Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Direktori Inovasi Pemerintahan Kabupaten LebakDirektori Inovasi Pemerintahan Kabupaten Lebak
Pembenahan layanan Kartu Kuning (AK-1) tersebut tidak berhenti pada pembuatan aplikasi. Pada tahun 2017, dibuat kembali fitur tambahan dari Aplikasi Pelayanan Pembuatan AKI-1 yakni SMS Gateway. Melalui fitur ini, para pencari kerja mendapatkan informasi dari Disnakertrans Lebak, apabila terdapat perusahaan yang menawarkan lowongan kerja. Namun mengingat aplikasi pembuatan layanan AK-1 berbasis Excel, fitur SMS Gateway dilakukan secara manual sesuai database pencari kerja . Aplikasi dan SMS Gateway ini rencananya akan dikembangkan lebih lanjut oleh bapak Rocky Gemilang di tahun 2019 menjadi aplikasi online dan otomatis.
E. KESIMPULAN DAN LESSON LEARNED
Aplikasi Pelayanan Pembuatan AKI-1 merupakan sebuah inovasi yang berupaya memperbaiki proses layanan pembuatan kartu kuning pada Disnakertrans Kabupaten Lebak. Inovasi tersebut telah memperpendek prosedur layanan dari 3 langkah pendaftaran menjadi cukup 2 langkah saja. Selain itu inovasi ini berdampak kepada pengurangan waktu layanan kartu kuning dari semula 6 menit menjadi cukup 30 detik. Selain itu inovasi ini bertujuan untuk mempercepat proses penyusunan laporan k e t e n a g a k e r j a a n seperti Laporan Calon T e n a g a K e r j a Indonesia (CTKI) dan Laporan Informasi Pasar Kerja (IPK). Proses penyusunan Laporan CTKI dan IPK dapat dikurangi dari semula 7 dan 3 hari menjadi cukup 30 menit. Di luar hal t e r s e b u t , D i s n a k e r t r a n s Kabupaten Lebak juga
menghemat biaya pengadaan kartu kuning dari sebelumnya menggunakan pihak ketiga menjadi cukup menggunakan kertas HVS.
Dari beberapa fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa inovasi ini memberikan beberapa dampak yang secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut.
Aplikasi ini juga menunjukkan kepada kita bahwa inovasi tidak selalu berbiaya mahal dan menggunakan bantuan pihak ketiga. Pembuatan aplikasi layanan pembuatan AK-1 oleh Bapak Rocky Gemilang ini cukup dengan penggunaan Microsoft Excel dengan bahasa pemrograman Visual Basic. Penggunaan Microsoft Excel juga menunjukkan bahwa inovasi berbentuk teknologi informasi tidak selalu menggunakan aplikasi yang baru namun cukup dengan aplikasi yang lumrah diketahui oleh masyarakat. Upaya Bapak Rocky dalam mempelajari pembuatan aplikasi melalui tutorial yang tersebar di dunia maya menunjukkan bahwa selama terdapat kemauan keras, inovasi dapat dilaksanakan dengan efisiensi biaya. Namun dengan syarat bahwa sang innovator diberikan keleluasaan waktu untuk berfikir kreatif dan merancang inovasi yang digagas dan mendapat dukungan penuh dari atasan seperti yang telah diutarakan Bapak Rocky.
BAPPEDA KABUPATEN LEBAKBAPPEDA KABUPATEN LEBAK
A. Latar Belakang
Hadirnya Undang-Undang No.6 Tahun
2014 tentang Desa, telah menempatkan desa
sebagai ujung tombak dalam pembangunan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa telah
diberikan kewenangan dan sumber dana yang
memadai agar dapat mengelola potensi yang
dimiliki, guna meningkatkan ekonomi dan
kesejahtaraan masyarakat. Dalam pelaksanaannya,
s e t i a p t a h u n P e m e r i n t a h P u s a t t e l a h
menganggarkan Dana Desa yang cukup besar
untuk diberikan kepada Desa (berjumlah 72.944
Desa), dimana hal ini telah berjalan sejak Tahun
2015 lalu.
Berdasarkan data di tahun 2015, Dana Desa
telah dianggarkan sebesar Rp 20,7 triliun, dengan
rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi sebesar
Rp 280 juta. Pada tahun 2016, anggaran Dana Desa
meningkat menjadi Rp 46,98 triliun dengan rata-
rata setiap desa sebesar Rp 628 juta, dan hingga di
tahun 2017 kembali meningkat anggaran Dana
Desa menjadi Rp 60 Triliun dengan rata-rata setiap
desa sebesar Rp 800 juta. Selama tiga tahun
pelaksanaan, telah dilakukan evaluasi terhadap
penggunaan Dana Desa in i , yang te lah
menghasilkan bukti berupa sarana/prasarana yang
bermanfaat bagi masyarakat, antara lain berupa
terbangunnya lebih dari 95,2 ribu kilometer jalan
desa; 914 ribu meter jembatan; 22.616 unit
sambungan air bersih; 2.201 unit tambatan perahu;
14.957 unit PAUD; 4.004 unit Polindes; 19.485
unit sumur; 3.106 pasar desa; 103.405 unit drainase
dan irigasi; 10.964 unit Posyandu; dan 1.338 unit
embung dalam periode 2015-2016.
KADE (Klinik KonsultasiDana Desa)
1
Kementerian Keuangan RI. Buku Pintar Dana Desa. Jakarta: Kementerin Keuangan RI. Hal. iv.1
2019
Selain itu, dari hasil evaluasi ini pun, selama
dua tahun terakhir juga telah menunjukkan
bahwa dengan hadirnya Dana Desa telah
berhasi l meningkatkan kual i tas hidup
masyarakat desa yang ditunjukkan, antara lain
dengan menurunnya rasio ketimpangan
perdesaan dari 0,34 pada tahun 2014 menjadi
0,32 di tahun 2017. Menurunnya jumlah
penduduk miskin perdesaan dari 17,7 juta tahun
2014 menjadi 17,1 juta tahun 2017, dan adanya
penurunan persentase penduduk miskin
perdesaan dari 14,09% pada tahun 2015 menjadi
13,93% di tahun 2017. Pencapaian ini akan
dapat ditingkatkan lagi di tahun-tahun
mendatang dengan pengelolaan Dana Desa yang
lebih baik.
Memang, penggunaan Dana Desa pada
dasarnya merupakan hak Pemerintah Desa
sesuai dengan kewenangan dan prioritas
kebutuhan masyarakat desa setempat, dengan
tetap mengedepankan prinsip keadilan, yang
dikucurkan melalui transfer pemerintah melalui
APBD Kabupaten/Kota. Namun demikian,
dalam rangka mengawal dan memastikan
capaian sasaran pembangunan desa, Pemerintah
telah menetapkan prioritas penggunaan dana
desa pada setiap tahunnya. Hal ini dilakukan
sebagai bentuk upaya Pemerintah dalam
member ikan a rahan te rhadap sasaran
pembangunan, khususnya wilayah perdesaan
agar sesuai dengan RPJMN 2015-2019,
terutama untuk mendukung pengentasan desa
tertinggal demi terwujudnya kemandirian desa.
U n t u k i t u , p e m a h a m a n m e n g e n a i
pengelolaan Dana Desa di desa menjadi aspek
penting dan mendasar yang harus dimiliki oleh
para pemangku kepentingan di level pemerintah
desa, khususnya bagi perangkat desa, dalam
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
keuangan desa. Hal ini ditandai dengan adanya
b e r b a g a i r e g u l a s i t u r u n a n p e r a t u r a n
perundangan untuk mengatur berbagai hal agar
pembangunan desa dapat berjalan sebagaimana
amanat Undang-Undang Desa. Regulasi
tersebut antara lain:
a. Undang-Undang No.6 Tahun 2014
tentang Desa.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2 0 1 4 t e n t a n g D a n a D e s a y a n g
Bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa.
d. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks
Desa Membangun.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/ PMK 07/2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa.
