei Darussalam (urutan 28) dan Thailand (urutan 38). Sedangkan, di bidang infrastruktur Indonesia menempati peringkat 78. Score yang tinggi untuk Indonesia adalah untuk kondisi makro ekonomi di peringkat 25 dan market size di peringkat 16. Posisi tersebut ke depan tentunya harus semakin ditingkatkan sehingga daya saing Indonesia dapat menempati posisi yang tinggi. Meskipun sudah masuk dalam kategori kelompok Negara dengan efficiency driven, upaya perbaikan di segala bidang menjadi sangat urgen dalam rangka meningkatkan daya saing tersebut. Di bidang infrastruktur misalnya peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana menjadi kebutuhan mendesak untuk dapat segera direalisasikan agar dapat menggerakkan roda perekonomian. Salah satu konsep yang dikembangkan dalam hal ini adalah Domestic connectivity.
Domestic connectivity menjadi kata-kata yang sangat akrab diungkapkan belakangan ini. Kenapa sangat akrab karena Domestic connectivity menjadi salah satu Kebijakan dan strategi Presiden untuk melakukan percepatan dan peningkatan pembangunan. Dalam transkrip pidato Presiden pada acara Peresmian Perpindahan Ibukota Provinsi Maluku Utara tanggal 4 Agustus 2010 disampaikan beberapa stategi dalam peningkatan dan percepatan pembangunan. Pertama, masing-masing daerah, provinsi, kabupaten dan kota tahun-tahun mendatang harus betul-betul meningkatkan pembangunan di daerahnya. Kedua, mengembangkan sektor kelautan dan perikanan sekaligus pariwisata dan kebudayaan. Ketiga, mengembangkan yang disebut konektivitas, saling terhubung antara pulau yang satu dengan pulau yang lain,
antara kota yang satu dengan kota yang lain, yang disebut dengan domestic connectivity.
Sebelum Indonesia membangun konektivitas dengan Singapura, dengan Malaysia, dengan negara-negara lain. Tidak ada artinya kawasan Asia Pasifik tumbuh berkembang, tapi di dalam negeri sendiri belum terbangun. Keempat, kita ingin membangun sentra-sentra ekonomi yang baru. Masing-masing provinsi diharapkan punya satu sentra yang baru yang bisa mengangkat perekonomian di provinsi itu, yang dengan kebijakan dan baik bisa dialirkan ke seluruh warga masyarakat di provinsi itu.
PengertianSelanjutnya Konektivitas itu apa? Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggambarkan sebagai suatu kondisi transportasi harus makin baik (transportasi laut, udara dan darat). Jalan-jalan harus makin baik, Telekomunikasi harus saling terhubung; Perdagangan antar pulau harus makin hidup. Selanjutnya Wakil Presiden Boediono menekankan bahwa konektivitas nasional perlu dibangun dalam rangka perbaikan sistem logistik sehingga tidak terjadi disparitas harga antar wilayah (misalnya harga barang di papua jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga di pulau Jawa).Sebagai ilustrasi, biaya logistik Indonesia masih sangat tinggi dibandingkan Negara lain, rata-rata biaya logistik yang harus
dibayar pengusaha Indonesia sebesar 14,08% dari total penjualan. Hal ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan biaya logistik di Japan yang sebesar 4,88%. Juga kemacetan yang terjadi di kota Jakarta mengakibatkan ongkos pengiriman di Jakarta menjadi dua kali lebih mahal daripada di Malaysia ataupun Thailand.
Menurut ADB, connectivity setidaknya mempunyai tujuan positif berupa: (i) support greater integration between regions to reduce price volatility resulting from the impact of sudden shocks in production or demand; (ii) increase market access as well as the competitiveness of Indonesian goods, including those from eastern part of the country and (iii) contribute to greater diversification in production and exports while encouraging the domestic rather than foreign commodity processing, thereby improving employment and reducing poverty.
Selanjutnya, mengapa konektivitas diperlukan, digambarkan oleh Wakil Menteri Negara Perencanaan pembangunan dalam paparannya tanggal 26 Agustus 2010 tidak lain ditujukan untuk mengurangi disparitas regional, percepatan pengentasan kemiskinan dan meningkatkan daya saing (competitiveness). Lebih detailnnya urgensi dari domestic connectivity terlihat dalam bagan berikut:
Ilustrasi : zeusmedia
foto
: su
laco
229
PERENCANAAN PERENCANAAN
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201252 53
Strategi Pencapaian Dalam bentuk yang lebih konkret, domestic connectivity yang dikembangkan di Indonesia diantaranya meliputi : 1) Konektivitas antar wilayah yaitu Jawa dan Sumatra sebagai pusat produksi yang besar, dan berfungsi sebagai hubungan nasional dan internasional (pendekatan fishbone), 2) Bagian lain dari Indonesia yang menghubungkan daerah pedesaan dengan pasar lokal, menghubungkan pedalaman dengan pusat pertumbuhan, dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan satu sama lain (pendekatan ink spot). 3) Konektivitas antar pulau sebagai Kunci untuk mendistribusikan komoditas dasar dan produk lain ke luar pulau maupun membawa komoditas dari luar pulau ke Jawa. 4) Logistik Perdagangan Internasional dengan mengupayakan kemampuan untuk mengangkut barang dan jasa antar negara secara cepat, murah dan dengan tingkat prediktibilitas yang tinggi sebagai penentu daya saing ekspor.
