31
BAB I PENDAHULUAN Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL (Sunita, 2004). Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL kolesterol dalam darah atau trigliserida dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL kolesterol (Andry Hartono, 2000). Dislipidemia dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya memiliki peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibahas sendiri-sendiri. Ketiganya dikenal sebagai triad lipid, yaitu: a. Kolesterol total Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar kolesterol total darah dengan resiko penyakit jantung koroner (PJK) sangat kuat, konsisten, dan tidak bergantung pada faktor resiko lain. Penelitian genetik, eksperimental, epidemiologis, dan klinis menunjukkan dengan jelas bahwa peningkatan kadar kolesterol total mempunyai peran penting pada patogenesis penyakit jantung koroner (PJK). 1

dislipidemia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dislipidemia

Citation preview

Page 1: dislipidemia

BAB I

PENDAHULUAN

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan

peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid

yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan

trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL (Sunita, 2004). Dislipidemia

adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL kolesterol dalam darah atau

trigliserida dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL kolesterol

(Andry Hartono, 2000).

Dislipidemia dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya memiliki

peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain, sehingga tidak

mungkin dibahas sendiri-sendiri. Ketiganya dikenal sebagai triad lipid, yaitu:

a. Kolesterol total

Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar kolesterol total

darah dengan resiko penyakit jantung koroner (PJK) sangat kuat, konsisten,

dan tidak bergantung pada faktor resiko lain. Penelitian genetik, eksperimental,

epidemiologis, dan klinis menunjukkan dengan jelas bahwa peningkatan kadar

kolesterol total mempunyai peran penting pada patogenesis penyakit jantung

koroner (PJK).

b. Kolesterol HDL dan kolesterol LD

Bukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negatif antara kadar

kolesterol HDL dengan penyakit jantung koroner. Intervensi obat atau diet

dapat menaikan kadar kolesterol HDL dan dapat mengurangi penyakit jantung

koroner.

c. Trigliserida

Kadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan dengan

penyakit jantung koroner apabila disertai adanya penurunan kadar kolesterol

HDL.

1

Page 2: dislipidemia

BAB II

DISLIPIDEMIA

1.1 Pengertian

Dislipidemia adalah kalainan metabolisme lipid yang ditandai dengan

peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Beberapa kelainan

fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,

dan atau trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL (Davey, 2002).

1.2 Etiologi dan Faktor Resiko

Kadar lipoprotein, terutama LDL meningkat sejalan dengan

bertambahnya usia. Pada keadaan normal pria memiliki kadar LDL yang lebih

tinggi, tetapi setelah menopause kadarnya pada wanita lebih banyak. Faktor

lain yang menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (VLDL dan LDL)

adalah (Davey,2002):

1. Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia

2. Obesitas

3. Diet kaya lemak

4. Kurang melakukan olah raga

5. Penyalahgunaan alkohol

6. Merokok sigaret

7. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik

8. Hipotiroidisme

9. Sirosis

1.3 Patofisiologi

Lipid dalam plasma terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan

asam lemak bebas. Normalnya lipid ditranspor dalam plasma darah berikatan

dengan protein yang berbentuk lipoprotein. Ikatan protein dan lipid tersebut

menghasilkan 4 kelas utama lipoprotein bergantung pada kandungan lipid dan

jenis apoproteinnya : Kilomikron, VLDL, LDL, dan HDL. Peningkatan lipid

dalam darah akan mempengaruhi kolesterol, trigliserida dan keduanya

2

Page 3: dislipidemia

(hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia atau kombinasinya yaitu

hiperlipidemia).

Tabel 1. Jenis Lipoprotein, Apoprotein, dan Kandungan Lipid

Gambar 1. Lipoprotein Metabolisme (Silbernagl, 2000)

3

Page 4: dislipidemia

Pasien dengan hiperkolesterolemia (> 200 – 220 mg/dl serum)

merupakan gangguan yang bersifat familial, berhubungan dengan kelebihan

berat badan dan diet. Makanan berlemak meningkatkan sintesis kolesterol di

hepar yang menyebabkan penurunan densitas reseptor LDL di serum (> 135

mg/dl). Ikatan LDL mudah melepaskan lemak dan kemudian membentuk plak

pada dinding pembuluh darah yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya

arterosklerosis dan penyakit jantung koroner (Silbernagl, 2000).

