Upload
ivananggikharisma
View
41
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
free
Citation preview
BAB 2 Teori Dasar
Sistem penyedia air bersih berfungsi untuk menyediakan aliran air bersih
dengan cara mengalirkan air dari sumber air kota, sumur atau tanki penyimpanan
lainnya ke bagian-bagian gedung yang dikehendaki. Perancangan sistem penyedia
air bersih dimaksudkan untuk menjamin tekanan dan laju aliran yang cukup untuk
alat-alat plambing yang tersedia.
2.1 Model Sistem Penyediaan Air Bersih
Saat ini dikenal beberapa model sistem penyediaan air bersih. Model-
model ini dipilih karakteristik serta kesesuaiannya dengan gedung dan lingkungan
sekitar. Beberapa model sistem penyedia air bersih antara lain:
1) Sistem Sambungan Langsung
Sistem seperti ini merupakan sistem yang paling sederhana. Skema sistem
ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dalam sistem ini, sumber air yaitu pipa
dinas PDAM langsung disambung dengan pipa distribusi bangunan.
Karena adanya batasan tekanan dan laju aliran air maka sistem seperti ini
hanya cocok untuk diterapkan untuk kebutuhan air kecil misalnya daerah
perumahan dan gedung-gedung rendah.
Gambar 2.1 Skema aliran sistem sambungan langsung
2) Sistem Tanki Atap
Dalam sistem ini air ditampung terlebih dahulu di tanki bawah (tanki
sementara), kemudian dipompakan ke tanki atap, atau tanki yang terletak di
lantai paling atas suatu bangunan. Dari tanki atap ini, air didistribusikan ke
tempat-tempat yang dikehendaki. Skema aliran sistem ini dapat dilihat
pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Skema aliran sistem tanki atap
Penerapan sistem ini mengacu pada alasan-alasan berikut:
• Perubahan tekanan air dalam alat-alat plambing sangat kecil.
Perubahan tekanan yang terjadi hanyalah perubahan tekanan statis
akibat ketinggian muka air di tanki atap
• Pompa otomatis yang berfungsi menaikkan air dari tanki bawah ke
tanki atap bekerja dengan cara yang sederhana. Kecil kemungkinan
terjadi kesalahan sistem.
• Perawatan tanki atap sangat sederhana, dibandingkan dengan tanki
tekan.
3) Sistem Tanki Tekan
Dalam sistem ini, mula-mula air ditampung dalam sebuah tanki penyimpan
kemudian dipompakan ke dalam sebuah tanki tertutup berisikan udara
bertekanan. Karena udara dalam tanki terkompresi, air dengan sendirinya
mengalir ke dalam pipa menuju alat-alat plambing. Skema aliran sistem
tanki tekan dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Skema aliran sistem tanki tekan
Kelebihan-kelebihan sistem ini antara lain:
• Lebih estetik, tidak terlalu mencolok dibanding tanki atap. Tanki tekan
dapat disembunyikan di basement bangunan.
• Mudah perawatannya karena dapat diletakkan di ruang mesin atau
basement, bersama dengan mesin-mesin lain dalam gedung.
• Harganya lebih murah dibanding tanki atap yang terkadang
membutuhkan menara
Kekurangan-kekurangan sistem ini antara lain:
• Fluktuasi tekanan yang besar jika dibandingkan dengan sistem tanki
atap
• Membutuhkan tambahan kompresor untuk mengganti kehilangan
udara dalam tanki setelah beberapa waktu pemakaian.
• Sebagian besar air dalam tanki hanya berfungsi untuk
mempertahankan tekanan. Jumlah air efektif dalam tanki untuk
dialirkan relatif lebih sedikit. Hal ini mengakibatkan pompa akan
sering bekerja dan menyebabkan keausan pada saklar
4) Sistem tanpa tanki (booster system)
Sistem ini tidak menggunakan tanki apapun, melainkan menggunakan
pompa tambahan (booster pump) untuk mengalirkan air dari sumber atau
cadangan ke tempat-tempat yang dikehendaki.