Lebih detail lagi rincian kegiatan pengembangan domestic connectivity sebagaimana dalam paparan Kementerian Koordinator Bidang perekonomian dibagi dalam beberapa kawasan. Domestic connectivity Sumatera meliputi: 1) bidang kereta api melalui perwujudan Jaringan
Kereta Api kota/perkotaan di Medan, Padang, Palembang dan Bandar Lampung, membangun akses dari kawasan industri/pertambangan ke pelabuhan Belawan, Dumai, Tanjung Api-Api. 2) Prasarana Jalan melalui peningkatan kapasitas jalan Lintas Timur Sumatera dengan lebar minimum 7 Meter (M), lintas tengah dan penghubung dengan lebar minimum 6 M, lintas barat dengan lebar minimum 4,5M, Pembangunan flyover di kota metropolitan seperti akses Kualanamu 1 dan Jamin Ginting, pembangunan jalan Padang Bypass, lingkar Bandar Lampung, lingkar Jambi, Jembatan Musi III, jalan tol akses Bandara Kualanamu. 3) Transportasi Sungai dan danau meliputi pengembangan transportasi sungai Musi dan danau Toba, 4) Transportasi Udara melalui penyelesaian Bandara internasional Kualanamu, 5) Transportasi Laut meliputi pengembangan fasilitas Pelabuhan Belawan dan Pelabuhan Dumai, 6) Penyeberangan melalui pengembangan penyeberangan yang menghubungkan Sumatera dengan pulau-pulau sekitarnya (Nias, Simeleu, Sabang, Bangka Belitung).
Selanjutnya kegiatan pengembangan Domestic connectivity Jawa meliputi: 1) bidang Kereta Api berupa jaringan
kereta api kota/perkotaan di Bandung, Jabotabek, dan Surabaya, 2) Prasarana jalan berupa peningkatan kapasitas jalan lintas pantai Utara Jawa menjadi 4 lajur dari Jakarta sampai Surabaya, peningkatan kapasitas jalan lintas tengah, lintas selatan dan lintas penghubung minimum 6 meter, lintas pantai selatan minimum 4,5 meter. Pembangunan Flyover di kota metropolitas seperti Flyover Rawa Buaya, Tarum Barat, Nagreg, Kali Banteng, Pasar kembang dll, pembangunan overpass tol Jakarta-Cikampek akses Dryport Cikarang dan akses Tanjung Priok, tol trans Jawa, tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan. 3) Transportasi Udara melalui pembangunan bandara internasional Kertajati, pengembangan Bandara Ahmad Yani, 4) Transportasi laut melalui pengembangan fasilitas Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas, Bojonegara.
Sedangkan Domestic connectivity Kalimantan, rencana pembangunan/pengembangan yang dilakukan meliputi: 1) bidang Kereta Api melalui pembangunan Jaringan Kereta Api Batubara Bangkuang-Purukcahu. 2) bidang Prasarana Jalan melalui peningkatan kapasitas jalan lintas selatan Kalimantan minimum 6 meter, lintas tengah dan utara minimum 4,5 meter, lintas penghubung minimum 4,5
meter, pembangunan jalan di kawasan perbatasan, penyelesaian lingkar luar Banjarmasin, jembatan pulau Balang, jalan tol Balikpapan-Samarinda dan jembatan Tayan. 3) bidang Transportasi Sungai dan Danau melalui pengembangan transportasi Sungai Kapuas, Sungai Mahakam. 4) bidang Transportasi Laut melalui pengembangan fasilitas Pelabuhan Kariangau (Balikpapan), Banjarmasin, Tanjung Batu, Pelaihari, Maraibatuan, Tanjung Redep, Penajam Pasir, Tanah Tidung, Sangata, Kuala Samboja, Sei Nyamuk, Teluk Segintung, tanjung Berakit dan Pembangunan Terminal Peti kemas Palaran Samarinda. 5) Bidang Transportasi Penyeberangan melalui pengembangan penyeberangan yang menghubungkan Balikpapan-Mamuju dan Kumai Kendal.
Untuk Domestic connectivity Sulawesi meliputi: 1) bidang Prasarana Jalan meliputi peningkatan kapasitas jalan Lintas Barat Sulawesi minimum 6 meter, pembangunan jembatan Kendari, Manado Bypass, jalan Maminasata, jembatan Soekarno, jalan akses bandara Wolter Monginsidi menjadi 4 jalur dan penyelesaian ruas Maros Parepare menjadi 4 jalur. 2) bidang trasportasi udara berupa penyelesaian Bandara Tampa Padang (Mamuju), 3) bidang transportasi laut berupa pengembangan fasilitas pelabuhan Manado, Bitung, Anggrek (Gorontalo), Pantoloan (Kendari), Belang-Belang, Bau-Bau, Bungkutoko, Garongkong, Pare-Pare, Bajo. 4) Transportasi Penyeberangan berupa pengembangan penyeberangan yang menghubungkan Bajoe-Kolaka, Bira Pamakata, Pagimana Gorontalo.
Dalam rangka pengembangan Domestic connectivity Bali-Nusa Tenggara diimplementasikan kegiatan yang meliputi: 1) bidang Prasarana Jalan melalui peningkatan kapasitas jalan perkotaan Bali, lintas selatan Bali minimum 6 meter, lintas utara Bali minimum 4,5 meter, lintas Flores dan Sumba minimum 4,5 meter, pembangunan simpang susun Dewaruci, jalan akses Bandara Internasional Lombok, Jembatan Serangan-Tanjung Benoa, jalan lingkar Pulau Sumbawa. 2) bidang Transportasi Udara melalui pembangunan
bandara baru Bali, pengembangan bandara Internasional Ngurah Rai dan penyelesaian bandara internasional Lombok. 3) bidang Transportasi Laut melalui penyelesaian Pelabuhan Tanah Ampo, pengembangan fasilitas pelabuhan Ende, Waingapu. 4) bidang Transportasi Penyeberangan berupa pengembangan penyeberangan yang menghubungkan Kayangan-Pototano.
