Upload
dinhmien
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
MK: Pengasuhan Hari/ Tanggal : Juni 2014
Ruang PS Ika Dosen : Dr. Ir. Dwi Hastuti M.Sc.
Modul Permasalahan dan Persaingan antar Sibling usia awal dan akhir
masa anak-anak
Disusun Oleh :
Mahsiani Mina Laili (I251130081)
Program Stusi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
2014
2
Daftar Isi
Pendahuluan………………………………………………………………………………… 3
Tujuan…………………………………………………………………………………………… 4
Subpokok bahasan……………………………………………………………………… 5
Metode…………………………………………………………………………………………. 6
Materi…………………………………………………………………………………………… 7
1. Faktor Penyebab Permasalahan Kakak Beradik 7
2. Hubungan orang tua antar sibling pada masa awal dan akhir anak-anak 8
3. Tips Mengantisipasi Persaingan Sibling 9
4. Keuntungan memiliki saudara kandung dari sisi positif 10
5. Strategi mengurangi terjadinya pertengkaran dan persaingan sibling 11
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………… 14
3
Pendahuluan
Rentang masa kehidupan manusia secara resmi dimulai pada saat kelahiran, ini adalah masa
dimana suatu peralihan lingkungan dalam ke lingkungan luar terjadi, masa tersebut kemudian
beralih menjadi masa anak-anak sebelum mereka memasuki masa remaja. Masa anak-anak
merupakan masa terpanjang dalam rentang kehidupan, hingga sebelas tahun bagi anak
perempuan dan dua belas tahun bagi anak laki-laki. Masa dimana individu relatif tidak berdaya
dan masih bergantung pada orang lain (Hurlock, 2013)1. Masa anak-anak terbagi menjadi dua,
yaitu masa anak-anak awal periode berlangsung dari usia dua sampai enam tahun dan masa anak-
anak akhir pada periode enam sampai dua belas tahun atau disebut juga remaja awal. Anak-anak
pada masa awal maupun akhir, memiliki ciri khas tersendiri bagi tumbuh kembangnya mereka,
baik dari lingkungan rumah maupun sekolah. Anak-anak pada usia ini memiliki tingkat stabilitas
fisiologi yang berbeda sehingga mereka membutuhkan modeling yang tepat sesuai masa
pertumbuhan mereka, seperti yang diungkapkan Sigmund Freud (1939), bahwa pengalaman pada
masa usia dini sangat berpengaruh pada perilaku berikutnya. Oleh karena itu permasalahan yang
timbul pada periode ini memiliki konflik yang berbeda-beda dan akan menjadi berbahaya apabila
tidak ditangani secara langsung pada masa yang bersamaan, sehingga akan berpengaruh yang
sangat signifikan pada periode kehidupan berikutnya. Masalah yang terjadi pada periode masa
anak-anak ini bukan hanya masalah perkembangan yang timbul di dalam diri mereka sendiri,
namun permasalahan tersebut muncul pula dari lingkungan sekitarnya, seperti orang tua maupun
pengasuhnya, guru, teman-teman sebaya, yang masalah tersebut menjadi berpengaruh pada masa
pertumbuhan anak baik dari segi internal dan eksternal psikologi perkembangannya.
Permasalahan yang terjadi pada periode anak-anak melibatkan banyak penelitian, seperti data
dan fakta pelanggaran hak anak sepanjang tahun 2013 yang terpantau dan ditangani Komnas
Anak. Sepanjang tahun 2013 Komnas Anak menerima pengaduan langsung terkait pengasuhan
dan perwalian sebanyak 291 kasus. Anak-anak yang menjadi korban akibat ini adalah paling
banyak rentang usia 6-12 tahun dengan status ekonomi menengah ke atas. Selain itu
meningkatnya juga kasus kekerasan fisik sebanyak 490 kasus dengan berbagai macam latar
belakang diantaranya kenakalan anak 80 kasus (8%), dendam/emosi 147 kasus (14%), faktor
ekonomi 62 kasus (6%), persoalan keluarga 50 kasus (5%), lain-lain 145 kasus (14%). Kasus
tersebut terjadi di lingkungan sosial sebanyak 548 (90%) kasus di lingkungan sekolah 38 (7%)
kasus dan lingkungan keluarga 14 (3%) kasus2.
