Upload
richardus-kevin-leonardo
View
40
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan DK modul endemik
Citation preview
LAPORAN HASIL DISKUSI
MODUL PENYAKIT ENDEMIK
PEMICU 1
KELOMPOK DISKUSI 7
1. Farah Muthia I11111035
2. Syarifi I11111072
3. Dodi Novriadi I11112014
4. Karolus Sangapta K. I11112026
5. Irene Olivia Salim I11112030
6. Ardi I11112040
7. Putri Umagia Drilna I11112067
8. Kevin Reonaldo I11112073
9. Dea Erica I11112081
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Pemicu 1
Seorang anak laki-laki usia 6, dibawa orang tuanya ke puskesmas. Orang tua
pasien mengeluhkan anaknya demam yang lama dan berulang tanpa sebab yang jelas.
Demam disertai dengan keringat malam. pasien juga mengeluhkan batuk yang
panjang selama 4 bulan. pasien juga mengalami penurunan berar badan dan nafsu
makan menurun sejak 2 bulan yang lalu. Pasien tampah semakin melemah.
Pemeriksaan fisik di temukan pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit
di sekitar leher.
A. Kata Kunci
1. Anak laki-laki 6 tahun
2. Demam lama dan berulang
3. Batuk 4 bulan
4. Keringat pada malam hari
5. Penurunan berat badan
6. Nafsu makan menurun
7. Pembesaran kelenjar limfe superfisial di leher
B. Rumusan Masalah
Seorang anak laki-laki 6 tahun datang dengan keluhan demam yang
lama dan berulang disertai keringat malam, mengeluh batuk yang panjang
selama 4 bulan, penurunan berat badan, serta nafsu makan yang menurun
sejak 2 bulan yang lalu.
C. Analisis Masalah
D. Hipotesis
Anak laki-laki 6 tahun mengalami tuberculosis paru
Laki-laki 6 tahun
Pemeriksaan Fisik:
Pembesaran kelenjar limfe yang tidak nyeri
Anamnesis :
Demam berulang lama
Batuk, keringat malam sejak 4 bulan
Penurunan berat badan
DD = Pneumonia yang bukan disebabkan Mycobacterium tuberculosis
Tuberkulosis
Prognosis
Tatalaksana Pemeriksaan Penunjang:
BTA
Tuberkulin
Foto polos
Gejala Klinis
Scoring TB anak
DIAGNOSIS
E. Pertanyaan Diskusi
1. Apa saja penyakit endemik di Kalimantan Barat ?
2. Bagaimana epidemiologi Tuberculosis?
3. Jelaskan mengenai TB !
4. Bagaimana diagnosis TB pada anak ?
5. Bagaimana tatalaksana TB pada anak ?
6. Bagaimana epidemiologi TB di Indonesia ?
7. Jelaskan mengenai uji tuberculin !
8. Apa perbedaan endemik, pandemik, dan epidemik ?
B. EPIDEMIOLOGI TUBERCULOSIS
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi
pada anak usia 0-14 tahun. India, Cina, dan Indonesia berkontribusi terhadap lebih
dari lima puluh persen kasus tuberkulosis di seluruh dunia. Laporan TB dunia oleh
World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, masih menempatkan Indonesia
sebagai penyumbang TB terbesar nomor tiga di dunia setelah India dan Cina dengan
jumlah kasus baru sekitar lima ratus tiga puluh sembilan ribu dan jumlah kematian
sekitar seratus satu ribu pertahun. Terdapat dua ratus empat puluh empat penderita
kasus TB aktif per seratus ribupenduduk. Sekitar delapan puluh persen pasien TB
adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-59 tahun). Laki-laki
dua kali lebih sering terkena dibandingkan dengan perempuan di negara-negara
sedang berkembang.1,3
Berdasarkan hasil rekapitulasi profil kesehatan kabupaten/kota di Kalimantan
Barat tahun 2007 tercatat TB Paru dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif sebanyak
empat ribu tiga ratus enam kasus dengan angka kesakitan satu koma nol tiga per
seribu penduduk. Angka kesembuhan penderita TB Paru dengan BTA positif adalah
sebesar delapan puluhsatu koma lima lima dengan rincian dari empat ribu dua ratus
empat puluh lima penderita yang diobati, sebanyak tiga ribu empat ratus enam puluh
dua penderita dinyatakan sembuh. Jika melihat hasil yang dicapai, maka angka
kesembuhan penderita TB Paru BTA positif di Kalimantan Barat sudah mendekati
dari target Indikator Indonesia Sehat 2010 yang ditargetkan sebesar delapan puluh
lima persen.4
Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang
karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40−50% dari jumlah seluruh
populasi. Sekurang-kurangnya 500.000 anak menderita TB setiap tahun.1
1. 200 anak di dunia meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap
tahun akibat TB
2. Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik
yang “child-friendly” dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan
kasus TB anak.
3. Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan
yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan strategi DOTS. Kondisi ini akan
memberikan peningkatan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas anak.
Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua
kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011
dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi
proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak
masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam
kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok umur
5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada
TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011
naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.1
C. TUBERKULOSIS1. Etiologi 4,5
Penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 μm dan tebal 0,3-0,6 μm. Penyusun
utama dinding sel basil TB adalah asam mikolat, lilin kompleks (complex
waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor. Struktur dinding sel yang
kompleks tersebut menyebabkan bakteri ini bersifat tahan asam dan juga lebih
tahan tehadap gangguan kimia dan fisis.
Proses terjadinya infeksi M. tuberculosis biasanya secara inhalasi,
sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding
organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang
mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan
batuk berdarah atau berdahak yang mengandung BTA.
2. Patogenesis
a. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang
pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer
ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan
sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran
getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut
diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami
salah satu proses sebagai berikut : 5
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang
Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.
Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya atau tertelan.
Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini juga
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya,
misalnya tulang, ginjal, adrenal, genitalia dan sebagainya
b. Tuberkulosis Post Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun
kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun.
Tuberkulosis post primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya
terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil, lalu
sarang pneumonik ini akan mengalami salah satu jalan sebagai berikut :5
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan
cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses
penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju
keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan
menjadi tebal (kavitas sklerotik)
Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan
penyembuhannya
3. Diagnosis
a. Gejala Klinis 5
1. Gejala respiratorik
Gejala respiratorik berupa batuk 2 minggu, batuk darah, sesak napas, dan
nyeri dada ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
2. Gejala sistemik
Gejala sistemik lain berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia,
berat badan menurun.
3. Gejala TB ekstra paru
Gejala TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis TB akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis TB terdapat gejala sesak napas dan
terkadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
b. Pemeriksaan Fisik 5
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung
dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat
tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)
perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus
inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,
pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),
kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi “cold abscess”.
c. Pemeriksaan Bakteriologik 5
a. Bahan pemeriksasan
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal
dari dahak, cairan pleura, liquorcerebrospinal, bilasan bronkus,
bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar
lavage/BAL), urin, feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum
halus/BJH)
b. Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
• Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
• Pagi ( keesokan harinya )
• Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau
setiap pagi 3 hari berturut-turut.
c. Cara pemeriksaan dahak
Pemeriksaan mikroskopik:
• Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
• Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin
(khususnya untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah
bila :
• 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif → BTA
positif
• 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali kecuali bila
ada fasilitas foto toraks, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali
negatif → BTA positif
• bila 3 kali negatif → BTA negatif
Pemeriksaan biakan kuman
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional
ialah dengan cara:
• Egg-based media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa,
Kudoh
• Agar-based media : Middle brook
d. Pemeriksaan Radiologik 5
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa
fotolateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik,
oblik,CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapatmemberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan
posteriorlobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
• Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
• Bayangan bercak milier
• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :
• Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
• Kalsifikasi atau fibrotik
• Kompleks ranke
• Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Luluh Paru (Destroyed Lung ) :
Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringanparu
yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru.Gambaran
radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,multikaviti dan fibrosis
parenkim paru. Sulit untuk menilaiaktiviti lesi atau penyakit hanya
berdasarkan gambaranradiologik tersebut.Perlu dilakukan pemeriksaan
bakteriologik untuk memastikanaktiviti proses penyakit. Luas lesi yang
tampak pada foto toraks untuk kepentinganpengobatan dapat dinyatakan
sbb (terutama pada kasus BTAdahak negatif) :
• Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu ataudua
paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yangterletak di
atas chondrostemal junction dari iga kedua depandan prosesus
spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpusvertebra torakalis 5
(sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti
• Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
e. Pemeriksaan Penunjang 4,5
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis
adalahlamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kumantuberkulosis
secara konvensional. Dalam perkembangan kini adabeberapa teknik baru
yang dapat mengidentifikasi kumantuberkulosis secara lebih cepat.
1. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapatmendeteksi
DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam
pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinankontaminasi. Cara pemeriksaan
ini telah cukup banyakdipakai, kendati masih memerlukan ketelitian
dalampelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk
menegakkandiagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan
dengancara yang benar dan sesuai standar.
2. Pemeriksaan serologi
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yangdapat mendeteksi
respon humoral berupa prosesantigen-antibodi yang terjadi. Beberapa
masalahdalam teknik ini antara lain adalah kemungkinanantibodi menetap
dalam waktu yang cukup lama.
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalamtubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigenlipoarabinomannan (LAM) yang
direkatkan pada suatualat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik
inikemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, danbila di dalam serum
tersebut terdapat antibodi spesifikanti LAM dalam jumlah yang memadai
yang sesuaidengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahanwarna
pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP).
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksireaksi
serologi yang terjadi.
d. Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT)
ICTadalah uji serologik untuk mendeteksiantibodi M.tuberculosis
dalam serum. Uji ICTtuberculosis merupakan uji diagnostik TB
yangmenggunakan 5 antigen spesifik yang berasal darimembran sitoplasma
M.tuberculosis, diantaranyaantigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen
tersebutdiendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran
immunokromatografik (2 antigendiantaranya digabung dalam 1 garis)
disamping gariskontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30
μlditeteskan ke bantalan warna biru, kemudian serumakan berdifusi
melewati garis antigen. Apabila serummengandung antibodi IgG terhadap
M.tuberculosis,maka antibodi akan berikatan dengan antigen
danmembentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakanpositif bila setelah
15 menit terbentuk garis kontroldan minimal satu dari empat garis antigen
padamembran.Saat ini pemeriksaan serologi belum bisa dipakaisebagai
pegangan untuk diagnosis
3. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC iniadalah
metode radiometrik. M tuberculosis memetabolismeasam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akandideteksi growth indexnya oleh
mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan
secaracepat untuk membantu menegakkan diagnosis.
4. Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairanpleura perlu
dilakukan pada penderita efusi pleura untukmembantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisisyang mendukung diagnosis tuberkulosis
adalah uji Rivaltapositif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis
cairanpleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsiparu
dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), transthoracal biopsy (TTB),
biopsi paru terbuka, biopsi pleura,biopsi kelenjar getah bening dan biopsi
organ lain diluarparu. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan
jarumhalus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsidilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis, terutamapada tuberkulosis ekstra paru.
Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaanhistopatologi pada
jaringan paru atau jaringan diluar parumemberikan hasil berupa granuloma
dengan perkejuan
6. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkanindikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endapdarah (LED) jam pertama dan kedua
sangat dibutuhkan.Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat
kestabilankeadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehinggadapat
digunakan untuk salah satu respon terhadappengobatan penderita serta
kemungkinan sebagai predeteksitingkat penyembuhan penderita. Demikian
pula kadarlimfosit bisa menggambarkan daya tahan tubuh penderita , yaitu
dalam keadaan supresi atau tidak. LED seringmeningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.
Limfositpunkurang spesifik.
7. Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TBdi
daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesiadengan
prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan ujituberkulin sebagai alat
bantu diagnostik kurang berarti, apalagipada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna biladidapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu
bulansebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali
atau bula. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif,
terutamapada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif
mungkindapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian.Sebenarnya
secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanyamenunjukkan
gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ; a)reaksi peradangan dari lesi
yang berada pada target organ yangterkena infeksi atau b) status respon
imun individu yang tersediabila menghadapi agent dari basil tahan asam
yang bersangkutan(M.tuberculosis).
f. Tatalaksana
1. Medikamentosa OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang
bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pengobatan OAT,
antara lain : 6-13
1. Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat
mungkin melalui kegiatan bakterisid
2. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan
dengan kegiatan sterilisasi
3. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan
daya tahan imunologis
Maka pengobatan TB dilakukan 2 fase, yaitu :
1. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan
populasi kuman yang membelah dengan cepat.
2. Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan
jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan
konvensional.
OAT yang biasa digunakan antara lain Isoniazid (INH), Rifampisin
(R), Pirazinamid (Z), dan Streptomisin (S) yang bersifat bakterisid dan
Etambutol (E) yang bersifat bakterisid.
Penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksaan
bakteriologi, radiologi, dan klinis. Kesembuhan TB paru yang baik akan
memperlihatkan sputum BTA (-), adanya perbaikan radiologi, dan
menghilangnya gejala. 11
Tabel 1 Panduan OAT pada TB paru (WHO 1993) untuk Dewasa
Panduan OAT
Klasifikasi dan Tipe Penderita
Fase Awal FaseLanjutan
Kategori 1 BTA (+) baru Sakit berat : BTA (-)
luar paru
2HRZS(E)2RHZS(E)
4RH4R3H3
Kategori 2 Pengobatan ulang :Kambuh BTA (+)Gagal
2RHZES/ 1RHZE2RHZES/ 1RHZE
5RHE5R3H3E3
Kategori 3 TB paru BTA (-)TB luar paru
2RHZ2RHZ/ 2R3H3Z3
4RH4R3H3
Keterangan 2HRZ = tiap hari selama 2 bulan4RH = tiap hari selama 4 bulan4H3R3= 3 kali seminggu selama 4 bulan
Tabel 2 Dosis Obat Antituberkulosis untuk Dewasa
Obat DOSIS
Setiap Hari Dua Kali/Minggu Tiga Kali/Minggu
Isoniazid 5 mg/kgMaks. 300 mg
15 mg/kgMaks. 900 mg
15 mg/kgMaks. 900 mg
Rifampisin 10 mg/kgMaks. 600 mg
10 mg/kgMaks. 600 mg
10 mg/kgMaks. 600 mg
Pirazinamid 15-30 mg/kgMaks. 2 g
50-70 mg/kgMaks. 4 g
50-70 mg/kgMaks. 3 g
Streptomisin 15mg/kgMaks. 1 g
25-30 mg/kgMaks. 1,5 g
25-30 mg/kgMaks. 1 g
*Etambutol tidak dianjurkan untuk anak-anak usia < 6 tahun karena gangguan penglihatan sulit dipantau (kecuali bila kuman penyebabnya menjadi resisten terhadap obat TB lainnya)
Tabel 3 Antituberkulosis pada AnakDosis Obat Antituberkulosis Lini Pertama
Obat Dosis Harian (mg/kgBB/hari)
Dosis Max
(mg/hari)
Efek Samping
Isoniazid
Rifampisin**
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
5-15*
10-20
15-30
15-20
15-40
300
600
2000
1250
1000
Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas
Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna orange kemerahan
Toksisitas hepar, artralgia, gastrointestinal
Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, gastrointestinal
Ototoksik, nefrotoksik
* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari
** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabitias rifampisin
Keterangan:a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg harus dirujuk ke rumah sakitb. Anak dengan BB >33 kg , harus dirujuk ke rumah sakit.c. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah.d. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau
digerus sesaat sebelum diminum.
2. Non Medikamentosa 6-13
Pembedahan pada TB paru
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah
berkurang. Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan
indikasi relatif.
Indikasi mutlak pembedahan:
1. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap
positif
2. Pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
3. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
Indikasi relatif pembedahan adalah :
1. Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk berulang
2. Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan
3. Sisa kavitas yang menetap
g. PencegahanAnak dan orang dewasa yang berkontak dekat dengan orang dewasa
yang dicurigai menderita tuberkulosis paru infeksius harus diuji kulit
tuberculin dan diperiksa sesegera mungkin. Rata-rata, 30-50% kontak
rumah tangga terhadap kasus infeksius uji kulit tuberculin akan menjadi
positif, dan 1% kontak sudah menderita penyakit yang jelas. Anak terutama
bayi muda, harus mendapat prioritas tinggi selama pengamatan kontak
karena risiko infeksinya tinggi dan pada mereka lebih mungkin
berkembang bentuk tuberkulosis yang berat.7,10-13
Uji massa kelompok besar anak untuk infeksi tuberkulosis merupakan proses
yang tidak efisien. Bila kelompok besar anak berisiko tuberkulosis rendah diuji,
sebagian besar reaksi uji kulit sebenarnya reaksi positif-palsu karena variabilitas
biologis atau sensitisasi silang dengan MNT. Namun uji kelompok anak atau orang
dewasa berisiko tinggi harus didorong karena kebanyakan dari individu ini yang
dengan uji kulit tuberculin positif menderita infeksi tuberkulosis. Uji harus
berlangsung hanya jika mekanisme efektif berada di tempatnya untuk meyakinkan
evaluasi dan pengobatan individu yang ujinya positif. Pada banyak uji kurang dari
sepertiga individu terinfeksi menyelesaikan pengobatan efektif bila sumber yang
adekuat tidak tersedia. 7,10-13
Vaksinasi Bacille Calmette-Guérin
Cara pemberian yang dipilih adalah injeksi intradermal dengan semprit dan
jarum karena cara ini merupakan satu-satunya metode yang memungkinkan
pengukuran dosis individual yang tepat. Namun cara intradermal ini mahal, dan
jarum serta semprit yang digunakan kembali di Negara sedang berkembang,
mencipatakan bahaya penularan HIV dan virus hepatitis. Tehnik multipunksi satu
unit dosis merupakan satu-satunya tehnik yang tersedia di Amerika Serikat dan
beberapa bagian lain di dunia.
Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi (uji
tuberculin negatif) tetapi kontak dengna penderita TB aktif. Obat yang digunakan
adalah INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 2-3 bulan.
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberculin positif,
tanpa gejala klinis, dan foto paru normal. tetapi memiliki faktor risiko menjadi TB
aktif. Golongan ini adalah balita, anak yang mendapat pengobatan kortikosteroid atau
imunosupresan lain, penderita penyakit keganasa, terinfeksi virus (HIV, morbili), gizi
buruk, masa akil balik, atau infeksi baru TB, konversi uji tuberculin kurang dari 12
bulan. Obat yang digunakan adalah INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan.
D. DIAGNOSIS TB PADA ANAK 1
Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :
1. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular. Yang dimaksud dengan
kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau sering bertemu dengan
pasien TB menular. Pasien TB menular adalah terutama pasien TB yang hasil
pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya terjadi pada pasien TB
dewasa. Pemeriksaan kontak erat ini akan diuraikan secara lebih rinci dalam
pembahasan pada bab profilaksis TB pada anak.
2. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling
sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala
sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis
TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit selain TB.
1. Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi
yang baik.
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam
umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik
TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.
3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan
baku diare.
2. Gejala klinis spesifik terkait organ 1
Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang terkena,
misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit, adalah
sebagai berikut:
1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli): Pembesaran
KGB multipel (>1 KGB), diameter ≥1 cm, konsistensi kenyal, tidak nyeri, dan
kadang saling melekat atau konfluens.
2. Tuberkulosis otak dan selaput otak:
• Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai gejala
akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
• Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.
3. Tuberkulosis sistem skeletal:
• Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).
• Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul.
• Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab
yang jelas.
• Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
4. Skrofuloderma:
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin
bridge).
5. Tuberkulosis mata:
• Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
• Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal dicurigai
bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang
jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.
E. Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis TB anak1
TB merupakan salah satu penyakit menular dengan angka kejadian yang
cukup tinggi di Indonesia. Diagnosis pasti TB seperti lazimnya penyakit menular
yang lain adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu kuman
Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan
serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi yang
terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung atau
biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada
anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mikrobiologi.
Pemeriksaan serologi yang sering digunakan tidak direkomendasikan oleh WHO
untuk digunakan sebagai sarana diagnostik TB dan Direktur Jenderal BUK
Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada bulan Februari 2013 tentang
larangan penggunaan metode serologi untuk penegakan diagnosis TB.
Pemeriksaan mikrobiologik sulit dilakukan pada anak karena sulitnya
mendapatkan spesimen. Spesimen dapat berupa sputum, induksi sputum atau
pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut, apabila fasilitas tersedia.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
histopatologi (PA/Patologi Anatomi) yang dapat memberikan gambaran yang
khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis
perkijuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans
dan atau kuman TB.
F. Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring 1
Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai berikut:
• Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai
nilai tertinggi yaitu 3.
• Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan diagnosis
TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring.
• Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan
mendapat OAT.
Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan OAT (Obat
Anti Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat
terhadap respon klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik, maka
OAT dapat dilanjutkan sedangkan apabila didapatkan respons klinis tidak baik maka
sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan rujukan:
1. Foto toraks menunjukan gambaran efusi pleura atau milier atau kavitas
2. Gibbus, koksitis
3. Tanda bahaya:
Kejang, kaku kuduk
Penurunan kesadaran
Kegawatan lain, misalnya sesak napas
1. Parameter Sistem Skoring: 1
Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti
tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh
dari TB 01 atau dari hasil laboratorium.
Penentuan status gizi:
. Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment
opname).
. Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi untuk
anak usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan untuk
anak usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC 2000 (lihat lampiran).
. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1
bulan.
Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah
diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas
Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa:
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis,
konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.
2. Penegakan Diagnosis1
1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter, pelimpahan
wewenang terbatas dapat diberikan pada petugas kesehatan terlatih strategi
DOTS untuk menegakkan diagnosis dan tatalaksana TB anak mengacu pada
Pedoman Nasional.
2. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13).
3. Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif
dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan
observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebutFoto
toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
4. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.
5. Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis
lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat
didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan
selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis, maka terapi
OAT dilanjutkan sampai selesai.
6. Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG dicurigai
telah terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
7. Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB
8. Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas (uji
tuberkulin dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan sistem
skoring tetap dilakukan, dan dapat didiagnosis TB dengan syarat skor ≥ 6 dari
total skor 13.
9. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis
sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain
misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB MDR
maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak
memungkinkan, pasien dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan perbaikan
klinis adalah perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak tersebut pada
saat diagnosis.
3. Bilas lambung 1
Bilas lambung digunakan untuk mengumpulkan spesimen untuk pemeriksaan
mikroskopi dan biakan kuman MTb dimana sputum tidak dapat diekpektorasi secara
spontan ataupun diinduksi dengan menggunakan salin hipertonis. Prosedur ini paling
berguna untuk anak yang dirawat di RS. Namun, hasil biakan positif dari 3 set bilas
lambung hanya sekitar 25-50% dari anak dengan TB aktif.Sehingga, hasil smear
ataupun biakan negatif tidak mengeksklusi TB pada anak.Bilas lambung
dikumpulkan dari anak yang dicurigai pulmonary Tb. Selama tidur, sistem
mukosiliary menyebabkan mukus berkumpul di tenggorakan. Mukus lalu tertelan dan
tertinggal di lambung sampai lambung kosong. Sehingga, spesimen yang
mengandung jumlah bakteri terbanyak didapatkan di pagi hari.
Bilas lambung tiga pagi berturut-turut harus dilakukan pada tiap pasien.Angka
ini untuk memaksimalkan lapang pandang smear-positivity. Sebagai catatan, bilas
lambung yang pertama memiliki lapang pandang terbesar.Untuk melaksanakan test
secara benar biasanya dibutuhkan dua orang (satu melaksanakan test dan satu lagi
sebagai asisten). Anak puasa setidaknya 4 jam (3 jam pada bayi) sebelum prosedur
dan anak dengan hitung trombosit yang rendah atau kemungkinan pendarahan
sebaiknya tidak menjalani prosedur ini.
Peralatan yang dibutuhkan:
• Sarung tangan
• Nasogastric tube ( biasanya ukuran 10 F atau lebih besar )
• Syringe 5, 10, 20 or 30 cm3dengan konektor nasogastric tube yang sesuai
Kertas litmus
• Kontainer spesimen
• Pulpen untuk memberi label spesimen
• Formulir permintaan laboratorium
• Air steril atau normal salin (0.9% NaCl)
• Larutan Na bicarbonate (8%)
• alkohol/chlorhexidine.
G. Tatalaksana TB pada Anak
Pendekatan umum
Periksa anak sebelum prosedur untuk memastikan mereka cukup sehat untuk
menjalani prosedur.Anak dengan karakteristik dibawah ini sebaiknya tidak menjalani
induksi sputum :
• Belum cukup puasa : jika anak belum puasa setidaknya 3 jam, tunda prosedur
sampai waktu yang tepat.
• Distress pernafasan berat (termasuk tachypnea, wheezing, hipoksia)
• Sedang dalam intubasi
• Perdarahan : hitung trombosit rendah, kemungkinan pendarahan, epistaksis
(simptomatik atau hitung platelet<50/ml darah).
• Penurunan kesadaran
• Riwayat asma (yang didiagnosis dan ditatalaksana oleh klinisi)
Prosedur
1. Berikan bronkodilator (contoh salbutamol) untuk mengurangi risiko wheezing.
2. Berikan nebulisasi saline hipertonic (3% NaCl) selama 15 menit atau sampai 5
cm3larutan sudah diberikan.
3. Berikan fisioterapi dada bila perlu; hal ini berguna untuk memobilisasi sekresi.
4. Untuk anak yang lebih besar dan sudah bisa ekspektorasi, ikuti prosedur di
section A untuk mengekspektorat sputum.