Domestic connectivity Kepulauan Maluku meliputi: 1) bidang Prasarana Jalan melalui peningkatan kapasitas lintas Seram dan lintas Halmahera minimum 4,5 meter, penyelesaian jembatan Merah Putih (Galalapoka), peningkatan kapasitas jalan Trans Maluku. 2) bidang transportasi udara melalui pembangunan bandara Saumlaki dan bandara perintis. 3) bidang transportasi laut melalui pengembangan fasilitas Pelabuhan Ambon Dobo dan pelabuhan perintis di Maluku dan Maluku Utara. 4) bidang Transportasi penyeberangan berupa pengembangan penyeberangan yang menghubungkan Larat-Saumlaki, Tual-Dobo, Ambon-Haraku dan Omai putih-Waelei.
Pada provinsi terbesar di Indoensia, domestic connectivity Papua akan didukung dengan kegiatan yang meliputi: 1) pengembangan transportasi sungai Memberamo, 2) Prasarana Jalan berupa
pembangunan 11 ruas jalan strategis, pembangunan jalan Habema-Yoguru. 3) bidang Transportasi Udara melalui pengembangan bandara Sorong, pengembangan bandara untuk angkutan perintis. 4) Transportasi Laut melalui pengembangan fasilitas pelabuhan Jayapura, Sorong dan pembangunan pelabuhan Ekspor Mopah (Merauke), 5) Transportasi penyeberangan melalui pengembangan penyeberangan Raja Ampat untuk mendukung pariwisata, pengembangan penyeberangan Tanah Merah-Kepi, Mapura Jaya-Pamako, Biak-Serui.
Alokasi PendanaanPendanaan untuk mendukung kegiatan domestic connectivity direncanakan tidak hanya tergantung pada APBN saja, namun juga memerlukan pendanaan dari APBD, BUMN dan Swasta melalui Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Salah satu kendala untuk merealisasikan domestic connectivity adalah keterbatasan dana investasi pemerintah maupun pemerintah daerah. Demikian juga dalam hal Kerjasama Pemerintah Swasta masih banyak mengalami kendala seperti mekanisme dukungan tanah/lahan dan dukungan dalam bentuk fiscal yang masih dalam proses penyelesaian. Tersebarnya proses perizinan di berbagai instansi dalam pengembangan dan pelaksanaan
foto : abcdz2000
Mengurangi Disparitas Regional
PentingnyaKonektivitas
MengapaKonektivitas
Perlu dipercepat
Apa yang harusdilakukan?
Contoh:Harga minyak kelapa
di NTT 3 kali lipat dari harga di P. Jawa
Mengurangi Biaya Pengiriman
antar pulau(Transport cost)
Percepatan Pengentasan Kemiskinan
Contoh:60% masyarakat miskin berada di
daerah perdesaaan di P. Java – dgn akses sgt terbatas dengan pusat
pertumbuhan
Mengurangi biaya transport UKM/Micro di jawa tengah
dan jawa timur untuk meningkatkan penciptaan lapangan
kerja
Peningkatan aksess menuju dan
dari Pelabuhan International (Hub)
dan Peningkatan efesiensi operasi
pelabuhan
Contoh :Biaya ekspor (dengan
container) dari daerah industry di Jakarta
adalah 2 kali lipat dari Malaysia dan Thailand
Peningkatan Daya Saing
(Competitiveness)
PERLUNYA KONEKTIVITAS BAGI KETERPADUAN NASIONAL
PERENCANAAN PERENCANAAN
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201254 55
proyek KPS, adanya keterbatasan kegiatan usaha dibidang infrastruktur, tidak adanya kepastian jangka waktu untuk memproses setiap langkah pelaksanaan proyek KPS menjadi momok tersendiri bagi pengembangan KPS.
Dari sisi pendanaan APBN, pendanaan domestic connectivity dari tahun ke
KEKUATAN POKOK MINIMUM (MINIMUM ESSENTIAL FORCES)“ MEMBURU KEKUATAN, MENEGAKKAN KEDAULATAN”
Oleh : Indra ZakariaTarigan*
tahun mengalami kenaikan signifikan. Dalam APBN-P tahun 2010 contohnya sudah dialokasikan anggaran sebesar Rp 390 miliar pada Kementerian Pekerjaan Umum (Cq. Ditjen Bina Marga) yang Khusus digunakan Untuk Kegiatan Peningkatan Domestic Connectivity, berupa Pembangunan/Preservasi Jalan Dan Jembatan serta Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Jalan Provinsi di 16 (Enam Belas) Provinsi.
Meskipun tidak secara komprehensif, di bawah ini merupakan gambaran beberapa program utama dan besaran alokasi dana yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung implementasi domestic connectivity, sebagai berikut:
Catatan AkhirKebutuhan untuk menggerakkan roda perekonomian yang semakin merata di seluruh negeri menjadi sangat mendesak untuk direalisasikan. Sebagaimana arah dalam pendanaan APBN menuju pro job, pro growth, pro poor dan pro environmet maka domestic connectivity menjadi sarana utama yang dikembangkan untuk dapat menghubungkan antara kawasan satu dengan kawasan lainnya, daerah satu dengan daerah lainnya, pulau satu dengan pulau lainnya, bahkan kedepannya dapat meningkatkan efisiensi konektivitas antar benua satu dengan benua lainnya. Dengan
keterkaitan antar teritorial tersebut, maka daya tarik dari suatu daerah menjadi sangat penting. Daya tarik tersebut akan muncul apabila dukungan sarana dan prasarana di setiap wilayah cukup memadai. Oleh karena itu, penyediaan sarana prasarana jalan, transportasi udara, transportasi darat, transportasi laut, penyeberangan, penyediaan air minum yang berkualitas menjadi suatu kebutuhan mutlak untuk dikembangkan secara lebih terintegrasi untuk dapat menggerakkan ekonomi dan potensi wilayah yang ada bagi kesejahteraan umum.
