19
BAB 2 Teori Dasar Sistem penyedia air bersih berfungsi untuk menyediakan aliran air bersih dengan cara mengalirkan air dari sumber air kota, sumur atau tanki penyimpanan lainnya ke bagian-bagian gedung yang dikehendaki. Perancangan sistem penyedia air bersih dimaksudkan untuk menjamin tekanan dan laju aliran yang cukup untuk alat-alat plambing yang tersedia. 2.1 Model Sistem Penyediaan Air Bersih Saat ini dikenal beberapa model sistem penyediaan air bersih. Model- model ini dipilih karakteristik serta kesesuaiannya dengan gedung dan lingkungan sekitar. Beberapa model sistem penyedia air bersih antara lain: 1) Sistem Sambungan Langsung Sistem seperti ini merupakan sistem yang paling sederhana. Skema sistem ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dalam sistem ini, sumber air yaitu pipa dinas PDAM langsung disambung dengan pipa distribusi bangunan. Karena adanya batasan tekanan dan laju aliran air maka sistem seperti ini hanya cocok untuk diterapkan untuk kebutuhan air kecil misalnya daerah perumahan dan gedung-gedung rendah.

distribusi air bersih

Embed Size (px)

DESCRIPTION

free

Citation preview

Page 1: distribusi air bersih

BAB 2 Teori Dasar

Sistem penyedia air bersih berfungsi untuk menyediakan aliran air bersih

dengan cara mengalirkan air dari sumber air kota, sumur atau tanki penyimpanan

lainnya ke bagian-bagian gedung yang dikehendaki. Perancangan sistem penyedia

air bersih dimaksudkan untuk menjamin tekanan dan laju aliran yang cukup untuk

alat-alat plambing yang tersedia.

2.1 Model Sistem Penyediaan Air Bersih

Saat ini dikenal beberapa model sistem penyediaan air bersih. Model-

model ini dipilih karakteristik serta kesesuaiannya dengan gedung dan lingkungan

sekitar. Beberapa model sistem penyedia air bersih antara lain:

1) Sistem Sambungan Langsung

Sistem seperti ini merupakan sistem yang paling sederhana. Skema sistem

ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dalam sistem ini, sumber air yaitu pipa

dinas PDAM langsung disambung dengan pipa distribusi bangunan.

Karena adanya batasan tekanan dan laju aliran air maka sistem seperti ini

hanya cocok untuk diterapkan untuk kebutuhan air kecil misalnya daerah

perumahan dan gedung-gedung rendah.

Page 2: distribusi air bersih

Gambar 2.1 Skema aliran sistem sambungan langsung

2) Sistem Tanki Atap

Dalam sistem ini air ditampung terlebih dahulu di tanki bawah (tanki

sementara), kemudian dipompakan ke tanki atap, atau tanki yang terletak di

lantai paling atas suatu bangunan. Dari tanki atap ini, air didistribusikan ke

tempat-tempat yang dikehendaki. Skema aliran sistem ini dapat dilihat

pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Skema aliran sistem tanki atap

Page 3: distribusi air bersih

Penerapan sistem ini mengacu pada alasan-alasan berikut:

• Perubahan tekanan air dalam alat-alat plambing sangat kecil.

Perubahan tekanan yang terjadi hanyalah perubahan tekanan statis

akibat ketinggian muka air di tanki atap

• Pompa otomatis yang berfungsi menaikkan air dari tanki bawah ke

tanki atap bekerja dengan cara yang sederhana. Kecil kemungkinan

terjadi kesalahan sistem.

• Perawatan tanki atap sangat sederhana, dibandingkan dengan tanki

tekan.

3) Sistem Tanki Tekan

Dalam sistem ini, mula-mula air ditampung dalam sebuah tanki penyimpan

kemudian dipompakan ke dalam sebuah tanki tertutup berisikan udara

bertekanan. Karena udara dalam tanki terkompresi, air dengan sendirinya

mengalir ke dalam pipa menuju alat-alat plambing. Skema aliran sistem

tanki tekan dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Skema aliran sistem tanki tekan

Page 4: distribusi air bersih

Kelebihan-kelebihan sistem ini antara lain:

• Lebih estetik, tidak terlalu mencolok dibanding tanki atap. Tanki tekan

dapat disembunyikan di basement bangunan.