Kelebihan-kelebihan sistem tanpa tanki ini antara lain:
• Mengurangi kemungkinan pencemaran, karena tidak adanya tanki
• Mengurangi kemungkinan karat, sebab kontak antara udara dengan air
relatif singkat
• Mengurangi beban struktur bangunan
• Dapat menggantikan fungsi menara air
Kekurangan-kekurangan sistem ini antara lain:
• Pemakaian daya yang besar dibandingkan sistem tanki atap
• Sistem booster pump relatif lebih mahal
Pada bangunan ini dipilih sistem tanki atap sebagai sistem penyedia air
bersih. Pertimbangannya antara lain karena instalasi utama plambing terletak di
lantai bawah, sehingga memudahkan perawatan dan perbaikannya. Selain itu pada
sistem ini pompa hanya akan mengalirkan air dari tanki bawah ke tanki-tanki atas,
alat-alat plambing pada bagian-bagian gedung seperti toilet dan dapur akan
mengandalkan tekanan statis dari tanki air di lantai atasnya. Hal ini akan lebih
menghemat kerja pompa dibandingkan jika pompa mengalirkan air langsung ke
alat-alat plambing yang dituju, dan memenuhi seluruh tekanan kerja alat plambing
dan kehilangan tekanan di sepanjang jalur pemipaan.
2.2 Sistem Pemipaan dan Distribusi
Pada umumnya dikenal dua macam distribusi untuk sistem pipa penyedia
air, sistem distribusi ke atas dan sistem distribusi ke bawah, skema kedua sistem
dapat dilihat pada Gambar 2.4. Pada sistem distribusi ke atas, cabang pipa terletak
di bagian bawah. Dari cabang ini, pipa-pipa mendatar sepanjang lantai berbelok ke
atas untuk mengaliri lantai-lantai di atasnya. Sedangkan pada sistem distribusi ke
bawah, cabang pipa terletak di bagian atas. Dari cabang ini, pipa-pipa mendatar
sepanjang lantai berbelok kebawah untuk mengaliri lantai-lantai dibawahnya.
Gambar 2.4 Sistem pipa distribusi ke atas (kiri) dan ke bawah (kanan)
2.3 Penaksiran Kebutuhan Air
2.3.1 Penaksiran kebutuhan air rata-rata
Kebutuhan air (Qh) dalam hal ini adalah jumlah air yang dibutuhkan suatu
gedung untuk aktivitasnya sehari-hari. Jumlah rata-rata kebutuhan air sebuah
gedung dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu:
1. Jika jumlah penghuni suatu gedung dapat diketahui, maka kebutuhan air
gedung untuk setiap harinya dapat diperkirakan berdasarkan standar
pemakaian air perhari.
2. Jika jumlah penghuni tidak dapat dipastikan, seperti yang umumnya
terjadi, maka dapat dilakukan pendekatan dengan memperkirakan
kepadatan hunian dan luas lantai efektif. Nilai kepadatan hunian berkisar
antara 5 - 10 m2/orang. Sedangkan luas lantai efektif dalam hal ini adalah
kepadatan hunian perluas lantai total, nilainya berkisar antara 55% s.d.
80%. Dengan cara ini jumlah penghuni dapat diperkirakan. Nilai
kebutuhan air gedung perhari dapat ditentukan dengan mengalikan
perkiraan jumlah penghuni dengan rata-rata pemakaian air per orang, yang
dapat dilihat dari Tabel 2.1.
Page Break
Tabel 2.1 Pemakaian air rata-rata per orang setiap hari [1]
2.3.2 Penaksiran kebutuhan air pada jam puncak
Perlu diperhatikan bahwa penggunaan air gedung tidaklah sama setiap
harinya. Karena itulah, perkiraan penggunaan air harus mempertimbangkan jam
air puncak, yaitu jumlah kebutuhan air pada waktu-waktu tertinggi yang melebihi
pemakaian air rata-rata perhari. Jam air puncak ini disebut sebagai Qh-max. Nilai
jam air puncak (Qh-max) dapat dicari dengan dua cara, yaitu:
1. Berdasarkan faktor maksimum c
Qh-max = c ( Qh ) (2.1)
dimana Qh = Pemakaian air rata-rata (m3/jam) c = nilainya berkisar antara 1,5 sampai 2 [1]
2. Berdasarkan faktor pemakaian
Yaitu dengan mempertimbangkan kebutuhan air masing-masing alat
plambing dan faktor pemakaian bersamanya, mengingat tidak semua alat
plambing dalam gedung dipakai seluruhnya secara bersamaan. Pemakaian
air untuk setiap alat plambing dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan faktor
pemakaian untuk jumlah alat plambing tertentu dapat dilihat pada Tabel
2.3.