Namun semua itu akan dapat tercapai jika semangat pemerintah untuk segera merealisasikan program dan kegiatan tersebut, mendapat dukungan semua komponen yang terlibat, baik dari pihak legislatif, daerah, BUMN, , swasta maupun masyarakat. Semoga ! ***
*). Penulis adalah Kasie Anggaran IA pada Direktorat Anggaran I
No ProgramAlokasi (Ribu Rupiah)
2012 2013*
1. Program Penyelenggaraan Jalan 30,950,000,190 34,571,731,196
2.Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Darat
2,482,792,346 2,826,671,032
3.Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Laut
9,419,143,665 9,596,354,064
4.Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Udara
5,422,266,024 6,872,850,402
5.Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Perkeretaapian
7,334,142,983 8,172,028,266
foto : Aris Dharmawan
Alokasi Pendanaan
PERENCANAAN PERENCANAAN
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201256 57WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012
Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah alat negara bertugas menegakkan kedaulatan Negara
dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tugas yang dilaksanakan itu bukanlah tugas ringan. Rentang wilayah RI yang harus dijaga bukanlah sebuah rumah kecil melainkan sebuah rumah besar. Rumah besar ini kaya dengan sumber daya alam dan bergengsi karena berada dalam posisi menentukan bagi lalulintas perekonomian Asia Timur, Asia Tenggara, Australia dan Timur Tengah. Untuk menjaga wilayah
kedaulatan kita ini tentu harus punya kekuat yang disegani. Kekuatan yang disegani ampuh untuk mementahkan niat jahat dari luar maupun dalam.
Salah satu unsur utama untuk melaksanakan tugas TNI adalah kesiapan alat utama sistem persenjatan (Alusista) yang dimiliki. Kesiapan alutsista penting agar persenjataan TNI tidak tertinggal dari negara lain dalam menegakkan supremasi kedaulatan NKRI. Akan tetapi kondisi terakhir kesiapan Alutsista TNI terlihat mengkhawatirkan. Dengan luas wilayah
kedaulatan yang hampir menyamai wilayah benua Eropah, kekuatan militer yang dimiliki Indonesia masih dibawah kekuatan minimal yang harus dimiliki. Saat ini kekuasan yang dimiliki Indonesia masih belum bisa menjaga seluruh wilayah kedaulatannya dari pelanggaran yang dilakukan negara lain. Ditinjau dari kesiapan tempur masing-masing Angkatan TNI menunjukkan kondisi alutsista tidak siap operasi sebagaima ditunjukkan tabel berikut :
minimum yang diperlukan” atau minimum required essential forces. Namun istilah tersebut tentunya masih digunakan hanya dilingkup Departemen Pertahanan dan belum menjadi kebijakan pemerintah.
Baru pada tahun 2007, melalui UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 bab III tentang pertahanan menyebutkan “Pembangunan kekuatan pertahanan melampaui kekuatan essential minimum”. Pada tahun 2008 pemerintah
kembali menegaskan komitmennya untuk membangun kekuatan pertahanan Negara dengan memasukan istilah kekuatan pokok minimum (minimum essential forces) dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No.7/2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara.
Jika saat ini alutsista Indonesia belum mencukupi untuk mencapai MEF. Hal ini karena penganggaran yang direncanakan belum memenuhi target
Memahami situasi yang semakin kritis, mulai tahun 2010 pemerintah mulai melakukan proses modernisasi terhadap alutsista TNI. Alutsista TNI secara bertahap diperbaharui dan dilengkapi. Peningkatan kemampuan alutsista itu berlaku bagi tiga angkatan bersenjata. Sedangkan untuk peningkatan kekuatannya yang signifikan, akan berlangsung dalam lima tahun ke depan. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono berambisi 5-10 tahun lagi kekuatan militer Inonesia akan kembali jadi macan Asia. Indonesia ingin jadi negara yang kuat, tetapi yang teduh dan melindungi. Dengan demikian kebijakan modernisasi alutsista TNI bukan bagian
dari perlombaan senjata, akan tetapi bertujuan menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. TNI juga akan dapat lebih berperan menjaga keamanan regional, kawasan Asia Tenggara dan sekitar jika memiliki kemampuan yang cukup.
Presiden menekankan, cinta damai harus dijadikan pedoman dalam menjalankan politik dalam dan luar negeri. Sikap tersebut harus senantiasa dijaga agar Indonesia tidak direndahkan oleh negara lain, mau pun gangguan disintegrasi bangsa. Dengan alutsista yang kuat, negara lain maupun kelompok separatis akan berpikir dua kali mengganggu kedaulatan negara.
Modernisasi alutsista diarahkan untuk mencapai kekuatan pokok minimum atau Minimum Essential Forces (MEF) MEF dapat didefinisikan sebagai suatu standar kekuatan pokok dan minimum TNI yang mutlak disiapkan sebagai prasyarat utama serta mendasar bagi terlaksananya tugas pokok dan fungsi TNI secara efektif dalam menghadapi kepentingan mendesak.
Terminologi MEF baru digunakan secara resmi pada tahun 2003 dalam naskah Indonesia’s Defence White Paper 2003 yang diterbitkan oleh Kementerian Pertahanan. Dalam naskah tersebut mencantumkan kata-kata “kekuatan
percepatan pemenuhan MEF alutsista. Komparasi anggaran pertahanan di Asia Tenggara menunjukkan level anggaran pertahanan Indonesia berada pada posisi dibawah rata-rata. Kondisi tersebut sangat memungkinkan nilai pertahanan Indonesia menurun, oleh karenanya perlu dirumuskan kebijakan anggaran pertahanan MEF Komponen Utama secara signifikan.