• Mudah perawatannya karena dapat diletakkan di ruang mesin atau

basement, bersama dengan mesin-mesin lain dalam gedung.

• Harganya lebih murah dibanding tanki atap yang terkadang

membutuhkan menara

Kekurangan-kekurangan sistem ini antara lain:

• Fluktuasi tekanan yang besar jika dibandingkan dengan sistem tanki

atap

• Membutuhkan tambahan kompresor untuk mengganti kehilangan

udara dalam tanki setelah beberapa waktu pemakaian.

• Sebagian besar air dalam tanki hanya berfungsi untuk

mempertahankan tekanan. Jumlah air efektif dalam tanki untuk

dialirkan relatif lebih sedikit. Hal ini mengakibatkan pompa akan

sering bekerja dan menyebabkan keausan pada saklar

4) Sistem tanpa tanki (booster system)

Sistem ini tidak menggunakan tanki apapun, melainkan menggunakan

pompa tambahan (booster pump) untuk mengalirkan air dari sumber atau

cadangan ke tempat-tempat yang dikehendaki.

Kelebihan-kelebihan sistem tanpa tanki ini antara lain:

• Mengurangi kemungkinan pencemaran, karena tidak adanya tanki

• Mengurangi kemungkinan karat, sebab kontak antara udara dengan air

relatif singkat

• Mengurangi beban struktur bangunan

Page 5: distribusi air bersih

• Dapat menggantikan fungsi menara air

Kekurangan-kekurangan sistem ini antara lain:

• Pemakaian daya yang besar dibandingkan sistem tanki atap

• Sistem booster pump relatif lebih mahal

Pada bangunan ini dipilih sistem tanki atap sebagai sistem penyedia air

bersih. Pertimbangannya antara lain karena instalasi utama plambing terletak di

lantai bawah, sehingga memudahkan perawatan dan perbaikannya. Selain itu pada

sistem ini pompa hanya akan mengalirkan air dari tanki bawah ke tanki-tanki atas,

alat-alat plambing pada bagian-bagian gedung seperti toilet dan dapur akan

mengandalkan tekanan statis dari tanki air di lantai atasnya. Hal ini akan lebih

menghemat kerja pompa dibandingkan jika pompa mengalirkan air langsung ke

alat-alat plambing yang dituju, dan memenuhi seluruh tekanan kerja alat plambing

dan kehilangan tekanan di sepanjang jalur pemipaan.

2.2 Sistem Pemipaan dan Distribusi

Pada umumnya dikenal dua macam distribusi untuk sistem pipa penyedia

air, sistem distribusi ke atas dan sistem distribusi ke bawah, skema kedua sistem

dapat dilihat pada Gambar 2.4. Pada sistem distribusi ke atas, cabang pipa terletak

di bagian bawah. Dari cabang ini, pipa-pipa mendatar sepanjang lantai berbelok ke

atas untuk mengaliri lantai-lantai di atasnya. Sedangkan pada sistem distribusi ke

bawah, cabang pipa terletak di bagian atas. Dari cabang ini, pipa-pipa mendatar

sepanjang lantai berbelok kebawah untuk mengaliri lantai-lantai dibawahnya.

Page 6: distribusi air bersih

Gambar 2.4 Sistem pipa distribusi ke atas (kiri) dan ke bawah (kanan)

2.3 Penaksiran Kebutuhan Air

2.3.1 Penaksiran kebutuhan air rata-rata

Kebutuhan air (Qh) dalam hal ini adalah jumlah air yang dibutuhkan suatu

gedung untuk aktivitasnya sehari-hari. Jumlah rata-rata kebutuhan air sebuah

gedung dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu:

1. Jika jumlah penghuni suatu gedung dapat diketahui, maka kebutuhan air

gedung untuk setiap harinya dapat diperkirakan berdasarkan standar

pemakaian air perhari.