5. Untuk anak yang tidak dapat mengekspektorate (contoh anak yang lebih
muda), lakukan :
(i) suction hidung untuk membersihkan sekresi nasalatau (ii)aspirasi
nasopharyngealuntuk mengumpulkan spesimen yang sesuai.
Setiap peralatan yang akan digunakan kembali harus didisinfektan dan disterilisasi
sebelum digunakan pada pasien berikutnya.
Panduan OAT pada anak.1
Efek Samping pengobatan TB Anak 1
Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya: kesemutan) dan asupan
piridoksin (vitamin B6) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka dapat
diberikan vitamin B6 10 mg tiap 100 mg INH.
Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia piridoksin 10 mg/ hari
direkomendasikan diberikan pada
• bayi yang mendapat ASI eksklusif,
• pasien gizi buruk,
• anak dengan HIV positif.
Penanganan efek samping lain dari OAT pada anak mengacu pada buku
Pedoman Nasional Pengendalian TB.
Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab
kegagalan terapi.
• Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di fase
lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari
awal.
• Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase
lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai
selesai.
Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan meningkatkan risiko
terjadinya TB kebal obat.
Pengobatan ulang TB anak
Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali dengan keluhan
gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut benar-
benar menderita TB. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau
sistem skoring. Evaluasi dengan sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di
fasilitas rujukan. Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka
anak diklasifikasikan sebagai kasus Kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah
mendapat pengobatan TB, tidak dianjurkan untuk dilakukan uji tuberkulin ulang
Pengobatan TB HIV pada Anak1
Tujuan pemberian OAT adalah mengobati pasien dengan efek samping minimal,
mencegah transmisi kuman dan mencegah resistensi obat. Saat ini, paduan obat TB
pada anak yang terinfeksi HIV yang telah disepakati WHO (2011) adalah INH,
Rifampisin, PZA dan Etambutol selama fase intensif 2 bulan pertama dilanjutkan
dengan minimal 4 bulan pemberian INH dan Rifampisin selama fase lanjutan. Pada
TB milier dan meningitis TB diberikan INH, Rifampisin, PZA, Etambutol dan
Streptomisin selama fase intensif selanjutnya INH dan Rifampisin selama 10 bulan
fase lanjutan.
Tambahan terapi yang direkomendasikan untuk pasien anak HIV dan TB
termasuk cotrimoxazole preventive therapy (CPT), antiretroviral therapy (ART) dan
suplementasi piridoksin dengan dosis 10 mg/hari serta pemberian nutrisi.
Kategori diagnostik TB Fase awal Fase lanjutan
pada penderita HIV
TB ringan, TB paru
BTA negatif,
Limfadenitis TB
2RHZE RH (4-7 bulan)
TB tulang 2RHZE RH (10 bulan)
TB milier, TB
meningitis
2RHZES RH (10 bulan)
.
H. TES TUBERKULINTeknik standar (tes Mantoux) adalah dengan menyuntikkan tuberculin (PPD)
sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan, pada
sepertiga atas permukaan volar dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan
alcohol. Biasanya dianjurkan memakai spuit tuberkuin sekali pakai dengan ukuran
jarum suntik 26-27 G. jarum yang pendek ini dipegang dengan permukaan yang
miring diarahkan ke atas dan ujungnya dimasukkan ke bawah permukaan kulit. Akan
terbentuk sebuah gelembung berdiameter 6-10 mm yang menyerupai gigtan nyamuk
bila dosis 0,1 ml disuntikkan dengan tepat dan cermat. 14
Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu sekitar 48
jam – 72 jamsesudah penyuntikkan dan reaksi harus dibaca dalam periode tersebut,
yaitu dalam cahaya yang terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk. Yang harus
dicatat dari reaksi ini adalah diameter induransi dalam satuan millimeter, pengukuran
harus dilakukan melintang terhadap sumbu panjang lengan bawah. Hanya induransi
(pembengkakan yang teraba) dan bukan eritema yang dinilai. Induransi dapat
ditentukan dengan inspeksi dan palpasi. Tidak adanya induransi sebaiknya dicatat
“0mm” bukan negatif. 14
I. Endemik, Pandemik, dan Epidemik 15
Penentuan suatu kejadian sebagai epidemi dapatlah bersifat subjektif,
sebagian bergantung pada hal-hal apa yang termasuk dalam "ekspektasi". Karena
didasarkan pada "ekspektasi" atau yang dianggap normal, beberapa kasus timbulnya
penyakit-yang-sangat-jarang seperti rabies dapat digolongkan sebagai "epidemi",
sementara banyak kasus timbulnya penyakit-yang-umum (seperti pilek) tidak
digolongkan sebagai epidemi. Epidemi digolongkan dalam berbagai jenis
berdasarkan pada asal-muasal dan pola penyebarannya. Epidemi dapat melibatkan
paparan tunggal (sekali), paparan berkali-kali, maupun paparan terus-menerus
terhadap penyebab penyakitnya. Penyakit yang terlibat dapat disebarkan oleh vektor
biologis, dari orang ke orang, ataupun dari sumber yang sama seperti air yang cemar.