Pemerintah meningkatkan anggaran pertahanan setiap tahun. Peningkatan anggaran ini umumnya dilakukan secara inkremental sesuai dengan kenaikan belanja pemerintah pada APBN. Akan tetapi model kenaikan tersebut belum dapat memberi dukungan yang cukup bagi upaya modernisasi alutsista. Bahkan jika dilihat lebih dalam maka sebagian besar anggaran militer digunakan untuk membayar gaji personil TNI. Secara rata-rata setiap tahun hampir 50 persen pagu anggaran prtahanan digunakan untuk membayar gaji personil TNI (belanja pegawai).
KONDISI ALUTSISTA TNI
NO TNI JENIS ALUTSISTA KESIAPAN RATA-RATA
1 AD RANPUR 61,81 % 58,34 %
PSWT TERBANG 53,22 %
KAPAL 60 %
2 AL KRI 16,5 % 33,55 %
PSWT TERBANG 48,39 %
RANPUR 35,10 %
3 AU PSWT TEMPUR 30,88 % 40,29 %
PSWT ANGKUT/INTAI 34,09 %
PSWT HELI 37,84 %
PSWT LATIH 57,90 %
Pagu
Bel Pegawai
2005 2006 2007 2008 2009
(Dalam Triliun Rupiah)
PERENCANAAN PERENCANAAN
Komparasi Anggaran Pertahanan Militer Di Asia Tenggara Tahun 2008
THAILAND
PDDK : 65.493.298PDB : USD 245 BnGAR HAN : USD 3.33 M
(1,36% PDB)
MYANMAR
PDDK : 47.758.181PDB : USD 21.0 BnGAR HAN : USD 7.0 M
(33.3% PDB)
VIETNAM
PDDK : 86.116.559PDB : USD 70 BnGAR HAN : USD 3.70M
(5.28% PDB)
LAOS
PDDK : 6.677.534PDB : USD 4.1 BnGAR HAN : USD 14 M
(0.35% PDB)
PHILIPINA
PDDK : 92.681.453PDB : USD 149 BnGAR HAN : USD 1.06Bn
(0.71% PDB)
MALAYSIA
PDDK : 25.274.133PDB : USD 204 BnGAR HAN : USD 3.94 Bn
(2% PDB)
BRUNEI
PDDK : 381.371PDB : USD 12.3 BnGAR HAN : USD 346 M
(2.81% PDB)
KAMBOJA
PDDK : 14.241.640PDB : USD 10.5 BnGAR HAN : USD 137 M
(1,6% PDB)
SINGAPURA
PDDK : 4.608.167PDB : USD 180 BnGAR HAN : USD 7.34 Bn
(4.07% PDB)INDONESIA
PDDK : 237.512.355PDB : USD 484 BnGAR HAN : USD 3.12 Bn
(0.64% PDB)
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201258 59
Pada periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, Kementerian Pertahanan mengindikasikan kekurangan (gap capacity) alokasi anggaran modenisasi alutsista. Gap capacity terjadi pada kebutuhan anggaran untuk pengadaan dan pemeliharaan alutsista yang dialokasikan dalam RPJMN, dibandingkan dengan kebutuhan anggaran modernisasi alutsista untuk mencapai MEF. Diperkirakan kekurangan alokasi anggaran MEF alutsista mencapai jumlah 57 triliun.
Pemerintah meningkatkan anggaran pertahanan setiap tahun. Peningkatan anggaran ini umumnya dilakukan secara inkremental sesuai dengan kenaikan belanja pemerintah pada APBN. Akan tetapi model kenaikan tersebut belum dapat memberi dukungan yang cukup bagi upaya modernisasi alutsista. Bahkan jika dilihat lebih dalam maka sebagian besar anggaran militer digunakan untuk membayar gaji personil TNI. Secara rata-rata setiap tahun hampir 50 persen pagu anggaran prtahanan digunakan untuk membayar gaji personil TNI (belanja pegawai).
Pemerintah berkenan untuk memenuhi kekurangan anggaran alutsista sebesar 57 triliun tersebut. Sebagai landasan hukum telah diterbitkan Keputusan Presiden nomor 35 Tahun 2011 Tentang Percepatan Pemenuhan Kekuatan Pokok Minimal Alutsista TNI Tahun 2010-2014. Dalam keputusan presiden tersebut, dialokasikan tambahan anggaran sebesar 57 triliun diatas pagu RPJMN. Tambahan pagu anggaran bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan alutsista TNI agar
dapat melaksanakan tugas pokoknya. Selanjutnya keputusan presiden memerintahkan agar pemenuhan alutsista TNI mengutamakan penggunaan produk dalam negeri dalam rangka revitalisasi Industri Pertahanan.
Dalam Keppres itu disebutkan, Menteri Pertahanan Purnomo Yosgiantoro akan menyusun kerangka kebutuhan tambahan pendanaan untuk tahun anggaran 2010 – 2014, dengan nilai paling banyak Rp 57 trilun. Daftar kebutuhan itu memuat: a. jenis/spesfikasi teknis/jumlah pengadaan barang dan jasa; b. harga untuk setiap unit pengadaan barang dan jasa; c. negara produsen barang dan jasa; d. alih teknologi/produksi bersama untuk kepentingan pengembangan industry pertahanan dalam negeri; e. sifat pengadaan barang dan jasa; dan rencana pengadaan dan perkiraan kebutuhan anggaran dalam setiap tahun.