BAPPEDA KABUPATEN LEBAKBAPPEDA KABUPATEN LEBAK
Direktori Inovasi Pemerintahan Kabupaten LebakDirektori Inovasi Pemerintahan Kabupaten Lebak
Berdasarkan peraturan perundangan
tersebut, maka khusus bagi pemerintah daerah
dalam menangani Dana Desa, harus dapat
menyikapi dengan bijak dengan adanya
kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan
oleh Pemerintah Pusat tersebut. Kabijakan yang
bersifat revolusioner ini, membuat pemerintah
daerah (khususnya pemerintah desa) harus siap
dalam mengelola keuangan dalam mengurus
dan mempertanggungjawabkan dana yang
cukup besar dan cenderung akan meningkat
pada setiap tahunnya.
Tabel. 1Jumlah Dana Desa
Namun demikian, pengucuran dana desa
merupakan salah satu bentuk langkah maju dari
pemerintah tetapi tidak dibarengi dengan
ketersediaan waktu dan ruang yang cukup bagi
pemerintah dan pemerintah daerah selaku
P e m b i n a d a n p e n g a w a s ( b i n w a s )
penyelenggaraan pemerintahan desa, yang
secara efektif untuk mempersiapkan aparatur
desa dalam pengelolaan dana desa yang
dimaksud. Bahkan, sampai pada akibat adanya
pengelolaan dana desa yang secara umum
belum/tidak tertib, tidak efektif dan efesien,
tidak transparan, tidak akuntabel serta marak
terjadinya penyimpangan penggunaan dana
desa d imana-mana , t e lah menjad ikan
banyaknya Kepala Desa yang berurusan dengan
penegak hukum.
Sumber: www.kemenkeu.go.id
Tabel. 2Kasus Penyimpangan Dana Desa
2221
Selain itu, dari hasil evaluasi ini pun, selama
dua tahun terakhir juga telah menunjukkan
bahwa dengan hadirnya Dana Desa telah
berhasi l meningkatkan kual i tas hidup
masyarakat desa yang ditunjukkan, antara lain
dengan menurunnya rasio ketimpangan
perdesaan dari 0,34 pada tahun 2014 menjadi
0,32 di tahun 2017. Menurunnya jumlah
penduduk miskin perdesaan dari 17,7 juta tahun
2014 menjadi 17,1 juta tahun 2017, dan adanya
penurunan persentase penduduk miskin
perdesaan dari 14,09% pada tahun 2015 menjadi
13,93% di tahun 2017. Pencapaian ini akan
dapat ditingkatkan lagi di tahun-tahun
mendatang dengan pengelolaan Dana Desa yang
lebih baik.
Memang, penggunaan Dana Desa pada
dasarnya merupakan hak Pemerintah Desa
sesuai dengan kewenangan dan prioritas
kebutuhan masyarakat desa setempat, dengan
tetap mengedepankan prinsip keadilan, yang
dikucurkan melalui transfer pemerintah melalui
APBD Kabupaten/Kota. Namun demikian,
dalam rangka mengawal dan memastikan
capaian sasaran pembangunan desa, Pemerintah
telah menetapkan prioritas penggunaan dana
desa pada setiap tahunnya. Hal ini dilakukan
sebagai bentuk upaya Pemerintah dalam
member ikan a rahan te rhadap sasaran
pembangunan, khususnya wilayah perdesaan
agar sesuai dengan RPJMN 2015-2019,
terutama untuk mendukung pengentasan desa
tertinggal demi terwujudnya kemandirian desa.
U n t u k i t u , p e m a h a m a n m e n g e n a i
pengelolaan Dana Desa di desa menjadi aspek
penting dan mendasar yang harus dimiliki oleh
para pemangku kepentingan di level pemerintah
desa, khususnya bagi perangkat desa, dalam
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
keuangan desa. Hal ini ditandai dengan adanya
b e r b a g a i r e g u l a s i t u r u n a n p e r a t u r a n
perundangan untuk mengatur berbagai hal agar
pembangunan desa dapat berjalan sebagaimana
amanat Undang-Undang Desa. Regulasi
tersebut antara lain:
a. Undang-Undang No.6 Tahun 2014
tentang Desa.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2 0 1 4 t e n t a n g D a n a D e s a y a n g
Bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa.
d. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks
Desa Membangun.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/ PMK 07/2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa.
BAPPEDA KABUPATEN LEBAKBAPPEDA KABUPATEN LEBAK
Direktori Inovasi Pemerintahan Kabupaten LebakDirektori Inovasi Pemerintahan Kabupaten Lebak
Berdasarkan peraturan perundangan
tersebut, maka khusus bagi pemerintah daerah
dalam menangani Dana Desa, harus dapat
menyikapi dengan bijak dengan adanya
kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan
oleh Pemerintah Pusat tersebut. Kabijakan yang
bersifat revolusioner ini, membuat pemerintah
daerah (khususnya pemerintah desa) harus siap
dalam mengelola keuangan dalam mengurus
dan mempertanggungjawabkan dana yang
cukup besar dan cenderung akan meningkat
pada setiap tahunnya.
Tabel. 1Jumlah Dana Desa
Namun demikian, pengucuran dana desa
merupakan salah satu bentuk langkah maju dari
pemerintah tetapi tidak dibarengi dengan
ketersediaan waktu dan ruang yang cukup bagi
pemerintah dan pemerintah daerah selaku
P e m b i n a d a n p e n g a w a s ( b i n w a s )
penyelenggaraan pemerintahan desa, yang
secara efektif untuk mempersiapkan aparatur
desa dalam pengelolaan dana desa yang
dimaksud. Bahkan, sampai pada akibat adanya
pengelolaan dana desa yang secara umum
belum/tidak tertib, tidak efektif dan efesien,
tidak transparan, tidak akuntabel serta marak
terjadinya penyimpangan penggunaan dana
desa d imana-mana , t e lah menjad ikan
banyaknya Kepala Desa yang berurusan dengan
penegak hukum.
Sumber: www.kemenkeu.go.id
Tabel. 2Kasus Penyimpangan Dana Desa
2221
Tabet diatas tersebut, merupakan hanya sebatas contoh kasus yang telah terjadi dari banyaknya kasus penyelewengan dana desa yang terjadi. Dari hasil pemantauan Lembaga pemantau korupsi ICW (Indonesia Corruption Watch) telah mencatat bahwa sepanjang Tahun 2016 telah terungkap 62 kasus korupsi di desa dengan asumsi kerugian negara yang mencapai Rp 18 miliar.
D a l a m h a l i n i , M e n t e r i D e s a Pembangunan Daerah Ter t ingga l dan Tr a n s m i g r a s i ( E k o P u t r a S a n d j o j o ) mengungkapkan bahwa sampai bulan Maret Tahun 2017, kementeriannya sudah menerima lebih dari 600 laporan pengaduan atas penyelewengan dana desa. Hal senada juga telah diungkapkan oleh pimpinan KPK, bahwa lebih dari 300 pengaduan terkait penyelewengan dana desa telah dilaporkan ke komisinya. Adanya kecenderungan tidak akuntabelnya pengelolaan
dana desa ini juga telah sudah disadari oleh Presiden RI (Joko Widodo), dimana hal ini terlihat dalam pidatonya dalam acara Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah tanggal 18 Mei 2017 yang telah mengingatkan bahwa Dana Desa yang dikucurkan pemerintah setiap tahun akan semakin besar, maka diharapkan akan membuat desa menjadi lebih baik, atau akan sebaliknya dimana menjadikan kepala desa menjadi tersangka apabila tidak mampu mengelolanya dengan baik.
B Inisiasi Inovasi
Salah satu daerah yang mendapatkan kucuran Dana Desa di Tahun 2015 s.d 2017 adalah Kabupaten Lebak, dimana Kabupaten Lebak memiliki sebanyak 340 Desa yang tersebar pada 28 Kecamatan. Adapun besaran Dana Desa yang telah dikucurkan (khusus Kabupaten Lebak), sebagai berikut:
sumber: BPKAD Kab. Lebak (22 Mei 2017)
Tabel. 3Pagu dan Realisasi Dana Desa Kabupaten Lebak
Secara umum, adanya ketidaktertiban
pengelolaan dan pertanggung-jawaban Dana
Desa juga terjadi di Kabupaten Lebak. Hal ini
terlihat dari hasil pemeriksaan regular yang telah
dilakukan oleh lnspektorat Daerah Kabupaten
Lebak, dengan hasil pemeriksaan sebagai
Sumber: Sekretariat lnspektorat Kab. Lebak
Tabel. 4Hasil Pemeriksaan Reguler Inspektorat Daerah Kabupaten Lebak
BAPPEDA KABUPATEN LEBAKBAPPEDA KABUPATEN LEBAK
Direktori Inovasi Pemerintahan Kabupaten LebakDirektori Inovasi Pemerintahan Kabupaten Lebak
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh
Inspektorat Daerah Kabupaten Lebak, dijadikan
sebagai bahan awal pemeriksaan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan
Provinsi Banten dalam melakukan pemeriksaan
pola keuangan Dana Desa. Dalam laporan hasil
pemeriksaan (LHP) yang telah dilakukan oleh
BPK RI tersebu atas laporan keuangan
pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Lebak
Tahun 2016, juga telah menerangkan bahwa
telah dilakukannya pemeriksaaan Dana Desa
terhadap 20 (dua puluh) Desa (sample) untuk
k e m u d i a n d a p a t d i s i m p u l k a n b a h w a
pengelolaan dana desa dari 20 (dua puluh) Desa
tersebut dapat dikatakan belum tertib, terutama
dalam hal proses pelaksanaan anggaran dan
pertanggung jawabannya.