Suatu infeksi dikatakan sebagai endemik (dari bahasa Yunani en- di dalam
+ demos rakyat) pada suatu populasi jika infeksi tersebut berlangsung di dalam
populasi tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar. Suatu infeksi penyakit dikatakan
sebagai endemik bila setiap orang yang terinfeksi penyakit tersebut menularkannya
kepada tepat satu orang lain (secara rata-rata). Bila infeksi tersebut tidak lenyap dan
jumlah orang yang terinfeksi tidak bertambah secara eksponensial, suatu infeksi
dikatakan berada dalam keadaan tunak endemik (endemic steady state). Suatu infeksi
yang dimulai sebagai suatu epidemi pada akhirnya akan lenyap atau mencapai
keadaan tunak endemik, bergantung pada sejumlah faktor, termasuk virulensi dan
cara penularan penyakit bersangkutan. Dalam bahasa percakapan, penyakit
endemik sering diartikan sebagai suatu penyakit yang ditemukan pada daerah
tertentu. Sebagai contoh, AIDS sering dikatakan "endemik" di Afrika walaupun kasus
AIDS di Afrika masih terus meningkat (sehingga tidak dalam keadaan tunak
endemik). Lebih tepat untuk menyebut kasus AIDS di Afrika sebagai suatu epidemi.
Suatu pandemi (dari bahasa Yunani pan semua + demos rakyat) atau epidemi
global atau wabah global merupakan terjangkitnya penyakit menular pada banyak
orang dalam daerah geografi yang luas.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), suatu pandemi dikatakan terjadi bila
ketiga syarat berikut telah terpenuhi:
timbulnya penyakit bersangkutan merupakan suatu hal baru pada populasi
bersangkutan,
agen penyebab penyakit menginfeksi manusia dan menyebabkan sakit serius,
agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan berkelanjutan pada
manusia.
Suatu penyakit atau keadaan tidak dapat dikatakan sebagai pandemi hanya
karena menewaskan banyak orang. Sebagai contoh, kelas penyakit yang dikenal
sebagai kankermenimbulkan angka kematian yang tinggi namun tidak digolongkan
sebagai pandemi karena tidak ditularkan.
BAB III
KESIMPULAN
Anak laki-laki berusia 6 tahun mengalami tuberkulosis paru
DAFTAR PUSTAKA
1. Petunjuk teknis manajemen Tuberculosis anak. Jakarta: Kementerian RI. 2013
2. Profil kesehatan kalimantan Barat tahun 2012.
3. World Health Organization. Global Tuberculosis Control: A Short Up Date to the 2009 Report. Geneva, 2009.
4. Gerdunas TB. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. Depkes RI
5. PDPI. 2006. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta.
6. Sudoyo W. Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009; h. 988-9
7. Latief A, dkk. Diagnosis Fisis Pada Anak. Ed ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto, 2003; h. 70-4.
8. Sameer Wagle. Sep 2, 2008. Hemolytic Disease of Newborn. Disadur dari www.emedicine.com. 9 September 2015.
9. Prashant G Deshpande . Oct 3, 2008. TBC. Disadur dari www.emedicine.com. 9 September 2015.
10. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed ke-3. Jilid II. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI, 2000; h. 459-69.
11. Rudolph M. Abraham, Hoffman E. I. Julian, Rudolph D. Colin. Buku Ajar Pediatri. Vol.2. Ed ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
12. Behrman E. Richard, Kliegman Robert, Arvin M. Ann. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15 Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000.
13. Mubin Halim A. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Ed ke-2. Jakarta: EGC, 2007; h. 230-3.
14. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006. 855.
15. https://id.wikipedia.org/wiki/Wabah