Tambahan anggaran pemenuhan MEF alutsista diberikan secara bertahap mulai tahun 2010. Fokus utama penambahan anggaran diberikan kepada Angkatan Darat/Laut/Udara sebagai unit organisasi yang langsung mengelola dan memelihara alutsista. Penggunaan sebagian anggaran pemenuhan MEF alutsista adalah untuk pemeliharaan alutsista untuk mencapai kesiapan operasional. Sebagian lagi digunakan untuk pengadaan alutsista baru seperti pengadaan kapal perang, pesawat dan heli tempur.
Hal terakhir yang perlu ditekankan terkait pemenuhan MEF alutsista adalah pesan dari Presiden Soesilo Bambang Yudhono agar kenaikan anggaran dapat dikelola dengan baik. Selanjutnya presidenjuga mengingatkan agar mencegah penyimpangan pengelolaan anggaran sehingga tidak menjadi masalah di kemudian hari. Langkah selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam upaya pencapaian MEF alutsista adalah mekanisme pelaksanaan anggaran yang lebih transparan dan akuntabel. ***
*). Penulis adalah Kasie Anggaran IIIB pada Direktoran Anggaran III
No UNIT ORGANISASI TA 2010 TA 2011 TA 2012 TA 2013 TA 2014 Jumlah
1 DEPHAN 2,858 - - - -
2MABES TNI
492 1,000 1,250 1,500 1,750 5,500
3TNI-AD
1,084 2,500 2,750 3,000 3,250 11,500
4TNI-AL
1,283 3,500 3,750 4,000 4,250 15,500
5TNI-AU
1,283 4,000 4,250 4,500 4,750 17,500
JUMLAH 7,000 11,000 12,000 13,000 14,000 50,000
foto : Karma Blossom
foto : Javier Armendariz
Kebutuhan
RPJM
23.1
10.8314.23
20.2
25.0828.69
32.2929.66
32.58 32.15
(Dalam Triliun Rupiah)
(Dalam Triliun Rupiah)
PERENCANAAN PERENCANAAN
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201260 61
POJOK FOTOENGLISH CORNER
Have you seen the huge choice of greeting cards now available for special purposes? I found one
that said : “Happy Birthday to my favour-ite cousin”. I bought the card, but since I have eight cousins, I asked for seven oth-ers that said : “Happy Birthday to a non-favourite cousin”. Unfortunately the shop keeper told me that those were out of stock, and amazingly, I wasn’t surprised. Why should i? It’s only one of the world’s many problems.
The problem with greeting cards (and electronic cards) is that the messages are either too flippant or too sickeningly sweet for modern working professionals, with Valentine’s day cards being the worst offenders. Surely, it IS possible to express love in an efficient, bussineslike way? I imagine a “financially sweet” marriage proposal between two-in-love financial consultant.
Man : “Do you like money?”Woman : “Yes, I do”Man : “ Have mine, then”.
And after the connection is wired, it would be nice to have one or two greet-ing cards to ease the so-called mutual relationship. The following are nine cards that people who wear suits to work can use :1. When you meet Mr or Mrs Right : “My
level of interest in you above the inter-bank rate.”
2. When romance starts to blossom: “Every time I see you, my pulse rate advances 40 basis points.”
3. When you anticipate that first kiss: “Rising indicators suggest my lips and yours are destined for a non-hostile merger.”
4. When like turns to love: “You make my knees suffer unprecedented liquidity.”
5. When it’s time to express a commit-ment : “I want you to classify my heart in “receivable account”
6. When you need to ask her : “Will you be my long term liability?”
7. When you get married : “For better or worse, till death do us part, you are my legally wedded hybrid annuity.”
8. When expecting a new tiny-feet com-panion: “Darling, be the co-parent of my incubatees”
9. When you need to tell your friend that you can’t hang out with them as often as before : “I am apologize for my ab-sence as I need to report to my HQ on hourly basis so as to avoid suffering significant liquidated risk.”
Speaking of love, did you see the survey that said business people use two differ-ent sources of advice: one in their ac-counting department, and one in their
by Sammy, setditjen*
THE LOVESTORY OF AN ACCOUNTANT?
beds? Accountants are number one source of wisdom and spouses come second, pushing non-executive directors down to third place. I decided to test out theory by e-mailing identical question-naires to my wife and an accountant ( a friend of mine), as the results are :
1. Why did the chicken cross the road? (Wife) : “To get to the other side” ; (accountant) : “To enter a more fa-vourable tax jurisdiction”
2. What’s two and two? (Wife):”Four!”; (Accountant):”Before or after tax?”
3. Why can’t men talk about their feel-ings? (Wife): “They don’t have any”; (accountant): “There is no suitable form of on which to record them”
4. What is the secret of happiness? (Wife):”Three words : I Love You”; (Accountant): “Three words: Cashier’s cheque enclosed”. ***
PAMERAN FOTO KOMUNITAS FOTOGRAFI ANGGARAN
Oleh : Fr. Edy ‘Singo’*
foto : Ali AlMuallem
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201262 63
POJOK FOTOPOJOK FOTO
Bertempat di lobby Gedung Sutikno Slamet Jalan Wahidin Raya no.1 Jakarta Pusat, para pegawai
Direktorat Jenderal Anggaran yang tergabung dalam Komunitas Fotografi Anggaran melaksanakan pameran fotografi yang pertama. Pameran dengan tema “Mata Anggaran ” yang berlangsung mulai tanggal 22 Oktober s.d. 9 November 2012 dijadikan ajang unjuk karya 50 buah foto dengan berbagai tema, yaitu landscape, still life, portrait, panggung tari, sport, dll.