Tabel 2.2 Pemakaian air setiap alat plambing [1]
Tabel 2.3 Faktor Pemakaian dan jumlah alat plambing [1]
2.4 Penentuan Kapasitas Aliran Puncak
Kapasitas aliran puncak (Qpuncak) didefinisikan sebagai besarnya debit
aliran air pada saat penggunaan serentak alat-alat plambing. Perkiraan kapasitas
aliran puncak (Qpuncak) dihitung berdasarkan metode Unit Alat Plambing (UAP),
yaitu dengan menetapkan satuan beban aliran yang diperkirakan akan mengalir
pada tiap-tiap alat plambing dan jaringan pipa yang berhubungan.
Perkiraan kapasitas aliran puncak (Qpuncak) diperoleh dari hubungan jumlah
Unit Alat Plambing (UAP) terhadap laju aliran dengan mengacu pada Gambar 2.5
dan jumlah Unit Alat Plambing (UAP) untuk setiap jalur pemipaan. Sedangkan
besarnya Unit Alat Plambing (UAP) untuk masing-masing alat plambing dapat
dilihat pada Tabel 2.4.
Gambar 2.5 Hubungan antara Unit Alat Plambing (UAP) dengan laju aliran [1]
Tabel 2.4 Unit Alat Plambing (UAP) untuk masing-masing alat plambing [1]
2.5 Penaksiran kapasitas pompa
Kapasitas pompa harus dapat memenuhi kebutuhan air puncak gedung.
Namun perlu diperhatikan, bahwa pompa tidak dioperasikan terus-menerus selama
24 jam, melainkan sekitar 30% s.d. 80% waktu operasi gedung.
Kapasitas pompa dapat ditentukan dengan pendekatan,
Qpompa = Qpuncak / Tpompa (2.2)
dimana Tpompa : lama pemompaan (jam)
2.6 Penentuan Ukuran Peralatan
2.6.1 Penentuan volume tanki bawah
Skema aliran yang menuju dan dari tanki bawah dapat dilihat pada Gambar
2.6. Air mengalir dari sumber air, ditampung sementara pada tanki bawah, untuk
kemudian dialirkan dengan pompa ke bagian-bagian gedung.
Gambar 2.6 Skema aliran air menuju dan dari tanki bawah
. Sumber air bisa berasal dari sumur atau sumber air kota (PDAM).
Pemilihannya didasarkan pada ketersediaan air di lingkungan sekitar gedung dan
biaya instalasi dan operasional sistem. Kapasitas sumber air harus dapat memenuhi
kebutuhan air maksimum per hari dalam gedung, karena itu nilainya diasumsikan
sama dengan Qpuncak. Kapasitas tanki bawah dapat diperkirakan dari selisih antara
kapasitas pemompaan dengan kapasitas sumber air selama waktu pemompaan
(Tpompa), sehingga:
Vol. Tanki bawah = (Qpompa – Qsumber) . Tpompa (2.3)
dimana Qsumber = Qpuncak
2.6.2 Penentuan volume tanki atas
Skema aliran air menuju dan dari tanki atas disajikan pada Gambar 2.7. Air
yang mengalir dari tanki bawah akibat kerja pompa ditampung sementara pada
tanki atas, untuk kemudian dialirkan kembali menuju alat-alat plambing.
tanki Sumber Pompa
Gambar 2.7 Skema aliran menuju dan dari tanki atas
Tanki atas dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan puncak (Qpuncak)
penyediaan air. Kapasitas puncak dalam jaringan pemipaan harus dapat memenuhi
kapasitas alat-alat plambing yang direncanakan, sehingga besar kapasitas alat-alat
plambing dapat disamakan dengan kapasitas aliran puncak (Qpuncak). Sedangkan
waktu aliran air puncak, yaitu pemakaian air dalam jumlah terbanyak umumnya,
berlangsung sekitar 30 s.d. 50 menit perharinya. Selain itu tanki atas harus
memperhitungkan volume air pengisi, yaitu volume air pada saat aliran belum
dapat dialirkan oleh pompa pada saat start. Lamanya waktu antara start pompa
sampai aliran dapat mengalir ke dalam tanki atas umumnya berkisar antara 5 s.d.
