57
LAPORAN HASIL DISKUSI MODUL PENYAKIT ENDEMIK PEMICU 1 KELOMPOK DISKUSI 7 1. Farah Muthia I11111035 2. Syarifi I11111072 3. Dodi Novriadi I11112014 4. Karolus Sangapta K. I11112026 5. Irene Olivia Salim I11112030 6. Ardi I11112040 7. Putri Umagia Drilna I11112067 8. Kevin Reonaldo I11112073 9. Dea Erica I11112081 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

Dk Endemik 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan DK modul endemik

Citation preview

LAPORAN HASIL DISKUSI

MODUL PENYAKIT ENDEMIK

PEMICU 1

KELOMPOK DISKUSI 7

1. Farah Muthia I11111035

2. Syarifi I11111072

3. Dodi Novriadi I11112014

4. Karolus Sangapta K. I11112026

5. Irene Olivia Salim I11112030

6. Ardi I11112040

7. Putri Umagia Drilna I11112067

8. Kevin Reonaldo I11112073

9. Dea Erica I11112081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2015

BAB I

PENDAHULUAN

Pemicu 1

Seorang anak laki-laki usia 6, dibawa orang tuanya ke puskesmas. Orang tua

pasien mengeluhkan anaknya demam yang lama dan berulang tanpa sebab yang jelas.

Demam disertai dengan keringat malam. pasien juga mengeluhkan batuk yang

panjang selama 4 bulan. pasien juga mengalami penurunan berar badan dan nafsu

makan menurun sejak 2 bulan yang lalu. Pasien tampah semakin melemah.

Pemeriksaan fisik di temukan pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit

di sekitar leher.

A. Kata Kunci

1. Anak laki-laki 6 tahun

2. Demam lama dan berulang

3. Batuk 4 bulan

4. Keringat pada malam hari

5. Penurunan berat badan

6. Nafsu makan menurun

7. Pembesaran kelenjar limfe superfisial di leher

B. Rumusan Masalah

Seorang anak laki-laki 6 tahun datang dengan keluhan demam yang

lama dan berulang disertai keringat malam, mengeluh batuk yang panjang

selama 4 bulan, penurunan berat badan, serta nafsu makan yang menurun

sejak 2 bulan yang lalu.

C. Analisis Masalah

D. Hipotesis

Anak laki-laki 6 tahun mengalami tuberculosis paru

Laki-laki 6 tahun

Pemeriksaan Fisik:

Pembesaran kelenjar limfe yang tidak nyeri

Anamnesis :

Demam berulang lama

Batuk, keringat malam sejak 4 bulan

Penurunan berat badan

DD = Pneumonia yang bukan disebabkan Mycobacterium tuberculosis

Tuberkulosis

Prognosis

Tatalaksana Pemeriksaan Penunjang:

BTA

Tuberkulin

Foto polos

Gejala Klinis

Scoring TB anak

DIAGNOSIS

E. Pertanyaan Diskusi

1. Apa saja penyakit endemik di Kalimantan Barat ?

2. Bagaimana epidemiologi Tuberculosis?

3. Jelaskan mengenai TB !

4. Bagaimana diagnosis TB pada anak ?

5. Bagaimana tatalaksana TB pada anak ?

6. Bagaimana epidemiologi TB di Indonesia ?

7. Jelaskan mengenai uji tuberculin !

8. Apa perbedaan endemik, pandemik, dan epidemik ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENYAKIT ENDEMIK DI KALIMANTAN BARAT 1,2

B. EPIDEMIOLOGI TUBERCULOSIS

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi

pada anak usia 0-14 tahun. India, Cina, dan Indonesia berkontribusi terhadap lebih

dari lima puluh persen kasus tuberkulosis di seluruh dunia. Laporan TB dunia oleh

World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, masih menempatkan Indonesia

sebagai penyumbang TB terbesar nomor tiga di dunia setelah India dan Cina dengan

jumlah kasus baru sekitar lima ratus tiga puluh sembilan ribu dan jumlah kematian

sekitar seratus satu ribu pertahun. Terdapat dua ratus empat puluh empat penderita

kasus TB aktif per seratus ribupenduduk. Sekitar delapan puluh persen pasien TB

adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-59 tahun). Laki-laki

dua kali lebih sering terkena dibandingkan dengan perempuan di negara-negara

sedang berkembang.1,3

Berdasarkan hasil rekapitulasi profil kesehatan kabupaten/kota di Kalimantan

Barat tahun 2007 tercatat TB Paru dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif sebanyak

empat ribu tiga ratus enam kasus dengan angka kesakitan satu koma nol tiga per

seribu penduduk. Angka kesembuhan penderita TB Paru dengan BTA positif adalah

sebesar delapan puluhsatu koma lima lima dengan rincian dari empat ribu dua ratus