Gambar 2. Metabolisme Lipoprotein Lanjutan (Silbernagl, 2000)

4

Page 5: dislipidemia

Jalur transport lipid dan tempat kerja obat

1. Jalur eksogen

Trigliserida dan kolesterol dari usus akan dibentuk menjadi kilomikron di

sel epitel usu halus, yang kemudian akan diangkut masuk ke aliran darah

melalui sistem limfatik masuk ke duktus torasikus. Di dalam jaringan adiposa

dan sel otot, trigliserida dari kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh

lipoprotein lipase yang terdapat pada permukaan endotel sehingga akan

terbentuk trigliserida dan asam lemak bebas. Kemudian kilomikron tersebut

berubah nama menjadi kilomikron remnan (kilomikron yang kehilangan

trigliseridanya tetapi masih memiliki ester kolesterol). Kemudian asam lemak

bebas masuk ke dalam endotel, jaringan lemak dan sel otot yang selanjutnya

akan diubah kembali menjadi trigliserida untuk disimpan atau dioksidasi untuk

menghasilkan energi (Ganiswarna, 2007).

Kilomikron remnan akan dibersihkan oleh hepar dengan mekanisme

endositosis dan lisosom sehingga terbentuk kolesterol bebas yang berfungsi

sintesis membran plasma, mielin dan steroid. Kolesterol dalam hepar akan

membentuk kolesterol ester atau diekskresikan dalam empedu atau diubah

menjadi lipoprotein endogen yang masuk ke dalam plasma (Ganiswarna,

2007). Jika tubuh kekurangan kolesterol, HMG-CoA reduktase akan aktif dan

terjadi sintesis kolesterol dari asetat (Ganiswarna, 2007).

2. Jalur endogen

Trigliserida dan kolesterol ester dari hepar diangkut dengan bentuk VLDL

ke sirkulasi darah kemudian mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase

(LPL) menjadi asam lemak dan gliserol. Sekali terekspos dengan LPL, VLDL

akan menjadi VLDL remnan. VLDL remnan terutama diambil oleh hati

melalui LDL reseptor dan sisa VLDL remnan akan membentuk lipoprotein

yang lebih kecil, yaitu IDL. IDL kemudian akan menjadi LDL yang merupakan

lipoprotein dengan kadar kolesterol terbanyak (60-70%). Peningkatan

katabolisme LDL di plasma dan hepar yang akan meningkatkan kadar

kolesterol plasma. Peningkatan kadar kolesterol tersebut akan membentuk

foam cell di dalam makrofag yang berperan pada aterosklerosis prematur

(Ganiswarna, 2007).

5

Page 6: dislipidemia

Gambar 3. Jenis Lipoprotein

Jenis lipoprotein

1. Kilomikron

Lipoprotein dengan komponen 80% trigliserida dan 5% kolesterol ester.

Kilomikron membawa makanan ke jaringan lemak dan otot rangka serta

membawa kolesterol kembali ke hepar. Kilomikron yang dihidrolisis akan

mengecil membentuk kilomikron remnan yang kemudian masuk ke hepatosit.

Kilomikronemia post pandrial mereda setelah 8 – 10 jam (Ganiswarna, 2007).

2. VLDL

Lipoprotein terdiri dari 60% trigliserida dan 10 – 15 % kolesterol. VLDL

digunakan untuk mengangkut trigliserida ke jaringan. VLDL reman sebagian

akan diubah menjadi LDL yang mengikuti penurunan hipertrigliserida

sedangkan sintesis karbohidrat yang berasal dari asam lemak bebas dan gliserol

akan meningkatkan VLDL (Ganiswarna, 2007).

3. IDL

Lipoprotein yang mengandung 30% trigliserida, dan 20% kolesterol. IDL

merupakan zat perantara sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi IDL

(Ganiswarna, 2007).

4. LDL

Lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar (70%). Katabolisme LDL

melalui receptor-mediated endocytosis di hepar. Hidrolisis LDL menghasilkan

kolesterol bebas yang berfungsi untuk sintesis sel membran dan hormone

6

Page 7: dislipidemia

steroid. Kolesterol juga dapat disintesis dari enzim HMG-CoA reduktase

berdasarkan tinggi rendahnya kolesterol di dalam sel (Ganiswarna, 2007).