10 menit. Kapasitas tanki atas dapat dicari dengan rumusan sebagai berikut:
Vol. tanki atas = {(Qpuncak – Qh-max) x Tpuncak} + (Qpompa x Tisi) (2.4)
dimana Tpuncak : 30 s.d. 50 menit [2] Tpompa : 5 s.d. 10 menit
2.6.3 Penentuan ukuran pipa naik (riser)
Pipa naik (riser) merupakan bagian pemipaan yang berfungsi untuk
mengalirkan air dari tanki bawah menuju tanki atas. Aliran air pada pipa ini terjadi
akibat adanya kerja pompa, karena itu kapasitas aliran pipa naik dapat dianggap
sama dengan kapasitas pemompaan (Qpompa). Ukuran pipa naik dapat dicari dari
hubungan antara kapasitas aliran dalam pipa dengan standar kecepatan aliran air
dalam pipa, yang berkisar antara 2 s.d. 3 m/detik. [3]
tanki
atas
Alat-alat Pompa
Qriser = A . V (2.5)
Qriser = (π D2 / 4) . v
dimana Qriser : Qpompa A : luas penampang melintang pipa D : melintang diameter penampang pipa v : standar kecepatan aliran air dalam pipa (2-3 m/s)[3]
2.6.4 Penentuan ukuran pipa tegak dan pipa mendatar
Pipa tegak adalah bagian pemipaan yang berfungsi mengalirkan air dari
tanki atas menuju pipa mendatar, sedangkan pipa mendatar adalah bagian
pemipaan yang berfungsi mengalirkan air dari pipa tegak menuju alat-alat
plambing. Penentuan ukuran pipa tegak dan pipa mendatar ini dapat dilakukan
dengan cara yang sama seperti pada penentuan ukuran pipa naik, persamaan (2.5).
2.7 Penentuan Spesifikasi Pompa
2.7.1 Perhitungan head loss
Kehilangan tekanan (head loss) aliran pada rangkaian pemipaan perlu
ditutupi untuk menjamin tekanan aliran memenuhi spesifikasi tekanan kerja alat-
alat plambing. Pada umumnya (head loss) terjadi akibat gesekan air dengan
permukaan pipa selama ada aliran, yang biasa disebut sebagai head loss mayor.
Kerugian gesek dalam pipa dapat ditentukan dengan persamaan Darcy-Weisbach,
h = f (l / d) (v2 / 2g) (2.6)
dimana h : Kerugian gesek pipa lurus (m) f : Koefisien kehilangan tekanan l : Panjang pipa lurus (m) d : Diameter dalam pipa (m) v : Kecepatan rata-rata aliran air ( m/s ) g : Konstanta gravitasi (9,81 m/s2)
Kemudian dengan menggunakan persamaan Hazen-Williams, maka dapat
ditentukan laju aliran air yang ada,
Q = (1,67) (c) (d 2,63) (i 0,54) (10000) (2.7)
dimana Q : Laju aliran air (ℓ/menit) c : Koefisien kecepatan aliran untuk masing-masing
jenis pipa, dapat dilihat pada Tabel 2.6 d : Diameter dalam pipa (m) i : h/l = Gradien hidrolik (m/m)
Tabel 2.5 Koefisien kecepatan aliran untuk berbagai jenis pipa
Pada prakteknya, penentuan kehilangan tekanan dilakukan dengan merujuk
pada grafik aliran yang digambarkan berdasarkan rumus diatas untuk masing-
masing jenis pipa. Pada Gambar 2.8 dan 2.9 disajikan grafik antara laju aliran dan
kerugian gesek dalam pipa untuk pipa baja karbon dan pipa PVC kaku.
Gambar 2.8 Kerugian gesek dalam pipa baja karbon
Gambar 2.9 Kerugian gesek dalam pipa PVC kaku
Kehilangan tekanan juga terjadi karena adanya perubahan besar dan arah
kecepatan aliran akibat perlengkapan pemipaan seperti elbow, reducer, valve, dan
lain-lain. Kehilangan tekanan ini biasa disebut head loss minor. Besarnya
dinyatakan sebagai panjang ekivalen, dimana kehilangan tekanan pada
perlengkapan disetarakan dengan kehilangan tekanan pada suatu panjang pipa
lurus dengan diameter yang sama. Nilai panjang ekivalen untuk perlengkapan
pemipaan disajikan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Panjang ekivalen untuk berbagai perlengkapan pemipaan
2.7.2 Perhitungan head pompa
Head total pompa adalah jumlah head yang harus dapat disediakan pompa
untuk dapat mengalirkan air sesuai dengan yang direncanakan. Head total pompa
dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
H = Hstatis + Hloss + v2/2g (2.8)
dimana, H : Head total pompa Hstatis : Perbedaan tinggi muka air antara sisi hisap dan sisi
tekan sistem pompa (m) Hloss : Total kerugian gesek sistem (m) v2/2g : Sisa tekanan pada pipa keluar (m)