empat puluh lima penderita yang diobati, sebanyak tiga ribu empat ratus enam puluh

dua penderita dinyatakan sembuh. Jika melihat hasil yang dicapai, maka angka

kesembuhan penderita TB Paru BTA positif di Kalimantan Barat sudah mendekati

dari target Indikator Indonesia Sehat 2010 yang ditargetkan sebesar delapan puluh

lima persen.4

Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang

karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40−50% dari jumlah seluruh

populasi. Sekurang-kurangnya 500.000 anak menderita TB setiap tahun.1

1. 200 anak di dunia meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap

tahun akibat TB

2. Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik

yang “child-friendly” dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan

kasus TB anak.

3. Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan

yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan strategi DOTS. Kondisi ini akan

memberikan peningkatan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas anak.

Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua

kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011

dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi

proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak

masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam

kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok umur

5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada

TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011

naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.1

C. TUBERKULOSIS1. Etiologi 4,5

Penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 μm dan tebal 0,3-0,6 μm. Penyusun

utama dinding sel basil TB adalah asam mikolat, lilin kompleks (complex

waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor. Struktur dinding sel yang

kompleks tersebut menyebabkan bakteri ini bersifat tahan asam dan juga lebih

tahan tehadap gangguan kimia dan fisis.

Proses terjadinya infeksi M. tuberculosis biasanya secara inhalasi,

sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding

organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang

mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan

batuk berdarah atau berdahak yang mengandung BTA.

2. Patogenesis

a. Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan

bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang

pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer

ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan

sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran

getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut

diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis

regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional

dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami

salah satu proses sebagai berikut : 5

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad

integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang

Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara :

Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.

Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun

ke paru sebelahnya atau tertelan.

Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini juga

dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya,

misalnya tulang, ginjal, adrenal, genitalia dan sebagainya

b. Tuberkulosis Post Primer (Tuberkulosis Sekunder)

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun

kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun.

Tuberkulosis post primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya

terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior.

Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil, lalu

sarang pneumonik ini akan mengalami salah satu jalan sebagai berikut :5

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan

cacat

2. Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses

penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis.

3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan

kaseosa). Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju

keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan

menjadi tebal (kavitas sklerotik)

Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan

penyembuhannya

3. Diagnosis

a. Gejala Klinis 5

1. Gejala respiratorik

Gejala respiratorik berupa batuk 2 minggu, batuk darah, sesak napas, dan

nyeri dada ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala

yang cukup berat tergantung dari luas lesi.

2. Gejala sistemik

Gejala sistemik lain berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia,

berat badan menurun.

3. Gejala TB ekstra paru

Gejala TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada

limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak

nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis TB akan terlihat gejala

meningitis, sementara pada pleuritis TB terdapat gejala sesak napas dan

terkadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

b. Pemeriksaan Fisik 5

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung

dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat

tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)

perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan

kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior

terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus

inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara

napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda

penarikan paru, diafragma & mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung

dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,

pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi

yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah

bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),

kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat

menjadi “cold abscess”.

c. Pemeriksaan Bakteriologik 5

a. Bahan pemeriksasan

Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal

dari dahak, cairan pleura, liquorcerebrospinal, bilasan bronkus,

bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar

lavage/BAL), urin, feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum

halus/BJH)

b. Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

• Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

• Pagi ( keesokan harinya )

• Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau

setiap pagi 3 hari berturut-turut.

c. Cara pemeriksaan dahak

Pemeriksaan mikroskopik:

• Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen

• Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin

(khususnya untuk screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah

bila :

• 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif → BTA

positif

• 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali kecuali bila

ada fasilitas foto toraks, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali

negatif → BTA positif

• bila 3 kali negatif → BTA negatif

Pemeriksaan biakan kuman

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional

ialah dengan cara:

• Egg-based media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa,

Kudoh

• Agar-based media : Middle brook

d. Pemeriksaan Radiologik 5

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa

fotolateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik,

oblik,CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis

dapatmemberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan

posteriorlobus atas paru dan segmen superior lobus bawah

• Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular

• Bayangan bercak milier

• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :

• Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas

• Kalsifikasi atau fibrotik

• Kompleks ranke

• Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

Luluh Paru (Destroyed Lung ) :

Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringanparu

yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru.Gambaran

radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,multikaviti dan fibrosis

parenkim paru. Sulit untuk menilaiaktiviti lesi atau penyakit hanya

berdasarkan gambaranradiologik tersebut.Perlu dilakukan pemeriksaan

bakteriologik untuk memastikanaktiviti proses penyakit. Luas lesi yang

tampak pada foto toraks untuk kepentinganpengobatan dapat dinyatakan

sbb (terutama pada kasus BTAdahak negatif) :

• Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu ataudua

paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yangterletak di

atas chondrostemal junction dari iga kedua depandan prosesus

spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpusvertebra torakalis 5

(sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti

• Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

e. Pemeriksaan Penunjang 4,5

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis

adalahlamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kumantuberkulosis

secara konvensional. Dalam perkembangan kini adabeberapa teknik baru

yang dapat mengidentifikasi kumantuberkulosis secara lebih cepat.