5. HDL

HDL diklasifikasikan lagi berdasarkan Apoprotein yang dikandungnya.

Apo A-I merupakan apoprotein utama HDL yang merupakan inverse predictor

untuk resiko penyakit jantung koroner. Kadar HDL menurun pada kegemukan,

perokok, pasien diabetes yang tidak terkontrol dan pemakai kombinasi

estrogen-progestin. HDL memiliki efek protektif yaitu mengangkut kolesterol

dari perifer untuk di metabolisme di hepar dan menghambat modifikasi

oksidatif LDL melalui paraoksonase (protein antioksidan yang bersosiasi

dengan HDL) (Ganiswarna, 2007).

1.4 Klasifikasi

Klasifikasi dislipidemia didasarkan pada fenotip dan patogenik

1. Klasifikasi Fenotip

a. Klasifikasi EAS (European Atheroselerosis Society) (Anwar, 2004).

Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan EAS (European Atheroselerosis Society)

(Anwar, 2004).

b. Klasifikasi NECP (National Cholesterol Education Program) (Anwar,

2004).

Tabel 3. Klasifikasi Berdasarkan NECP (National Cholesterol Education

Program) (Anwar, 2004).

7

Page 8: dislipidemia

c. Klasifikasi WHO (World Health Organization) (Anwar, 2004).

Tabel 4. Klasifikasi Berdasarkan WHO (World Health Organization)

(Anwar, 2004).

2. Klasifikasi Patogenik

Klasifikasi dislipidemia berdasarkan atas ada atau tidaknya penyakit

dasar yaitu primer dan sekunder. Dislipidemia primer memiliki penyebab

yang tidak jelas sedangkan dislipidemia sekunder memiliki penyakit dasar

seperti sindroma nefrotik, diabetes melitus, hipotiroidisme (Sudoyo, 2006).

Contoh dari dislipidemia primer adalah hiperkolesterolemia poligenik,

hiperkolesterolemia familial, hiperlipidemia kombinasi familial, dan lain-

lain (Anwar, 2004).

Tabel 5. Dislipidemia Sekunder

8

Page 9: dislipidemia

KLASIFIKASI KADAR LIPID PLASMA MENURUT NCEP ATP III

National Cholesterol Education Program Adult Panel III pada tahun

2001 membuat klasifikasi kadar lipid yang digunakan saat ini. Berbeda dengan

klasifikasi sebelumnya, pada klasifikasi yang baru tertera kadar lipid yang

diinginkan (optimal).

Tabel 6. Klasifikasi Kadar Lipid Plasma (mg/dL)

1.5 Gejala Klinis

Kebanyakan pasien adalah asimptomatik selama bertahun-tahun

sebelum penyakit jelas secara klinis, dan biasanya ditemukan pada saat pasien

melakukan pemeriksaan rutin kesehatan (medical check-up). Pasien mungkin

terdapat obesitas atau memiliki gejala awal nyeri dada. Gejala-gejala lain yang

mungkin bisa tampak diantaranya berkeringat, jantung berdebar, nafas pendek

dan cemas

1.6 Diagnosis

1. Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien dengan faktor risiko seperti

kegemukan, diabetes mellitus, konsumsi tinggi lemak, merokok dan

faktor risiko lainnya.

2. Pada pemeriksaan fisik sukar ditemukan kelainan yang spesifik kecuali

jika didapatkan riwayat penyakit yang menjadi faktor risiko

9

Page 10: dislipidemia

dislipidemia. Selain itu, kelainan mungkin didapatkan bila sudah terjadi

komplikasi lebih lanjut seperti penyakit jantung koroner.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam

menegakkan diagnosa. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan

kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida

plasma (Anwar, 2004).

a. Persiapan

Pasien sebaiknya berada dalam keadaan metabolik yang stabil tanpa adanya

perubahan berat badan, pola makan, kebiasaan merokok, olahraga, tidak sakit

berat ataupun tidak ada operasi dalam 2 bulan terakhir. Selain itu, sebaiknya

pasien tidak mendapatkan pengobatan yang mempengaruhi kadar lipid dalam 2

minggu terakhir. Apabila keadaan ini tidak memungkinkan, pemeriksaan tetap

dilakukan dan disertai dengan catatan (Anwar, 2004).