Berdasarkan pengamatan di atas menunjukkan bahwa konflik yang terjadi pada anak-
anak bermula dari lingkungan rumah mereka sebelum pada akhirnya konflik tersebut meluas ke
lingkungan luar rumah mereka. Kasus-kasus yang terjadi pada periode anak-anak berawal dari
kejadian sehari-hari yang mereka alami di dalam lingkungan keluarga, apabila anak sudah tidak
mendapatkan perlindungan di dalam rumah atau kehangatan keluarga maka konflik-konflik akan
mulai bermunculan. konflik yang muncul dapat terjadi diantara anak dan orang tua maupun
konflik antar saudara, sehingga terkadang para orang tua mendapati kesulitan untuk menghadapi
konflik antar anak-anak mereka. Salah satu faktor penyebab terjadinya konflik, terutama di
dalam keluarga adalah adanya ketidakpuasaan sebuah emosi yang terjalin sehingga muncullah
dendam dan emosi negative.
1 Hurlock B. Elizabeth. Psikologi Perkembangan. PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta: 1980. Hal 52 2 https://www.facebook.com/permalink.php?story_Komnas. 06/03/2013. 23.12
4
TUJUAN INSTRUKSIONAL
Tujuan isntruksional umum
Setelah mengikuti seminar ini, peserta diharapkan dapat lebih mengetahui cara mengatasi dan
mengahdapi permasalahan dan persaingan antar sibling (kakak dan adik kandung)
Tujuan isntruksional khusus
Setelah mengikuti seminar ini, peserta/ orang tua diharapkan dapat :
1. Mengenali Faktor permasalahan antar sibling
2. Orang tua memahami hubungan antar sibling
3. Orang tua dapat menggunakan strategi yang tepat saat persaingan sibling terjadi
4. Mampu mem bedakan antara temperamen dan perilaku negative yang berbeda pada anak
5. Mampu mengatasi persaingan sibling secara tepat
5
Subpokok Bahasan
1. Faktor Penyebab Permasalahan Kakak Beradik
2. Hubungan orang tua antar sibling pada masa awal dan akhir anak-
anak
3. Tips Mengantisipasi Persaingan Sibling
4. Keuntungan memiliki saudara kandung dari sisi positif
5. Strategi mengurangi terjadinya pertengkaran dan persaingan sibling
6
Metode
Bentuk Kegiatan : Seminar
Sasaran Kegiatan : Orang Tua
Alokasi waktu : 90 menit
Susunan Kegiatan :
1. Pembukaan
(10 menit)
2. Penyampian materi
(40 menit)
3. Diskusi/ Tanya jawab
(30 menit)
4. Penutup
(10 menit)
7
Materi
Faktor Penyebab Permasalahan Kakak Beradik
Kuatnya rasa cemburu dan iri hati lebih sering terjadi pada setiap keluarga kecil. Lingkungan
sosial di rumah memberikan peran penting dalam timbulnya rasa marah yang kuat pada anak,
salah satunya termasuk anak yang memiliki banyak saudara akan lebih sering marah dari pada
anak tunggal3. Berikut perilaku emosi yang muncul pada usia awal dan akhir masa anak-anak;
(a) Amarah: penyebab yang paling umum terjadi karena pertengkaran mengenai permainan,
tidak tercapainya keinginan, menyerang karena diserang anak lain, anak mengungkapkan
rasa marah dengan menangis, berteriak, menggertak, menendang dan memukul.
(b) Takut: pengalaman yang kurang menyenangkan baik dari segi pembiasaan, peniruan dan
ingatan tentang hal-hal yang dilihat dan didengarnya (lewat cerita-cerita, gambar dan media
social) memiliki peran penting dalam menimbulkan rasa takut. Rasa takut yang ditunjukkan
seperti panik, menghindar, lari, bersembunyi dan menangis.
(c) Sedih: pada masa usia ini, rasa sedih pada anak lebih dikarenakan kehilangan sesuatu yang
anak cintai, apakah itu orang, hewan dan mainan. Anak akan mengungkapkan rasa sedihnya
dengan menangis dan kehilangan minat pada kegiatan normalnya, termasuk makan.
Usia anak awal dan akhir memiliki pola perilaku sosial dan tidak social pada umumnya adalah;
(a) Meniru (b) Persaingan (c) Kerja sama (e) Simpati (f) Empati (g) Dukungan social
(h) Membagi (i) Perilaku akrab.