1. Polymerase chain reaction (PCR)

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapatmendeteksi

DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam

pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinankontaminasi. Cara pemeriksaan

ini telah cukup banyakdipakai, kendati masih memerlukan ketelitian

dalampelaksanaannya.

Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk

menegakkandiagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan

dengancara yang benar dan sesuai standar.

2. Pemeriksaan serologi

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yangdapat mendeteksi

respon humoral berupa prosesantigen-antibodi yang terjadi. Beberapa

masalahdalam teknik ini antara lain adalah kemungkinanantibodi menetap

dalam waktu yang cukup lama.

b. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalamtubuh

manusia. Uji ini menggunakan antigenlipoarabinomannan (LAM) yang

direkatkan pada suatualat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik

inikemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, danbila di dalam serum

tersebut terdapat antibodi spesifikanti LAM dalam jumlah yang memadai

yang sesuaidengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahanwarna

pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah

c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP).

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksireaksi

serologi yang terjadi.

d. Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT)

ICTadalah uji serologik untuk mendeteksiantibodi M.tuberculosis

dalam serum. Uji ICTtuberculosis merupakan uji diagnostik TB

yangmenggunakan 5 antigen spesifik yang berasal darimembran sitoplasma

M.tuberculosis, diantaranyaantigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen

tersebutdiendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran

immunokromatografik (2 antigendiantaranya digabung dalam 1 garis)

disamping gariskontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30

μlditeteskan ke bantalan warna biru, kemudian serumakan berdifusi

melewati garis antigen. Apabila serummengandung antibodi IgG terhadap

M.tuberculosis,maka antibodi akan berikatan dengan antigen

danmembentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakanpositif bila setelah

15 menit terbentuk garis kontroldan minimal satu dari empat garis antigen

padamembran.Saat ini pemeriksaan serologi belum bisa dipakaisebagai

pegangan untuk diagnosis

3. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC iniadalah

metode radiometrik. M tuberculosis memetabolismeasam lemak yang

kemudian menghasilkan CO2 yang akandideteksi growth indexnya oleh

mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan

secaracepat untuk membantu menegakkan diagnosis.

4. Pemeriksaan Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairanpleura perlu

dilakukan pada penderita efusi pleura untukmembantu menegakkan

diagnosis. Interpretasi hasil analisisyang mendukung diagnosis tuberkulosis

adalah uji Rivaltapositif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis

cairanpleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.

5. Pemeriksaan histopatologi jaringan

Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsiparu

dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), transthoracal biopsy (TTB),

biopsi paru terbuka, biopsi pleura,biopsi kelenjar getah bening dan biopsi

organ lain diluarparu. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan

jarumhalus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsidilakukan untuk

membantu menegakkan diagnosis, terutamapada tuberkulosis ekstra paru.

Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaanhistopatologi pada

jaringan paru atau jaringan diluar parumemberikan hasil berupa granuloma

dengan perkejuan

6. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkanindikator yang

spesifik untuk tuberkulosis. Laju endapdarah (LED) jam pertama dan kedua

sangat dibutuhkan.Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat

kestabilankeadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehinggadapat

digunakan untuk salah satu respon terhadappengobatan penderita serta

kemungkinan sebagai predeteksitingkat penyembuhan penderita. Demikian

pula kadarlimfosit bisa menggambarkan daya tahan tubuh penderita , yaitu

dalam keadaan supresi atau tidak. LED seringmeningkat pada proses aktif,

tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.

Limfositpunkurang spesifik.

7. Uji tuberkulin

Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TBdi

daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesiadengan

prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan ujituberkulin sebagai alat

bantu diagnostik kurang berarti, apalagipada orang dewasa. Uji ini akan

mempunyai makna biladidapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu

bulansebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali

atau bula. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif,

terutamapada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif

mungkindapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian.Sebenarnya

secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanyamenunjukkan

gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ; a)reaksi peradangan dari lesi

yang berada pada target organ yangterkena infeksi atau b) status respon

imun individu yang tersediabila menghadapi agent dari basil tahan asam

yang bersangkutan(M.tuberculosis).

f. Tatalaksana

1. Medikamentosa OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang

bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pengobatan OAT,

antara lain : 6-13

1. Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat

mungkin melalui kegiatan bakterisid

2. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan

dengan kegiatan sterilisasi

3. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan

daya tahan imunologis

Maka pengobatan TB dilakukan 2 fase, yaitu :

1. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan

populasi kuman yang membelah dengan cepat.

2. Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan

jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan

konvensional.

OAT yang biasa digunakan antara lain Isoniazid (INH), Rifampisin

(R), Pirazinamid (Z), dan Streptomisin (S) yang bersifat bakterisid dan

Etambutol (E) yang bersifat bakterisid.

Penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksaan

bakteriologi, radiologi, dan klinis. Kesembuhan TB paru yang baik akan

memperlihatkan sputum BTA (-), adanya perbaikan radiologi, dan

menghilangnya gejala. 11

Tabel 1 Panduan OAT pada TB paru (WHO 1993) untuk Dewasa

Panduan OAT

Klasifikasi dan Tipe Penderita

Fase Awal FaseLanjutan

Kategori 1 BTA (+) baru Sakit berat : BTA (-)

luar paru

2HRZS(E)2RHZS(E)

4RH4R3H3

Kategori 2 Pengobatan ulang :Kambuh BTA (+)Gagal

2RHZES/ 1RHZE2RHZES/ 1RHZE

5RHE5R3H3E3

Kategori 3 TB paru BTA (-)TB luar paru

2RHZ2RHZ/ 2R3H3Z3

4RH4R3H3

Keterangan 2HRZ = tiap hari selama 2 bulan4RH = tiap hari selama 4 bulan4H3R3= 3 kali seminggu selama 4 bulan

Tabel 2 Dosis Obat Antituberkulosis untuk Dewasa

Obat DOSIS

Setiap Hari Dua Kali/Minggu Tiga Kali/Minggu

Isoniazid 5 mg/kgMaks. 300 mg

15 mg/kgMaks. 900 mg

15 mg/kgMaks. 900 mg

Rifampisin 10 mg/kgMaks. 600 mg

10 mg/kgMaks. 600 mg

10 mg/kgMaks. 600 mg

Pirazinamid 15-30 mg/kgMaks. 2 g

50-70 mg/kgMaks. 4 g

50-70 mg/kgMaks. 3 g

Streptomisin 15mg/kgMaks. 1 g

25-30 mg/kgMaks. 1,5 g

25-30 mg/kgMaks. 1 g

*Etambutol tidak dianjurkan untuk anak-anak usia < 6 tahun karena gangguan penglihatan sulit dipantau (kecuali bila kuman penyebabnya menjadi resisten terhadap obat TB lainnya)

Tabel 3 Antituberkulosis pada AnakDosis Obat Antituberkulosis Lini Pertama

Obat Dosis Harian (mg/kgBB/hari)

Dosis Max

(mg/hari)

Efek Samping

Isoniazid

 

Rifampisin**

 

 

 

Pirazinamid

 

Etambutol

 

 

 

Streptomisin

5-15*

 

10-20

 

 

 

15-30

 

15-20

 

 

 

15-40

300

 

600

 

 

 

2000

 

1250

 

 

 

1000

Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas

Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna orange kemerahan

 

Toksisitas hepar, artralgia, gastrointestinal

 

Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, gastrointestinal

 

Ototoksik, nefrotoksik

* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari

** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabitias rifampisin

Keterangan:a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg harus dirujuk ke rumah sakitb. Anak dengan BB >33 kg , harus dirujuk ke rumah sakit.c. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah.d. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau

digerus sesaat sebelum diminum.

2. Non Medikamentosa 6-13

Pembedahan pada TB paru

Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah

berkurang. Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan

indikasi relatif.

Indikasi mutlak pembedahan:

1. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap

positif

2. Pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

3. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi

secara konservatif

Indikasi relatif pembedahan adalah :

1. Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk berulang

2. Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan

3. Sisa kavitas yang menetap

g. PencegahanAnak dan orang dewasa yang berkontak dekat dengan orang dewasa

yang dicurigai menderita tuberkulosis paru infeksius harus diuji kulit

tuberculin dan diperiksa sesegera mungkin. Rata-rata, 30-50% kontak

rumah tangga terhadap kasus infeksius uji kulit tuberculin akan menjadi

positif, dan 1% kontak sudah menderita penyakit yang jelas. Anak terutama

bayi muda, harus mendapat prioritas tinggi selama pengamatan kontak

karena risiko infeksinya tinggi dan pada mereka lebih mungkin

berkembang bentuk tuberkulosis yang berat.7,10-13

Uji massa kelompok besar anak untuk infeksi tuberkulosis merupakan proses

yang tidak efisien. Bila kelompok besar anak berisiko tuberkulosis rendah diuji,

sebagian besar reaksi uji kulit sebenarnya reaksi positif-palsu karena variabilitas

biologis atau sensitisasi silang dengan MNT. Namun uji kelompok anak atau orang

dewasa berisiko tinggi harus didorong karena kebanyakan dari individu ini yang

dengan uji kulit tuberculin positif menderita infeksi tuberkulosis. Uji harus

berlangsung hanya jika mekanisme efektif berada di tempatnya untuk meyakinkan

evaluasi dan pengobatan individu yang ujinya positif. Pada banyak uji kurang dari

sepertiga individu terinfeksi menyelesaikan pengobatan efektif bila sumber yang

adekuat tidak tersedia. 7,10-13

Vaksinasi Bacille Calmette-Guérin

Cara pemberian yang dipilih adalah injeksi intradermal dengan semprit dan

jarum karena cara ini merupakan satu-satunya metode yang memungkinkan

pengukuran dosis individual yang tepat. Namun cara intradermal ini mahal, dan

jarum serta semprit yang digunakan kembali di Negara sedang berkembang,

mencipatakan bahaya penularan HIV dan virus hepatitis. Tehnik multipunksi satu

unit dosis merupakan satu-satunya tehnik yang tersedia di Amerika Serikat dan

beberapa bagian lain di dunia.

Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi (uji

tuberculin negatif) tetapi kontak dengna penderita TB aktif. Obat yang digunakan

adalah INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 2-3 bulan.

Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberculin positif,

tanpa gejala klinis, dan foto paru normal. tetapi memiliki faktor risiko menjadi TB

aktif. Golongan ini adalah balita, anak yang mendapat pengobatan kortikosteroid atau

imunosupresan lain, penderita penyakit keganasa, terinfeksi virus (HIV, morbili), gizi

buruk, masa akil balik, atau infeksi baru TB, konversi uji tuberculin kurang dari 12

bulan. Obat yang digunakan adalah INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan.

D. DIAGNOSIS TB PADA ANAK 1

Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :

1. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular. Yang dimaksud dengan

kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau sering bertemu dengan

pasien TB menular. Pasien TB menular adalah terutama pasien TB yang hasil

pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya terjadi pada pasien TB

dewasa. Pemeriksaan kontak erat ini akan diuraikan secara lebih rinci dalam

pembahasan pada bab profilaksis TB pada anak.

2. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling

sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala

sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis

TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh

berbagai penyakit selain TB.

1. Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:

1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan

adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi

yang baik.

2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan

demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam

umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik

TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.

3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau

intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat

disingkirkan.

4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh

(failure to thrive).

5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan

baku diare.

2. Gejala klinis spesifik terkait organ 1

Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang terkena,

misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit, adalah

sebagai berikut:

1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli): Pembesaran

KGB multipel (>1 KGB), diameter ≥1 cm, konsistensi kenyal, tidak nyeri, dan

kadang saling melekat atau konfluens.

2. Tuberkulosis otak dan selaput otak:

• Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai gejala

akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.

• Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.

3. Tuberkulosis sistem skeletal:

• Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).

• Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda

peradangan di daerah panggul.

• Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab

yang jelas.

• Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).

4. Skrofuloderma:

Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin

bridge).

5. Tuberkulosis mata:

• Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).

• Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).

6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal dicurigai

bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang

jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.

E. Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis TB anak1

TB merupakan salah satu penyakit menular dengan angka kejadian yang

cukup tinggi di Indonesia. Diagnosis pasti TB seperti lazimnya penyakit menular

yang lain adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu kuman

Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan

serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.

Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi yang

terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung atau

biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada

anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mikrobiologi.

Pemeriksaan serologi yang sering digunakan tidak direkomendasikan oleh WHO

untuk digunakan sebagai sarana diagnostik TB dan Direktur Jenderal BUK

Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada bulan Februari 2013 tentang

larangan penggunaan metode serologi untuk penegakan diagnosis TB.

Pemeriksaan mikrobiologik sulit dilakukan pada anak karena sulitnya

mendapatkan spesimen. Spesimen dapat berupa sputum, induksi sputum atau

pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut, apabila fasilitas tersedia.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan

histopatologi (PA/Patologi Anatomi) yang dapat memberikan gambaran yang

khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis

perkijuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans

dan atau kuman TB.

F. Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring 1

Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai berikut:

• Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai

nilai tertinggi yaitu 3.

• Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan diagnosis

TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring.

• Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan

mendapat OAT.

Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan OAT (Obat

Anti Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat

terhadap respon klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik, maka

OAT dapat dilanjutkan sedangkan apabila didapatkan respons klinis tidak baik maka

sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke fasilitas

pelayanan kesehatan rujukan:

1. Foto toraks menunjukan gambaran efusi pleura atau milier atau kavitas

2. Gibbus, koksitis

3. Tanda bahaya:

Kejang, kaku kuduk

Penurunan kesadaran

Kegawatan lain, misalnya sesak napas

1. Parameter Sistem Skoring: 1

Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti

tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh

dari TB 01 atau dari hasil laboratorium.

Penentuan status gizi:

. Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment

opname).

. Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi untuk

anak usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan untuk

anak usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC 2000 (lihat lampiran).

. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1

bulan.

Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah

diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas

Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa:

pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis,

konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.

2. Penegakan Diagnosis1

1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di fasilitas

pelayanan kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter, pelimpahan

wewenang terbatas dapat diberikan pada petugas kesehatan terlatih strategi

DOTS untuk menegakkan diagnosis dan tatalaksana TB anak mengacu pada

Pedoman Nasional.

2. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13).

3. Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif

dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan

observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebutFoto

toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak

4. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang

meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

5. Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis

lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat

didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan

selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis, maka terapi

OAT dilanjutkan sampai selesai.

6. Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG dicurigai

telah terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak

7. Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB

8. Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas (uji

tuberkulin dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan sistem

skoring tetap dilakukan, dan dapat didiagnosis TB dengan syarat skor ≥ 6 dari

total skor 13.

9. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis

sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain

misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB MDR

maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak

memungkinkan, pasien dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan perbaikan

klinis adalah perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak tersebut pada

saat diagnosis.

3. Bilas lambung 1

Bilas lambung digunakan untuk mengumpulkan spesimen untuk pemeriksaan

mikroskopi dan biakan kuman MTb dimana sputum tidak dapat diekpektorasi secara

spontan ataupun diinduksi dengan menggunakan salin hipertonis. Prosedur ini paling

berguna untuk anak yang dirawat di RS. Namun, hasil biakan positif dari 3 set bilas

lambung hanya sekitar 25-50% dari anak dengan TB aktif.Sehingga, hasil smear

ataupun biakan negatif tidak mengeksklusi TB pada anak.Bilas lambung

dikumpulkan dari anak yang dicurigai pulmonary Tb. Selama tidur, sistem

mukosiliary menyebabkan mukus berkumpul di tenggorakan. Mukus lalu tertelan dan

tertinggal di lambung sampai lambung kosong. Sehingga, spesimen yang

mengandung jumlah bakteri terbanyak didapatkan di pagi hari.

Bilas lambung tiga pagi berturut-turut harus dilakukan pada tiap pasien.Angka

ini untuk memaksimalkan lapang pandang smear-positivity. Sebagai catatan, bilas

lambung yang pertama memiliki lapang pandang terbesar.Untuk melaksanakan test

secara benar biasanya dibutuhkan dua orang (satu melaksanakan test dan satu lagi

sebagai asisten). Anak puasa setidaknya 4 jam (3 jam pada bayi) sebelum prosedur

dan anak dengan hitung trombosit yang rendah atau kemungkinan pendarahan

sebaiknya tidak menjalani prosedur ini.

Peralatan yang dibutuhkan:

• Sarung tangan

• Nasogastric tube ( biasanya ukuran 10 F atau lebih besar )

• Syringe 5, 10, 20 or 30 cm3dengan konektor nasogastric tube yang sesuai

Kertas litmus

• Kontainer spesimen

• Pulpen untuk memberi label spesimen

• Formulir permintaan laboratorium

• Air steril atau normal salin (0.9% NaCl)

• Larutan Na bicarbonate (8%)

• alkohol/chlorhexidine.

G. Tatalaksana TB pada Anak

Pendekatan umum

Periksa anak sebelum prosedur untuk memastikan mereka cukup sehat untuk

menjalani prosedur.Anak dengan karakteristik dibawah ini sebaiknya tidak menjalani

induksi sputum :

• Belum cukup puasa : jika anak belum puasa setidaknya 3 jam, tunda prosedur

sampai waktu yang tepat.

• Distress pernafasan berat (termasuk tachypnea, wheezing, hipoksia)

• Sedang dalam intubasi

• Perdarahan : hitung trombosit rendah, kemungkinan pendarahan, epistaksis

(simptomatik atau hitung platelet<50/ml darah).