Untuk pemeriksaan TG diperlukan puasa 12 jam (semalam),

selama puasa boleh minum air putih.

Untuk pemeriksaan kol-total tidak perlu puasa.

Bila kol-LDL diperiksa secara direk, tidak perlu puasa.

Bila kol-LDL diperiksa secara indirek, persiapannya tetap

dengan puasa 12 jam.

b. Pengambilan Bahan Pemeriksaan

Pengambilan bahan dilakukan dengan melakukan bendungan vena

seminimal mungkin dan bahan yang diambil adalah serum.

c. Analisis

Analisis kadar kolesterol dan trigliserida dilakukan dengan metode

enzimatik sedangkan analisis kadar kolesterol HDL dan kolesterol LDL

dilakukan dengan metode presipitasi dan enzimatik. Kadar kolesterol

LDL dapat dilakukan secara langsung atau menggunakan rumus

Friedewaid jika didapatkan kadar trigliserida < 400mg/d menggunakan

rumus sebagai berikut (Anwar, 2004):

10

Page 11: dislipidemia

*Rumus ini tidak dapat digunakan bila kadar TG > 400 mg/dL.

1.7 Penatalaksanaan dislipidemia

Penatalaksanaan dalam dislipidemia dimulai dengan melakukan

penilaian jumlah faktor risiko penyakit jantung koroner pada pasien untuk

menentukan kolesterol-LDL yang harus dicapai. Berikut ini adalah tabel faktor

resiko (selain kolesterol LDL) yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang

ingin dicapai berdasarkan NCEP-ATP III (Sudoyo, 2006):

Tabel 7. Faktor Risiko (Selain Kolesterol LDL) yang Menentukan Sasaran

Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai

Faktor Risiko (Selain Kolesterol LDL) yang Menentukan Sasaran

Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai

- Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun.

- Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah

usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun.

- Kebiasaan merokok

- Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat obat

antihipertensi)

- Kolesterol HDL rendah ( <40 mg/dl). Jika didapatkan kolesterol

HDL ≥60mg/dl maka mengurangi satu faktor risiko dari jumlah

total

Setelah menemukan banyaknya faktor risiko pada seorang pasien,

maka pasien dibagi kedalam tiga kelompok risiko penyakit arteri koroner yaitu

risiko tinggi, risiko sedang dan risiko tinggi. Hal ini digambarkan pada tabel

berikut ini (Sudoyo, 2006) :

Tabel 8. Tiga Kategori Resiko yang Menentukan Sasaran Kolesterol LDL yang

Ingin Dicapai berdasarkan NCEP (Sudoyo, 2006)

Kategori Resiko Sasaran Kolesterol

11

Page 12: dislipidemia

LDL (mg/dl)

1. Resiko Tinggi

a. Mempunyai Riwayat PJK dan

b. Mereka yang mempunyai risiko yang disamakan

dengan PJK

- Diabetes Melitus

- Bentuk lain penyakit aterosklerotik yaitu stroke,

penyakit arteri perifer, aneurisma aorta

abdominalis

- Faktor risiko multipel (> 2 faktor risiko) yang

mempunyai risiko PJK dalam waktu 10 tahun

> 20 % (lihat skor risiko Framingham)

2. Resiko Multipel (≥2 faktor resiko) dengan risiko

PJK dalam kurun waktu 10 tahun < 20%

3. Resiko Rendah (0-1 faktor resiko) dengan risiko

PJK dalam kurun waktu 10 tahun < 10 %

<100

<130

<160

Selanjutnya penatalaksanaan pada pasien ditentukan berdasarkan

kategori risiko pada tabel diatas. Berikut ini adalah bagan penatalaksanaan

untuk masing-masing katagori risiko ( Sudoyo, 2006):

Gambar 4. Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko tinggi

12

Page 13: dislipidemia

Gambar 5. Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko sedang

Gambar 6. Bagan Penatalaksanaan Dislipidemia dengan faktor resiko 0-1

Penatalaksanaan Dislipidemia terdiri dari:

1. Penatalaksanaan Umum

Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya nonfarmakologis

yang meliputi modifikasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan.