Foto-foto yang dipamerkan tersebut sudah lolos kurasi yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Anggaran beberapa hari sebelum dipamerkan. Ada sembilan fotografer anggota Komunitas Fotografi Anggaran yang karyanya lolos dalam kurasi tersebut, antara lain Wirawan Setiadji (Dit Anggaran I), Rediyanto (Dit. Anggaran I), Budi Susanto (Dit. Anggaran II), Rahman Apri (Dit. HPP), Edy Santoso (Dit. Anggaran III), Jauhar Rafid (Dit. DSP) sedangkan dari Sekretariat Ditjen Anggaran ada 3 fotografer yang berhasil meloloskan karyanya, yaitu Djunaedi, Adedih, dan Tengku Farid.
Hari pertama pameran, tanggal 22 Oktober 2012, Direktur Jenderal Anggaran dan didampingi Sekretaris Ditjen Anggaran dan beberapa direktur di lingkungan Ditjen Anggaran berkenan untuk hadir dan melihat foto-foto yang dipamerkan. Terjadi diskusi yang menarik antara Bapak Herry Purnomo dangan fotografer yang terlibat dalam pameran tersebut.
Menteri Keuangan RI, Agus Martowardoyo, disertai Sekretaris Jenderal Kemenkeu dan jajaran pimpinan Kementerian Keuangan pada tanggal 24 Oktober 2012, juga menyempatkan diri untuk menikmati foto-foto yang dipamerkan . Selain menerima banyak pujian terhadap karya-karya yang dipamerkan, Menteri Keuangan juga memberikan kritik terhadap tidak adanya foto kegiatan di lingkungan Ditjen Anggaran dalam pameran tersebut.
Seminar Fotografi “Travelling and Landscape Photography” oleh Yadi YasinSelain pameran foto, Komunitas Fotografi Anggaran pada tgl 24 Oktober 2012 2012 juga mengundang Yadi Yasin, seorang fotografer travelling dan landscape. Seminar yang dimulai pukul 13.00 dan berakhir pukul 17.00 wib tersebut diikuti oleh 55 orang peserta dari berbagai unit eselon I di Kementerian Keuangan. Selama empat jam Yadi Yasin menyampaikan dasar-dasar dan persiapan yang perlu dilakukan sebelum melakukan perjalanan. Tentu saja trik dan cara untuk mendapatkan foto-foto landscape yang dahsyat juga disampaikan oleh Yadi Yasin sambil memberikan contoh foto-foto karyanya yg sangat menarik dengan disertai teknis dan alas an pemotretan.
*). Penulis adalah pegawai pada Direktorat Anggaran III
Menteri Keuangan berdiskusi dengan pengurus Komunitas Fotografer Anggaran (KFA)
Foto bareng bersama Yadi Yasin
Menteri Keuangan saat meninjau pameran photo DJA (22 Okt’12)Suasana workshop fotografi ‘Travelling and Landscape Photograpi’
Yadi Yasin sharing ilmu fotografi dengan sejumlah anggota KFA
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201264 65
GALERI FOTO KFASUASANA PENELAAHAN RKAKL MALAM HARI Cannon 60DSpeed I/20, f I/2.8ISO 3200, foc. length 200mmFotografer : Wirawan
WATER ATTACKCannon 60DSpeed I/3200, f I/2.8ISO 1600, foc.length 150mmFotografer : Edy Singo
POJOK FOTO
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201266 67
BUAH SEGARCannon 60DSpeed I/80, f I/8
NIGHT VIEWCannon 60DSpeed 15, f I/8
GADANG 1Fotografer : Budi Susanto
ISO 640, foc length 50 mmFotografer : Wirawan
ISO 200, foc. length 10mmFotografer : Wirawan
GALERI FOTO KFA POJOK FOTO
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 2012 WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201268 69
RESENSI
Pendidikan, sebuah modal mutlak bagi bangsa manapun yang bermimpi untuk menjadi bangsa yang besar
termasuk Indonesia. Akan tetapi kenyataan berbicara lain, secara kasat mata centang perenang dunia pendidikan nasional kita masih terlalu kasat mata sehingga nampak dini untuk berbicara mimpi tentang menjadi bangsa besar.
Apakah anda pernah mendengar daerah yang bernama Tamaluppu? Passau? Tatibajo? Jika mendengar nama daerahnya pun belum, maka bisa dipastikan anda juga akan kesulitan untuk membayangkan seterpencil apa masyarakat di sana dan pada satu titik tertentu akan muncul pertanyaan bagaimana proses pendidikan bisa berjalan di daerah yang bahkan mungkin tidak muncul di peta tersebut dan bagaimana nasib anak-anak bangsa disana jika mereka tidak dapat mendapatkan haknya sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi kita.
Beruntunglah masih ada sekumpulan belia-belia yang resah dan orang-orang bijak yang bertekad tidak akan hanya diam dengan kondisi tersebut dan bermufakat untuk membentuk wadah jihad intelektual mereka dalam bentuk organisasi Indonesia Mengajar (IM). IM kemudian difokuskan dalam upaya memfasilitasi ketimpangan proses pendidikan di daerah-daerah yang hampir tak terjangkau tersebut dengan cara mengirimkan relawan tenaga-tenaga pengajar yang kompeten. Tidak hanya kompeten, mereka adalah anak-anak muda luar biasa yang rela untuk menyumbangkan tidak hanya waktu serta tenaga mereka tapi bagi sebagian besar lagi juga termasuk mengorbankan karir mereka di perusahaan-perusahaan multinasional.