• Penurunan kesadaran

• Riwayat asma (yang didiagnosis dan ditatalaksana oleh klinisi)

Prosedur

1. Berikan bronkodilator (contoh salbutamol) untuk mengurangi risiko wheezing.

2. Berikan nebulisasi saline hipertonic (3% NaCl) selama 15 menit atau sampai 5

cm3larutan sudah diberikan.

3. Berikan fisioterapi dada bila perlu; hal ini berguna untuk memobilisasi sekresi.

4. Untuk anak yang lebih besar dan sudah bisa ekspektorasi, ikuti prosedur di

section A untuk mengekspektorat sputum.

5. Untuk anak yang tidak dapat mengekspektorate (contoh anak yang lebih

muda), lakukan :

(i) suction hidung untuk membersihkan sekresi nasalatau (ii)aspirasi

nasopharyngealuntuk mengumpulkan spesimen yang sesuai.

Setiap peralatan yang akan digunakan kembali harus didisinfektan dan disterilisasi

sebelum digunakan pada pasien berikutnya.

Panduan OAT pada anak.1

Efek Samping pengobatan TB Anak 1

Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya: kesemutan) dan asupan

piridoksin (vitamin B6) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka dapat

diberikan vitamin B6 10 mg tiap 100 mg INH.

Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia piridoksin 10 mg/ hari

direkomendasikan diberikan pada

• bayi yang mendapat ASI eksklusif,

• pasien gizi buruk,

• anak dengan HIV positif.

Penanganan efek samping lain dari OAT pada anak mengacu pada buku

Pedoman Nasional Pengendalian TB.

Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab

kegagalan terapi.

• Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di fase

lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari

awal.

• Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase

lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai

selesai.

Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan meningkatkan risiko

terjadinya TB kebal obat.

Pengobatan ulang TB anak

Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali dengan keluhan

gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut benar-

benar menderita TB. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau

sistem skoring. Evaluasi dengan sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di

fasilitas rujukan. Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka

anak diklasifikasikan sebagai kasus Kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah

mendapat pengobatan TB, tidak dianjurkan untuk dilakukan uji tuberkulin ulang

Pengobatan TB HIV pada Anak1

Tujuan pemberian OAT adalah mengobati pasien dengan efek samping minimal,

mencegah transmisi kuman dan mencegah resistensi obat. Saat ini, paduan obat TB

pada anak yang terinfeksi HIV yang telah disepakati WHO (2011) adalah INH,

Rifampisin, PZA dan Etambutol selama fase intensif 2 bulan pertama dilanjutkan

dengan minimal 4 bulan pemberian INH dan Rifampisin selama fase lanjutan. Pada

TB milier dan meningitis TB diberikan INH, Rifampisin, PZA, Etambutol dan

Streptomisin selama fase intensif selanjutnya INH dan Rifampisin selama 10 bulan

fase lanjutan.

Tambahan terapi yang direkomendasikan untuk pasien anak HIV dan TB

termasuk cotrimoxazole preventive therapy (CPT), antiretroviral therapy (ART) dan

suplementasi piridoksin dengan dosis 10 mg/hari serta pemberian nutrisi.

Kategori diagnostik TB Fase awal Fase lanjutan

pada penderita HIV

TB ringan, TB paru

BTA negatif,

Limfadenitis TB

2RHZE RH (4-7 bulan)

TB tulang 2RHZE RH (10 bulan)

TB milier, TB

meningitis

2RHZES RH (10 bulan)

.

H. TES TUBERKULINTeknik standar (tes Mantoux) adalah dengan menyuntikkan tuberculin (PPD)

sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan, pada

sepertiga atas permukaan volar dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan

alcohol. Biasanya dianjurkan memakai spuit tuberkuin sekali pakai dengan ukuran

jarum suntik 26-27 G. jarum yang pendek ini dipegang dengan permukaan yang

miring diarahkan ke atas dan ujungnya dimasukkan ke bawah permukaan kulit. Akan

terbentuk sebuah gelembung berdiameter 6-10 mm yang menyerupai gigtan nyamuk

bila dosis 0,1 ml disuntikkan dengan tepat dan cermat. 14

Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu sekitar 48

jam – 72 jamsesudah penyuntikkan dan reaksi harus dibaca dalam periode tersebut,

yaitu dalam cahaya yang terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk. Yang harus

dicatat dari reaksi ini adalah diameter induransi dalam satuan millimeter, pengukuran