2. Jika jumlah penghuni tidak dapat dipastikan, seperti yang umumnya

terjadi, maka dapat dilakukan pendekatan dengan memperkirakan

kepadatan hunian dan luas lantai efektif. Nilai kepadatan hunian berkisar

antara 5 - 10 m2/orang. Sedangkan luas lantai efektif dalam hal ini adalah

kepadatan hunian perluas lantai total, nilainya berkisar antara 55% s.d.

80%. Dengan cara ini jumlah penghuni dapat diperkirakan. Nilai

kebutuhan air gedung perhari dapat ditentukan dengan mengalikan

Page 7: distribusi air bersih

perkiraan jumlah penghuni dengan rata-rata pemakaian air per orang, yang

dapat dilihat dari Tabel 2.1.

Page Break

Tabel 2.1 Pemakaian air rata-rata per orang setiap hari [1]

Page 8: distribusi air bersih
Page 9: distribusi air bersih

2.3.2 Penaksiran kebutuhan air pada jam puncak

Perlu diperhatikan bahwa penggunaan air gedung tidaklah sama setiap

harinya. Karena itulah, perkiraan penggunaan air harus mempertimbangkan jam

air puncak, yaitu jumlah kebutuhan air pada waktu-waktu tertinggi yang melebihi

pemakaian air rata-rata perhari. Jam air puncak ini disebut sebagai Qh-max. Nilai

jam air puncak (Qh-max) dapat dicari dengan dua cara, yaitu:

1. Berdasarkan faktor maksimum c

Qh-max = c ( Qh ) (2.1)

dimana Qh = Pemakaian air rata-rata (m3/jam) c = nilainya berkisar antara 1,5 sampai 2 [1]

2. Berdasarkan faktor pemakaian

Yaitu dengan mempertimbangkan kebutuhan air masing-masing alat

plambing dan faktor pemakaian bersamanya, mengingat tidak semua alat

plambing dalam gedung dipakai seluruhnya secara bersamaan. Pemakaian

air untuk setiap alat plambing dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan faktor

pemakaian untuk jumlah alat plambing tertentu dapat dilihat pada Tabel

2.3.

Tabel 2.2 Pemakaian air setiap alat plambing [1]

Page 10: distribusi air bersih

Tabel 2.3 Faktor Pemakaian dan jumlah alat plambing [1]

2.4 Penentuan Kapasitas Aliran Puncak

Kapasitas aliran puncak (Qpuncak) didefinisikan sebagai besarnya debit

aliran air pada saat penggunaan serentak alat-alat plambing. Perkiraan kapasitas

aliran puncak (Qpuncak) dihitung berdasarkan metode Unit Alat Plambing (UAP),

yaitu dengan menetapkan satuan beban aliran yang diperkirakan akan mengalir

pada tiap-tiap alat plambing dan jaringan pipa yang berhubungan.

Perkiraan kapasitas aliran puncak (Qpuncak) diperoleh dari hubungan jumlah

Unit Alat Plambing (UAP) terhadap laju aliran dengan mengacu pada Gambar 2.5

dan jumlah Unit Alat Plambing (UAP) untuk setiap jalur pemipaan. Sedangkan

besarnya Unit Alat Plambing (UAP) untuk masing-masing alat plambing dapat

dilihat pada Tabel 2.4.

Page 11: distribusi air bersih

Gambar 2.5 Hubungan antara Unit Alat Plambing (UAP) dengan laju aliran [1]

Tabel 2.4 Unit Alat Plambing (UAP) untuk masing-masing alat plambing [1]

Page 12: distribusi air bersih

2.5 Penaksiran kapasitas pompa

Kapasitas pompa harus dapat memenuhi kebutuhan air puncak gedung.