Pola tidak social;
(a) Negativisme dan Agresif : melawan otoritas orang dewasa diawali dengan perlawan fisik,
lalu berganti dengan perlawan verbal sehingga pura-pura tidak mendengar, menyalahkan
orang lain dan memaki)
(b) Perilaku berkuasa : apabila kesempatan kontak social semakin luas maka perilaku berkuasa
akan semakin meningkat.
(c) Memikirkan dan mementingkan diri sendiri : apabila kontak social anak hanya terbatas di
rumah maka kecenderungan untuk memikirkan dan mementingkan diri sendiri akan menjadi
lebih kuat dibandingkan anak yang sudah mulai kontak social di luar rumahnya.
(d) Merusak: kebiasaan merusak benda biasanya di awali karena hebatnya amarah anak.
(e) Pertentangan sex : pada masa ini anak laki-laki mengalami tekanan social sebagai identitas
dirinya sehingga banyak anak laki-laki berlaku lebih agresif untuk melawan anak perempuan.
(f) Prasangka: prasangka pada anak-anak usia ini lebih cenderung prasangka sosial, agama dan
ekonomi sehingga menjadi prasangka perbedaan sex.
3 Hurlock B. Elizabeth. Psikologi Perkembangan. PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta: 1980. Hal 117
8
Hubungan orang tua antar sibling pada masa awal dan akhir anak-anak
Hal yang signifikan dalam membedakan antara usia awal anak-anak dan usia akhir adalah
terlihat dari pelanggaran umum yang terjadi lebih kompleks terhadap anak-anak usia akhir dari
di usia awal mereka. Pelanggaran umum masa usia akhir anak-anak pun mulai terjadi baik di
rumah maupun sekolah. Adapun pelanggaran yang umum terjadi di rumah seperti (a) berkelahi
dengan saudara-saudara (b) merusak milik saudaranya (c) bersikap kasar kepada saudara yang
lebih dewasa (d) malas melakukan kegiatan rutin (e) melalaikan tanggung jawab (f) berbohong
(g) mencuri milik saudaranya.
Pertentangan antar saudara terkadang terjadi karena anak yang lebih muda mengkritik
penampilan dan perilaku saudaranya yang lebih dewasa, dan sebaliknya sang kakak senang
menggoda dan memerintah saudara yang lebih muda. Ketika orang tua berusaha menghentikan
pertengkaran antara anak-anak mereka maka anak akan menganggap ada kesan pilih kasih dari
orang tua mereka sehingga anak-anak akan bersatu menghadapi orang tua dan saudara yang
dianggap kesayangan orang tua.
Interaksi antara saudara kandung berbeda dengan interaksi terhadap orang tua mereka. Bahkan
observasi menunjukkan bahwa anak-anak berinteraksi lebih positif dan bervariasi dengan orang
tua mereka dibandingkan antar saudara kandung (Baskett & Johnson, 1982). Sebaliknya anak-
anak berilaku lebih negatif terhadap saudara kandungnya dari pada orang tua mereka. Anak-anak
juga lebih mematuhi perintah orang tuanya dari pada saudara kandungnya. Anak sulung
merupakan anak pertama dengan kasih sayang dan perhatian utuh dari kedua orang tua mereka
tanpa harus berbagi dengan saudara kandung lainnya, kemudian setelah lahirnya seorang adik
menjadikan terbaginya perhatian dari orang tua. Terlebih lagi seorang bayi dengan otomatis
mendapatkan perhatian lebih banyak dari pada kakak-kakaknya, yang artinya kakak-kakak
mereka akan mendapat perhatian lebih sedikit dari orang tua mereka. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa setelah ibu melahirkan anak berikutnya atau anak kedua, ibu akan semakin
lebih posesif pada anak sebelumnya atau anak pertama dengan menjadi lebih kasar, negative,
dan mengekang. Selain itu terkadang orang tua memberikan harapan yang lebih tinggi pada anak
pertama sebagai tanggung jawab bagi adik-adik dan seluruh anggota keluarga4.
4 Santrock W. John Life Span Development. Erlangga Jakarta 2002 hal 261-262
9
Tips Mengantisipasi Persaingan Sibling
Menurut Erik Erikson bahwa tidak ada orang tua yang merasa sudah cukup adil dalam
mengasuh anak. Perhatian orang tua akan kebutuhan individu anak telah menjadi lebih penting
daripada menghargai kemampuan mereka untuk berbagi dan belajar hidup berdampingan.