Selain itu pula, Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
perwakilan Propinsi Banten juga telah
melakukan pemeriksaan pada Tahun 2015 dan
2016, dimana dari hasil evaluasi yang ada, maka
penggunaan Dana Desa dan Silpa Dana Desa
pada 5 (lima) Desa di Kabupaten Lebak, telah
menerbitkan 6 (enam) rekomendasi bahwa
pemerintah desa harus melakukan proses
perencanaan, pelaksanaan dan pertanggung-
jawaban pengelolaan Dana Desa sesuai dengan
aturan yang berlaku. Pemerintah Provinsi
Banten yang dalam hal ini lnspektorat Daerah
Provinsi Banten bahwa dalam surat yang
ditujukan kepada lnspektur Daerah Kabupaten
Lebak tertanggal 24 Mei 2017 perihal Hasil
monitoring lapangan, bahwa hasil evaluasi
terhadap 25 Desa pada 4 (empat) Kecamatan di
Kabupaten Lebak adalah telah ditemukan
a d a n y a i n e fi s i e n s i , i n e f e k t i fi t a s d a n
ketidaktertiban dalam pertanggung-jawaban
pengelolaan dana desa.
Buruknya pengelolaan Dana Desa di
Kabupaten Lebak ini, yang hingga saat ini telah
berjalan di tahun ke 3 (tiga), lebih diakibatkan
oleh 3 faktor utama yaitu:
1) Rendahnya kompentensi SDM
Pemerintahan Desa
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada
umumnya SDM pemerintahan desa di
Kabupaten Lebak dengan latar belakang
pendidikan yang sangat beragam dan
relative rendah, telah menjadi factor utama
rendahnya kompetensi aparatur desa,
khususnya dalam pengelolaan dan
per tanggung- jawaban Dana Desa .
Walaupun Pemerintah Daerah Kabupaten
Lebak, te lah melakukan berbagai
b i m b i n g a n t e k n i s , d i k l a t d a n
pendampingan melalui dinas terkait,
namun pada kenyataannya masih belum
maksimal untuk dapat mendongkrak
kapasitas SDM aparatur desa.
2) Tata kelola dana desa
A t u r a n y a n g m e n j a d i p e d o m a n
pengelolaan keuangan desa (khususnya
dana desa) masih dianggap rumit oleh
sebagian besar aparat desa, sekalipun telah
dilakukan penyederhanaan� regulasi
yang awalnya menggunakan Permendagri
No.37 Tahun 2007 dan kemudian diganti
dengan Permendagri No.113 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Dalam hal ini, Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (SPKP) RI
telah membuat dan mengembangkan
adanya sistem aplikasi tata kelola keuangan
d e s a y a n g d i k e n a l d e n g a n n a m a
SISKEUDES diharapkan dapat membantu
pemerintah desa dalam pengelolaan dana
desa.
2423
Tabet diatas tersebut, merupakan hanya sebatas contoh kasus yang telah terjadi dari banyaknya kasus penyelewengan dana desa yang terjadi. Dari hasil pemantauan Lembaga pemantau korupsi ICW (Indonesia Corruption Watch) telah mencatat bahwa sepanjang Tahun 2016 telah terungkap 62 kasus korupsi di desa dengan asumsi kerugian negara yang mencapai Rp 18 miliar.
D a l a m h a l i n i , M e n t e r i D e s a Pembangunan Daerah Ter t ingga l dan Tr a n s m i g r a s i ( E k o P u t r a S a n d j o j o ) mengungkapkan bahwa sampai bulan Maret Tahun 2017, kementeriannya sudah menerima lebih dari 600 laporan pengaduan atas penyelewengan dana desa. Hal senada juga telah diungkapkan oleh pimpinan KPK, bahwa lebih dari 300 pengaduan terkait penyelewengan dana desa telah dilaporkan ke komisinya. Adanya kecenderungan tidak akuntabelnya pengelolaan
dana desa ini juga telah sudah disadari oleh Presiden RI (Joko Widodo), dimana hal ini terlihat dalam pidatonya dalam acara Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah tanggal 18 Mei 2017 yang telah mengingatkan bahwa Dana Desa yang dikucurkan pemerintah setiap tahun akan semakin besar, maka diharapkan akan membuat desa menjadi lebih baik, atau akan sebaliknya dimana menjadikan kepala desa menjadi tersangka apabila tidak mampu mengelolanya dengan baik.
B Inisiasi Inovasi
Salah satu daerah yang mendapatkan kucuran Dana Desa di Tahun 2015 s.d 2017 adalah Kabupaten Lebak, dimana Kabupaten Lebak memiliki sebanyak 340 Desa yang tersebar pada 28 Kecamatan. Adapun besaran Dana Desa yang telah dikucurkan (khusus Kabupaten Lebak), sebagai berikut:
sumber: BPKAD Kab. Lebak (22 Mei 2017)
Tabel. 3Pagu dan Realisasi Dana Desa Kabupaten Lebak
Secara umum, adanya ketidaktertiban
pengelolaan dan pertanggung-jawaban Dana
Desa juga terjadi di Kabupaten Lebak. Hal ini
terlihat dari hasil pemeriksaan regular yang telah
dilakukan oleh lnspektorat Daerah Kabupaten
Lebak, dengan hasil pemeriksaan sebagai
Sumber: Sekretariat lnspektorat Kab. Lebak
Tabel. 4Hasil Pemeriksaan Reguler Inspektorat Daerah Kabupaten Lebak
BAPPEDA KABUPATEN LEBAKBAPPEDA KABUPATEN LEBAK
Direktori Inovasi Pemerintahan Kabupaten LebakDirektori Inovasi Pemerintahan Kabupaten Lebak
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh
Inspektorat Daerah Kabupaten Lebak, dijadikan
sebagai bahan awal pemeriksaan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan
Provinsi Banten dalam melakukan pemeriksaan
pola keuangan Dana Desa. Dalam laporan hasil
pemeriksaan (LHP) yang telah dilakukan oleh
BPK RI tersebu atas laporan keuangan
pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Lebak
Tahun 2016, juga telah menerangkan bahwa
telah dilakukannya pemeriksaaan Dana Desa
terhadap 20 (dua puluh) Desa (sample) untuk
k e m u d i a n d a p a t d i s i m p u l k a n b a h w a
pengelolaan dana desa dari 20 (dua puluh) Desa
tersebut dapat dikatakan belum tertib, terutama
dalam hal proses pelaksanaan anggaran dan
pertanggung jawabannya.
Selain itu pula, Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
perwakilan Propinsi Banten juga telah
melakukan pemeriksaan pada Tahun 2015 dan
2016, dimana dari hasil evaluasi yang ada, maka
penggunaan Dana Desa dan Silpa Dana Desa
pada 5 (lima) Desa di Kabupaten Lebak, telah
menerbitkan 6 (enam) rekomendasi bahwa
pemerintah desa harus melakukan proses
perencanaan, pelaksanaan dan pertanggung-
jawaban pengelolaan Dana Desa sesuai dengan
aturan yang berlaku. Pemerintah Provinsi
Banten yang dalam hal ini lnspektorat Daerah
Provinsi Banten bahwa dalam surat yang
ditujukan kepada lnspektur Daerah Kabupaten
Lebak tertanggal 24 Mei 2017 perihal Hasil
monitoring lapangan, bahwa hasil evaluasi
terhadap 25 Desa pada 4 (empat) Kecamatan di
Kabupaten Lebak adalah telah ditemukan
a d a n y a i n e fi s i e n s i , i n e f e k t i fi t a s d a n
ketidaktertiban dalam pertanggung-jawaban
pengelolaan dana desa.