harus dilakukan melintang terhadap sumbu panjang lengan bawah. Hanya induransi

(pembengkakan yang teraba) dan bukan eritema yang dinilai. Induransi dapat

ditentukan dengan inspeksi dan palpasi. Tidak adanya induransi sebaiknya dicatat

“0mm” bukan negatif. 14

I. Endemik, Pandemik, dan Epidemik 15

Penentuan suatu kejadian sebagai epidemi dapatlah bersifat subjektif,

sebagian bergantung pada hal-hal apa yang termasuk dalam "ekspektasi". Karena

didasarkan pada "ekspektasi" atau yang dianggap normal, beberapa kasus timbulnya

penyakit-yang-sangat-jarang seperti rabies dapat digolongkan sebagai "epidemi",

sementara banyak kasus timbulnya penyakit-yang-umum (seperti pilek) tidak

digolongkan sebagai epidemi. Epidemi digolongkan dalam berbagai jenis

berdasarkan pada asal-muasal dan pola penyebarannya. Epidemi dapat melibatkan

paparan tunggal (sekali), paparan berkali-kali, maupun paparan terus-menerus

terhadap penyebab penyakitnya. Penyakit yang terlibat dapat disebarkan oleh vektor

biologis, dari orang ke orang, ataupun dari sumber yang sama seperti air yang cemar.

Suatu infeksi dikatakan sebagai endemik (dari bahasa Yunani en- di dalam

+ demos rakyat) pada suatu populasi jika infeksi tersebut berlangsung di dalam

populasi tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar. Suatu infeksi penyakit dikatakan

sebagai endemik bila setiap orang yang terinfeksi penyakit tersebut menularkannya

kepada tepat satu orang lain (secara rata-rata). Bila infeksi tersebut tidak lenyap dan

jumlah orang yang terinfeksi tidak bertambah secara eksponensial, suatu infeksi

dikatakan berada dalam keadaan tunak endemik (endemic steady state). Suatu infeksi

yang dimulai sebagai suatu epidemi pada akhirnya akan lenyap atau mencapai

keadaan tunak endemik, bergantung pada sejumlah faktor, termasuk virulensi dan

cara penularan penyakit bersangkutan. Dalam bahasa percakapan, penyakit

endemik sering diartikan sebagai suatu penyakit yang ditemukan pada daerah

tertentu. Sebagai contoh, AIDS sering dikatakan "endemik" di Afrika walaupun kasus

AIDS di Afrika masih terus meningkat (sehingga tidak dalam keadaan tunak

endemik). Lebih tepat untuk menyebut kasus AIDS di Afrika sebagai suatu epidemi.

Suatu pandemi (dari bahasa Yunani pan semua + demos rakyat) atau epidemi

global atau wabah global merupakan terjangkitnya penyakit menular pada banyak

orang dalam daerah geografi yang luas.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), suatu pandemi dikatakan terjadi bila

ketiga syarat berikut telah terpenuhi:

timbulnya penyakit bersangkutan merupakan suatu hal baru pada populasi

bersangkutan,

agen penyebab penyakit menginfeksi manusia dan menyebabkan sakit serius,

agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan berkelanjutan pada

manusia.

Suatu penyakit atau keadaan tidak dapat dikatakan sebagai pandemi hanya

karena menewaskan banyak orang. Sebagai contoh, kelas penyakit yang dikenal

sebagai kankermenimbulkan angka kematian yang tinggi namun tidak digolongkan

sebagai pandemi karena tidak ditularkan.

BAB III

KESIMPULAN

Anak laki-laki berusia 6 tahun mengalami tuberkulosis paru

DAFTAR PUSTAKA

1. Petunjuk teknis manajemen Tuberculosis anak. Jakarta: Kementerian RI. 2013

2. Profil kesehatan kalimantan Barat tahun 2012.

3. World Health Organization. Global Tuberculosis Control: A Short Up Date to the 2009 Report. Geneva, 2009.

4. Gerdunas TB. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. Depkes RI

5. PDPI. 2006. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta.

6. Sudoyo W. Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009; h. 988-9

7. Latief A, dkk. Diagnosis Fisis Pada Anak. Ed ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto, 2003; h. 70-4.

8. Sameer Wagle. Sep 2, 2008. Hemolytic Disease of Newborn. Disadur dari www.emedicine.com. 9 September 2015.

9. Prashant G Deshpande . Oct 3, 2008. TBC. Disadur dari www.emedicine.com. 9 September 2015.

10. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed ke-3. Jilid II. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI, 2000; h. 459-69.

11. Rudolph M. Abraham, Hoffman E. I. Julian, Rudolph D. Colin. Buku Ajar Pediatri. Vol.2. Ed ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.

12. Behrman E. Richard, Kliegman Robert, Arvin M. Ann. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15 Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000.

13. Mubin Halim A. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Ed ke-2. Jakarta: EGC, 2007; h. 230-3.

14. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006. 855.

15. https://id.wikipedia.org/wiki/Wabah