Sebut saja Erwin Puspaningtyas Irjayanti, lulusan IPB ini adalah awalnya meniti karir di Bank terbesar di Indonesia dan tengah menikmati status sebagai salah satu penulis berbakat Ia adalah penulis
produktif hasil karyanya antara lain teenlit Islami “Hot Chocolate Love” tahun 2006 yang diterbitkan Puspa Swara dengan menggunakan nama pena Anisa Salsabila, dan per Juli 2010, salah satu penerbit Malaysia membeli lisensi novel ini untuk diterbitkan di negaranya. Wiwin, begitu ia dipanggil, juga menulis novel “The Sacred Romance of King Sulaiman & Queen Sheba” tahun 2008 yang diterbitkan PT. Mizan Pustaka dengan menggunakan nama pena Waheeda El Humayra. Menulis novel best seller “Sebuah Penantian” dan “Hati Yang Terluka” tahun 2008 dengan menggunakan nama Erwin P. Irjayanti dan menjadi proyek pemerintah untuk pengadaan buku bagi anak-anak SD, Juara II dalam “Pujangga Writing Contest” tahun 2006 dan “Live Reporter & Presenter—SCTV” tahun 2008, Juara I dalam “Menulis Cerpen Peringatan Hari Kartini” tahun 2005 dan “Presenter Entertainment” tahun 2005.Dan dalam buku “Indonesia Mengajar : Kisah Para Pengajar Muda di Pelosok Negeri”, Wiwin menceritakan pengalamannya dengan judul : “Rizki, my genius student”.
“Kisah ini hadir setelah seorang guru di SD terpencil berlari-lari riang selama 45
RESENSI
menit sembari membawa parang bersama tiga muridnya yang menggenggam bambu runcing untuk menghalau babi-jika sewaktu-waktu ketemu- menuju “Bukit Harapan”. Demikian bukit itu diberi nama bari-baru ini karena hanya di bukit ini ditemukan sinyal GPRS. Diketik dengan penuh kesabaran di atas keyboard ponsel, inilah kisah yang ingin diceritakan oleh guru SD terpencil itu.
Tentang RizkiTeman-temannya, murid kelas 3 bercerita tentang ia kepada saya. Anak itu bernama Rizki. Rizki Ramlan. Sembilan Tahun. Sejak 4 bulan belakangan, ia tak pernah berangkat ke sekolah. Tanpa alasan. Namun desas-desus menyebutkan bahwa ia malas bangun pagi. Dengan kehadirannya yang tak lebih dari 20 kali dalam satu semester, teman-temannya mengenalnya sebagai anak pandai. Saya tidak pernah mengenal anak itu, ia begitu tak tersentuh. Setiap saya berusaha untuk mendekatinya dia berlari ke tempat persembunyiannya sambil mengintai saya. Saya mengalah. Saya memilih tidak memaksa.
Singkatnya suatu saat saya memilih untuk bermalam di sana, ketika Rizki yang malu-malu itu dari balik jendela kamar melemparkan enam lebar kertas yang direma bulat, selembar demi selembar.
Ketika saya membuka kertas-kertas tersebut, isinya membuat saya tercengang. Coretan soal-soal Matematika yang sudah tiga minggu ini saya ajarkan kepada anak-anak yang telah ia jawab. 80% jawabannya benar. Padalah itu adalah materi kelas 4 dan 6. Rizki, kelas 3 dan 4 bulan tidak masuk sekolah.
Kemudian saya membalas kertas itu, “Pintar sekali kamu! Sekolah di mana?”. Saya remas kertas dan lempar kembali keluar jendela dengan harapan ia masih di sana dan akan membalas tulisan saya. Betul saja, tak lama ada segumpal kertas yang masuk dengan tulisan “Tidak sekolah, Tidak ada yang diajar. Tidak ada gurunya”. Tanpa sempat menutup jendela dan membalas surat tersebut, kantuk menyerang saya dan saya pun tertidur. Alangkah kagetnya saya waktu pagi melihat seorang anak meringkuk tertidur di bawah jendela saya. Tangannya menggenggam kertas dan pulpen yang siap untuk digunakan untuk membalas surat lain yang tak kunjung datang.
Tentang Suatu Hari Bernama Selasa, 14 Desember 2010, sekitar pukul 15.30 WITA
Hari hujan ketika sudah tinggal 15 menit perjalanan menuju Tamaluppu, ketika tiba-tiba hujan turun dengan langsung
deras. Saya bersama salah seorang relawan pengajar yang kebetulan ikut terpaksa berteduh, ketika samar-samar sosok bocah bertelanjang dada menghampiri kami sambil mengulurkan 2 pelepah pisang. Ketika ditanya apa yang dia lakukan disini? Dia bergeming, hanya dadanya naik turun. Naik, turun. Naik, turun. Dan sejurus kemudian ia menangis sederas hujan sore itu. Ya, ia menangis. Lalu dengan bahasa Mandar seadanya, saya bertanya : “Mangappai I’o sumanangiq, Rizki?”(Mengapa kamu menangis, Rizki?) sambil mangulurkan tangan. Awalnya dia masih diam tak menjawab, hingga tiba-tiba dia melingkarkan tangannya yang basah ke pinggang saya. “Puang, yakkuq meloq massikola”.. Suara paraunya tenggelam bersama dengan kepalanya yang tertunduk.. “Kakak, saya mau sekolah..”
Ah, sekarang saya tahu : “when we do the best that we can, we never know what miracle is wrought in our life, or in the life of another.”
*) Penulis adalah pegawai pada Setditjen Anggaran
Indonesia Mengajar
Editor : Ikhdah Henny
Penerbit : Bentang
Jumlah : 332hlm.
Cetakan ke-2 tahun 2012
Buku : “Indonesia Mengajar”(Hisyami Adib)
Istimewa
WARTA ANGGARAN | Edisi Khusus Tahun 201270
INTERMEZO