Buruknya pengelolaan Dana Desa di
Kabupaten Lebak ini, yang hingga saat ini telah
berjalan di tahun ke 3 (tiga), lebih diakibatkan
oleh 3 faktor utama yaitu:
1) Rendahnya kompentensi SDM
Pemerintahan Desa
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada
umumnya SDM pemerintahan desa di
Kabupaten Lebak dengan latar belakang
pendidikan yang sangat beragam dan
relative rendah, telah menjadi factor utama
rendahnya kompetensi aparatur desa,
khususnya dalam pengelolaan dan
per tanggung- jawaban Dana Desa .
Walaupun Pemerintah Daerah Kabupaten
Lebak, te lah melakukan berbagai
b i m b i n g a n t e k n i s , d i k l a t d a n
pendampingan melalui dinas terkait,
namun pada kenyataannya masih belum
maksimal untuk dapat mendongkrak
kapasitas SDM aparatur desa.
2) Tata kelola dana desa
A t u r a n y a n g m e n j a d i p e d o m a n
pengelolaan keuangan desa (khususnya
dana desa) masih dianggap rumit oleh
sebagian besar aparat desa, sekalipun telah
dilakukan penyederhanaan� regulasi
yang awalnya menggunakan Permendagri
No.37 Tahun 2007 dan kemudian diganti
dengan Permendagri No.113 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Dalam hal ini, Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (SPKP) RI
telah membuat dan mengembangkan
adanya sistem aplikasi tata kelola keuangan
d e s a y a n g d i k e n a l d e n g a n n a m a
SISKEUDES diharapkan dapat membantu
pemerintah desa dalam pengelolaan dana
desa.
2423
3) lntegritas Penyelenggara Pemerintahan desa yang masih rendah.
Tidak t e r t i bnya penge lo l aan dan akuntabilitas Dana Desa, tidak terlepas dari perilaku aparat desa yang selama ini terbiasa mengelola keuangan yang hanya berdasarkan petunjuk dan keinginan dari k e p a l a d e s a s e m a t a . A k i b a t n y a , pemahaman bahwa Dana Desa yang sebaiknya dikelola untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat desa belum terpatri dengan baik, sehingga tidak sedikit kepa la desa yang merencanakan , mendisain serta mengelola dana desa lebih memprioritaskan kepentingan pribadinya dan/atau hanya untuk kemakmuran perangkat desanya.
Untuk itu, dalam menyikapi kondisi tersebut, maka tepatnya pada pada tanggal 12 April 2016 bertempat di Serang, Bupati bersama seluruh Kepala Daerah dan Ketua DPRD se-Provinsi Banten yang disaksikan oleh unsur Komisioner KPK, Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi Provinsi Banten, membangun komitmen bersama untuk melaksanakan program pemberantasan korupsi terintegrasi dengan melakukan penandatangan 10 (sepuluh) komitmen, yang salah satunya (komitmen ke-4) berbunyi untuk melaksanakan tata pengelolaan keuangan desa termasuk pemanfaatan yang efektif dan akuntabel.
Hal-hal tersebut dimaksudkan untuk mengisyaratkan bahwa pemerintah di semua tingkatan harus melakukan berbagai upaya agar pengelolaan dana desa dapat dipertanggung-jawabkan (akuntabel) dengan baik, termasuk bagi Pemerintah Kabupaten Lebak, sebagai u p a y a d a n l a n g k a h - l a n g k a h u n t u k meningkatkan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa di 340 Desa di Kabupaten Lebak. Dalam hal ini, khususnya Inspektorat Daerah Kabupaten Lebak selaku Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana diatur dalam Pasal 216 UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, Peraturan Bupati Lebak No.30 Tahun 2016 tentang Kedudukan, susunan dan fungsi serta tata kerja lnspektorat Daerah Kabupaten Lebak; dituntut harus mampu memainkan peran utamanya sebagaimana diatur dalam PP No.60 Tahun 2008 untuk dapat menjadi quality anssurance (QA) dalam penyelenggaraan urusan pemerintah daerah dan pemerintahan desa.
Sebagai sikap untuk menjawab tuntutan dari kondisi yang ada tersebut, maka lnspektorat Daerah Kabupaten Lebak merasa harus mampu melahirkan berbagai inovasi dalam pelaksanaan tupoksinya. Salah satunya adalah dengan melahirkan inovasi “KADE” yaitu Klinik Konsultasi Dana Desa sebagai sebuah upaya strategi untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan dana desa di Kabupaten Lebak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, dalam pemahaman mengenai Dana Desa diartikakan sebagai dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai sebuah upaya strategi untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan dana desa di Kabupaten Lebak, maka melalui inovasi “KADE” atau Klinik Konsultasi Dana Desa, diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas pengelolaan dana desa bagi 340 Desa yang berada di Kabupaten Lebak, terutama bagi Desa yang sebelumnya terindikasi adanya jumlah temuan. Sehingga melalui inovasi “KADE” ini, diharapkan dapat terjadi adanya penurunan temuan dalam pemeriksaan, dan dapat memberikan rekomendasi terbaik sebagai pihak pemeriksa, baik dari lembaga pengawas internal maupun eksternal.
BAPPEDA KABUPATEN LEBAKBAPPEDA KABUPATEN LEBAK
Direktori Inovasi Pemerintahan Kabupaten LebakDirektori Inovasi Pemerintahan Kabupaten Lebak
Inovasi “KADE” yang diinisiasi oleh lnspektorat Daerah Kabupaten Lebak sejak tahun 2017 ini, telah mendapat dukungan penuh dari Sekretaris Daerah Kabupaten Lebak, karena tidak hanya bertujuan untuk menyelenggarakan kilinik perkonsultasian mengenai pengelolaan keuangan Dana Desa, tetapi juga dapat menjadi sarana evaluasi (telahaan sejawat) bagi para auditor yang dapat dilakukan setiap 3 (tiga) b u l a n , s e b a g a i m a k s u d u n t u k d a p a t meningkatkan kapasitas auditor yang ada. Selain itu, dengan adanya inovasi “KADE” ini, dapat memberikan manfaat bagi:
1. Masyarakat Desa
Terwujudnya pembangunan desa yang efektif, efesien dan sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat desa sebagaimana tujuan dari hadirnya Dana Desa itu sendiri.
2. Pemerintahan Desa
a. Sebagai sarana untuk memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi khususnya dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban dana desa.
b. Meningkatnya kompetensi aparatur
d e s a d a l a m p e n g e l o l a a n d a n pertanggung jawaban Dana Desa.
c. Terhindarnya Kepala Desa dan a p a r a t n y a d a r i u r u s a n h u k u m d i k a r e n a k a n a d a n y a i n d i k a s i permasalahan dalam pengelolaan Dana Desa.
3. Organisas i ( lnspektora t Daerah Kabupaten Lebak
a. Peningkatan kinerja organisasi khususnya dalam peran penjamin mutu (quality anssurance);
b. Meningkatnya kompetensi auditor lnspektorat.
4. Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak
Meningkatnya kualitas reformasi birokrasi dan pertanggungjawaban pemerintah daerah khususnya dalam pengelolaan keuangan daerah dan desa.
Penerapan inovasi “KADE” ini, dalam pelaksanaanya dilakukan melalui berbagai tahapan awal atau yang dikenal sebagai Rencana Aksi Inovasi, yang dapat dijabarkan dalam Table 5, sebagai berikut:
Tabel 5Rencana Aksi Inovasi “KADE”
2625
3) lntegritas Penyelenggara Pemerintahan desa yang masih rendah.
Tidak t e r t i bnya penge lo l aan dan akuntabilitas Dana Desa, tidak terlepas dari perilaku aparat desa yang selama ini terbiasa mengelola keuangan yang hanya berdasarkan petunjuk dan keinginan dari k e p a l a d e s a s e m a t a . A k i b a t n y a , pemahaman bahwa Dana Desa yang sebaiknya dikelola untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat desa belum terpatri dengan baik, sehingga tidak sedikit kepa la desa yang merencanakan , mendisain serta mengelola dana desa lebih memprioritaskan kepentingan pribadinya dan/atau hanya untuk kemakmuran perangkat desanya.