Sehingga dibutuhkan cara untuk mengantisipasi terjadinya persaingan sibling, pertama-tama
orang tua harus menyadari pertanyaan-pertanyaan berikut ini;
1. Saat hamil anak kedua, apakah ibu merasa khawatir akan mengabaikan kakaknya?
2. Bagaimana ibu dapat berlaku adil pada kedua anak sekaligus?
3. Bagaimana orangtua menghilangkan suasana persaingan di antara anak-anak?
4. Bagaimana cara orang tua membantu anak untuk belajar saling menyayangi?
5. Sewaktu anda kecil, apakah anda sering bertengkar dengan saudara kandung?
Selanjutnya perhatikanlah pertanyaan berikut seputar kebiasaan anak dalam kehidupan sehari-
hari;
1. Apakah anak mudah berbagi mainan?
2. Mereka lebih mementingkan orang lain atau dirinya sendiri?
3. Apakah anak-anak lain mulai menyukai mereka?
4. Apakah mereka tampil egois dalam permainan?
5. Apakah ada perilaku kakak yang ditiru adik?
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di atas sesuai dengan keadaan anda dan anak anda yang
sebenarnya. Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan sebagian kecil dari kejadian sehari-hari
yang dialami orang tua terhadap perilaku persaingan sibling. Orang tua dapat memulai tips
mengenali persaingan antar sibling dengan menulis setiap kejadian-kejadian apabila perilaku
tersebut muncul, dengan menulis orang tua akan dapat mengingat dan hafal akan penyebab
kejadian antar sibling terjadi. Selain tips membuat list, orang tua pun dapat bersiap mengatasi
rasa marah pada saat-saat yang dapat diprediksi, seperti saat;
Pagi hari menjelang sarapan
Berbelanja
Ketika pekerjaan rumah menumpuk
Ketika memberi perhatian pada satu anak (menyusui, membacakan cerita, member
pertolongan khusus)
Menjelang tidur
Perjalanan jauh, dst
Jika pertengkaran terjadi pada saat-saat seperti itu maka orang tua sudah dapat mengantisipasi
terlebih dahulu dengan mengusulkan beberapa saran dan meminta anak untuk berlaku adil, kedua
anak sama-sama ikut bertanggung jawab agar solusi dapat diterapkan, meskipun hanya satu anak
yang menimbulkan masalah. Dengan demikian orang tua dapat mengantisipasi kejadian demi
kejadian dari penyebab trerjadinya sibling agar tidak terulang.
10
Keuntungan memiliki saudara kandung dari sisi positif
Tumbuh besar tanpa anak lain dan bersama orang dewasa (kakek, nenek dan orang tua) yang
dapat menyediakan kebutuhannya, hanya akan membuat anak tidak belajar berbagi dengan orang
lain, juga tidak senang memberi pada orang lain. Anak tunggal harus bergantung pada sepupu
dan teman dekat untuk mendapat pengalaman bernegosiasi, berkompromi sesama saudara
kandung. Berbeda dengan anak yang memiliki keluarga lebih dari satu anak, mereka harus
belajar berbagi. Melalui perkelahian yang melelahkan, mereka akan saling belajar belajar untuk
bernegosiasi dan berkompromi, serta saling mempertimbangkan saat membuat keputusan.
Seperti sang adik yang akan mengamati, mengamati dan mengamati, lalu meniru semua gerakan
kakaknya dengan sama persis. Anak yang lebih muda hampir menyerap bagian dari anak yang
lebih tua. Ketika bermain peduli pada minat belajar adik, kakak merasa dihargai oleh adik.
Kakak merasa bangga karena telah memimpin. Namun ketika kakak memimpin terlalu jauh,
menjadikan adik menyerah, karena pada seusianya kakak belum mengetahui batasannya.
Kegagalan kakak mengajari adik menghasilkan kerisauan hati adik yang membuahkan hasil
ejekan dan kemarahan adik. Karena kecewa, kakak beraksi pada adik hingga lepas kendali.
Jeritan dan pertengkaran yang terjadi, membingungkan kedua orang tua sehingga tidak dapat
melihat adanya proses belajar yang terjadi selama interaksi saudara kandung, selain itu bagi
anak-anak persaingan dapat menutupi perasaan intens satu sama lain.