Namun perlu diperhatikan, bahwa pompa tidak dioperasikan terus-menerus selama

24 jam, melainkan sekitar 30% s.d. 80% waktu operasi gedung.

Kapasitas pompa dapat ditentukan dengan pendekatan,

Qpompa = Qpuncak / Tpompa (2.2)

dimana Tpompa : lama pemompaan (jam)

Page 13: distribusi air bersih

2.6 Penentuan Ukuran Peralatan

2.6.1 Penentuan volume tanki bawah

Skema aliran yang menuju dan dari tanki bawah dapat dilihat pada Gambar

2.6. Air mengalir dari sumber air, ditampung sementara pada tanki bawah, untuk

kemudian dialirkan dengan pompa ke bagian-bagian gedung.

Gambar 2.6 Skema aliran air menuju dan dari tanki bawah

. Sumber air bisa berasal dari sumur atau sumber air kota (PDAM).

Pemilihannya didasarkan pada ketersediaan air di lingkungan sekitar gedung dan

biaya instalasi dan operasional sistem. Kapasitas sumber air harus dapat memenuhi

kebutuhan air maksimum per hari dalam gedung, karena itu nilainya diasumsikan

sama dengan Qpuncak. Kapasitas tanki bawah dapat diperkirakan dari selisih antara

kapasitas pemompaan dengan kapasitas sumber air selama waktu pemompaan

(Tpompa), sehingga:

Vol. Tanki bawah = (Qpompa – Qsumber) . Tpompa (2.3)

dimana Qsumber = Qpuncak

2.6.2 Penentuan volume tanki atas

Skema aliran air menuju dan dari tanki atas disajikan pada Gambar 2.7. Air

yang mengalir dari tanki bawah akibat kerja pompa ditampung sementara pada

tanki atas, untuk kemudian dialirkan kembali menuju alat-alat plambing.

tanki Sumber Pompa

Page 14: distribusi air bersih

Gambar 2.7 Skema aliran menuju dan dari tanki atas

Tanki atas dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan puncak (Qpuncak)

penyediaan air. Kapasitas puncak dalam jaringan pemipaan harus dapat memenuhi

kapasitas alat-alat plambing yang direncanakan, sehingga besar kapasitas alat-alat

plambing dapat disamakan dengan kapasitas aliran puncak (Qpuncak). Sedangkan

waktu aliran air puncak, yaitu pemakaian air dalam jumlah terbanyak umumnya,

berlangsung sekitar 30 s.d. 50 menit perharinya. Selain itu tanki atas harus

memperhitungkan volume air pengisi, yaitu volume air pada saat aliran belum

dapat dialirkan oleh pompa pada saat start. Lamanya waktu antara start pompa

sampai aliran dapat mengalir ke dalam tanki atas umumnya berkisar antara 5 s.d.

10 menit. Kapasitas tanki atas dapat dicari dengan rumusan sebagai berikut:

Vol. tanki atas = {(Qpuncak – Qh-max) x Tpuncak} + (Qpompa x Tisi) (2.4)

dimana Tpuncak : 30 s.d. 50 menit [2] Tpompa : 5 s.d. 10 menit

2.6.3 Penentuan ukuran pipa naik (riser)

Pipa naik (riser) merupakan bagian pemipaan yang berfungsi untuk

mengalirkan air dari tanki bawah menuju tanki atas. Aliran air pada pipa ini terjadi

akibat adanya kerja pompa, karena itu kapasitas aliran pipa naik dapat dianggap

sama dengan kapasitas pemompaan (Qpompa). Ukuran pipa naik dapat dicari dari

hubungan antara kapasitas aliran dalam pipa dengan standar kecepatan aliran air

dalam pipa, yang berkisar antara 2 s.d. 3 m/detik. [3]

tanki

atas

Alat-alat Pompa

Page 15: distribusi air bersih

Qriser = A . V (2.5)