Untuk itu, dalam menyikapi kondisi tersebut, maka tepatnya pada pada tanggal 12 April 2016 bertempat di Serang, Bupati bersama seluruh Kepala Daerah dan Ketua DPRD se-Provinsi Banten yang disaksikan oleh unsur Komisioner KPK, Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi Provinsi Banten, membangun komitmen bersama untuk melaksanakan program pemberantasan korupsi terintegrasi dengan melakukan penandatangan 10 (sepuluh) komitmen, yang salah satunya (komitmen ke-4) berbunyi untuk melaksanakan tata pengelolaan keuangan desa termasuk pemanfaatan yang efektif dan akuntabel.
Hal-hal tersebut dimaksudkan untuk mengisyaratkan bahwa pemerintah di semua tingkatan harus melakukan berbagai upaya agar pengelolaan dana desa dapat dipertanggung-jawabkan (akuntabel) dengan baik, termasuk bagi Pemerintah Kabupaten Lebak, sebagai u p a y a d a n l a n g k a h - l a n g k a h u n t u k meningkatkan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa di 340 Desa di Kabupaten Lebak. Dalam hal ini, khususnya Inspektorat Daerah Kabupaten Lebak selaku Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana diatur dalam Pasal 216 UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, Peraturan Bupati Lebak No.30 Tahun 2016 tentang Kedudukan, susunan dan fungsi serta tata kerja lnspektorat Daerah Kabupaten Lebak; dituntut harus mampu memainkan peran utamanya sebagaimana diatur dalam PP No.60 Tahun 2008 untuk dapat menjadi quality anssurance (QA) dalam penyelenggaraan urusan pemerintah daerah dan pemerintahan desa.
Sebagai sikap untuk menjawab tuntutan dari kondisi yang ada tersebut, maka lnspektorat Daerah Kabupaten Lebak merasa harus mampu melahirkan berbagai inovasi dalam pelaksanaan tupoksinya. Salah satunya adalah dengan melahirkan inovasi “KADE” yaitu Klinik Konsultasi Dana Desa sebagai sebuah upaya strategi untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan dana desa di Kabupaten Lebak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, dalam pemahaman mengenai Dana Desa diartikakan sebagai dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai sebuah upaya strategi untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan dana desa di Kabupaten Lebak, maka melalui inovasi “KADE” atau Klinik Konsultasi Dana Desa, diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas pengelolaan dana desa bagi 340 Desa yang berada di Kabupaten Lebak, terutama bagi Desa yang sebelumnya terindikasi adanya jumlah temuan. Sehingga melalui inovasi “KADE” ini, diharapkan dapat terjadi adanya penurunan temuan dalam pemeriksaan, dan dapat memberikan rekomendasi terbaik sebagai pihak pemeriksa, baik dari lembaga pengawas internal maupun eksternal.
BAPPEDA KABUPATEN LEBAKBAPPEDA KABUPATEN LEBAK
Direktori Inovasi Pemerintahan Kabupaten LebakDirektori Inovasi Pemerintahan Kabupaten Lebak
Inovasi “KADE” yang diinisiasi oleh lnspektorat Daerah Kabupaten Lebak sejak tahun 2017 ini, telah mendapat dukungan penuh dari Sekretaris Daerah Kabupaten Lebak, karena tidak hanya bertujuan untuk menyelenggarakan kilinik perkonsultasian mengenai pengelolaan keuangan Dana Desa, tetapi juga dapat menjadi sarana evaluasi (telahaan sejawat) bagi para auditor yang dapat dilakukan setiap 3 (tiga) b u l a n , s e b a g a i m a k s u d u n t u k d a p a t meningkatkan kapasitas auditor yang ada. Selain itu, dengan adanya inovasi “KADE” ini, dapat memberikan manfaat bagi:
1. Masyarakat Desa
Terwujudnya pembangunan desa yang efektif, efesien dan sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat desa sebagaimana tujuan dari hadirnya Dana Desa itu sendiri.
2. Pemerintahan Desa
a. Sebagai sarana untuk memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi khususnya dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban dana desa.
b. Meningkatnya kompetensi aparatur
d e s a d a l a m p e n g e l o l a a n d a n pertanggung jawaban Dana Desa.
c. Terhindarnya Kepala Desa dan a p a r a t n y a d a r i u r u s a n h u k u m d i k a r e n a k a n a d a n y a i n d i k a s i permasalahan dalam pengelolaan Dana Desa.
3. Organisas i ( lnspektora t Daerah Kabupaten Lebak
a. Peningkatan kinerja organisasi khususnya dalam peran penjamin mutu (quality anssurance);
b. Meningkatnya kompetensi auditor lnspektorat.
4. Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak
Meningkatnya kualitas reformasi birokrasi dan pertanggungjawaban pemerintah daerah khususnya dalam pengelolaan keuangan daerah dan desa.
Penerapan inovasi “KADE” ini, dalam pelaksanaanya dilakukan melalui berbagai tahapan awal atau yang dikenal sebagai Rencana Aksi Inovasi, yang dapat dijabarkan dalam Table 5, sebagai berikut:
Tabel 5Rencana Aksi Inovasi “KADE”
2625
Berawal dari Rencana Aksi Inovasi yang
telah dibuat tersebut, maka dalam proses
implementasi Inovasi “KADE” ini, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan
Pada Tahap Perencanaan, tdilakukan adanya
pembuatan Tim efektif yang akan difungsikan
sebagai penata dan pengelola inovasi “KADE”,
yaitu dengan membentuk Kelompok Kerja
(Pokja) kesekretariatan dan teknis. Pokja
secretariat dimaksudkan untuk membantu dalam
proses ketatausahaan atau administrasi Inovasi
ini. Sedangkan, Pokja Teknis dimaksudkan
dapa t member ikan masukan te rhadap
perkembangan dan penyempurnaan inovasi
“KADE” agar dalam penerapannya menjadi
lebih efektif. Hal ini ditandai dengan adanya
Surat Keputusan Inspektorat Daerah Kabupaten
Lebak No.700/Kep.307/ITDA/2017 tentang
Tim Eefektif Pembangunanan Klinik Konsultasi
Dana Desa (KADE) Pada Inspektorat Daerah
Kabupaten Lebak.
Selain dibuatkannya Pokja-Pokja tersebut,
juga memetakan stakeholders yang akan terlibat
dalam Inovasi “KADE” ini, yang memeiliki
keterkaitan secara
substansi. Adapun
stakeholders yang
dimaksud antara
lain:
1) B u p a t i
Lebak
2) Kepala BPK
RI
Perwakilan
Provinsi Banten
3) Kepala BPKP Perwakilan Provinsi
Banten
4) Inspektur dan Auditor Daerah Provinsi
Banten
5) K e p a l a D i n a s P e m b e r d a y a a n
Masyarakat Desa Kabupaten Lebak
6) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah Kabupaten Lebak
7) K e p a l a B a d a n P e r e n c a n a a n
Pembngunanan Daerah Kabupaten
Lebak
8) Camat se-Kabupaten Lebak (Paguyuban
Camat Kebupaten Lebak)
9) Kepala Desa se-Kabupaten Lebak
(Apdes Lebak)
10) Lurah
11) Pers
12) LSM
Selain pemetaan stakeholders, ditahap ini
telah mulai direncanakan mekanisme dan
penyiapan ruangan Klinik beserta sarana dan
prasarana pendukungnya. Seperti buku-buku
Peraturan mengenai Pengelolaan Dana Desa,
formulir pendaftaran, kartu antrian dan formulir
notulensi konsultasi, serta spanduk dan banner
dalam rangka mempromosikan Inovasi
“KADE” ini.
BAPPEDA KABUPATEN LEBAKBAPPEDA KABUPATEN LEBAK
Direktori Inovasi Pemerintahan Kabupaten LebakDirektori Inovasi Pemerintahan Kabupaten Lebak
2. Tahap Pengorganisasian
Tahap Pengorganisasian dimulai setelah
dilakukannya pemetaan stakeholders dan
adanya Pokja Sekretariat dan Pokja Teknis
terbentuk. Dengan hadirnya Pokja-Pokja
t e r sebu t , l angkah se lan ju tnya ada lah
membentuk Tim Konsultasi “KADE” melalui
Keputusan Bupati Lebak.