Selain itu pertengkaran pun terjadi dapat dilihat dari aspek traumatis masa lalu orang tua lebih
sering kali diingat, dari pada aspek positif, akibatnya kemungkinan orang tua kehilangan aspek
positif dari perseteruan anak-anak mereka. Orang tua akan berfokus pada tangisan minta tolong
sang adik dan pada sikap lepas kendali sang kakak. Sementara itu, orang tua tidak
memperhatikan kasih sayang dan perhatian sang kakak dari sisi konflik ini.Ketika kakak beradik
saling menjatuhkan, orang tua akan melindungi si adik, tetapi sekaligus merasa mengabaikan
sang kakak. Orang tua berusaha bersikap adil namun orang tua memilih urutan kesedihan adik,
tetapi tidak pernah tahu kejadian yang sesungguhnya. Oleh karena itu sangat diperlukan
kebijakan orang tua untuk mengenali hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya persaingan dan
pertengkaran antar sibling agar memudahkan orang tua untuk memahami kejadian yang sedang
terjadi.
11
Strategi mengurangi terjadinya pertengkaran dan persaingan sibling
Sebelum terjadinya persaingan antar saudara kandung, ada baiknya jika ibu, mempersiapkan
mental sang kakak pada saat adik masih dalam kandungan, dengan memperkenalkan akan
kehadiran adik dalam keluarga. selain itu diskusikan pada sang kakak apa yang terjadi apabila si
adik lahir. selanjutnya apabila antar saudara kandung terjadi pertengkaran, salah satu tugas orang
tua adalah memberi istilah pada perubahan yang dirasakan anak secara bertahap hingga
membuatnya Nampak menjadi nyata. Perhatikan tatapan mata sang kakak akan perubahan dan
sikapnya. menurut Dr. Brazelton, untuk mendamaikan pertengkaran antara kakak-adik, orang tua
dapat memangku ataupun merangkul mereka, apabila anak-anak dalam keadaan berdiri, ajak
mereka agar duduk. kemudian katakan “kalian saling menyayangi”, ibu memahami jika kalian
merasa sedih bila tidak bisa saling bekerjasama, bagaimana dengan kalian?”. Ajak anak untuk
mendiskusikan kejadian yang sebenarnya, beri waktu anak untuk dapat menenangkan perasaan
mereka, bujuk setiap anak untuk berhenti saling menyalahkan dan bertanggung jawab pada
perannya untuk belajar saling mengalah jika sudah mulai tenang, biarkan anak bermain bersama
lagi atau member pilihan untuk bermain sendiri-sendiri dulu. Meskipun pendekatan ini tidak
dapat dipelajari dalam satu malam, namun akan menjadi tujuan akhir.
1. Strategi mengenal kebiasaan sibling
Ada kemungkinan persaingan saudara kandung akan meningkat jika orang tua berada didekat
mereka. tujuan utama persaingan saudara kandung adalah menyeret orang tua. anak-anak ingin
orang tua ikut terlibat untuk menambah kegembiraan dan untuk memastikan orang tua
membatasi adanya bahaya karena lepas kendali serta untuk memperlihatkan unjuk kekuatan.
Orang tua yang bijaksana akan menganggap persaingan saudara kandung sebagai peluang untuk
belajar. Berikut tips mengahadapi pertengkaran kakak-adik
Tarik napas anda, tenangkan reaksi protektif
Duduklah bersama anak-anak, dan hindari seminimal mungkin untuk menyalahkan
Katakan pada kakak/ adik yang aktif “kamu sudah menyakiti adik/kakak, ibu yakin kamu
juga tidak merasa nyaman dengan hal itu.
Katakan pada adik/ kakak yang pendiam tetapai profokatif “ejekanmu membuatnya marah,
itulah sebabnya kakak/ adik mengejarmu”!
Katakan pada keduanya “kalian harus belajar mengatasinya sendiri, beritahu ibu jika kalian
sudah tenang, tanpa saling menyakiti dan tanpa berkelahi”!
Diskusi di atas akan memberi anak kesempatan belajar untuk saling peduli, yanga akan menjadi
tujuan jangka panjang orang tua. strategi tersebut akan membantu anak yang lebih tua untuk
dapat mengendalikan hasrat berbuat curang.