Qriser = (π D2 / 4) . v

dimana Qriser : Qpompa A : luas penampang melintang pipa D : melintang diameter penampang pipa v : standar kecepatan aliran air dalam pipa (2-3 m/s)[3]

2.6.4 Penentuan ukuran pipa tegak dan pipa mendatar

Pipa tegak adalah bagian pemipaan yang berfungsi mengalirkan air dari

tanki atas menuju pipa mendatar, sedangkan pipa mendatar adalah bagian

pemipaan yang berfungsi mengalirkan air dari pipa tegak menuju alat-alat

plambing. Penentuan ukuran pipa tegak dan pipa mendatar ini dapat dilakukan

dengan cara yang sama seperti pada penentuan ukuran pipa naik, persamaan (2.5).

2.7 Penentuan Spesifikasi Pompa

2.7.1 Perhitungan head loss

Kehilangan tekanan (head loss) aliran pada rangkaian pemipaan perlu

ditutupi untuk menjamin tekanan aliran memenuhi spesifikasi tekanan kerja alat-

alat plambing. Pada umumnya (head loss) terjadi akibat gesekan air dengan

permukaan pipa selama ada aliran, yang biasa disebut sebagai head loss mayor.

Kerugian gesek dalam pipa dapat ditentukan dengan persamaan Darcy-Weisbach,

h = f (l / d) (v2 / 2g) (2.6)

dimana h : Kerugian gesek pipa lurus (m) f : Koefisien kehilangan tekanan l : Panjang pipa lurus (m) d : Diameter dalam pipa (m) v : Kecepatan rata-rata aliran air ( m/s ) g : Konstanta gravitasi (9,81 m/s2)

Kemudian dengan menggunakan persamaan Hazen-Williams, maka dapat

ditentukan laju aliran air yang ada,

Page 16: distribusi air bersih

Q = (1,67) (c) (d 2,63) (i 0,54) (10000) (2.7)

dimana Q : Laju aliran air (ℓ/menit) c : Koefisien kecepatan aliran untuk masing-masing

jenis pipa, dapat dilihat pada Tabel 2.6 d : Diameter dalam pipa (m) i : h/l = Gradien hidrolik (m/m)

Tabel 2.5 Koefisien kecepatan aliran untuk berbagai jenis pipa

Pada prakteknya, penentuan kehilangan tekanan dilakukan dengan merujuk

pada grafik aliran yang digambarkan berdasarkan rumus diatas untuk masing-

masing jenis pipa. Pada Gambar 2.8 dan 2.9 disajikan grafik antara laju aliran dan

kerugian gesek dalam pipa untuk pipa baja karbon dan pipa PVC kaku.

Page 17: distribusi air bersih

Gambar 2.8 Kerugian gesek dalam pipa baja karbon

Page 18: distribusi air bersih

Gambar 2.9 Kerugian gesek dalam pipa PVC kaku

Kehilangan tekanan juga terjadi karena adanya perubahan besar dan arah

kecepatan aliran akibat perlengkapan pemipaan seperti elbow, reducer, valve, dan

Page 19: distribusi air bersih

lain-lain. Kehilangan tekanan ini biasa disebut head loss minor. Besarnya

dinyatakan sebagai panjang ekivalen, dimana kehilangan tekanan pada

perlengkapan disetarakan dengan kehilangan tekanan pada suatu panjang pipa

lurus dengan diameter yang sama. Nilai panjang ekivalen untuk perlengkapan

pemipaan disajikan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Panjang ekivalen untuk berbagai perlengkapan pemipaan

2.7.2 Perhitungan head pompa

Head total pompa adalah jumlah head yang harus dapat disediakan pompa

untuk dapat mengalirkan air sesuai dengan yang direncanakan. Head total pompa

dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

H = Hstatis + Hloss + v2/2g (2.8)

dimana, H : Head total pompa Hstatis : Perbedaan tinggi muka air antara sisi hisap dan sisi

tekan sistem pompa (m) Hloss : Total kerugian gesek sistem (m) v2/2g : Sisa tekanan pada pipa keluar (m)