Selain itu, langkah selanjutnya agar lebih
efekt i f dalam implementasinya, maka
dibuatkanlah SOP (Standard Operational
Procedur) mengenai langkah-langkah proses
pe rkonsu l t a s i an “KADE” yang t e l ah
dirumuskan oleh Tim Konsultasi “KADE”.
Setelah adanya SOP ini, t im mencoba
mensimulasikan terlebih dahulu sebagai
evaluasi sebelum dilakukannya sosialisasi
kepada pengguna “KADE”.
3. Tahap Pelaksanaan
Ditahap Pelaksanaan ini, Inovasi “KADE” telah siap disosialisasikan untuk diujicobakan terlebih dahulu. Sosialisasi yang dilakukan secara bertahap ini, ditujukan utamanya kepada para stakeholders yang akan menjadi pengguna (user) dalam proses perkonsultasian, yang diperkuat melalui Surat Edaran dari Bupati Lebak mengenai inovasi “KADE”. Sosialisasi ini dilakukan untuk memperoleh output yang berupa peta dukungan dari pada Kepala Desa se-Kabupaten Lebak
(340 Desa), yang dapat diartikan sebagai bentuk testimony atau bukti dalam mendukung hadirnya inovasi “KADE” untuk mencapai tujuan.
Setelah dilakukannya sosialisasi dan
peta dukungan Inovasi “KADE”, maka
selanjutnya adalah mengimplementasikan
“KADE” sesuai dengan mekanisme yang telah
dibuat (SOP Klinik Konsultasi Dana Desa
“KADE”).
2827
Berawal dari Rencana Aksi Inovasi yang
telah dibuat tersebut, maka dalam proses
implementasi Inovasi “KADE” ini, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan
Pada Tahap Perencanaan, tdilakukan adanya
pembuatan Tim efektif yang akan difungsikan
sebagai penata dan pengelola inovasi “KADE”,
yaitu dengan membentuk Kelompok Kerja
(Pokja) kesekretariatan dan teknis. Pokja
secretariat dimaksudkan untuk membantu dalam
proses ketatausahaan atau administrasi Inovasi
ini. Sedangkan, Pokja Teknis dimaksudkan
dapa t member ikan masukan te rhadap
perkembangan dan penyempurnaan inovasi
“KADE” agar dalam penerapannya menjadi
lebih efektif. Hal ini ditandai dengan adanya
Surat Keputusan Inspektorat Daerah Kabupaten
Lebak No.700/Kep.307/ITDA/2017 tentang
Tim Eefektif Pembangunanan Klinik Konsultasi
Dana Desa (KADE) Pada Inspektorat Daerah
Kabupaten Lebak.
Selain dibuatkannya Pokja-Pokja tersebut,
juga memetakan stakeholders yang akan terlibat
dalam Inovasi “KADE” ini, yang memeiliki
keterkaitan secara
substansi. Adapun
stakeholders yang
dimaksud antara
lain:
1) B u p a t i
Lebak
2) Kepala BPK
RI
Perwakilan
Provinsi Banten
3) Kepala BPKP Perwakilan Provinsi
Banten
4) Inspektur dan Auditor Daerah Provinsi
Banten
5) K e p a l a D i n a s P e m b e r d a y a a n
Masyarakat Desa Kabupaten Lebak
6) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah Kabupaten Lebak
7) K e p a l a B a d a n P e r e n c a n a a n
Pembngunanan Daerah Kabupaten
Lebak
8) Camat se-Kabupaten Lebak (Paguyuban
Camat Kebupaten Lebak)
9) Kepala Desa se-Kabupaten Lebak
(Apdes Lebak)
10) Lurah
11) Pers
12) LSM
Selain pemetaan stakeholders, ditahap ini
telah mulai direncanakan mekanisme dan
penyiapan ruangan Klinik beserta sarana dan
prasarana pendukungnya. Seperti buku-buku
Peraturan mengenai Pengelolaan Dana Desa,
formulir pendaftaran, kartu antrian dan formulir
notulensi konsultasi, serta spanduk dan banner
dalam rangka mempromosikan Inovasi
“KADE” ini.
BAPPEDA KABUPATEN LEBAKBAPPEDA KABUPATEN LEBAK
Direktori Inovasi Pemerintahan Kabupaten LebakDirektori Inovasi Pemerintahan Kabupaten Lebak
2. Tahap Pengorganisasian
Tahap Pengorganisasian dimulai setelah
dilakukannya pemetaan stakeholders dan
adanya Pokja Sekretariat dan Pokja Teknis
terbentuk. Dengan hadirnya Pokja-Pokja
t e r sebu t , l angkah se lan ju tnya ada lah
membentuk Tim Konsultasi “KADE” melalui
Keputusan Bupati Lebak.
Selain itu, langkah selanjutnya agar lebih
efekt i f dalam implementasinya, maka
dibuatkanlah SOP (Standard Operational
Procedur) mengenai langkah-langkah proses
pe rkonsu l t a s i an “KADE” yang t e l ah
dirumuskan oleh Tim Konsultasi “KADE”.
Setelah adanya SOP ini, t im mencoba
mensimulasikan terlebih dahulu sebagai
evaluasi sebelum dilakukannya sosialisasi
kepada pengguna “KADE”.
3. Tahap Pelaksanaan
Ditahap Pelaksanaan ini, Inovasi “KADE” telah siap disosialisasikan untuk diujicobakan terlebih dahulu. Sosialisasi yang dilakukan secara bertahap ini, ditujukan utamanya kepada para stakeholders yang akan menjadi pengguna (user) dalam proses perkonsultasian, yang diperkuat melalui Surat Edaran dari Bupati Lebak mengenai inovasi “KADE”. Sosialisasi ini dilakukan untuk memperoleh output yang berupa peta dukungan dari pada Kepala Desa se-Kabupaten Lebak
(340 Desa), yang dapat diartikan sebagai bentuk testimony atau bukti dalam mendukung hadirnya inovasi “KADE” untuk mencapai tujuan.
Setelah dilakukannya sosialisasi dan
peta dukungan Inovasi “KADE”, maka
selanjutnya adalah mengimplementasikan
“KADE” sesuai dengan mekanisme yang telah
dibuat (SOP Klinik Konsultasi Dana Desa
“KADE”).
2827
4. Tahap Pengawasan
Tahap Pengawasan Inovasi “KADE” dilakukan dalam 2 tahap, yaitu:
1) Evaluasi terhadap mekanisme “KADE”
Mekanisme “KADE” yang dilakukan merujuk pada SOP yang telah ada. Namun, dalam pelaksanannya dalam waktu 3 bulan terus dilakukannya pemantauan. Hal ini dilamksudkan untuk lebih menyempurnakan dari kondisi yang telah ada agar lebih baik.
2) Evaluasi terhadap Auditor (Petugas Konsultasi)
Evaluasi terhada Auditor yang bertugas dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali. Hal ini dimaksudkan untuk adanya jadwal yang telah ditentukan untuk kurun waktu tertentu, sehingga adanya pertukaran auditor yang tidak hanya itu-itu saja petugas yang memberikan perkonsultasian (giliran petugas).
C. Mekanisme Inovasi
Inspektorat selaku Aparat Pengawas Internal Pemerintah mempunyai peran penting dalam mengendalikan munculnya permasalahan
dalam penyelenggaraan segala urusan pemerintahan termasuk pemerintah desa. Menjadi lapis kedua dalam pengendalian, setelah lapis pertama dari internal manajemen, menjadikan lnspektorat Daerah berperan strategis untuk meminimalisir permasalahan muncul, untuk kemudian dan menjadi temuan oleh Aparat Pengawas Eksternal.
Namun demikian, selama ini upaya untuk mencegah terjadinya penyimpangan masih minim karena lebih banyak kegiatan audit yang sifatnya post audit. ltupun tidak seluruh desa dapat terperiksa secara menyeluruh setiap tahun. Hal ini disebabkan terbatasnya sumberdaya yang ada baik personil maupun sarana prasarana sehingga selama ini untuk mengatasi keterbatasan terutama personil dan anggaran dilakukan audit secara sampling.