Terapi diet memiliki tujuan untuk menurunkan risiko PJK dengan mengurangi

asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan keseimbangan kalori,

sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya

memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta

pembatasan asupan kalori (Anwar, 2004)

2. Penatalaksanaan Non- Farmakologi

a. Terapi Nutrisi Medis

Terapi diet dimulai dengan menilai pola makan pasien,

mengidentifikasi makanan yang mengandung banyak lemak jenuh dan

kolesterol serta berapa sering keduanya dimakan. Jika diperlukan ketepatan

yang lebih tinggi untuk menilai asupan gizi, perlu dilakukan penilaian yang

13

Page 14: dislipidemia

lebih rinci, yang biasanya membutuhkan bantuan ahli gizi. Penilaian pola

makan penting untuk menentukan apakah harus dimulai dengan diet tahap I

atau langsung ke diet tahap ke II. Hasil diet ini terhadap kolesterol serum

dinilai setelah 4-6 minggu dan kemudian setelah 3 bulan (Anwar, 2004).

Pada pasien dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total yang

tinggi sebaiknya mengurangi asupan lemak total dan lemak jenuh

(saturated fatty acid/SAFA), dan meningkatkan asupan lemak tak jenuh

rantai tunggal dan ganda (mono dan poly unsaturated fatty acid/MUFA dan

PUFA). Asupan karbohidrat, alkohol dan lemak perlu dikurangi pada

pasien dengan kadar trigliserida yang tinggi (Sudoyo, 2006).

Tabel 9. Komposisi Tahap I dan Tahap II

Tabel 10. Komposisi Makanan untuk Hiperkolesterolemia

b. Aktivitas Fisik

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat

meningkatkan kadar HDL dan Apo AI, menurunkan resistensi insulin,

meningkatkan sensitivitas dan meningkatkan keseragaman fisik,

menurunkan trigliserida dan LDL, dan menurunkan berat badan (Azwar,

2004).

Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :

1. Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit

2. Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut

jantung maksimal ( 220 - umur ) selama 20-30 menit .

3. Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan - lahan,

selama 5-10 menit. Frekuensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu dengan

14

Page 15: dislipidemia

lama latihan seperti diutarakan diatas. Dapat juga dilakukan 2-3x/

minggu dengan lama latihan 45-60 menit dalam tahap aerobik.

Pada prinsipnya pasien dianjurkan melaksanakan aktivitas fisik sesuai

dengan kondisi dan kemampuan pasien agar aktivitas ini berlangsung terus-

menerus (Sudoyo, 2006).

3. Penatalaksanaan Farmakologi

Setelah 6 minggu terapi non farmakologis, dilakukan evaluasi ulang.

Bila belum mencapai kadar kolesterol LDL sasaran yang diharapkan, perlu

ditingkatkan/intensifikasi terapi non-farmakologis. Disamping itu, tentu harus

dicari pula penyebab dislipidemia sekunder. Bila 6 minggu berikutnya kadar

kolesterol LDL masih belum mencapai sasaran, ditambahkan terapi

farmakologis dengan tetap melanjutkan terapi non-farmakologis.

Saat ini didapat beberapa golongan obat yaitu golongan resin, asam

nikotinat, golongan statin, derivat asam fibrat, ezetimibe, dan lain-lain namun

obat lini pertama yang danjurkan oleh NCEP-ATP III adalah HMG-CoA

reductase inhibitor (Azwar, 2004). Apabila ditemukan kadar trigliserida

>400mg/dl maka pengobatan dimulai dengan golongan asam fibrat untuk

menurunkan trigliserida.

Menurut kesepakatan kadar kolesterol LDL merupakan sasaran utama

pencegahan penyakit arteri koroner sehingga ketika telah didapatkan kadar

trigliserida yang menurun namun kadar kolesterol LDL belum mencapai

sasaran maka HMG-CoA reductase inhibitor akan dikombinasikan dengan

asam fibrat. Selain itu, terdapat obat kombinasi dalam satu tablet (Niaspan

yang merupakan kombinasi lovastatin dan asam nikotinik) yang jauh lebih

efektif dibandingkan dengan lovastatin atau asam nikotinik sendiri dalam dosis

tinggi (Sudoyo, 2006).