12
2. Strategi mengenal sibling melalui temperamen anak
Setiap anak memiliki karakteristik berbeda yang dapat mempengaruhi cara mereka bereaksi dan
merespon orang lain, berbagai benda serta lingkungannya yang disebut temperamen.
Temperamen merupakan kepribadian yang meliputi ekspresi emosi dan respon terhadap stimulus
yang diberikan lingkungannya. Menurut New York Longitudinal Study (NYLS) (Alexander
Thomas & Stella Chess, 1950) terdapat 3 kategori temperamen.
1. Mudah ; anak mudah untuk beradaptasi, fleksibel, teratur (seperti; makan, tidur, buang
air), ceria, mudah dekat dengan orang baru.
2. Sulit; memiliki jadwal yang tidak teratur, sulit beradaptasi, tidak flesibel, bereaksi
negative, menarik diri dari sesuatu yang baru.
3. Lamban/takut/berhati-hati; perlu waktu untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri,
merespon secara negative, kurang aktif, namun dengan paparan beberapa kali dapat
beradaptasi.
Temperamen yang sulit menjadikan perkembangan tingkah laku bermasalah, anak yang memiliki
temperamen sulit akan berkolerasi tinggi dengan stres baik pada anak maupun orang tua (Morris,
Cameron). Para ibu perlu mengenali temperamen anak mereka, ibu yang memiliki anak
bertemperamen sulit akan cenderung menghukum dibandingkan anak yang bertemperamen
mudah (susman-Stillman). Oleh karena itulah apabila terjadi pertengkaran antar saudara maka
orang tua akan akan dapat menyelesaikan sesuai perbedaan temperamen yang melekat pada
anak. Berikut tips mengatasi temperamen pada anak menurut Anderson;
1. Menerima, watak dan perilaku anak apa adanya
2. Lihat sisi positif, setiap kepribadian selalu memiliki manfaat. Orang tua hanya peru
mengurangi kadar keras kepala/agresifitas anak agar dapat digunakan pada situasi yang
tepat, yang kelak dapat bermanfaat bagi dirinya
3. Bedakan temperamen dan perilaku negative. Contoh, temperamen negative adalah sulit
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, sementara contoh perilaku negative seperti
membuang makanan sambil marah-marah. Kemampuan membedakan keduanya akan
mempermudah orang tua untuk member tanggapan yang tepat. Biasanya perilaku
negative lebih mudah diubah dari pada temperamen begatif.
4. Tentukan harapan dan tujuan yang jelas tentang anak dan pegang teguh keduanya
5. Hindari jebakan “adu kuat” (power struggle) dengan anak
6. Tetap tenang dan jaga emosi
7. Perbanyak pengetahuan dan wawasan yang terkait dengan “anak sulit”
8. Buatlah tindakan antisipasi sebelum anak menampakkan perilaku negatifnya. Orang tua
pasti hafal masalah perilaku yang sering ditampilkan anak.
13
9. Bantu anak mengenali emosinya. Misalnya menanyakan “kamu marah ya?”, “kamu
kecewa?”
10. Sisihkan waktu khusus untuk berbicara pada anak
11. Ciptakan rutinitas keluarga. misalnya, memasak bersama, membaca cerita,
12. Terapkan system “reward’/ pujian dan konsekuensi, untuk meluruskan temperamen anak.
Konsekuensi misalnya, misalnya bila anak tidak mau makan orang tua tidak perlu
memaksanya. Biarkan anak merasa lapar agar ia mengerti konsekuensi dari tidak makan.
13. Praktikkan selalu sikap memaafkan dan sabar
14. Cari dukungan orang lain. Bila perlu minta bantuan psikolog
15. Jangan lupa mengurus diri sendiri
16. Berdo’a, berdo’a dan berdo’a.
14
Daftar Pustaka
Kate Anderson, “Family Connections: Parenting the Difficult Child
Hurlock B. Elizabeth. Psikologi Perkembangan. PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta: 1980.
http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/balita/psikologi/mengurangi.pertengkaran.kakak.beradik/00
1/007/936/1/1
Santrock W. John Life Span Development. Erlangga Jakarta 2002 hal 261-262
Brazelton, T. Berry and Sparrow, Joshua D. Kakak Adik Rukun. PT Bhuana Ilmu Populer,
Jakarta: 2009
https://www.facebook.com/permalink.php?story_Komnas. 06/03/2013. 23.12