Pola pengawasan yang menempatkan auditan dalam hal ini Pemerintah Desa sebagai obyek audit juga berpengaruh terhadap mindset K e p a l a D e s a / P e r a n g k a t D e s a b a h w a pengawasan belum menjadi suatu kebutuhan manajemen dan hal yang penting yang dapat membantu tercapainya tujuan organisasi dengan ba ik . Di samping i tu se ja lan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, lnspektorat selaku APIP dituntut untuk dapat menjalankan fungsi pengawasan dari semula berfungsi sebagai Watchdog bergeser menjadi berfungsi sebagai pembina, konsultan, pendeteksi dini (early warning) dan penjamin mutu (quality assurance). Sehingga sudah saa tnya un tuk mengubah po la pengawasan dengan lebih mengedepankan fungsi pencegahan terjadinya penyimpangan dan mengupayakan agar kepala desa dan perangkat desa proaktif serta menempatkan pengawasan sebagai hal yang penting dan dibutuhkan bagi manajemen yang dapat membantu tercapainya tujuan organisasi dengan baik.
BAPPEDA KABUPATEN LEBAKBAPPEDA KABUPATEN LEBAK
Direktori Inovasi Pemerintahan Kabupaten LebakDirektori Inovasi Pemerintahan Kabupaten Lebak
Inspektorat Daerah menyediakan
layanan baru berupa Klinik Konsultasi bagi
Pemerintah Desa untuk mendapatkan solusi dari
s i s i p e n g a w a s a n k e t i k a m e n g h a d a p i
permasalahan dalam pengelolaan keuangan desa
tanpa harus menunggu jadwal kegiatan audit.
Pemerintah Desa yang semula menjadi obyek
audit berganti sebagai subyek yang diharapkan
aktif memanfaatkan layanan ketika menghadapi
permasalahan yang perlu dikonsultasikan
kepada lnspektorat selaku APIP. Dari sisi APIP,
inovasi ini akan meningkatkan kapabilitas yang
berguna dalam pemeringkatan (leveling) APIP.
Sehingga melalui inovasi Klinik Konsultasi
Dana Desa (KADE) dapat diperoleh keuntungan
dari kedua belah pihak baik pemberi layanan,
dalam hal ini lnspektorat maupun pihak-pihak
lain seperti APIP lainnya, masyarakat dan lain
sebagainya.
Beberapa tujuan yang ingin dicapai
dengan adanya inovasi Klinik Konsultasi Dana
Desa (KADE) yaitu meningkatkan upaya
pencegahan terjadinya penyimpangan dalam
pengelolaan keuangan desa, mendorong
Pemerintah Desa maupun masyarakat selalu
proaktif dalam upaya pencegahan terjadinya
penyimpangan, meminimalkan temuan
pemeriksaan oleh Pemeriksa Eksternal, serta
meningkatkan kapabilitas lnspektorat Daerah
Kabupaten Lebak selaku APIP di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Lebak.
Untuk tahap persiapan antara lain
melakukan pembentukan dan penetapan Tim
Efektif dan Tim Teknis Konsultasi, menyusun
a lu r /mekan i sme keg ia t an konsu l t a s i ,
mempersiapkan form kelengkapan administrasi
kegiatan, serta pengumpulan bahan referensi.
Adapun mekanisme kerja Klinik Konsultasi
Dana Desa (KADE) sebagai berikut:
1. Kepala Desa/Perangkat Desa sebagai klien
menyampaikan permohonan konsultasi baik
secara tertulis (melalui surat, WA
maupun SMS) maupun secara lisan
melalui telepon.
2. Petugas piket/resepsionis mencatat surat
p e r m o h o n a n t e r s e b u t d a n
menyampaikannya kepada Tim
Konsultasi dengan melampirkan
masalah yang akan dikonsultasi.
3. Tim konsultasi mempelajari masalah yang
akan dikonsul tas ikan oleh kepala
desa/perangkat� desa dan menentukan
auditor yang akan melayani konsultasi
tersebut dan menyampaikan kembali
kepada petugas piket/resepsionis.
4. Petugas piket/resepsionis mempersilakan
kepala desa/perangkat desa untuk memasuki
ruang konsultasi.
5. Auditor yang ditugaskan, memberikan
konsultasi berupa saran dan masukan atas
permasalahan yang disampaikan oleh
kepala desa/perangkat desa.
6. Auditor yang memberikan konsultasi,
membuat notulensi hasil kegiatan konsultasi
dan menyampaikan kepada Tim konsultasi.
7. Tim konsultasi menghimpun dan membuat
kompilasi notulen serta menyusun laporan
hasil kegiatan konsultasi setiap bulan dan
menyampaikan laporan tersebut kepada
lnspektur.Tahap terakhir adalah pelaporan dan
pemantauan yaitu menyusun data base hasil
kegiatan konsultasi, melaporkan secara berkala
kegiatan konsultasi yang telah dilakukan dan
melakukan pemantauan terhadap Pemerintah
Desa atas tindak lanjut hasil konsultasi.
3029
4. Tahap Pengawasan
Tahap Pengawasan Inovasi “KADE” dilakukan dalam 2 tahap, yaitu:
1) Evaluasi terhadap mekanisme “KADE”
Mekanisme “KADE” yang dilakukan merujuk pada SOP yang telah ada. Namun, dalam pelaksanannya dalam waktu 3 bulan terus dilakukannya pemantauan. Hal ini dilamksudkan untuk lebih menyempurnakan dari kondisi yang telah ada agar lebih baik.
2) Evaluasi terhadap Auditor (Petugas Konsultasi)
Evaluasi terhada Auditor yang bertugas dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali. Hal ini dimaksudkan untuk adanya jadwal yang telah ditentukan untuk kurun waktu tertentu, sehingga adanya pertukaran auditor yang tidak hanya itu-itu saja petugas yang memberikan perkonsultasian (giliran petugas).
C. Mekanisme Inovasi
Inspektorat selaku Aparat Pengawas Internal Pemerintah mempunyai peran penting dalam mengendalikan munculnya permasalahan
dalam penyelenggaraan segala urusan pemerintahan termasuk pemerintah desa. Menjadi lapis kedua dalam pengendalian, setelah lapis pertama dari internal manajemen, menjadikan lnspektorat Daerah berperan strategis untuk meminimalisir permasalahan muncul, untuk kemudian dan menjadi temuan oleh Aparat Pengawas Eksternal.
Namun demikian, selama ini upaya untuk mencegah terjadinya penyimpangan masih minim karena lebih banyak kegiatan audit yang sifatnya post audit. ltupun tidak seluruh desa dapat terperiksa secara menyeluruh setiap tahun. Hal ini disebabkan terbatasnya sumberdaya yang ada baik personil maupun sarana prasarana sehingga selama ini untuk mengatasi keterbatasan terutama personil dan anggaran dilakukan audit secara sampling.
Pola pengawasan yang menempatkan auditan dalam hal ini Pemerintah Desa sebagai obyek audit juga berpengaruh terhadap mindset K e p a l a D e s a / P e r a n g k a t D e s a b a h w a pengawasan belum menjadi suatu kebutuhan manajemen dan hal yang penting yang dapat membantu tercapainya tujuan organisasi dengan ba ik . Di samping i tu se ja lan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, lnspektorat selaku APIP dituntut untuk dapat menjalankan fungsi pengawasan dari semula berfungsi sebagai Watchdog bergeser menjadi berfungsi sebagai pembina, konsultan, pendeteksi dini (early warning) dan penjamin mutu (quality assurance). Sehingga sudah saa tnya un tuk mengubah po la pengawasan dengan lebih mengedepankan fungsi pencegahan terjadinya penyimpangan dan mengupayakan agar kepala desa dan perangkat desa proaktif serta menempatkan pengawasan sebagai hal yang penting dan dibutuhkan bagi manajemen yang dapat membantu tercapainya tujuan organisasi dengan baik.
BAPPEDA KABUPATEN LEBAKBAPPEDA KABUPATEN LEBAK
Direktori Inovasi Pemerintahan Kabupaten LebakDirektori Inovasi Pemerintahan Kabupaten Lebak
Inspektorat Daerah menyediakan
layanan baru berupa Klinik Konsultasi bagi
Pemerintah Desa untuk mendapatkan solusi dari
s i s i p e n g a w a s a n k e t i k a m e n g h a d a p i
permasalahan dalam pengelolaan keuangan desa
tanpa harus menunggu jadwal kegiatan audit.