15

Page 16: dislipidemia

Tabel 11. Target kolesterol LDL (mg/dl):

Kategori ResikoTarget

LDL

Kadar LDL

untuk mulai

PGH

Kadar LDL untuk mulai terapi

farmakologis

PJK atau yang

disamakn PJK

< 100 100 130

(100-129 pemberian obat

opsional)

Faktor resiko

2

< 130 130 10 tahun risiko 10-20% :

130

10 tahun risiko <10% : >160

Faktor resiko 0-1 < 160 160 190

(160-189 pemberian obat

opsional)

Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan

statin atau sekuestran asam empedu atau nicotic acid. Pemantauan profil lipid

dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai, pemantauan dilanjutkan

setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi target belum tercapai,

intensifkan/naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain (PDT, 2009).

KLASIFIKASI OBAT-OBAT HIPOLIPIDEMIK

Penghambat

HMGCoA

Reduktase

Sekueastran

Asam

Empedu

Asam

NikotinatAsam Fibrat

Penghambat

Absorpsi

Kolesterol

Simvastatin

Lovastatin

Pravastatin

Fluvastatin

Atorvastatin

Rosuvastatin

Kolestiramin

Kolestipol

Asam

Nikotinat

Bezafibrat

Fenofibrat

Gemfibrozil

Ezetimibe

Tabel 12. Klasifikasi Obat-obat Hipolipidemi

16

Page 17: dislipidemia

Setiap obat hipolipidemik memiliki kekuatan kerja masing-masing

terhadapat kolesterol LDL, kolesterol HDL, maupun trigliserida. Sesuai dengan

kemampuan tiap jenis obat, maka obat yang dipilih bergantung pada jenis

dislipidemia yang ditemukan.

Tabel 13. Obat Hipolipidemik: Efek Obat Terhadap Kadar Lipid Serum

Kebanyakan obat hipoglikemik dapat dikombinasikan penggunaannya

tetapi kombinasi golongan statin dan golongan fibrat, atau golongan statin dan

asam nikotinat, perlu pemantauan lebih ketat. Sebaiknya tidak memberikan

kombinasi gemfibrozil dan statin.

Pada penderita dengan kadar trigliserida >350 mg/dl, golongan statin dapat

digunakan (statin dapat menurunkan trigliserida) karena sasaran kolesterol

LDL adalah sasaran pengobatan. Pada pasien dengan dislipidemia campuran

yaitu hiperkolesterolemia dan hipertrigliserida, terapi tetap dimulai dengan

statin. Apabila kadar trigliserida masih tetap tinggi maka perlu kombinasi

dengan fibrat atau kombinasi statin dan asam nikotinat. Harus berhati-hati

17

Obat Kol-LDL Kol-HDL Trigliserid

Statin 18-55 % 5-15 % 7-30 %

Resin 15-30 % 3-5 % -/

Fibrat 5-25 % 10-20% 20-50 %

Asam Nikotinat 5-25 % 15-35 % 20-50 %

Penghambat

Absorbsi Kolesterol

17-18 % 3-4 % -

Page 18: dislipidemia

dengan terapi kombinasi statin dan fibrat maupun statin asam nikotinat oleh

karena dapat meningkatkan timbulnya efek samping yaitu miopati.

Pemantauan efek samping obat harus dilakukan terutama pada mereka

dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. Kemudian setiap terdapat keluhan

yang mirip miopati maka sebaiknya diperiksa kadar creatinin kinase (CK).

Obat Hipolipidemik diantaranya adalah :

1. Golongan Statin

Statin sangat efektif dalam menurunkan kol-LDL dan relatif

aman. Obat ini bekerja menghambat sintesis kolesterol di hati, dengan

demikian akan menurunkan kolesterol darah. Efek samping golongan

statin terjadi pada sekitar 2% kasus, biasanya berupa nyeri

muskuloskeletal, nausea, vomitus, nyeri abdominal, konstipasi dan

flatulen. Makin tinggi dosis statin makin besar kemungkinan terjadinya

efek samping.

2. Golongan Asam Fibrat

Derivat dari asam fibrat mempunyai efek meningkatkan

aktivitas lipoprotein lipase, menghambat produksi VLDL hati dan

meningkatkan aktivitas reseptor LDL. Golongan ini terutama

menurunkan trigliserida dan meningkatkan kol-HDL dengan efek

terhadap kol-total dan LDL cukup. Efek samping jarang, yang tersering

adalah gangguan gastrointestinal, peningkatan transaminase, dan reaksi

alergi kulit, serta miopati.