Pemerintah Desa yang semula menjadi obyek
audit berganti sebagai subyek yang diharapkan
aktif memanfaatkan layanan ketika menghadapi
permasalahan yang perlu dikonsultasikan
kepada lnspektorat selaku APIP. Dari sisi APIP,
inovasi ini akan meningkatkan kapabilitas yang
berguna dalam pemeringkatan (leveling) APIP.
Sehingga melalui inovasi Klinik Konsultasi
Dana Desa (KADE) dapat diperoleh keuntungan
dari kedua belah pihak baik pemberi layanan,
dalam hal ini lnspektorat maupun pihak-pihak
lain seperti APIP lainnya, masyarakat dan lain
sebagainya.
Beberapa tujuan yang ingin dicapai
dengan adanya inovasi Klinik Konsultasi Dana
Desa (KADE) yaitu meningkatkan upaya
pencegahan terjadinya penyimpangan dalam
pengelolaan keuangan desa, mendorong
Pemerintah Desa maupun masyarakat selalu
proaktif dalam upaya pencegahan terjadinya
penyimpangan, meminimalkan temuan
pemeriksaan oleh Pemeriksa Eksternal, serta
meningkatkan kapabilitas lnspektorat Daerah
Kabupaten Lebak selaku APIP di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Lebak.
Untuk tahap persiapan antara lain
melakukan pembentukan dan penetapan Tim
Efektif dan Tim Teknis Konsultasi, menyusun
a lu r /mekan i sme keg ia t an konsu l t a s i ,
mempersiapkan form kelengkapan administrasi
kegiatan, serta pengumpulan bahan referensi.
Adapun mekanisme kerja Klinik Konsultasi
Dana Desa (KADE) sebagai berikut:
1. Kepala Desa/Perangkat Desa sebagai klien
menyampaikan permohonan konsultasi baik
secara tertulis (melalui surat, WA
maupun SMS) maupun secara lisan
melalui telepon.
2. Petugas piket/resepsionis mencatat surat
p e r m o h o n a n t e r s e b u t d a n
menyampaikannya kepada Tim
Konsultasi dengan melampirkan
masalah yang akan dikonsultasi.
3. Tim konsultasi mempelajari masalah yang
akan dikonsul tas ikan oleh kepala
desa/perangkat� desa dan menentukan
auditor yang akan melayani konsultasi
tersebut dan menyampaikan kembali
kepada petugas piket/resepsionis.
4. Petugas piket/resepsionis mempersilakan
kepala desa/perangkat desa untuk memasuki
ruang konsultasi.
5. Auditor yang ditugaskan, memberikan
konsultasi berupa saran dan masukan atas
permasalahan yang disampaikan oleh
kepala desa/perangkat desa.
6. Auditor yang memberikan konsultasi,
membuat notulensi hasil kegiatan konsultasi
dan menyampaikan kepada Tim konsultasi.
7. Tim konsultasi menghimpun dan membuat
kompilasi notulen serta menyusun laporan
hasil kegiatan konsultasi setiap bulan dan
menyampaikan laporan tersebut kepada
lnspektur.Tahap terakhir adalah pelaporan dan
pemantauan yaitu menyusun data base hasil
kegiatan konsultasi, melaporkan secara berkala
kegiatan konsultasi yang telah dilakukan dan
melakukan pemantauan terhadap Pemerintah
Desa atas tindak lanjut hasil konsultasi.
3029
D. Keberlanjutan dan Replikasi Inovasi
Inovasi ini tetap dibutuhkan selama
Undang-Undang Desa masih berlaku dan desa
mendapatkan dana desa. Seperti yang telah
disampaikan di atas bahwa tugas inspektorat
bukan sebagai watchdog tetapi membina para
perangkat desa yang mengelola dana desa.
Klinik Desa ini dapat mencegah terjadinya
penyalahgunaan dana desa dan pencegahan
kesalahan administrasi. Untuk keberlanjutan
yang lebih baik maka perlu pengaturan jadwal
konsultasi yang lebih baik mengingat ada 340
desa di Kabupaten Lebak yang harus
difasilitasi.
Kabupaten lainnya yang ada di Provinsi
Serang ataupun Provinsi lainnya yang ada di
Indonesia dapat melakukan replikasi inovasi
KADE ini. Permasalahan serupa dalam
pengelolaan dana desa juga dihadapi oleh
Kabupaten lainnya. Apalagi Inspektorat
Kabupaten Lebak sudah memiliki SOP
p e n y e l e n g g a r a a n , m e k a n i s m e , d a n
pengawasan pelaksanaan Klinik Konsultasi
Dana Desa ini. Apabila Kabupaten lain ingin
melaksanakan inovasi serupa di Kabupatennya
dapat melakukan studi banding ke Kabupaten
Lebak.
E. Lesson Learn Inovasi KADE
P e r u b a h a n p a r a d i g m a i n t e r n a l
Inspektorat adalah hal yang paling utama
menjadi pembelajaran yang didapatkan dari
penyelenggaraan KADE ini. Inspektorat
mengubah cara pandang pada perangkat desa
dan dirinya sendiri, yang semula hanya
mengaudit tetapi mau memberikan fasilitas
konsultasi kepada para kepala Desa dan
perangkat desa lainnya. Pihak yang menerima
manfaat dari KADE ini tidak hanya perangkat
desa saja yang dipermudah dalam pengelolaan
dana desa. Adapun pihak lainnya yang
mendapatkan manfaat adalah Inspektorat yang
menjadi lebih mudah dalam melakukan proses
audit karena pengelolaan dan pembuatan
laporan dana desa sudah dikonsultasikan
terlebih dahulu. Yang paling penting adalah
masyarakat mendapatkan haknya atas dana
desa s e sua i dengan pe run tukannya .
Kemungkinan terjadinya penyalahgunaan
dana desa dapat diminimalisir.
L e s s o n L e a r n l a i n n y a a d a l a h
menerapkan Whole of Governement dalam
pelaksanaan inovasinya. Inspektorat sudah
melakukan pemetaan stakeholders yang
terlibat, tidak hanya Inspektorat dengan
perangkat desa saja. Tetapi juga melibatkan
BPK Perwakilan Provinsi Banten, Kepala BPK
RI Perwakilan Provinsi Banten, Kepala BPKP
Perwakilan Provinsi Banten, Inspektur dan
Auditor Daerah Provinsi Banten, Kepala Dinas
Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten
Lebak, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah Kabupaten Lebak, Kepala
Badan Perencanaan Pembngunanan Daerah
Kabupaten Lebak, Camat se-Kabupaten Lebak
(Paguyuban Camat Kebupaten Lebak), sampai
pada Organisasi Non Pemerintahan. Untuk
melakukan perbaikan memang dinbutuhkan
kerjasama dengan berbagai pihak untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.
BAPPEDA KABUPATEN LEBAKBAPPEDA KABUPATEN LEBAK
Direktori Inovasi Pemerintahan Kabupaten LebakDirektori Inovasi Pemerintahan Kabupaten Lebak
ATIKAN(Asal Ketik Arsip Nampak)
A. Latar Belakang:
Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2012 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun
2009 Tentang Kearsipan, menyebutkan bahwa
arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa
dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang dibuat dan diterima oleh
lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga
pendidikan, perusahaan, organisasi politik,
organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan,
sebagai bukti rekaman penyelenggaran dan
pelaksanaan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, arsip
yang merupakan bagian dari identitas dan
jatidiri bangsa dan merupakan salah satu sarana
penyelamatan wilayah negara dan simpul
pemersatu bangsa harus diselamatkan.
Namun demikian, pengelolaan arsip
cenderung diabaikan oleh sebagian besar orang
karena sering tidak dianggap penting, padahal
sebuah arsip merupakan bukti fisik atas suatu
pekerjaan yang telah dilakukan dan atau
informasi dan peristiwa yang merekam
dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara dimasa yang lampau, sekarang
dan yang akan datang di berbagai bidang,
politik, sosial, ekonomi, budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi. Arsip dengan segala
bentuk medianya, keberadaannya tidak bisa
tergantikan dan merupakan memori kolektif
yang dapat meningkatkan kesadaran nasional,
mempertegas identitas dan jatidiri bangsa
Indonesia. Tidak berlebihan jika dikatakan,
kehilangan sebuah arsip sama dengan
3231