3. Golongan Asam Nikotinat

Asam nikotinat memiliki efek yang bermanfaat untuk semua

kelainan fraksi lipid. Obat ini menurunkan produksi VLDL di hepar

yang berakibat turunnya kol-LDL dan trigliserida serta meningkatnya

kol-HDL. Efek sampingnya cukup besar, antara lain flusihing, gatal di

kulit, gangguan gastrointestinal, hiperglikemia, dan hiperurisemia.

Asam nikotinat lepas lambat seperti niaspan mempunyai efek samping

yang lebih rendah.

18

Page 19: dislipidemia

4. Golongan Resin Pengikat Asam Empedu

Golongan ini mengikat asam empedu di dalam usus,

menghambat resirkulasi entero-hepatik asam empedu. Hal ini berakibat

peningkatan konversi kolesterol menjadi asam empedu di hati sehingga

kandungan kolesterol dalam sel hati menurun. Akibatnya aktivitas

reseptor LDL dan sintesis kolesterol intrahepatik meningkat. Total

kolesterol dan kolesterol LDL menurun, tetapi kolesterol HDL tetap

atau naik sedikit. Pada penderita hipertrigliserida, obat ini dapat

menaikkan kadar trigliserida dan menurunkan kolesterol HDL. Obat ini

tergolong kuat dan efek samping yang ringan. Efek sampingnya adalah

keluhan gastrointestinal seperti kembung, konstipasi, sakit perut dan

perburukan hemoroid.

5. Golongan Penghambat Absropsi Kolesterol

Ezetimibe adalah obat pertama yang dipasarkan dari golongan

obat penghambat absorpsi kolesterol, secara selektif menghambat

absorpsi kolesterol dari lumen usus halus ke enterosit. Obat ini tidak

mempengaruhi absorpsi trigliserida, asam lemak, asam empedu, atau

vitamin yang larut dalam lemak termasuk A, D, E, dan a dan

carotene. Ezetimibe 10 mg dikombinasikan dengan atorvastatin 10 mg

sama efektifnya dengan pemberian atorvastatin 80 mg. Efek samping

bila diberikan tanpa kombinasi, adalah sakit kepala, sakit perut, dan

diare.

19

Page 20: dislipidemia

Tabel 14. Obat Hipolipidemik, Dosis, dan Efek Sampingnya

BAB III

KESIMPULAN

Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL

kolesterol dalam darah atau trigliserida dalam darah yang dapat disertai

penurunan kadar HDL kolesterol

Dislipidemia dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya

memiliki peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain,

sehingga tidak mungkin dibahas sendiri-sendiri. Ketiganya dikenal sebagai

triad lipid, yaitu:

Kolesterol total

Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar

kolesterol total darah dengan resiko penyakit jantung koroner (PJK) sangat

kuat, konsisten, dan tidak bergantung pada faktor resiko lain. Penelitian

genetik, eksperimental, epidemiologis, dan klinis menunjukkan dengan jelas

bahwa peningkatan kadar kolesterol total mempunyai peran penting pada

patogenesis penyakit jantung koroner (PJK).

Kolesterol HDL dan kolesterol LDL

Bukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negatif antara

kadar kolesterol HDL dengan penyakit jantung koroner. Intervensi obat atau

diet dapat menaikan kadar kolesterol HDL dan dapat mengurangi penyakit

jantung koroner.

Trigliserida

20

Page 21: dislipidemia

Kadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan

dengan penyakit jantung koroner apabila disertai adanya penurunan kadar

kolesterol HDL.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Bahri. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung

Koroner. Medan : FK USU.

Darey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.

Ganiswarna, Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru.

PDT. 2009. Standar Pelayanan Medis RSUD AW Sjahrannie SMF IPD.

Samarinda : RSUD AW Sjahrannie SMF IPD.

Silbernagl, Stefan, Florian, Lang. 2000. Color Atlas of Patophysiology.

New York : Thieme.

Sudoyo, Ary, Setyohadi, Bambang, Alwi, Idrus. 2009. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.

Sukandar, Elind., et al. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI.

21